lambdalambdalambdalambdalambdauiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdlambdalambdalambdalambdalambdafghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxlambdalambdalambdalambdalambdacvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqlambdalambdalambdalambdalambdawertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuilambdalambdalambdalambdalambdaopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfglambdalambdalambdalambdalambdahjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxclambdalambdalambdalambdalambdavbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqlambdalambdalambdalambdalambdawertyuiopasdfghjlklzxcvbnmqwertyulambdalambdalambdalambdalambdaiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfllambdalambdalambdalambdalambdahjklzxcvbnmq
RESUME KOMPILASI 1
LAMBDA
11/2/2012
[Type the author name]
Mapping
Anatomi
Neurofisiologi
- SSP
- SST
Sakit kepala
Tension headache
Cluster headache
Cranial arteritis
Migrain
Trigeminal neuralgia
Trauma SSP
Epidural hematoma
Subdural hematoma
Sub arachnoid hemorrage
Trauma medula spinalis
Penurunan kesadaran
Koma
Ensefalopati metabolik
Brain death
CVD
TIA
Cerebral infarction
Intracerebral hematoma
Subarachnoid hemorrage
AFASIA
TUMOR CNS
Tumor primer
Tumor sekunder
2
ANATOMI
SISTEM SARAF secara anatomi dibagi menjadi:
1. Sistem Saraf Pusat, terdiri dari:
- Otak
- Medulla spinalis
2. Sistem Saraf Tepi
- 12 pasang saraf cranialis
- 31 pasang saraf spinalis
Secara fungsional dibagi menjadi:
1. Sistem saraf somatik mengontrol aktifitas secara sadar
2. Sistem saraf otonom (viseral) mengontrol aktivitas secara tidak sadar
SISTEM SARAF PUSAT
1. OTAK
Otak berukuran jauh lebih besar dibandingkan medulla spinalis. Otak hampir
memenuhi semua ruang yang tersedia di dalam cavum cranii sehingga struktur
permukaan tertentu membentuk crista. Otak berhubungan dengan medulla spinalis
melalui foramen magnum dan dibagi menjadi lima bagian utama yaitu secara berurutan:
A. Batang otak, terdiri dari:
1. Medulla oblongata
2. Pons
3. Mesencephalon
B. Cerebellum
C. Cerebrum (hemispherium cerebri)
Tapi ada juga yang membagi otak menjadi tiga bagian yaitu:
A. Otak depan (prosensefalon), dibagi menjadi dua:
1. Telensefalon (ujung otak)
2. Diensefalon (jembatan otak)
B. Otak tengah (mesensefalon)
C. Otak belakang (rombensefalon), dibagi menjadi dua:
1. Metensefalon (after brain)
2. Mielensefalon (otak sumsum)
3
A. BATANG OTAK
1. MEDULLA OBLONGATA
Merupakan lanjutan dari medulla spinalis dengan panjang kira-kira 1 inchi,
berbentuk konus, dan terletak pada dua per tiga canalis dimulai pada ketinggian
foramen magnum serta berakhir pada ujung bawah pons. Anterior berhubungan
dengan pars basilaris ossis occipitalis. Permukaan lateralnya mempunyai
pembengkakan oval (oliva) yang berhubungan dengan substantia grisea dari
nukleus olivarius inferior. Di depan oliva antara oliva dan fissura mediana
anterior terdapat crista longitudinal tempat lewatnya fibrae corticospinale yang
disebut pyramis.
Nervus cranialis yang keluar dari permukaan medulla dalam hubungannya
dengan oliva yaitu:
- N. Hypoglosus (N. XII) keluar secara linier antara oliva dan pyramis
- N. Glossopharingeus (N. IX), N. Vagus (N. X), N. Accesorius (N. XI)
keluar berurutan dari atas ke bawah pada sulcus di belakang tonjolan oliva.
2. PONS
Pons terletak di antara medulla dan linea media di sebelah anterior
cerebellum. Beberapa serabutnya berjalan horizontal melintasi linea media,
menghubungkan kedua hemispherium cerebelli. Pada daerah dimana pons
berhubungan dengan substantia cerebellum disebut horizontal akan membentuk
bundle yang berbatas jelas disebut pedunculus cerebellaris medius, yang
kelihatan pada penampang transversal sebagai tiga lingkaran besar,
berseberangan dengan nucleus nervi facialis, nucleus nervi cranialis ketujuh dan
nucleus salivatorius. Lingkaran yang kecil terletak pada sisi medial pedunculus
medius dan disebut pedunculus cerebellaris inferior dan superior yang juga
mengeluarkan serabut saraf yang menghubungkan batang otak.
Pons varoli dibagi menjadi bagian dorsal (tegmentum) dan bagian basal
yang dibentuk oleh nuclei dan serat-serat penghubung. Pada bagian dorsal
terdiri atas nuclei nn. Cranialis yang terdiri dari:
- Nuclei motoris n. trigemini, terletak di tengah-tengah pons varoli
berkualitas brachiomotorik yang memelihara otot-otot masticatorica dengan
axon keluar dari sebelah ventrolateral pons sebagai portio minor
4
- Nuclei abducen, terletak di bagian bawah pons yang berkualitas
somatomotorik dan memelihara salah satu otot ekstrinsik dengan axonnya
keluar dari permukaan ventral pons dekat garis mediana dan perbatasan
antara pons dengan medulla oblongata
- Nuclei facialis, terletak kira-kira setinggi nuclei n. abducens tapi agak ke
ventral. Berkualitas brachiomotorik yang memelihara otot-otot mimik dan
axonnya keluar dari permukaan lateral setelah mengelilingi n. abducen
sebagai genu internum n. facialis
- Nuclei salivatorius superior, terletak dalam formatio reticularis dorsolateral
dari ujung caudal nuclei n. facialis. Berkualitas viseromotorik umum yang
memelihara glandula lacrimalis, sublingualis, lingualis, labialis, dan
buccales. Axonnya keluar dari permukaan lateral pons dekat n. facialis yang
mengikuti n. intermedius yang kemudian dalam canalis n. facialis
bergabung dengan n. facialis
- Nuclei sensoris n. trigeminus, merupakan nuclei principalis sebagai
kelanjutan dari begian caudal neclei mesencephalis dan berkualitas
somatosensorik umum untuk rangsangan epikritik dan bagian rostral nuclei
tractus spinalis yang merupakan lanjutan dari nuclei principitalis yang
berkualitas somatosensorik umum untuk rangsangan protopatik
- Nuclei vestibularis dan cochlearis, terletak pada perbatasan antara pons dan
medulla oblongata. Nuclei vestibularis berkualitas propioseptif khusus dan
terletak di daerah paling lateral. Sedangkan nuclei cochlearis berkualitas
somatosensorik khusus dan terletak bersama-sama nuclei vestibularis.
- Nuclei lainnya adalah nuclei olivaris superior yang merupakan modifikasi
dari formatio reticularis. Nuclei corporis trapezoidi yang juga merupakan
modifikasi formatio reticularis. Kedua nuclei ini terletak pada bagian caudal
dan berhubungan dengan fungsi pendengaran. Formatio reticularis
tergabung sepanjang batak otak. Nuclei lemnicus lateralis modifikasi dari
formatio reticularis yang letaknya dekat lemnicus lateralis.
Serat-serat penghubung dari dorsal ke ventral terdiri atas fasciculus
lungitudinal dorsalis, fasciculus longitudinal medialis, tractus rubrospinalis,
tractus tectospinalis dan tractus reticulospinalis.
Permukaan dorsalis terdiri dari pons bersama dengan permukaan dorsalis
dari medulla oblongata membentuk fossa rhomboidea yang merupakan dasar
5
dari ventriculus quartus. Bagian tengahnya terdapat sulcus mediana dorsalis
yang sebelah kanan kirinya terdapat penonjolan yang disebut eminentia
mediana yang di caudalnya terdapat colliculus facialis yang disebabkan adanya
serat-serat dari nuclei facialis yang mengelilingi n. abducen yang disebut genu
internum. Bagian caudal ada penonjolan area cochlearis dan vestibularis akibat
adanya nuklei cochlearis dan vestibularis. Bagian bawah terdapat stria
medullaris yang disebabkan karena adanya serat-serat yang berasal dari nuclei
arcuatus menuju cerebellum ialah fibrae arcuatae externae dalam medulla
oblongata.
Bagian basal dari pons terdiri serat penghubung transversal dan
longitudinal yang diantaranya terdapat nuclei pontes. Serat transversal dari
nuclei ini menuju cerebellum dan disebut tractus pontocereballaris dan serat
longitudinal disebut tractus corticobulbaris dan corticospinalis.
3. MESENCEPHALON
Mesencephalon membentuk bagian atas batang otak, panjangnya sekitar
1 inchi dan terperforasi oleh canalis centralis atau aquaductus. Di sebelah rostral
berhubungan dengan diencephalons dan di sebelah caudal berhubungan dengan
pons varoli dan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
- Tectum mesencephali
- Tegmen mesencephali
- Basis mesencephali (basis Pedunculi)
Beberapa nn. Cranialis yang keluar dari permuaan mesencephali adalah
n. trochearis atau nn. Cranialis keempat yang keluar dari aspek posterior
mesencephalon tepat di bawah corpora quadrigemina inferior. Satu-satunya nn.
Cranialis ketiga yang keluar dari mesencephalon pada fossa interpeduncularis
tepat di atas pons. Nuclei mesencephali adalah nuclei snsorik yang erat
hubungannya dengan n. trigemini.
B. CEREBELLUM
Cerebellum adalah bagian otak yang mempunyai fungsi untuk:
1. Ikut dalam pengintegrasian fungsi motorik, terutama koordinasi gerakan-
garakan dan membentuk fungsi keseimbangan
6
2. Ikut dalam pengintegrasian sistem sensorik dan motorik dalam arti rangsangan
dapat diteruskan ke cerebellum yang kemudian diolah akhirnya keluar sebagai
gerakan.
Cerebellum dapat dibagi menjadi:
- Bagian tengah (vermis)
- Bagian lateral (hemispheria cerebelli)
Permukaan keduanya menunjukkan adanya lipatan-lipatan kecil transversal
yang disebut folia. Seluruh lapisan bagian cerebellum mempunyai lapisan yang
sama, berbeda dengan hemispheria dari cerebri. Bagian luarnya dibentuk oleh
substantia alba (corpus medullare) yang di dalamnya terdapat kelompok nuclei dan
mempunyai serat-serat penghubungnya merupakan serat penghubung intrinsik yang
terdiri dari serat-serat assosiasi, komissura dan proyeksi. Untuk serat proyeksi
afferens berasal dari sel-sel purkinye cortex cerebelli menuju nuclei cerebelli. Serat
komisurra menghubungkan bagian yang identik kanan kiri dan serat assosiasi
menghubungkan daerah yang setingkat hemispheria yang sama atau vermis saja.
Cortex cerebelli umumnya mempunyai plica dan terdiri dari tiga lapisan yaitu:
- Stratum moleculare
- Lapisan sel-sel purkinya
- Lapisan sel-sel granular
Cerebellum dihubungkan dengan bagian otak lainnya melalui ketiga pedunculi
cerebelli yaitu:
- Pedenculus cerebelli inferior, menghubungkan dengan medulla spinalis dan
medulla oblongata
- Pedenculus cerebelli medius, menghubungkan dengan pons varoli
- Pedenculus cerebelli superior, menghubungkan dengan mesencephalon
Pada pedunculus cerebellaris terdapat nucleus dentatus yang juga berhubungan
dengan thalamus melalui fibrae dentate rubrales.
C. CEREBRUM
Adalah bagian anterior atau cephalic dari sistem nervosum centrale
membentuk lebih dari tiga per empat bagian otak dan terbagi menjadi dua
hemispheria cerebri yang besarnya setara. Bagian otak depan ini terbagi menjadi
telencephalon dan diencephalon.
- Telencephalon
7
Merupakan bagian yang paling rostral dan menempati sebagian besar cavum
cranii kecuali fossa cranii posterior. Telencephalon seluruhnya terletak di atas
tentorium cerebelli dan terbagi menjadi 2 belahan yang masing-masing disebut
sebagai hemispherium cerebri kiri dan kanan yang dipisahkan oleh fissura
cerebri sagitalis/longitudinalis satu terhadap yang lainnya. Tiap hemispherium
cerebri terdiri atas cortex cerebri (pallium), corpus medullare dan basal ganglia.
Bagian yang dibentuk oleh kortex cerebri dan corpus medullare dapat dibagi
menjadi:
a. Lobus frontalis, terletak di depan sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
b. Lobus parietalis, terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus
lateralis
c. Lobus occipitalis, terletak di belakang sulcus parietoocccipitalis
d. Lobus temporalis, terletak di depan incisura preoccipitalis dan di bawah
sulcus lateralis
Cortex cerebri pada telencephalon mempunyai lapisan berwarna keabu-
abuan dan disebut sebagai substantia grisea (gray mater) yang terdiri dari sel-sel
saraf dan sedikit serat-serat penghubung. Disini terletak pusat-pusat tertinggi
fungsi-fungsi dalam tubuh. Permukaan cortex berlekuk-lekuk dan permukaan
dalam lekukan jauh lebih luas dari yang luar. Lekukan tersebut ada yang
dangkal (sulcus) dan ada pula yang dalam (fissura). Tebal rata-rata cortex
cerebri rataa-rata 2,5 mm dan pada umumnya yang ada dipermukaan lebih tebal.
Luas permukaan cortex cerebri antara 200.000-250.000 cm2 dan pembagiannya
adalah
- 41% lobus frontalis
- 21% lobus parietalis
- 17% lobus occipitalis
- 21% lobus temporalis
Sulci dan fissura dari telencephalon antara lain:
- Sulcus longitudinal cerebri
- Sulcus lateral cerebri (sylvius)
- Sulcus calcarinus
- Sulcus perietooccipitalis
- Sulcus hippocampi
8
Sulcus-sulcus lain yang memiliki arti fungsional dan topografik yang penting
antara lain:
- Sulcus centralis (Rolandi)
- Sulcus precentralis
- Sulcus postcentralis
- Sulcus frontalis superior dan inferior
- Sulcus intra parietalis
- Sulcus temporalis inferior, medius, dan superior
- Sulcus lunatus
- Sulcus cinguli
- Sulcus collateralis
Berdasarkan pertumbuhan fungsi secara filogenik dan ontogenetic dapat
dibedakan beberapa macam cortex cerebri yaitu:
- Archiocortex/archipallium
- Paleocortex/palleopallium
- Mesocortex/mesopallium
- Neocortex/neopallium
Secara struktural keempat macam cortex tersebut juga berbeda yaitu mengenai
susunan sel-selnya. Neocortex terdiri atas 6 lapisan yang berturut-turut dari luar
ke dalam diberi nama menurut brodman:
- Lamina molecullaris, yang terdiri dari sel cagal dan sel golgi type II
- Lamina granularis enterna, banyak mengandung sel pyramida kecil dan sel
granular
- Lamina pyramidalis, lebih banyak mengandung sel pyramida daripada sel
granular dan terdapat pula sel stelatta
- Lamina granularis interna, sebagian besar terdiri dari sel granular sedikit sel
pyramida, stellata, dan sel martinotti
- Lamina ganglionare (pyramidalis internus), terutama mengandung sel
pyramida besar (giant cell of betz) dan sedikit sel stellata, dan sel martinotti
- Lamina multiforme, terdiri atas sel multiforme atau polymorf dan
mengandung sedikit sel stellata dan sel martinotti
Serat-serat eferens yang keluar dari cortex cerebri sebagian besar
dibentuk oleh axon-axon sel-sel pyramida yang sebagian besar berupa serat-
serat proyeksi menuju ke pusat-pusat subcortical dan hanya sebagian kecil yang
9
berupa serat-serat assosiasi atau serat commisura menuju cortex lainnya. Selain
itu dibentuk pula oleh axon-axon sel-sel spindle/polymorf yang berupa serat-
serat asosiasi atau serat-serat commisura.
Sedangkan serat aferens yang masuk ke dalam cortex cerebri berupa
serat-serat proyeksi spesifik yang berasal dari bagian thalamus yang spesifik dan
berakhir pada lapisan granularis interna dan bercabang-cabang pada bagian ini.
Serta proyeksi yang tidak spesifik yang berasal dari bagian thalamus yang tidak
spesifik dan formatio reticularis bercabang-cabang di berbagai lapisan sampai
pada lamina molecularis.
Daerah-daerah fungsional cortex cerebri terdiri dari:
- Lobus frontalis
a. Area motoris primaries atau area 4 Brodmann, terletak di belakang lobus
frontalis
b. Area premotorius, terletak di depan area 4 dan area 6 Brodmann, bagian
belakang merupakan gerakan halus dan terlatih, berlainan dengan bagian
depan yang merupakan pusat gerakan kasar
c. Area 8 Brodmann atau daerah optokinetik frontal (frontal eye field), terletak
di sebelah frontalis cortex area premotoris dan bersangkutan dengan
gerakan bulbus oculi di bawah pengendalian kemauan (pergerakan
konjugasi atau asosiasi) dan pusat gerakan otot kasar.
d. Pusat bicara motorik broca
Meliputi area 44 dan 45 yang meliputi bagian pars opercularis dan pars
triangularis gyrus frontalis inferior pada hemispherium cerebri yang
dominan oleh karena pada manusia sebagian besar juga terletak di sebelah
kiri. Daerah ini merupakan pusat bicara motorik.
e. Cortex prefrontalis
Area ini meliputi area 9, 10, 11, dan 12 merupakan cortex asosiasi yang
terletak di depan area 4, 6, dan 8 yang bersifat motorik, pusat asosiasi
tertinggi untuk fungsi intelektual dan fungsi kejiwaan yang membentuk
kepribadian (personality)
- Lobus parietalis
Korteks parietalis mempunyai peran utama pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yg lebih tinggi tingkatnya. Area somestetik
primer (area 1-3)terletak pada gyrus postcentralis, paralel korteks motorik dan
10
posterior sulkus centralis. Bagian ini tersusun somatotopik dg menyirip, tapi
tidak identik dg korteks motorik primer. Sensasi semua bagian tubuh diterima
korteks sensorik primer dan disinilah menggapai kesadaran. Sensasi ini
mencakup nyeri, suhu, raba, tekan, proprioseptik. Lesi bagian ini menyebabkan
ggn sensorik kontralateral.
Area asosiasi somestetik (area 5 &7) menduduki lobus parietalis superior
meluas sampai permukaan medial hemisfer. Mempunyai banyak hub dg area
lain korteks sensorik. Korteks asosiasi sensorik menerima dan mengintegrasi
modalitas sensorik. Kualitas, bentuk, tekstur, berat, dan suhu berkaitan dg
pengalaman sensorik masa lalu, shg informasi dpt ditanggapi
dandiinteprestasikan. Kesadaran akan bentuk tubuh, letak anggota tubuh, sikap
tubuh, bahasa. Lesi girus angularis (area 39) hemisfer dominant mengakibatkan
aleksia (ketdkmampuan memahami bhsa tulisan) dan agrafia (tdk mampu
menulis) meski dapat bicara normal. Lesi gyrus supramarginalis (area 40)
korteks parietalis mengakibatkan astereognosis (ketdkmampuan mengenal
benda lewat sentuhan) selain memungkinkan stroke dan ggn kesadaran tbuh
terhadap sisi kontralateral lesi
- Lobus temporalis
Adalah area sensorik reseptif unt impuls pendengaran. Korteks pendengaran
primer (area 41&42) sebagai penerima suara, sedang korteks asosiasi
pendengaran (area 22/ area Wernick)sbg proses pemahaman. Selain memiliki
peranan unt ingatn tertentu. Korteks area Werniks penting untuk mengerti bhsa
ucap, lesi mengakibatkan sulit unt mengerti bahasa ucap(afacia sensorik/afacia
Wernics), atau mungkin ucapan penderita scr fonetik dan tata bhs benar tapi
kata-kata yg dipilih tdk sesuai dan terdiri atas kata yg tak bermakna.
- Lobus occipitalis
Korteks penglihatan primer (area 17) menerima informasi penglihatan dan
sensasi warna, dikelilingi korteks asosiasi visual (area 18&19) yg berperan dlm
refleks gerak mata bila sedang memandang atau mengikuti objek. Lesi sisi
dominan mengakibatkan kehilangan kemampuan mengenali benda dan
kegunaannya, tp masih tetap mampu mengenali wajah, lesi sisi tak dominan tjd
kegagalan mengenali wajah. Korteks asosiasi visual disebelah area 39 lobus
temporalis berfungsi unt memahami simbol-simbol bahasa, jk rusak
11
mengakibatkan aleksia sensorik/ hilangnyakemampuan memahami apa yg
dibaca
Susunan Substansia Alba Hemispherium Cerebralis
Mengisi daerah antara corteks cerebri dan subcorticales dan derat antara
berbagai nuklei subcorticales. Serat yg membentuk substansia alba hemispherium
cerebri berselubung myelin dibagi3 : serat proyeksi , serat asosiasi, serat cimmisura.
I. serat-serat proyeksi, merupakan gab:
1. corona radiata
2. capsula interna
a. crus anterior
b. genu
c. crus posterior
3. Capsula eksterna
II. serat-serat commisura
terutama menghub pusat/daerah yg sama pd kedua hemisfer:
a. corpus callosum
b. commisura anterior
c. commisura hipocampi
III. serat-serat asosiasi
menghub daerah korteks yg berbeda satu dg lainnya pd hemisfer yg sama,
beberapa berkas asosiasi:
a. cingulum yg membentuk sebagian substansia alba gyrus cinguli
b. fasciculus uncinatus
c. fasciculus fronto-occipitalis superior dan inferior
Basal ganglia
Sekelompok substansia grisea yg terletak basal dari corpus medullare yg sebagian
bsrdibentuk sel-sel sarafdan serat penghubung. Terdiri atas 3 bagian:
1. corpus striatum
2. claustrum
3. nukleus amydaloid
secara phylogenetika ganglia basalis tdd:
a. neostriatum meliputi nucleus caudatus dan putamen
12
b. paleostriatum yg meliputiglobus pallidus
c. archistriatum yg meliputi amygdala
bekerja untuk integrasi dan ekspresi emosi, perasaan, hasrat.
Rhinencephalon
Meliputi struktur susunan saraf pusat yg menerima serat-serat dari bulbus olfactorius
- DIENCEPHALON
Adalah struktur disekitar ventrikel ke-3 dan membentuk inti bag dlm
cerebrum. Memproses rangsang sensorik dan membantu memulai atau
memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang tersebut. Dibagi jd 4 wilayah:
a. Talamus
terdiri atas 2 struktur ovoid yg besar , masing-masing mempunyai kompleks
nukleus yg slg berhub dg korteks ipsilateral , serebelum & dg berbagai
kompleks nuklear subkortikal. Merupakan stasiun relai yg penting dlm otak &
merupakan pengintegrasi subkortikal yg penting semua jaras sensorik kec sist
olfactorius membentuk sinaps dg nukleus talamus dalam perjalanan menuju
korteks cerebri. Berfungsi sbg pusat sensorik primitif (individu dpt merasakan
samar-samar nyeri, tekan, raba, getar, suhu ekstrim) dan integrasi ekspresi
motorik oleh karena hub fungsinya terhadap pusat motorik utama dalam korteks
serebri, serebelum, ganglia basalis.
b. Hipotalamus
di bawah talamus, berkaitan dg pengaturan rangsang dr SS otonom perifer
yg menyertai ekspresi tingkahlaku dan emosi. Hipotalamus juga berfungsi dlm
pengaturan hormon-hormon, pengaturan cairan tubuh, suhu tubuh, lapar, haus.
c. Subtalamus
merupakan nukleus ekstrapiramidal diencephalon yg penting, mempunyai
hub dg nuklus ruber, substansia nigra, globus palidus dari ganglia basalis. Jika
lesi menyebabkan diskineksia dramatis (hemibasalismus) ditandai dg gerakan
kaki/tangan yg terhempas kuat pd satu sisi tubuh
d. Epitalamus
13
berupa pita sempit yg membentuk atap diensephalon, berhub dg sist limbik,
berperan pd dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfactorius,
mensekresi melatonin dan membantu irama sirkardian tubuh dan menghambat
hormon gonadotropin.
D. MENINGEN
Terdiri atas 3 lapisan:
1. Piamater
Terletak erat dg permukaan otak & medspin. Mempunyai perluasan ke lateral
antara radix dorsal dan ventral saraf spinal (lig dentikulata/dentate). Menyertai
pembuluh darah pada permukaan otak dan medspin (piamater spinalis
vaskularisasinya lebih sedikit dari cerebralis)
2. Arakhnoid
Llapisan seperti film, transparan, sepertt jala dan dihubungkan ke piamater oleh
trabekulasi seperti lilin. Mempunyai spatium (subarakhnoid) yg merupakan
interval antara arakhnoid dg piamater & diisi CSF, terdapat granulasiones
arakhnoid yg merupakan kumpulan seperti bulu dg sangat mendekap arakhnoid
yg berproyeksi ke duramater
3. Duramater
Lapisan luar meningen yg keras dan fibrosa. Terdapat spatium epidural
mengandung pleksus venosus vertebralis dan a meningea media pada cavitas
cranialis. Mempunyai 2 lapisan stratum periostealis dan stratum meningealis.
Membentuk sinus-sinus venosus duralis antara 2 stratum atau antara duplikasi
strtum meningeal
E. CSF dan ventrikulus otak
Terletak dlam spatium subarakhnoid, dibentuk pleksus koroid dalam ventrikel
otak. Sirkulasinya melalui ventrikel memasuki spatium subarakhnoid dan akhirnya
disaring ke sistem venosa.
Tekanan CSF biasanya 100 dan 200 mmH2O, diukur melalui punksi lumbal,
diambil untuk pemeriksaan kandungan kimia dan selnya.
14
Ventrikulus otak adalah kavitas dalam jaringan otak yg merupakan pembesaran
canalis centralis tubulus neuralis embryonicus. Cavitas ini adalah ventriculus
lateralis, tertius, quartus.
Ventriculus lateralis terletak di dalam subtantia hemisfer cerebri dan terdiri dari
pars centralis dan 3 buah cornu anterior, posteior, inferius. Ventrikulus lateralis
berhubungan dg ventrikulus tertius melelui foramen interventrikularis dari mUNRO
yg terletak pd bagian anterior dinding lateral ventrikulus tertius di bawah ujung
anterior fornix.
Ventrikulus quartus adalah cavitas seperti tenda dengan dasar seperti intan.
Beberapa nn cranialess terletak pd regio ini. Ventrikulus berhubungan dg ruang sub
arakhnoid pd meningen melalui apertura mediana ventriculi quarti dan 2 apertura
lateralis ventriculi quarti (foramina luschka). Apertura mediana (foramen magendi)
membuka ke cavum subarakhnoid yg membesar disebut cisterna magna (antara
cerebellum dan medula)
F. Vaskularisasi
Oleh a. carotis interna dan a. vertebralis cabang cerebral sedang meninges
divaskularisasi a. maxillaris cabang meningea media. Medspin dan akarnya
divaskularisasi cabang-cabang kecil sepanjang saraf tsb
VASCULARISASI
Carotis interna bercabang menjadi :
A. Opthalmica
A. Cerebri Anterior
A. Cerebri Media
A. Communicans Posterior
15
basilaris
Berjalan pada sulcus basilaris pontis
cabangnya
A. Cerebelli Inferior Anterior et posterior
A. Labyrinthin
Rr. Pontine
A. Cerebelli Superior
A. Cerebri Posterior
SUMSUM TULANG (MEDULLA SPINALIS)
Merupakan kelanjutan dari otak dimulai setinggi foramen occipitalis magnum
melanjutkan ke bawah di dalam canalis spinalis dan beakhir pada conus medullaris setinggi
V.Lumbalis I. Kemudian hanya berupa serabut-serabut saraf yang disebut caudal aquina.
Medulla spinalis ini mempunyai bentuk seperti tabung silindris dan didalamnya terdapat
lubang atau canalis centralis. Bagian tepi atau cortex mengandung serat-serat saraf
(white matter) dan bagian tengahnya berwarna gelap (grey matter) yang
mengandung sel-sel body dan bentuknya seperti kupu-kupu. Dari medulla spinalis ini
keluar masuk serabut saraf sebanyak 31 pasang yang melalui foramen intervertebralis.
Sebagaimana otak medulla spinalis juga dilapisi oleh selaput meningen dan mengandung
cairan otak.
Pada medulla spinalis terdapat rute utama pada setiap ketiga columna alba. Pada
tractus asendens terdiri atas tiga tractus yaitu:
1. Tractus spinothalamicus anterior atau ventralis
Meneruskan impuls taktil dan tekanan dari medulla ke thalamus. Serabutnya dimulai
pada collumna posterior substantia grisea dari sisi berseberangan dan melintas diatas
commisura alba anterior sebelum naik pada columna alba anterior.
2. Tractus spinothalamicus lateralis
Membawa impuls nyeri dan temperatur ke thalamus. Serabutnya bergabung
pada medulla dengan serabut dari tractus spinothalamicus anterior untuk membentuk
lemnicus spinalis. Serabut keluar dari sel yang terletak pada cornu posterior
subatantia grisea sisi seberangannya dan terutama berjalan naik pada columna
lateralis.
16
3. Tractus spinothalamicusanterior posterior atau ventralis dorsalis
Meneruskan informasi ke cerebellum yang dapat membantu koordinasi otot
(aktivitas sinergik) dan tonus otot juga sentuhan dan tekanan. Serabut-serabut saraf mulai
keluar pada cornu posterius dari sisi yang sama dan berjalan menuju columna alba
lateralis.
T rac tus desendens t e rd i r i a t a s :
1. Trac tus cor t i cosp ina l i s a tau cerebrospinalis anterior atau ventralis atau
disebut juga tractus pyramidalis direk
Tersusun atas serabut-serabut yang berjalan turun melalui otak dari cortex
cerebri. Medulla terletak didekat fissura antero-media dan berhubungan dengan
kontrol voluntaris dari otot skeletal. Tractus menjadi lebih kecil ketika berjalan
naik dan hampir hilang pada regio thoracis media karena pada ketinggian ini
sebagian besar serabut pembentuknya sudah menyeberang ke sisi berlawanan untuk
berakhir dengan cara membentuk sinaps di sekitar cornu anterior dari neuron
motoris inferior. Beberapa serabut yang masih tersisa akan berakhir pada columna
anterior substantia grisea pada sisi chorda yang sama.
2. Tractus lateralis atau tractus pyramidalis transverse
Mengandung sejumlah besar serabut untuk mengontrol gerak otot volunter.
Serabutnya keluar pada cortex motoris dan melintang diatas atau bergabung
dengan tractus sisi seberangnya pada medulla.
3. Tractus vestibulospinalis
Juga berjalan turun pada columna anterior substantia alba. Tractus ini mempunyai
hubungan dengan fungsi keseimbangan dan postur. Serabut saraf mulai keluar
pada medulla di sisi yang sama dari gabungan sel-sel yang disebut nucleus
vestibularis.
4. Tractusrubrospinalis
Terletak tepat di depan tractus corticospinalis lateralis, serabutnya dimulai
pada mesenchepalon dan berjalan turun untuk berakhir di sekitar sel-sel cornu anterius.
Berhubungan dengan kontrol aksi otot dan merupakan bagian utama dari sistem
17
extrapyramidal.
SISTEM SARAF TEPI
Saraf yang kasat mata adalah kumpulan serabut saraf. Serabut ini diikat jadi
satu oleh jaringan ikat. Masing-masing serabut yang hanya terlihat dengan
mikroskop ini dikelilingi oleh sarung yang terdiri dari sel-sel neurilema (identik
dengan sel glia di sistem saraf pusat). Dalam setiap saraf terdapat ratusan atau ribuan
serabut saraf. Jadi tergantung banyaknya serabut saraf yang terkandung, saraf dapat
halus atau tebal. Saraf diselaputi oleh sarung jaringan ikat yang disebut epineurium.
Jaringan ikat ini bercabang ke dalam menyelubungi berkas-berkas serabut yang disebut
funikuli. Jaringan ikat yang menyelimuti funikuli disebut perineurium. Permukaan dalam
perineurium yang halus dibentuk oleh membran sel mesotelia yang gepeng. Saraf yang
kecil mungkin hanya mengandung satu funikulus. Akhirnya setiap serabut saraf dibungkus
oleh sarung jaringan ikat yang disebut endoneurium. Jaringan ikat ini memberi
kekuatan pada saraf dan mengandung pembuluh darah yang memasok darah untuk saraf.
Akar spinal tidak memiliki sarung yang baik sehingga lebih rapuh.
Terdapat 12 pasang saraf cranial yang meninggalkan otak dan melewati
foramina pada tengkorak.Terdapat 31 pasang saraf spinal yang meninggalkan
medulla spinalis melalui foramina intervertebralis pada columna vertebralis dimana
mereka ditemukan 8 saraf cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral dan 1 coccegeal.
A. Saraf Cranial
1. N.I atau N.Olfactorius
Berfungsi untuk mempersarafi pembauan, dan ujungnya beakhir pada atap
cavum nasi.
2. N.II atau Opticus
Penting untuk persarafan penglihatan dan ujungnya berakhir di retina bola mata.
3. N.III atau N.Oculomotorius
Memberikan persarafan untuk otot-otot penggerak bola mata
4. N.IV atau N.Trochlearis
Merupakan saraf terkecil dari nervi cranialis yang juga mempersarafi otot mata.
5. N.V atau N.Trigeminal
Merupakan saraf paling besar dari nervi cranialis yang mempersarafi daerah
muka sebagai saraf sensorik dan saraf motorik untuk otot masticatorii. Saraf ini
18
bercabang 3 yaitu
1). N. Ophtalmicus, nervus ini masuk ke dalam rongga mata /cavum orbita te rus
ke luar untuk member ikan persarafan sensor ik pada kul i t dahi,
hidung, sekitar mata dan mukosa (selaput lendir) dari hidung, sinus para
nasalis, dan sensori mata.
2).N.Maxillaris, memberikan persarafan sensoris pada kulit muka bagian
tengah /pipi, bawah mata, lateral hidung, mukosa nasopharing, palatum
molle, tonsil, gigi dan gingival atas serta bibir atas.
3).N.Mandibularis, memberikan persarafan sensoris pada daerah
temporal, telinga, dagu, bibir bawah dan mukosa pipi, gingival, gigi bawah dan
lidah.
6. N.VI atau N.Abducens
Memberikan persarafan motoris otot bola mata.
7. N.VII atau N.Facialis
Nervus yang cabang motorisnya paling besar dan untuk persarafan otot-otot mimik
(expression muscle) dan sensoris 2/3 depan lidah, palatum molle, dari pharynx.
8. N.VIII atau N.Accusticus
Terdiri dari N.Cochlearis dan N. Vestibularis
9. N.IX atau N.Glossopharingeus
Bersifat sensoris pada 1/3 belakang lidah, mukosa pharing dan tonsil. Sedangkan
persarafan motorisnya untuk kelenjar parotis dan kelenjar mulut la innya.
10. N. X atau N.Vagus
Merupakan nervus cranialis yang terpanjang dari cavum cranii ke leher, ke cavum
thoracalis clan terus ke abdomen. Saraf ini memberikan persarafan sensori pada muka,
mukosa pharynx, laring, jantung, paru-paru, oesophagus, gaster, usus, ginjaI dan kulit
telinga dan lubangnya. Sedangkan persarafan motoris untuk otot laring, pharynx,
otot-otot palatum molle. Spesial motoris bersama nervus parasimpatis.
11. N. XI atau N. Accesorius
Saraf motorius untuk otot-otot larynx dan pharynx serta otot-otot leher.
12. N.XII atau N. Hypoglossal
Merupakan saraf motorik untuk otot-otot intrinsic.
19
B. Saraf Spinal
Masing-masing saraf spinal dihubungkan dengan medulla spinalis oleh 2 radix,
radix anterior dan radix posterior. Radix anterior terdiri atas berkas serabut saraf yang
membawa impuls saraf menjauhi susunan saraf pusat. Serabut saraf seperti ini
dinamakan serabut saraf efferens. Serabut efferens yang menuju ke otot bercorak dan
menyebabkan otot ini berkontraksi dinamakan serabut motoris. Sel asalnya terletak
pada cornu anterius medulla spinalis. Radix posterior terdiri atas berkas serabut-serabut
saraf yang membawa impuls ke susunan saraf pusat dan dinamakan serabut afferens.
Karena serabut ini berkaitan dengan penghantaran informasi tentang substansi raba,
nyeri, suhu dan vibrasi maka disebut serabut sensoris. Badan selnya terletak pada suatu
pembesaran pada radix posterior yang disebut ganglion radix posterior.
Pada setiap foramen intervertebralis radix anterior dan posterior bersatu
menjadi saraf spinalis. Di sini serabut motoris dan sensoris bercampurmenjadi satu
sehingga saraf spinal dibentuk oleh campuran serabut motoris dan sensoris.
Waktu keluar dari foramen saraf spinalis dibagi menjadi ramus ventralis yang besar
dan ramus dorsalis yang lebih kecil. Ramus dorsalis berjalan ke posterior
mengelilingi columna vertebralis untuk mempersarafi otot-otot dan kulit punggung. Ramus
ventralis terus berjalan ke anterior untuk mempersarafi otot-otot dan kulit sekitar
dinding anterolateral tubuh dan semua otot dan kulit ekstremitas. Dengan kata
lain setiap saraf spinal memiliki pola sebaran yang biasa disebut bersifat meruas atau sesuai
dermatom. Suatu dermatom adalah daerah kulit yang dipersarafi serabut sensorik dari
satu akar dorsal melalui cabang dorsal dan ventral saraf spinal.
Pada pangkal ekstremitas rami ventralis satu sama lainnya bersatu
membentuk plexus saraf yang rumit. Pada pangkal lengan atas terdapat plexus
cervicalis dan brachialis dan pada pangkal tungkai atas terdapat plexus lumbalis dan
sacralis.
SUSUNAN SARAF OTONOM
Susunan saraf otonom merupakan bagian susunan saraf yang berhubungan dengan
persarafan struktur involunter seperti otot jantung, otot polos dan kelenjar di seluruh tubuh.
Susunan saraf otonom tersebar di seluruh susunan saraf pusat dan perifer. Susunan saraf
otonom dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu susunan saraf simpatis dan susunan
saraf parasimpatis. Kedua bagian saraf ini terdapat saraf aferens dan. eferens.
20
Aktivitas bagian simpatis susunan saraf otonom menyiapkan tubuh untuk keadaan
gawat. Simpatis mempercepat frekuensi jantung, kontriksi pembuluh darah perifer,
dan meningkatkan tekanan darah. Bagian parasimpatis susunan saraf otonom melakukan
redistribusi darah sehingga darah meninggalkan kulit dan usus menuju otak, jantung, dan
otot bercorak. Pada saat yang bersamaan ia juga menghambat peristaltic saluran
pencernaan dan menutup sfingter.
Beda saraf simpatis dan parasimpatis
No. Aspek Simpatis Parasimpatis
1. nukleus
pada cornu lateralis medulla
spinalis segmen Th1-L2,
disebut intermedio lateralis
mengikuti nukleus dari nn.
Cranialis III, VII, IX, dan
X dan cornu lateralis
medula spinalis segmen
S2-S3
2. disebut juga sistem Thoraco-lumbal sistem cranio-sacral
3. Ganglion jauh dari organ dekat organ
4. Kerjanya saat kerja keras istirahat
5.
fungsi pada organ
Jantung Mempercepat memperlambat
p.d.menyempitkan, kecuali a.
coronaria pada jantungmelebarkan
Intestinum melemahkan peristaltic memperkuat
uterus/vu kontraksi menurun kontraksi bertambah
bronchus paru Melebarkan menyempitkan
pupil mata Melebarkan menyempitkan
Sistem Saraf Simpatis
Nukleus intermediolateralis, cornu lateralis segmen Th1-L2
Ganglion para vertebralis, akan keluar serat-serat preganglioner yang sesuai dengan
segmennya menuju ganglion Th1-L2
Serat2 postganglioner berjalan mengikuti n. intercostalis
Ganglionnya :
1. Daerah cerviks 3 ganglion :
Ganglion cervicalis superior
Ganglion cervicalis medius
21
Ganglion cervicalis inferior
2. Daerah thorax (11 pasang)
3. Daerah lumbal (4 pasang)
4. Daerah sacral (4 pasang)
Karena di daerah cervical tidak ada nukleus intermediolateralis, maka serat-serat
preganglioner berasal dari segmen Th1-Th4, yang bergabung menjadi satu dan naik ke
atas mengikuti jalannya trunchus sympaticus sehingga akhirnya synaps dengan ganglion
cervical superior, medius dan inferior.
Dan juga di daerah L2 ke bawah tidak terdapat nukleus intermediolateralis, maka serat-
serat preganglioner berasal dari segmen L1-L2, yang turun ke bawah ikut trunchus
sympaticus sehingga akhirnya synaps dengan ganglion S2-S4.
2. Truncus sympaticus adalah rangkaian ganglion paravertebralis yang dihubungkan oleh
saraf interganglionelis yang dibagi menjadi :
Segmen/pars cervical
Segmen/pars thoracal
Segmen/pars lumbal
Segmen/pars sacral
Sistem Saraf Parasimpatis
Untuk organ thorax dilayani oleh n. vagus/n. X
Nukleusnya disebut nukleus dorsalis n. vagus, keluar serat preganglioner yang mengikuti
n. vagus
Pada thorax n. vagus terletak di kiri (ventral oesophagus) dan kanan (dorsal oesophagus)
Di daerah cervical bercabang:
N. laryngicus superior
N. laryngicus inferior
Di sekitar oesophagus membentuk plexus oesophagus
Cabang untuk jantung : r. cardiacus
pulmo : r. pulmonalis
oesophagus : r. oesophagus
Serat preganglioner dari n. vagus akan synaps pada ganglion-ganglion parasimpatis yang
berada di dekat atau dalam dinding organ.
Pada oesophagus s.d. colon sigmoid terdapat ganglia parasimpatis yang berada dalam
plexus submucosa dari Meisner dan plexus intramural dari Aurbuch.
22
N. vagus melayani organ2 thorax dan abdomen s.d. intestinum yang disebut colon
tranversum atau tepatnya berhenti pada flexura coli sinistra.
Dari flexura ke bawah asalnya dari nn. Pelvicus (pars sacralis)
23
FISIOLOGI
KESADARAN
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk mempertahankan fungsi
kesadaran yang baik, perlu suatu yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri yang intak
dan formasio retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio
retikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran bergantung pada beratnya kerusakan,
gangguan kesadaran dapat berupa apati, delirium, somnolen, sopor atau koma. Koma sebagai
kegawatan maksimal fungsi susunan saraf pusat memerlukan tindakan yang cepat dan tepat,
sebab makin lama koma berlangsung makin parah keadaan susunan saraf pusat sehingga
kemungkinan makin kecil terjadinya penyembuhan sempurna.
Anatomi fisiologi kesadaran
Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik
protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer
disebut lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal. Ada pula lintasan
asendens aspesifik yakni formasio retikularis di sepanjang batang otak yang menerima dan
menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang
otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya
disebarkan difus keseluruh permukaan otak Pada hewan, pusat kesadaran(arousal centre)
terletak di rostral formasio retikularis daerah pons sedangkan pada manusia pusat kesadaran
terdapat didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon.
Lintasan aspesifik ini oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse ascending reticular
activating system (ARAS). Melalui lintasan aspesifik ini, suatu impuls dari perifer akan
menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri. Dengan adanya 2 sistem
lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan
spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks
perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik menghantarkan setiap impuls dari
titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri. Neuron-neuron di korteks serebri yang
digalakkan oleh impuls asendens aspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan,
sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut
neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab
apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.
24
Kesadaran mempunyai 2 aspek yakni derajat kesadaran dan kualitas kesadaran. Derajat
kesadaran atau tinggi rendahnya kesadaran mencerminkan tingkat kemampuan sadar
seseorang dan merupakan manifestasi aktifitas fungsional ARAS terhadap stimulus somato-
sensorik. Kualitas kesadaran atau isi kesadaran menunjukkan kemampuan dalam mengenal
diri sendiri dan sekitarnya yang merupakan fungsi hemisfer serebri. Perbedaan kedua aspek
tersebut sangat penting sebab ada beberapa bentuk gangguan kesadaran yang derajat
kesadarannya tidak terganggu tetapi kualitas kesadarannya berubah. Dalam klinik dikenal
tingkat-tingkat kesadaran : komposmentis, inkompos mentis (apati, delir, somnolen, sopor,
koma).
Penyebab Penurunan Kesadaran
• Defisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia)
• Kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok)
• Penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis)
• keadaan hipo atau hipernatremia
• Dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan;
hipertermia, hipotermia
• Peningkatan tekanan intrakranial (perdarahan, stroke, tumor otak)
• Infeksi (encephalitis); epilepsi.
Derajat kesadaran
a) Penilaian kualitatif
A. Penurunan Kesadaran
• Komposmentis :
- Kesadaran normal
- Menyadari seluruh asupan panca indera dan bereaksi secara optimal
terhadap seluruh rangsang baik dari dalam maupun dari luar
• Somnolen / Drowsiness / Clouding of Conciousness
- Mengantuk
- Mata tampak cenderung menutup
- Masih dapat dibangunkan dengan perintah
- Masih menjawab pertanyaan meskipun sedikit bingung
- Tampak gelisah
25
- Orientasi terhadap sekitar menurun
• Stupor atau Sopor
- Lebih rendah dari somnolen
- Mata tertutup
- Dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata
- Bersuara satu dua kata
- Motorik ~ menghindar terhadap nyeri
• Semikoma atau Soporokoma
- Mata tetap tertutup ~dengan nyeri yang kuat
- Hanya mengerang tanpa arti
- Motorik ~ gerakan primitif
• Koma
- Penurunan kesadaran paling rendah
- Dengan rangsang apapun – reaksi sama sekali tidak ada
B. Perubahan Kesadaran
• Komposmentis
- Keadaan mental yang bisa dipertanggungjawabkan
- Bereaksi secara adekwat
• Kesadaran yang tumpul/obtundasi
- Perhatian kesekelilingnya berkurang
- Cenderung mengantuk atau mlongo tanpa memikirkan apa-apa
• Bingung
- Tidak sadar akan beberapa fakta ~ Disorientasi tempat, waktu dan
orang
• Delirium
- Kacau secara mental dan motorik
- Mengalami halusinasi, ilusi
• Apatis
- Kurang waspada
- Tidak tidur atau tidak mengantuk
- Segan untuk, memperhatikan, menghiraukan diri dan sekitarnya
- Tidak bicara dan pandangan hampa
b) Penilaian kuantitatif
26
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan
menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Eye Opening
Mata terbuka dengan spontan 4
Mata membuka setelah diperintah 3
Mata membuka setelang diberi rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang
apapun
1
Best Motor Response
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Fleksi (decorticate) 3
Ekstensi (decerebrasi) 2
Tidak ada gerakan dengan rangsang apapun 1
Best Verbal Response
Menjawab pertanyaan dengan benar 5
Salah menjawab pertanyaan 4
Mengeluarkan kata-kata yg tidak sesuai 3
Mengeluarkan suara yg tidak ada artinya 2
Tidak ada jawaban 1
Jumlah 15
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 – 15 = CKR (cidera otak ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cidera otak sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera otak berat)
Sumber lain Penilaian GCS pada trauma kapitis :
GCS 15 = kesadaran compos mentis (normal)
GCS 14 = cedera otak ringan
GCS 9 s/d 13 = cedera otak sedang
27
GCS 4 s/d 8 = cedera otak berat
GCS 3 = koma
FUNGSI LUHUR
Sifat khas pada manusia. Otak manusia berbeda dengan berbagai otak binatang. Yang
beda adalah korteks asosiatifnya. Fungsi luhur yang yang membedakannya adalah manusia
memiliki kebudayaan, bahasa, ingatan, dan pengertian. Korteks serebri pada hakekatnya
adalah stasiun terakhir dari semua impuls yang dicetuskan oleh alat panca indra. Jika otak
kita diumpamakan seperti computer, maka komponennya adalah:
1. Coder ( juru sandi) Yaitu yang bertindak sebagai juru sandi adalah berbagai macam
reseptor panca indra.
2. Memory ( ingatan) yaitu tempat disimpan (storage) sebagai bahan ingatan ( memory)
ialah neuron-neuron reseptif primer dan sekunder.
3. Decoder (pemecah sandi)
Gnosis dan Bahasa
Yaitu Proses pengenalan. Lintasan-lintasan sirkuit yang tercipta oleh impuls berbagai
reseptor yang tiba di korteks serebri merupakan sandi-sandi. Contohnya: seorang anak
mengenal ibu, bapak, dan pamannya. Tetapi ia tidak mengetahui apakaah hubungan si ibu
dengan bapak dan pamannya. Jadi tahu mengetahui adalah kognisio, yaitu tahap lebih maju
dari gnosis (pengenalan). Contoh yang lain: anak bisa mengenal benda yang berat, ringan,
kasar,halus. Tanpa melihat, ia sudah bisa merabanya (sensibilitas taktil). Dan pada
perkembangan ontogenik terdapat proses lateralisasi. Bermula dari gerakan canggung hingga
gerakan terampil. Dan ternyata tidak berjalan serasi pada kedua belahan tubuh. Dengan
begitu ada yang namanya Right handedness dan left handedness. Tidak kidal dan kidal. Dan
pada orang yang tidak kidal, maka otak sebelah kirilah yang lebih tangkas. Fenomena ini
disebut Dominasi dalam fungsi luhur.
28
PATOLOGI
NYERI KEPALA
MIGRAIN
Migrain adalah nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2 – 72 jam dan
bebas nyeri antara serangan, bersifat unilateral, berdenyut, umumnya disertai anoreksia, mual
dan muntah. Dalam beberapa kasus migrain didahului atau bersamaan dengan gangguan
neurologik dan gangguan perasaan hati.
Prevalensi:
• Bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
• Dapat terjadi mulai masa kanak-kanak sampai dewasa, jarang setelah usia 40 tahun.
• Sekitar 65 – 75 % penderita adalah wanita.
Patofisiologi:
Nyeri kepala yang terjadi pada migrain, disebabkan karena:
a) Dilatasi pembuluh darah ekstrakranial yang merupakan reaksi terhadap vasokonstriksi
arteri intracranial yang terjadi sebagai manifestasi gangguan bawaan dari autoregulasi
arteri intracranial.
b) Terjadi pembebasan substansi neurokinin ketika vasodilatasi terjadi
Klasifikasi:
1. Migrain tanpa aura ( migrain biasa )
2. Migrain dengan aura ( migrain klasik )
- dengan aura yang tipikal
- dengan aura yang diperpanjang
- dengan aura hemiplegi familial
- dengan aura dari batang otak ( basilar migrain )
- dengan aura tanpa nyeri kepala
- dengan awitan aura akut
3. Migrain oftalmoplegik
4. Migrain retinal ( serangan buta < 1 jam, atau skotoma satu mata )
5. Migrain yang berhubungan dengan gangguan intracranial
29
6. Migrain dengan komplikasi
- Status migrain
- Infark migrain
7. Gangguan seperti migrain yang tak terklasifikasikan
Gejala klinis:
1 . Migrain tanpa aura
o nyeri kepala se sisi , berdenyut, intensitas sedang sampai berat
o serangan migrain 4 – 72 jam
o disertai mual, fotofobia atau fonofobia
o nyeri bertambah hebat dengan aktivitas fisik
o nyeri kepala waktu menstruasi, berhenti pada waktu hamil.
2. Migrain dengan aura :
o nyeri kepala di dahului gejala neurologik fokal yang sepintas ( 5 - 20 menit, tidak
lebih dari 60 menit )
o nyeri kepala se sisi, berpindah-pindah ( kanan – kiri )
o diikuti mual, muntah, takut cahaya, muka pucat
Aura dapat berupa :
gangguan penglihatan
kesemutan unilateral
kelumpuhan unilateral dengan atau tanpa afasia
Penatalaksanaan:
1. Terapi medikamentosa :
Akut: Ergometrin tartrat
Preventif:
Metisergid maleat
Propanolol
Amitryptilin -
Flunarisin
2. Terapi tanpa obat: Yoga, Meditasi, hipnotis
30
TENSION HEADACHE
Nyeri kepala tipe tegang adalah rasa nyeri dalam seperti tertekan atau terikat erat,
umumnya bilateral yang awalnya timbul secara episodik dan terkait dengan stress tetapi
kemudian nyaris setiap hari muncul dalam bentuk kronis, tanpa ada kaitan psikologis yang
jelas lagi
Patofisiologi:
Tidak ada patofisiologi yang dapat menjelaskan terjadinya nyeri kepala tipe tegang secara
tuntas; sejauh ini di duga terkait dengan kejang berlebihan pada otot, ditemukan juga ada
hubungan yang erat dengan factor psikofisiologik.
Klasifikasi:
1. NKTO episodik
2. NKTO kronis
3. NKTO yang tidak terklasifikasikan
Gambaran klinis:
1. Nyeri dirasakan bilateral, seperti diikat, ditindih barang berat atau prasaan
tidak enak di kepala
2. Nyeri berlangsung 30 menit sampai 7 hari ringan waktu bangun tidur, makin
lama makin berat dan membaik sewaktu mau tidur
3. Pemeriksaan neurologis tidak menunjukkan kelainan.
Diagnosis:
NKTO episodik minimal ada 10 kali serangan, tidak ada rasa mual dan
muntah, tidak ditemukan fonofobia dan fotofobia
NKTO kronis serangan paling sedikit 15 kali / bulan dan telah berlangsung >
6 bln, diiringi salah satu gejala mual,fotofobia, fonofobia
NKTO yang tidak terklasifikasikan Semua bentuk nyeri kepala yang mirip
dengan gejala diatas, tetapi tidak memenuhi sarat untuk diagnosis salah satu
NKTO dan juga tidak memenuhi criteria untuk nyeri kepala migren tanpa
aura.
Penatalaksanaan:
31
1. Pendekatan psikologik (psikoterapi)
2. Fisiologik (relaksasi)
3. Farmakologik (analgetik, sedative, minor trankuliser)
Analgesik:
a. Asetosal500-1000mg/hari
b. paracetamol/metampiron1000-1500mg/hari
c. asam mefenamat1000-1500mg/hari
d. atau kombinasinya
NSAID: naproxensodium, dosis275-550mg 2-3kali/hari
Antidepresan:
o Trisikilik antidepresan
o SSRI: Fluoxetin,Sertralin,dll Muscle relaxan: Eperisone Hcl Minor
tranguiliser: diasepam, lorazepam,klobazam,dll
CLUSTER HEADACHE
Nyeri kepala yang hebat, nyeri selalu unilateral di orbita, supraorbita, temporal atau
kombinasi, berlangsung 15 – 180 menit dan terjadi dengan frekwensi dari sekali tiap dua hari
sampai 8 kali sehari. Cluster headache merupakan salah satu nyeri kepala kronik yang sering
mengganggu kehidupan seseorang dan pasien terbangun karena nyeri kepala. Sering
menyebabkan perubahan emosional seseorang.
Prevalensi:
Nyeri kepala ini lebih jarang dibandingkan dengan migren.
Frekwensi nyeri kepala cluster 0,5% dari populasi laki-laki dan 0,1% dari populasi
wanita.
Nyeri kepala cluster lebih banyak ditemukan pada pria. Mulai pada decade ke dua –
ketiga.
Gambaran klinis:
Khas ditandai dengan nyeri yang sangat berat yang berlangsung 15 – 180 menit
Periode serangan bisa berlangsung beberapa kali perhari 1 – 3 serangan perhari,
sering berakhir antara 3 – 16 minggu. Dengan interval antara 6 bulan dan 5 tahun.
32
Patofisiologi:
Focus patofisiologi di arteri karotis intrakavernosus yang merangsang pleksus
perikarotis. Pleksus ini mendapat rangsangan dari cabang 1 dan 2 nervus trigeminus, ganglia
servikalis superior/SCG (simpatetik) dan ganglia sfenopalatinum/SPG (parasimpatetik).
Diperkirakan focus iritatif di dan sekitar pleksus membawa impuls-impuls ke batang otak dan
mengakibatkan rasa nyeri di daerah periorbital, retroorbital dan dahi.
Hubungan polisinaptik dalam batang otak merangsang neuron-neuron dalam kolumna
intermediolateral sumsum tulang belakang (simpatetik) dan nucleus salivatorius superior
(parasimpatetik). Serat-serat preganglioner dari nucleus-nukleus ini membawa impuls-impuls
untuk merangsang SCG (simpatetik) dan mengakibatkan sekresi keringat di dahi, serta
rangsangan pada SPG (parasimpatetik) untuk sekresi air mata (lakrimasi) dan air hidung
(rinorrhea).
TRIGEMINAL NEURALGIA
Merupakan Keadaan nyeri pada percabangan nervus Trigeminus.
Klasifikasi:
1. Idiopatik Trigeminal Neuralgia
Tidak diketahui penyebabnya
2. Simtomatik Trigeminal Neuralgia
Bisa disebabkan karena Multiple Skelerosis, tumor sekitar ganglion Trigeminus,
Tumor Fossa Posterior, pasca Herpes Zoster
Etiologi:
1. Degenerasi ganglion Trigeminal Gasseri
2. Penekanan akar saraf Trigeminus
3. Angulasi berlebihan pada akar saraf Trigeminus
4. Demielinisasi proksimal akar saraf Trigeminus atau traktus spinalis
5. Cetusan paroksismal
Manifestasi klinis:
1. Biasanya timbul pada umur >40 tahun
2. Serangan nyeri mendadak yang tajam dan hebat
3. Nyeri berlangsung 20-30 detik, hilang, lalu timbul lagi
4. Cabang 2 dan 3 nervus Trigeminus adalah yang paling sering terkena
33
5. Dapat disertai spasme wajah sesisi
6. Dipicu saat sikat gigi, meraba wajah, mengunyah, mencuci muka, mengigit,
mencukur, menelan, atau kena angin dingin
Pemeriksaan:
- Cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap
- Jika diduga disebabkan oleh Multiple Skelerosis lakukan pemeriksaan likuor dan
evoked petensial
- Jika diduga disebabkan oleh Tumor Fossa Posterior lakukan skull foto, CT-Scan, atau
MRI
Diagnose banding:
1. Glossopharyngeal Neuralgia
2. Migraine dan Cluster Headache
3. Nyeri wajah atipikal
4. Nyeri pada Sinusitis
Tata laksana:
1. Medikamentosa
a. Carbamazepin (golongan Oksazolidindion – obat antikonvulsi) 200-1200
mg/hari
b. Baclofen (golongan agonis GABAB – obat pelemas otot) 60-80 mg/hari
2. Pembedahan
ATERITIS TEMPORALIS
Definisi
Arteritis temporal adalah sebuah inflamasi granulomatous dari satu atau lebih cabang
arteri carotis externa. Arteritis temporalis atau “giant cell arteritis” selalu menimbulkan nyeri
kepala yang hebat di daerah pelipis.
Gejala
Pada mulanya serangan nyeri bersifat berdenyut-denyut. Arteri temporalis pada
pelipis terasa nyeri sekali, tetapi tidak berdenyut dan konsistensinya keras. Kemudian nyeri
34
temporal itu menjadi hebat dan seluruh kepala terasa nyeri. Adakalanya gejala neurologic
fokal berkemban karena ikut terlibatnya arteri serebral. Buta, hemiparesis, tuli, dan halusinasi
visual dapat terjadi. Apabila pengobatan yang tepat tidak diberikan dengan cepat, maka
gejala-gejala neurologic itu dapat menetap.
Diagnosis
Merujuk pada American College of Rheumotology, diagnosa dari temporal arteritis
mencakup tiga kriteria dibawah ini:
Usia >50 tahun
Onset baru dari sakit kepala terlokalisasi
Nyeri arteri temporal dari penurunan denyutnya
LED > 55 mm/h
Histology positif pada biopsi
Perhatian
Diduga arteritis temporal pada wanita, biasanya berusia lebih dari 50 tahun, menunjukkan
rasa berdenyut, perasaan terbakar dan nyeri kepala temporal satu sisi. Sering kali, sakit
kepala sudah berlangsung hingga beberapa bulan. Simptom yang berhubungan termasuk
malaise, anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan rahang dan lidah, amaurosis, nyeri
otot, TIA, neuropathy dan stroke.
Kehilangan penglihatan satu sisi, yang sifatnya tiba-tiba, tanpa nyeri, (karena oklusi
vaskular atau arteri-silier posterior dengan infark dari nervus optik atau retina) adalah
komplikasi yang paling serius karena kehilangan penglihatan biasanya permanen.
Terdapat peningkatan insiden arteritis temporal pada penderita dengan polimialgya
rheumatica.
Penatalaksanaan
Terapi suportif
Pasien bisa ditatalaksana di area intermediate
Ukur dan catat ketajaman penglihatan
Labs: DL, LED
Terapi spesifik
Terapi sesegera mungkin ,bila riwayat dan pemeriksaan fisik mencurigakan dan LED
meningkat
35
Prednisolon 30 – 60 mg (1 mg/kg BB)
Analgesia misalnya diclofenac im
Cortison acetate im
Disposisi:
Masukkan dibawah konsultasi neurologi yang sesuai.
TRAUMA SSP
TRAUMA CAPITIS
Definisi
Trauma Capitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala
sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau ganguan fungsional jaringan otak.
Kelainan Struktural adalah gangguan / lesi anatomis dari struktur kepala , misalnya luka kulit
kepala , fraktur tulang tengkorak , lacerasi jaringan otak dan perdarahan.
Gangguan Fungsional jaringan otak misalnya penurunan kesadaran , kelumpuhan saraf otak ,
kelumpuhan motorik dan lain-lain.
Patofisiologi.
Secara sederhana tulang tengkorak dan jaringan otak di dalamnya dapat digambarkan
sebagai sebuah “kotak” tertutup yang berisi agar-agar.
Pola – pola trauma capitis
(Patterns of Head Injury)
Pola – pola (bentuk – bentuk ) kelainan yang mungkin terjadi pada trauma capitis adalah ,
1. 1. Luka dan avulsi kulit kepala
2. 2. Fraktur Tulang Tengkorak
3. 3. Perdarahan Intracranial
4. 4. Gangguan Fungsi Jaringan Otak
1. Luka dan avulsi kulit kepala
Luka dan avulsi (kehilangan sebagian) kulit kepala dapat menyebabkan perdarahan yang
berat sehingga menyebabkan shock. Luka pada kulit dapat menunjukkan lokasi (area)
dimana terjadi trauma. Bila dibawah luka terdapat fraktur yang menekan jaringan otak
36
maka luka tersebut dapat merupakan jalan masuk kuman-kuman untuk terjadinya infeksi
intracranial.
2. Fraktur tulang tengkorak
Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada calvarium (atap tengkorak), disebut Fraktur
Calvarium dan fraktur pada basis cranium (dasar tengkorak), disebut Fraktur Basis
Cranium.
FRAKTUR CALVARIUM.
Beberapa contoh fraktur calvarium ,
Fraktur Liniair
Bila fraktur merupakan sebuah garis (celah) saja. Fraktur liniair yang berbahaya ialah
fraktur yang melintas os temporal; pada os temporal terdapat alur yang dilalui Arteri
Meningia Media. Bila fraktur memutuskan Arteri Meningia Media maka akan terjadi
perdarahan hebat yang akan terkumpul di ruang diantara dura mater dan tulang tengkorak ,
disebut perdarahan epidural.
Fraktur Berbentuk Bintang (Stellate Fracture)
Bila fraktur berpusat pada satu tempat dan garis – garis frakturnya nya menyebar
secara radial
Fraktur Impressie
Pada fraktur impressie ,fragment-fragment fraktur melekuk kedalam dan menekan
jaringan otak. Fraktur bentuk ini dapat merobek dura mater dan jaringan otak di bawahnya
dan dapat menimbulkan prolapsus cerebri (jaringan otak keluar dari robekan duramater dan
celah fraktur) dan terjadi perdarahan.
FRAKTUR BASIS TENGKORAK
Fraktur atap orbita
Fraktur akan merobek dura mater dan arachnoid sehingga Liquor Cerebro Spinal
(LCS) bersama darah keluar melalui celah fraktur masuk ke rongga orbita ; dari luar disekitar
mata tampak kelopak mata berwarna kebiru biruan . Bila satu mata disebut Monocle
Hematoma, bila dua mata disebut Brill Hematoma / Raccoon’s eyes
Fraktur melintas Lamina Cribrosa
37
Fraktur akan menyebabkan rusaknya serabut serabut saraf penciuman ( Nervus
Olfactorius) sehinggan dapat terjadi gangguan penciuman mulai berkurangnya penciuman
(hyposmia) sampai hilangnya penciuman (anosmia). Fraktur juga merobek dura mater dan
arachnoid sehingga LCS bercampur darah akan keluar dari rongga hidung (Rhinorrhoea)
Fraktur Fossa Media
Fraktur Os Petrossum
Puncak (Apex ) os petrosum sangat rapuh sehingga LCS dan darah masuk kedalam
rongga telinga tengah dan memecahkan Membrana Tympani; dari telinga keluar LCS
bercampur darah (Otorrhoea).
Fraktur Sella Tursica
Di atas sella tursica terdapat kelenjar Hypophyse yang terdiri dari 2 bagian pars
anterior dan pars posterior (Neuro Hypophyse). Pada fraktur sella tursica yg biasa terganggu
adalah pars posterior sehingga terjadi gangguan sekresi ADH (Anti Diuretic Hormone) yang
menyebabkan Diabetes Insipidus.
Sinus Cavernosus Syndrome.
Syndrome ini adalah akibat fraktur basis tengkorak di fossa media yang memecahkan
Arteri Carotis Interna yang berada di dalam Sinus Cavernosus sehingga terjadi hubungan
langsung arteri – vena (disebut Arterio-Venous Shunt dari Arteri Carotis Interna dan Sinus
Cavernsus –> Carotid – Cavernous Fistula).
Mata tampak akan membengkak dan menonjol, terasa sakit , conjunctiva berwarna
merah. Bila membran stetoskop diletakkan diatas kelopak mata atau pelipis akan terdengar
suara seperti air mengalir melalui celah yang sempit yang disebut Bruit ( dibaca BRUI ).
Gejala-gejala klinis sebagai akibat pecahnya A.Carotis Interna didalam Sinus
Cavernosus , yang terdiri atas : mata yang bengkak menonjol , sakit dan conjunctiva yang
terbendung (berwarna merah) serta terdengar bruit , disebut Sinus Cavernosus Syndrome,
Fraktur Fossa Posterior.
Fraktur melintas os petrosum
Garis fraktur biasanya melintas bagian posterior apex os petrossum sampai os
mastoid, menyebabkan LCS bercampur darah keluar melalui celah fraktur dan berada diatas
38
mastoid sehingga dari luar tampak warna kebiru biruan dibelakang telinga , disebut Battle’s
Sign.
Fraktur melintas Foramen Magnum
di Foramen Magnum terdapat Medula Oblongata, sehingga getaran fraktur akan merusak
Medula Oblongata , menyebabkan kematian seketika.
PERDARAHAN EPIDURAL
Epidural hematoma adalah akumulasi dari darah dan gumpalan darah antara lapisan
dura mater dan tulang tengkorak. Sumber perdarahan dari epidural hematoma adalah arteri
meningea (seringkali arteri meningea media) atau terkadang sinus venosus dura. Perdarahan
ini memiliki bentuk yang bikonveks atau lentikuler. Pasien dengan epidural hematom akan
mengalami kesadaran menurun yang berlangsung singkat pada awalnya, diikuti dengan lucid
interval. Interval ini kemudian diikuti dengan kemunduran klinis yang cepat. Semua pasien
dengan perdarahan epidural membutuhkan intervensi yang cepat dari spesialis bedah saraf.
Epidural hematom akan menempati ruang dalam otak, olehnya itu, perluasan yang cepat dari
lesi ini, dapat menimbulkan penekanan pada otak.
Insiden
Angka kematian meningkat pada pasien dengan umur dibawah 5 tahun dan diatas 55
tahun. Pasien dengan umur dibawah 20 tahun, 60 % didapati dengan epidural hematoma.
Epidural hematoma tidak lazim pada pasien usia lanjut dikarenakan, lapisan dura telah
melekat dengan kuat pada dinding bagian dalam tengkorak. Pada kasus-kasus epidural
hematom, kurang dari 10% adalah pasien dengan umur diatas 50 tahun.
Epidemiologi
Kasus epidural hematoma di Amerika Serikat ditemukan 1-2% dari semua kasus
trauma kepala yang ada dan ditemukan pula sebanyak 10% pada pasien dengan koma akibat
trauma.
Dilaporkan angka kematian berada pada presentasi 5% hingga 43%. Angka kematian yang
tinggi ini erat kaitannya dengan:
• Peningkatan usia
• Lesi intradural
• Lokasi temporal
39
• Peningkatan volume hematom
• Progresivitas klinis yang cepat
• Abnormalitas pupil
• Peningkatan tekanan intrakranial
• GCS yang menurun
Etiologi
Epidural hematoma terjadi akibat trauma pada cedera kepala, yang biasanya disertai dengan
fraktur tulang tengkorak dan laserasi pada pembuluh darah arteri, utamanya arteri meningea
media.
Patofisiologi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma pada
kepala. Epidural hematom timbul dan berkembang dari kerusakan pada pembuluh darah
arteri, khususnya arteri meningea media, dimana dapat robek akibat pukulan atau hantaman
tulang temporal. Darah memotong lapisan dura mater dan menekan hemisfer otak
dibawahnya. Kesadaran menurun yang terjadi secara mendadak ditimbulkan akibat gegar
yang dialami oleh otak dan bersifat sementara. Gejala-gejala neurologis kemudian mereda
beberapa jam kemudian seiring dengan terbentuknya hematom yang pada akhirnya akan
memberikan efek yang cukup berat yakni herniasi pada otak.
Diagnosis
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mendiagnosis sebuah kondisi epidural
hematoma. Dari gambaran klinis, gambaran radiologi hingga gambaran patologi anatomi
dapat dijadikan pendekatan untuk mendiagnosis sebuah kondisi epidural hematoma.
Gambaran Klinis
Epidural hematoma adalah salah satu akibat yang dapat ditimbulkan dari sebuah
trauma kepala. Epidural hematoma kebanyakan berasal dari fraktur tulang tengkorak bagian
lateral yang melukai pembuluh darah arteri meningea media atau pembuluh darah vena.
Pasien mungkin mengalami kesadaran menurun secara mendadak ataupun tidak, tetapi dalam
kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, kondisi lucid interval dapat terjadi, diikuti dengan
perkembangan klinis yang cukup cepat dalam beberapa jam, seperti sakit kepala, hemiparesis,
40
dan pada akhirnya dilatasi pupil yang ipsilateral. Kematian dapat terjadi apabila penanganan
tidak segera dilakukan.
Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan kesadaran. Pada
kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan adanya lucid interval diikuti
adanya penurunan kesadaran secara perlahan sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus
lainnya, lucid interval tidak dijumpai, dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh
detoriasi progresif. Epidural hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada
beberapa kasus dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat
kardiorespiratori pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka yang
terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai prognosis
yang lebih buruk.
Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral
melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya
yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan
darah dan bradikardia.
Pada tahap akhir kesadaran akan menurun sampai koma yang dalam, pupil
kontralateral juga akan mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.
Gambaran Radiologis
Meskipun foto radiologi skull atau tengkorak sering dilakukan untuk mengevaluasi
sebuah fraktur tengkorak, dewasa ini CT scan merupakan pilihan primer dalam hal
mengevaluasi trauma kepala. Emergensi CT scan adalah modalitas utama yang digunakan
untuk mengevaluasi trauma kepala akut setelah penilaian neurologis dilakukan. Diagnosis
yang tepat dari hasil CT scan sangat krusial untuk menentukan metode penanganan yang
tepat.
Epidural hematoma terjadi dibawah calvarium, diluar dari dura periosteal. Sangat
jarang melebihi batas dari sutura dikarenakan perlekatan yang kuat dari dura periosteal
dengan batas dari sutura. Karena perlekatan yang kuat ini, sebuah epidural hematoma
memiliki batas yang kasar dan penampakan yang bikonveks pada CT scan dan MRI. Kasus
epidural hematoma yang khas memberikan tampakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi
yang homogeny pada CT scan, tetapi mungkin juga tampak sebagai densitas yang heterogen
akibat dari pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak menggumpal.
41
Gambaran Patologi Anatomi
Normalnya, tidak terdapat ruang epidural pada tengkorak. Fraktur dari tulang
tengkorak dapat merobek pembuluh darah arteri dan vena yang melintas antara lapisan dura
serta tulang tengkorak. Sebuah tumbukan atau hantaman dapat menyebabkan deformitas pada
tengkorak tanpa mengakibatkan fraktur. Hal ini juga dapat mengakibatkan robekan pada
pembuluh darah. Perdarahan yang terjadi akibat dari robekan pembuluh darah ini, dapat
mengakibatkan gumpalan pada daerah epidural yang mendorong lapisan dura.
Diagnosis banding
Subdural Hematoma
Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena jembatan.
Gejala klinisnya adalah :
• sakit kepala
• kesadaran menurun + / -
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan) diantara
duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan tampak seperti bulan
sabit.
Subarakhnoid hematoma
Gejala klinisnya yaitu :
• kaku kuduk
• nyeri kepala
• bisa didapati gangguan kesadaran
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang subarakhnoid.
Penatalaksanaan
Epidural hematoma hampir semua didasari oleh fraktur tengkorak. Lokasi yang paling
sering ialah fossa temporal dimana skuama temporal adalah bagian tertipis dari tulang
tengkorak sehingga mudah terjadi fraktur dan dengan mudah melukai pembuluh darah arteri
meningea media. Kadang-kadang, fraktur dari tulang tengkorak akan melintasi sinus venosus.
Sinus sagitalis superior dan sinus transversum adalah sinus yang paling rentan terkena,
berakibat pada epidural hematoma vena.
Pendekatan yang paling umum dilakukan adalah dengan membuat insisi curvilinear
pada kepala untuk membuka sepenuhnya tengkorak yang menutupi hematom (atau seluas
mungkin yang bias dilakukan). Apabila otot temporal menutupi sisi yang ingin di insisi,
42
sebaiknya harus ditarik ke arah inferior, dengan menyisakan pinggiran tipis yang melekat ke
garis temporal superior dimana otot temporal nantinya dapat disambung kebali di akhir
operasi. Ketika tulang telah terlihat, sebuah lubang dibuat dengan menggunakan bor, dekat
dengan tepi hematoma. Tulang tengkorak pada akhirnya dapat disingkirkan dengan
menggunakan lapisan dasar dari bor. Hematom kemudian disingkirkan, dan berbagai
perdarahan dural akan berhenti, dan dura mater dijahit dengan nylon 4-0. Ketika hemostasis
dapat dipastikan membaik, tulang tengkorak yang tadinya dilepas, dipasang kembali. Lapisan
muskulokutaneus kemudian ditutup dengan menggunakan vicryl 00 untuk lapisan galeal serta
untuk kulitnya digunakan stepler. Monitoring terhadap tekanan intracranial biasanya
dilakukan pada tahap ini, sebelum akhirnya didorong ke ICU.
Prognosa
Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural
hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%. Seperti trauma hematoma
intrakranial yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari pasien. Resiko terjadinya
epilepsi post trauma pada pasien epidural hematoma diperkirakan sekitar 2%.
CT-scan Perdarahan Epidural
Karena rupture pada arteri diploe, cabang arteri meninga media, dan sinus venosus.
Pada CT-scan:
Tampak bentuk bikonveks
Luas perdarahan tidak melewati sutura (coronaria, lambdoidea, dan sagitalis)
Batas lebih tegas
PERDARAHAN SUBDURAL
Perdarahan ini terletak diantara permukaan jaringan otak dan di bawah duramater,
biasanya di daerah Parietal. Perdarahan ini dapat terjadi karena mekanisme rotasi maupun
mekanisma aselerasi – deselerasi kepala sehingga memutuskan Bridging Veins ( vena vena
yang menghubungkan permukaan jaringan otak dan duramater ) atau pecahnya pembuluh –
pembuluh cortical jaringan otak (baik arteri maupun vena yang berada pada permukaan otak).
Perdarahan subdural paling sering terjadi derah permukaan lateral dan atas
hemisferium.Yang seringkali berdarah ialah bridging veins.yaitu antara otak dengan
subarachnoid.Sering pada orang yang sangat tua dan sangat muda.
43
Bila terjadi akut , segera setelah trauma kapitis , ini menunjukkan suatu trauma kapitis
yang cukup berat. Kasus Perdarahan Subdural Akut ( Acute SDH ) memerlukan tindakan
operasi segera.
Sering perdarahan subdural baru manifest setelah 2 – 3 minggu setelah Trauma
Kapitis , terdapat sakit kepala, kelemahan anggota gerak sesisi dan bahkan penurunan
kesadaran. Keadaan ini disebut Perdarahan Subdural Kronis ( Chronic SDH ). Dengan
melakukan operasi membuang darah tersebut , penderita akan segera pulih kembali.
CT-scan Perdarahan Subdural
Karena rupture pada Bridging vein, vena kortikal.
Pada CT-Scan:
Luas perdarahan dapat melewati sutura
Bentuk konkaf
PERDARAHAN SUB-ARAKHNOID
Perdarahan subarachnoid ada dua macam, yaitu Perdarahan subarachnoid primer dan
perdarahan subarachnoid skunder. Perdarahan subarachnoid primer adalah dimana tampak
kebocoran darah dalam ruang subarachnoid akibat ruptur dari arteri atau vena. Sedangkan
perdarahan subarachnoid sekunder adalah perdarahan intracerebral melalui parenkim otak ke
permukaan otak kemudian masuk ke dalam ventrikel.
PSA memiliki dua penyebab utama: ruptur suatu aneurisma dan trauma kepala.
Karena perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang subarachnoid
berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50% pada bulan pertama
setelah perdarahan).
Letak aneurisma intracranial biasanya:
- A.serebeli inferior posterior
- A.basilaris
- A.komunikans posterior
- A.karotis interna
- A.komunikans anterior
- Bifurkasio a.serebri media
Etiologi
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma
(85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan dari
44
pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang lebih besar kemungkinannya
bisa pecah. Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic
hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma tidak ditemukan
secara umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang
mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada sum-sum tulang belakang dan
perdarahan berbagai jenis tumor.
Patofisiologi
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang subarachnoid.
Pia mater terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma
perdarahan subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung yang
menembus ruang itu, yang biasanya sma pada perdarahan subdural. Meskipun trauma adalah
penyebab utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan denga pecahnya saraf
serebral atau kerusakan arterivenous. Dalam hal ini, perdarahan asli arteri.
Diagnosis
A. Gambaran Klinis
Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa
keluhan sakit kepala.
Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar,
sedikit delir sampai koma.
Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig ada.
Fundus okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam setelah
pendarahan. Sering terdapat pedarahan subarachnoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior, atau arteri karotis interna
Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam ringan karena
rangsangan mening, dan demam tinggi bila pada hipotalamus. Begitu pun
muntah,berkeringat,menggigil, dan takikardi, adanya hubungan dengan
hipotalamus
Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melena dan
seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan
ada perubaha pada EKG.
B. Gambaran Radiologi
45
1. CT SCAN
Pemeriksaan ct scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial. Pada
pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi) dalam
Ventrikel atau dalam ruang subarachnoid.
2. Magnetic resonance imaging (MRI)
Perdarahan subarachnoid akut: perdarahan subarachnoid akut tidak biasanya terlihat
pada T1W1 dan T2W1 meskipun bisa dilihat sebagai intermediate untuk
Pengcahayaan sinyal tinggi dengan proton atau gambar FLAIR. CT pada umunya
lebih baik daripada MRI dalam mendeteksi perdarahan subarachnoid akut.
Control perdarahan subarachnoid: hasil tahapan control perdarahan subarachnoid
kadang-kadang tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah
Penatalaksanaan
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri
diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase didalam otak
untuk mengurangi tekanan.Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri
yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari. Pembedahan ini sulit
dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang mengalami koma atau
stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu
3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang
mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan
kembali.
KONTUSIO SEREBRI
Kontusio Serebri
Dapat berupa : memar otak, infark dan nekrosis
Biasanya di L. Frontal dan temporal
Lesi bisa : Coup dan contrecoup
Manifestasi klinis ~ bergantung pada letak dan besar lesi :
Pasien dengan kontusio kecil pada L. Frontalis memberikan gejala nyeri kepala
Beberapa kontusio membesar setelah 2 – 3 hari, dengan nekrosis dan edema akibat impact
yang besar.
Kontusio dapat terjadi di kortikal maupun subkortikal, yang paling sering kortikal
46
Operasi biasanya tidak dibutuhkan, terutama untuk yang kecil dan deep subcortical
contusions ~ ini diterapi dengan medikamentosa
Pada kontusio lobar yang besar dengan pendesakan masa yang signifikan kadang-
kadang perlu kraniotomi dan evakuasi
Mortalitas kontusio serebri 25% - 60%, tergantung pada :
- Jumlah dan besarnya
- Letak anatomisnya
- Keberatan dan mekanisme injury
TRAUMA MEDULA SPINALIS/TULANG BELAKANG
Biasanya terjadi multisystem injuries, sehingga terjadi problem :
Hipotensi
Hipoksia
Infeksi
Operasi dan organ lain
Yang harus dilakukan pertama adalah mengenai Airway (A), Breathing (B) dan Circulation
(C)
Diagnosa
Kolumna vertebralis cervical
- Bila penderita :
Sadar
Tidak ada riwayat penggunaan alkohol atau obat- obatan
Tidak ada nyeri leher atau nyeri tekan
Bisa mengerakkan leher ke semua arah tanpa akut
Pemeriksaan neurologi normal
maka pemeriksaan imaging tidak diperlukan
- Bila penderita sadar :
Nyeri leher atau nyeri tekan pada leher atau keduanya
Leher di imobilisasi dan dilakukan foto columna vertebralis cervical dalam 3 posisi :
Lateral, Anteroposterior dan Open mout of the odontoid (Untuk melihat basis cranii
dan cervical – thoracic junction)
bila plain foto tidak adekwat maka CT-Scan
47
bila pasien dengan neckpain hasil plain foto dan Ctnya normal, harus dilakukan
dengan film extensy/flexi lateral atau fluoroskopi.
Pada berbagai injury neurologik, MRI dilakukan sebelum melepas Collar atau
instituting therapi. Dengan MRI dapat menunjukkan :
- Spinal cord injury
- Herniasi diskus
- Injury ligamentum
bila MRI baik, collar dilepas dan mulai mobilisasi
Kolumnavertebralis thoraco lumbal untuk injury pada vertebrata thoracalis,
thoracolumbal dan lumbal juga dibutuhkan plain foto, CT dan MRI
Terapi
Terapi dimulai dari tempat kejadian
Columna vertebralis harus di immobilasasi
Immobilisasi harus tetap dilakukan sampai dinyatakan oleh dokter bahwa columna
vertebralis baik
Terapi dapat dilakukan dengan non operatif / stabilisasi dengan collar, traksi cranio
cervical, a Halo, a Rotating frame, atau Rocking Bed
Mobilisasi awal dilakukan secepatnya, untuk menghindari deep venous thrombosis,
pneumonia, dan kerusakan kulit
Jika dengan non operatif gagal ~ operasi untuk spinal misaligment atau kompresi neural
Kortikosteroid
Tahun 1990, the national acute spinal cord injury studi di USA. Merekomendasikan
pemberian methyl prednisolone dosis tinggi pada acute spinal cord injury pada 24 jam
pertama
Tahun 2002, dievaluai dan dinyatakan tidak cukup data untuk memasukkan terapi
steroid sebagai standar therapi atau guideline kortikosteroid diberikan dalam keadaan-
keadaan tertentu saja
Operasi
Tujuan operasi ada 2 :
- Dekompresi elemen-elemen saraf
- Stabilisasi columna vertebralis
Operasi memungkinkan mobilisasi awal
48
PENURUNAN KESADARAN
KOMA
Koma ialah keadaan pada mana kesadaran menurun pada derajat yang terendah.
Koma akan menjadi kenyataan jika korteks serebri kedua sisi tidak lagi menerima impuls
aferen aspesifik yang disampaikan melalui lintasan aspesifik difus substansia retikularis.
Koma juga dapat dibangkitkan jika lapisan substansia grisea kedua hemisferium dibuang
(dekortikasi) atau jika inti intralaminar talamik semuanya dirusak atau jika substansia grisea
di sekitar akuaduktus Sylvii dihancurkan. Akibatnya menimbulkan keadaan dimana
penyaluran impuls asendens aspesifik tersumbat pada nuclei intralaminar atau di substansia
grisea di sekitar akuaduktus Sylvii.
Koma dapat dibagi dalam:
1. Koma supratentorial diensefalik
2. Koma infratentorial diensefalik
3. Koma bihemisferik difus
KOMA SUPRATENTORIAL DIENSEFALIK
Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan kompresi pada
substansia retikularis diensefalon (nuclei intralaminar) akan menimbulkan koma. Destruksi
dalam arti destruksi morfologi, dapat terjadi akibat perdarahan atau infiltrasi dan metastasis
tumor ganas. Destruksi dalam arti destruksi biokomia, dijumpai pada meningitis.
Kompresi dapat disebabkan oleh proses desak ruang, baik yang berupa hematoma
atau neoplasma. Proses desak ruang mendesak secara radial kemudian akan mendesak ke
bawah secara progresif, mengingat adanya foramen magnum sebagai satu-satunya pintu dari
suatu ruang yang tertutup. Akibat kompresi rostro-kaudal itu, secara berturut-turut
mesensefalon, pons atau medulla oblongata akan mengalami desakan. Sehingga sindrom lesi
transversal setinggi mesensefalon, pons dan medulla oblongata akan timbul secara bergiliran.
Proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma supratentorial dapat dibagi
dalam 3 golongan:
1) proses desak ruang yang meninggikan tekanan di dalam ruang intracranial
supretentorial secara akut
2) lesi yang menimbulkan sindrom unkus
3) lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostro-kaudal terhadap
batang otak
49
Tekanan intrakranial supratentorial yang mendadak menjadi tinggi
Keadaan di atas dapat dijumpai jika terdapat hemoragia serebri yang masif atau
perdarahan epdural. Kompresi supratentorial yang tiba-tiba itu, langsung mendesak bangunan
yang terletak infratentorial. Oleh karena itu secara tiba-tiba tekanan darah melonjak, nadi
menjadi lambat dan kesadaran menurun secara progresif. Trias ini dikenal sebagai sindrom
Kocher-Cushing. Pada umumnya trias tersebut merupakan ciri-ciri koma akibat proses
infratentorial.
Sindrom Unkus
Sindrom unkus dikenal juga sebagai sindrom kompresi diensefalon ke lateral. Proses
desak ruang di bagian lateral dari fosa cranii media biasanya mendesak tepi medial unkus dan
girus hipokampalis dan kolong tepi bebas daun tentorium. Karena desakan itu, bukannya
diensefalon yang pertama-tama mengalami gangguan, melainkan bagian ventral nervus
occulomotorius. Maka dari itu gejala yang pertama akan dijumpai bukannya gangguan
kesadaran akan tetapi dilatasi pupil kontralateral. Pupil yang melebar itu mecerminkan
penekanan terhadap nervus occulomotorius dari bawah oleh arteria serebeli. Tahap yang
segera menyusul ialah tahap kelumpuhan nervus occulomotorius totalis. Progresi bisa cepat
sekali, dan juga pedunkulus serebri kontralateral mengalami iskemia pada tahap ini. Sehingga
hemiparesis timbula pada sisi proses desak ruang supratentorial yang bersangkutan. Pada
tahap perkembangan ini juga diikuti progresifitas penurunan kesadaran.
Sindrom kompresi rostrkaudal terhadap batang otak.
Proses desak ruang supratentorial secara berangsur-angsur dapat menimbulkan
kompresi terhadap bagian rostral batang otak. Prose tersebut meliputi:
a. herniasi girus singuli di kolong falks serebri
b. herniasi lobus temporalis di kolong tentorium
c. penjiratan diensefalon dan bagian rostral mesensefalon oleh tepi bebas daun tentorium
secara bilateral
Pada tahap dini dari kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan kita dapati (1)
respirasi yang kurang teratur, yang sering mendahului respirasi jenis Cheyne-Stokes; (2) pupil
kedua sisi sempit sekali; (3) kedua bola mata bergerak perlahan-lahan secara konjugat ke
samping kiri dan kanan bahkan dapat bergerak secara divergen; (4) gejala-gejala UMN pada
kedua sisi. Ini merupakan gejala tahap diensefalon.
50
Pada tahap kompresi rostro-kaudal berikutnya (1) kesadaran menurun sampai derajat yang
paling rendah; (2) suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk melonjak terus; (3)
respirasi menjadi cepat dan mendengkur; (4) pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur
menjadi lebar dan tidak bereaksi lagi terhadap sinar cahaya. Itulah manifestasi tahap
mesensefalon.
Tahap selanjutnya ialah tahap pontin, dimana hiperventilasi berselingan dengan apnoe dan
rigiditas deserebrasi akan dijumpai.
Tahap terminalnya dinamakan tahap medula oblongata. Pernafasan menjadi lambat namun
tidak teratur. Nadi menjadi lambat pula atau justru cepat lagi dan tekanan darah menurun
secara progresif.
KOMA (LESI) INFRATENTORIAL DIENSEFALIK
Lesi vaskular di batang otak dan lesi desak ruang di fosa serebri posterior merupakan
kausa koma ini. Lesi vaskular terjadi karena penyumbatan arteria basilaris dan lesi non-
vaskular dapat berupa neoplasma primer maupun sekunder, granuloma, dan abses.
Sindroma lesi infratentorial yang dapat membangkitkan terjadinya koma dapat dibedakan
dalam:
1. Sindroma lesi infratentorial dengan kompresi difusse ascending reticular system.
Lesi fosa posterior serebri yang terletak di luar batang otak dapat menimbulkan koma
melalui 3 jalan:
a. Penekanan langsung pada tegmentum pons
b. Herniasi ke atas, dimana serebellum mendesak medio-rostral, sehingga
mesesefalon tertekan.
c. Herniasi ke bawah, sehingga medulla oblongata mengalami penekanan.
Untuk manifes ketiganya biasanya berbaruan, oleh karena manifestasinya berjalan
serempak. Gamabaran manifesnya antara lain:
- Muntah-muntah
- Kelumpuhan beberapa saraf otak
- Deviation conjugee
- Pupil sempit dan tak bereaksi terhadap cahaya
- Proptosis dapat timbul jika vena galeni tersembut
51
- Kesadaran menurun yang menjurus ke koma
- Hiperventilasi
2. Sindroma lesi infratentorial dengan destruksi difusse ascending reticular system
Terjadi destruksi difusse ascending reticular system langsung dapat menimbulkan
koma. Koma yang terjadi diiringi tanda-tanda pola respirasi, pupil, dan gerakan yang
khas. Tanda-tanda yang sering dijumpai:
- Paralisis N.III, yang gejalanya antara lain:
Paralisis salah satu atau kedua otot rekstus internus
Gerakan konvergensi masih dapat dilakukan
Nistagmus telihat pada mata yang berdeviasi ke samping
Kedudukan bola mata tidak sama tingginya
- Hemiparesis alternans atau tetraplegia
- Hiperventilasi (tingkat pons-medula oblongata)
- Pernapasan tak teratur (tahap medula oblongata)
KOMA BIHEMISFERIK DIFUS
Koma ini terjadi karena metabolism neuronal kedua belah hemisferium terganggu
secar difus. Jika otak tidak mendapat bahan enersi dari luar, maka metabolism oksidatif
serebral akan berjalan dengan enersi intirksik. Jika bahan enersi diri sendiri tidak lagi
mencukupi kebutuhan, maka otak akan tetap memakai enersi yang terkandung oleh neuron-
neuronnya untuk masih bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Jika keadaan ini berlangsung
cukup lama, neuron-neuron akan menghancurkan diri sendiri.
Bahan yang diperlukan untuk metabolism oksidatif serebral adalah glokose dan zat
asam. Yang mengangkut glukosa dan oksigen ke otak ialah aliran darah serebral. Semua
proses yang menghalang-halangi transprtasi itu dapat mengganggu dan akhirnya
memusnahkan neuron-neuron otak. Jika neuron-neuron hemisferium tidak lagi berfungsi,
maka akan terjadilah koma. Koma akibat proses patologik itu disebabkan oleh 2 golongan
penyakit, yaitu:
1) Ensefalopati metabolic primer
2) Ensefalopati sekunder
1) Ensefalopati metabolic primer
Yang tergolong dalam ensefalopati metabolic primer adalah :
52
a) Degenarasi di substansia grisea otak, yaitu penyakit Jacob-cruetzfeldt, penyakit pick,
penyakit Alzheimer. Korea Huntington.
b) Degenerasi di substansia alba otak, yaitu penyakit schilder, dan berbagai jenis
leukodistrofia.
2) Ensefalopati Sekunder
Sebab-sebab terjadinya ensefalopati sekunder adalah :
Kekurangan zat asam, glukosa dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan untuk
metabolism sel.
a. Hipoksia, yang bisa timbul karena: penyakit paru-paru, anemia, intoksikasi
karbon mono-oksida
b. Iskemia, yang bisa berkembang karena: CBF yang menurun akibat penurunan
cardiac output, seperti pada sindrom stokes-adams, aritmia, dan infark
jantung. CBF menurun akibat resistensi vascular yang meningkat, seperti pada
ensefalopati hipertensif, sindrom hiperventilasi dan sindrom hiperviskositas.
c. Hipoglikemia, yang bisa timbul karena: pemberian insulin atau pembuatan
insulin endogenik meningkat.
d. Defisiensi kofaktor thiamin, niacin, pyridoxine, dan vitamin B1
Penyakit-penyakit organic diluar susunan saraf
a. Penyakit non-endokrinologik seperti: penyakit hepar, ginjal, jantung dan paru.
b. Penyakit endrokrinologik : M. Addison, M. Cushing, tumor pancreas
miksedema, feokromositoma dan tirotosikosis.
Intoksikasi eksogenik
a. Sedativa, seperti barbiturate, opiate, obat antikolinergik, ethanol dan
penenang.
b. Racun yang menghasilkan banyak katabolit acid, seperti paraldehyde,
methyalkohol, dan ethylene.
c. Inhibitor enzim, seperti cyanide, salicylat dan logam-logam berat.
Gangguan balans air dan elektrolit:
a. Hipo dan hipernatremia.
b. Asidosis respiratorik dan metabolic.
c. Alkalosis respiratorik dan metabolic.
d. Hipo dan hiperkalema.
Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat fungsi enzim-enzim
serebral, seperti meningitis, ensefalitis dan perdarahan subaraknoidal.
53
Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa perubahan morfologik,
seperti pada komosio.
Gejala-Gejala Koma Bihemisferik Difus :
Prodroma koma bihemisferik difus terdiri dari gejala-gejala “organic brain syndrome”
yang tidak disertai gejala-gejala deficit neurologic apapun. Gejala “release” dan iritatif masih
bisa menyertai “organic brain syndrome” yang mendahului timbulnya koma bihemisferik
difus, misalnya: tremor, “muscular twitching” dan ataksia.
Diagnosis
Anamnesis
1. wawancara dg orang sekitarnya
2. latarbelakang social, riwayat medis, lingkungan sekitarnya
3. jk tidak sadar setelah operasi: emboli lemak, krisis addison, koma hipotiroid,
4. keluhan sebelum koma
a. sakit kepala SAH
b. Nyeri dada MI, disksi aorta
c. Nafas pendek hipoksia
d. Kaku leher meningoensephalitis
e. Vertigo CVA batang otak
f. Mual, muntah keracunan
5. Riwayat trauma kepala, penyalahgunaan obat, kejang, hemipharesis
6. Perjalanan penyakit
a. Progresif cepat toksik metabolik
b. Cepat vaskular, infeksi
7. Identifikasi faktor psikiatri
a. Stessor
b. Ketidakbiasaan pasien
c. Respon idiosinkrosi terhadap stress
Pemeriksaan
INTERNA
1. vitalsign (tensi, nadi, suhu, respirasi)
2. bau pernapasan (amoniak alkohol, aseton)
3. kulit (turgor, warna, bekas injeksi)
54
4. selaput mukosa mulut(darah atau bekas minum racun)
5. kepala (kedudukan kepala, cairan telinga, hidung)
6. leher (fractur vertebre cervicalis, kaku kuduk)
7. torak (jantung, paru)
8. abdomen (hepar, ginjal, retensi urin)
9. Ekstremitas (perfusi, akral, sianosis, oedem)
NEUROLOGIK
1. Kesadaran, berdasar GCS
2. Menetapkan letak/topis urutan pemeriksaan:
a. Observasi umum
b. Pola pernapasan
c. Kelainan pupil
d. Refleks sefalik
e. Reaksi terhadap rangsang nyeri
f. Fungsi traktus piramidalis
g. Pemeriksaan lab
h. Pemeriksaan dengan alat
OBSERVASI UMUM NEUROLOGIS
1. Perhatikan apa penderita masih bisa menelan, mengunyah, membasahi bibir,
menguap BO masih bagus
2. Perhatikan apa ada gerakan multifokal yg berulang (mioklonik jerk) gangguan
metabolik
3. perhatikan letak tungkai dan lengan
a. fleksi (dekortikasi) ggn hemisfer, BO baik
b. Ekstensi (deserebrate) ggn BO
POLA PERNAPASAN
1. CHEYNE-STOKES pernapasan apnea, kemudian berangsur bertambah besar
amplitudonyaggn hemisfer & / BO bag atas
2. KUSSMAUL / BIOT pernapasan cepat & dalam ggn di tegmentum (antara
mesensephalon & pons)
55
3. APNEUSTIK inspirasi dalam diikuti penghentian ekspirasi selama wkt yg lama
ggn d pons
4. ATAKSIK pernapasan dangkal, cepat, tak teratur ggn d fomartio retikularis bag
dorsomedial & med. Ob
KELAINAN PUPIL
1. Lesi di hemisfer keduamata melihat ke samping ke arah hemisfer yang terganggu.
Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal
2. lesi di talamus kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil, refleks
cahaya negatif.
3. lesi di pons kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil, refleks
cahaya positif, kadang terdapat ocular bobing.
4. lesi di serebellum kedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal, refleks cahaya
positif normal
5. ggn N oculomotorius pupil anisokor, refleks cahaya negatif pada pupil yg lebar,
ptosis
RELEKS SEFALIK
1. refleks pupil refles cahaya , refleks konsensual, refleks konvergensi bila
terganggu topisnya d mesencephalon
2. doll's eye phenomenon = refleks okulosefalik bila kepala penderita digerakkan ke
samping mk bola mata akan bergerak ke arah berlawanan
3. refleks okuloauditorik bila dirangsang suara keras penderita akan menutup mata
ggn d pons
4. refleks okulovestibular bila meatus autikus eksteernus dirangsang air hangat akan
timbul nistagmus k arah rangsangan ggn di pons
5. refleks kornea ggn di pons
6. refleks muntah ggn d MO
REAKSI TERHADAP RANGSANG NYERI
1. penekanan pada supraorbita, jaringan di bawah kuku jari tangan atau sternum
2. refleks yg timbul:
a. abduksi fungsi hemisfer masih baik
b. menghindar (fleksi & aduksi)fungsi tingkat bawah
56
c. fleksi ggn hemisfer
d. ekstensi ekstremitas gangguan BO
TES FUNGSI TRAKTUSPIRAMIDALIS
1. paralisis
2. refleks tendinei jk ggn, sisi kolateral refleks tendon menurun
3. refleks patologi bl terganggu, sisi kolaeral refleks patologis positif
4. tonus fase akut tonus otot menurun, bila kronis maka tonus meningkat
Pemeriksaan lain
EKG, unt mendapatkan:
1. MI, aritmia, blok konduksi
2. hipokalsemia perpanjangan QT
3. hiperkalsemia perpendekkan QT
4. hipotiroid HR rendah, QRS rendah, pendataran / gelombang T terbalik, ST
mendatar
5. hipertiroid takikardi
EEG
1. konfirmasi kerusakan struktur korteks
2. memeriksa post ictal state, epilepsi parsial kompleks, status epilepsi non konvulsi
3. koma metabolik
4. herpes simpleks ensephalitis
5. katatonia, sindrom lock-in, PVS, brain death
ICP
1. pengukuran unt menentukan derajat edem otak
2. terutama pd trauma kepala
DD
1. afasia global akut tdk mengerti dan tidak dapat berbicara, refleks-refleks sefalik
lain masih baik
2. lock-in synd tetrapaesis, tdk dpt bicara, msh dpt berkedip dan gerak bola mata
positif. Dijumpai pada lesi mesensephalon
57
Penatalaksaan koma
Umum :
Breath : bebaskan dan bersihkan jalan nafas, posisi lateral dekubitus, terdelenberg. k/p
intubasi dan nafas buatan.
Blood : infuse ns, k/p dopamine 3 µg/kg atau drp dopamine 50-200 µg/500cc
Brain :
Bila hipoglikemia: D40 % 50 cc iv atau tiamin 100mg iv
Bila keracunan antidotum, diuretic
Bila kejang : diazepam 10 mg iv atau phenitoin 10-18 mg/kgBB iv pelan-pelan
minimal 50 mg/menit
Bila herniasi otak : Deksametason 10 mg iv furosemid 0,5-1mg/KgBB iv, manitol
20 % 1g/kgBB perdrip
Kontusio cerebri deksmetason, piracetam.
Suhu tinggi : piramidon 2cc im dan kompres
Bila gelsah : diazepam 10 mg iv atau chlorpromazine 25 mg im
Bladder : pasang DC
Bowel : pasang NGT
Etiologis :
Circulation :
Antiedema otak : deksametason, manitol
Menaikkan metabolism otak : mesilate, cdp cholin
Antiplatelet : dipyridamole, pantoxifilin, aspirin.
Encepalomeningitis :
Purulent : ampicilin, chloramphenicol, cephalosporin.
Seroas/ tbc : triple drug anti tbc
Metabolisme : obati penyakit primer
Elektrolit dan endokrin
Neoplasma : dexametason, manitol, furosemid, operasi
Trauma kapitis (komusio, kontusio, edh, sdh ):
Contusio/ basis : dexametason, pirecelam/ cdpcholin
Edh/ sdh cito bedah saraf.
Epilepsi : diazepam 10 mg iv perlahan dilanjutkan dengan pemberian difenihidantoin
iv.
58
Drugs : anti dotum
Prognosis
Prediksi prognosis :
Umur
Respon motorik
Reaktifitas pupil
Gerakan mata
Koma yang dalam dan lama
Pendekatan klinis untuk prognosis :
Tidak dapat diramalkan secara menyakinkan
Berdasarkan riwayat koma :
Drugs- induced prognosa terbaik
Non traumatic
Traumatik
BRAIN DEAD
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk
fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak
adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang otak, dan apnea.
Seorang pasien yang telah ditetap-kan mengalami kematian batang otak berarti secara
klinis dan legal-formal telah meninggal dunia. Hal ini dituangkan dalam pernyataan IDI ten-
tang Mati dalam SK PB IDI No.336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul
dengan SK PB IDI No.231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seorang
dikatakan mati, bila fungsi pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau
irreversible, atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan
pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan refleks batang otak dan
tes apnea) dapat dilaksanakan secara adekuat. Apabila temuan klinis yang ses-uai dengan
kriteria kematian batang otak atau pemeriksaan konfirmatif yang mendukung diagnosis
kematian batang otak tidak dapat diperoleh, diagnosis kematian batang otak tidak dapat
ditegakkan.
Langkah penetaan kematian batang otak
59
Langkah-langkah penetapan kematian batang otak meliputi hal-hal berikut:
1. Evaluasi kasus koma
2. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien
3. Penilaian klinis awal refleks batang otak
4. Periode interval observasi
a. sampai dengan usia 2 bulan, periode interval observasi 48 jam
b. usia lebih dari 2 bulan sampai dengan 1 tahun, periode in-terval observasi 24 jam
c. usia lebih dari 1 tahun sampai dengan kurang dari 18 tahun, periode interval
observasi 12 jam
d. usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam
5. Penilaian klinis ulang refleks batang otak
6. Tes apnea
7. Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi
8. Persiapan akomodasi yang sesuai
9. Sertifikasi kematian batang otak
10. Penghentian penyokong kardiore-spirasi
Evaluasi kasus koma
Penentuan kematian batang otak memerlukan identifikasi kasus koma ireversibel
beserta penyebab koma yang paling mungkin. Cedera kepala berat, perdarahan intraserebral
hiper-tensif, perdarahan subarachnoid, jejas otak hipoksik-iskemik, dan kegagalan hepatik
fulminan adalah merupakan penyebab potensial hilangnya fungsi otak yang bersifat
ireversibel.Dokter perlu menilai tingkat dan reversibilitas koma, serta potensi ber-bagai
kerusakan organ. Dokter juga harus menyingkirkan berbagai fak-tor perancu, seperti
intoksikasi obat, blockade neuromuskular, hipotermia, atau kelainan metabolik lain yang
dapat menyebabkan koma namun masih berpotensi reversible.
Koma dalam: tidak adanya respon motorik serebral terhadap rangsang nyeri di seluruh
ekstremitas (nail-bed pressure) dan penekanan di supraor-bital.
Penilaian klinis kematian batang otak
Penentuan kematian batang otak memerlukan penilaian fungsi otak oleh minimal dua orang
klinisi dengan inter-val waktu pemeriksaan beberapa jam. Tiga temuan penting pada
kematian batang otak adalah koma dalam, hilan-gnya seluruh refleks batang otak, dan apnea.
60
Pemeriksaan apnea (tes apnea) secara khas dilakukan setelah evaluasi refleks batang otak
yang kedua.
Hilangnya refleks batang otak
Pupil:
a. Tidak terdapat respon terhadap cahaya / refleks cahaya negatif
b. Ukuran: midposisi (4 mm) sampai dilatasi (9 mm)
Gerakan bola mata /gerakan okular:
a. Refleks okulosefalik negatif (pen-gujian dilakukan hanya apabila secara nyata tidak
terdapat retak atau ketidakstabilan vertebrae cervical atau basis kranii)
b. Tidak terdapat penyimpangan / deviasi gerakan bola mata terha-dap irigasi 50 ml air dingin
di setiap telinga (membrana timpani harus tetap utuh; pengamatan 1 menit setelah
suntikan, dengan interval tiap telinga minimal 5 menit)
Respon motorik facial dan sensorik facial:
a. Refleks kornea negatif
b. Jaw reflex negatif (optional)
c. Tidak terdapat respon menyerin-gai terhadap rangsang tekanan dalam pada kuku,
supraorbita, atau temporomandibular joint
Refleks trakea dan faring:
a. Tidak terdapat respon terhadap rangsangan di faring bagian posterior
b. Tidak terdapat respon terhadap pengisapan trakeobronkial / tracheobronchial suctioning
Tes apnea
Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan refleks batang otak yang
kedua dilakukan. Tes apnea dapat dilakukan apabila kondisi pra-syarat terpenuhi, yaitu:
a. Suhu tubuh 36,5 °C atau 97,7 °F
b. Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)
c. PaCO2 normal (PaCO2arterial 40 mmHg)
d. PaO2normal (pre-oksigenasi arterial PaO2arterial 200 mmHg)
Setelah syarat-syarat tersebut terpe-nuhi, dokter melakukan tes apnea dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Pasang pulse-oxymeter dan pu-tuskan hubungan ventilator
b. Berikan oksigen 100%, 6 L/menit ke dalam trakea (tempatkan kanul setinggi
carina)
61
c. Amati dengan seksama adanya gerakan pernafasan (gerakan dinding dada atau
abdomen yang menghasilkan volume tidal ad-ekuat)
d. Ukur PaO2, PaCO2, dan pH setelah kira-kira 8 menit, kemudian venti-lator
disambungkan kembali
e. Apabila tidak terdapat gera-kan pernafasan, dan PaCO260 mmHg (atau
peningkatan PaCO2lebih atau sama dengan nilai dasar normal), hasil tes apnea
dinyatakan positif (mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak)
f. Apabila terdapat gerakan pernafasan, tes apnea dinyatakan negatif (tidak
mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak)
g. Hubungkan ventilator selama tes apnea apabila tekanan darah sis-tolik turun sampai
< 90 mmHg (atau lebih rendah dari batas nilai normal sesuai usia pada pasien < 18
tahun), atau pulse-oxymeter mengindikasikan adanya desaturasi oksigen yang
bermakna, atau terjadi aritmia kardial.
i. Segera ambil sampel darah arte-rial dan periksa analisis gas darah.
ii. Apabila PaCO260 mmHg atau peningkatan PaCO2 20 mmHg di atas nilai dasar
normal, tes apnea dinyatakan positif.
iii. Apabila PaCO2 < 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 < 20 mHg di atas nilai
dasar normal, hasil pemeriksaan belum dapat dipas-tikan dan perlu dilakukan
teskonfirmasi
Faktor perancu
Kondisi-kondisi berikut dapat mem-pengaruhi diagnosis klinis mati batang otak,
sehingga hasil diagnosis tidak di-pastikan hanya berdasarkan pada ala-san klinis. Pada
keadaan ini pemeriksaan konfirmatif direkomendasikan:
a. Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat
b. Kelainan pupil sebelumnya
c. Level toksis beberapa obat seda-tif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik, antikolinergik,
obat anti-epilepsi, agen kemoterapi, atau agen blockade neuromuskular
d. Sleep apnea atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2 Manifestasi
berikut terkadang tampak dan tidak boleh diinterpretasikan se-bagai bukti fungsi batang
otak
a. Gerakan spontan ekstremitas se-lain dari respon fleksi atau eksten-si patologis
b. Gerakan mirip bernafas (elevasi dan aduksi bahu, lengkungan pung-gung,ekspansi
interkosta tanpa vo-lume tidal yang bermakna)
62
c. Berkeringat, kemerahan, takikardi
d. Tekanan darah normal tanpa du-kungan farmakologis, atau pe-ningkatan mendadak
tekanan darah
e. Tidak adanya diabetes insipidus
f. Refleks tendon dalam, refleks ab-dominal superfisial, respon fleksi tripel
g. Refleks Babinski
Pemeriksaan konfirmatif bila ada indikasi
Diagnosis mati batang otak merupa-kan diagnosis klinis. Tidak diperlukan
pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan refleks batang otak dan
tes apnea) dapat dilaksanakan secara adekuat. Pada beberapa pasien dengan kondisi tertentu
seperti cedera servikal atau kranium, instabilitas kardiovaskular, atau faktor lain yang
menyulitkan pe-meriksaan klinis untuk menegakkan diagnosis mati batang otak, perlu di-
lakukan tes konfirmatif.
Pemilihan tes konfirmatif sangat ter-gantung pada pertimbangan praktis, mencakup
ketersediaan, kemanfaa-tan, dan kerugian yang mungkin ter-
jadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara lain:
a. Angiography (conventional, com-puterized tomographic, magne-tic resonance, dan
radionuclide): kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat pengisian
intraserebral (intracerebral filling) setinggi bifurkasio karotis atau sirkulus Willis
b. Elektroensefalografi: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat
aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit
c. Nuclear brain scanning: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat
ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan/atau jaringan vaskular, bergantung
teknik isotop (hollow skull phenomenon)
d. Somatosensory evoked potentials: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak
terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus medianus
e. Transcranial doppler ultrasonog-raphy: kematian batang otak ditegakkan oleh
adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal sistolik tanpa aliran
diastolik (diastolic flow) atau reverberating flow, mengindikasi-kan adanya
resistensi yang sangat tinggi (very high vascular resis-tance) terkait peningkatan
tekanan intrakranial yang besar
63
CEREBRO VASCULAR DISEASE
CERBRAL INFRACTION
Aterosklerosis mengakibatkan perubahan tunika intima pembuluh darah sehingga
dapat terjadi penyumbatan (Trombosis)
Gambaran Patologi pada Infark Otak
1. Pusat Iskhemik (Ischemic core) necrosis infark tidak bisa diselamatkan !!!
2. Daerah perbatasan (Ischemic Penumbra) daerah pucat, sel-sel tidak mati tetapi
fungsi sel lumpuh masih dapat diselamatkan !!!
3. Sekitar Penumbra daerah kemerahan dan edematoes pada vasodilatasi
maksimal (Luxury Perfussion)
Ambang Batas CBF dan Fungsi Otak
1. Ambang Fungsional : 20 cc/ 100 g / menit terhentinya fungsi neuron tetapi integritas
sel saraf utuh
2. Ambang Aktivitas Listrik Otak : ± 15 cc / 100 g / menit
3. Ambang Kematian Sel : ± 10 cc / 100 g / menit
64
Bila CBF ↓↓ akibat sumbatan iskhemia lokal
Adanya kolateral dan mekanisme kompensasi
lokal ( Vasodilatasi) dapat terjadi :
1. Sumbatan kecil daerah iskemia kecil segera dapat dikompensasi dengan
mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal TIA
2. Sumbatan agak besar daerah iskemia luas kompensasi masih mampu
memulihkan fungsi neuron dalam beberapa hari RIND
3. Sumbatan total daerah iskemia luas mekanisme kompensasi tidak mampu
infark
INTRACEREBRAL HEMATOMA
Perdarahan ini terjadi karena putusnya pembuluh darah di dalam jaringan otak.
Penderita akan cepat kehilangan kesadaran. Tergantung dimana letak perdarahan, operasi
dapat menolong penderita tetapi biasanya dengan cacat yang menetap.
Perdarahan juga dapat terjadi di dalan sistim ventrikel, disebut Perdarahan
Intraventrikular ( Intraventricular Hemorrhage – IVH ). Darah akan menyumbat sistim
ventrikel sehingga liquor cerebrospinal tidak dapat mengalir dan terkumpul di dalam sisitim
ventrikel dan menyebabkan sisitim ventrikel melebar dan mengandung banyak cairan,
sehingga terjadi Hydrocephalus. Bila perdarahan cukup banyak maka seluruh fungsi jaringan
otak akan terganggu.
HIPERTENSI ENSEFALOPATI
Definisi
Hipertensi ensefalaopati adalah suatu sindroma klinik akut yang reversibel akibat
kenaikan tekanan darah yg terjadi secara tiba-tiba. Keadaan ini lebih sering terjadi pd
penderita yg sebelumnya normotensi dibanding pd yg telah menderita hipertensi kronik. Hal
65
ini terjadi akibat perbedaan batas autoregulasi otak. Kenaikan tekanan darah yg tinggi dan
mendadak smp melebihi batas kemampuan autoregulasi otak akan berakibat terjadinya
hiperperfusi dan kebocoran cairan melalui sawar darah otak sehingga menimbulkan oedem
otak.
Gejala klinik
- Sakit kepala hebat
- Mual, muntah
- Rasa mengantuk
- Bingung sampai kejang-kejang bahkan penurunan kesadaran dengan menurunkan
tekanan darah segera maka prognosis akan baik.
Keadaan yg mendasari hipertensi ensefalopati antara lain: preeklamsi dan eklamsi
TIA
Definisi
Serangan Iskemik Sesaat (Transient Ischemic Attacks, TIA) adalah gangguan fungsi
otak yang merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu.
TIA lebih banyak terjadi pada usia setengah baya dan resikonya meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur. Kadang-kadang TIA terjadi pada anak-anak atau dewasa muda yang
memiliki penyakit jantung atau kelainan darah.
Penyebab
Serpihan kecil dari endapan lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah
(ateroma) bisa lepas, mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil yang
menuju ke otak, sehingga untuk sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan
menyebabkan terjadinya TIA.
Resiko terjadinya TIA meningkat pada:
tekanan darah tinggi
aterosklerosis
penyakit jantung (terutama pada kelainan katup atau irama jantung)
diabetes
kelebihan sel darah merah (polisitemia).
Gejala
66
TIA terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit, jarang
sampai lebih
dari 1-2 jam.
Gejalanya tergantung kepada bagian otak mana yang mengalami kekurangan darah:
Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling sering
ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan.
Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing,
penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh.
Gejala lainnya yang biasa ditemukan adalah:
Hilangnya rasa atau kelainan sensasi pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi
tubuh
Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda
Pusing
Bicara tidak jelas
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
Tidak mampu mengenali bagian tubuh
Gerakan yang tidak biasa
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
Ketidakseimbangan dan terjatuh
Pingsan.
Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi pada TIA gejala ini bersifat
sementara dan reversibel. Tetapi TIA cenderung kambuh; penderita bisa mengalami beberapa
kali serangan dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun. Sekitar sepertiga kasus
TIA berakhir menjadi stroke dan secara kasar separuh dari stroke ini terjadi dalam waktu 1
tahun setelah TIA.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Karena tidak terjadi kerusakan
otak, maka diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan bantuan CT scan maupun MRI.
Digunakan beberapa teknik untuk menilai kemungkinan adanya penyumbatan pada salah satu
atau kedua arteri karotis. Aliran darah yang tidak biasa menyebabkan suara (bruit) yang
terdengar melalui stetoskop. Dilakukan scanning ultrasonik dan teknik Doppler secara
67
bersamaan untuk mengetahui ukuran sumbatan dan jumlah darah yang bisa mengalir di
sekitarnya.
Angiografi serebral dilakukan untuk menentukan ukuran dan lokasi sumbatan. Untuk
menilai arteri karotis biasanya dilakukan pemeriksaan MRI atau angiografi, sedangkan untuk
menilai arteri vertebralis dilakukan pemeriksaan ultrasonik dan teknik Doppler. Sumbatan di
dalam arteri vertebral tidak dapat diangkat karena pembedahannya lebih sulit bila
dibandingkan dengan pembedahan pada arteri karotis.
STROKE
Definisi
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
global yang berlangsung cepat, lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian tanpa
ditemukan penyebab selain gangguan vascular.
Klasifikasi
Menurut WHO, stroke terbagi atas:
1. Stroke Nonhemoragik (iskemik), yang terbagi lagi atas:
a. Stroke trombotik
b. Stroke emboli
2. Stroke Hemoragik, terbagi lagi atas:
a. Perdarahan Sub-arakhnoid (PSA)
b. Perdarahan Intra-serebral (PIS)
Klinik
1. TIA gx hilang dalam 24 jam.
2. RIND >24 jam.
3. Progressive Stroke gx neurologis
makin lama makin berat.
4. Completed Stroke gx neurologis
dari permulaaan sudah maximal (stabil).
68
Etiologi
Hipoksia
Syok
Henti Jantung
Infark Miokard
Stenosis Arteri Karotis
Anemia
69
Faktor Resiko
Yang tidak bisa dihindari:
Usia
Jenis kelamin
Ras
Riwayat keluarga
Yang bisa dihindari:
Hipertensi
Merokok
Diabetes Mellitus
Hiperlipidemia
Penyakit Sickle cell
Nonvalvular Atrial fibrillation
Patofisiologi
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena
aterosklerosis berat. Biasanya pasien mengalami satu atau lebih serangan iskemik
transient (transient ischemic attack, TIA) sebelum stroke trombotik terjadi. TIA
adalah gangguan fungsi otak singkat yang reversible akibat hipoksia serebrum. TIA
mungkin terjadi akibat suatu pembuluh aterosklerotik yang mengalami spasme, atau
saat kebutuhan oksigen otak meningkat tapi tidak dapat terpenuhi seluruhnya akibat
70
aterosklerosis yang berat. Berdasarkan definisi, TIA berlangsung kurang dari 24 jam.
TIA yang berulang-ulang mengisyaratkan akan terjadinya stroke trombotik sejati.
Stroke trombotik biasanya berkembang dalam periode 24 jam. Selama periode
perkembangan stroke, individu dikatakan menderita stroke in evolution. Pada akhir
periode tersebut individu dikatakan menderita stroke lengkap (completed stroke).
b. Stroke Emboli
Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degenarif arteri SSP,
atau dapat juga berasal dari jantung; penyakit katup jantung, fibrilasi atrium, infark
miokard yang baru terjadi.
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh embolus, maka area SSP yang
diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yng adekuat.
Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat penumbra iskemik yang tetap viabel untuk
suatu waktu.
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan:
1. edema sitotoksik
2. edema vasogenik
c. Perdarahan Sub Arakhnoid
Perdarahan subarachnoid ada dua macam, yaitu Perdarahan subarachnoid
primer dan perdarahan subarachnoid skunder. Perdarahan subarachnoid primer adalah
dimana tampak kebocoran darah dalam ruang subarachnoid akibat ruptur dari arteri
atau vena. Sedangkan perdarahan subarachnoid sekunder adalah perdarahan
intracerebral melalui parenkim otak ke permukaan otak kemudian masuk ke dalam
ventrikel.
PSA memiliki dua penyebab utama: ruptur suatu aneurisma dan trauma
kepala. Karena perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang
subarachnoid berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50%
pada bulan pertama setelah perdarahan).
Letak aneurisma intracranial biasanya:
- A.serebeli inferior posterior
- A.basilaris
- A.komunikans posterior
- A.karotis interna
71
- A.komunikans anterior
- Bifurkasio a.serebri media
Klasifikasi PSA: WFNS Grading System (WFNS, 1988)
WFNS Grade GCS Score Motor deficit
I 15 Absent
II 14-13 Absent
III 14-13 Present
IV 12-7 Present / absent
V 6-3 Present / absent
d. Perdarahan Intraserebral
Menurut Caplan :
1. Kenaikan akut TDS
2. Kenaikan akut ADO pd reperfusi
3. Kebocoran / rusak ddg pembuluh darah; akibat reperfusi / luka
P I S Primer : - Hipertensi Kronis
- 50 %
- Arteriopati
P I S Sekunder : - Tekanan Darah Normal
- Anomali Vascular Congenital (20%)
72
- Koagulopati
- Tumor Otak
- Vaskulopati Non Hipertensif (C A A)
- Post Stroke Iskemia
- Obat Anti Koagulansia / Fibrinolitik
- Obat simpatomimetik
P I S → Sistem Ventrikel → Hydrocephalus → P S A
Manifestasi Klinis
Kriteria Trombotik Emboli PIS PSA
Umur 50-70 tahun Semua umur >40 tahun 20-30 tahun
Onset Bangun tidur Tak tentu Saat aktivitas Saat aktivitas
Perjalanan Bertahap Cepat Cepat Cepat
Gejala :
Sakit kepala - - ++ ++++
Muntah - - ++ ++++
Vertigo +/- +/- - -
Kesadaran Normal / ↓ Normal / ↓ ↓↓↓ / Koma ↓↓ Pelan
Kaku kuduk - - +/- ++++
Kelumpuhan ↓↓
Hemiparese
Tangan ≠ Kaki
↓↓
Hemiparese
Tangan ≠ Kaki
↓↓↓
Hemiplegi
Tangan = kaki
↓↓
Hemiparese
Stlh 3-5 hari
Afasia ++ / - ++ / - - -
Darah Lumbal
Pungsi (LP)- - + / - ++++
Arteriografi Oklusi/stenosis oklusi Shift midline Aneurysma
CT scanHipodens
Stlh 4-7 hari
Hipodens
Stlh 4-7 hari
Hiperdens
Intraserebral
Normal/
Hiperdens
Ekstraserebral
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah ini:
73
- Kelemahan wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu sisi secara tiba-
tiba.
- Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara tiba-tiba.
- Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur
- Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas
b. Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:
- Hemiparesis atau hemiplegi akut
- Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan pada 1 atau 2 mata,
atau diplopia.
- Disarthria atau afasia
- Ataxia, nistagmus, atau vertigo
- Penurunan kesadaran
c. Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat trauma, infeksi,
kejang, penggunaan obat kontrasepsi, nyeri kepala, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
b. Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.
c. Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan untuk memeriksa ada
tidaknya kontusio, laserasi, maupun deformitas sebagai penyebab stroke.
Auskultasi leher, jika ada bruit berarti penyebab stroke ada pada arteri karotis.
d. Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan adanya aritmia
jantung akibat atrial fibrillation. Selain itu dengan auskultasi, tak jarang
ditemukan pula murmur atau gallop.
e. Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang asimetris pada ekstremitas
mengindikasikan adanya diseksi aorta
3. Pemeriksaan penunjang
- CT scan
- MRI
- Arteriografi mencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah
- Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb & Hematokrit
- Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan pemberian
antikoagulan
- Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan subarachnoid
74
Terapi
a. Stroke Iskemik
1. Reperfusi untuk mengembalikan aliran darah pada daerah yang mengalami stroke
dengan menggunakan obat-obatan seperti:
- Anti platelet a. oral: aspirin, dipyridamol, clopidogrel, dll
b. Parenteral : GP IIb/IIIa antagonists (Abciximab)
- Anti Koagulan a. oral : Coumarin, Warfarin
b. Parenteral : Heparin, Hirudin, Argatroban, dll
- Trombolitik Parenteral : Streptokinase, Urokinase
2. Neuroprotektif Melindungi sel saraf yang masih hidup
Ex: Nimodipine, Cerebrolysin, Piracetam, CDP-choline, Nicergoline
75
III. NEUROPROTECTIVE:
- Citicoline
- Piracetam
- Nimodipin
- Glutamat antagonis
II. KOLATERAL
- Pentoxifilin
I. RAPID REVASCULARIZATION
1. ANTI TROMBUS
- Trombolitik
- AntiKoagulan
- Anti Platelet
2. OPERASI
- Arterectomi
IV. FC. SISTEMIK
- Tensi
- Kontrol Gula
- Kontrol Lipid
- Rehab. Dini
TROMBUS
b. Stroke Hemoragik
• PIS:
1. Medis: Cegah komplikasi + atur tensi hati-2
a. Atur Tensi
- Tensi diturunkan bila TDS >180 TDD>100
- Tidak lebih dari 25% Tekanan Darah Arteri
b. Kontrol Kenaikan TIK
- Gelisah: CPZ
- Naikkan Kepala 300
- Hiperventilasi sampai PCO2 29-35mg/Hg
- Manitol 20% Bolus 1 gr/KgBB/ 20 menit
(0,25 gr-0,5 gr/KgBB/ 4-6 jam)
- Furosemide 1 mg/KgBB/ I.V ( + Albumin)
- Dexamethasone 10 mg/ I.V / awal 1 mg/ IV / 6 jam
c. Kalau Kejang: Anti Konvulsi
d. Cegah Infeksi
e. Neuroprotektan: Nimodipine 4 x 1 tab
f. Nutrisi yang Cukup
g. Cegah Stress Ulcer: H2 Blocker
h. Cegah Obstipasi: Laxant
i. Cegah Decubitus: Phisio Terapi dini
2. Operasi setelah 12 – 24 jam, bila:
- Besar Hematoma 10-30 cc (non dominant subcortical frontal/temporal
- 30 cc (Subkortikal, Putaminal, Cerebellar, tanpa herniasi)
- Komplikasi Hidrocephalus
• PSA
1. Medis: sama dengan PIS & tambahan:
a. Anti Fibrinolitik
- Epsilon-aminocaproic acid (Amicar) 36 gr/hari/I.V
- Tranexamic acid (Transamin/Ditranex) 4-6 gr/hari/I.V
b. Anti Vasospasme
Vasospasme dapat timbul sesudah hari ke 3-5
- Nimodipine (Nimotop) 30 mg/tablet 6 x 1-2 tablet/P.O selama 3 minggu
- Infus: 5-10 cc/jam dengan perfussion-Pump
76
2. Operasi setelah 1-2 hari sesudah onset untuk mencegah vasospasme, rebleeding
dan hydrosefalus
a. Aneurysm
a) Clipping leher aneurysm
b) Balloon occlussion
c) Embolization: dengan memasukkan coil platina yang halus ke dl kantong
aneurysm induksi clotting
b + c Endovascular surgery
b. AVM
- Blocked-resection atau ligasi
- Embolization
- Radiosurgery (proton beam & Gamma knife
c. Bila terjadi komplikasi Hydrosefalus VP Shunt
STROKE HEMORAGIK
77
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral adalah perdarahan yang terjadi didalam parenkim otak
sendiri. Penyebab utama perdarahan intraserebral adalah pecahnya arteri dalam otak karena
hipertensi yang kronis.
Etiologi
Menurut Caplan :
P I S Primer : - Hipertensi Kronis 50 %
- Arteriopati
P I S Sekunder : - Tekanan Darah Normal
- Anomali Vascular Congenital (20%)
- Koagulopati
- Tumor Otak
- Vaskulopati Non Hipertensif (C A A)
- Post Stroke Iskemia
- Obat Anti Koagulansia / Fibrinolitik
- Obat simpatomimetik
Manifestasi Klinis
Kriteria PIS
Umur >40 tahun
Onset Saat aktivitas
Perjalanan Cepat
Gejala
Sakit kepala ++
Muntah ++
Vertigo -
Kesadaran ↓↓↓ / Koma
Kaku kuduk +/-
Kelumpuhan ↓↓↓
Hemiplegi
Tangan = kaki
Afasia -
78
Darah Lumbal
Pungsi (LP)
+ / -
Arteriografi Shift midline
CT scan Hiperdens
Intraserebral
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah ini:
- Kelemahan wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu sisi secara tiba-
tiba.
- Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara tiba-tiba.
- Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur
- Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas
b. Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:
- Hemiparesis atau hemiplegi akut
- Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan pada 1 atau 2 mata,
atau diplopia.
- Disarthria atau afasia
- Ataxia, nistagmus, atau vertigo
- Penurunan kesadaran
c. Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat trauma, infeksi, kejang,
penggunaan obat kontrasepsi, nyeri kepala, dan lain-lain.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
b. Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.
c. Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan untuk memeriksa ada
tidaknya kontusio, laserasi, maupun deformitas sebagai penyebab stroke. Auskultasi
leher, jika ada bruit berarti penyebab stroke ada pada arteri karotis.
d. Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan adanya aritmia
jantung akibat atrial fibrillation. Selain itu dengan auskultasi, tak jarang ditemukan
pula murmur atau gallop.
79
e. Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang asimetris pada ekstremitas
mengindikasikan adanya diseksi aorta
5. Pemeriksaan penunjang
- CT scan
- MRI
- Arteriografi mencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah
- Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb & Hematokrit
- Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan pemberian antikoagulan
- Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan subarachnoid
Tatalaksana PIS:
Medis:
Cegah komplikasi + atur tensi hati-2
Atur Tensi
- Tensi diturunkan bila TDS >180 TDD>100
- Tidak lebih dari 25% Tekanan Darah Arteri
Kontrol Kenaikan Tekanan IntraKranial (TIK)
- Gelisah: CPZ
- Naikkan Kepala 300
- Hiperventilasi sampai PCO2 29-35mg/Hg
- Manitol 20% Bolus 1 gr/KgBB/ 20 menit
(0,25 gr-0,5 gr/KgBB/ 4-6 jam)
- Furosemide 1 mg/KgBB/ I.V ( + Albumin)
- Dexamethasone 10 mg/ I.V / awal 1 mg/ IV / 6 jam
Kalau Kejang: Anti Konvulsi
Cegah Infeksi
Neuroprotektan: Nimodipine 4 x 1 tab
Nutrisi yang Cukup
Cegah Stress Ulcer: H2 Blocker
Cegah Obstipasi: Laxant
Cegah Decubitus: Phisio Terapi dini
Operasi setelah 12 – 24 jam, bila:
80
- Besar Hematoma 10-30 cc (non dominant subcortical frontal/temporal
- 30 cc (Subkortikal, Putaminal, Cerebellar, tanpa herniasi)
- Komplikasi Hidrocephalus
Prognosis
90 % penderita stroke hemoragik meninggal.
PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK PSA(PERDARAHAN SUB ARACHNOID)
Klasifikasi PSA: WFNS Grading System (WFNS, 1988)
WFNS Grade GCS Score Motor deficit
I 15 Absent
II 14-13 Absent
III 14-13 Present
IV 12-7 Present / absent
V 6-3 Present / absent
81
- Pecahnya aneurisme sakuler
Trauma Darah keluar ke ruang sub arachonid
Gejala :
Nyeri kepala hebat
Selanjutnya terjadi penurunan
kesadaran pd 50% kasus
Komplikasi :
Menyebabkan tersumbatnya aliran liquor sehingga terjadi HIDROSEFALUS
Diagnosis
Anamnesis
Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah ini:
- Kelemahan wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu sisi secara tiba-tiba.
- Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara tiba-tiba.
- Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur
- Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas
Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:
- Hemiparesis atau hemiplegi akut
- Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan pada 1 atau 2 mata, atau
diplopia.
- Disarthria atau afasia
- Ataxia, nistagmus, atau vertigo
- Penurunan kesadaran
Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat trauma, infeksi, kejang,
penggunaan obat kontrasepsi, nyeri kepala, dan lain-lain.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.
Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan untuk memeriksa ada
tidaknya kontusio, laserasi, maupun deformitas sebagai penyebab stroke. Auskultasi
leher, jika ada bruit berarti penyebab stroke ada pada arteri karotis.
Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan adanya aritmia jantung
akibat atrial fibrillation. Selain itu dengan auskultasi, tak jarang ditemukan pula murmur
atau gallop.
Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang asimetris pada ekstremitas
mengindikasikan adanya diseksi aorta
Pemeriksaan penunjang
- CT scan
- MRI
- Arteriografi mencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah
- Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb & Hematokrit
82
- Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan pemberian antikoagulan
- Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan subarachnoid
STROKE NON HEMORAGIK
Berdasarkan Penyebab Sumbatan
1. STROKE TROMBOTIK
Stroke jenis ini insidennya sebanyak 50%. Sebagian besar dari stroke ini terjadi
saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi yang
menurun. Gejala dan tanda yang terjadi akibat stroke iskeik ini bergantung pada lokasi
sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan otak yang terkena. Stroke ini disebabkan
oleh aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteri karotis interna
atau yang ebih jarang di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan
basilaris. Kalau trombotik arteri koronaria, oklusi pembuluh darahnya cenderung
mendadak dan total, sedangkan trombotik pembuluh darah otak cenderung memiliki
awitan bertahap bahkan berkembang dalam beberapa hari.
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami thrombosis parsial adalah
deficit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan
darah sistemik.
2. STROKE EMBOLIK
Stroke jenis ini insidennya sebanyak 30%. Sumber tersering adalah akibat infark
miokard, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan dan kardiomiopati
iskemik. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologic
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Embolus ini sering tersangkut di bagian pembuluh yang mengalami
stenosis. Stroke kardioembolik didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti
fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya
adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak
melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang
ditimbulkannya bergantung dari bagian sirkulasi otak yang tersumbat.
83
AFASIA
Definisi
Kesulitan dalam memahami dan/atau memproduksi bahasa yang disebabkan oleh
gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer otak.
Semua modalitas berbahasa sedikit banyak terganggu, yaitu:
Bicara spontan
Mengulang (repetisi)
Penamaan
Pemahaman bahasa
Membaca dan menulis
Etiologi
Terganggunya vaskularisasi otak
Kecelakaan
Tumor
Klasifikasi afasia
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Afasia lancar (fluent)
Pada afasia yang lancar didapatkan :
i. Bicara lancar
ii. Artikulasi baik
iii. Irama dan prosodi baik
iv. Isi bicara tidak bermakna dan tanpa isi
v. Sering didapatkan parafasia
vi. Membaca buruk
vii. Repetisi terganggu
viii. Menulis lancar tapi isinya kosong
Mencakup :
1. Afasia wernicke
2. Afasia konduksi
3. Afasia anomik
4. Afasia transkortikal sensorik
b. Afasia tidak lancar (non-fluent)
84
Pada afasia tidak lancar didapatkan:
i. Sulit memulai berbicara
ii. Panjang kalimat berkurang
iii. Gramatika bahasa berkurang, kurang kompleks
iv. Artikulasi umumnya terganggu
v. Irama kalimat dan irama berbicara terganggu
vi. Pemahaman lumayan
vii. Pengulangan buruk
viii. Kemampuan menamai, menyebut nama buruk
ix. Terdapat kesalahan parafasia
Mencakup :
1. Afasia Transkortikal Motorik
2. Afasia Global
3. Afasia Broca
4. Afasia Transkortikal Campuran
2. Berdasarkan letak anatomis
a. Afasia Broca
Ciri klinis
i. Bicara tidak lancar
ii. Sulit memulai berbicara
iii. Kalimatnya pendek
iv. Pengulangan buruk
v. Kemampuan menamai buruk
vi. Kesalahan parafasia (mensubtitusi kata)
vii. Pemahaman lumayan
viii. Gramatika bahasa kurang, tdk kompeks
ix. Irama kalimat & irama bicara terganggu
Letak lesi
Area Brodman 44-45 → operkulum frontal (frontal inf-post), massa
alba frontal dalam
Prognosis
Lebih baik drpd afasia global
b. Afasia Wernicke
Ciri klinis
85
i. Keluaran afasik yang lancar
ii. Panjang kalimat normal
iii. Artikulasi baik
iv. Prosodi baik
v. Anomia
vi. Parafasia fonemik dan semantik
vii. Komprehensi auditif dan membaca buruk
viii. Repetisi terganggu
ix. Menulis lancar tapi isinya kosong
Letak lesi
Daerah temporal bagian superior-posterior
Prognosis
Prognosis buruk
c. Afasia Konduksi
Ciri klinis
i. Gangguan yang berat pada repitisi
ii. Membaca kuat-kuat
iii. Gangguan dalam menulis
iv. Parafasia yang jelas
v. Pemahaman lisan terpelihara
vi. Anomianya berat
Letak lesi
massa alba subkortikal-dalam di korteks parietal inferior, mengenai
fasikulus arkuatus girus supramarginal yg menghubungkan korteks
temporal dan frontal
d. Afasia Transkortikal Motorik
Ciri klinis
i. Keluaran tidak lancar
ii. Pemahaman baik
iii. Repetisi baik
iv. Inisiasi output terlambat
v. Ungkapan-ungkapan singkat
vi. Parafasia semantik (mensubstitusi 1 kata dgn kata yg lain)
vii. Ekholalia (lgsg meniru/melakukan apa yg dikatakan org lain)
86
Letak lesi
di perbatasan anterior antara pemb. darah serebral mayor, sprti huruf C
terbalik (peri-sylvian anterior)
e. Afasia Transkortikal Sensorik
Ciri klinis
i. Keluaran lancar
ii. Pemahaman buruk
iii. Repetisi baik
iv. Ekholalia
v. Komprehensi auditif dan membaca terganggu
vi. Defisit motorik dan sensorik jarang dijumpai
vii. Defisit lapang pandang sebelah kanan
Letak lesi
lesi berupa infark berbentuk bulan sabit, dlm zona perbatasan antara
pembuluh darah serebral mayor (peri-sylvian post)
f. Afasia Transkortikal Campuran
Ciri klinis
i. Tidak lancar
ii. Komprehensi buruk
iii. Repetisi baik
iv. Ekholalia mencolok
Penyebab yg paling sering dari Afasia Transkortikal ialah:
Anoksia sekunder thd sirkulasi darah yg ↓, misal pd kasus cardiac arrest
Oklusi atau stenosis berat arteri karotis
Anoksia oleh keracunan karbon monoksida
Demensia
3. Afasia non lokasi
a. Afasia Anomik/Amnestik/Nominal
Sulit dlm menemukan kata, tdk mampu menamai benda yg ada di hadapannya
Ciri klinis
i. Keluaran lancar
ii. Komprehensi baik
87
iii. Repetisi baik
iv. Gangguan dalam menemukan kata
Letak lesi
Girus angular, temporal superior posterior
Prognosis
Tergantung berat defek inisial
b. Afasia Global
Merupakan bentuk afasia yg paling berat
Ciri klinis
i. Tdk ada lagi bahasa spontan
ii. Bbrp kata diucapkan secara stereotip
iii. Komprehensi menghilang/sangat terbatas
iv. Membaca & menulis sangat terganggu
Letak lesi
Lesi luas merusak sebagian besar/semua daerah bahasa
(frontotemporal)
Penyebab
Oklusi arteri karotis interna/pangkal arteri serebri media
Prognosis
Buruk
Permasalahan yang menyertai
Hemiplegie (kelumpuhan separuh badan)
Hemianopsie (kegagalan dari separuh jangkauan penglihatan)
Apraxie (ketidaktahuan bagaimana melakukan hal-hal tertentu)
Dysfagie
Masalah dgn ingatan
Berbeda dlm merespon sesuatu
Epilepsi
Penanganan
Opname di RS, apabila pasien mngalami cedera otak
Setelah keluar dr RS, dapat dikonsultasikan ke ahli logopedia
88
Tindakan yang dapat dilakukan penderita asfasia
Katakan pada org lain bahwa pasien menderita afasia
Pakai kartu penanda, dmn tertulis apa itu afasia
Gunakan bahasa isyarat, gambar, tulisan dengan menunjuk untuk menjelaskan apa yg
dimaksud
Minta pertolongan pada keluarga atau teman
Rencanakan dan siapkan di pikiran atau tulis percakapan yg akan dilakukan
TUMOR
Gejala klinis:
-Pelan-pelan namun progresif
-Dalam minggu - tahun, tergantung derajad keganasannya
-Tumor yang timbul gejala akut perdarahan atau hidrosefalus
-TIK meningkat : sakit kepala, papil edema
-Brain Shift : muntah, deteriorasi kesadaran, dilatasi pupil
-Epilepsi :
o General
89
o Fokal
o Sekunder generalis
Pada parsial seizure membantu menentukan lokasi tumor
Misalkan
o Partial motorseizure korteks motor
o Partial sensory seizure korteks sensor
o Komplek partial (lobus temporalis)
Gangguan Fungsi :
o Nervus kranialis:
I - VI (Supra Tentorial)
III - XII (Infra Tentorial)
o Serebelar
o Serebral : sindroma lobus (fungsi luhur)
Clinical Features - Brain Tumour
• There are 3 groups of symptoms & signs resulting from brain tumours :
1. Raised intracranial pressure - TRIAD
2. Epilepsi
3. Evolving focal neurological deficit
• Raised Intracranial Pressure :
1. The cardinal features of raised intracranial pressure are :
• Headache
• Vomiting
• Papil oedema
• False localizing signs
• Depression of conscious level
• Signs of tentorial herniation and coning
Pemeriksaan
Rö = Toraks (metastase)
= Skull : - Kalsifikasi
- Lesi Osteolitik
-Erosi Prosesus Klinoidius posterior
90
-Tanda TIK ↑ Bayi (Diastasis)
CT Scan
MRI
Angiografi
Isotop Scanning
DD
• Vaskuler :
• Hematome (ICH, SAH)
• Aneurisma besar
• AVM
• Trombosis venous
• Trauma :
• Hematome (EDH, SDH, ICH)
• Kontusio
• Infeksi :
• Abses
• Tuberkuloma
• Ensefalitis
• Kiste :
• Arakhnoid
• Parasit (Hidatid)
Patologi
Benign dan Maligna :
Benigna :
Batas Jelas
Tumbuh lambat
Soliter
Maligna :
Tumbuh cepat
Infiltratif
Deferensiasi jelek
Nekrosis
91
Mitosis >>
Proliferasi vaskuler
92
Patogenesis tumor
• Faktor-faktor yang mempengaruhi induksi dan progresifitas tumor :
1. Faktor genetik
2. Faktor Lingkungan (Environmental)
3. Lain-lain : hormonal, alkohol, tembakau, radiasi, trauma
Gejala Klinis
• Epilepsi
• Tanda & Simptom dari kerusakan fokal: disfagia, hemiparesis, gangguan kepribadian
• Tanda & simptom TIK ↑, Sakit kepala, vomiting, penurunan kesadaran
Simptom dan tanda Klinis timbul gradual, progresif dalam minggu, bulan dan tahun
Terapi
• Steroid
– Mengurangi edema, memperbaiki gejala klinis
– Dosis, bolus dexamethazone 12 mg/IV dilanjutkan
• Dekompresi Bila kista besar
• Radioterapi & Kemoterapi
“Pengenalan Gejala Klinis Tumor Otak”
• Tumor otak gejala klinisnya beragam, tergantung
– Lokasi
93
– Ukurannya
• Gejala : Khas bisa pula kabur
• Tumor otak : segala usia, umumnya usia dewasa muda, jarang <15 tahun atau lebih
dari 70 tahun
• Insiden : Laki-laki lebih banyak daripada wanita, tetapi sebagian ahli menyatakan
sama
Gejala Tumor Otak
• Gejala Umum :
– Gangguan serebral akibat oedem otak dan Tekanan Intra Kranial meningkat
• Gejala Spesifik :
– Akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf : nyeri kepala, muntah, kejang,
kesadaran menurun, gangguan mental, visual dan sebagainya. Edema papil
dan defisit neurologis ditemukan pada stadium lanjut
Trias gejala tumor otak
A. Nyeri kepala
-Biasanya terlokalisir atau menyeluruh
-Muncul pagi hari setelah bangun tidur
-Rekuren (datang-pergi), interval tidak teratur, beberapa menit sampai beberapa jam
-Bertambah hebat saat batuk, bersin, dan mengejan (Buang air besar atau coitus)
-Posisi berbaring bertambah berat, berkurang bila duduk
-Penyebab akibat tarikan (traksi) pain sensitive structure, seperti dura, pembuluh
darah atau serabut saraf
-Nyeri kepala merupakan gejala permulaan tumor otak lobus oksipitalis
B. Muntah
• Proyektil (menyemprot) tanpa mual
C. Edema papil
• Terlihat dengan funduskopi (oftalmoskop)
• Kaburnya batas papil
• Warna papil lebih kemerahan dan pucat
• Pembuluh darah melebar tampak terputus-putus
• Akibat penekanan vena sentralis retina
• Terjadi bila tumor menekan jalan aliran likuor Hisrosefalus Interne
94
D. KEJANG
• Tumor di hemisfer serebri yang merangsang kortek motorik
• Kejang sifatnya lokal, sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya
• Kejang sifatnya umum/general, sukar dibedakan dengan kejang karena
epilepsi
Gejala tumor berdasarkan lokasi
1. Tumor Lobus Frontalis (Daerah Prefrontal)
• Gangguan mental : perubahan perasaan, kepriadian dan tingkah laku, eforia
sehingga menyerupai Gejala Psikiatris
• Afasia Motorik, bila tumor di daerah Broca
• Reflek memegang (Grasp refleks) KHAS
• Stadium Lanjut bisa gangguan pembauan, visual, keseimbangan berjalan,
gangguan gerakan bola mata serta edema papil
2. Tumor Lobus frontalis (Daerah Presentral)
• Kejang fokal sisi kontralateral
• Kelumpuhan Motorik (Destruksi/ Penekanan Tumor terhadap jalur
Kortikospinal)
3. Tumor Di Kelenjar Hipofisis
• Adenoma Eosinofil
1. Anak : Pertumbuhan Raksasa
2. Dewasa : Pembesaran tangan, kaki, jari-jari, madibula, penebalan kulit
dan lidah
• Adenoma Basofil :
1. Timbunan lemak wajah, bahu, abdomen, pengecilan alat genitalia
(Distrofia Adiposogenitalis)
• Adenoma Kromofob :
1. Berat badan meningkat dan libido menurun
4. Tumor Lobus Temporalis
• Unkus :
1. Gejala halusinasi pembauan dan pengecapan disertai gerakan bibir dan
lidah
2. Lesinya destruktif gangguan pembauan dan pengecapan
• Media :
95
1. Gejala dejavu (seperti pernah mengalami kejadian semacam ini
sebelumnya padahal belum pernah)
• Korteks Belakang Lobus Temporal : Berkurangnya pendengaran
• Tumor Hemisfer dominan belakang = afasia sensoris
• Tumor berkembang melibatkan jalur Kortikospinal Kelumpuhan anggota
badan sisi kontralateral
5. Tumor Lobus Parietalis Gangguan Sensoris
• Lesi iritatif parestesi (tebal, kesemutan atau seperti terkena alarm listrik)
• Lesi destruktif Hilangnya sensasi
6. Tumor lobus Oksipitalis
• Nyeri kepala
• Defek lapangan penglihatan sebagian
• Lesi Hemisfer Dominan = tidak mengenal benda yang dilihat (visual object
agnosia) dan tidak mengenal warna (agnosia warna). Tidak mengenal wajah
orang lain (prosopagnosia)
7. Tumor Mesensefalon
• Menekan jalur supranuklear N.III dan IV konjugasi bola mata, dilatasi
pupil (anisokor), rangsang cahaya negatif, spastisitas
• Hidrosefalus nyeri kepala edema papil
8. Tumor daerah Pons dan Med. Oblongata
• Paresis N. VI unilateral, diplopia
• Nyeri kepala dan pusing (vertigo)
• Hemiparesis Alternans
9. Tumor Serebellum
• Biasa menyerang pada anak-anak
• Fase awal = Tekanan Intra Kranial meningkat akibat penekanan jalan likuor
Hidrosefalus
• Gangguan keseimbangan
• Ataksia
METASTASIS TUMOR
• Epidemiology
– Thirty-five percent of all patients with systemic cancer have CNS metastases.
Ten times more common than primary brain tumors.
96
• Distribution
– Two third affect parenchyma; others in meninges, dura, calvarium. Location
influenced by tumor type (Table 61.1).
– On CT, 49% of patients with brain metastasis have one mass; 21% have two;
30% have three or more. Distribution parallels blood flow to brain;15% in
cerebellum; others supratentorial.
– Calvarial and skull base metastases associated with five characteristic
syndromes (Table 61.2).
• Primary Tumors Leading to CNS Metastases
– Several primary neoplasm associated with brain metastases (Table 61.3)
– About 14% of brain metastases hemorrhagic (clinical stroke syndrome);
metastasis more likely to bleed than primary brain tumor. Hemorrhage most
common with choriocarcinoma, melanoma, lung, renal cel carcinoma
Diagnosis
• Symptoms and Signs
– Dictated by location. Seizures first symptom in 15% to 20% of patients.
About 14% of brain metastases hemorrhagic (clinical stroke syndromes); metastasis more
likely to bleed than primary brain tumor. Hemorrhage most common with choriocarcinoma,
melanoma, lung, renal cell carcinoma
Imaging
• MRI : usually round, well-circumscribed lesions; hypointense on T1 images,
hyperintense on T2. Exception : malignant melanoma (isointense to hyperintense on
T1, hypointense on T2). About 90% enhance; sometimes heterogeneous or ring-like.
• Typical location: hemisphere white matter, near cortical border.
• Calcification: colon, lung, breast carcinoma.
• Fluorodeoxyglucose PET may distinguish recurrent tumor from radiation necrosis.
Diferential Diagnosis
• Brain abscess, multifocal gliomas, demyelinating disease (occasionally large
enhancing lesions), delayed radiation necrosis, stroke.
97