PEMBAHASAN1. Tuberculosis paru
a. Definisi dan etiologi
Merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.
b. Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah
China dan India. Survey yang dilakukan oleh kesehatan rumah tangga
1985 dan kesehatan nasional bahwa TB urutan ke 3 yang menyebabkan
kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB
paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di
Indonesia relative terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena
masih relative rendahnya infeksi HIV, tetapi hal ini akan mungkin
berubah, melihat semakin tinggi laporan infeksi HIV dari tahun ke
tahun.
c. Pathogenesis
Tuberculosis primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2
jam, tergantung pada ada tidaknya sinar UV, ventilasi yang buruk
dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau
jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila partikel
ukuran 5mm dan 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi
akibat kuman yang dormant
Berkomplikasi dan menyebar secara : a. Per kontinuitatum
(kesekitarnya), b. Secara bronkogen (pada paru bersangkutan atau
sebelahnya, atau tertelan sehingga menyebar ke usus), c. Secara
limfogen ke organ lain, dan d. Secara hematogen ke organ
lainnya.
Tuberculosis pasca primer
Kuman dormant pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer= tuberkulosis
sekunder= tuberkulosis pasca primer). Mayoritas reinfeksi 90%.
Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alkohol, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB ini dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal
posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi turberkel yakni suatu
granuloma yang terdiri atas sel-sel Histiosit dan sel Datia
Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari
usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung
dari jumlah kuman, virulensi, imunitas pasien, sarang dini dapat
menjadi:
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat
Sarang mula-mula meluas, kemudian menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus dirinya menjadi keras,
menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadi kavitas.
Kavitas ini mula-mula berdinding tipis kemudian menebal karena
terjadi infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah banyak, sehingga
menjadi kavitas sklerotik. Terjadinya kavitas dan pengkejuan adalah
karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dan
TNF nya. Bentuk pengkejuan lain yang jarang adalah cryptic
disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia
lanjut.
Disini lesi sangat kecil tetapi berisi bakteri sangat banyak,
kavitas dapat : A) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia
baru. Bila isi kavitas ini masuk ke dalam perdaran darah arteri,
maka terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau
tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. B)
memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma,
tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif
kembali menjadi cair dan kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas
adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian
menjadi mycetoma. C) Bersih dan menyembuh, disebut open healed
cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.
Kadang-kadang menjadi kavitas yang terbungkus, menciut, dan
berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarangh, yakni: 1.
Sarang yang sudah sembuh (tidak perlu pengobatan lagi), 2.sarang
aktif eksudatif, perlu pengobatan lenkap dan sempurna, 3. Sarang
yang berada antara aktif dan sembuh, sarang bentuk ini dapat sembuh
spontan tapi mengingat adanya kemungkinan eksaserbasi lagi
sebaiknya diberi pengobatan sempurna.d. Gejala
1) Demam
Demam yang terjadi biasanya subfebris menyerupai demam influenza
tetapi kadang panas dapat mencapai 40-41C. Serangan ini dapat
hilang timbul sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman.
2) Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronchus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Pada keadaan
yang lanjut, yang terjadi adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yan pecah.
3) Sesak nafas
Pada penyakit yang baru timbul/masih ringan, belum ditemukan
adanya sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang
sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian
paru-paru.
4) Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
5) Malaise
Gejala malaise yang sering ditemukan adalah anoreksia, tidak ada
nafsu makan, badan makin kurus (BB turun), sakit kepala, meriang,
nyeri oto (myalgia), keringat malam, dll. Gejala ini makin lama
makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
e. Pemeriksaan
1) Fisik
Keadaan umum muncul adanya konjungtiva mata karena anemia,
subfebris
Tidak menunjukkan kelainan yang signifikan
Kelainan lesi sering pada apeks paru
Bila ada lesi yang menyebar disana maka akan didapatkan
perkusinya redup, auskultasinya bronchial, napas tambahannya ronchi
basah, kasar nyaring
Bila lesinya dengan penebalan pleuran maka suara napas akan
menjadi vesicular lemah
Bila kavitasnya besar maka perkusinya akan hipersonor/timpani
dan auskultasinya amforik
Bila TB mengenai pleura: efusi pkeura. Didapatkan perkusinya
pekak dan auskultasinya lemah tidak terdengar
2) Radiologis
Cara yang praktis untuk menemukan lesi TB
Awalnya sarang pneumoniaakan terlihat bercak-bercak seperti awan
batasnya tidak tegas
Bila lesinya sudah diliputi jaringan ikat maka terlihat bayangan
bulat dengan batas garis tegas yang disebut tuberculoma
Adanya penebalan pleura: pleuritis. Masa cairan dibawah
paruefusi plura/empiema, bayangan hitam radio-lusen di pinggir
paru/pleurapneumothorax
Bronkografi: untuk melihat kerusakan bronkus/paru oleh TB. Ini
dilakukan pada saat akan pembedahan
CT Scan : lebih canggih
3) Laboratorium
Darah: kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Sputum:
sangat penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis TB
sudah dapat dipastikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
Dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 mL sputum. Tes tuberculin:
biasanya dipakai test montoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc
tuberkulin purified protein derivative intrakutan berkekuatan 5
T.U. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit
yakni reaksi persenyawaan antara antibody seluler dan antigen
tuberculin.Klasifikasi Hasil: Diameter indurasi 0-5 mm, mantoux
negative Diameter indurasi 6-9 mm, meragukan Diameter indurasi
10-15 mm, mantoux positif Diameter indurasi >15 mm, mantoux
positif kuat4) BakteriologisBerperan untuk menegakkan diagnosis.
Specimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan serebro
spinalis, bilasan lambung, bronchoalveolar lavage, urin, dan
jaringan biopsy. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara mikroskopis
dan biakan.
Pemeriksaan Biakan Kuman M.tuberculosis:
Egg base media : Lowenstein-Jensen,Ogawa Agar base media :
Middle brookSkala IUATLD:
Tidak ada BTA per100 lapang pandang: negatif Ditemukan 1-9 BTA
per100 lapang pandang: ditulis jumlah kumannya Ditemukan 10-99 BTA
per100 lapang pandang: disebut + (1+) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1
lapang pandang: ++ (2+) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang
: +++ (3+)f. Diagnosis banding
Pneumonia
Abses Paru
Kanker Paru
Bronkiektasis
Aspirasi Paru
g. Komplikasi
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis,
usus
Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim
berat (fibrosis paru, kor pulmonal, karsinoma paru, kavitas TB)
h. Terapi
Prinsip Pengobatan TB Kombinasi beberapa jenis dalam jumlah
cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat
dibunuh. Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagau
dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apablia panduan
obat ayang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman akan berkembang menjadi resisten. Pengobatan
dilakukan dengan pengawasan langsung untuk menjamin kepatuhan
penderita menelan obat. (DOTS = Directly Observed Treatment Short
Course) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Cara Pengobatan
TBC1) IntensifObat yang diberikan setiap hari. Bila diberikan
secara tepat biasanya penderita yang menular menjadi tidak menular
dalam jangka waktu 2 minggu. Sebagian penderita dengan BTA (+)
menjadi (-) pada akhir pengobatan tahap intensif.2) LanjutanJenis
obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu lebih lama. Jenis dan
Dosis OAT
1) Isoniazid/INH (H): Bakterisid. Efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif. Dosis harian = 5 mg/kgBB. Dosis
intermitten 3 kali seminggu 10 mg/kgBB2) Rimfampisin (R):
Bakterisida, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh
oleh Isoniazid. Dosis harian maupun dosis intermitten 3 kali
seminggu = 10 mg/kgBB3) Pirazinamid (Z): Bakterisida, membunuh
kuman di dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian = 25 mg/kgBB,
dosis intermitten 3 kali seminngu 35 mg/kgBB4) Etambutol (E):
Bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB. Dosis
intermiten 3 kali seminggu = 30 mg/kgBB5) Streptomisin (S):
Bakterisida. Dosis harian ataupun dosis intermitten 3 kali seminggu
= 15 mg/kgBB. Penderita berumur sampai 60 tahun, dosisnya 0,75
mg/kgBB. Penderita berumur > 60 tahun dosisnya 0,5 mg/kgBB.
Dosis obatNama ObatDosis Hariandosis berkala 3 X seminggu
BB < 50 kgBB > 50 kg
Isoniazid300 mg400 mg600 mg
Rifampisin450 mg600 mg600 mg
Pirazinamid1000 mg2000 mg2-3 g
Streptomisin750 mg1000 mg1000 mg
Etambutol750 mg1000 mg1- 1,5 g
Etionamid500 mg750 mg
PAS9910
Panduan OAT di Indonesia
Kategori I : 2R7H7E7Z7/4H3R3Tahap Intensif : 2 bulan: Isoniazid
1 x 300 mg setiap hari
Rifampsin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari
Tahap lanjutan : 4 bulan: Isoniazid 2 x 300 mg 3 x seminggu
Rifampisin 1 x 450 mg.3 x seminggu
Diberikan untuk :
Penderita baru TBC paru BTA (+)
Penderita TBC paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat
Penderita TBC ekstra paru berat
Kategori II : 2R7117E7Z7S7/IR7H7E7Z7/5R3H3E3
Tahap intensif : 2 bulan: Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari
Streptomisin Inj. 0,75 gr setiap hari
1 bulan Isonlazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari
Tahap lanjutan: 5 bulan: Isoniazid 2 x 300 mg 3 x seminggu
Rifampisin 1 x 450 mg 3 x seminggu
Ethambutol 3 x 250 mg 3 x seminggu
Diberikan untuk :
Penderita kambuh
Penderita gagal
Penderita dengan pengobatan setelah lalai
Kategori III: 2R7H7Z7/4R3H3
Tahap intensif: 2 bulan: Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Tahap lanjutan: 4 bulan: Isoniazid 2 x 300 mg 3 x seminggu
Rifampisin 1 x 450 mg 3 x seminggu
Diberikan untuk :
BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan
Penderita TBC ekstra ringan, yaitu TBC kelenjar limfe, pleuritis
exudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang
belakang). sendi dan kelenjar adrenal.
Efek Samping obat
1. INH : hepatotoksik dan neuropati perifer (dapat dicegah
dengan pemberian vitamin B6)
2. Rifampisin : sindrom flu dan hepatotoksik
3. Pirazinamid : hepatotoksik dan hiperurisemia
4. Streptonisin : nefrotoksik dan gangguan nervus VIII
kranial
5. Etambutol : neuritis optic, nefrotoksik, dan dermatitis
6. Etionamid : hepatotoksik dan gangguan pencernaan
7. PAS ( Para Amino Salicyclic Acid) : hepatotoksik dan gangguan
pencernaan
Evaluasi pengobatan
Klinis: biasanya pasien di control dalam 1 minggu pertama,
selanjutnya tiap 2 minggu pada tahap intensif dan seterusya sebulan
sekali sampai akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat
perbaikan keluhan-keluhan pasien.
Bakteriologis: biasanya setelah 2 minggu pengobatan sputum BTA
(basil tahan asam ) mulai menjadi negative. Pemeriksaan control BTA
di lakukan sekali sebulan.
Radiologis: evaluasi radiologis juga perlu di lakukan untuk
melihat kemajuan terapi. Karena perubahan gambaran radiologis tidak
secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto dada dilakuakan
setiap 3 bulan sekali.
Kegagalan pengobatan
Obat :
1. Panduan obat tidak adekuat
2. Dosis obat tidak cukup
3. minum obat tidak teratur atau tidak sesuai dengan petunjuk
yang diberikan
4. jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
5. terjadi resistensi obat
6. resistensi obat harus sudah diwaspadai bila pada 1-2 bulan
pengobatan tahap intensif, tidak terjadi perbaikan.
Drop out : 1. Kekurangan biaya pengobatan
2. merasa sudah sembuh
3. malas berobat atau krang motivasi
Penyakit :1. Lesi paru yang sakit terlalu luas atau sakit
berat
2. penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti diabetes
melitus
3. adanya gangguan imunoligis
Pasien kambuh
Penanggulangan terhadap pasien kambuh ini adalah:
1. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
2. Lakukan pemeriksaan radiologis optimal yakni periksa sputum
BTA mikroskopis langsung 3 kali, biakan, dan resistensi
3. Evaluasi secara radiologis luasnya kelainan paru,
4. Identifikasi adakah penyakit lain yang memberatkan
tuberkulosis seperti diabetes mellitus
5. Sesuaikan obat dengan hasil tes kepekaan atau resitensi
6. Nilai kembali secara ketat hasil pengobatan secara klinis,
radiologis, dan bakteriologis tiap-tiap bulan.
Prognosis
Dengan terapi antibiotic tepat10% dari pasien akan meninggal
Setelah pengobatan obat selama 10-14 hari TB paru tidak menular
tetapi untuk analisis dahak harus ada tindak lanjutnya untuk
memastikan tidak ada bahaya penularan.
Perawatan harus dilanjutkan selama 3 bulan setelah kultur
sputumuntuk bakteri TB paru
Obat yang dikonsumsi untuk TB paru banyak efek sampingnyaharus
dipantau
TB kambuh dikarenakan adanya ketidakteraturannya pengobatan
i. Pencegahan
Vaksinasi BCG
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa vaksinasi BCG yang
telah dilakukan pada anak-anak hanya memberikan daya proteksi
sebagian saja, 0-80%. Namun vaksinasi BCG tetap diberikan karena
dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis berat dan
tuberkulosis ekstra paru.
KemoprofilaksisKemoprofilaksis pada TB merupakan masalah
tersendiri dalam penanggulangan TB paru disamping diagnosis yang
cepat dan pengobatan yang adekuat. Isoniazid banyak dipakai karena
harganya murah dan efek sampingnya sedikit. Obat alternatif lainnya
adalah rimfampisin. Beberapa peneliti pada I DAT (international
Union Against Tuberculosis) menyataka bahwa profilaksis dengan INH
diberikan selama 1 tahun dapat menurunkan insidens TB sampai 55-83
% dan yang kepatuhan minum obatnya cukup baik mencapai 90%. Yang
kepatuhan minum obatnya tidak teratur efektivitasnya masih cukup
baik.
Lama profilaksis yang optimal belum diketahui, tetapi banyak
peneliti menganjurkan waktu antara 6-12 bulan, antara dari American
Thoracic Society terhadap tersangka dengan uji tuberkulin yang
hasilnya lebih dari 5-10 mm. Yang mendapatkan profilaksis 12 bulan
adalah pasien HIV positif dan pasien dengan kelainan radiologis
dada. Yang lain seperti kontak TB hanya 6 bulan saja.
j. DOTS (Directly Observed Treatment Short Course)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci
keberhasilan program penanggulangan tuberculosis adalah dengan
menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita.
Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat
penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung,
dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar)
baik Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat
jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
Tujuan
Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
Mencegah putus berobat
Mengatasi efek samping obat jika timbul
Mencegah resistensi
Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh:Pasien
berobat jalanBila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu
maka paramedis atau petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO.
Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur,
sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO
harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini
Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO :
1. Petugas kesehatan
2. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO
adalah petugas RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya
sesuai dengan berobat jalan.
Langkah Pelaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai,
pasien diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO
tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan
tentang DOT
Persyaratan PMO
1. PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh
selama pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita
HIV/AIDS.
2. PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader
kesehatan, kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga
yang disegani pasien
Tugas PMO
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik
Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal
yang telah ditentukan
Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur
hingga selesai
Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar
tetap mau menelan obat
Merujuk pasien bila efek samping semakin berat
Melakukan kunjungan rumah
Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui
gejala TB
Penyuluhan
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting,
penyuluhan dapat dilakukan secara :
Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat
dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat
dll
Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien,
kelompok keluarga pasien, masyarakat pengunjung RS dll
Cara memberikan penyuluhan
Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada
Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui
tingkat penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan
selanjutnya
Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang
belum jelas
Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti,
kalau perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)
DOTS PLUS Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5
komponen DOTS
Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2
DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak
menggunakan strategi DOTS
Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB
1. Bronkiektasis
b. Definisi
Penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi dan distorsi local
yang sifatnya patologis dan kronik, disebabkan oleh adanya
perubahan dalam dinding bronchus berupa destruksi otot polos
brochus, tulang rawan dan pembuluh darah.
c. Epidemiologi
Di negeri barat, diperkirakan 1,3% diantara populasi terjadi
brokiektasis. Setelah adanya pengobatan dengan antibiotic dan
penekanan frekuensi kasus bronkiektasis mengalami penurunan. Bisa
menyerang laki-laki perempuandan juga anak yang mempunyai kelainan
congenital.
d. Etiologi
1. Kelainan kongenital
Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan :
Faktor genetik / faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus
memegang peranan penting
Bronkiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai
berikut :
Bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada
satu/kedua paru
Bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit
kongenital lannya, misalnya :
Mucoviscidosis (Cystic Pulmory Fibrosis), sindrom Kartagener
(Bronkiektasis kongenital, sinusitis, paranasal, situs inversus ),
hipo/amaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur
anak yang 1 dengan bronkiektasis , sering bersamaan dengan kelainan
kongenital berikut : Tidak adanya tulang rawan bronkhus, penyakit
jantung bawaan, kifoskoliosis, congenital.
2. Kelainan didapat
Infeksi : bronkiektasis sering terjadi sesudah anak menderita
pneumonia yang sering terjadi sesudah anak menderita pneumonia yang
sering kambuh dan berlangsung lama.pneumonia ini umumnya merupakan
komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak,
tuberkolis paru, dsb.
Obstruksi bronkus : Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini
dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab korpus alienum,
karsinoma bronkus/tekanan dari luar lainnya terhadap bronkuse.
Pathogenesis
f. Gejala
Tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainan dan
ada tidaknya komplikasi lanjut.
Ciri khas: batuk kronik+sputum, hemomtisis, pneumonia
berulang.
1) Batuk
Mirip pada bronchitis kronik, sputum banyak terutama pagi
sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun tidur.
Tidak ada infeksi sekunder ( sputum mukoid
Ada infeksi sekunder ( sputum purulent ( bau mulut ( kuman
anaerob ( sputum bau busuk
2) Hemoptisis
3) Dyspnea, kadang wheezing
4) Demam berulang
g. Pemeriksaan
1) Fisik: sianosis, ronchi basah, wheezing, kaheksia2)
Laboratorium: pemeriksaan sputum untuk menentukan kuman apa yang
ada di sputum. Perlu dicurigai misalnya ada perubahan warna
sputuminfeksi sekunder3) Radiologi: ada kista-kista kecil mirip
seperti sarang tawon pada daerah yang terkena. Terkadang pada paru
muncul dan terlihat bercak pneumoniah. Diagnosis banding
Bronchitis kronik
TB paru
Abses paru
Karsinoma paru
Fibrosis kistiki. Komplikasi
Bronkitis kronik
Pneumonia dengan/tanpa ateletaksis: Bronkiektasis sering
mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada
saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka yang
drainage sputumnya kurang baik
Pleuritis: Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang
terkena
Efusi pleura/empyema ( jarang )
Abses metastasis di otak: Mungkin akibat septikemia oleh kuman
penyebab infeksi supuratif pada bronchus
Hemomptitis: terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena
(a. Pulmonalis), cabang arteri (a.bronkialis) anastomosis pembuluh
darah
Sinusitis: Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian
dari komplikasi bronkiektasis pada saluran napas
Kegagalan pernapasan: merupakan komplikasi dari paling akhir
yang timbul pada pasien bronkiektasis yang berat dan luas
Amiloidosis
j. Terapi
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk:
Meningkatkan pengeluaran secret trakeobronchial. Drainase
postural dan latihan fisioterapi untuk pernapasan dan batuk
produktif, agar secret dapat dikeluarkan secara maksimal.
Mengontrol infeksi, terutama pada fase eksaserbasi akut. Pilihan
antibiotik berdasarkan pemeriksaan bakteri dari sputum dan
resistensinya. Sementara menunggu hasil biakan kuman, dapat
diberikan antibiotik spektrum luas seperti ampisilin,
kotrakmoksazol, dan amoksisilin. Antibiotik diberikan sampai
produksi sputum minimal dan tidak purulen. Mengembalikan aliran
udara pada saluran napas yang mengalami obstruksi. Bronkodilator
diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme, juga untuk
memperbaiki drainase sekret. Alat pelembab dan nebulizer dapat
dipakai untuk melembabkan sekret. Bronkoskopi kadang perlu untuk
pengangkatan benda asing atau sumbatan mukus. Pasien dianjurkan
untuk menghindari rangsangan bronkus dari asap rokok dan polusi
udara yang tercemar berat dan mencegah pemakaian obat sedatif dan
obat yang menekan refleks batuk. Operasi hanya dilakukan bila
pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis yang jelas setelah
mendapat pengobatan konservatif yang adekuat selama 1 tahun atau
timbul hemoptisis yang masif. Pertimbangan operasi berdasarkan
fungsi pernapasan, umur, keadaan, mental, luasnya bronkiektasis,
keadaan bronkus pasien lainnya, kemampuan ahli bedah, dan hasil
terhadap pengobatan.
k. Prognosis
Tergantung pada berat ringannya dan luasnya pada saat berobat
pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat dapat memperbaiki
prognosis penyakit. Kematian biasanya karena pneumonia, empiema dan
hemoptisis.l. Pencegahan
Pengobatan dengan antibiotic terhadap bentuk pneumonia pada
anakmencegah timbulnya bronkiektasis
Tindakan vaksinasi terhadap pertusis
2. Emfisema
a. Definisi
Pelebaran permanen dari struktur paru yang melakukan pertukaran
gas yaitu distal dari bronchioles terminalis disertai distruksi
alveoli.
b. Epidemiologi
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.
Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang
dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65 %
laki-laki dan 15 % wanita.
Di Indonesia sangat kurang. Penelitian di poliklinik paru RS
Persahabatan Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %,
kedua terbanyak setelah tuberkulosis paru (65 %).
c. Etiologi
Faktor utama : asap rokok pasif maupun aktif
Polusi udara : partikel, bahan kimiawi, gas toksis
Infeksi virus/bakteri
Faktor genetic : bakat timbul emfisema
d. Pathogenesis
Inhalasi asap rokok atau polutan lainnya yang akan merangsang
sel makrofag maupun neutrofil di paru dimana nantinya akan
memproduksi elastase dan kolagenasemerupakan suatu enzim yang akan
merusak serat elastin dan kolagen merupakan langkah awal dari
alveoli&asinus supaya tidak kolaps
Merokok juga menghambat kerja alfa-1-antitripsinmerupakan enzim
yang melindungi serat elastin terhadap protease
Akibat dari kerusakan elastin dan kolagen maka paru akan
kehilangan daya elastic recoilnya
e. Gejala
1) Sesak progresif : bila bergerak
2) Mudah lelah
3) Emfisema murni : tidak ada batuk
4) Bernapas lewat mulut
f. Pemeriksaan
1) Fisik
Dadabentuk barrel chest
Ruang antar iga melebar
paruhiperinflasi
perkusihipersonor
kulit inspirasi
2) Penunjang
Thorax/x ray : paru tampak hiperaereted, vascular menurun,
diafragma letaknya rendah datar Tes faal paru: menunjukkan adanya
kelainan obstruksi Enzimatik: kadar alfa-1-antitripsin menurun
Analisa gas darah: hipoksia, hiperkapnea, ph menurung. Diagnosis
banding
Asma bronchial
Bronchitis kronik
Pneumothorax
h. Komplikasi
Pneumothorax
Cor pulmonal
Gagal napas
i. Terapi
Antibiotik : Amoxilin dan streptomicin untuk influenza
Augmentin ( amoxilin+asam klavulonat ) jika kuman memproduksi
beta laktamase
Terapi O2
Fisioterapi : membantu mengeluarkan sputum
Bronkodilator : mengatasi obstruksi jalan napas beta adregenic
dan antikolinergik salbutamol dan iparatropium bromida
j. Prognosis
Ditentukan oleh :
Lajunya progresivitas proses emfisema
Derajat obstruksi bronchus
Adanya komplikasi
Ketepatan terapi dan penanganan emfisema
k. Pencegahan
Menghindari asap rokok dan berhenti merokok, karena rokok secara
patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan
nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi
dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus.
3. Bronchitis kronis
a. Definisi
Penyakit berupa radang/inflamasi di trachea dan bronchus
ditandai dengan batuk berdahak setiap hari, sekurang-kurangnya 3
bulan pertahun dan berlangsung selama 2 tahun berturut-turut dan
tidak adanya penyakit dengan gejala tersebut.
b. Epidemiologi
Di Indonesia, belum ada angka kesakitan Bronkitis kronis,
kecuali di RS sentra-sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di AS
( National Center for Health tatistics ) diperkirakan sekitar 4%
dari populasi didiagnosa sebagai Bronkitis kronis. Angka inipun
diduga masih di bawah angka kesakitan yang sebenarnya
(underestimate) dikarenakan tidak terdiagnosanya Bronkitis kronis.
Di sisi lain dapat terjadi pula overdiagnosis Bronkitis kronis pada
pasien-pasien dengan batuk non spesifik yang self-limited (sembuh
sendiri). Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada
perbedaan. Frekuensi angka kesakitan Bronkitis kronis lebih kerap
terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum
ada angka perbandingan yang pasti. Usia penderita Bronkitis kronis
lebih sering dijumpai di atas 50 tahun.c. Etiologi
Paparan asap rokok pasif maupun aktif
Udara yang tercemar di tempat kerja (udara, asap pabrik,
dll)
Infeksi saluran napas oleh virus/bakteri
d. Pathogenesis
Asap rokok memberikan rangsangan kepada mukosa bronkus sehingga
terjadi perubahan:
Pertahanan paru: fungsi pembersihan mukosilia lambat,makrofag
alveolar jumlahnya meningkat, fungsi makrofag terganggu, proses
antigen dan respon antigen berubah.
Saluran napas kecil: keradangan, massa otot meningkat, fibrosis,
penyempitan, jumlah sel goblet bertambah.
Alveoli: jumlah neutrofil dan makrofag meningkat, emfisema
Paparan terhadap udara tercemar oleh pencemaran industry atau
pembuangan hasil pembakaran BBM kendaraan bermotor:
Sulful dioksida (SO2) dan kompleks partikel yang berasal dari
bahan bakar fosil, pembangkit tenaga, penyulingan minyak, asap
tembakau dll. Bahan ini menyebabkan bronkokontriksi.
Oksidan fotokimia, oksida nitrogen, ozon, yang dihasilkan oleh
pembakaran BBM kendaraan bermotor. Bahan ini menyebabkan rangsangan
pada saluran pernapasan, gangguan faal paru dan gangguan pertahanan
paru.
Karbonmonoksida (CO) dihasilkan oleh hasil pembakaran bahan
bakar kendaraanbermotor, asap rokok. CO ini menyebabkan hipoksia
jaringan pada system kardiovaskuler dan saraf.
e. Gejala
1) Batuk, mulai dengan batuk batuk pagi hari, dan makin lama
batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita
terganggu tidurnya.
2) Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi
purulen atau mukopuruen dan kental.
3) Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang
kadang disertai tanda tanda payah jantung kanan, lama kelamaan
timbul kor pulmonal yang menetap.
f. Pemeriksaan
1) Fisik:
Dada hiperinflasi
Perkusi hipersonor
Inspirasironchi basah
ekspirasiwheezing2) Penunjang:
Thorax/x ray: tidak menunjukkan kelainan kecuali sudah menderita
emfisema. Tampak adanya bronchovaskular patterns. Sputum: untuk
mencari makrofag alveolar berupa sel bulat besar dengan inti
eksentris berbentu bulat. Dengan pengecatan gramadanya bakteri
bentuk coccus atau basil.
EKG: untuk mengetahui adanya hipertropi ventrikel kanan. Analisa
gas darah: Pa O2rendah (normal 25 100 mmHg), Pa CO2tinggi (normal
36 44 mmHg). Saturasi hemoglobin menurun dan eritropoesis
bertambah.
g. Diagnosis banding
Asma bronchial
Emfisema paru
Bronkiektasis
TB paru
Karsinoma paru
h. Komplikasi
Eksaserbasi akut infeksi saluran napas: pneumonia
Emfisema paru
Gagal napas
Cor pulmonal
i. Terapi
Bronkodilatator :
aminofilin inj. 5,6 mg/kgBB, iv loading dose oral 3 dd
100-200mg
salbutamol 3dd 2 mg oral
Ekspektoran : Air, gliserit guayakolat 4 dd 100-200 mg
Mukolitik : bromheksin 3 dd 1 tab oral; N-acetyl sistein 3 dd
200 mg oral
Terapi respirasi : aerosol (ipratorium bromida), oksigen 1-2
liter/menit
Rehab medis
j. Prognosis
Tergantung pada pengobatan yang dilakukan sedini mungkin sebelum
terjadinya kelainan yang berkelanjutan, dan ada tidaknya komplikasi
berupa emfisema dan cor pulmonal
Berhenti merokook, hindari pencemaran udara
k. Pencegahan
Penyuluhan pada penderita dan keluarga
Berhenti merokok dan hindari udara tercemar
Mencegah infeksi saluran napas
Perbaikan lingkungan
Nutrisi yang baik
4. PPAK
A. Silikosis
1) Definisi: penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu
silika, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut
pada paru-paru. Debu yang masuk ke dalam paru-paru mengalami masa
inkubasi sekitar 2-4 tahun.Terdapat 3 jenis silikosis:a. Silikosis
kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika
dalam jangka panjang (lebih dari 20 tahun).Nodul-nodul peradangan
kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan
kelenjar getah bening dada.b. Silikosis akselerata, terjadi setelah
terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak selama waktu yang
lebih pendek (4-8 tahun). Peradangan, pembentukan jaringan parut
dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.c. Silikosis akut, terjadi
akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam
waktu yang lebih pendek. Pada silikosis simplek dan akselerata bisa
terjadi fibrosif masif progresif. Fibrosis ini terjadi akibat
pembentukan jaringan parut dan menyebabkan kerusakan pada struktur
paru yang normal2) Etiologi
Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu
silika selama beberapa tahun. Silika adalah unsur utama dari pasir,
sehingga pemaparan biasanya terjadi pada: buruh tambang logam,
pekerja pemotong batu dan granit, pekerja pengecoran logam, pembuat
tembikar.
Silika bebas biasanya terjadi karena peledakan, penghancuran,
pengeboran, dan penggilingan batuan. Bisa juga terdapat dari usaha
komersial yang menggunakan granit, batu pasir serta pasir giling
atau pembakaran diatomit. Oleh karena silika bebas terdapat pada
batu, maka pekerja yang berisiko terkena silikosis adalah para
penambang dan ekstraksi batu-batu keras, pekerjaan teknik sipil
dengan batu keras,penghalusan serta pemolesan batu, percetakan,
pembentukan, dan penyemprotan pasir di tempat pengecoran dan
pembersihan bangunan. Juga terdapat pada pengerokan wadah rebus,
pabrik keramik, porselin dan enamel, serta pekerjaan-pekerjaan yang
menggunakan pasir sebagai amplas.3) Pathogenesis
Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 m akan tertahan di
alveolus. Partikel ini kemudian di telan oleh sel darah putih yang
khusus. Banyak dari partikel ini dibuang bersama sputum sedangkan
yang lain masuk ke dalam aliran limfatik paru-paru, kemudian mereka
ke kelenjar limfatik. Pada kelenjar, sel darah putih itu kemudia
berintregasi, meninggalkan partikel silika yang akan menyebabkan
damapak yang lebih luas. Kelenjar itu menstimulasi pembentukan
bundel-bundel nodular dari jaringan parut dengan ukuran
mikroskopik, semakin lama semakin banyak pula nodul yang terbentuk,
mereka kemudian bergabung menjadi nodul yang lebih besar yang
kemudian akan merusak jarul normal cairan limfatik melalui kelenjar
limfe.Ketika ini terjadi, jalan lintasan yang lebih jauh dari sel
yang telah tercemar oleh silika akan masuk ke jaringan limfe
paru-paru. Sekarang, foci baru di dalam pembuluh limfatik bertindak
sebagai gudang untuk sel-sel yang telah tercemar oleh debu, dan
parut nodular terbentuk terbentuk pada lokasi ini juga. Kemudian,
nodul-nodul ini akan semakin menyebar dalam paru-paru.Gabungan dari
nodul-nodul itu kemudian secara berangsur-angsur menghasilkan
bentuk yang mirip dengan masa besar tumor. Sepertinya, silika juga
menyebabkan menyempitnya saluran bronchial yang merupakan seba
utama dari dyspnoea.4) Gejala
menderita batuk berdahak karena saluran pernafasannya mengalami
iritasi (bronkitis). sesak nafas: mula-mula sesak nafas hanya
terjadi pada saat melakukan aktivitas, tapi akhirnya sesak timbul
bahkan pada saat beristirahat. Gejala tambahan yang mungkin
ditemukan, terutama pada silikosis akut: demam, penurunan berat
badan, gangguan pernafasan yang berat.5) Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan: Rontgen dada (terlihat gambaran pola
nodul dan jaringan parut), tes fungsi paru, tes PPD (untuk TBC).6)
Diagnosis
Akan ditanyakan secara terperinci mengenai jenis pekerjaan, hobi
dan aktivitas lainnya yang kemungkinan besar merupakan sumber
pemaparan silika. Penyakit silikosis akan memburuk jika sebelumnya
sudah menderita TB paru, bronchitis, asma dll.7) Terapi
Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator
dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik8)
Pencegahan
Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah
terjadinya silikosis. Jika debu tidak dapat dikontrol, (seperti
halnya dalam industri peledakan), maka pekerja harus memakai
peralatan yang memberikan udara bersih atau sungkup. Pekerja yang
terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara rutin.
Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja
lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui
secara dini. Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan
untuk menghindari pemaparan terhadap silica.
B. Asbestosis
4) Definisi: suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi
akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk
jaringan parut yang luas.5) Etiologi
Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang
paling utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai
pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan
serat asbes, pabrik beratap asbes. Pemaparan asbes bisa ditemukan
di industri pertambangan dan penggilingan, konstruksi dan industri
lainnya. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi
dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja.
Merokok sigaret menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya penyakit
akibat asbes.6) Pathogenesis
Terhirupnya serat asbesmengendap di paru-parufibrosistidak dapat
mengembang dan mengempis
7) Gejala
terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru
kehilangan elastisitasnya. sesak nafas ringan dan berkurangnya
kemampuan untuk melakukan gerak badan. batuk-batuk rasa sesak di
dada
nyeri dada kelainan kuku atau clubbing of fingers (bentuk
jari-jari tangan yang menyerupai tabuh genderang)8) Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, akan
terdengar suara ronki. Rontgen dada: Perubahan pada foto toraks
lebih jelas pada bagian tengah dan bawah paru, dapat berupa bercak
difus atau bintik-bintik yang padat, bayangan jantung sering
menjadi kabur. Diafagma dapat meninggi pada stadium lanjut karena
paru mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi biral, terlihat di
daerah tengah dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila
proses lanjut terlihat gambaran sarang tawon di lobus bawah. Tes
fungsi paru-paru: Kapasitas difusi dan komplians paru menurun, pada
tahap lanjut terjadi hipoksemia Biopsi paru: Biopsi paru mungkin
perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan diagnosis. Biopsi paru
transbronkial hendaklah dilakukan untuk mendapakatan jaringan
paru.9) Terapi
Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah
membuang lendir/dahak dari paru-paru melalui prosedur postural
drainase, perkusi dada dan vibrasi. Diberikan obat semprot untuk
mengencerkan lender. Perlu diberikan oksigen, baik melalui sungkup
muka (masker) maupun melalui selang plastik yang dipasang di lubang
hidung.10) Pencegahan
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu
asbes di lingkungan kerja. Karena industri yang menggunakan asbes
sudah melakukan kontrol debu. Dianjurkan untuk berhenti
merokok.
C. Bisinosis
1) Definisi: penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh
pencemaran debu kapas/serat kapas di udara terhisap ke paru-paru.
Dengan masa inkubasi sekitar 5 tahun.
Banyak dijumpai pada parik pemintalan kapas, pabrik tekstil,
pergudangan kapas, tempat pembuatan kasur, dll.
2) Gejala
Napas pendek Dada sesak Sesak pada senin pagi Batuk yang
lama-kelamaan menjadi basah Secara psikis setiap hari Senin bekerja
yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada
serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke
dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada
bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya
juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga
disertai dengan emphysema.D. Antrakosis
1) Definisi: penyakit saluran pernapasan disebabkan oleh debu
batu bara. Banyak dijumpai pada pekerja tambang batu bara. Dengan
masa inkubasi 2-4 tahun.
2) Gejala
Sesak nafas
Dengan silikosis
Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat
maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit
silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut
silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu
penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit
tuberkolosilikoantrakosis.
Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini
memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif
tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila
disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan
terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni
lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti
oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan
silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya.
Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan
dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah
dilihat dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru
akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya
baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru.
E. Beriliosis
1) Definisi: udara yang tercemar oleh debu logam berilium, dapat
menyebabkan nasopharingitis, bronchitis, pneumonitis. Terjadi pada
pekerja industry yang menggunakan logam campuran berilium. Dengan
masa inkubasi 5 tahun.Pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng
(dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan
penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang
disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa
berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang tercemar
oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut
tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam
tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul. Penyakit ini
ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan
sesak napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala
bagi pekerja-pekerja yang terlibat dengan pekerja yang menggunakan
logam tersebut perlu dilaksanakan terus menerus.2) Gejala
batuk kering
dyspnea
mudah lelah
berat badan menurun
Penyakit Paru Akibat Kerja
Dampak Pencemaran Partikel
Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa
alamiah dan dapat pula disebabkan karena ulah manusia, lewat
kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara
banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan
industri dan teknologi yang ada. Mengenai macam dan jenis partikel
pencemar udara serta sumber pencemarannya telah banyak
Secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak
lingkungan, tanaman, hewan dan manusia. Partikel-partikel tersebut
sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang telah
tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit
saluran pernapasan atau pneumoconiosis. Pada saat orang menarik
nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam
paru-paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru
akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel
tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan
tertahan di saluran nafas bagian atas, sedangkan partikel berukuran
3 sampai 5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian
tengah. Partikel yang berukuran lebih kecil, 1 sampai 3 mikron,
akan masuk ke dalam kantung udara paru-paru, menempel pada alveoli.
Partikel yang lebih kecil lagi, kurang dari 1 mikron, akan ikut
keluar saat nafas dihembuskan.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang masuk dan
mengendapnya partikel ke dalam paru-paru, dapat dilihat pada Gambar
11. Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di
dalam paru-paru. Penyakit pnemokoniosis banyak jenisnya, tergantung
dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam
paru-paru. Di sana akan diuraikan beberapa jenis penyakit
pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak
kegiatan industri dan teknologi, yaitu Silikosis, Asbestosis,
Bisinosis, Antrakosis dan Beriliosis.
1Penyakit Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas,
berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian
mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan
baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka
banyak terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah
putih dan tambang batubara. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar
juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar,
debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama sama
dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan
karbon dalam bentuk abu.
Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa
inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih
pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila
konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru
dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas
yang disertai batuk-batuk. Batuk ii seringkali tidak disertai
dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas
yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan
paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit silicosis sudah
berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti
dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan
kegagalan kerja jantung.
Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika
perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan
lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada
obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti
dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan
lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita
penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit
saluran pernapasan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan
secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan
penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan
pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja
perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit pekerja kalau
sewaktu waktu diperlukan.
2Penyakit Asbestosis
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan
oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah
campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama
adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik
dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes,
pabrik beratap asbes dan lain sebagainya.
Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan
mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai
dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar /
melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak
adanya debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk
berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran
akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai
mengakibatkan asbestosis ini.
ASBESTOSISAsbestosis adalah fibrosis interstitialis kronis yang
menyebar pada parenkim paru akibat menghirup serat asbes. Contoh
penyakit paru lain yang berhubungan dengan asbes adalah plak dan
kalsifikasi pleura, kanker paru, dan tumor ganas mesotelioma.
Penyakit ini mungkin berhubungan dengan asbes, mungkin juga
tidak.
Pekerjaan berisikoDerajat pajanan terhadap asbes yang tinggi
dapat timbul pada pembuatan produk berbahan semen asbes,
pertambangan, dan pemrosesan serat asbes, pembongkaran gedung dan
renovasi bangunan dengan membuang bahan yang terbuat dari asbes,
pekerjaan isolasi seperti pelapisan ketel uap, penggantian isolasi
tungku pembakaran, dsb. Pekerja lain yang terpajan termasuk montir
yang mengganti minyak rem, pekerja yang membuat gasket asbes,
pekerja perbaikan dan pemeliharaan di galangan kapal, kilang
minyak, stasiun tenaga listrik, dan pekerja bangunan.
Gambaran klinis
Pasien dengan asbestosis biasanya datang dengan napas pendek
saat beraktivitas dan batuk.Temuan klinis termasuk dispnoe,
krepitasi pada basal paru, dan jari tabuh. Pemeriksaan rontgen paru
menunjukkan fibrosis interstitialis yang luas, dibuktikan dengan
adanya bayangan opak bergaris-garis pada lapang paru bagian tengah
dan basal di kedua sisi paru. Kemungkinan terdapat plak pleura.
Fungsi paru menunjukkan gambaran hambatan dan DLCO berkurang.
Flak pleura yang berhubungan dengan pajanan terhadap ashes
ditemukan terutama pada pleura parietalis. Kalsifikasi, bila ada,
mungkin berhubungan dengan lama terjadinva lesi. Plak tersebut
dapat mengelompok atau menyebar. Kebanvakan bukti memberi kesan
bahwa bila tidak ada asbestosis atau penebalan yang meluas, tidak
ada hubungan antara plak pleura yang terisolasi dengan perburukan
hambatan yang bermakna. Penda pat bahwa pasien dengan penebalan
pleura yang luas mempunvai volume paru yang berkurang dan beberapa
bukti adanva hambatan pernapasan, dapat diterima. Penebalan pleura
yang luas dapat dibedakan dengan penebalan pleura yang terbatas
dengan hilangnya sudut kostofrenikus pada pemeriksaan rontgen paru.
Tampaknya tidak ada hubungan langsung antara plak pleura dengan
berkembangnya mesotelioma.
Gangguan fungsi saluran napas kecil (SAD) mungkin dihubungkan
dengan pajanan terhadap asbes. Terperangkapnya udara akibat SAD
dapat menjelaskan terjadinya beberapa pengurangan kapasistas vital
pada pekerja yang terpajan asbes dengan rasio FEVWFVC normal.
Perkembangan kanker bronkus pada pekerja yang terpajan asbes
tampaknya berhubungan dengan dosis pajanan. Hal ini dihubungkan
dengan berbagai jenis serat asbes, misalnva chrysotile,
anthophylite, crocidolite, dan amosite. Terdapat peningkatan risiko
kanker paru yang bermakna pada pekerja asbes yang merokok yang
memberi kesan adanva efek sinergi. Kanker tersebut terutama jenis
sel skuamosa atau adenokarsinoma. Asbestosis dan kanker paru sering
timbul bersamaan karena keduanya berhubungan dengan dosis
pajanan.
Pajanan asbes pada tempat kerja memegang peranan sebanyak 85%
kasus mesotelioma ganas. Umumnya, dapat diterima bahwa pajanan
terhadap crocidolite memberikan risiko yang jauh lebih besar
dibandingkan pajanan terhadap chrysotile. Risiko ini tampaknya
tidak berhubungan dengan kadar asbes yang terhirup karena risiko
ini dapat ditemukan pada subjek dengan atau tanpa asbestosis
seperti halm:a pada orang yang hanya terpajan dari lingkungan saja
dan tidak terpajan dari pekerjaan. Periode laten rata-rata sekitar
35 hingga 40 tahun. Asbes dapat menyebabkan mesotelioma pada pleura
maupun pada peritoneum. Keluhan yang dialami pasien dengan
mesotelioma pada pleura adalah nyeri dada dan sesak napas. Napas
yang pendek bersifat progresif dan berhubungan dengan desakan tumor
pada paru atau efusi pleura. Pasien dengan mesotelioma pada
peritoneum dating dengan keluhan nyeri abdomen luas, pembengkakan,
dan berat bahan yang menurun.
DiagnosisGambaran klinis, gambaran rontgen paru, dan riwayat
pajanan terhadap asbes sebelumnya akan mengarahkan penegakan
diagnosis asbestosis atau penyakit lain yang berhubungan dengan
asbes. Biopsi diperlukan untuk mengonfirmasi diagnosis penyakit
ganas. Kadang, sukar membeciakan mesotelioma ganas dan metastase
adenokarsinoma pada gambaran histologi. Riwayat adanya pajanan
terhadap asbes harus selalu dicari untuk semua kasus efusi pleura.
Adanya butiran asbes dalam sputum atau jaringan paru menunjukkan
adanya pajanan namun bukan penyakit akibat asbes.
TatalaksanaAsbestosis, seperti halnya silikosis, dapat
berkembang walaupun sudah disingkirkan dari pajanan. Pengobatan
bersifat simtomatis. Tindakan pencegahan dimulai dari tindakan
substitusi asbes menggunakan bahan lain, penutupan lokasi
pengolahan, pemasangan ventilasi lokal, dan proteksi respirasi.
Pasien yang terpajan disarankan untuk berhenti merokok untuk
memperkecil efek gabungan terhadap paru dan risiko kanker paru.
3Penyakit Bisinosis
penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang
disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara
yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat
kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik
tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja
lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan
kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5
tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas,
terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal
kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja
yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada
serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke
dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada
bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya
juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga
disertai dengan emphysema.
4Penyakit Antrakosis
penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada
pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang
banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara
pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut
bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga
Uap berbahan bakar batubara.
Masa inkubasi penyakit ini antara 2 4 tahun. Seperti halnya
penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi
lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak
napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu
silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan
penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut
silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu
penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit
tuberkolosilikoantrakosis.
Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini
memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif
tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila
disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan
terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni
lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti
oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan
silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya.
Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan
dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah
dilihat dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru
akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya
baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru.
5Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa
logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat
menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut beriliosis.
Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan
pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering
dan sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada
pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium,
tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung
radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri
nuklir.
Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng
(dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan
penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang
disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa
berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang tercemar
oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut
tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam
tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul. Penyakit ini
ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan
sesak napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala
bagi pekerja-pekerja yang terlibat dengan pekerja yang menggunakan
logam tersebut perlu dilaksanakan terus menerus.
Atelektasis paru
5.1 Patofisiologi
Adalah kolapsnya jaringan alveolus paru akibat obstruksi parsial
atau total airway. Etiologi terbanyak obstruksi airway adalah
terbagi dua yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Instrinsik berupa
peradangan intra luminar airway. Peradangan intraluminar airway
menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus. Selain itu juga
terjadi edema di lumen airway sehingga mengakibatkan obstruksi pada
airway. Etiologi ekstrinsik atelektasis pada airway adalah
pneumothoraks, tumor dan paling sering adalah pembesaran kelenjar
getah bening.
Pada anak-anak, atelektasis bisa terjadi. Terutama pada anak
dengan infeksi primer Tuberkulosis. Pada infeksi primer
tuberkulosis terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Pembesaran
kelenjar getah bening yang semakin banyak akhirnya menekan airway
sehingga dapat dengan cepat timbul atelektasis pada anak-anak
maupun bayi.
Tingkat keparahan atelektasi tergantung banyaknya airway yang
terkena serta kualitas sumbatan pada airway yang mengalami
obstruksi. Terapi atelektasis harus berdasarkan etiologi yang
mendasari supaya mendapatkan hasil yang optimal untuk mengatasi
atelektasis ini.
5.2Etiologi
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus.
Bronkus adalah 2 cabang utama dari trakea yang langsung menuju ke
paru-paru.Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan
yang lebih kecil.Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan
lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau
bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti
tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.Jika saluran pernafasan
tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran
darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru
yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir dan
kemudian akan mengalami infeksi.
Faktor resiko terjadinya atelektasis
a. Pembiusan (anestesia)/pembedaha
b. Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posis
c. Pernafasan dangkal
d. Penyakit paru-paru
5.3 Pemeriksaan
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologis atelektasis berupa penarikan diafragma
mendekati lobus yang kolaps, penarikan mediastinum mendekati lobus
paru yang kolaps dan ICS (intercostal space yang mengecil) akibat
tarikan kolaps paru. Paru menjadi kolaps akibat tekanan negatif
yang seharusnya ada pada alveolus berkurang akibat sumbatan
sehingga saat inspirasi udara susah masuk ke alveolus sehingga
parunya menjadi kolaps dan sesuai dengan hukum keseimbangan maka
semakin negatif tekanan di dalam suatu ruangan maka dengan kuat
ruangan yang bertekanan sangat negatif itu akan berusaha
menyeimbangkan tekanannya dengan menarik udara maupun zat lain di
sekitar sehingga pada gambaran radiologis terdapat gambaran
radioopak pada lobus kolaps dan ada tarikan organ menuju lobus paru
yang kolaps tersebut
5.4Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan
kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena. Tindakan yang
biasa dilakukan:a. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat
sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembangb.
Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur
lainnyac. Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)d.
Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahake. Postural
drainasef. Antibiotik diberikan untuk semua infeksig. Pengobatan
tumor atau keadaan lainnya.h. Pada kasus tertentu, jika infeksinya
bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan
perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin
perlu diangkati. Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap
biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan
atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan
lainnya.5.5PencegahanAda beberapa cara yang bisa dilakukan untuk
mencegah terjadinya atelektasis:a. Setelah menjalani pembedahan,
penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan
kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.b. Meskipun perokok
memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan
dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
c. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang
menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan
lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu
pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus menerus ke
paru-paru sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan,
saluran pernafasan tidak dapat menciut.
HEMOPTISIS
Hemoptisis adalah batuk darah/ dahak bercampur darah yang
terjadi karena ada lesi di paru-paru atau bronkus/ bronkioli.
Ciri-cirinya merah cerah (walau pun tidak selalu), pH alkali
(basa), mengandung makrofag alveolar yang memuat hemosiderin, serta
beberapa hari setelah peredaran dapat tetap terdapat garis
perdarahan, berbusa (karena bercampur dahak dan udara).
Klasifikasi hemoptisis berdasarkan volume darah yang dibatukkan
:
a) Bercak ( streaking).
Darah bercampur dengan sputum hal yang sering terjadi, paling
umu pada bronchitis. Volume darah kurang dari 15 20 mL per 24
jam
b) Hemoptisis
Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah yang dibatukkan
20 600 mL per 24 jam
c) Hemoptisis massif
Darah yang dibatukkan dalam waktu 24 jam lebih dari 600 mL
d) Pseudohemoptisis
Pseudohemoptisis adalah batuk darah dari struktur saluran napas
bagian atas (di atas laring) atau dari saluran cerna atas
(gastrointestinal) atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan
(factitious).
Berdasarkan penyebabnya :
1. Batuk darah idiopatik.
Yaitu batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya:
insiden 0,5 sampai 58% {+ 15 %}
pria :wanita = 2 : 1
umur 30- 50 tahun kebanyakan 40-60 tahun
berhenti spontan dengan suportif terapi.
2. Batuk darah sekunder.
Yaitu batuk darah yang diketahui penyebabnya
Diagnosis
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dengan teliti, foto dada
(posterioranterior harus segera dilakukan). Gambaran yang khas
adanya darah di ruang pernapasan adalah bayangan pengisian alveolar
yang berbercak-bercak (patchy) dan mengumpul, yang kemudian saling
berhubungan dalam beberapa hari serta akan menghilang dalam
3-10hari. Akan tetapi lokasi lesi yang ditemukan di foto dada tidak
selalu menunjukkan sumber perdarahan karena gambaran infiltrat bisa
merupakan hasil aspirasi darah yang berasal dari tempat lain.
Hitung darah lengkap, laju endap darah, masa pembekuan dan
urinalisis perlu dilakukan. Pemeriksaan sputum harus mencakup
sitologi, pewarnaan untuk basil tahan asam, gram, jamur dan kultur.
Analisis gas darah dan pemeriksaan koagulasi bila perlu dapat
dilakukan. Bronkoskopi penting bagi evaluasi hemoptisis yang tidak
jelas sebabnya untuk mencari sumber perdarahan. CT Scan dada
berguna pada kasus hemoptisis bila foto dada dan bronkoskopi tidak
menemukan kelainan.Penatalaksanaan hemoptisis 1. PembedahanSebelum
dilakukan pembedahan harus terlebih dahulu diperiksa fungsi paru
dan diketahui asal dari perdarahan (dengan pemeriksaan
bronkoskopi). Pembedahan bisa segmentektomi, lobektomi,
pneumonektomi.
2. KonservatifDasar-dasar pengobatan yang diberikan sebagai
berikut :
a. Mencegah penyumbatan saluran nafas
Bagi penderita yang mempunyai refleks batuk yang baik, dapat
diletakkan dalam posisi duduk, atau setengah duduk dan disuruh
membatukkan darah yang terasa menyumbat saluran pernapasan. Dapat
dibantu dengan pengisapan darah dari jalan na fas dengan alat
pengisap. Jangan sekali-kali disuruh menahan batuk.
Bagi penderita yang tidak mempunyai refleks yang baik diletakkan
dalam posisi tidur miring kesebelah dari mana diduga asal
perdarahan, dan sedikit trendelenburg untuk mencegah aspirasi darah
ke paru yang sehat. Kalau masih dapat penderita disuruh batuk bila
terasa ada darah di saluran nafas yang menyumbat, sambil dilakukan
pengisapan darah dengan alat pengisap. Kalau perlu dapat dipasang
tube endotrakeal.
Batuk-batuk yang terlalu banyak dapat mengakibatkan perdarahan
sukar berhenti. Untuk mengurangi batuk dapat diberikan Codein 10 -
20 mg. Penderita batuk darah masif biasanya gelisah dan ketakutan,
sehingga kadang-kadang berusaha menahan batuk. Untuk menenangkan
penderita dapat diberikan sedatif ringan (Valium) supaya penderita
lebih kooperatif.
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
Bila perlu dapat dilakukan :
Pemberian oksigen
Pemberian cairan untuk hidrasi
Tranfusi darah
Memperbaiki keseimbangan asam dan basa
c. Menghentikan perdarahan
Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan rata-rata
dalam 7 hari. Pemberian kantongan es diatas dada, hemostatiks,
vasopresim (Pitrissin)., ascorbic acid ikatakan khasiatnya belum
jelas. Apabila ada kelainan didalam factor-faktor pembekuan darah,
lebih baik memberikan faktor tersebut dengan infus.
d. Mengobati penyakit yang mendasari
Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan tersebut
diatas selalu diberikan secara bersama tuberkulostatika. Kalau
perlu diberikan juga antibiotika yang sesuai.
a. PERBEDAAN DENGAN HEMATEMESISHematemesis (muntah darah) adalah
darah yang berasal dari saluran cerna. Ciri-cirinya berwarna merah
kehitaman seperti kopi, pH asam, tidak berbusa, bisa bercampur
makanan (muntah).