LAPORAN PBL SKENARIO B
BLOK 9
Kelompok I
Tutor : dr. Swanny, M.Sc
Rio Rakhmadi 04091401017
Dinar Kartika Hapsari 04091401028
Winda Fatiah 04091401032
Neni Nirmala Jamin 04091401033
Frida E.A Wulandari 04091401008
Devi Ramadianti 04091401003
Rendy Dwi Osca 04091401025
Anna Karenina Permatasari Boer 04091401015
Aulia Rosa Amelinda 04091401011
Muhammad Firman 04091401057
Fatin Faiza binti Abd. Hamid 04091401074
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan berkat-Nyalah kami dapat menyelesaikan laporan tutorial ini tepat pada waktunya.
Ucapan terimakasih kami berikan kepada Tutor sebagai pembimbing dalam
pelaksanaan tutorial yang telah dilaksanakan selama dua kali pertemuan. Ucapan
terimakasih juga kami berikan kapada semua pihak yang talah terlibat dalam penyusunan
laporan ini.
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna. Bila ada penyusunan
laporan dan penulisan kata-kata yang salah kami mohon maaf. Semoga laporan ini
bermanfaat untuk kita semua khususnya kita sebagai mahasiswa.
Palembang, 2010
Hormat kami
Skenario B Blok 9
A 32 weeks pregnant woman, 22 years old, G1P0A0 came from prenatal care with complain of palpitation. The woman was very nervous and anxious. She also complaint profuse sweating and fatigue.
Additional information :
On examination the woman had fine tremor, tachycardia, diffuse enlargement in her anterior neck and exophthalmus on her eyes.
I. Klarifikasi Istilah
1. G1P0A0 : Grafida (hamil)=1 ; Partus (melahirkan)=0 ; Abortion=02. Palpitation : Perasaan berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur yang
sifatnya subjektif.3. Nervous : Perasaan gelisah atau gugup.4. Anxious : Kecemasan/ketakutan tanpa stimulasi yang jelas berhubungan dg
perubahan fisiologis.5. Sweating : Berkeringat/ mengeluarkan cairan yang disekresi oleh kelenjar
keringat.6. Fatigue : Perasaan lelah karena kehilangan tenaga.7. Tremor : Getaran/gigilan yang involunter.8. Tachycardia : Kecepatan denyut jantung yang abnormal.9. Diffuse enlargement : Pembesaran yang tidak berbatas tegas.10. Exopthalmus : Protrusia mata yang abnormal.
II. Identifikasi Masalah
1. A 32 weeks pregnant woman, 22 years old, G1P0A0 came from prenatal care with complain of palpitation.
2. The woman was very nervous and anxious. She also complaint profuse sweating and fatigue.
3. Additional information :On examination the woman had fine tremor, tachycardia, diffuse enlargement in her anterior neck and exophthalmus on her eyes.
III. Analisis Masalah1. a. Bagaimana hubungan masa kehamilan 32 minggu dengan palpitation yang
dialaminya?Pada saat kehamilan, produksi hormon tiroid akan meningkat yang berakibat pada peningkatan metabolisme sel. Hal ini akan menyebabkan pemakaian O2
yang meningkat sehingga jumlah produksi akhir metabolisme yang dikeluarkan dari sel pun ikut meningkat. Pada saat itu akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang akan meningkatkan aliran darah. Sebagai akibatnya maka curah jantung juga akan meningkat sehingga menimbulkan palpitasi.
b. Apakah ada hubungan umur, jenis kelamin, palpitation dengan status kehamilannya?
Usia : Hipertiroid banyak terjadi pada usia 30-40 tahun. Jns kelamin : Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki.Status kehamilan : Secara fisiologis, kelenjar tiroid akan membesar pada ibu hamil, hal ini akan mengakibatkan produksi hormone tiroid yang lebih tinggi dari normal.
c. Bagaimana mekanisme palpitation dalam kasus ini?
2. a. Bagaimana mekanisme dari :Mekanisme cemas dan gelisah
Hormon tiroid berfungsi untuk meningkatkan kecepatan berfikir, sehingga
sering terjadi disosiasi pikiran. Apabila terjadi hipertiroid maka akan cenderung
timbul rasa sangat cemas cemas dan gelisah.
Mekanisme berkeringat
Hormon tiroid memiliki efek pada metabolisme tubuh. Sehingga apabila
terjadi peningkatan sekresi tiroid maka metabolisme juga ikut meningkat. Dengan
meningkatnya metabolisme suhu tubuh akan meningkat. Terjadilah peningkat air
lewat kulit(berkeringat).
Hamil 32 minggu :
- BMR 15-20%
- kelenjar tiroid membesar
- hCG & hCT sekresi tiroksin
Usia 22 th : risiko hipertiroid
Metabolisme sel
Jumlah produk akhir dari metabolisme yang dilepas dari jaringan
Curah jantung
vasodilatasi
Aliran darah
Mempercepat pemakaian O2
Palpitasi, takikardi
Mekanisme lelah
3. a. Bagaimana mekanisme tremor?Tremor : Peningkatan kadar hormon tiroid à meningkatkan pelepasan dari
katekolamin à peningkatan kadar katekolamin plasma meningkat ( saraf
simpatis)à peningkatan sensitivitas Beta Adrenergik reseptor à dilatasi arteri ke
otot skeletal à aliran O2 meningkat ke otot àtonus otot meningkat à fine tremor
.
Hormone tiroid yang tinggi di dalam darah akan meningkatkan kepekaan sinaps
saraf di medulla spinalis yang mengatur tonus otot (fisiologi guyton hal. 1194).
Akibatnya akan terjadi kontraksi dan relaksasi otot-otot fleksor ekstensor jari-jari
tangan yang involunter.
b. Bagaimana mekanisme tachycardia?Hormon tiroid meningkat à meningkatkan pelepasan dari katekolamin à kadar katekolamin plasma meningkat à peningkatan sensitibilitas Beta-Adrenergik reseptor terhadap katekolamin( saraf simpatis) à peningkatan aktivitas dari jantung à tachicardia
d. Bagaimana mekanisme exopthalmus pada matanya? Sirkulasi sel T pada pasien penyakit graves secara langsungmelawan antigen
dalam sel-sel follicular tiroid. Pengenalan antigen ini pada fibroblast tibial dan
Tirotoksikosis
Tubuh kekurangan energi
Sumber energi ditubuh terkuras
dengan cepat
Berkeringat banyak
dehidrasi
Energi banyak terbuang sebagai
panas
Katabolisme protein otot ↑
Metabolism seluler ↑
Kelemahan otot
Kelelahan
pretibial (dan mungkin myosit ekstraokular). Bagaimana limfosit ini dating secara langsung melawan self antigen. Penghapusannya oleh sistem imun tidak diketahui secara pasti.
Kemudian sel T menginfiltrasiorbital dan kulit pretibial. Interaksi antar CD4 T sel yang teraktifasi dan fibroblast yang menghasilkan pengeluaran sitokin ke jaringan sekitarnya, khususnya interferon, IL-1, dan TNF.
Sitokin-sitokin ini atau yang lainnya kemudian merangsang ekspresi dari protein-protein immunomedulatory (72 kd heat stock protein molekul adhesi interseluler dan HLA-DR) di dalam orbital seterusnya mengabadikan respon autoimun pada jaringan ikat orbita.
Lebih lanjut, sitokin-sitokin khusus merangsang produksi glycosaminaglikan oleh fibroblast kemudian merangsang proliferasi dan fibroblast atau keduanya, yang menyebabkan terjadinya akumulasi glykosaminaglikan dan edema jaringan ikat orbita. Reseptor tyrotropin atau antibody yang lain mempunyai hubungan biologic langsung terhadap fibroblast orbital atau miosit. Kemungkinan lain, antibody ini mewakili ke proses autoimun.
Peningkatan volume jaringan ikat dan pengurangan pergerakan otot-otot ekstraokuler dihasilkan dari stimulasi fibroblast untuk menimbulkan manifestasi klinis oftalmopaty. Proses yang sama juga terjadi di kulit pretibial akibat pengembangan jaringan ikat kulit, yang mana menyebabkan timbulnya pretibial dermophaty dengan karakteristik berupa nodul-nodul atau penebalan kulit.
4. a. Bagaimana anatomi dari kelenjar tiroid?
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1.
Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira2 25 gr tetapi
bervariasi pada tiap individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi dan hamil.
Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukutan 5x3x2 cm
Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya kira2 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah.
VaskularisasiKelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga arteri tiroidea ima dari a. brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya banyak dan cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar, baik ipsilateral maupun kontralateral.a. tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai permukaan anterior kelenjar dan cabang posterior mensuplai permukaan lateral dan medial. a. tiroid inferior mensupali basis kelenjar dan bercabang ke superior (ascenden) dan inferior yang mensuplai permukaan inferior dan posterior kelenjar.
Sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Sistem Limfatik
Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan menjalar sampai nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus pretracheal serta paratracheal. Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus brachiocephal yang terhubung dengan tymus pada mediastinum superior.
InnervasiKelenjar tiroid diinnervasi oleh superior, middle, dan inferior cervical symphathetic ganglia.
b. Bagaimana fisiologi dari kelenjar tiroid?Proses pembentukan hormon tiroid adalah:(1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah;(2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid;(3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase.
(4) Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat.(5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi diiodotirosin)(6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997)
Fisiologi kelenjar tiroid
c. Bagaimana fisiologi dari hormone tiroid?
d. Apa dampak gejala hipertiroid terhadap janin?PalpitasiPada janin : - Jika masih dalam batas wajar tidak berpengaruh pada janin.
- Jika melebihi normal, terjadi menerus akan menyebabkan gangguan supply darah dan O2 pada fetus.
Banyak berkeringat
Pada janin : Kalau ibu dehidrasi, fetus akan mengalami hemodilusi yang membuat sirkulasi darah serta supply O2 ke plasenta terganggu.
KelelahanPada janin : Kurang nutrisi yang mengalir lewat plasenta, jadi berat bayi saat lahir
rendah dan perkembangan otak terhambat.
Lemas dan gugupPada janin : Hampir sama dengan palpitasi, mengganggu sirkulasi darah.e. Apa hubungan terjadinya kehamilan dengan terjadinya hipertiroid?
Peningkatan aktivitas kelenjar tiroid terlihat dari peningkatan uptake radioiodine oleh kelenjar tiroid selama kehamilan. Mulai trimester II kehamilan, kadar total triioditironin dan tiroksin serum (T3 dan T4) meningkat dengan tajam. Peningkatan sekresi tiroksin tersebut dihubungkan dengan meningkatnya degradasi plasenta.
0-10 minggu masa kehamilan, kelenjar tiroid belum berkembang 10-12 minggu masa kehamilan, kelenjar tiroid mulai berkembang dan
fungsional tapi masih bergantung pada ibu Minggu selanjutnya, kelenjar tiroid telah fungsional sepenuhnya tanpa
bergantung pada ibu
Pada awal kehamilan terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerular sehingga terjadi peningkatan bersih iodida dari plasma. Keadaan ini akan menimbulkan penurunan konsentrasi plasma iodida dan memerlukan penambahan kebutuhan iodida dari makanan. Pada wanita dengan kecukupan iodida, keadaan ini hanya akan menimbulkan sedikit pengaruh terhadap fungsi tiroid karena penyimpanan iodida intratiroidal mencukupi sejak mula konsepsi dan tidak berubah selama kehamilan. Juga terjadi peningkatan kebutuhan iodine untuk keperluan sintesa iodothyronine janin melalui plasenta. Proses sintesa ini mulai berfungsi secara progresif setelah trimester pertama.
Timbulnya struma tergantung pada kemampuan tiroid mengadakan kompensasi yang pada gilirannya juga tergantung pada kadar iodium plasma. Salah satu upaya agar kadar iodium tidak terlalu rendahiaalah dengan konsumsi yang cukup mengandung iodium. Kedua, BMR (basal metabolic rate). Dahulu sebelum kadar hormone tiroid dapat di ukur, fungsi tiroid selalu ipantau dengan BMR. Pada kehamilan BMR meningkat, mulai jelas pada bulan ke-4 yang terusmeningkat sampai ke bulan 8. Kenaikan ini sampai 70-80% karena konsumsi oksigen oleh uterus dan isinya.
5. a. DD
Graves disease Diffuse toxic goiter
Toxic Multinodular Goiter (TNG)
Thyroid Papillary
Carsinoma
Palpitation + + - -Nervous + - - -Anxious + - - -
Sweating + + - -Fatigue + + + -Tremor + + + -
Tachycardia + + + -Goiter (Thyroid enlargement)
+ + + +
Exophthalmus + + - -Heat
intolerance+ + + -
b. Bagaimana cara mendiagnosis?
Anamnesis
Tanda-tanda vital (suhu, nadi, laju pernafasan, tekanan darah)
Pemeriksaan fisik (adanya pembesaran kelenjar tiroid yang difuse)
Untuk menilai fungsi tiroid dilakukan pemeriksaan:
1. TSH serum (biasanya menurun)
2. T3, T4 (biasanya meningkat)
Tes tambahan:
1. test darah hormone tiroid
2. X-ray scan – untuk mendeteksi adanya tumor
3. CT scan – untuk mendeteksi danya tumor
4. MRI scan – untuk mendeteksi adanya tumor
Kecepatan metabolisme basal biasanya meningkat sampai + 30 hingga + 60 pada
hipertiroidisme yang berat
Konsentrasi TSH di dalam plasma diukur dengan radioimunologik. Pada tipe
tirotoksis yang biasa, sekresi TSH oleh hipofisis anterior sangat ditekan secra
mnyeluruh oleh sejumlah tiroksin dan triiodotironin yang sedang bersikulasi
sehingga hampir tidak ditemukanTSH dalam plasma
Konsentrasi TSI diukur dengan radioiumunologik. TSI normalnya tinggi pada tipe
tirotoksikosis yang biasa tetapi rendah pada adenoma tiroid.
c. WDGrave’s disease.
Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang ditimbulkan oleh adanya reaksi beberapa autoantibodi terhadap reseptor TSH dan merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
e. EtiologiPenyakit ini merupakan penyakit autoimun yang ditimbulkan oleh adanya reaksi
beberapa autoantibody terhadap reseptor tirotropin (TSH). Autoantibodi tersebut dapat disebabkan oleh:
Autoantibodi terhadap reseptor TSH atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI)
Thyroid-growth-stimulating immunoglobulin (TGI) TSH-binding inhibitor immunoglobulin (TBII)
Penyakit Graves autoimun dalam etiologi, dan mekanisme kekebalan yang terlibat mungkin menjadi salah satu dari berikut ini:
Ekspresi antigen virus (self-antigen) atau yang sebelumnya merupakan antigen tersembunyi
Kekhasan Perpaduan antara antigen sel yang berbeda dengan agen infeksius atau superantigen
Perubahan dari sel T repertoar, antibodi menjadi patogenik idiotypic antibodi
Ekspresi baru dari antigen HLA kelas II pada sel-sel epitel tiroid (misalnya, antigen HLA-DR)
Para proses autoimun penyakit Graves dipengaruhi oleh kombinasi faktor-faktor lingkungan dan genetik.
Beberapa penyakit tiroid autoimun gen kerentanan telah diidentifikasi: CD40, CTLA-4, thyroglobulin, reseptor TSH, dan PTPN22. Beberapa dari gen kerentanan ini “khusus” untuk penyakit Graves atau tiroiditis Hashimoto, sementara yang lain kerentanan “berunding” terhadap kedua kondisi tersebut. HLA - DRB1 dan HLA-DQB1 nampaknya juga berhubungan dengan penyakit Graves kerentanan. Faktor genetik berkontribusi sekitar 20-30% dari keseluruhan kerentanan penyakit.
Limfosit T sitotoksik terkait molekul-4 (CTLA4) adalah autoantibody tiroid utama kerentanan gen, dan itu adalah regulator negatif dari T-sel aktivasi dan dapat memainkan peranan penting dalam patogenesis penyakit Graves. Alel G dari exon1 49 A / G single nucleotide polymorphism (SNP) dari gen CTLA4 berpengaruh lebih tinggi pada produksi TPOAb dan TgAb pada pasien yang baru didiagnosa menderita penyakit Graves. SNP dari gen
CTLA4 juga dapat memprediksi kambuh penyakit Graves setelah penghentian pengobatan thionamide.
Ada sebuah asosiasi C / T SNP dalam urutan Kozak dengan penyakit Graves CD40.
Asosiasi SNPs di PTPN22 penyakit autoimun bervariasi antar individu atau sebagai bagian dari haplotype, dan mekanisme yang menganugerahkan PTPN22 kerentanan terhadap penyakit Graves mungkin berbeda dari penyakit autoimun lain.
Alel intron 7 dari reseptor Thyrotropin gen (TSHR) juga telah terbukti memberikan kontribusi bagi kerentanan terhadap penyakit Graves.
Faktor-faktor lingkungan yang terkait dengan kerentanan sebagian besar terbukti. Faktor-faktor lain termasuk infeksi, asupan iodida, stres, jenis kelamin perempuan, steroid, dan racun. Merokok telah terlibat dalam Graves ophthalmopathy memburuk.
Penyakit Graves telah dikaitkan dengan berbagai agen infeksi seperti Yersinia enterocolitica dan Borrelia burgdorferi. Homologi telah ditunjukkan antara protein organisme ini dan tiroid autoantigens.
Stres dapat menjadi faktor tiroid autoimun. Stres akut yang diinduksi imunosupresi mungkin akan diikuti oleh hiperaktivitas sistem kekebalan tubuh, yang dapat mempercepat penyakit tiroid autoimun.
- Hal ini mungkin terjadi selama periode pasca-melahirkan, di mana penyakit Graves dapat terjadi 3-9 bulan setelah melahirkan.
- Estrogen dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, terutama sel B-repertoar.
- Fungsi T-sel dan B sel berkurang selama kehamilan, dan kepulihan dari imunosupresi ini adalah memberikan kontribusi pemikiran untuk pengembangan sindrom tiroid pasca-melahirkan.
- Bukti eksperimental menunjukkan bahwa proteksi androgen dan estrogen meningkatkan thyroglobulin tiroiditis setelah imunisasi. Hasil percobaan memberikan bukti bagi pengaruh besar steroid seks pada perkembangan penyakit Graves.
Interferon beta-1b dan interleukin-4, ketika digunakan terapi, dapat menyebabkan penyakit Graves.
Trauma pada tiroid juga telah dilaporkan berhubungan dengan penyakit Graves. Ini mungkin termasuk pembedahan kelenjar tiroid, injeksi etanol perkutan, dan infark dari adenoma tiroid.
f. EpidemiologiPenyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya.
Ras Dalam kulit putih, penyakit tiroid autoimun, berdasarkan analisis linkage,
dihubungkan dengan lokus berikut: AITD1, CTLA4, GD1, GD2, GD3, HT1, dan HT2. Lokus yang berbeda telah dilaporkan dapat dihubungkan dengan penyakit tiroid autoimun orang dari ras-ras lain.
Kerentanan dipengaruhi oleh gen dalam Leukocyte manusia antigen (HLA) wilayah pada kromosom 6 dan di band CTLA4 pada 2q33. Association with specific HLA haplotypes has been observed and is found to vary with ethnicity. Asosiasi dengan haplotypes HLA tertentu telah diamati dan ditemukan bervariasi dengan etnisitas.
Seks Seperti kebanyakan penyakit autoimun, kerentanan meningkat pada wanita.
Hipertiroidisme karena penyakit Graves memiliki rasio perempuan ke rasio laki-laki sebesar 7-8:1.
Rasio untuk pretibial myxedema adalah 3.5:1 untuk perempuan. Hanya 7% dari pasien dengan myxedema lokal memiliki acropachy tiroid.
Tidak seperti manifestasi lain dari penyakit Graves, perempuan-pria untuk tiroid rasio acropachy adalah 1:1.
Usia
Biasanya, penyakit Graves adalah penyakit wanita muda, tetapi mungkin terjadi pada orang-orang dari segala usia.
Yang khas adalah rentang usia 20-40 tahun.
Kebanyakan wanita yang terkena berusia 30-60 tahun.
g. Patofisiologi
Penyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada wanita dari pada pria. Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, serta disertai dermopati, meskipun jarang.
Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang belum diketahui secara pasti meningkatnya risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.
Gambar 1 : Patogenesis Penyakit Graves
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.
h. Manifestasi klinis
Banyak keringat Tak tahan panas Sering buang air besar, kadang diare Jari tangan gemetar (tremor) Nervous, tegang, gelisah, cemas, mudah tersinggung Jantung berdebar cepat Denyut nadi cepat, seringkali sampai lebih dari 100 kali per menit Berat badan turun, meskipun makan banyak Cepat lelah. Otot lemas, terutama lengan atas dan paha Rambut rontok Kulit halus dan tipis Pikiran sukar berkonsentrasi Haid menjadi tidak teratur Kehamilan sering berakhir dengan keguguran Bola mata menonjol, dapat disertai dengan penglihatan ganda (double vision) Denyut nadi tidak teratur (atrial fibrillation), terutama pada usia di atas 60 tahun Berbagai tingkat diare
i. Penatalaksanaan
Dalam penanganan hipertiroidisme selama kehamilan, harus diingat bhwa ada dua
pasien yang ditangani yaitu ibu dan janinnya. Pengobatan harus memerhatikan
keduanya. Jangan sampai pengobatan membahayakan janin.
1. OAT
- Propythiouracil ( lebih sering digunakan dibandingkan Methimazole
karena memiliki ikatan yang lebih besar dengan protein)
- Methimazoleotal
Dengan dosis serendah mungkin untuk mempertahankan serum FT4 atau
T4 total sama dengan 1,5x nilai kisaran wanita tak hamil normal.
2. ß adrenergic blocade
Seperti propanolol. Namun penggunaan yang terus menerus dapat
mengakibatkan keterbelakangan pertumbuhan janin.
Iodide
Bisa menyebabkan goiter. Untuk itu tidak dipertimbangkan sebagai terapi
primer.
1. Iodin radioaktif
Juga tidak dipertimbangkan sebagai terapi primer.
2. Operasi
Karena memiliki risiko buruk terhadap kehamilan dan janin operasi tidak
dianggap sebagai terapi lini pertama. Tapi bisa dipertimbangkan demi
kesehatan ibu dengan indikasi ketidakmungkinan meneruskan pemberian
OAT karena menyebabkan gejala disfagia, obstruksi daluran nafas atau
menunjukkan reaksi berat terhadap terapi obat. Dapat dilakukan pada
trimester kedua.
j. Komplikasi
Badai tiroid
Congenital abnormalities
Neonatus grave’s disease
Neunatus tachycardia
Tidak diobati, birth defects
Mata kekeringan → infeksi kornea sekunder → kebutaan
k. Prognosis
Pada banyak pasien, oftalmopati bisa sembuh sendiri dan tidak memerlukan
pengobatan selanjutnya. Tetapi pada kasus yang berat hingga ada bahaya
kehilangan penglihatan, perlu diberikan pengobatan glukokortikoid disis tinggi
disertai tindakan dekompresi orbita untuk menyelamatkan mata tersebut.
Pasien yang menjalani RAI 40-70% mengalami hipotiroidisme dalam 10 tahun
mendatang. Hipertiroidisme bisa menjadi hipotiroidisme bila tidak dipantau kadar
hormone tiroid pada ibu, obat-obat antitiroid bisa melewati plasenta dan
menyebabkan gangguan pembentukan hormone tiroid pada janin, janin bisa
menjadi hipotiroidisme sampai kretinisme.
l. KDU
Tingkat Kemampuan 3a
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
IV. HipotesisA 32 weeks pregnant woman, 22 years old, G1P0A0 suffered from hypertiroid.
V. Kerangka Konsep
Hormonal :↑ aktivitas kelenjar tiroid
Perubahan saat Kehamilan
Sekresi T3 dan t4 >>
Hipertiroidisme (Graves)
Hormonal : ↑ seksresi hcG, jumlah TBG↑
Lain-lain
Hiperplasia kelenjar tiroid (Pembengkakakn)
Metabolisme >> ( BMR ↑ 60%- 90%)
TSI ( imunoglobulin mirip TSH), Imunoglobulin
Rangsang saraf simpatis >>
Produk met >> (kalor)
Keringat berlebih
Fatigue
Anxious nervous
Takikardi, Palpitasi
Tremor
eksoftalmus
Kelelahan Otot
Aliran darah dan CO ↑
Katabolisme protein >>
Vasodilatasi perifer
Kelenjar keringat :Sekresi keringat >>
Sensitifitas adrenergik >>
Infiltrasi limfosit ke daerah retroorbita
Pengaturan tonus otot
VI. LI1. Hipertiroid2. Kelenjar tiroid3. Hormon tiroid4. Grave disease5. Farmakologi obat tiroid6. Embriologi pada 32 minggu