Skenario B Laki-laki, 25 tahun, dibawa oleh tukang ojeg ke RSUD dengan luka di kepala sebelah kanan dan tidak dapat menggerakkan lengan kanannya. 1 jam sebelum masuk RS, pada saat mengendarai sepeda motor , tanpa helm, penderita ditabrak mobil dari sisi kanan. Pada saat kejadian penderita tidak sadar selama 5 menit, tetapi saat perjalanan ke RS penderita sadar kembali. Pada saat tiba di RS penderita muntah-muntah dan mengeluh nyeri kepala yang hebat, keluar darah dari hidung sebelah kanan. Penderita kemudian dirawat di RSUD. Setelah 4 jam masuk RS, penderita mulai gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri kembali. Pada saat pemeriksaan pertama didapatkan: • Pasien sadar • Tanda Vital: • Respirasi 24 x/menit • Nadi 98 x/menit • TD 130/90 mmHg • GCS 15 Data tambahan: Kepala • Luka terbuka ukuran 4x9 cm, tepi luka tidak rata pada pelipis kanan dengan dasar tulang. • Terdapat hematom pada rim orbita mata sebelah kanan • Deformitas pada hidung disertai perdarahan dari hidung sebelah kanan Antebrachii • Inspeksi: deformitas (+), udem (+), hematoma (+) • Palpasi: krepitasi (+), nyeri tekan (+) • Range Of Motion (ROM): pergerakan pasif dan aktif terhambat 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Skenario B
Laki-laki, 25 tahun, dibawa oleh tukang ojeg ke RSUD dengan luka di kepala sebelah kanan dan
tidak dapat menggerakkan lengan kanannya.
1 jam sebelum masuk RS, pada saat mengendarai sepeda motor , tanpa helm, penderita ditabrak
mobil dari sisi kanan. Pada saat kejadian penderita tidak sadar selama 5 menit, tetapi saat perjalanan ke
RS penderita sadar kembali.
Pada saat tiba di RS penderita muntah-muntah dan mengeluh nyeri kepala yang hebat, keluar
darah dari hidung sebelah kanan. Penderita kemudian dirawat di RSUD. Setelah 4 jam masuk RS,
penderita mulai gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri kembali.
Pada saat pemeriksaan pertama didapatkan:
• Pasien sadar
• Tanda Vital:
• Respirasi 24 x/menit
• Nadi 98 x/menit
• TD 130/90 mmHg
• GCS 15
Data tambahan:
Kepala
• Luka terbuka ukuran 4x9 cm, tepi luka tidak rata pada pelipis kanan dengan dasar tulang.
• Terdapat hematom pada rim orbita mata sebelah kanan
• Deformitas pada hidung disertai perdarahan dari hidung sebelah kanan
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum
nasi dibagian tengahnya. Kavum nasi bagian anterior disebut nares anterior dan bagian posterior disebut
nares posterior ( koana ) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring
a. Vestibulum
Terletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut panjang yang disebut vibrisae
b. Septum nasi
Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.Bagian tulang terdiri dari :
- lamina perpendikularis os etmoid
- vomer
- krista nasalis os maksila
- krista nasalis os palatina
Bagian tulang rawan terdiri dari :
- kartilago septum ( lamina kuadrangularis )
- kolumela
c. Kavum nasi
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horisontal os palatum.
Atap hidung
Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os
etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar ataphidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui
filamen-filamen n. olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju
bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior. 8,9
Dinding lateral
8
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka
superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial
Konka
Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka
inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media dan konka superior, sedangkan yang terkecil
disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan
suprema merupakan bagian dari labirin etmoid
Meatus nasi
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus
inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada
meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan
dinding lateral rongga hidung. Disini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid
anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat
muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid
Pendarahan Hidung
Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari 3 sumber utama:
1. a. etmoidalis anterior, yang mendarahi septum bagian superior anterior dan dinding lateral hidung.
2. a. etmoidalis posterior ( cabang dari a. oftalmika ), mendarahi septum bagian superior posterior.
3. a. sfenopalatina, terbagi menjadi a. nasales posterolateral yang menuju ke dinding lateral hidung dan a.
septi posterior yang menyebar pada septum nasi.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, diantaranya ialah
ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.
sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan
hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat
anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatina
mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach ( Little’s area ) yang letaknya superfisial dan mudah cedera oleh
trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan
berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena
oftalmika superior yang berhubungan dengan sinus kavernosus.
4. Olfaktorius ( penciuman )
9
Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian
berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius didaerah sepertiga atas hidung
Biomekanik Trauma yang berhubungan dengan kendaraan roda dua
Trauma pada pengendara motor maupun penumpangnya dapat mengalami kompresi, aselerasi atau
deselerasi dan trauma tipe robekan (shears) karena pengendara tidak dilindungi oleh perlengkapan
pengaman sebagaimana halnya pengendara mobil. Mereka hanya dilindungi oleh pakaian dan
perlengkapan pengaman yang dipakai langsung pada badannya, helm, sepatu, atau pakaian pelindung.
Hanya helm yang memiliki kemampuan untuk meredistribusi transmisi energi dan mengurangi intensitas
benturan, inipun sangat terbatas. Jelas bahwa semakin sedikit alat pelindung semakin besar resiko
terjadinya trauma benturan, inipun sangat terbatas.
Mekanisme trauma yang mungkin terjadi dalam tabrakan motor atau sepeda meliputi benturan
frontal, lateral, terlempar,dan “laying the bike down”. Disamping itu, pengendara mungkin mengalami
trauma karena terjatuh dari sepeda atau motor atau terperangkap oleh komponen-komponen mekanik.
1. Benturan frontal – ejeksi (terlempar)
Sumbu kendaran terutama ialah sumbu depan dan titik berat kendaraan adalah di atas titik
ini dekat dengan kursi.
Bila roda depan bertabrakan dengan suatu obyek dan berhenti makan kendaraan akan
berputar ke depan dengan momentum mengarah ke sumbu depan. Momentum ke depan
akan tetap, sampai pengendara dan kendaraannya dihentikan oleh tanah atau benda lain.
Pada saat gerakan ke depan ini kepala, dada atau perut pengendara mungkin membentur
stang kemudi. Bila pengendara terlempar ke atas melewati stang kemudi, maka tungkainya
dapat terbentur dengan stang kemudi, dan dapat terjadi fraktur femur bilateral.
2. Benturan Lateral/Ejeksi
Pada benturan sampaing, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau tertutup tungkai
bawah. Crush injury pada tungkai bawah sering dijumpai.
Kalau pengendara sepeda/motor ditabrak oleh kendaraan bergerak, maka pengendara akan
rawan untuk mengalami tipe trauma yang sama dengan pemakain mobil yang mengalami
tabrakan samping. Pengendara menerima energi benturan secara penuh.
Sebagaimana halnya dalam benturan frontal, trauma tabrakan yang dialami selama
benturan sekunder yaitu benturan dengan tanah atau obyek-obyek statis lainnya.
3. “Laying the bike down”
10
Untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan obyek yang akan ditabraknya,
pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraannya ke samping, membiarkan
kendaraannya bergeser, dan ia sendiri bergeser dibelakangnya. Strategi ini dimaksudkan
untuk memperlambat pengendara dan memisahkan pengendara dari sepeda/motor.
Bila jatuh dengan cara ini akan terjadi trauma jaringan lunak yang parah.
Penggunaan Helm
Helm di desain untuk mengurangi kekuatan yang mengenai kepala dengan cara mengubah energi
kinetik benturan melalui kerja deformasi dari bantalannya dan diikuti dengan mendistribusikan
(menyebarkan) kekuatan yang menimpa tersebut melalui area yang seluas-luasnya. Secara nyata helm
mampu mengurangi energi transfer dengan cara translasi. Secara umum dianggap bahwa yang sangat
sering menyebabkan trauma otak adalah aselerasi angular atau rotasional. Helm akan mengurangi gaya
rotasional pada benturan.
Pada kasus :
Pasien mengendarai sepeda motor tanpa helm ditabrak mobil dari sisi kanan Pengendara sepeda motor
tidak memiliki struktur kompartemen yang dapat mengurangi pemindahan energi kinetik benturan, selain
itu pengendara tidak menggunakan helm sehingga tidak dapat juga mengurangi kekuatan yang mengenai
kepala dengan cara mengubah energi kinetik benturan melalui kerja deformasi dari bantalan helm dan
mendistribusikan kekuatan tersebut pengendara menerima energi benturan secara penuh
pengendara akan terlempar membentur objek tertentu, misalnya aspal trauma pada kepala, hidung,
dan lengan.
Mekanisme Pasien tidak sadar sesaat setelah kejadiaan selama 5 menit sadar setelah 4 jam di
rumah sakit pasien gelisah dan tidak sadar kembali.
Keadaan ini disebut : Lucid interval (mula-mula tidak sadar lalu sadar dan kemudian tidak sadar.
Pasien mengalami kecelakaan tanpa helm trauma tumpul langsung ke kepala fraktur tulang
tengkorak temporal atau temporoparietal (luka pada pelipis kanan yang tidak rata dengan dasar tulang
kranium) merusak pembuluh darah disekitar tulang kranium gangguan perfusi oksigen ke jaringan-
jaringan diotak pasien tidak sadar sesaat setelah kejadian.
Fraktur tulang tengkorak temporal atau temporoparietal (luka pada pelipis kanan yang tidak rata dengan
dasar tulang kranium) merobek arteri meningea media akumulasi darah diruangan antara durameter
dengan permukaan dalam dari kranium hematom epidural kompensasi berupa bergesernya CSF dan
darah vena keluar dari ruang intrakranial dengan volume yang sama sehingga TIK akan tetap normal
pasien kembali sadar.
11
Namun jika massa berupa hematom semakin membesar menimbulkan desakan durameter yang akan
menjauhkan duramater dari tulang tengkorak Perluasan hematom ini akan menekan lobus temporal ke
dalam dan kebawah Tekanan ini menyebabkan isi otak mengalami herniasi mengakibatkan
penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti penekanan pada medulla oblongata hilangnya
kesadaran.
Pada bagian ini juga terdapat nervus okulomotor yang mana penekanan pada saraf ini meyebabkan
dilatasi pupil dan ptosis. Perluasan atau membesarnya hematom akan mengakibatkan seluruh isi otak
terdorong ke arah yang berlawanan yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial
(TIK) sehingga terjadi penekanan saraf-saraf yang ada diotak.
PERTOLONGAN PERTAMA PENDERITA CEDERA PRA RUMAH SAKIT
Tindakan :
1. AIR WAY (Menjaga kelancaran jalan nafas)
Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga pengamatan look, listen and feel. Look berarti melihat
adanya gerakan pengembangan dada dan listen adalah mendengarkan suara pernafasan. Seringkali
suara mengorok dan bunyi gurgling (bunyi cairan) menandakan adanya hambatan jalan nafas.
Sedangkan feel adalah merasakan adanya hembusan udara saat klien melakukan ekspirasi yang
bisa kita rasakan pasa pipi maupun punggung tangan penolong. Jikas ketiga tanda ini dapat kita
temukan artinya pernafasan klien masih ada.
Untuk memperlancar jalan nafas, lakukan upaya dengan dua metode yaitu Haed till dan Chin lift,
yaitu tindakan mendorong kepala agak kebelakang dan menganggakt dagu ke atas. Dengfan
manuver ini maka jalan nafas akan terbuka sehingga aliran udara bisa lancar sampai di paru. Bila
korban dicurigai adanya trauma cervical yang biasanya ditandai dari adanya jejas pada dada, leher,
dan muka/wajah, maka dua manuver tadi harus dihindari agar tidak menambah cedera leher yang
terjadi tetapi lakukan Jaw Thrust Manoever
2. BREATHING (Menjaga/membantu bernafas)
Perubahan pernafasan dapat kita lihat dari pengamatan frekwensi pernafasan normalnya pada
orang dewasa frekwensi pernafasan per menit adalah 12 – 20 kali permenit sedangkan anak 15 –
30 kali per menit. Sehingga pada orang dewasa dikatakan abnormal bila pernafasan lebih dari 30
atau kurang dari 10 setiap menit. Pada pasien yang didapati mengalami henti nafas, maka tindakan
yang dilakukan adalah melakukan pernafasan buatan. Tindakan ini dapat dilakukan melalui mouth
12
to mouth. Tindakan pemberian fasas buatan secara langsung dari mulut ke mulut sudah tidak
dianjurkan karena beresio terjadinya infeksi atau penularan penyakit, karena itu penolong harus
menggunakan barrier device (alat poerantara).
3. CIRCULATIONS (Memertahankan sirkuilasi dan kontrol perdarahan).
Tanda-tanda adanya kehilangan cairan (darah) dapat di ketahui dari pemeriksaan sederhana seperti
nadi, tekanan darah dan respirasi. Pada perdarahan ringan kurang dari 750 ml biasanya ditemukan
tekanan darah masih normal dan nadi lebih dari 100 kali per menit dan pernafasan meningkat 20 –
30 kali per menit. Pada perdarahan sedang dan berat Tekanan darah akan menurun disertai
peningkatan nadi dan respirasi lebih dari perdarahan ringan.
Perdarahan dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka. Dengan bebet tekan
ini diharapkan pembuluh darah yang rusak akan dapat di tutup sehingga perdarahan akan dapat di
kurangi. Penggunanna teknik ikatan (torniquet) tidak dianjurkan karena tindakan ini beresiko
mengakibatkan terhentinya vaskularisasi ke ujung ekstremitas yang dapat mengakibatkan
kematian jaringan.
4. EVAKUASI DAN STABILISASI (pemindahan dan mempertahankan posisi)
Beberapa hal yang harus diperhatikan oelh penolong saat melakukan pemindahan adalah :
a. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita, jika tidak mampu jangan paksakan
b. Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki sebelahnya.
c. Berjongkok jangan membungkuk saat mengangkat.
d. Tubuh sedekat mungkin dengan beban yang harus diangkat.
Pada pasien dengan trauma cervikal dan tulang belakang pemindahan penderita harus dilakukan
dengan hati hati dan tidak dapat dilakukan sendirian. Tiga penolong dengan masing-masing
menyangga bagian atas tengah dan bawah akan mengurangi kemungkinan cedera menjadi lebih
parah. Dalam memiringkan juga perlu dilakukan secara bersama yang disebut dengan teknik log
roll. Untuk menghindari cedera sekunder gunakan bidai, long spine board dan neck colar untuk
mensabilkan posisi penderita.
5. TRANSPOTRASI. (pengangkutan menuju Rumah Sakit)
Pemilihan sarana transportasi yang salah juga bisa menimbulkan cedera yang lebih parah pada
pasien. Idealnya transportasi pasien cedera kepala adalah menggunakan ambulan dengan peralatan
trauma. Pilih mobil yang bisa membawa pasien dengan tidur terlentang tanpa memanipulasi
pergerakan tulang belakang, penolong leluasa bergerak untuk memberikan pertolongan bila
selama perjalanan terjadi sesuatu.
13
Interpretasi dari pemeriksaan Vital Sign & Pemeriksaan Tambahan :
Hasil pemeriksaan Interpretasi Nilai normalKU : sadar Kompos mentis Kompos mentisRR 24 x permenit Normal 18-24 x permenitNadi 98 x permenit Normal 60-100 x permenitTekanan Darah 130/90 mmHg
Normal 120/90 mmHg
GCS 15 Cidera otak ringan GCS = 15 ( E 4, M 6, V 5 )
Kepala Luka terbuka
ukuran 4x9 cm Tepi tidak rata,
dengan dasar tulang pada pelipis kanan
Deformitas pada hidung & perdarahan hidung sebelah kanan
Hematom di rima orbita mata kanan
Luka robek cukup besar
Trauma tumpul yang cukup kuat→curiga fraktur cranium dibagian temporal
Fraktur tulang nasal & Epistaksis hidung sebelah kanan akibat pecahnya pembuluh darah pada nasal
Akumulasi darah di jaringan ikat longgar disekitar mata