Skenario B Blok 14 Tahun 2013 Tn.A, 67 tahun dibawa ke ruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena koma sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari mengonsumsi glibenklamid 5 mg setiap hari. Menurut keluarganya, sebelum koma, pasien merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan merasa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi Pemeriksaan fisik: Kesadaran: koma, TD 90/40 mg, nadi 120 x/menit, suhu 36 0 C Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl Jelaskan mengenai kasus ini secara rinci! I. Klarifikasi istilah Koma : Keadaan tidak sadarkan diri yang amat sangat dimana penderita tidak dapat dibangunkan bahkan dengan rangsangan yang kuat. DM : Suatu sindrom dengan terganggunya metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. 1 | Page
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Skenario B Blok 14 Tahun 2013
Tn.A, 67 tahun dibawa ke ruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena koma
sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap
hari mengonsumsi glibenklamid 5 mg setiap hari. Menurut keluarganya, sebelum
koma, pasien merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan merasa cemas,
setelah minum obat sebelum makan pagi
Pemeriksaan fisik:
Kesadaran: koma, TD 90/40 mg, nadi 120 x/menit, suhu 360C
Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik
Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl
Jelaskan mengenai kasus ini secara rinci!
I. Klarifikasi istilah
Koma : Keadaan tidak sadarkan diri yang amat sangat dimana penderita
tidak dapat dibangunkan bahkan dengan rangsangan yang kuat.
DM : Suatu sindrom dengan terganggunya metabolism karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin.
Glibenklamid : Obat golongan sulfonylurea golongan ke-2 yang digunakan untuk
mengobati DM tipe 2.
GDS : Hasil pengukuran gula darah yang dilakukan tanpa perlakuan
khusus.
Glukometer : Alat yang digunakan untuk menentukan proporsi glukosa dalam
urin
Palpitasi : Perasaan berdebar-debar yang bersifat subjektif
1 | P a g e
II.Identifikasi Masalah
1. Tn.A, 67 tahun koma sejak 3 jam yang lalu
2. Tn. A mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan mengonsumsi
glibenklamid 5 mg setiap hari
3. Sebelum koma, Tn.A merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan
merasa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi
4. Hasil pemeriksaan fisik:
Kesadaran: koma, TD 90/40 mg, nadi 120 x/menit, suhu 360C
Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik
Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl
III.Analisis Masalah
1. a. Apa saja tingkat-tingkat kesadaran?
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
(hiperthermiahipothermia, cicatric shock, anaphylaxis, infeksi sistemik yang berat)
Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat menjadi SEMENITE :
a. Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)
b. Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll
c. Metabolik – akibat gangguan metabolic yang menekan/mengganggu
kinerja otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum,
dsb).
- Reaksi hipoglikemi : Reaksi hipoglikemi adalah gejala yang timbul
akibat tubuh kekurangan glukosa yang harus ditanngani dengan
segera. Gejala tersebut ditandai dengan dengan tanda- tanda seperti
rasa lapar, gementar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Dalam
keadaan hipoglikemi ini, bila penderita masih sadar, harus segera
4 | P a g e
diberi roti atau pisang karena jika tidak segera diobati,penderita akan
tidak sadarkan diri. Keadaan ini terjadi disebabkan oleh kekurangan
glukosa dalam darah dan koma ini disebut koma hipoglikemik.
- Koma diabetes : Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma
diabetes ini muncul karena kadar gula dalam darah yang terlalu tinggi
dan biasanya melebihi 600 mg/dL.
d. Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium).
e. Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan
penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat
(papiledema, bradikardi, muntah).
f. Intoksikasi – keracunan.
g. Trauma – kecelakaan.
h. Epilepsi.
c. Bagaimana mekanisme koma sesuai dengan skenario?
Gangguan suplai glukosa akan mengakibatkan gangguan fungsi otak
(neuroglikopenia), dan bila berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan
syaraf otak yang irreversibel dan kematian. Pada orang dewasa sehat dengan BB
70 kg, kebutuhan glukosa otak diperkirakan sebanyak 1 mg/kg/menit) atau
sebanyak 100 g/hari. Ambilan glukosa otak difasilitasi oleh 2 transporter glukosa
yaitu GLUT 1 dan GLUT3 yang tidak tergantung dengan insulin. Dalam keadaan
hipoglikemia, sistem transportasi glukosa ini mengalami gangguan. Sedangkan
pada hipoglikemia kronik akan terjadi up regulasi transporter glukosa, suatu
fenomena penting yang berperan dalam terjadinya hypoglycemia unawareness.
Dalam keadaan puasa, otak dapat menggunakan benda2 keton (β-hydroksi-
butirat dan aseto asetat) sebagai sumber energi alternatif. Ambilan benda2 keton
oleh otak proporsional dengan kadarnya didalam darah. Oksidasi benda2 keton
dapat menjadi sumber energi hanya bila kadarnya didalam sirkulasi mengalami
peningkatan, seperti terjadi dalam keadaan puasa yang lama.
5 | P a g e
Jadi bila kadar glukosa darah rendah, sedangkan kadar keton sangat tinggi, maka
otak sebagian terlindung dari efek buruk hipoglikemia. Namun bila kadar
glukosa dan keton rendah, seperti terjadi pada hipoglikemi akibat pemberian
insulin dan gangguan oksidasi asam lemak, otak akan sangat rentan terhadap
gangguan metabolik.
Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan
ganguan fungsi sistem saraf pusat (SSP), dengan gejala gangguan kognisi,
bingung (confusion) dan koma. Jaringan saraf yang memamfaatkan sumber
energi alternatif yaitu keton, dan laktat. Pada hipoglikemi yang disebabkan
insulin, konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak mencapai kadar
yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energi
alternatif. (IPDL hal: 1903)
2. a. Jelaskan macam-macam DM?
Macam-macam Diabetes Mellitus
Menurut Maulana (2009), diabetes mellitus terdiri dari dua jenis, yaitu diabetes
mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM) atau diabetes Tipe I, dan diabetes
mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau Diabetes Tipe II).
1) Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM) atau Diabetes Tipe I
Diabetes mellitus tipe 1 dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-
pulau langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes
tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini, diabetes
tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan atau pun
mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan
dan berat badan yang baik saat penyakit ini dideritanya. Selain itu, sensitivitas
maupun respon tubuh terhadap insulin umumnya
6 | P a g e
normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Saat ini, diabetes
tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang
teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah
penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa
menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan
pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olah raga). Terlepas dari pemberian injeksi
pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang
memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis
yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis dari insulin yang
dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan
insulin melalui ”inhaled powder”.
2) Diabetes Mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau Diabetes Tipe
II)
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari ”kecacatan dalam produksi
insulin” dan resistensi terhadap insulin” atau ”berkurangnya sensitifitas terhadap
insulin” (adanya defekasi respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor
insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah
berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar
insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai
cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau
mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi
insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.
Diabetes tipe kedua ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap
insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relatif. Gejala pada tipe kedua iuni terjadi secara perlahan-lahan.
Dengan pola hidup sehat, yaitu mengkonsumsi makanan bergizi seimbang dan olah
raga secara teratur biasanya penderita berangsur pulih. Penderita juga harus dapat
7 | P a g e
mempertahankan berat badan yang normal. Namun, bagi penderita stadium terakhir,
kemungkinan akan diberikan suntikan insulin.
b. Bagaimana patofisiologi DM tipe 2?
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin
lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan
sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang
kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang
kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak,
tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. DM tipe 2
disamping kadar glukosa tinggi juga kadar insulin tinggi atau normal.
Keadaan ini disebut resistensi insulin.( Suyono, 2005, hlm 3).
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan
efek utama kekurangan insulin yaitu :
o Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang
mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi
300 sampai 1200 mg per 100 ml.
o Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak
sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun
pengendapan lipid pada dinding vaskuler.
o Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Keadaan patologi tersebut akan berdampak :
(a) Hiperglikemia
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi
daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml darah, atau rentang
non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. (Corwin, 2001, hlm. 623).
8 | P a g e
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa
dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel
tubuh. Glukosa itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energi. Apabila
bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai
glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses
glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat
mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak
dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di
darah (hiperglikemia). (Long, 1996, hlm. 11).
Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin
tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut :
o Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
o Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
o Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan
glikogen berkurang, dan glukosa “hati” dicurahkan dalam darah secara
terus menerus melebihi kebutuhan.
o Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non karbohidrat)
meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam
darah hasil pemecahan asam amino dan lemak. (Long, 1996, hlm.11).
Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Karena
mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa.
Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan
darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat
mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi itulah
yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi.
Kondisi ini akan mengakibatkan penderita diabetes melitus mudah
mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. (Sujono, 2008, hlm. 76).
9 | P a g e
(b) Hiperosmolaritas
Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada
plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan
osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan
konsentrasi larutan pada zat cair. Pada penderita diabetes melitus
terjadinya hiperosmolaritas karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam
darah (yang notabene komposisi terbanyak adalah zat cair). Peningkatan
glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada
ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih
225 mg/ menit). Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan
glukosa melalui urin (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif
secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis
osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).
Akibat volume urin yang sangaat besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi
ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan
gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi
intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus.
(Corwin,2001, hlm.636).
Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan
370-380 mosmols/ dl dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah.
Kondisi ini dapat berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik
(KHHN). (Sujono, 2008, hlm. 77).
(c) Starvasi Selluler
Starvasi Selluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh
sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali
10 | P a g e
glukosa. Ada banyak bahan makanan tapi tidak bisa dibawa untuk diolah.
Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk
sel yaitu insulin.
Dampak dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi selluler
untuk tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain :
o Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi
jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan
jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme
cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa
dan energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas (keton).
Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan
rasa mudah lelah.
o Starvasi selluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme
protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan
untuk glukoneogenesis dalam hati. Hasil dari glukoneogenesis akan
dijadikan untuk proses aktivitas sel tubuh. Protein dan asam amino yang
melalui proses glukoneogenesis akan dirubah menjadi CO2 dan H2O serta
glukosa. Perubahan ini berdampak juga pada penurunan sintesis protein.
Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam amino menyebabkan
penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur
pemecah protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi
diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan dalam urine. Ekskresi
nitrogen yang banyak akan berakibat pada keseimbangan negative
nitrogen.
Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan
resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak
(sulit sembuh kalau cidera).
o Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme
lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang akan
11 | P a g e
meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses
ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel.
Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organik (keton),
sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer pH
darah menurun. Pernafasan kusmaull dirangsang untuk mengkompensasi
keadaan asidosis metabolik. Diuresis osmotik menjadi bertambah buruk
dengan adanya ketoanemis dan dari katabolisme protein yang
meningkatkan asupan protein ke ginjal sehingga tubuh banyak kehilangan
protein.
Adanya starvasi selluler akan meningkatkan mekanisme penyesuaian
tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin
makan terus (polifagi). Starvasi selluler juga akan memunculkan gejala
klinis kelemahan tubuh karena terjadi penurunan produksi energi. Dan
kerusakan berbagai organ reproduksi yang salah satunya dapat timbul
impotensi dan orggan tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan mata
(muncul rasa baal dan mata kabur). (Sujono, 2008, hlm. 79).
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan
yaitu:
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel beta pancreas
12 | P a g e
Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja
optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar.
Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel beta pancreas
mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk
mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi
hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan
euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar
glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan
hiperinsulinemia; disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak
bebas dalam darah.
Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin
relative (walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia)
mengakibatkan sel beta
pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme
glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa
dan akhirnya DM tipe 2.
13 | P a g e
Resistensi Insulin Genetik Didapat : Obesitas Kurang Aktivitas Fisik Faktor usia
Hiperinsulinemia Kompensasi
Toleransi Glukosa Normal Toleransi Glukosa Terganggu Disfungsi sel
DM Tipe 2 Produksi Glukosa Hati
Meningkat
c. Apa faktor risiko DM tipe 2?
d. Bagaimana farmakologi glibenklamid?
- Farmakokinetik
Absorpsi OHO sulfonilurea melalui usus baik sehingga dapat
diberikan per oral. Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh
cairan ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar pada protein plasma
terutama albumin (70-99%).pada protein plasma terutama albumin
(70-99%). Studi menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif
menunjukkan bahwa, glibenklamid diserap sangat baik (84 ±
9%).libenklamid diserap sangat baik (84 ± 9%). Mula kerja (onset)
glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit
setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai
setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah
14 | P a g e
pemberian kadardalam plasma hanya tinggal sekitar 5%. Masa kerja
sekitar 15 = 24 jam.
Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan
hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan satu
metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit inaktif.
Metabolit utama (M1) merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-
trans, metabolit kedua (M2) merupakan hasil hidroksilasi 3-cis,
sedangkan metabolit lainnya belum teridentifikasi. Semua metabolit
tidak ada yang diakumulasi. Hanya 25-50 % metabolit diekskresi
melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan
dikeluarkan bersama tinja. Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam,
dapat bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal.
Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah
36 jam. Glibenklamid tidak diakumulasi di dalam tubuh, walaupun
dalam pemberian berulang.
- Farmakodinamik
Mekanisme Kerja
Kerja utama sulfonylurea adalah meningkatkan rilis insulin dari
pankreas. Diduga terdapat dua mekanisme kerja tambahan-suatu
penurunan kadar glucagon serum dan suatu efek ekstrapankreatik
dengan mengadakan efek potensiasi terhadap kerja insulin pada
jaringan sasaran-tetapi kemaknaan klinisnya masih dipertanyakan.
A. Rilis Insulin dari Sel-sel B pankreas: Golongan obat ini sering
disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi
insulin dari granul sel-sel Beta Langerhans pankreas. Sulfonylurea
berikatan dengan suatu reseptor sulfonylurea yang berdaya afinitas
15 | P a g e
tinggi 140 kDa yang dihubungkan dengan suatu kanal kalium yang
sensitif ATP yang menyebabkan aliran ke dalam sel B. Dengan
mengikat satu silfonylurea berarti menghambat aliran ion kalium ke
luar melalui kanal dan menyebabkan terjadinya depolarisasi.
Sebaliknya, depolarisasi membuka kanal kalsium yang dibuka oleh
voltase dan menyebabkan aliran kalsium ke dalam dan merangsang
granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin.
Karena obat ini terusmenutup pintu kanal k+, maka obat ini tidak
akan berpengaruh terhadap feedback negative yang diterima dari
pancreas, obat ini akan terus mensekresikan insulin hingga efek dari
obat ini habis. Oleh karena itu, dosis pemakaian obat ini tidak
dianjurkan untuk pemakaian yang besar.
B. Penurunan Konsentrasi Glucagon Serum: Sekarang telah
diterapkan bahwa pemberian sulfonylurea pada diabetes tipe 2 secara
kronis dapat menurunkan kadar glucagon serum. Keadaan tersebut
dapat berperan terhadap efek hipoglikemik dari obat. Mekanisme efek
supresi sulfonylurea pada kadar glucagon tersebut tidak jelas tetapi
diduga melibatkan hambatan tidak langsung yang disebabkan oleh
peningkatan rilis baik pada insulin maupun somatostatin, yang
menghambat sekresi sel A.
Diduga ketika sulfonylurea berikatan dengan reseptor tersebut, kanal
ion menutup untuk mendepolarisasi sel, sehingga menyebabkan aliran
masuk kalsium dengan rilis glucagon. Keberadaan sel-sel B yang
bersebelahan dalam pulau-pulau yang utuh mencegah respons tersebut,
karena sulfonylurea merilis sejumlah besar insulin yang hasil akhirnya
merupakan penghambat sel-sel A.
16 | P a g e
C. Potensiasi Kerja Insulin pada Jaringa Sasaran: Penutupan kanal
kalium di jaringan selain pankreas. Berikatan dengan reseptor
sulfonilurea di kanal kalium di jaringan selain pankres, namun
afinitasnya bervariasi diantara golongan obat.
- Indikasi
DM tipe II (NIDDM), dimana kadar gula darah tidak dapat dikendalikan secara adekuat dengan cara diet, latihan fisik, dan penurunan berat badan saja
- Kontraindikasi a. Pada penderita non-diabetik dengan glikosuria ginjal.b. Pada penderita diabetik ketoasidosis.c. Diabetes meliitus dengan komplikasi (demam,trauma,gangren)d. Wanita hamil,hipersensitif,penderita penyakit hati dan ginjal yang parah.e. Diabetes meliitus tergantung insulin (type I atau juvenil onset diabetes)f. Gangguan fungsi adrenocorticoid yang seriusg. Pasien usia lanjut >65 tahun
- Dosis dan cara pemakaian Glibenklamid=Golongan Sulfonilurea generasi kedua (insulin
sekretorik)
Sediaan: 5 mg
Dosis: awal 2,5-5 mg perhari, Start pada 1.25 mg untuk pasien yang
rentan terhadap hipoglikemik, ditingkatkan perlahan tidak lebih dari
· Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik
61 | P a g e
· Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma sulfonilurea
· Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea
· Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek
hipoglikemia
· Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif terhadap
OHO
· Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi
gejala peringatan, misalnya tremor
· Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik
. Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonylurea
OBAT ANTI DIABETIK (OAD)
— Insulin
— Antidiabetik Oral :
Golongan sulfoniluria : glibenklamid, gliburid
Turunan Biguanida : Metformin
Gol. Meglitinid: Repaglinid dan nateglinid
Gol. Tiazolidinedion: Pioglitazon, rosiglitazon
Penghambat alfa glukosidase :Akarbosa, miglitol
INSULIN
Tahun 1869 Langerhans menemukan kelompok sel dalam pankreas yang disebut sesuai namanya. Insulin terdiri atas: dua rantai peptida, rantai –A dengan 21 asam amino dan rantai-B dengan 30 asam amino. Insulin manusia dan insulin-insulin dari sapi dan babi hanya berbeda sedikit dalam urutan asam aminonya
62 | P a g e
Kerja Insulin: Insulin merupakan hormon yang penting untuk kehidupan. Hormon ini mempengaruhi baik metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak.
Kerja Insulin dengan cara:
— Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan,
— Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif
— Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen.
— Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
Semua proses ini menyebabkan kadar glukosa darah menurun akibat pengaruh insulin.
Indikasi:
Untuk pasien Diabetes Tipe 1, pemberian insulin adalah keharusan
Untuk pasien Diabetes Tipe 2, pemberian insulin juga dibutuhkan jika diet
dan/atau pemberian antidiabetika oral
tidak cukup
Sediaan Insulin dibagi atas:
— Insulin normal
Indikasi : koma diabetik, keadaan metabolisme yg bersifat asidotik, infeksi berat dan juga pemberian pertama dan baru.
— Insulin dengan kerja yang diperlambat (insulin depot)
Indikasi : * Pada diabetes Tipe I stabil dan diabetes tipe II yang stabil dan membutuhkan insulin.
* Pada diabetes tipe I dan II yang tidak stabil
— Campuran keduannya
63 | P a g e
Indikasi : untuk pasien Diabetes Tipe 1 dan 2 yang tidak stabil dan
juga pada pasien yang kadar gula darahnya tidak cukup
dinormalkan dengan insulin dg kerja diperlambat
Dosis:
Pada diabetes tipe 1: Pada usia pertumbuhan 0,8 -1 U/kg/hari
Pada usia dewasa: 30-50 IU/hari
Pada diabetes tipe II: 30-45 IU
Insulin sebagai polipeptida hanya dapat diberikan secara parenteral.
Efek samping:
— Terdapat bahaya hipoglikemik akibat kelebihan dosis
— Reaksi alergi
— Resistensi Insulin
— Dapat terjadi lipodistrofi pada tempat penyuntikan
Interaksi:
— Obat-obat yang memperkecil penurunan gula darah dan menutupi gejala suatu hipoglikemia ialah:
Klorpromazin, glukokortikoid, turunan asam nikotinat, saluretika dan
simpatomimetika.
— Obat-obat yang memperbesar penurunan gula darah oleh insulin:
Bloker reseptor b, dan siklostatika jenis siklofosfamida
ANTIDIABETIKA ORAL
64 | P a g e
Pemakaian antidiabetika oral harus dikurangi, hanya diindikasikan jika:
— tidak terdapat diabetes tipe I
— tindakan diet tidak cukup, dan
— tidak perlu diberikan insulin sebagai pengganti antidiabetika oral
Ada 5 golongan antidiabetik oral yang dapat digunakan :
Obat ini membebaskan insulin yang dapat dimobilisasi dari sel B pankreas dan pada saat yang sama memperbaiki tanggapan terhadap rangsang glukosa fisiologik. Obat ini hanya berkhasiat jika produksi insulin tubuh sendiri sebagian masih bertahan (tidak berkhasiat jika tidak ada produksi insulin).
Indikasi: hanya diindikasikan pada penderita diabetes tipe II yang tidak membutuhkan insulin, karena pada penderita ini normalisasi kadar gula darah tidak mungkin dilakukan dengan tindakan diet.
Efek samping:
Kehilangan selera makan
Mual
Leukopenia
Trombositopenia
Gejala anemia
Reaksi alergi
hipoglikemia
Kontraindikasi:
Tidak dapat diberikan pada diabetes tipe I, pada asetonuria parah,koma diabetik, pada gangguan fungsi ginjal yg parah dan pada masa kehamilan.
Dianjurkan pada masa kehamilan untuk menggantinya dengan insulin.
Interaksi:
Yg memperbesar kerja menurunkan gula darah: turunan kumarin, bloker reseptor b, kloramfenikol, fenilbutazon, salisilat, sulfonamida dan tetrasiklin.
66 | P a g e
Toleransi alkohol diturunkan terutama oleh Klorpropamida.
2. Turunan Biguanida
Dari senyawa ini hanya Metformin yang masih tersedia. Senyawa-senyawa lain sudah ditarik dari peredaran karena cukup sering menimbulkan toksisitas.
Setelah pemberian metformin secara oral pada penderita diabetes, kadar gula darah menurun sesuai dengan dosis, tetapi hal ini tidak terjadi pada orang dengan metabolisme sehat. Maka suatu efek hipoglikemik tidak perlu ditakutkan.
Indikasi : pada penderita diabetes dewasa yang tidak tertolong dengan tindakan diet dan terdapat alergi terhadap tipe sulfonamida.
Efek samping:
Menyebabkan gangguan saluran cerna
Perubahan pembentukan darah
Metformin tidak dapat diberikan pada koma atau prakoma diabetik:Kecenderungan asetonuria
67 | P a g e
Kerusakan berat ginjal atau hati
Pankreatitis
Menurunnya kondisi umum
3. Golongan Meglitinid (Repaglinid dan Nateglinid)
Mekanisme kerjanya
Sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda.
Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif.
(Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus berhati-hati).
Efek samping
Utamanya Hipoglikemia dan gangguan saluran cerna.
4. Golongan Tiazolidinedion (Pioglitazon dan Rosiglitazon)
Senyawa ini dapat mengurangi resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas insulin melalui peningkatan AMP kinase yang merangsang transfort glukosa ke sel dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Selain itu juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam lemak bebas di plasma.
Senyawa ini digunakan untuk DM tipe II yang tidak memberi respon dengan diet dan latihan fisik. Sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak memberi respons pada obat hipoglikemik lain .
Obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin dan disakarida di intestin. Sehingga dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.
68 | P a g e
Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia.
Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Diklinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan/atau insulin.
Antihipoglikemia
Hipoglikemia, kadang-kadang sampai pada syok hipoglikemik, disamping setelah pemberian insulin atau antidiabetika oral.
Untuk mengobati ini digunakan:
Glukagon dan Diazoksida
Glukagon
Fungsinya memasok glukosa jika dibutuhkan dan memungkinkan suatu pemakaian asam lemak.
Glukagon menaikkan penguraian glikogen dalam hati melalui aktivasi adenilatsiklase dan dengan cara ini menaikkan kadar gula darah.
Dosis:
Pada keadaan hipoglikemia dosis rata-rata berkisar 0,5-1 mg SC, IM, IV
Efek samping:
Mual, muntah, reaksi hipersensitif
Diazoksid
Selain efeknya menurunkan tekanan darah, diazoksida menaikkan kadar glukosa darah dengan menghambat sekresi insulin dan menaikkan pembebasan glukosa dari hati.
69 | P a g e
Dosis:
bergantung pada individu (dosis awal 5 mg/kg/hari)
Efek Samping:
mual, muntah, sakit kepala,pusing, hipotensi.
a. Sulfonilurea: tolbutamida, klorpropamida, tolazamida (Tolinase), glibenklamida,
glikazida, glipizida, dan glikidon. Empat obat terakhir dinamakan obat-obat generasi
kedua, yang daya kerjanya atas dasar 10-100 kali lebih kuat daripada obat pertama
yang termasuk obat-obat generasi ke-1. Sulfonilurea menstimulasi sel ß dari pulau
Langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Di samping itu kepekaan sel-sel ß
bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transpor
glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang tidak
begitu berat, yang sel-sel β-nya masih bekerja cukup baik. Ada indikasi bahwa obat-
obat ini juga memperbaiki organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin
oleh hati.
b. Biguanida : metformin. Berbeda dengan sulfonilurea, obat-obat ini tidak
menstimulasi pelepasan insulin dan tidak menurunkan kadar gula darah pada orang
sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan (efek anorexia) hingga berat badan tidak
meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight. Penderita ini
biasanya mengalami resistensi insulin, sehingga sulfonilurea kurang efektif.
c. Glukosidase-inhibitors: akarbose dan mignitol. Obat-obat ini termasuk kelompok
obat-obat baru, yang berdasarkan persaingan inhibisi enzim ά-glukosidase di mukosa
duodenum, sehingga reaksi penguraian di/polisakarida menjadi monosakarida
dihambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorbsinya dalam
darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula
darah dihindarkan. Kerja ini mirip dengan efek dari makanan yang kaya akan serat
gizi.
d. Thiazolidindion : troglitazon adalah kelompok obat baru yang pada tahun 1996
dipasarkan di AS dan Inggris. Kegiatan farmakologisnya luas dan berupa penurunan
70 | P a g e
kadar glukosa dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan
lemak dan hati. Sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan
otot meningkat. Begitu juga menurunkan kadar trigliserida/asam lemak bebas dan
mengurangi glukoneogenesis dalam hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk
meningkatkan pelepasan insulin seperti sulfonilurea.
e. Miglitinida : repaglinida (novonorm)
Kelompok obat terbaru ini (ditemukan pada tahun 1999) bekerja menurut suatu
mekanisme khusus, yakni mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera setelah
makan. Miglitinida harus diminum tepat sebelum makan dan karena reabsorbsinya
cepat, maka mencapai kadar puncak dalam 1 jam. Insulin yang dilepaskan kadar
glukosa darah secukupnya. Ekskresinya juga cepat sekali, dalam waktu 1 jam sudah
dikeluarkan dari tubuh (Tjay dan Rahardja, 2002).
71 | P a g e
VII. KERANGKA KONSEP
PPp
72 | P a g e
Tn.A, 67 thn mengalami DM tipe 2
Sekresi insulin
Konsumsi glibenklamid sebelum makan
Kadar insulin > asupan karbohidrat
Penurunan kadar gula berlebihan
HIPOGLIKEMIA
Sumber energi
ATP
Aktivasi neuron VMHGangguan asupan glukosa
pada SSP
Metabolisme
suhu
Lemas Dingin
Aktivasi saraf simpatis
Hormon kontra
regulator
Tidak ada sumber energy jar.syaraf, energy alternative
(Keton)tidak adekuat
Gejala neuroglikopenia
KOMA
Menekan sekresi insulin
CemasBerkeringatPalpitas
i
Efek
jantung
DAFTAR PUSTAKA
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta. PB Perkeni. p. 30-31
Rani, AA. Soegondo, S. Nasir, AUZ. Wijaya, IP. et al. 2006. Perhimpunan
Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Hipoglikemi. Jakarta. PB PAPDI. p.23-25
Soemadji, DW. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi Keempat Jilid III.
Hipoglikemia Iatrogenik. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 1870-1873
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2006.
Suharti K. Suherman. Insulin dan Antidiabetik Oral. In: Farmakologi dan