This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 12
Disusun Oleh: Kelompok 6
Tutor : Sri Nita, Ssi
Anggota Kelompok:
Evita Yolanda 04111401021
Putri Beauty Oktovia 04121401037
Audy Andana 04121401045
Km Syarif Azhar 04121401048
Putri Septi Ramasari 04121401060
Iqbal Habibie 04121401063
Bagus Prasetyo 04121401067
Elsa Tamara Siragih 04121401075
Stefen Agustinus 04121401081
Inthan Atika 04121401085
Mandeep Singh 04121401104
Anish Kumar 04121401105
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
Laporan Tutorial SkenarioB Blok12ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian
dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur,
hormat, dan terimakasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi
tutorial,
2. Sri Nitaselaku tutor kelompok 6,
3. Teman-teman sejawat FK Unsri,
4. Semua pihak yang telah membantu kami.
Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih
terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Daftar Pustaka...........................................................................................................................40
3
KEGIATAN TUTORIAL
Tutor : Sri Nita, Ssi
Moderator : Audy Andana
Sekretaris Meja : Inthan Atika
Bagus Prasetyo
Pelaksanaan : 19 November 2013 dan 21 November 2013
Pukul. 07.30 WIB s.d. selesai
Peraturan selama tutorial :
1. Sebelum nyampaikan pendapat harus mengacungkan tangan.
2. Alat komunikasi dan gadget hanya boleh digunakan untuk keperluan
diskusi, namun dalam mode silent dan tidak mengganggu
berlangsungnya diskusi.
3. Bila ingin izin keluar, diharapkan melalui moderator.
4
I .SKENARIO B BLOK 12
Tuan Ahmad 68 tahun, datang ke UGD dengan keluhan dyspnoe disertai edema pada kedua tungkai. Dokter yang memeriksanya mendiagnosis tuan Ahmad menderita decompensatio cordis. Dari anamnesis diketahui tuan Ahmad pernah dirawat dengan penyakit yang sama akibat hipertensi krnois. Selama ini tuan Ahmad mendapat pengobatan kombinasi captopril (2x25mg), furosemid (1x20mg) dan spironolactone (1x25) untuk pengobatan pemeliharaan terhadap penyakitnya.
Sejak dua minggu sebelumnya datang ke UGD, tuan Ahmad menderita osteoarthritis genu sinistra dan mendapat obat Natrium diklofenak (2x50mg) setiap hari dari dokter puskesmas.
5
II. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Dyspnoe : pernafasan yang sukar atau sesak.2. Edema : pengumpulan cairan secara
abnormal di ruang intersitial tubuh3. Decompensatio cordis ( heart failure) : ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan situasi yang adekuat, ditandai oleh dyspnoe, dilatasi vena, dan edema.
4. Captopril : suatu inhibitor angiotensin converting enzim yang dignakan dalam pengobatan hipertensi gagal jantung kongestif dan disfungsi ventrikel kiri pascanfark miokardium
5. Furosemide : diuretic kuat yang digunakan untuk mnghilangkan air dan garam dari tubuh.
6. Spironolactone : antagonis aldosteron yang mengurangi progresi remodelling jantung
7. Osteoarthritis genu sinistra : penyakit degeneratif sendi noninflamatorik yang ditandai dengan degenerasi cartilago articularis, hipertrofi tulang pasa tepi-tepinya, dan perubahan pada membran synovialis, disertai nyeri dan kekakuan.
8. Natrium diklofenak : obat golongan AINS (anti inflamasi non steroid ) yang memiliki efek analgesic anti rematik anti piretik dan anti inflamasi
6
III.IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tuan Ahmad 68 tahun datang ke UGD keluhan dyspnoe disertai edema pada kedua tungkai.
2. Dokter yang memeriksanya mendiagnosis tuan Ahmad menderita decompensatio cordis.
3. Dari anamnesis diketahui tuan Ahmad pernah dirawat dengan penyakit yang sama akibat hipertensi krnois.
4. Selama ini tuan Ahmad mendapat pengobatan kombinasi captopril (2x25mg), furosemid (1x20mg) dan spironolactone (1x25) untuk pengobatan pemeliharaan terhadap penyakitnya.
5. Sejak dua minggu sebelumnya datang ke UGD, tuan Ahmad menderita osteoarthritis genu sinistra dan mendapat obat Natrium diklofenak (2x50mg) setiap hari dari dokter puskesmas.
7
IV. ANALISIS MASALAH
1. Tuan Ahmad 68 tahun datang ke UGD keluhan dyspnoe disertai edema pada kedua tungkai.1.1. Bagaimana mekanisme dyspnoe pada kasus ini?
The third great symptom of cardiac failure is dyspnea. The basisfor cardiac
dyspnea is the structural changes which occur in the lung as aresult of heart failure.
Characteristically, the left heart is more damagedthan the right and blood accumulates
in the lungs. The pulmonary capillarypressure rises. Early in the course of heart
failure, any fluid retainedin the body by the kidneys tends to be dumped preferentially
in thelungs. This tendency may become less marked as advanced heart failureoccurs,
and both ventricles fail equally.When the patient with congestive failure is dyspneic at
rest, he ispumping more air in and out of his lungs than do normal subjects.
Hisdyspnea is a combination of decreased breathing space and increasedventilation.
The cause of the increase in volume of air respired has neverbeen fully
determined.The overbreathing causes a fall in the carbon dioxide content of thearterial
blood and serves to maintain oxygenation of the arterial blood.The fact that the
increased breathing is essential to maintaining fulloxygenation is easily demonstrated
by the use of morphine. As the ventilationis brought to a normal level by the action of
morphine, the arterialoxygen content decreases to a point well below the normal
level.It has been stated repeatedly that in many patients with dyspneafrom heart
failure, the arterial oxygen saturation is normal and thatneed for oxygen is not the
stimulus for increased ventilation. It is truethat the cardiac patient has nearly normal
saturation and that the slightfall in arterial oxygen saturation characteristic of the
cardiac has noeasily detectable effect on the breathing of a resting normal subject.But
can these data from the resting normal be applied to the dyspneiccardiac?We know
that a normal subject at rest can breathe iOO per cent oxygen with little effect on his
breathing. If he is doing heavy exercise, however, breathing ioo per cent oxygen
causes a sharp fall in ventilation. Will the cardiac patient's response to changes in
oxygen tension be like that of the man at rest or like that of the exercising man? Data
collected by Hickam9 show that the orthopneic cardiac has a sharp fall in ventilation
when he breathes iOO per cent oxygen, and that this fall is much greater than will
occur in normal resting subjects with a corresponding change in oxygen tension.
The cardiac who is dyspneic at rest responds to minor changes in oxygen tension
in a way similar to that of a normal subject doing heavy exercise. The mechanism for
8
this increased sensitization to oxygen remains to be determined. Cheyne-Stokes
respiration is one of the dramatic clinical findings in patients with heart failure.
Pryor'0 has recently described one of the mechanisms responsible for this type of
breathing. These patients have large hearts and a long circulation time. The
irregularity in breathing occurs without any evidence of disturbance in the carotid
sinus or respiratory centers. The breathing follows closely the changes in arterial
blood gases and their response to a given change in arterial blood is a normal one.
Coordination between the lungs and the medulla is lost because of the large sac of
blood placed in the heart between the lungs and the medulla. Overbreathing does not
affect the medulla until the entire heart is filled with aerated blood. When this red,
overventilated blood reaches the medulla, apnea occurs. The blood entering the left
side of the heart becomes venous as it perfuses through the motionless lungs, but the
blood leaving the heart remains arterial until the entire dilated heart is filled with
venous blood. When venous blood finally reaches the medulla, marked overbreathing
occurs, but this can have no effect on the respiratory centers until the venous blood
empties out of the heart. This is only one of the mechanisms for Cheyne-Stokes
breathing. The tools for a study of respiratory stimulation in various disease states are
now available and during the next few years our knowledge of the mechanisms of
dyspnea is certain to be greatly increased.
1.2. Bagaimana mekanisme edema pada kasus ini?
Edema pada kasus disebabkan oleh gagal jantung (decompensatio cordis),
dimana edema terjadi karena adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Saat
jantung mulai gagal memompa darah, darah akan terbendung pada sistem vena dan
pada saat yang bersamaan volume darah pada arteri mulai berkurang. Pengurangan
pengisisan arteri ini akan direspons oleh reseptor volume pada pembuluh darah arteri
yang memicu aktivasi sistem saraf simpatis yang mengakibatkan vasokontriksi
sebagai usaha untuk mempertahankan curah jantung yang memadai. Akibat
vasokontriksi maka suplai darah akan diutamakan ke pembuluh darah otak, jantung
dan paru, sementara ginjal dan organ lain akan mengalami penurunan aliran darah.
Akibatnya VDAE akan berkurang dan ginjal akan menahan natrium dan air.
Mekanisme retensi natrium dan air melibatkan:
9
a. peningkatan reabsorbsi air di tubulus proksimalis
terjadi kompensasi peningkatan sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus
pembentukan angiotensin II meningkat kontriksi arteriol eferen peningkatan
fraksi filtrasi (rasio laju filtrasi glomerulus terhadap aliran darah ginjal) dan
peningkatan tekanan osmotik kapiler glomerulus peningkatan reabsorbsi air di
tubulus proksimalis
b. peningkatan reabsorbsi natrium di tubulus distalis.
Angiotensi II merangsang kel. Adrenal melepaskan aldosteron retensi natrium pada
tubulus kontortus distalis
1.3. Mengapa edema menyebabkan radang pada kedua tungkai?
Mekanisme perbaikan pada kasus ini adalah penahanan garam (natrium) oleh
ginjal. Untuk mempertahankan konsentrasi natrium yang tetap, tubuh secara
bersamaan menahan air. Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya volume
darah dalam sirkulasi dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung. Salah satu akibat
dari penimbunan cairan ini adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya
volume darah. Otot yang teregang berkontraksi lebih kuat. Hal ini merupakan
mekanisme jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal jantung.
Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan akan dilepaskan
dari sirkulasi dan berkumpul di berbagai bagian tubuh, menyebabkan pembengkakan
(edema). Lokasi penimbunan cairan ini tergantung kepada banyaknya cairan di dalam
tubuh dan pengaruh gaya gravitasi. Jika penderita berdiri, cairan akan terkumpul di
tungkai dan kaki. Jika penderita berbaring, cairan akan terkumpul di punggung atau
perut. Sering terjadi penambahan berat badan sebagai akibat dari penimbunan air dan
garam.
Pada kasus tuan ahmad, dia mengalami heart failure, penyakit heart failure yang
dideritanya disebabkan oleh kerusakan pada bagian kanan jantung dimana darah dari
vena yang kurang oksigen harus dihambat sebagai akibat dari kerusakan jantung.
Darah yang dihambat ini tidak dapat menyalurkan darah untuk dibawa ke paru paru.
Pemblokingan darah pada vena menyebabkan meningkatnya tekanan vena.
Pemblokingan ini akan menyebabkan edema. Salah satu faktor yang menyebabkan
edema adalah meningkatnya tekanan hidrostatik atau menurunnya tekanan osmotik.
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang terjadi pada keadaan diam atau statis. Pada
10
penyumbatan vena darah banyak mengalami hal statis yang meningkatkan tekanan
hidrostatik. Mengapa menyerang tungkai? Salah satu alasannya adalah tungkai
merupakan anggota tubuh bawah yang dekat dengan gravitasi. Dalam keadaan yang
stasis ditambah pengaruh gravitasi menyebabkan tekanan osmosis lebih meningkat
sehingga terjadi perpindahan cairan ke daerah intersitial dikarenakan membran sel
yang tidak fleksibel.
2. Dokter yang memeriksanya mendiagnosis tuan Ahmad menderita decompensatio cordis.2.1 Bagaimana etiologi dari decompensatio cordis ?
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti
regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan
dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium
dapat menurun pada infark miokard atau kardiomiyopati. Faktor lain yang dapat
menyebabkan gagal jantung sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel
(stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel
3. MANFAAT OBAT FUROSEMID, CAPTOPRIL, SPIRONOLACTONE, DAN NATRIUM DIKLOFENAK
FUROSEMID
Furosemida efektif untuk pengobatan berbagai edema seperti:`
Edema karena gangguan jantung.
Edema yang berhubungan dengan ganguan ginjal dan sirosis hati.
Supportive measures pada edema otak.
Edema yang disebabkan luka bakar.
Untuk pengobatan hipertensi ringan dan sedang.
Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.
CAPTOPRIL
Untuk hipertensi berat hingga sedang, kombinasi dengan tiazida memberikan efek aditif,
sedangkan kombinasi dengan beta bloker memberikan efek yang kurang aditif. Untuk gagal
jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis,
dalam hal ini pemberian kaptopril diberikan bersama diuretik dan digitalis.
36
SPRIRONOLACTONE
Spironolakton digunakan untuk mengobati pasien tertentu dengan hiperaldosteronisme (tubuh
memproduksi terlalu banyak aldosteron, hormon terjadi secara alami); kadar potasium yang
rendah, dan pada pasien dengan edema (retensi cairan) yang disebabkan oleh berbagai
kondisi, termasuk jantung, hati, atau penyakit ginjal. Spironolakton juga digunakan sendiri
atau dengan obat lainnya untuk mengobati tekanan darah tinggi. Spironolakton berada dalam
kelas obat yang disebut antagonis reseptor aldosteron. Hal ini menyebabkan ginjal tidak
dibutuhkan untuk menghilangkan air dan natrium dari tubuh dalam urin, tetapi mengurangi
hilangnya kalium dari tubuh.
Spironolakton juga digunakan dalam kombinasi dengan obat-obatan lain untuk mengobati
pubertas sebelum waktunya (kondisi yang menyebabkan anak-anak untuk memasuki pubertas
terlalu cepat, sehingga dalam pengembangan karakteristik seksual pada anak perempuan
biasanya lebih muda dari 8 tahun dan anak laki-laki biasanya lebih muda dari 9 tahun ) atau
miatenia gravis (MG, penyakit di mana saraf tidak berfungsi dengan baik dan pasien mungkin
mengalami kelemahan, rasa, kehilangan koordinasi otot, dan masalah dengan visi, ucapan,
dan kontrol kandung kemih). Spironolakton juga dapat digunakan untuk mengobati pasien
wanita tertentu dengan rambut wajah abnormal.
NATRIUM DIKLOFENAK
Untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), gagal jantung kongestive, masalah ginjal
yang disebabkan oleh diabetes, dan untuk meningkatkan kelangsungan hidup setelah
serangan jantung.
4. FARMAKODINAMIK NATRIUM DIKLOFENAK DAN OBAT
ANTI INFLAMASI NON STEROID LAINNYA
FARMAKODINAMIKDiklofenak menekan akut dan kronis peradangan, nyeri dan hipertermia dalam berbagai
model binatang, dan dalam model ini obat umumnya terbukti lebih kuat , dengan berat , daripada aspirin , ibuprofen , naproxen dan fenilbutazon , kurang kuat dibandingkan piroksikam , dan mirip dengan indometasin . The terapi Indeks ( rasio iritan gastrointestinal dan dosis terapi ) diklofenak umumnya baik pada hewan , tetapi bervariasi relatif terhadap non - steroid anti -inflamasi ( NSAID ) sesuai dengan model yang digunakan . Namun , studi terkontrol pada subyek sehat menunjukkan bahwa dosis terapi biasa diklofenak menyebabkan kerusakan pencernaan kurang daripada aspirin , feprazone , indometasin dan naproxen tetapi lebih dari fenclofenac .
37
Aktivitas anti - inflamasi diklofenak , dan sebagian besar efek farmakologis lainnya , umumnya dianggap terkait dengan penghambatan sintesis prostaglandin . Diklofenak adalah inhibitor poten dari siklooksigenase in vitro dan in vivo , sehingga mengurangi sintesis prostaglandin , prostasiklin dan tromboksan produk . Hal ini tercermin pada hewan dan manusia secara in vivo dengan konsentrasi berkurang berbagai prostaglandin dalam urin , mukosa lambung dan cairan sinovial selama pengobatan dengan diklofenak . Juga , yang sama dengan NSAID lainnya , diklofenak adalah inhibitor reversibel kuat dari fase sekunder agregasi platelet yang diinduksi . Namun , diklofenak pada dosis terapi biasa hanya berpengaruh sedikit terhadap waktu perdarahan pada manusia . Obat ini juga mempengaruhi fungsi leukosit polimorfonuklear , sehingga mengurangi kemotaksis , produksi superoksida dan produksi proteaseObat Anti-inflamasi Nonsteroid
1. Jenis Obat Anti-inflamasi NonsteroidObat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi. OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di dalam dan sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout artritis. Disamping itu, OAINS juga banyak pada penyakit-penyakit non-rematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih, trombosis serebri, infark miokardium, dan dismenorea.
OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin-like drug). Aspirin-like drugs dibagi dalam lima golongan, yaitu:Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid, diflunisal, Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin, Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin), fenilbutazon dan turunannya, Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin, piroksikam, dan glafenin, Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (1) obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, dan (2) obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon.
Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen.AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen.AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam.AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan oksifenbutazon.
Aspek Farmakodinamik Obat Anti-inflamasi Nonsteroid. Semua OAINS bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.
A. Efek Analgesik, Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.
B. Efek Antipiretik, Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus. Demam terjadi bila terdapat gangguan pada sistem “thermostat” hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS lainnya menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali “thermostat” di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi.
C. Efek Anti-inflamasi, Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritis rheumatoid, osteoartritis,
39
dan spondilitis ankilosa. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal. Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi, namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut. Salisilat khususnya aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan. Selain sebagai prototip OAINS, obat ini merupakan standar dalam menilai OAINS lain. OAINS golongan para aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan golongan salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon memiliki sifat analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-inflamasinya sama dengan salisilat.
40
VIII.KESIMPULAN
Tn. Ahmad 68 tahun, mengalami Decompensatio Cordis yang terjadi karena adanya interaksi antagonis antara NSAID dengan obat antihipertensi.
41
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Farmakologi dan Terapeutik, FKUI. 2012. Edisi 5. Farmakologi
danTerapi . Jakarta : FKUI
2. FKUI. 2006. edisi IV. Ilmu penyakit dalam. Jakarta : FKUI
3. DIH, 17th edition halaman 1039-1041
4. AHFS. Drug Information halaman 1781-1789
5. Anonym. November 2013. “Drugs”. http://www.drugbank.ca/drugs/DB00264
6. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar & Klinik Ed.10.2012. Jakarta: EGC
7. Hickam, J. B., Sieker, H. O., Ryan, J. M. Hypoxia as a respiratory stimulant
in cardiac dyspnea (abstract), J. clin. Invest. 30:648, 1951
8. Cardiac Failure in Clinical Cardiology. 4th ed. Maurice Sokolow, Malcolm B.
Mc Illory. Lange Medical Publication/ Los Altos, California, 1986, pp. 287 – 323.
9. Harkness Richard, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B.Widianto.
Interaksi obat. Bandung: Penerbit ITB, 1989.
10. Ronny, Setiawan, Fatimah, S. (2008) Fisiologi Kardiovaskular Berbasis Masalah
Keperawatan, jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC