STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : An. B
TTL : Jakarta, 18 Maret 2001
Usia : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jakarta Pusat
Tanggal MRS : 12 September 2011
ANAMNESIS (ALOANAMNESIS)
Keluhan utama : Demam sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Batuk, nyeri ulu hati, pusing, dan lemas
Riwayat penyakit sekarang
4 hari SMRS: Demam mendadak tinggi dan terus menerus. Demam tidak disertai dengan
menggigil dan kejang. Riwayat mimisan dan gusi berdarah disangkal.
Keluar bintik-bintik merah dibadan atau di keempat anggota gerak
disangkal. Makan makanan sembarangan disangkal oleh OS. BAK dan
BAB tidak ada kelainan.
2 hari SMRS: Demam masih dirasakan, OS mengeluh batuk berdahak dan sulit
dikeluarkan. Nyeri ulu hati, kepala pusing dan badan terasa lemas dan
pegal-pegal dirasakan oleh OS.
SMRS : Demam masih dirasakan, batuk dan keluhan lainpun masih dirasakan oleh
OS.
RPD :
Riwayat DBD (+) tahun 2009 dan OS sempat dirawat
Riwayat TB Paru disangkal
Riwayat Asma disangkal
Riwayat Demam Tifoid disangkal
RPK :
Riwayat TB Paru disangkal
Riwayat asma disangkal
R.Pengobatan :
OS sudah berobat untuk keluhannya ini, tetapi tidak ada perbaikan.
R.Kehamilan :
ANC teratur di bidan
Riwayat penyakit saat hamil (-)
Konsumsi obat-obatan selama hamil (+) à obat-obatan yang diberikan bidan
(vitamin)
R.Kelahiran :
Lahir spontan ditolong oleh bidan, cukup bulan dan langsung menangis.
BBL: 3500 gr
PBL: 49 cm
R.Makanan :
Asi dari 0 sampai 1 tahun
MP-ASI diberikan sejak 6 bulan
Kesan: makanan sesuai dengan usia
R.Imunisasi :
Hepatitis 3x
BCG 1x
Polio 4x
DPT 3x
Campak 1x
Kesan à imunisasi dasar lengkap
R. Tumbuh Kembang :
• Tengkurap usia 3 bulan
• Merangkak usia 5 bulan
• Duduk usia 7 bulan
• Berjalan usia 12 bulan
Kesan: tumbuh kembang sesuai dengan usia
R.Alergi :
• Alergi udara (-)
• Alergi susu (-)
• Alergi makanan (-)
• Alergi obat (-)
• Alergi debu dan bulu-buluan (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
Suhu : 38,70 C
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Status Antropometri:
BB = 32 kg
TB = 135 cm
BB/U = 32/32x 100 % = 100%(gizi baik)
TB/U = 135/139 x 100 % = 97,1%(tinggi normal)
BB/TB= 32/30 x 100 % = 106% (gizi baik)
Kesan: gizi baik
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterus -/-, edema palpebra (-), mata cekung
(-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-)
Telinga : Normotia, sekret (-/-)
Mulut :Bibir kering (-), lidah kotor (-), perdarahan gusi (-), Tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Dada
Pulmo
Inspeksi : dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri simetris, tidak ada bagian dinding dada yang
tertinggal
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler, Wheezing -/-, Ronkhi -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan II murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen (-), asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepatosplenomegali (-), nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen
Ekstremitas
atas bawah
Sianosis : -/- -/-
Akral dingin : -/- -/-
Udem : -/- -/-
RCT : < 2” < 2”
Petekie : -/- -/-
Inguinal : Pembesaran kelenjar inguinal (-)
Genitalia : Tidak ada kelainan
Laboratorium: tanggal 13 September 2011
HEMATOLOGI HASIL SATUAN NORMAL
HEMOGLOBIN
LEUKOSIT
HEMATOKRIT
TROMBOSIT
14,0
9420
38
38.000
gr/dL
/mL
%
/mm3
10,7 – 14,7
5000-
14300
33-43
237.000-
491000
Uji Tourniquet (-)
RESUME:
An.N, laki-laki usia 11 tahun MRS dengan keluhan demam sejak + 4 hari SMRS.
Panas mendadak tinggi dan disertai pegal-pegal diseluruh tubuh. Mual (-), muntah (-),
nafsu makan turun. OS juga mengeluh pusing, lemas dan nyeri ulu hati.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan KU tampak sakit sedang, kesadaran composmentis suhu:
38,70 C. Status gizi baik. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan:
Hb : 14,0 g/dl
Ht : 38%
Leukosit : 9420/uL
Trombosit : 38000
DAFTAR MASALAH:
• Demam berdarah dengue
ASSESMENT:
1. Demam berdarah dengue
Anamnesa: An. N, laki-laki usia 11 tahun MRS dengan keluhan demam sejak + 4
hari SMRS. Demam mendadak tinggi dan terus-menerus. OS juga mengeluh
badannya pegal-pegal dan nyeri di ulu hati.
PF: suhu à 38,60 C
Pemeriksaan laboratorium didapatkan:
o Hb : 14,0 g/dl
o Ht : 38%
o Leukosit : 9420/uL
o Trombosit : 38000
Rencana terapi:
• Infus RL 32 tpm (macro)
• Cefotaxime® 2x1 gr
• Ranitidine 2x25 mg
• Panadol® tab 3x1 tab
• Puyer batuk pilek 3x1 caps
(CTM, salbutamol, ambroxol, trilac®, vit C)
Planning:
Cek HHTL/12 jam
Urin lengkap
Cek dengue blood
FOLLOW UP
tanggal jam Hb Ht Leukosit Trombosit
13-09-2011 12.00
16.00
21.00
16,4
15,9
14,6
50
49
45
Anti dengue
IgG(+), IgM
(+)
2920
2850
3150
31000
23000
21000
14-09-2011 07.00
15.00
21.00
4,3
14,6
13,5
45
46
42
3920
4470
4390
14000
10000
14000
15-09-2011 07.00
16.00
22.00
13,6
13,4
12,5
43
41
39
5190
4770
3870
12000
21000
32000
16-09-2011 07.00
18.00
12,6
12,7
39
40
4310
4010
36000
75000
17-09-2011 08.00 13,0 40 9620 88000
No Tgl/Jam S O A P
Keadaan
Umum
Vital Sign Penunjang
1 13-09-11 Demam (-)
Batuk (+)
Sesak (-)
Nyeri ulu
hati (+)
Tampak sakit
sedang, CM
TD:100/60
mmHg
T : 36,30 C
RR:24x/menit
HR:88x/menit
Akral hangat
16,4/50/2920
/31000
15,9/49/2850
/23000
14,6/45/3150
/21000
Anti dengue
IgG(+), IgM
(+)
DHF Derajat I Infus RL 30 tpm
Cek HHTL/8 jam
R/ Imboost® tab 3x1 tab
2 14-09-11 Demam (-)
Batuk (+)
Nyeri ulu
hati (+)
Muntah (-)
Belum BAB
2 hari
Mimisan (-)
Gusi
berdarah (-)
Tampak sakit
sedang, CM
TD:100/60
mmHg
T : 35,80 C
RR:28x/menit
HR:80x/menit
Akral hangat
4,3/45/3920/
14000
14,6/46/4470
/10000
13,5/42/4390
/14000
DHF Derajat I Infus RL 32 tpm
R/
Fimahes® 1 kolf/hari
Transamin 2x1/2 amp
Rontgen Thoraks
3 15-09-2011 Demam (-)
Batuk (+)
Nyeri ulu
hati (+)
Belum BAB
3 hari
Tampak sakit
sedang, CM
TD:100/60
mmHg
T : 36,20 C
RR:24x/menit
HR:80x/menit
Akral hangat
13,6/43/5190
/12000
13,4/41/4770
/21000
12,5/39/3870
/32000
DHF dengan
perbaikan
Infus RL 32 tpm
Lanjutkan terapi
Bila BAB hitam à
cek F. Benzidine
Demam (-)
Batuk (+)
Nyeri ulu
hati (+)
Belum BAB
3 hari
Bintik-bintik
merah
(+)
Demam (-)
Tampak sakit
sedang, CM
TD:100/50
mmHg
T : 36,50 C
RR:28x/menit
HR:88x/menit
Akral hangat
Petekie (+)
12,6/39/4310
/36000
12,7/40/4010
/75000
DHF dengan
perbaikan
Lanjutkan terapi
Infus RL 20 tpm
Fimahes® %
transamin® di stop
Rencana pulang bila
hasil lab baik
5 17-09-
20
11
Demam (-)
Batuk (+)
Nyeri ulu
hati (-)
Bintik-bintik
merah
(+)
Tampak sakit
sedang, CM
TD:110/70
mmHg
T : 36,30 C
RR:24x/menit
HR:80x/menit
Akral hangat
Petekie (+)
13,0/40/9620
/88000
DHF dengan
perbaikan
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
1. Definisi
Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau
dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan
diatesis hemoragik (Suhendro, 2006). Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.
2. Epidemiologi
Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar di daerah
tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di daerah endemik
(Gubler, 2002).
Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian lebih besar
disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia. Setiap tahun diperkirakan
terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah
dengue terjadi, tergantung dari aktifitas epidemiknya (WHO, 2000).
Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875 orang
terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI
Jakarta, Bali,dan NTB.
3. Faktor Risiko
Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan spektrum luas, berkisar
dari demam biasa sampai penyakit perdarahan yang serius. Pada area endemik, infeksi
dengue memiliki gejala klinis yang tidak spesifik, terutama pada anak-anak. Gejala yang
tampak hanya seperti infeksi virus pada umumnya.
Faktor risiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien yang mengalami
gejala yang berat selama transmisi endemik di antaranya strain dan serotipe virus yang
menginfeksi, status imunitas dari setiap individu, usia penderita, faktor genetik dari pasien
(WHO, 1997; Gubler, 1998).
4. Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri
dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Suhendro, 2006). Virus ini
termasuk genus flavivirus dari family Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-
kasus parah. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur
hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang
yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur
hidupnya.
Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor risiko penting
pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan
predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah
perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti
adalah :
Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih
Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,
tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman,
tempat minum burung, dan lain – lain.
Jarak terbang ± 100 meter
Nyamuk betina bersifat ‘ multiple biters’ (mengigit beberapa orang karena sebelum
nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)
Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi
5. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue (Suhendro,
2006).
Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat pada monosit dan
masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen (penempelan beberapa
segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang mengandung virus menyebar ke
hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang
bersamaan sel monosit yang telah terinfeksi akan mengadakan interaksi dengan berbagai
system humoral, seperti system komplemen, yang akan mengeluarkan substansi inflamasi,
pengeluaran sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan
mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun melalui system
pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini komplemen memegang peran
utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui monnosa-binding protein, maupun
melaui antibody. Komponen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis,
dekstruksi dan lisis virus dengue.
Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon α dan interferon β berusaha
mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada sisi lain limfosit B, sel plasma akan
merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T mengalami ekpresi oleh indikator
berbagai molekul yang berperan sebagai regulator dan efektor.
Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan yang disebut
ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B, makrofag, sel dendritik, sel
endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L merupakan mediator penting terhadap
berbagai fungsi efektor sel T helper, termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan
aktivasi makrofag untuk menghancurkan virus dengue.
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks
virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akn mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator radang seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi
yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
6. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam, demam berdarah dengue, atau syndrome syok dengue
(SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase
kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat (Suhendro, 2006).
Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang disertai bintik-bintik perdarahan di
farings dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu
hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya,
ditandai oleh :
demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
manifestasi perdarahan
hepatomegali/pembesaran hati kadang-kadang terjadi syok manifestasi perdarahan pada
DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintik-bintik perdarahan di kulit (ptechiae).
Ptechiae ini bisa terlihat di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi
perdarahan hidung, perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam
urin.
7. Langkah Diagnostik
Diagnosis dari infeksi dengue dapat ditegakkan melalui tes laboratorium dengan cara
mengisolasi virus, mendeteksi sequence RNA-spesifik virus dengue dengan tes amplifikasi
nukleotida, atau dengan mendeteksi antibody pada serum pasien (Guzman, 2004).
Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG lebih banyak.
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis relative (>45%
dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit
pada fase syok akan meningkat.
Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari hematokrin awal,
umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin
Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma
Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Serelogi
Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:
- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang setelah 60-
90 hari
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi sekunder).
NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari kedelapan.
Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur virus. Hasil negatif
antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua hemitoraks. Pemeriksaan
foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi
badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbuk gejala
prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang, belakang dan perasaan lelah.
8. Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada table berikut:
DD/DBD Derajat Gejala Lab
DD Demam disertasi
2 atau lebih
tanda : sakit
kepala, nyeri
retroorbital,
mialgia, artralgia
Leukopenia
Trombositopenia
, tdk ada
kebocoran
plasma
Serologi
dengue
(+)
DBD I Gejala diatas,
ditambah dgn uji
Trombositopenia
(<100.000), bukti
bendung (+) ada kebocoran
plasma
II Gejala diatas,
ditambah dgn
perdarahan
spontan
Trombositopenia
(<100.000), bukti
ada kebocoran
plasma
III Gejala diatas
ditambah dengan
kegagalan
sirkulasi (kulit
dingin dan
lembab, serta
gelisah)
Trombositopenia
(<100.000), bukti
ada kebocoran
plasma
IV Syok berat
disertai dengan
tekanan darah dan
nadi tidak terukur
Trombositopenia
(<100.000), bukti
ada kebocoran
plasma
Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah ditemukannya semua
kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat
dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur,
kulit dingin dan lembab serta gelisah.
9. Tata Laksana
Protokol dibagi dalam 5 kategori :
1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok
Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai
petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24
jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau
bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat
Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk dirawat
2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan tanpa syok maka
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut
ini :
Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :
1500+ (20 x (BB dalam kg – 20 )
Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24 jam:
Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan
tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%
Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak
5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus
cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam
pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda
hematokrin turun, frekuensi nadi turun tekanan darah stabil, produksi urin meningkat
maka jumlah cairan infuse dikurangimenjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian
dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka
jumlah cairan infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap
membaik cairan dapat dihentikan24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi meningkat, tekanan nadi
menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah
cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan dikuarangi
menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka
jumlaah cairan infuse dinaikkan 15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya
kondisi menjadi memburuk dan didapatkn tanda-tanda syok maka pasien
ditananganisesuai protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok
telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan
4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan
saluran kencing ( hematuria, perdarahan otak atau perdarahan sembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan
pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi,
pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht,
dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-
tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Taranfusi komponen darah diberikan
sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi factor-faktor pembekuan darah
(PT dan aPTT) yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl.
Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan
massif dengan jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID
5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah renjatan
harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan intravaskuler
yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan
dengan penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan
penderita DBD mendapat pertolongan.
Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga
diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan
klorida, serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan evaluasi 15-30
menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan
nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba
hangat, dan kulit tidak pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi
7 ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian
cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil
pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelag renjatan teratasi
tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup maka pemberian cairan
perinfus dihentikan.
Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan.
Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik,
diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan didaerah
hipokondrium kana dan epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam).
Pemantauan DPL dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.
Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan
kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah
20-30 menit.
Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.
Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian
cairan koloid merupakan pilihan.
- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi setelah
10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka pemantaun cairan
dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pmberian dapat ditambah
hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5µ/hari) dengan sasaran
tekanan vena sentral 15-18cmH2O
- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap
gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder.
- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu renjatan
tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.
Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada
penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai
kebutuhan.
Indikasi tranfusi darah dilakukan pada :
Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena)
Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb
dan Ht
Indikasi transfusi trombosit :
Perdarahan dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai DIC.
Perdarahan dengan jumlah trombosit <50.000/mm3 tanpa disertai DIC.
Tanpa adanya perdarahan, profilaksis transfusi trombosit diindikasikan jika
jumlah trombosit 10.000 – 20.000/mm3 (10-20ml/kg dari trombosit atau 0,4u/m2).
Indikasi rawat pasien DBD :
Adanya tanda-tanda syok
Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi
Perdarahan
Hitung trombosit ≤ dengan 100.000/mm3 dan atau peningkatan Ht 10-20%
Perburukan ketika penurunan suhu
Nyeri abdominal akut hebat
Tempat tinggal yang jauh dari Rumah Sakit pada fase kritis (berlangsung 24-48
jam) sekitar hari ke-3 sampai dengan hari ke-5 perjalanan penyakit. Umumnya
fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena anoreksia atau muntah
Pasien DBD perlu diobservasi terhadap penemuan dini tanda renjatan :
Keadaan umum memburuk
Hati makin membesar
Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala
Pada pasien dengan renjatan dilakukan :
1. Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan diatasi.
2. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan tiap jam,
serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.
Pada pasien DSS diberikan cairan intravena yang diberikan dengan diguyur,
seperti NaCl, ringer laktat yang dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan
teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma atau plasma ekspander
atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 15-29 ml/kgBB dan dipertahankan
selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila pada pemeriksaan didapatkan
penurunan Hb dan Ht maka diberikan tranfusi darah. Terapi oksigen 2 liter per menit
harus selalu diberikan pada semua pasien syok. 1,2,6
Kriteria untuk memulangkan pasien :
Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok
Tidak ada distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asites)
Jumlah trombosit ≥ 50.000/mm³
10. Prognosis
Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan
penyakit umumnya lebih ringan daripada anak-anak.
11. Pencegahan
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat menangkal virus dengue
dengan berbagai serotipe. Satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian dengue
adalah dengan memerangi nyamuk Aedes aegypti yang berperan sebagai vektor
penularan virus dengue. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan
desain rumah. Pencegahan dapat dilakukan dengan langkah 3 M yaitu:
Menguras bak air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak
nyamuk
Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ ikan cupang), dan bakteri ( Bt.H-14)
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan :
Pengasapan/ fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna
untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti: gentong air, vas bunga kolam dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas, yang disebut “3 M Plus”, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan
pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang
obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan lain-lain sesuai kondisi setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Behrman Klirgman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 1 Edisi 15. Buku Kedokteran
EGC. 2000. Jakarta
Gubler, DJ: Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, social and
economic problem in the 21st century. Trends Micriobiol 10:100, 2002.
Suhendro, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Sumarmo, Herry, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2008. Jakarta
WHO. Demam Berdarah Dengue. EGC. 1999. Jakarta
WHO. Dengue Hemorrhagic Fever : diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva,
1997.
WHO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals.
New Delhi, 1999.
Widodo, Djoko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Tifoid. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
www.saripediatri.com
http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/dbd/dbd200307.htm
www.cdc.gov