D. PROFIL INVESTASI BIOFUEL UBI KAYU
1. Teknik Budidaya Tanaman Ubi Kayu
A. Asal Nama Tanaman Ubi kayu
Ubi kayu atau ubi kayu merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari
Benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia,
antara lain Afrika, Madagaskar, India dan Tiongkok. Tanaman ini masuk ke
Indonesia pada tahun 1852. Ubi kayu berkembang di negara-negara yang terkenal
dengan wilayah pertaniannya.
Nama lain untuk tanaman ubi kayu sangat beragam diseluruh Indonesia.
Diantaranya, ketila, keutila ubi kayee (Aceh), ubi parancih (minangkabau), ubi
singkung (Jakarta), batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), huwi dangdeur,
huwi jendral, Kasapen, sampeu, ubi kayu (Sunda), bolet, kasawe, kaspa, kaspe,
katela budin, katela jendral, katela kaspe, kaspa, kaspe, katela budin, katela
jendral, katela kaspe, katela mantri, katela marikan, katela menyog, katela poung,
katela prasman, katela sabekong, katela sarmunah, katela tapah, katela cengkol,
ubi kayu, tela pohung (Jawa), Blandong, manggala menyok, puhung, pohung,
sabhrang balandha, sawe, sawi, tela balandha, tengsag (Madura), kesawi, ketela
kayu, sabrang sawi (Bali), kasubi (Gorontalo, Baree, Padu), Lame kayu
(Makasar), lame aju (Bugis Majene), kasibi (Ternate, Tidore).
B. Informasi umum mengenai Ubi Kayu
Ubi kayu merupakan tanaman pangan dan perdagangan (cash crop).
Sebagai tanaman perdagangan, ubi kayu menghasilkan starch, gaplek, tepung ubi
kayu, etanol, gula cair, sorbitol, monosodium glutamate, tepung aromatic, dan
pellets. Ubi kayu dapat menghidupi berbagai industri hulu dan hilir.
Sebagai tanaman pangan, ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi
sekitar 500 juta manusia di dunia. Di Indonesia, tanaman ini menempati urutan
ketiga setelah padi dan jagung. Sebagai sumber karbohidrat, ubi kayu merupakan
penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman lain.
169
Tabel 54. Nilai Kalori berbagai tanaman penghasil karbohidrat
No Jenis Tanaman Nilai Kalori (kal/ha/hr)
1 Ubi kayu 250
2 Jagung 200
3 Beras 176
4 Sorgum 114
5 Gandum 110
Indonesia adalah penghasil ubi kayu urutan keempat terbesar di dunia setelah
Nigeria, Brazil, dan Thailand. Namun, pasar ubi kayu dunia dikuasai oleh
Thailand dan Vietnam.
Klasifikasi Ubi Kayu
Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kelas Dicotyledoneae. Ubi
kayu masuk dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai 7.200 spesies,
beberapa diantaranya mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea
brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas), umbi-umbian
(Manihot spp), dan tanaman hias (Euohorbia spp). Klasifikasi tanaman ubi kayu
sebagai berikut :
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Arhichlamydeae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Sub Famili : Manihotae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta Crantz
Manihot esculenta Crantz mempunyai nama lain M. utilissima dan M. alpi.
Semua Genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brazil merupakan pusat asal
dan sekaligus sebagai pusat keragaman ubi kayu. Manihot mempunyai 100
spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif
kering.
170
Tanaman ubi kayu tumbuh di daerah antara 300 lintang selatan dan 300
lintang utara, yaitu daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 180C dengan curah
hujan di atas 500 mm/tahun
Namun demikian, tanaman ubi kayu dapat tumbuh pada ketinggian 2.000
m dpl atau di daerah sub-tropika dengan suhu rata-rata 160C. Di ketinggian tempat
sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan umbi dengan baik, tetapi
tidak dapat berbunga. Namun, di ketinggian tempat 800 m dpl tanaman ubi kayu
dapat menghasilkan bunga dan biji.
Sentra Produksi Ubi Kayu di Indonesia.
Produksi Ubi kayu tahun 2005 sebesar 19.5 juta ton dengan areal seluas
1.24 juta ha. Provinsi Lampung adalah daerah penghasil ubi kayu terbesar (24%),
diikuti Jawa Timur (20%), Jawa Tengah (19%), Jawa Barat (11%), Nusa
Tenggara Timur (4.5 %), dan DI Yogyakarta (4.2%)
Jenis dan Varietas Unggul
Ubi kayu atau ubi kayu dapat dikelompokkam menjadi dua, yaitu sebagai
bahan baku tapioca dan sebagai pangan langsung. Ubi kayu sebagai pangan
langsung harus memenuhi syarat utama, yaitu tidak mengandung racun HCN (<
50 mg per Kg umbi basah). Sementara itu, umbi ubi kayu untuk bahan baku
industri sebaiknya memiliki kandungan protein rendah dan kandungan HCN yang
tinggi.
Gambar 48. Ubi kayu yang dengan kandungan pati di dalamnya
171
Varietas ubi kayu unggul yang biasa ditanam, antara lain Adira 1, Adira 4,
Adira 2, Darul Hidayah, Malang 1, Malang 2, Malang-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-
5. Sementara itu beberapa varietas ubi kayu dan keunggulannya dapat dilihat pada
Tabel 55 berikut.
Tabel 55. Varietas Unggul Ubi Kayu
Varietas KeunggulanAdira 1 Umur panen 215 hari, produksi 22 ton/ha, serta tahan layu tungau
merah.Adira 2 Umur panen 250 hari, produksi 21 ton/ha, serta tahan layu dan tungau
merahAdira 4 Umur panen 240 hari, produksi 35 ton/ha, dan tahan layuMalang 1 Umur panen 270 hari, produksi 36,6 ton/ha, tahan tungau merah, dan
tahan bercak cokelat daunMalang 2 Umur panen 240 hari, produksi 31,5 ton/ha, tahan tungau merah, dan
tahan bercak cokelat daunUJ-3 Umur panen 7 bulan, potensi hasil 20-35 ton/ha, dan kandungan pati
20-27%UJ-5 Potensi hasil 25-38 ton/ha, kanopi cepat menutup, dan kandungan pati
19-30%UJ-3 Umur panen 8-10 bulan dan produksi 20-35 ton/haUJ-5 Umur panen 9-10 bulan dan produksi 25-38 ton/haUJ-3 Umur panen 8-10 bulan dan produksi 20-35 ton/haUJ-5 Umur panen 9-10 bulan dan produksi 25-38 ton/haMalang-4 Umur panen 9 bulan dan produksi 39,7 ton/haMalang-6 Umur panen 9 bulan dan produksi 36,41 ton/ha
Sumber : Direktorat Perbenihan, Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan
C. Kondisi Lingkungan untuk Pertumbuhan
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubi kayu antara 1.500 – 2.500
mm/tahun. Kelembaban udara optimal untuk tanaman ubi kayu antara 60-65%,
dengan suhu udara minimal bagi tumbuhnya sekitar 10oC. Jika suhunya dibawah
100C, pertumbuhan tanaman akan sedikit terhambat. Selain itu, tanaman menjadi
kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna. Sinar matahari yang
dibutuhkan bagi tanaman ubi kayu sekitar 10 jam/hari, terutama untuk kesuburan
daun dan perkembangan umbinya.
Tanah yang paling sesuai untuk ubi kayu adalah tanah yang berstruktur
remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros, serta kaya bahan organik.
Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih
mudah tersedia, dan mudah diolah. Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ubi
172
kayu adalah jenis aluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol,
dan andosol.
Derajat kemasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ubi kayu
berkisar antara 4,5 – 8,0 dengan pH ideal 5,8. Umumnya tanah di Indonesia ber-
pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0 – 5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup
netral bagi suburnya tanaman ubi kayu.
Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ubi kayu antara 10-
700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10-1.500 m dpl. Jenis ubi kayu tertentu
dapat ditanam pada ketinggian tempat teretentu untuk dapat tumbuh optimal.
D. Perbanyakan Tanaman
Ubi kayu diperbanyak dengan setek batang. Setek batang diperoleh dari
hasil panenan tanaman sebelumnya. Setek diambil dari bagian tengah batang agar
matanya tidak terlalu tua, tetapi juga tidak terlalu muda. Perbanyakan dengan biji
hanya dilakuan oleh pemulia tanaman dalam mencari varietas unggul. Asal stek,
diameter bibit, ukuran stek, dan lama penyimpanan bibit berpengaruh terhadap
daya tumbuh dan produksi ubi kayu. Bibit yang dianjurkan sebagai berikut :
- stek berasal dari batang bagian tengah yang sudah berkayu
- Panjang 15-20 cm
- Diameter 2-3 cm
- Tanpa Penyimpanan
E. Penanaman
Ubi kayu adalah tanaman yang memiliki adaptasi sangat luas sehingga
sering disebut sebagai tanaman pioneer. Penanaman ubi kayu dilakukan pada awal
musim kemarau sehingga dapat dipanen pada awal musim hujan. Berikut
beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penanaman ubi kayu.
1. Pemilihan bibit
Benih tanaman berupa setek batang berukuran 20-30 cm. Setek yang
terbaik berasal dari bagian tengah batang tanaman yang telah berumur lebih dari 8
bulan. Ujung setek bagian bawah dipotong miring 450. Pemotongan ini
dimaksudkan untuk memperluas daerah perakaran dan sebagai tanda bagian yang
173
ditanam. Jika batang ditanam terbalik, hasil umbi akan sangat rendah. Kebutuhan
bibit per ha sekitar 10.000 setek.
Dalam pembibitan tradisional, satu batang ubi kayu hanya diperoleh 10-20
setek, sehingga luas areal pembibitan harus tersedia 20% dari luas areal yang akan
ditanami ubi kayu. Rapid multiplication menggunakan setek pendek dengan 2-3
mata tunas, sehingga dari satu batang ubi kayu dapat dihasilkan 100-200 kali lebih
banyak dibandingkan dengan pembibitan secara tradisional. Langkah
penyelenggaraan rapid multiplicatin yaitu (a) penyemaian bibit, (b) pemindahan
bibit, (c) pemeliharan, dan (d) panen.
2. Penyemaian bibit
Metode untuk penyemaian bibit tanaman ubi kayu terdira dari beberapa
tahap, yaitu sebagai berikut.
- potong batang ubi kayu varietas unggul menjadi satu, dua, atau tiga mata
tunas.
- Siapkan media persemaian berupa bak plastik yang diisi air, tanpa diberi
pupuk atau bahan kimia lain. Ketinggian air sekitar 0,5 cm dari dasar bak
plastik.
- Di atas permukaan air, hamparkan kertas koran. Kertas ini sebaiknya
disangga dengan anyaman bambu atau penyangga lain agar tidak
tenggelam. Kertas harus dipertahankan dalam keadaan basah selama 7-14
hari.
- Letakan setek yang akan disemai di atas kertas koran yang basah tersebut
dengan posisi vertikal.
3. Pemindahan Bibit
Setelah persemaian berumur 10-14 hari, pindahkan bibit ke lahan
pembibitan yang telah diolah. Pada saat penanaman bibit, tanah harus dalam
keadaan kapasitas lapang. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 75 x 80 cm. Dalam
keadaan cuaca optimal, khususnya kelembaban tanah yang cukup baik, stek
dengan 2-3 mata tunas dapat langsung ditanam tanpa melalui persemaian.
4. Pemeliharaan Pembibitan
Pemeliharaan bibit meliputi pemupukan, pengendalian gulma, serat
pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pemupukan kebun bibit dianjurkan
174
sejumlah 150-200 kg urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha. Pupuk diberikan
secara bertahap, yaitu 50% urea, seluruh SP36 dan KCl pada saat bibit berumur 2
minggu dan 50% urea pada umur 12 minggu.
5. Pemanenan Bibit
Penen dilakukan saat tanaman berumur 7-12 bulan. Potonglah batang
sekitar 10 cm dari pangkal batang. Buang batang bagian pucuk yang belum
berkayu. Kumpulkan 10-20 batang dan ikatlah ujung bawah dan ujung atasnya.
Selanjutnya simpan di tempat yang terlindung. Ikatan hendaknya diletakkan tegak
lurus dan jangan ’ditidurkan’ untuk mencegah tuna-tunas tumbuh selama masa
penyimpanan. Bibit yang disimpan sebaiknya sepanjang mungkin (minimum 1,5
meter) agar tidak tidak mudah mengering. Sebaiknya ujung-ujung potongan
batang diberi ter atau lilin agar tidak cepat kering. Panen dilakukan saat bibit akan
ditanam atau maksimal 1 bulan sebelum bibit ditanam.
F. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan antara lain adalah untuk memperbaiki struktur
tanah. Tanah yang baik untuk budi daya ubi kayu seharusnya memiliki struktur
remah atau gembur, sejak fase awal pertumbuhan tanaman hingga panen.
Pengolahan tanah juga bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma. Hal ini
dilakukan agar ubi kayu tidak bersaing dengan berbagai gulma dalam mengambil
hara tanah, pupuk dan air. Selain itu pengolahan tanah pada ubi kayu juga
bertujuan untuk menerapkan sistem konservasi tanah untuk memperkecil peluang
terjadinya erosi. Hal ini penting dilakukan agar kesuburan tanah tetap lestari,
karena sentra ubi kayu didominasi lahan-lahan yang relatif peka erosi.
G. Cara tanam
Jika dimaksudkan untuk diambil umbinya, penanaman setek dilakukan
secara vertikal berjarak 100 cm antar setek. Namun, jika dimaksudkan untuk
diambil daunnya, setek dapat ditanam rapat secara mendatar agar tunas baru
muncul dari setiap buku. Anjuran cara tanam sebagai berikut :
175
- Pangkal stek dipotong rata atau runcing. Pangkal stek yang dipotong
miring akan berdampak pada pertumbuhan akar yang tidak merata
- Tanamlah stek dalam posisi vertical. Stek yang ditanam dalam posisi lain
(miring 450 dan horizontal), akarnya tidak terdistribusi secara merata.
Volume akar di tanah dan penyebarannya berpengaruh pada jumlah hara
yang dapat diserap tanaman, selanjutnya berdampak pada produksi. Jangan
terbalik, pemotongan ujung stek meruncing, membantu agar stek tidak
ditanam terbalik.
- Kedalaman tanam 15 cm, pada musim hujan maupun musim kemarau. Hal
ini terkait dengan kelembaban tanah untuk menjaga kesegaran stek.
Disarankan menanam dalam keadaan tanah gembur dan lembab. Tanah
dengan kondisi ini akan menjamin kelancaran sirkulasi O2 dan CO2 serta
meningkatkan aktivitas mikrobia tanah. Keadaan ini dapat memacu
pertumbuhan daun untuk menghasilkan fotosintat secara maksimal yang
akan ditranslokasikan ke tempat penyimpanan cadangan makanan (ubi)
Ubi kayu secara maksimal pula.
H. Penanaman dan Penyulaman
Waktu tanam yang tepat bagi tanaman ubi kayu, secara umum adalah
musim penghujan atau pada saat tanah tidak berair agar struktur tanah tetap
terpelihara. Tanaman ubi kayu dapat ditanam di lahan kering, beriklim basah,
waktu terbaik untuk bertanam yaitu awal musim hujan atau akhir musim hujan
(November – Desember dan Juni – Juli). Tanaman ubi kayu dapat juga tumbuh di
lahan sawah apabila penanaman dilakukan setelah panen padi. Di daerah-daerah
yang curah hujannya cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, ubi kayu dapat
ditanam setiap waktu.
Permasalahan budi daya ubi kayu di Indonesia adalah saat tanam serentak,
yakni sebagian besar pada wala musim hujan. Hal ini mengakibatkan waktu panen
yang serentak pula, sehingga harga ubi kayu menjadi relatif murah dan terjadi
ketidak sinambungan suplai bahan baku ke pabrik bioetanol. Masalah ini dapat
diatasi dengan menunda umur panen karena kadar pati dalam ubi kayu tidak
menurun meski panen ditunda beberapa bulan setelah fase kadar pati optimal.
176
Bahkan, hasil pati meningkat karena bobot ubi cenderung meningkat dengan
bertambahnya umur tanaman sehingga menguntungkan petani.
Penerapannnya dapat dilakukan dengan cara mengatur setiap wilayah
dengan menanam ubi kayu berdasarkan umur panen, yaitu genjah (7-9 bulan),
sedang (8-11 bulan), dan dalam (10-12 bulan). Dengan pengaturan ini, pabrik
bioetanol akan menerima suplai ubi kayu secar teratur. Petani tidak akan
menderita karena harga yang merosot karena panen raya ubi kayu. Cara lain
adalah dengan mengatur suatu wilayah dengan pembagian kelompok tanam, yakni
kelompok oktober, kelompok November, kelompok Desember, kelompok Januari,
Kelompok Februari, dan seterusnya.
Waktu penyulaman dilakukan saat ubi kayu mulai berumur 1-3 minggu.
Bila penyulaman dilaksanakan sesudah umur 5 minggu, tanaman sulam akan
tumbuh tidak sempurna karena ternaungi tanaman sekitarnya. Sediakan bibit
khusus untuk sulam yang ditanam di pinggir atau tepi kebun.
I. Pengendalian gulma
Gulma harus dikendalikan karena gulma merupakan pesaing bagi tanaman
ubi kayu khusunya untuk mengambil hara, pupuk dan air. Penelitian menunjukkan
kompetisi dengan gulma menurunkan produktivitas ubi kayu hingga 7,5%.
Berikut adalah waktu yang tepat untuk pengendalian gulma yaitu :
- Tiga bulan pertama, hal ini disebabkan pertumbuhan gulma yang lebat, karena
tanah di antara tanaman belum tertutup sempurna oleh kanopi
- Di saat panen, dengan tujuan menurunkan kesulitan panen, sehingga kehilangan
hasil dapat dicegah dan mempermudah pengolahan tanah dan mengurangi
populasi gulma pada musim tanam berikutnya.
J. Pemupukan
Tanaman ubi kayu memerlukan pupuk dalam penanaman, karena unsur
hara yang diserap oleh ubi kayu per satuan waktu dan luas lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman pangan yang berproduktivitas tinggi. Penelitian
menunjukkan bahwa hara terbawa panenuntuk setiap ton umbi segar adalah 6,54
Kg N, 2,24 P2O5, dan 9,32 Kg K2O/ha/musim atau pada tingkat hasil 30 ton/ha
177
sebesar 147,6 Kg N, 47,4 Kg P2O5, dan 179,4 Kg K2O/ha/musim. Hara tersebut
harus diganti melalui pemupukan setiap musim. Tanpa pemupukan akan terjadi
pengurasan hara, Sehingga kesuburan hara menurun dan produksi dan produksi
ubi kayu akan menurun. Berikut adalah dosis pupuk yang berimbang untuk budi
daya ubi kayu :
- Pupuk Organik : 5 – 10 ton/ha setiap musim tanam
- Urea : 150 – 200 Kg/ha
- SP36 : 100 Kg/ha
- KCl : 100 – 150 Kg/ha
Tehnik pemberian dosis pupuk untuk tanaman ubi kayu adalah, berikan
pupuk organik + 1/3 Urea + 1/3 KCl sebagai pupuk dasar pada saat pembuatan
guludan. Lalu sisa dosis diberikan pada bulan ketiga atau keempat.
K. Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit utama tanaman ubi kayu adalah bakteri layu (Xanthomonas
campestris pv. manihotis) dan hawar daun (Cassava Bacterial Blight/CBB).
Kerugian hasil akibat CBB diperkirakan sebesar 8% untuk varietas yang agak
tahan, dan mencapai 50 – 90% untuk varietas yang agak rentan dan rentan.
Varetas Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5 tahan terhadap kedua penyakit ini.
Hama utama ubi kayu adalah tungau merah (Tetranychus urticae). Hama
ini menyerang hanya pada musim kemarau dan menyebabkan rontoknya daun,
tetapi petani hanya menganggap keadaan tersebut sebagai akibat kekeringan.
Penelitian menunjukkan penurunan hasil akibat serangan hami ini dapat mencapai
20 – 53%, tergantung umur tanaman dan lama serangan. Bahkan berdasarkan
penelitian di rumah kaca. Serangan tungau merah yang parah dapat
mengakibatkan kehilangan hasil ubi kayu hingga 95%. Tungau dapat
menyebabkan kerusakan tanaman ubi kayu dengan cara mengurangi luas areal
fotosintesis dan akhirnya mengakibatkan penurunan hasil panen ubi kayu.
Kerusakan tanaman dapat diperparah oleh kondisi musim kering, kondisi tanaman
stress air, dan kesuburan tanah yang rendah.
Untuk pengendalian tungau merah sebaiknya ubi kayu ditanam di lahan
pada awal musim hujan untuk mencegah terjadinya serangan tungau, dengan
178
tenggang waktu maksimum 2 bulan. Jika terlambat ditanam, peluang terjadinya
serangan lebih lama sehingga kehilangan hasil yang ditimbulkan semakin tinggi.
Namun cara yang paling praktis, stabil dan ekonomis adalah dengan menanam
varietas yang tahan tungau. Varietas Adira-4 dan Malang-6 cukup tahan tungau,
sedangkan UJ-5 dan UJ-3 peka tungau. Sebaiknya UJ-3 dan UJ-5 sebaiknya
ditanam di daerah-daerah yang mempunyai bulan basah cukup panjang (seperti
Lampung) sehingga serangan tungau yang dialami tidak berat. UJ-3 dan UJ-5
kurang bagus ditanam di daerah yang mempunyai musim kering relatif panjang.
L. Panen
Kriteria utama umur panen ubi kayu adalah kadar pati optimal, yakni pada
saat tanaman berumur 7-9 bulan. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan daun mulai
berkurang, warna daun mulai agak menguning, dan banyak daun yang rontok.
Sifat khusus ubi kayu ialah bobot ubi kayu meningkat dengan bertambahnya umur
tanaman, sedangkan kadar pati cenderung stabil pada umur 7-9 bulan. Hal ini
menunjukkan bahwa umur panen ubi kayu fleksibel. Tanaman dapat dipanen pada
umur 7 bulan atau ditunda hingga 12 bulan. Namun penundaan umur panen hanya
dapat dilakukan di daerah beriklim basah dan tidak sesuai di daerah beriklim
kering. Berikut adalah tehnik panen yang benar :
Buanglah batang – batang ubi kayu terlebih dahulu.
Tinggalkan pangkal batang + 10 cm untuk memudahkan pencabutan
Cabutlah tanaman dengan tangan menggunakan tenaga dari seluruh tubuh,
sehingga umbinya dapat diangkat keluar dari tanah.
Pada tanah berat, pakailah alat pengungkit berupa sepotong bambu atau
kayu. Ikat pangkal batang dengan kayu, ujung pengungkit diletakkan di
atas bahu, kemudian angkatlah perlahan – lahan ke atas.
179
2. Teknik Produksi Biofuel Ubi Kayu
Ubi kayu dapat sebagai komoditas utama sebagai komoditas utama
penghasil BBN atau lebih tepat sebagai penghasil FGE. Pengembangan BBN di
Indonesia berprinsip pro-poor, pro – job, pro – growth, dan pro – planet. Dengan
triple track plus tersebut, sejumlah pertimbangan positif pemilihan ubi kayu
sebagai penghasil FGE diuraikan sebgai berikut. Ubi kayu merupakan tanaman
sumber karbohidrat ketiga setelah padi dan jagung. Dengan menggeser kegunaan
ubi kayu menjadi BBN (dari sumber daya karbohidrat ke sumber daya
hidrokarbon), diharapkan harga ubi kayu akan meningkat sehingga pendapatan
petani akan meningkat pula. Ubi kayu telah tersebar di Indonesia dan ditanam di
sentra – sentra produksi di 55 kabupaten dan 36 propinsi, tetapi produktivitasnya
rendah. Dengan program pengembangan BBN, diharapkan tidak hanya tersedia
lapangan pekerjaan tetapi akan terjadi peningkatan teknologi pertanian dan agro
industri di pedesaan. Harga Ubi kayu setiap tahun saat panen raya selalu sangat
rendah. Melalui pembangunan pabrik –pabrik etanol skala pedesaan, diharapkan
harga ubi kayu akan stabil.
Ubi kayu akan menguatkan security of supply bahan bakar berbasis
kemasyarakatan. Memperbesar basis sumber daya bahan bakar nabati, karena ubi
kayu adalah tanaman yang toleran terhadap tanah dengan tingkat kesuburan
rendah, mampu berproduksi baik pada lingkungan sub – optimal, dan mempunyai
pertumbuhan yang relative lebih baik pada lingkungan sub optimal dibandingkan
dengan tanaman lain.
Secara umum, proses pengolahan bahan berpati seperti ubi kayu, jagung
dan sagu dilakukan dengan proses urutan. Pertama adalah proses hidrolisis, yakni
proses konversi pati menjadi glukosa. Pati merupakan homopolimer glukosa
dengan ikatan -glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan
dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut
amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan -(1,4)-D-
glikosidik sedangkan amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan
-(1,6)-D-glikosidik sebanyak 4-5% dari berat total.
Prinsip dari hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer
pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut
180
dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi
ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan
mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas
pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus
rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai
polimer secara spesifik pada percabangan tertentu.
Enzim yang digunakan adalah alfa-amilase pada tahap likuifikasi,
sedangkan tahap sakarifikasi digunakan enzim glukoamilase. Berdasarkan
penelitian, penggunaan -amilase pada tahap likuifikasi menghasilkan DE
tertinggi yaitu 50.83 pada konsentrasi -amilase 1.75 U/g pati dan waktu
likuifikasi 210 menit, dan glukoamilase pada tahap sakarifikasi menghasilkan DE
tertinggi yaitu 98.99 pada konsentrasi enzim 0.3 U/g pati dengan waktu
sakarifikasi 48 jam.
Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula)
menjadi etanol dan CO2. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi
2 mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses fermentasi etanol, khamir terutama akan
memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan
reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan asam piruvat yang
dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami
dehidrogenasi menjadi etanol (Amerine et al., 1987).
Khamir yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah
Saccharomyces cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran
terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap kadar gula yang
tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32oC.
Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan
etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya.
Titik didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah 100oC (Kondisi
standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100oC akan
mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan
bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
Terdapat dua tipe proses destilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu
continuous-feed distillation column system dan pot-type distillation system. Selain
181
tipe tersebut, dikenal juga tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah
dan suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih
tinggi. Tekanan yang digunakan untuk destilasi adalah 42 mmHg atau 0.88 psi.
Dengan tekanan tersebut, suhu yang digunakan pada bagian bawah kolom adalah
35oC dan 20oC di bagian atas. Proses produksi FGE dari bahan berpati disajikan
pada Gambar 49, sedangkan Gambar 50 menunjukkan proses produksi FGE dari
ubi kayu.
Gambar 49. Proses Produksi FGE dari bahan berpati
Dari proses distilasi akan dihasilkan etanol dengan kadar etanol maksimal
95%. Untuk aplikasi bahan bakar, etanol hasil destilasi harus dimurnikan yaitu
dengan cara dikeringkan. Pengeringan etanol dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Cara-cara pengeringan etanol yang ada adalah antara lain pengeringan
menggunakan kapur (CaO), garam, benzene dan penggunaan ”molecular sieve”.
”Molecular sieve” merupakan suatu metode purifikasi yang banyak
digunakan di industri minyak serta laboratorium untuk memisahkan komponen
dan untuk pengeringan. ”Molecular sieve” adalah suatu bahan yang memiliki
pori-pori kecil dengan ukuran yang tepat dan seragam yang digunakan sebagai
absorben cairan dan gas. Bahan ini dapat menyerap air hingga 20% dari berat
bahan itu sendiri. Bahan-bahan yang termasuk ”molecular sieve” antara lain
zeolit, lempung, karbon aktif, microporous charcoal dan porous glasses
182
Gambar 50. Diagram alir proses pembuatan FGE dari ubi kayu
Proses Pembuatan Bioetanol ubi kayu skala kerakyatan atau skala rumahan
Pembuatan bioetanol juga dapat dilakukan pada skala rumahan. Dengan
memanfaatkan ubi kayu segar berkadar pati 28%, ditargetkan akan diperoleh 7
liter bioetanol. Langkah-langkah pembuatan bioetanol skala rumahan adalah
sebagai berikut.
- Kupas Kasar ubi kayu segar sebanyak 50 Kg. Cuci dan giling dengan
mesin penggiling listrik, mesin bensin, ataupun diesel.
- Saring hasil penggilingan untuk memperoleh bubur ubi kayu.
- Masukkan bubur ubi kayu ke dalam drum yang terbuka penuh bagian
atasnya.
- Tambahkan air 40 – 50 liter dan aduk sambil dipanasi menggunakan
kompor minyak tanah, gas, ataupun tungku batu bara dan limbah
pertanian, baik yang dibakar langsung, seperti batok kelapa, cangkang,
sabut, ranting – ranting kayu, maupun limbah pertanian dan peternakan
yang diubah menjadi biogas.
- Tambahkan 1,5 ml enzim alfa – amylase (dapat dibeli di toko kimia
khusus). Panaskan selama 30 – 60 menit pada suhu sekitar 900 C.
183
- Dinginkan hingga suhu menjadi 55 - 600 C. Gunakan alat penukar panas
untuk mempercepat proses pendinginan (heat exchanger).
- Tambahkan 0,9 ml enzim gluko-amilase.
- Jaga temperatur pada kisaran 55 – 600 C selama 3 jam, lalu dinginkan
hingga suhu di bawah 350 C. Gunakan alat penukar panas untuk
mempercepat proses pendinginan.
- Tanbahkan 1 g ragi roti (dapat dibeli di toko bahan – bahan kue), urea 65
g, dan NPK 14 g. Biarkan selama 72 jam dalam keadaan tertutup, tetapi
tidak rapat agar gas karbon dioksida yang terbentuk bisa keluar.
Fermentasi yang berhasil ditandai dari aroma sepeti tape, suara gelembung
gas yang naik ke atas, dan keasaman (pH) di atas 4.
- Pindahkan cairan yang mengandung 7 -9 % bioetanol itu ke dalam drum
lain yang didesain sebagai penguap (evaporator).
- Masak menggunakan kompor minyak tanah, gas, tungku, briket batu bara,
arang tau bahan bakar lain, hingga keluar uapnya menuju alat distilasi. Hal
ini terindikasi melalui rambatan panas dalam pipa menuju alat distilasi dan
kenaikan temperatur pada termometer. Nyalakan aliran air kondensor
pengembun uap bioetanol.
- Tahan temperatur bagian atas kolom distilasi pada suhu 790C ketika
cairan bioetanol mulai keluar. Kontrol temperatur dapat dilakukan dengan
dua cara, yakni mengatur aliran air refluks dalam alat distilasi dan /atau
mengatur api kompor.
- Keluarkan limbah melalui kran bawah drum, melewati saringan yang akan
menahan limbah padat dan meloloskan limbah cair.
Hasil destilasi dengan cara destilasi di atas adalah etanol dengan kadar
95%. Untuk meningkatkan konsentrasinya hingga diperoleh FGE dapat dilakukan
juga dalam skala kerakyatan dengan menggunakan peralatan dan bahan yang
sederhana. Prosedurnya yaitu dengan mencampurkan etanol 95% dengan kapur
gamping (CaO) yang ditepungkan dengan komposisi 1 : 4 atau 1 : 2 (1 bagian
kapur dan 4 atau 2 bagian etanol 95%). Aduk secara periodik dan biarkan selama
24 jam. Selanjutnya diuapkan (gunakan pemanas tidak langsung) dan disuling
184
dengan penyuling sederhana (alat distilasi satu tingkat) dan disuling dengan
penyuling sederhana (alat distilasi satu tingkat).
Mutu dan Metode Uji Bioetanol
Mutu bioetanol sebagai bahan bakar cukup ketat yang mensyaratkan kadar
etanol lebih dari 99% serta beberapa parameter lainnya. Hal ini berhubungan
manfaatnya sebagai pengganti bahan bakar. Spesifikasi standar bioetanol
terdenaturasi untuk gasohol disajikan pada Tabel 56.
Tabel 56. Spesifikasi standar bioetanol terdenaturasi untuk gasohol
No. Sifat Unit, Min/Maks Spesifikasi1 Kadar etanol %-v, min 99.5 (sebelum denaturasi)
94.0 (setelah denaturasi)2 Kadar metanol Mg/l, maks 3003 Kadar air %-v, maks 14 Kadar denaturan %-v, min 2
%-v, maks 55 Kadar tembaga (cu) Mg/kg, maks 0.16 Keasamaan sebagai
CH3COOHMg/l, maks 30
7 Tampakan Jernih dan terang, tidak ada endapan dan kotoran
8 Kadar ion klorida (Cl) Mg/l, maks 409 Kandungan belerang (S) Mg/l, maks 5010 Kadar getah (gum), dicuci Mg/100 ml, maks 5.011 pH 6.5-9.0
FGE atau etanol kering biasanya memiliki berat jenis dalam rentang
0.7936-0.7961 (pada kondisi 15,56/15,56oC), atau berat jenis dalam rentang
0.7871-0.7896 (pada kondisi 25/25oC).
Pemanfaatan Limbah Bioetanol
Pemanfaatan limbah pabrik bioetanol menjadi biogas dapat meningkatkan
efisiensi, yakni menekan harga pokok produksi bioetanol. Proses pembuatan
bioetanol membutuhkan energi yang cukup besar. Tanpa mengintroduksi energi
terbarukan yang murah di industri bioetanol (misalnya biogas), misi industri
bioetanol untuk menghasilkan FGE (Fuel Grade Ethanol) tidak akan tercapai
secara optimal. Tujuan pabrik bioetanol memproduksi FGE di antaranya untuk
mengurangi pemanasan global dan pencemaran udara. Tujuan ini harus dapat
185
dilaksanakan tanpa dampak lain, seperti pencemaran tanah, air tanah, dan sungai
oleh limbah cair atau limbah padat pabrik bioetanol.
Limbah cair pabrik etanol tidak mengandung B3 (bahan dan limbah
berbahaya serta beracun). Bioetanol tidak dihasilkan dari proses yang
menggunakan bahan kimia, melainkan hanya proses biologi (enzimatik dan
fermentasi). Namun, permasalahan utama terletak pada kandungan BOD dan
COD yang tinggi.
Tabel 57. Analisis limbah cair hasil distilasi bioetanol dari bahan baku ubi kayu
Parameter Kuantitas
Derajat Keasaman pH 4,0
Temperatur 0C 55
BOD (biological oxygen demand) ppm 35.000
COD (chemical oxygen demand) ppm 50.000
OM (organic matter) ppm 35.000
Volatile residu ppm 34.000
Ash ppm 10.000
Sumber : Bioteknologi Biomassa BPPT – 1 Herry Suryanto, 1995
186
3. Analisis Ekonomi Investasi Bioenergi Dari Ubi Kayu
A. Analisis finansial budidaya ubi kayu
Asumsi yang digunakan :
Luas lahan budidaya adalah 100 ha
Populasi kebun 10.000 pohon/ha
Jumlah bibit cadangan 30% dari total kebutuhan bibit
Ubi kayu mulai dipanen pada bulan ke 8
Biaya tenaga kerja per hari Rp.20.000,-, atau Rp.600.000,- perbulan.
Kebutuhan bibit siap tanam 1.000.000 bibit/ha
Produktivitas lahan adalah 80 ton/ha/tahun
Harga jual ubi kayu Rp.150,-/kg.
BIAYA
Pendirian kebun ubi kayu seluas 100 ha memerlukan biaya investasi dan
biaya operasional yang dikeluarkan setiap tahun. Biaya investasi terdiri dari biaya
pembelian peralatan, dan biaya pengadaan sarana penunjang antara lain lahan,
bangunan kantor dan gedung, peralatan kantor serta sarana transportasi. Biaya
sarana penunjang dikeluarkan hanya pada tahun pertama yaitu sebesar Rp.
719,350,000 sedangkan biaya pembelian peralatan untuk tahun pertama adalah
Rp. 45,000,000,-. Investasi untuk peralatan dilakukan setiap tahun dengan nilai
yang berbeda-beda. Komponen biaya investasi pendirian kebun budidaya ubi kayu
100 ha untuk tahun pertama disajikan pada Tabel 58. Secara rinci, biaya investasi
pendirian kebun disajikan pada Lampiran 13.
Tabel 58. Kebutuhan investasi kebun ubi kayu 100 ha
Uraian Investasi Total Biaya (Rp)A Fasilitas penunjang
1. Kantor dan unit pengolahan 300,000,0002. Kendaraan, infrastruktur kebun 402,500,0003. Fasilitas penunjang kantor 16,850,000
B Peralatan budidaya 45,000,000Total Investasi 764,350,000
187
Biaya operasional untuk penanaman dan persiapan lahan adalah sebesar Rp.
640,000,000,- untuk biaya tenaga kerja dan Rp. 505,000,000,- untuk pembelian
bahan. Rincian biaya operasional tersebut disajikan pada Tabel 59.
Tabel 59 . Rincian biaya operasional kebun ubi kayu untuk tahun ke 1
I Tenaga Kerja Jumlah Satuan Harga/satuan TotalPengolahan tanah 7000 HOK 20.000 140.000.000Penanaman 4000 HOK 20.000 80.000.000Pemberian pupuk 2000 HOK 20.000 40.000.000Penyiangan pembumbunan 4000 HOK 20.000 80.000.000Panen 15000 HOK 20.000 300.000.000
640.000.000II BAHAN
Bibit 1300000 unit 300 390.000.000Pemupukan pd penanaman Urea 20000 kg 2.600 52.000.000 TSP 10000 kg 1.800 18.000.000 KCl 10000 kg 3.500 35.000.000Pestisida 200 l 50.000 10.000.000
505.000.000
III ALATKompresor 20 buah 2.000.000 40.000.000Cangkul 100 buah 25.000 2.500.000Pisau 100 buah 5.000 500.000Parang 100 buah 5.000 500.000Gembor 100 buah 15.000 1.500.000
45.000.000
GRAND TOTAL TAHUN 1 1.190.000.000
Biaya operasional untuk tenaga kerja untuk tahun-tahun selanjutnya tidak
mengalami perubahan, karena sifat dari tanaman ubi kayu yang dapat dipanen tiap
tahun, sekaligus disertai dengan penanaman kembali. Rincian biaya operasional
dan investasi untuk tahun selanjutnya disajikan pada Lampiran 14.
PENDAPATAN
Pendapatan kebun ubi kayu dihasilkan dari penjualan ubi kayu. Dengan
asumsi harga ubi kayu Rp. 150.000,- per ton dan produktivitas lahan 80
ton/ha/tahun maka perusahaan akan mendapatkan pemasukan sebesar Rp.
1,200,000,000,- yang diperoleh setiap satu tahun sekali.
188
PROYEKSI ARUS KAS DAN KRITERIA KELAYAKAN USAHA
Kelayakan usaha budidaya sagu dianalisis menggunakan proyeksi arus kas
dan perhitungan kriteria kelayakan yaitu NPV dan IRR. Usaha dikatakan layak
jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat mendatangkan keuntungan
bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap disajikan pada Lampiran 15,
adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 60.
Tabel 60. Kriteria kelayakan usaha budidaya dan pengolahan ubi kayu
Kriteria investasi NilaiNPV 216,642,170IRR 25%
Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian kebun
budidaya ubi kayu layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan
umur proyek 10 tahun, nilai NPV adalah positif, nilai IRR lebih besar dari tingkat
suku bunga bank (25% > 15%).
B. Analisis Finansial Bioethanol Ubi Kayu
1. Asumsi Perhitungan
Dalam perhitungan analisis finansial bioethanol ubi kayu digunakan beberapa
asumsi yaitu umur ekonomi proyek yaitu 20 tahun. Kapasitas produksi 33 ribu
KL/tahun serta beberapa parameter lainnya yang disajikan pada Tabel 61.
Tabel 61. Asumsi perhitungan analisis finansial pabrik bioetanol ubi kayu
Asumsi Satuan Nilai
1 KAPASITAS PRODUKSIBio Etanol kilo liter/tahun 33.000
2 PEMBIAYAAN :Debt Equity Ratio 65% 35%Suku Bunga Bank - Investasi p.a. 7,62% - Modal Kerja p.a. 7,62%PengembalianInvestasi tahun 5 -Modal Kerja tahun 2Penurunan harga (Depresiasi) tahun (straight line) 12
3 UTILITASUap Panas (Steam) Rp/Ton 80.000Air Rp/M3 285Listrik Rp/KWh 570
4 Bahan baku
189
Singkong Rp/Ton 294.500Total Kebutuhan Ton/ hari 526,45Kandungan Pati % 29%
5 Bahan Kimia dan Bahan Tambahan Asam Sulfat Rp/Kg 2.450Asam Posfat Rp/Kg 5.250NaOH Rp/Kg 1.750Amoniak cair Rp/Kg 4.375Zat antibusa Rp/Kg 21.000Alfa Amylase Rp/Kg 70.000Gluco Amylase Rp/Kg 87.500Nutrient (Urea) Rp/Kg 2.600
6 Biaya LainTenaga kerja Rp/TOK 54.000.000Perbaikan dan Pemeliharaan biaya peralatan/tahun 2%Pengeluaran perusahaan dan administrasi biaya tenaga kerja 60%Asuransi biaya peralatan/tahun 0,7%Pemasaran dari penjualan 0,5%Laboratorium and R&D dari penjualan 0,5%
7 Harga JualBio Etanol Rp/KL 3.990.000
8 Hari kerja per tahun hari 300
2. Investasi
Biaya investasi untuk pendirian pabrik bioetanol singkong terdiri dari
biaya proyek, dan modal kerja. Biaya proyek merupakan seluruh modal awal yang
diperlukan untuk pengadaan tanah, bangunan dan peralatan juga biaya IDC
(Interest during construction). IDC adalah biaya bunga yang dihasilkan selama
pendirian pabrik (perhitungan disajikan pada Lampiran 16). Sedangkan modal
kerja adalah modal yang dikeluarkan untuk keperluan pengadaan bahan baku,
bahan pembantu, tenaga kerja dan biaya operasional untuk menjalankan usaha
untuk waktu tertentu.
Total investasi yang diperlukan sebesar Rp. 197,293,427,975,- dimana
modal tersebut diperoleh dari pinjaman dan modal sendiri dengan Debt Equity
Ratio (65:35). Rincian biaya investasi disajikan pada Tabel 62.
190
Tabel 62. Biaya investasi pendirian pabrik bioetanol ubi kayu
1 Investasi Tetap OSBL ISBL TOTALBiaya Pra-proyek 950,000,000 950,000,000Boiler 9,120,000,000 9,120,000,000Penanganan Air Limbah, Cooling System & WTP 47,500,000,000 47,500,000,000Keperluan lain 9,927,500,000 9,927,500,000Tangki 14,250,000,000 14,250,000,000Penyokong, Infrastruktur 9,053,500,000 9,053,500,000Biaya Tim Pelaksana Proyek 4,750,000,000 4,750,000,000Process Plant 71,250,000,000 71,250,000,000Pajak 0Biaya Proyek 95,551,000,000 71,250,000,000 166,801,000,000
2 IDC 8,907,204,983Total Biaya Proyek 175,708,204,983
3 Modal kerja 12,349,698,009 TOTAL investasi 196,965,107,975
Modal kerja terdiri dari biaya variabel yang jumlahnya tergantung pada
jumlah bioetanol yang dihasilkan dan biaya tetap yang nilainya tidak dipengaruhi
oleh kapasitas produksi. Modal kerja yang digunakan adalah modal kerja tertinggi
yaitu pada saat pabrik telah beroperasi maksimal (100%) yaitu sebesar
Rp.12,349,698,009,- yang merupakan biaya operasional bahan baku selama 30
hari dan inventory 15 hari. Rincian perhitungan modal kerja disajikan pada
Lampiran 17.
Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan tambahan, utilitas
dan konsumsi serta transportasi produk. Rincian biaya operasional dengan
kapasitas pabrik maksimal (100%) disajikan pada Tabel 63.
Produksi dan Pendapatan Usaha
Dengan kapasitas produksi 110 KL bioetanol per hari, dan harga jual
Rp.3.990,- per liter maka akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp
438.900.000,- per hari atau Rp. 10,972,000,000,-. Secara lengkap produksi dan
pendapatan usaha produksi bioetanol disajikan pada Lampiran 18.
191
Tabel 63. Biaya operasional pabrik biodiesel kapasitas 3.300 KL/tahun
Biaya Variabel Konsumsi Satuan Harga/satuan TotalBiaya Bahan BakuSingkong 5.26 mt/kl produk 294,500 51,163,464,069
SUB TOTAL 51,163,464,069
Bahan Kimia dan Bahan TambahanAsam Sulfat 3.12 kg/kl produk 2,450.00 252,252,000Zat antibusa 0 kg/kl produk 21,000.00 0NaOH 50% 1.08 kg/kl produk 1,750.00 62,370,000Amoniak cair 30% 12.25 kg/kl produk 4,375.00 1,768,593,750Nutrient (Urea) 5.18 kg/kl produk 2,600.00 444,444,000Alfa Amylase 0.91 kg/kl produk 70,000.00 2,102,100,000Alfa Amylase 1.1 kg/kl produk 87,500.00 3,176,250,000
SUB TOTAL 7,806,009,750
Biaya PerlengkapanSteam 2.1 Ton/kl produk 80,000.00 5,544,000,000Air 2.5 m3/kl produk 285.00 23,512,500Listrik 165 KWh/kl produk 570.00 3,103,650,000
SUB TOTAL 8,671,162,500
Total Biaya Variabel 67,640,636,319
Biaya TetapTenaga kerja 12 unit 54,000,000 648,000,000
Perbaikan dan Pemeliharaan 2%biaya
perlengkapan/tahun 3,336,020,000
Biaya Pemasaran 0.7%biaya
perlengkapan/tahun 1,167,607,000Marketing Cost 0.5% Penjualan 658,350,000Pengeluaran perusahaan dan administrasi 60% Biaya Tenaga kerja 2,851,200,000Laboratorium and R&D 0.5% of sales 658,350,000Penurunan Harga 12 tahun(straight line) 11,483,125,000Suku Bunga Rp/tahun 5,360,709,694 Biaya Tetap Total 23,700,961,694Biaya Produksi Total 91,341,598,014
Arus kas dan kriteria kelayakan usaha
Kelayakan industri bioetanol berbahan baku sagu dianalisis menggunakan
proyeksi arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV dan
IRR. Usaha dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap
192
disajikan pada Lampiran 19. Adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan
disajikan pada Tabel 64.
Tabel 64. Kriteria Investasi industri bioetanol ubi kayu
Kriteria Investasi NilaiIRR 20.83%NPV 223,062,309,381
Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian industri
bioethanol ubi kayu layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan
umur proyek 20 tahun, nilai NPV positif dan IRR lebih besar dari tingkat suku
bunga bank (20.83 > 7,62%).
193