Top Banner
1 PEDOMAN PENGOLAHAN UBI KAYU DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN
39

90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

Dec 27, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

1

PEDOMAN PENGOLAHAN UBI KAYU

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN �������������������

�� ���� �������� �����������������������

���� ���������� �������

������������������

Page 2: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

2

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

I. PENDAHULUAN

II. PENGETAHUAN BAHAN KACANG TANAH

2.1. Pembuatan gaplek

2.2. Pembuatan pellet

2.3. Pembuatan tepung gaplek

2.4. Pembuatan tepung asia

2.5. Pembuatan tepung tapioka

2.6. Pembuatan tiwul instant

2.7. Pemanfaatan limbah

III. P E N U T U P

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

3

KATA PENGANTAR

Masalah kekurangan gizi makanan penduduk, masih ditemui pada

sebagian besar penduduk dunia, antara lain di Indonesia. Survei

membuktikan bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah menderita

Kekurangan Kalori dan Protein (KKP), vitamin A, zat besi dan iodium

(Anonim, 1990). Hal ini menyebabkan penurunan efisiensi kerja akibat

menurunnya stamina, terganggunya keseimbangan mental, berdampak

pada sosial ekonomi dan perkembangan bangsa.

Pola konsumsi protein ditekankan pada konsumsi protein nabati,

antara lain karena protein tersebut mudah diperoleh dan harganya relatif

lebih murah dibandingkan dengan protein hewani.

Tanggal 16 Oktober 1997 saat hari pangan sedunia XVII dica-

nangkan gerakan memasyarakatkan Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI)

oleh pemerintah. Popularitas makanan tradisional (Ethnic Food) di

Indonesia dirasakan semakin menurun dibandingkan dengan berbagai

jenis pangan impor yang sangat gencar promosinya. Perubahan ini terasa

di daerah perkotaan dan generasi muda menjadi konsumen utamanya.

Selain untuk mengimbangi pergeseran pola konsumsi yang mengarah

kepada makanan berselera impor, gerakan tersebut menuntut pemenuhan

gizi seimbang dan makanan yang aman bagi kesehatan.

Buku ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang benar,

lengkap dan mudah dipahami serta diterapkan oleh semua kalangan

mengenai pedoman pengolahan ubi kayu. Namun karena beberapa

keterbatasan mungkin materi disini masih belum sempurna seperti yang

diharapkan, untuk itu saran dari para pembaca yang peduli pada

pengolahan ubi kayu sangat kami harapkan.

-i-

Page 4: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

4

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………………………..……………………… i

DAFTAR ISI ………………………….………………………….. ii

DAFTAR TABEL ……………………………………………… iii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………. iv

I. PENDAHULUAN ……………………………………………… 1

II. PENGETAHUAN BAHAN UBI KAYU …………….………… 3

III. PENGOLAHAN BAHAN UBI KAYU ………………………... 9

3.1. PEMBUATAN GAPLEK …...................….……………….... 9

3.2. PEMBUATAN PELLET .............................……………. 17

3.3. PEMBUATAN TEPUNG GAPLEK ……………………... 24

3.4. PEMBUATAN TEPUNG ASIA …………………………… 26

3.5. PEMBUATAN TAPIOKA …………………….. 27

3.6. PEMBUATAN TIWUL ………………………. 30

3.7. PEMANFAATAN LIMBAH ..........………………………….. 31

IV. P E N U T U P ……………………………………………… 33

DAFTAR PUSTAKA

-ii-

Page 5: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

5

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan gaplek .....… 16

Tabel 2. Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan pellet …….. 21

Tabel 3. Syarat mutu gaplek secara umum …………………………….. 22

Tabel 4. Syarat mutu dari masing-masing kelas mutu gaplek ……… 23

Tabel 5. Standar mutu gaplek pellet untuk pasar MEE …………….… 23

Tabel 6. Standar mutu tapioka …………………………………. 29

Tabel 7. Susut bobot dan kehilangan pada proses produksi tapioka 29

-iii-

Page 6: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

6

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir pembuatan gaplek secara sederhana ………… 10

Gambar 2. Diagram alir pengolahan ubi kayu, gaplek, pellet dan

Chips menjadi pellet (Tjokroadikoesoemo, 1986) ………. 18

Gambar 3. Diagram alir pembuatan tepung gaplek …………………… 25

Gambar 4. Diagram alir pembuatan tepung asia ……………………….. 26

Gambar 5. Diagram alir pembuatan tapioka …………….….. 27

Gambar 6. Jaringan pengolahan ubi kayu ……………………………… 33

Page 7: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

1

I. PENDAHULUAN

Ubi Kayu ini dapat dimanfaatkan dalam berbagai bentuk kegunaan

terlebih-lebih dalam rangka mem- popularitaskan Ethnic food di

Indonesia yang dirasakan semakin menurun apabila dibandingkan

dengan berbagai jenis pangan impor yang sangat gencar

promosinya. Perubahan ini umumnya terasa di daerah perkotaan

dan generasi muda menjadi konsumen utamanya.

Dalam rangka gerakan memasyarakatkan Aku Cinta Makanan

Indonesia (ACMI) oleh pemerintah, diperlukan peranan teknologi

tepat guna dan reka boga untuk memperbaiki citra pangan

tradisional agar mampu memenuhi selera masyarakat masa kini dan

sejajar dengan produk pangan fast food impor. 0leh karena itu perlu

dihasilkan produk pangan tradisional (ethnic food) yang mempunyai

nilai tambah, mudah didistribusikan, mudah dikonsumsi, mudah

disajikan dan bergizi.

Menurut Haerah peluang diversifikasi pangan didukung berbagai

faktor antara lain :

(1) meningkatnya pendapatan penduduk di kota maupun di desa,

sehingga secara langsung mempengaruhi keragaman pilihan

yang sesuai dengan selera keluarga.

(2) mutu pendidikan yang lebih baik, mendukung pengetahuan

mengenai kebutuhan gizi yang diperlukan serta kecenderungan

untuk memilih bahan makanan berserat tinggi (membuka

peluang untuk diversifikasi pangan dan pemilihan bahan-bahan

pangan non beras).

Page 8: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

2

(3) perubahan pola makan akibat berkembangnya lapangan kerja di

luar sektor petanian, yaitu peningkatan kesukaan terhadap

makanan yang siap hidang (siap saji) atau mudah dimasak

tetapi bergizi.

(4) Khusus untuk produk pangan tradisional (ethnic food), pengem-

bangannya diprediksi akan lebih mudah diterima oleh

masyarakat karena telah lebih lama dikenal.

Diversifikasi ethnic food hanya dapat dicapai melalui perbaikan

teknologi dalam tahap pengolahan, distribusi maupun pemasaran

secara terpadu. Salah satu makanan tradisional Indonesia yang

dimaksud dalam gerakan ACMI adalah ethnic food yang terbuat

dari bahan baku ubi kayu seperti gaplek, tepung gaplek, tepung

asia dan tepung tapioka.

Page 9: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

3

I. PENGETAHUAN BAHAN UBI KAYU

1. Varietas Ubi Kayu

Sebagai bahan pangan langsung ubi kayu dapat dikonsumsi dan

dimakan setelah dibakar, direbus, digoreng ataupun sesudah

difermentasi menjadi tape. Disamping itu ubi kayu pun dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri (industri pangan dan

pakan maupun industri kimia lainnya).

Komponen fisik ubi kayu terdiri dari kulit luar, kulit dalam

kemudian diikuti oleh kambium dan daging umbi. Daging ubi

kayu yang menyehatkan dapat berwarna putih, kuning atau

gading tergantung varietasnya.

Menurut Darjanto dan Murjati (1980) di Indonesia komoditas

ubi kayu dikenal dalam berbagai varietas yang terbagi dalam 2

(dua) klon yang masing-masing memiliki perbedaan dalam hal

rasa, warna dan tekstur ubi.

- Klon manis (kadar HCN rendah) meliputi Valenca, Ambon,

Gading dan W.78.

- Klon pahit (kadar HCN tinggi) meliputi S.P.P. Bogor, Muara

dan W.236.

Beberapa sifat varietas ubi kayu untuk keperluan konsumsi

langsung (pangan) maupun untuk dijadikan tepung, antara lain :

a. Valenca

Varietas ini berasal dari Brazilia dan sangat baik untuk di-

konsumsi karena mengandung kadar HCN tidak lebih dari 40

Page 10: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

4

mg per kg yang diparut, produksinya kecil (200 kuintal/ha),

rasanya enak, kadar pati 34% dan kadar protein +/- 0,4%.

b. Mangi

Varietas mangi berasal dari Brazilia. Varietas ini baik

dikonsumsi karena mempunyai kadar HCN tidak lebih dari

30 mg per kg umbi yang telah diparut. Produksinya tergolong

rendah 160 kg per hektar, rasanya enak, kadar pati sekitar

36% sedangkan kadar proteinnya +/- 0,4%.

c. Basiorao

Varietas Basiorao berasal dari Brazilia. Varietas ini agak

beracun dan mempunyai rasa yang pahit karena mengandung

kadar HCN 80 mg per kg umbi yang diparut. Umbi yang

dihasilkan mempunyai ukuran besar dengan produksi umbi

300 kg per hektar. Daging umbi mempunyai kadar pati

sekitar 34% dan kadar protein 0,3%.

d. Sea Pedro Preto (SPP)

Varietas SPP berasal dari Brazilia. Varietas SPP termasuk

jenis ubi kayu sangat beracun karena mengandung HCN

lebih dari 150 mg per kg umbi yang diparut. Daging umbi

mempunyai kadar pati 35% dan kadar protein 0,4%.

e. B o g o r

Varietas ini berasal dari Bogor yang merupakan hasil

persilangan antara varietas Maleka dengan varietas Basiorao.

Varietas ini termasuk ubi kayu yang beracun karena

mengandung lebih dari 90 mg HCN per kg umbi yang

diparut. Kadar pati yang terkandung dalam varietas ini +/-

Page 11: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

5

34% sedangkan kadar proteinnya 0,4%. Varietas ini

termasuk jenis ubi kayu dengan produksi yang tinggi, yaitu

sebanyak +/- 400 kuintal per hektar.

f. Betawi

Varietas ini berasal dari Bogor yang merupakan hasil

persilangan antara varietas Maleka dengan Basiorao.

Varietas ini baik untuk dikonsumsi karena mempunyai kadar

HCN tidak lebih dari 30 mg per kg umbi yang diparut,

rasanya enak dan produksinya tinggi yaitu sekitar 200-300

kuintal per hektar. Daging umbi mempunyai kadar pati 34%

dan kadar protein -/+ 0,3%.

g. Muara

Varietas ini berasal dari Bogor yang merupakan hasil

persilangan antara varietas Bogor dengan Basiorao. Varietas

ini produksinya tinggi +/- 300 kuintal per hektar. Varietas ini

tergolong beracun sebab mengandung HCN lebih dari 100

mg per kg umbi yang diparut, mempunyai kadar pati 30 %

dan kadar protein 0,4 %.

2. Pemanenan

a. Umur Panen

Setelah ubi kayu berumur 6-7 bulan barulah menghasilkan

umbi namun dipanennya setelah 9-11 bulan dengan tanda-

tanda pertumbuhan daunnya mulai berkurang, warna daun

telah menguning dan mulai rontok. Penentuan umur panen

yang tepat biasanya dilakukan dengan mengambil beberapa

Page 12: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

6

sampel pohon pada areal pertanaman di beberapa lokasi yang

berbeda, tentunya apabila hasil karbohidrat per hektar telah

mencapai maksimal. Penundaan waktu panen dapat menurun

kan hasil karbohidrat dan apabila terlalu lama ditunda, umbi

yang dihasilkan berubah menjadi berkayu.

b. Cara Panen

� Secara manual yaitu mencabutnya secara langsung dan

hati-hati agar umbi yang keluar tidak patah, sebab umbi

yang patah / terluka akan membusuk dan mengalami

kepoyoan.

� Kerusakan umbi yang khas pada ubi kayu adalah

kepoyoan yaitu perubahan dari warna asal (putih,

kuning atau gading)

� menjadi kehitaman atau bergaris-garis tipis hitam

kebiruan, yang merupakan proses biokimiawi akibat

oksidasi maupun serangan oleh jazad renik.

� Menggunakan pengungkit yang terbuat dari sepotong

kayu / bambu, dengan menggunakan tali yang telah

dibuat jerat, antara batang pengungkit dengan pangkal

batang ubi kayu diikat, lalu pangkal pengungkit

diangkat perlahan - lahan.

� Pemanenan dengan penanganan khusus, yaitu

menggali hati-hati tanah disekeliling umbi agar umbi

tidak terluka.

Page 13: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

7

3. Penanganan Pasca Panen

Tujuan penanganan pasca panen ubi kayu antara lain :

- meningkatkan nilai jual ubi kayu

- mengurangi susut tercecer pada proses kegiatan pasca

panen

- mempertahankan mutu ubi kayu agar tetap segar seperti pada

saat panen.

Pembersihan, sortasi dan penyimpanan

Setelah pemanenan maka umbi dapat langsung dipasarkan atau

dikonsumsi, walau kadang-kadang tidak bisa langsung di

pasarkan karena perlu dilakukan penyimpanan terlebih dahulu.

Penyimpanan jangka waktu lama perlu perlakuan khusus +/- 48

jam, sedangkan yang selebihnya akan mengalami kepoyoan.

Pembersihan dengan menghilangkan sisa-sisa tanah yang masih

melekat pada umbi dan memotong sisa-sisa batang yang masih

ada pada umbi, sehingga memudahkan proses lebih lanjut.

Sortasi dengan memilah-milah umbi atas dasar kriteria fisik

meliputi umbi retak, normal, bengkok dan umbi poyo (kepoyoan).

Adapun teknik-teknik penyimpanan singkong segar meliputi :

- Penyimpanan dan pengawetan dengan fungisida; singkong segar

yang telah dibersihkan dicelup dengan larutan fungisida thioben-

dazole atau maneb atau benomyl lalu dikemas dengan kantong

plastik polietilen untuk mengawetkan umbi dari pengaruh

kerusakan fisiologis dan oleh jazad renik sehingga singkong

bertahan hingga 1-3 bulan.

Page 14: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

8

- Penyimpanan di dalam tanah; pertama-tama sediakan lubang

secukupnya (tidak terlalu dalam) lalu simpan singkong pada

posisi horizontal atau vertikal secara berjajar sampai rapat dan

tutuplah dengan menggunakan tanah disertai penyiraman.

Demikian seterusnya sampai lubang penuh dan penimbunan rata

dengan tanah, barulah setelah itu areal timbunan ditutup dengan

gedeg.

- Penyimpanan dengan penimbunan pasir; dimana singkong segar

dipotong sepanjang 5 cm pada tangkainya kemudian di angin-

anginkan agar hilang getahnya. Umbi lalu ditumpuk / diatur

berjajar rapat di atas batu bata yang disusun tanpa semen yang

dasarnya ditutup pasir kering 5 cm, sehingga membentuk

formasi bangun berukuran 1 m x 1 m x 1 m; setelah itu singkong

ditutup lagi dengan pasir setebal 5 cm. Penutupan akhir

dilakukan dengan ketebalan 10 cm dimana di atas pasir ditutup

seng. Apabila penyimpanan di lokasi aman dan teduh (terlindung

dari hujan), singkong akan bertahan hingga 1 sampai 2 bulan.

- Penyimpanan dengan menggunakan peti

Penyimpanan singkong dalam peti yang telah diisi serbuk

gergaji atau sekam padi dengan yang berkadar air 50%, kondisi

terlindung dari sinar matahari dan suhu 26oC agar

kelembabannya terkendali dan singkong lebih tahan lama bisa

sampai +/- 12 bulan.

Page 15: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

9

II. TEKNIK PENGOLAHAN HASIL UBI KAYU

Terdapat beberapa jenis produk olahan yang terbuat dari bahan

baku ubi kayu yaitu antara lain gaplek, gaplek pellet, tepung

gaplek, tepung asia dan tepung tapioka.

3.1. Gaplek

Gaplek merupakan salah satu produk usaha manusia untuk

menyimpan dan mengawetkan bahan pangan dari ubi kayu di

masa paceklik. Gaplek sebagai produk ubi kayu tidak banyak

mengalami perubahan dari umbi segar kecuali kadar airnya

yang sangat rendah. Pengawetan ubi kayu dengan cara

pengeringan merupakan usaha penyelamatan hasil panen dan

menjadikannya makanan cadangan. Semula gaplek sebagai

makanan cadangan, namun perkembangan lebih lanjut

ternyata ikut mempengaruhi pemanfaatannya, termasuk kini

sebagian besar gaplek dijual/belikan bagi industri pakan ternak.

Gaplek dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Berdasarkan keutuhan dikenal gaplek gelondong dan irisan.

Gaplek gelondong yaitu gaplek yang berukuran agak besar

terbuat dari umbi utuh, potong atau belah yang berukuran

relatif cukup besar.

Gaplek irisan yaitu gaplek yang diperoleh dari hasil iris-

irisan tipis-tipis.

Page 16: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

10

- Berdasarkan kupasan, dikenal gaplek berkulit dan tanpa kulit

- Berdasarkan penggunaan, dikenal gaplek konsumsi manusia

dan gaplek bahan baku agroindustri untuk dibuat berbagai

macam produk.

Pembuatan gaplek merupakan proses pengeringan umbi ubi

kayu yang dilakukan dengan cara penjemuran, yang relatif

praktis serta murah seperti nampak dalam Gambar 1.

Penyiapan bahan (Ubi Kayu basah)

Pengeringan

Pewadahan

Penyimpanan

Gambar 1. Diagram alir pembuatan gaplek secara sederhana

Sejalan perkembangan sosial ekonomi dan teknologi maka

berkembang pula pemanfaatan, proses pembuatan dan jenis

produknya. Gaplek yang semula dikonsumsi manusia, kini pun

untuk pakan ternak maka tingkat harga dan mutunya berubah

yang pada akhirnya mempengaruhi proses pembuatannya.

Dengan teknologi maka bentuk gelondong berubah kebentuk

irisan tipis untuk mempercepat pengeringan; serta usaha

memodifikasi bentuk gaplek, wadah dan cara penyimpanannya.

Page 17: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

11

Kegiatan-kegiatan lain yang mempengaruhi kualitas gaplek :

a. Pembersihan Bahan

Apabila tersedia cukup air, singkong dibersihkan secara

basah (dicuci), namun di daerah yang langka air maka cukup

dilap atau disikat. Pembersihan kadang tidak dilakukan jika

umbi akan dikupas dan umbi kupasan akan dicuci setelah itu

jika petani menganggap kotoran yang melekat pada umbi

tidak terlalu banyak serta gaplek dalam bentuk umbi

gelondong yang dibuat untuk konsumsi pakan ternak.

b. Pengupasan kulit dan pencucian

Pengupasan dilakukan apabila gaplek yang akan dibuat

untuk tujuan sebagai bahan pangan. Pengupasan dilakukan

secara manual menggunakan pisau; dimana pertama kali

menyayat kulit membujur sepanjang umbi dan bagian kulit

dikopek/dilepaskan dari bagian utama umbi. Jika umbi segar

(baru dipanen dan masih basah) maka pengupasan relatif

lebih mudah karena kulit mudah terlepas. Namun pada

keadaan ini biasanya kulit mudah robek, sehingga

pengupasan tidak terlalu mulus. Pengupasan akan optimal

jika kulit agak layu (tidak basah) tetapi umbi masih segar.

Pada kondisi itu kulit cukup liat sehingga tatkala dikopek

seluruh kulit dapat terpisahkan. Hasil pengupasan kulit yaitu

- Umbi tanpa kulit yang berwarna putih dan biasanya sedikit

terkotori oleh lapisan tipis tanah waktu pengupasan.

- Kulit umbi.

Umbi kupas yang diperoleh dicuci/dibersihkan dan setelah di

tiriskan sebentar lalu dijemur.

Page 18: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

12

c. Pengurangan Ukuran (Size Reduction)

Size reduction atau pengurangan ukuran biasanya dilakukan

dalam proses pembuatan gaplek termasuk juga pembuatan

gaplek gelondong.

Terdapat beberapa cara dalam proses pengurangan ukuran : - Dibelah atau dipotong

Semakin kecil bahan yang dikeringkan maka akan

semakin cepat proses keringnya; dengan demikian dalam

proses pembuatan gaplek gelondong pun umbi utuh yang

berukuran besar akan dibelah dan dipotong menjadi

beberapa bagian yang berukuran relatif kecil (panjang +/-

10 cm dengan diameter +/- 2-3 cm) walaupun secara

umum gaplek gelondong kering berukuran tebal lebih

dari 1 cm dan panjang lebih dari 5 cm).

- Dipotong kecil-kecil

Dewasa ini karena gaplek sudah dikembangkan menjadi

pellet (pakan ternak) maka ukuran umbi yang akan

dijemur pun semakin kecil, sehingga umbi tidak lagi

dipotong/dibelah tetapi dipotong kecil-kecil dengan golok

ataupun dicacah dimana ukuran tebalnya +/- 1 cm.

Proses ini akan menghasilkan gaplek chips yang

diameternya kurang dari 1 cm dengan ukuran panjangnya

kurang dari 5 cm. Pencacahan dengan golok relatif lebih

praktis dan kini banyak dilakukan petani di pedesaan

karena tidak memerlukan alat khusus kecuali golok dan

Page 19: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

13

menggunakan alas kayu. Produktivitas dan kapasitas

pencacahan terbatas dan bergantung kepada kekuatan dan

kecekatan tenaga pencacahnya.

- Dirajang atau diiris tipis-tipis

Cara lain yang kini mulai digemari konsumen yaitu

dengan cara dirajang atau diiris tipis-tipis menggunakan

pisau atau alat pemotong berputar. Produktivitas dan

kapasitas penggunaan alat perajang atau pengiris memberi

kan kualitas hasil yang lebih baik (lebih seragam dan lagi

pula lebih tipis).

d. Pengeringan

Maksud dan tujuan pengeringan yaitu untuk mengurangi

kadar air umbi yang dapat menyebabkan fermentasi dan

pembusukan secara kimia serta pembusukan oleh

mikroorganisme. Adapun kadar air yang aman dari serangan

jamur/cendawan bagi gaplek yaitu sekitar +/- 13-14%.

Untuk menghindari terjadinya reaksi pencoklatan setelah

perajangan maka pengurangan kadar air ini harus sesegera

mugkin dilakukan, yaitu dengan melakukan penjemuran

langsung maupun dengan menggunakan mesin pengering.

Penjemuran gaplek irisan tipis-tipis (0,5-1 cm) dilakukan di

atas tikar +/- 3-5 hari, ada pun penjemuran gaplek gelondong

(panjang 4-5 cm) memerlukan waktu penjemuran 7-10 hari.

Penjemuran gaplek gelondong membutuhkan waktu relatif

lebih lama dibandingkan dengan penjemuran gaplek irisan,

dikarenakan hasil pengeringan kadang-kadang tidak

optimal sehingga kemungkinan kepoyoan yang belum

Page 20: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

14

kering masih ada, selain itu juga sering terjadi pencemaran

kotoran. Sedangkan untuk mening- katkan efisiensi

pengeringan maka seyogyanya penjemuran gaplek dilakukan

dengan menggunakan alas lantai yang ber- gelombang,

dengan mempergunakan alat pembantu seperti sekop

pengumpul, garu penyebar dan garu kayu pembalik.

e. Pewadahan dan penyimpanan

Kegiatan pewadahan dilaksanakan apabila gaplek yang

dihasilkan sudah betul-betul kering optimal; menggunakan

tumbu yang terbuat dari anyaman bambu atau menggunakan

karung (goni atau plastik). Gaplek yang sudah kering dima-

sukkan ke dalam karung dan ujung karung diikat kemudian

ditumpuk di tempat yang kering beralaskan (plonder)

minimal 10 cm. Di Tulungagung gaplek kering dihancurkan

terlebih dahulu kedalam wadah berupa tumbu berukuran 1 m

x 1 m x 1 m dengan tinggi kaki sekitar 20 cm; dimana bagian

dalam tumbu diberi lapisan daun jati kering. Hancuran gaplek

kering ini kemudian dimasukkan ke dalam tumbu dan di-

mampatkan untuk memperlambat serangan hama serangga

seperti Sitophillus spp., Tribolium sp. dan lain sebagainya.

Gaplek gelondong yang disimpan dalam karung atau tempat

terbuka lainnya hanya tahan dalam waktu sebulan tanpa rusak

dan setelah itu tanda-tanda gejala serangan hama mulai

nampak 1–2 bulan kemudian, dimana hampir seluruh

gelondong terserang hama ditandai dengan adanya lubang-

lubang dan serangga-serangga yang berkeliaran di sekitarnya.

Page 21: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

15

Adapun pada awalnya serangan memang sukar ditemukan

serangga yang berkeliaran, namun demikian apabila nampak

serangga berkeliaran di permukaan gaplek, maka ini berarti

serangan hama sudah sampai pada fase berat. Untuk memper

lambat atau paling tidak mengurangi serangan hama, petani

memberi lapisan daun jati pada tumbu penyimpanan agar

serangga enggan menerobos daun kering jati tersebut. Tetapi

pada kenyataannya lapisan daun jati kering tersebut tidak

dapat mencegah serangga hama penyimpanan dimaksud,

termasuk cara pemampatan juga tidak dapat mencegah

serangan hama itu, namun minimal dapat memperlambat dan

memperkecil kemungkinan kerusakan total.

Pembuatan gaplek cara petani Gunung Kidul dilakukan

dengan cara memberi “salut” (lapisan penutup) pada umbi

dapat mencegah serangan hama penyimpanan baik oleh

serangga maupun oleh cendawan; hal ini dikarenakan abu

dapur banyak mengandung senyawa kimia antara lain unsur

Kalium (K), Kalsium (Ca), Belerang (S) dan lain-lain yang

tidak disenangi serangga maupun jazad renik. Unsur alkali

seperti K, Ca, Mg dan N yang ada dalam abu dapur akan

menempel di tubuh serangga hingga serangga dapat mati ter-

dehidrasi. Proses dehidrasi (kekurangan air) pada serangga

disebabkan karena lapisan lilin yang menahan penguapan

tubuh serangga terkena alkali akan hilang dan terlarut; itulah

sebabnya serangga takkan menyerang/merusak komoditas

yang diberi abu dapur, selain itu abu dapur juga dapat

menjaga komoditas dari kelembaban sehingga akan kering

Page 22: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

16

atau minimal aw–nya akan tetap rendah sehingga jazad renik

atau cendawan tidak akan tumbuh.

Adapun pembungkusan menggunakan karung (goni) dengan

dilapisi plastik polyethylene (PE) dapat mengurangi

penyerapan air dari serangan hama/serangga, sehingga dapat

lebih memperpanjang umur simpan. Selama dalam proses

pengolahan dari ubi kayu menjadi gaplek, akan terjadi susut

bobot dan susut tercecer. Tentang jumlah susut ubi kayu di

tingkat petani pada jalur pembuatan gaplek yaitu susut mutu

(6,8%), dan susut tercecer (12,1%).

Tabel 1 Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan gaplek

Kegiatan Pasca Panen Susut Tercecer Susut Mutu Panen pencabutan dengan tangan (kadar air 65-75%) Pemotongan umbi dari ba- tang (kadar air 65 – 75%) Pengeringan dan pengang- kutan ketempat pengumpu- lan (kadar air 65 – 75%) Pengirisan dengan tangan (kadar air 60 – 65%) Penjemuran 5 – 7 hari Penyimpanan 1-2 minggu (kadar air 13 – 15%) J u m l a h

7,0

2,0

0,1

2,0

0,5

0,5

------------------ 12,1

0,1

0,1

0,1

2,0

4,0

0,5

-------------- 6,8

Sumber: Purwadaria (1989)

Page 23: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

17

3.2. P e l l e t

Chips atau gaplek gelondong dapat diolah lebih lanjut menjadi pellet.

Menurut Tjokroadikoesoemo (1986) maksud dan tujuan pembuatan

pellet ini adalah untuk meringkas volume bahan, sehingga lebih

mudah dipindahkan ke tempat lain dan untuk tujuan ekspor (diper-

gunakan sebagai karbohidrat pakan ternak) agar biaya pengangku-

tannya dapat lebih murah serta diharapkan memenuhi standar :

- kandungan pati : minimum 62%

- kandungan selulosa : maksimum 7%

- kandungan tanah dan air : 3%

- kandungan kelembaban : 14%

- ragi, kapang dan bakteri : nol.

Terdapat tiga tahap proses pembuatan pellet, yaitu sebagai berikut:

- Proses pengolahan pendahuluan yang meliputi pencacahan,

pengeringan dan penghancuran menjadi tepung (meal)

- Proses pembuatan pellet yang meliputi pencetakan, pendinginan

dan pengeringan

- Proses akhir yang meliputi sortasi, pengepakan dan penggudangan.

1. Proses Pengolahan Pendahuluan

Singkong yang baru dicabut dikumpulkan dan segera dilakukan

pengupasan kemudian dipotong-potong dengan ukuran +/- 10 cm

agar mutu pellet yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas.

Potongan tersebut dimasukkan kedalam knife cutter (alat penca-

cah) guna dirajang kembali iris-irisan yang tipis sehingga gampang

untuk dikeringkan.

Page 24: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

18

Ubi Kayu

Pencacahan (dalam mesin pencacah)

Udara Pengeringan panas (dengan dryer)

Penghilangan kotoran dan salurkan menuju cyclone collector

Chips / Gaplek

Hammermill Hammermill (pneu-vac)

bin

Cetakan pellet Cyclone dan pendingin

Kipas

Pendingin

Pneumatic-cyclone

Timbangan dan pengepakan Mesin Jahit

Ke Gudang Gambar 2 Diagram alir pengolahan ubi kayu, gaplek,

pellet dan chips menjadi pellet (Tjokroadikoesoemo, 1986)

Page 25: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

19

Kumpulkan iris-irisan ubi kayu yang tipis pada suatu tempat

pengumpulan yang dilengkapi dengan feeder (alat pengumpan),

sebelum iris-irisan tersebut dimasukkan ke dalam dehidrator

(alat pengering). Pengeringan dilakukan di dalam alat pengering

tiga fase (three pass drum dryer). Iris-irisan dimasukkan dengan

kecepatan tertentu, sehingga saat keluar dari dehidrator irisan ter

sebut sudah cukup kering. Guna menghilangkan tanah, pasir dan

debu serta bahan-bahan pengotor lain yang terbawa ke dalam

proses, disalurkan menuju cyclone collector. Di dalam alat ini

debu, pasir dan lain-lain dipisahkan dengan cara ditiup oleh fan

system (sistem peniup udara). Bahan yang telah bersih didingin-

kan di cooling cyclone sebelum dimasukkan ke hammer mill. Di

hammer mill ubi kayu ditumbuk halus menjadi cassava meal

(tepung ubi kayu). Apabila sebagai bahan baku menggunakan

gaplek atau chips, maka bahan-bahan dimaksud dapat langsung

dilewatkan scalping seave (ayakan) untuk menghilangkan pasir,

tanah, debu dan kotoran lainnya. Chips atau gaplek yang sudah

bersih lalu diumpankan ke dalam hammer mill untuk dijadikan

tepung gaplek.

2. P e l l e t

Dengan sistem pneumatik (Negative Pressure Pneumatic Con-

veying System) tepung gaplek atau tepung ubi kayu disalurkan ke

gudang tempat penimbunan, sebelum dimasukkan ke dalam

pencetak pellet. Isi gudang harus selalu dalam keadaan penuh di

mana pengaturan dilakukan memakai spreader screw (alat perata)

dan level control instrument (alat pengontrol).

Page 26: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

20

Melalui bantuan discharge screw (kotrek pengeluaran) tepung ubi

kayu dikeluarkan dari “bin” untuk dikirim ke feeder (alat peng-

umpan) yang di lengkapi dengan pengaduk dari baja untuk diper-

siapkan kondisinya agar optimum bagi pencetakan. Di dalam

pencetakan tepung ubi kayu dibagi rata dan ditekan masuk ke

dalam lubang cetakan berbentuk kerucut terpancung dan keluar

menembus sisi luar alat pencetak dimaksud.

Terdapat 2 (dua) tipe cetakan yang banyak digunakan di Indonesia:

a. Berbentuk basket yang berputar pada sumbu vertikal

Pada dinding bor banyak sekali lubang berbentuk kerucut

terpancung dan di dalam basket terdapat sepasang rol yang

juga berputar pada sumbu vertikal. Rol-rol dimaksud

menekan umpan masuk ke dalam cetakan seraya berputar

karena pengaruh putaran basket. Tepung yang sudah tercetak

keluar dari sisi luar basket dan dipotong-potong menurut

ukuran yang dikehendaki.

b. Berbentuk plat baja yang berputar pada sumbu vertikal

Plat baja di bor banyak sekali lubang cetakan yang memben-

tuk pola seperti sarang lebah. Penekanan umpan ke dalam

cetakan dilakukan oleh pasangan sejumlah enam rol yang

diletakkan mendatar di atas plat, dimana rol-rol dimaksud

akan berputar karena pengaruh gerakan berputar dari plat

cetakan.

Pellet yang baru keluar dari cetakan masih panas dan agak basah.

Pellet basah dimaksud di bawa ke alat pendinginan menggunakan

elevator (alat ban berjalan), dimana pellet didinginkan dan

dikeringkan sampai tingkat pengeringan tertentu yang diinginkan.

Page 27: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

21

Alat pendingin dilengkapi sistem peniup udara dingin yang

dihisap dari luar. Udara yang mengalir kealat pendingin tersebut

bergerak keluar menuju cyclone sambil memisahkan debu tepung

yang tidak tercetak (yang dikirim kembali ke alat pencetak).

3. Proses akhir

Pellet yang telah dingin dan mengeras dicurahkan ke alat

penyortir untuk memisahkan ukuran yang normal dengan yang

kurang normal (cacat). Pelet yang ukurannya tidak normal dikem

balikan lagi ke hammer mill untuk diproses ulang. Pellet yang

lolos saringan, dikarungi, ditimbang dan dimasukkan ke gudang

penyimpanan sebelum dipasarkan/didistribusikan. Jumlah susut

ubi kayu di tingkat petani pada jalur penanganan sebagai bahan

baku pellet yaitu susut tercecer 15,6% dan susut mutu 8,8%.

Tabel 2. Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan pellet

Kegiatan Pasca Panen Susut Tercecer (%)

Susut Mutu (%)

Panen pencabutan Pemotongan umbi dari ba- tang (kadar air 65 – 70%) Pengeringan dan pengang- kutan ketempat pengumpu- lan (kadar air 65 – 70%) Pengirisan dengan tangan (kadar air 60 – 65%) Penjemuran 7 – 10 hari Penyimpanan 1-2 minggu (kadar air 15 – 17%) __________________________________ J u m l a h

7,0

2,0

0,1

2,0

4,0

0,5

------------------ 15,6

0,1

0,1

0,1

2,0

6,0

0,5

-------------- 8,8

Sumber: Purwadaria (1989)

Page 28: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

22

Standar Mutu Gaplek

Standar mutu gaplek mencakup gaplek gelondong, chips, tepung,

pellet dan gaplek cube diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelas mutu

yaitu mutu super Mutu I, II, III.

1. B a t a s a n

- Gaplek gelondong berbentuk gelondong atau belahan

- Gaplek chips berbentuk potongan-potongan kecil dengan

ukuran maksimal 3 cm

- Gaplek tepung berbentuk tepung, ukuran kekasaran

maksimum 100 mesh

- Gaplek pellet berbentuk silendris dengan ukuran panjang

maksimum 2 cm dan garis tengah maksimum 1 cm

- Gaplek cube berbentuk kubus kecil dengan ukuran sisi

maksimum 2 cm.

2. Syarat mutu gaplek secara umum

Tabel 3 Syarat mutu gaplek secara umum

No. Uraian Satuan Persyaratan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Kondisi

Derajat asam

Asam sianida

K o t o r a n

A b u

Logam berbahaya

J a m u r

Mikroskopis

Kehalusan (lolos 65 mesh)

S e r a t K a s a r

ml basa IN 100 g

ppm

Normal

maksimum 4

maksimum 50

maksimum 1%

maksimum 2%

tidak terdeteksi

nihil

khas pati tapioca

95%

maksimum 3%

Page 29: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

23

3. Kelas mutu dan syarat mutu gaplek

Tabel 4 Syarat mutu dari masing-masing kelas mutu gaplek

Karakteristik Mutu Super I II III

Kadar air (% maks)

Kadar pati (% min.)

Kadar serat (%maks)

Kadar pasir

(% silika maksimum)

14

70

4

2

14

68

5

3

14

65

5

3

15

62

5

3

Tabel 5 Standar mutu gaplek pellet untuk pasar Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE)

No. Persyaratan Mutu Standar (%)

1

2

3

4

Kadar air (maksimum)

Kadar pati (minimum)

Pasir (maksimum)

Serat (maksimum)

14,0 – 14,3

62

3

5

Sumber : Tingram (1975) di dalam Purwadaria (1989)

Page 30: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

24

3.3. Tepung Gaplek (cassava chip flour)

Terdapat beberapa jenis tepung yang terbuat dari bahan singkong

baik dari umbi segar maupun dari gaplek yaitu tepung gaplek, tepung

asia dan tepung tapioka. Disamping perbedaan faktor bahan baku,

ketiga tepung tersebut di atas berbeda dalam beberapa hal, yaitu :

- Terdapat beberapa unsur kimia lain pada tepung gaplek dan

mengandung serat kasar yang relatif lebih banyak dari dua jenis

tepung lainnya, karena bahan baku gaplek relatif masih memiliki

komponen kimia yang utuh; dipihak lain tepung asia dan tapioka

telah kehilangan sebagian besar komponen kimia lain selain pati.

- Pati sebagai komponen utama tapioka dan tepung asia relatif

kurang dapat menjamin perkembangbiakan serangga hama

gudang, di pihak lain tepung gaplek rentan.

- Kandungan HCN dari tepung gaplek lebih tinggi dari tapioka/asia

- Proses pengolahan tepung asia lebih sederhana dari tapioka

- Kebutuhan air pada proses pengolahan tepung asia 25-33 %

jumlah kebutuhan untuk proses pembuatan tepung tapioka.

- Jumlah limbah cair proses produksi tepung ubi kayu juga 25-33%

limbah cair produksi tepung tapioka

- Tepung gaplek banyak mengandung serat kasar, tapioka hampir

murni pati, sedangkan tepung asia masih mengandung sedikit

serat kasar.

Cassava chip flour (tepung gaplek)

Dibuat dengan cara menggiling gaplek khususnya gaplek gelondong

yang telah kering dengan diagram akhir seperti pada gambar 3.

Page 31: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

25

GAPLEK KERING

Penggilingan (Hammer miling)

Pengayakan

TEPUNG GAPLEK

Pengkemasan

Gambar 3 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Gaplek

Dari Gambar 3 di atas nampak bahwa pembuatan tepung gaplek sangat

sederhana dan prosesnya juga hanya terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :

(a) penyiapan bahan gaplek

(b) menggiling dan menampung hasil gilingan

(c) mengayak atau menyaring

(d) mengemas tepung yang dihasilkan

(e) menyimpan tepung yang sudah dikemas.

Tepung gaplek bermanfaat sebagai makanan pokok di beberapa pedesaan

maupun sebagai makanan kecil di kota serta terutama digunakan sebagai

salah satu bahan pembuatan pakan.

Page 32: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

26

3.4. Tepung Asia (cassava flour)

Cassava flour dibuat dari umbi ubi kayu segar; dimana pertama-

tama umbi dikupas kulitnya, diparut halus dan hasil parutan diperas

agar keluar sebagian airnya. Hasil perasan (parutan yang telah

berkurang airnya) diberaikan untuk dijemur atau dikeringkan pada

dryer (mesin pengering). Parutan yang telah kering digiling dan

diayak untuk memperoleh cassava flour (tepung asia). Tepung hasil

pengayakan dikemas dan disimpan/dijual sebagai bahan pencampur

tapioka / obat nyamuk dan bahan pengisi tekstil filler.

Ubi Kayu Segar

Pengupasan Kulit dan Pencucian

Pemarutan

Pemerasan Air (Ekstraksi Air)

Pemberaian Parutan dan Pengeringan

Penggilingan

Pengayakan

Tepung Asia Gambar 4 Diagram Alir Pembuatan Tepung Asia ( cassava flour )

Page 33: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

27

3.5. Tapioka (tapioca starch)

Tapioka dibuat dari ubi kayu dengan cara basah sebagai bahan baku

lem (perekat), penganji (pengeras) dalam industri tekstil, bahan baku

pembuat industri gula glukosa dan bahan baku krupuk. Secara

sederhana pembuatannya mengikuti prinsip sebagai berikut :

- Pemecahan sel dan pemisahan butir pati (pengupasan, pencucian,

pemarutan dan penyaringan).

- Pengambilan pati (penambahan air, pemerasan, pengendapan dan

pencucian).

- Pembuangan/penghilangan air (pemusingan dan pengeringan).

- Penepungan (penghancuran dan kegiatan lanjutan lainnya).

Ubi Kayu Segar Pengupasan Kulit dan Pencucian

Pemarutan dan Penyaringan Penambahan air Pengambilan pati Pengendapan dan pemerasan dan pencucian

Pembuangan dan Pemusingan penghilangan air Pengeringan

Penepungan

Tepung Tapioka Gambar 5 Diagram Alir Pembuatan Tapioka

Page 34: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

28

1. Pembersihan

Pembersihan dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian

umbi yang tidak berguna dan mengganggu proses pengolahan,

misalnya kulit ari luar yang berwarna coklat dan bagian umbi

yang keras yang akan menyebabkan parut cepat tumpul.

2. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan mengalirkan air ke arah yang berla-

wanan dengan arah aliran umbi; atau dilakukan dalam bak dimana

air harus sering diganti (dibutuhkan banyak air).

3. Pemarutan

Tujuannya untuk memecah dinding sel agar butir pati yang ada di

dalamnya dapat keluar. Umbi yang telah terparut diaduk/dikocok

ditambah air secukupnya sampai terbentuk bubur.

4. Penyaringan dan Pengendapan

Penyaringan dilakukan menggunakan air yang cukup sampai air

saringan jernih untuk memisahkan butir tepung pati dari ampas.

Pati yang telah tersuspensi dalam air saringan selanjutnya

diendapkan sesegera mungkin.

5. Pengeringan

Maksud dan tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi

kandungan air sehingga diperoleh tapioka yang kering. Kadar air

yang terlalu tinggi akan memudahkan tumbuhnya jamur

/cendawan dan menimbulkan bau yang tidak disukai. Seyogyanya

kadar air tapioka hasil pengeringan 13%, namun kisaran kadar air

Page 35: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

29

14,5-17% masih dapat diterima dalam perdagangan. Standar mutu

tapioka untuk faktor kadar air (maksimal) adalah 17 % (Tabel 6).

Tabel 6 Standar Mutu Tapioka (SNI 01-3451-1994)

No Persyaratan Mutu Mutu I II III 1 2 3 4 5 6 7

- Kadar air (% maks.) - Kadar abu (% maks.) - Serat & kotoran (% maks.) - Derajat keasaman ( IN NaOH / 100 g ) - Kadar HCN (% maks.) - Derajat putih (BAS04 = 100) - Kekentalan (o Engler)

15 0,60 0,60

< 3 ml negatif

94,5 3 - 4

15 0,60 0,60

< 3 ml negatif

92,0 2,5 - 3

15 0,60 0,69

< 3 ml negatif

92,0 < 2,5

Sumber : SNI, 1992

Susut bobot selama proses ubi kayu sebagai bahan baku tapioka

meliputi 12,4 % susut tercecer dan susut mutu 0,4 %.

Tabel 7 Susut bobot dan kehilangan pada proses produksi tapioka

No Kegiatan Susut tercecer (%) Susut Mutu (%) 1

2

3

4

5

- Panen pencabutan dengan tangan ( KA 66 – 70 % ) - Pemotongan umbi dari batang ( KA 65 – 70 % ) - Pengarungan dan peng- angkutan ketempat peng- umpulan ( KA 65 – 70% ) - Pengangkutan ke pabrik tapioca dengan t r u c k ( KA 15 – 17% ) J u m l a h

7,0

2,0

0,1

3,3 -----------------------

12,4

0,1

0,1

0,1

0,1 -------------------

0,4 Sumber : Purwadaria (1989)

3.6. T i w u l

Proses pembuatan tiwul dapat dilakukan secara praktis dan cukup

sederhana, yaitu sebagai berikut :

a. Bahan :

400 gram tepung gaplek dan air bersih secukupnya

Page 36: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

30

b. Cara membuat :

- Tepung gaplek diletakkan di atas nyiru, yang selanjutnya

diperciki dengan air, kemudian diaduk-aduk sampai dengan

terbentuk butiran-butiran kecil.

- Kukuslah bahan-bahan tersebut di atas hingga masak sambil

diaduk perlahan-lahan.

c. Komposisi

Bahan 400 gram tepung gaplek tersebut di atas cukup dan

memadai untuk dihidangkan bagi 4 (empat) porsi. Adapun kom-

posisi gizi yang terdapat pada bahan 400 gram tepung gaplek itu

terdiri dari :

- Kalori +/- 1452 kal

- Protein +/- 4,4 gram

- Lemak +/- 2 gram

- Karbohidrat +/- 338,8 gram.

3.7. Limbah

Secara umum limbah hasil pengolahan ubi kayu meliputi limbah

cair, onggok dan kulit umbi yang dalam hal ini perlu penanganan

dan pemanfaatannya secara khusus.

1. O n g g o k

Hasil samping dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tapioka

disebut onggok. Pemanfaatan teknologi sampai saat ini dalam

proses pembuatan tapioka sebagai efek pemarutan yang dilakukan

hanya mampu mengeluarkan 70-90% dari total pati yang terdapat

dalam sel umbi; selebihnya masih tersimpan dalam onggok.

Page 37: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

31

Banyaknya onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan tapioka

berkisar 5-10% dari bobot bahan bakunya dengan kadar air 20%.

Adapun secara umum pemanfaatannya terbatas sebagai bahan

baku tepung asia; selebihnya dimanfaatkan sebagai bahan baku

asam sitrat, kompos dan bahan pakan ternak.

Tabel 8 Rata-Rata Komposisi Nutrisi Onggok

No P a r a m e t e r Persentase (%) 1 2 3 4 5

Karbohidrat Protein L e m a k Serat Kasar Kadar Air

68,00 1,57 0,26

10,00 20,00

2. Kulit Umbi

Kulit umbi yang kering pada umumnya tidak menimbulkan masa-

lah yang dapat langsung dibakar, namun pada kondisi basah dapat

menyebabkan pembusukan (polusi berupa bau tidak sedap).

Pemanfaatan kulit umbi yang sudah sering dilakukan yaitu

sebagai bahan pakan. Meskipun berpotensi sebagai substi- tusi

bahan pangan, namun pemanfaatannya belum banyak diprak-

tekkan terkecuali di beberapa daerah yang sudah memanfaatkan

kulit umbi sebagai sayur ataupun dengan dijemur dan digoreng

menyerupai kerupuk.

Page 38: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

32

III. P E N U T U P Ubi kayu segar dapat diolah menjadi tiga macam tepung yaitu

tepung asia atau tepung ubi kayu (cassava flour), tepung gaplek

(cassava chip flour) dan tapioka (tapioca starch).

Gambar berikut ini (Gambar 6) menyajikan pohon industri

pengolahan ubi kayu sebagai berikut :

GAPLEK Tiwul (makanan) dan industri pakan

TEPUNG ASIA Industri pangan

UBI KAYU

ONGGOK Pakan ternak

TAPIOKA Industri pangan, Kimia, dlsb.

DEKSTRIN Industri farmasi, tekstil & perekat

FRUKTOSA Industri pangan

ETANOL Industri kimia ASAM

ORGANIK Industri kimia

SENYAWA L A I N Industri kimia

Gambar 6 Pohon Industri Pengolahan Ubi Kayu

Page 39: 90639226 Pedoman Pengolahan Ubi Kayu

33

DAFTAR PUSTAKA

ABBAS, S., A. HALIM, A. AHMAD dan S.T. AMIDARMO, 1985. Lim-

bah Tanaman Ubi Kayu. Dalam Winarn, F.G., A.F.S. Silitonga dan B. Soewardi. Limbah Pertanian. Kantor Menteri Muda Urusan Pe- ningkatan Produksi Pangan, Jakarta.

ANONIM, 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija Dan Sayur- Sayuran, Satuan Pengendali Bimas. Jakarta.

DJATMIKO, B. dan GOUTARA. 1983. Praktek Pengolahan Hasil Per- tanian (Buku I). Jurusan Teknologi Industri IPB – Bogor.

KATAREN, S. 1986. Minyak dan lemak pangan, UI Press – Jakarta.

MUCHTADI, T.R. 1992 Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, PAU Pangan dan Gizi IPB – Bogor.

PURWADARIA, H.K. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen Ubikayu. Deptan - UNDP - FAO.

SASTRAHIDAYAT, I.R. dan SOEMARNO. 1991. Budi Daya tanaman

Tropis, Usaha Nasional – Surabaya. SYARIEF, R. dan A. IRAWATI. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Indus

tri Pertanian. Media Sarana Perkasa, Jakarta. SYARIEF, R. dan H. HALID. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan.

Arcan, Jakarta. TJIPTADI, W. 1985. Umbi Ketela Pohon Sebagai Bahan Industri. Agro

Industri Press, Bogor. TJOKROADIKOESOEMO, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu

Lainnya. Gramedia, Jakarta.