Top Banner
1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….. HALAMAN MOTTO………………………………………………………... HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………… ABSTRAK…………………………………………………………………….. KATA PENGANTAR ………………………………………………………... DAFTAR ISI…………………………………………………………………… BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………….. 3 1.2 Identifikasi Masalah……………………………………………………...….. 9 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………………. 9 1.4 Kegunaan Penelitia………………………………………………………….. 9 1.5 Kerangka Pemikiran…………………………………………………….……10 1.6 Metode Penelitian…………………………………………………………… 12 1.7 Sumber Data………………………………………………………………… 14 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Budaya dan Kebudayaan……………………………………………………. 15 2.1.1 Wujud Budaya……………………………………………………….. 18 2.1.2 Akulturasi……………………………………………………………. 21 2.2 Konsep Hijab………………………….…………………………………….. 25 2.2.1 Konsep Hijab dalam Konteks Budaya…………………………..….. 26 2.2.2 Konsep Hijab dalam Konteks Agama Islam………………………… 27
57

BAB I & BAB II 99,99% FIX

Jan 24, 2023

Download

Documents

Asep Supriatna
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I & BAB II 99,99% FIX

1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………….

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..

HALAMAN MOTTO………………………………………………………...

HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………

ABSTRAK……………………………………………………………………..

KATA PENGANTAR ………………………………………………………...

DAFTAR ISI……………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………….. 3

1.2 Identifikasi Masalah……………………………………………………...….. 9

1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………………. 9

1.4 Kegunaan Penelitia………………………………………………………….. 9

1.5 Kerangka Pemikiran…………………………………………………….……10

1.6 Metode Penelitian…………………………………………………………… 12

1.7 Sumber Data………………………………………………………………… 14

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Budaya dan Kebudayaan……………………………………………………. 15

2.1.1 Wujud Budaya……………………………………………………….. 18

2.1.2 Akulturasi……………………………………………………………. 21

2.2 Konsep Hijab………………………….…………………………………….. 25

2.2.1 Konsep Hijab dalam Konteks

Budaya…………………………..….. 26

2.2.2 Konsep Hijab dalam Konteks Agama

Islam………………………… 27

Page 2: BAB I & BAB II 99,99% FIX

2

2.4 Hijab dalam Teori Estetika Desain Busana…………………..

……….……. 30

2.5 Hijab dalam Teori Simbol Desain Busana….………………………….

…… 32

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Latar Belakang Pemakaian Hijab………………………………………….

3.1.1 Agama Islam………………………………………………………

3.1.1.1 Kesalehan…………………………………………………..

3.1.1.2 Kesopanan………………………………………………….

3.1.1.3 Ketaatan…………………………………………………….

3.1.1.4 Identitas…………………………………………………….

3.1.2 Budaya Tradisi……………………………………………………

3.1.2.1 Wujud Budaya Material…………………………………….

3.1.2.2 Konsumerisme……………………………………………..

3.1.3 Mode Fashion……………………………………………………..

3.1.3.1 Psikologis…………………………………………………..

3.1.4 Latar Belakang Pemakaian Hijab di Kalangan

Hijabers Community Bandung……………………………………..………………………

3.2 Karakteristik Motif dan Gaya Hijab

Muslimah……………………………..

3.2.1 Motif Hijab Muslimah

Indonesia……………………………………..

3.2.2 Gaya Berhijab Muslimah

Indonesia…………………………………..

3.3 Bentuk Akulturasi…………………………………………………………...

Page 3: BAB I & BAB II 99,99% FIX

3

3.3.1 Nilai Estetik……………………………………………………………

3.3.2 Nilai Simbolik………………………………………………………….

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan…………………………………………………………………….

4.2 Saran…………………………………………………………………………

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini popularitas hijab di mata dunia semakin

tinggi. Awal tahun 1990an hingga kini Muslimah dengan

hijab dan busana Islami sudah sangat umum ditemui di

kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan di

arena yang lebih urban dan heterogen, sepeti

perkantoran, kampus, pusat perbelanjaan, dan lainnya.

Page 4: BAB I & BAB II 99,99% FIX

4

Indonesia sebagai salah satu Negara yang mayoritas

memiliki penduduk beragama Islam menjadi salah satu

Negara yang aktif dalam transaksi produksi juga

konsumsi hijab, khususnya oleh wanita di Indonesia.

Seiring dengan perkembangan zaman wanita berhijab

semakin banyak dan tren gaya berkerudungpun semakin

berkembang. Hijabers bisa tampil stylish dengan

mengkreasikan gaya dalam menggunakan hijab. Model hijab

sebagai busana muslimah yang ada dewasa ini selain

mengikuti selera masyarakat juga dipengaruhi ide

kreatif perancang busana muslimah dalam menciptakan

bentuk-bentuk baru di dunia busana muslimah. Kondisi

ini tentu dipengaruhi unsur budaya lokal yaitu unsur

tradisonal dan budaya global yaitu gaya busana dunia

dari Negara-negara selain Indonesia. Perkembangan

busana muslimah yang dipengaruhi berbagai unsur budaya

masyarakat lambat laun memunculkan bentuk-bentuk baru

sebagai gaya berbusana muslimah (berhijab) masa kini.

Hijab sendiri memiliki banyak arti dalam

penyebutannya di kitab Al-Qur’an. Sedangkan menurut

Page 5: BAB I & BAB II 99,99% FIX

5

Ellya Zulaikha (2003: 10) hijab secara terminologi

kamus adalah berasal dari kata h-j-b; bentuk verbalnya

adalah hajaba yang diterjemahkan menutup,

menyendirikan, memasang tirai, menyembunyikan,

membentuk pemisahan dan memakai topeng. Juga

diterjemahkan sebagai tutup, bungkus, tirai, cadar,

layar dan partisi (Suciati, 2012: 2).

Menurut (Suciati, 2012: 4) “kata hijab memiliki

pengertian umum sebagai segala sesuatu (termasuk

aktivitas) yang membatasi atau memisahkan dan yang

menutupi sehingga terhalang pandangan dari yang lain

untuk menghindarkan diri dari larangan-larangan agama.

Hijab secara harfiah mengandung arti antara lain

sebagai dinding, tabir atau selubung (veil) serta busana

untuk muslimah.”

Menurut Suciati (2012: 5) “saat ini istilah hijab

mengalami penyempitan makna, berhubung sering dipakai

untuk menjelaskan busana muslimah seperti yang dipakai

muslimah di negara Mesir, Sudan dan Yaman. Hijab memiliki

pengertian lebih luas dari jilbab, sedangkan jilbab

Page 6: BAB I & BAB II 99,99% FIX

6

memiliki batasan pengertian spesifik mengarah pada

tampilan busana.”

Penyempitan makna kata hijab menjadi terpusat pada

jilbab/kerudung (yang dipahami di masyarakat Indonesia)

sendiri sudah menjadi teori yang banyak masyarakat

pahami serta sadari, khususnya bagi wanita di Indonesia

yang pada umumnya saat ini menyebutkan penggunaan

kerudung/jilbab dengan kata hijab. Sehingga ketika kita

menyebutkan wanita itu berhijab itu berarti wanita

tersebut menggunakan kerudung/jilbab. Pemaknaan jilbab

sebagai bagian dari hijab terlihat dari banyaknya

fashion blog hijabers community saat ini yang menampilkan

aneka ragam tutorial dan pernak-pernik jilbab, sehingga

menurut hasil penelitian Qury Aini dalam jurnalnya

Memahami Penerimaan Pembaca Fashion Blog Hijabers (Pengguna Hijab

Modern) Terhadap Pergeseran Makna Penggunaan Hijab “… adanya

konstruksi wanita muslimah yang digambarkan melalui blog

Dian Pelangi memunculkan adanya pergeseran makna penggunaan

hijab. Pergeseran makna tersebut bisa dilihat dari

banyaknya masyarakat yang tertarik menggunakan hijab

karena gaya fashion hijab yang beragam dan fashionable.”

Page 7: BAB I & BAB II 99,99% FIX

7

Islam mengenal perintah untuk berhijab sebagai

penutup aurat yang menuntut wanita muslimah untuk

menyembunyikan bagian-bagian tubuh yang diperintahkan

termasuk rambut. Sesuai dalam firman Alloh SWT dalam

surat An-Nur : 31

هن� ولا �روج�� ن� ف� ظ� ف� ح ن� وي�� اره� ص ب�� �ن� أ ن� م� ض� ض� غ� ي�� ات% ن� م� �لمؤ ل ل� وق�%ن� ي.� د ن� هن� ولا ي�2 ؤب�� ي� لى ج�� ن� ع� مره� خ� ن� ي�� ي=� ر ض� ي� ها ول� ن� هر م� ا ظ�� لا م� Iهن� أ ن% Jن ي�� ن� ر� ي.� د ن� ي�2اء ن� ي.� �و أ �هن� أ �اب� ن� ي.� �و أ �هن� أ ن% عؤل� اء ي�� ب=� Qو أ �هن� أ �اب� ب=� Qو أ �هن� أ ن% عؤل� ب� لا ل� Iهن� أ ن% Jن ي�� ر�

هن� ؤأب�� خ�� Iو أ �هن� أ ن% عؤل� ي��“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka

menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah merekamenampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, danjanganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka,atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka…..”

Dalil ini menjadi alasan kuat bagi mayoritas

wanita muslimah di Indonesia untuk menggunakan hijab

dengan berupa jilbab/kerudung. Wanita muslimah di

Indonesia lebih umum menggunakan kata hijab dengan

maksud jilbab sebagai kerudung yang hanya menutupi

Page 8: BAB I & BAB II 99,99% FIX

8

rambut sampai dada, walaupun kata hijab dalam al-qur’an

memiliki makna yang berbeda dari makna yang umumnya

saat ini dipahami oleh kalangan muslimah.

Munculnya tren fashion hijab baik melalui media

sosial dunia maya maupun melalui fenomena suatu

kelompok masyarakat tertentu menjadi latar belakang

atau faktor yang cukup kuat bagi wanita di Indonesia

untuk segera menggunakan hijab. Melalui keberadaan

strata sosial stylish,fashionable dan high class yang tercap

pada hijabers community yang telah ada ini menjadi sebuah

pencapaian tersendiri bagi wanita Indonesia yang tidak

mempedulikan tren fashion. Selain motif penggunaan hijab

karena tuntutan agama Islam dan mengikuti tren fashion,

masyarakat Indonesia juga dikenal dengan budaya

konsumtif dan budaya yang kental dengan menganut orang

tua/ menganut tradisi, sehingga ketika terdapat orang

tua atau sebuah keluarga yang mayoritasnya menggunakan

hijab, maka anaknya-pun akan menggunakan hijab dengan

sendirinya atas alasan mengikuti orang tua ataupun

hanya sekedar menuruti perintah orang tua.

Page 9: BAB I & BAB II 99,99% FIX

9

Sumber penyebar tren fashion hijab ini adalah wanita-

wanita di Indonesia yang menggunakan hijab dengan gaya

fashionable. Mereka membentuk komunitas-komunitas yang

umumnya dinamakan Hijabers Community. Saat ini hijabers

community sudah terbentuk di 3 kota besar Indonesia

yaitu Jakarta, Yogyakarta dan Bandung. Dalam penelitian

ini tentunya akan menjadikan Hijabers Community Bandung

sebagai salah satu sumber data primer, dimana komunitas

ini menampilkan fenomena wanita Indonesia berdomisili

di Bandung yang menggunakan hijab fashionable dengan

sekaligus menjadi trend satter bagi muslimah di Bandung

khususnya. Muslimah dalam komunitas ini menjadikan

hijab sebagai gaya hidup sosial mereka, dengan tentunya

juga menyebarluaskan tren berbusana muslim dan

berjilbab.

Kebebasan berekspresi dalam berhijab ini

diaktualisasikan oleh para hijabers dengan kreasi-

kreasi model hijab yang sangat bervarian, baik dari

motif, bahan, style/gaya bahkan cara menggunakan kerudung

itu sendiri. Setiap Negara islam memiliki gaya dan cara

Page 10: BAB I & BAB II 99,99% FIX

10

menggunakan kerudung masing-masing yang pengaruhnya

tidak terlepas dari kondisi sosial budaya di Negaranya

masing-masing. Dengan semakin pesatnya pengaruh

globalisasi saat ini, maka terlahirlah akulturasi pada

tiap produk budaya di Indonesia termasuk pada motif dan

gaya berhijab.

Akulturasi pada wujud budaya berupa kreasi

berhijab di Indonesia melahirkan keindahan-keindahan

dan nilai estetika pada busana muslim di Indonesia.

Selain menjadi ‘simbol’ agama islam, hijab dapat

menjadi objek kreatifitas masyarakat Indonesia dalam

penyebarluasannya tentunya tanpa keluar dari nilai-

nilai prinsip agama islam mengenai penggunan hijab itu

sendiri.

Saat ini dengan sudah canggihnya konektivitas

manusia dengan dunia maya internet, kita dapat menemukan

banyak video-video tutorial cara berhijab agar terlihat

lebih stylish dan bermotif. Selain itu juga kita dapat

memilah-milih berbagai macam motif dan bahan kerudung

Page 11: BAB I & BAB II 99,99% FIX

11

yang gambarnya akan banyak kita temukan di online shop-

online shop.

Dalam pembuatan desain dan motif hijab, para

desainer memadu-padankan warna-warna cerah, gelap dan

soft dalam karya hijabnya. Pemaduan warna-warna ini

dapat memberikan kesan yang menggambarkan karakteristik

desainer tersebut maupun pengguna dari hijab tersebut.

Warna merupakan salah satu dari bentuk simbol pada

desain busana yang dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai karakter dari pengguna busana

tersebut.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan beberapa hal

yang melatarbelakangi penyusunan skripsi ini :

- Hijab pada era tahun 2000an ini telah menjadi

bagian dari trend fashion muslim di Indonesia dan

menjadi trend satter muslimah di dunia.

- Hijab yang umumnya diartikan sebagai benda berupa

kerudung/jilbab di Indonesia menjadi suatu

produk/karya buatan manusia yang dikreasikan

dengan berbagai macam bentuk dan selera yang tidak

Page 12: BAB I & BAB II 99,99% FIX

12

terlepas dari pengaruh budaya sosial manusia

tersebut.

- Setiap Negara Islam memiliki motif, gaya dan cara

mengenakan kerudung masing-masing. Sehingga efek

dari globalisasi berupa akulturasi budaya

berpengaruh pada karya-karya yang dihasilkan tiap

Negara.

- Terjadi akulturasi pada motif dan gaya berkerudung

di Indonesia yang melahirkan nilai-nilai estetika

pada macam-macam kerudung saat ini.

- Gaya warna dan motif pada hijab yang berupa

kerudung menjadi sebuah simbol karakter yang

melekat pada desainer dan pengguna hijab tersebut.

Oleh karena itu, bentuk akulturasi dari hijab yang

digunakan oleh para hijabers saat ini perlu diteliti

dan diungkapkan agar karakteristik nilai estetik dan

simbolik dari hijab di Indonesia ini juga dapat

diketahui oleh masyarakat luas. Dengan harapan wanita

di Indonesia yang menggunakan hijab dapat mengetahui

seberapa besar pengaruh budaya luar terhadap konsep

Page 13: BAB I & BAB II 99,99% FIX

13

hijab yang mereka kenakan selama ini, juga dengan

harapan muslimah di Indonesia mengetahui akan adanya

keterkaitan diri mereka sendiri terhadap pakaian hijab

yang mereka kenakan, maka penulis menyusun penelitian

ini dengan judul Akulturasi pada Motif dan Gaya Hijab di

Kalangan ‘Hijabers’ Indonesia, (Studi Kasus Analisis Estetik Simbolik

Hijabers Community Bandung)

2. Identifikasi Masalah

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membatasi

dan merangkum permasalahan yang akan penulis teliti,

yaitu berupa :

1. Apa latar belakang pemakaian hijab pada muslimah

saat ini di Indonesia ?

2. Bagaimana karakteristik motif dan gaya hijab

muslimah di Indonesia ?

3. Bagaimana bentuk akulturasi hijab dalam tinjauan

estetik dan simbolik ?

3. Tujuan Penelitian

Page 14: BAB I & BAB II 99,99% FIX

14

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk

terungkapnya hal-hal yang teridentifikasi, yaitu :

1. Latar belakang pemakaian hijab pada muslimah di

Indonesia.

2. Karakteristik motif dan gaya hijab muslimah di

Indonesia.

3. Bentuk akulturasi pada hijab di Indonesia dalam

tinjauan estetik dan simbolik.

4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat

memiliki kegunaan baik secara teoritis maupun praktis,

terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Dalam

hal ini, kegunaan tersebut berupa :

1. Kegunaan teoritis yaitu sebagai penunjang

penelitian sebuah karya seni dan budaya. Penulis

berharap hasil penelitian ini dapat menjadi bahan

referensi pengetahuan desain busana muslim dan

sebagai referensi perihal wujud budaya bagi

Page 15: BAB I & BAB II 99,99% FIX

15

masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi

penulis.

2. Kegunaan praktis yang dapat digunakan langsung

oleh pembaca dari hasil penelitian ini, berupa :

a. Pembaca dapat menjadikan hasil penelitian ini

sebagai bahan rujukan dalam penelitian-

penelitian selanjutnya berupa desain busana

muslim.

b. Pembaca dapat mengetahui dan juga mengkreasikan

cara berhijab sesuai dengan pengetahuan ciri

khas hijab dari tiap-tiap Negara Islam.

c. Dengan adanya penelitian ini, penulis dan

pembaca dapat merasa bangga dan mengetahui

hasil karya original motif dan gaya berhijab dari

Negara Indonesia.

d. Pembaca dapat menjadikan hasil penelitian ini

sebagai salah satu referensi mengreasikan gaya

berhijab.

e. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumber motivasi bagi pembaca khususnya wanita

muslimah yang belum menggunakan hijab ntuk

Page 16: BAB I & BAB II 99,99% FIX

16

dapat menggunakannya di kehidupan sehari-

harinya.

5. Kerangka Pemikiran

Suciati menyimpulkan dalam makalahnya : Gaya Busana

Unisex “Perintah penggunaan jilbab merupakan perintah

yang terikat oleh situasi tertentu sehingga tujuan

terhadap pemberlakuan hijab khususnya penggunaan jilbab

meliputi tujuan menutup aurat (sitrah al-‘aurah),

mencegah terjadinya fitnah (itqa al-fitn), pembedaan

dengan lawan jenis (al-tamyiz) dan pemuliaan (al-

takrim)”.

Pemakaian hijab sangat dipengaruhi kondisi sosial

budaya masyarakat dengan budaya setempat, demikian juga

tujuan berhijab pada awalnya ditujukan kepada istri

nabi sebagai pembeda dengan perempuan lain serta untuk

menjaga kemuliaan mereka, namun berkembang pada

perempuan muslim secara umum sehingga pemakaiannya

tergantung situasi sosial budaya masyarakat yang

memakainya (Suciati, 2012: 4).

Page 17: BAB I & BAB II 99,99% FIX

17

Adapun kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa,

dan rasa (Koentjaraningrat, 1990: 67). Bahwa

kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari

ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,

peraturan-peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks

aktivitas serta tindakan berpola dari manusia

dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil

karya manusia

Berdasarkan pernyataan ini dapat dipahami bahwa

kebudayaan dapat dikaitkan dengan wujud benda-benda

yang merupakan hasil buatan manusia, baik benda

tersebut sebagai alat atau simbol sebuah prinsip, agama

atau kepercayaan. Dan dalam penelitian ini penulis

menjadikan hijab dalam bentuk kerudung/jilbab sebagai

salah satu wujud kebudayaan/produk dari suatu

kebudayaan.

Page 18: BAB I & BAB II 99,99% FIX

18

Terwujudnya kebudayaan di dunia ini pastinya tidak

terlepas dari akulturasi. Proses akulturasi adalah

bertemunya dua atau lebih kebudayaan yang berbeda,

namun unsur-unsur budaya yang berbeda tersebut saling

bersentuhan dan saling meminjam, tetapi ciri khas

masing-masing budaya yang berbeda tersebut tidak hilang

dan tetap dipertahankan keberadaannya (Dyson, 1977: 38,

dalam Sujarwa, 2010: 44).

Hijab dalam hal ini kerudung merupakan hasil karya

manusia yang umumnya saat ini kita lihat sebagai

keindahan yang memiliki nilai-nilai kecantikan sendiri.

Ilmu estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala

sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari

semua aspek dari apa yang disebut keindahan. (A.A.M.

Djelantik, 1995: 9).

Menurut Widjiningsih 1982: 2 “Desain kostum ialah

rancangan busana yang di dalam bentuk dan fungsinya,

memahami dan mengetahui nilai-nilai yang berkaitan

dengan topic seperti nilai filosofi, historis, etis,

estetik busana (kostum)/gerak dan nilai religi.”

Page 19: BAB I & BAB II 99,99% FIX

19

Merujuk kepada teori fashion system dari Roland

Barthes (1990),  fashion adalah sebuah sistem tanda

(signs/simbol). Cara kita berpakaian merupakan sebuah

tanda (simbol) untuk menunjukan siapa diri kita dan

nilai budaya apa yang kita anut. Maka cara berpakaian

tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang netral dan

sesuatu yang lumrah.

6. Metode Penelitian

Dalam penelitian hijab ini hijab akan diteliti dan

dianalisis dari fonomena hijab itu sendiri yang

digunakan oleh wanita muslimah khususnya di kalangan

Hijabers Community Bandung. Dalam hal ini penulis

menerapkan metode deskriptif-kuantitatif dengan

pendekatan estetik dan nilai simbolik pada akulturasi

yang dalam hijab.

Metode deskriptif analitik, yaitu suatu metode

penelitian dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang

kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2007: 53 dalam

Soraya, 2011)

Page 20: BAB I & BAB II 99,99% FIX

20

Menurut Poerwandari (1998: 30), penelitian

kuantitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan

mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti

transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto,

rekaman video dan lain-lain.

Adapun tahapan-tahapan penelitian yang akan

penulis terapkan adalah :

1. Studi pustaka, penulis akan mengumpulkan

literature-literatur yang berkaitan dengan

karakteristik hijab di setiap Negara islam termasuk

Indonesia.

2. Observasi lapangan, dimana penulis akan mengamati

dan menyelidiki secara sistematis menggunakan

indera. Dalam tahap ini observasi dilakukan dengan

cara mencatat secara sistematis gejala-gejala yang

diselidiki. Bentuk observasi ini survei lapangan

atau pengamatan langsung pada objek yang hendak di

teliti (Suwardi Endraswara, 2006: 208).

Page 21: BAB I & BAB II 99,99% FIX

21

3. Wawancara, penulis akan menyempurnakan data dengan

mewawancarai objek penelitian untuk menghasilkan

data primer skripsi ini.

4. Metode Dokumentasi, yang dapat diartikan sebagai

suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari

dokumen-dokumen yang ada atau catatan-catatan yang

tersimpan, baik itu berupa catatan transkrip,

buku, arsip, foto dan lain sebagainya. Tekhnik

dokumentasi yang digunakan peneliti adalah

dokumentasi primer dan sekunder. Primer berupa

dokumentasi pengambilan foto secara langsung oleh

peneliti. Sekunder berupa pengambilan beberapa

informasi dari media internet.

5. Interpretasi dan menyimpulkan data dimana penulis

disini akan berpedoman pada konsep estetika gaya

dan desain busana muslim.

7. Sumber Data

Page 22: BAB I & BAB II 99,99% FIX

22

Sumber data dalam sebuah penelitian umumnya

bersumber pada dua jenis data, yaitu data primer dan

data sekunder. Dalam hal ini digunakan :

- Terdapat dua data primer berupa literatur mengenai

desain, motif dan hijab style karya hijabers dan

desainer Indonesia, selain itu juga data berupa

hasil analisis dan wawancara terhadap Komunitas

Hijabers Bandung atau yang biasa disebut dengan

Hijabers Community Bandung.

- Data sekunder dalam hal ini yaitu segala literatur

baik tulisan, buku, artikel, dokumen yang

merupakan hipotesis yang berhubungan dengan data

primer.

Page 23: BAB I & BAB II 99,99% FIX

23

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Budaya dan Kebudayaan

‘’Budaya’’ dalam kamus Indonesia – Arab (Asad M.

Alkalali, 1997: 77) diterjemahkan dengan kata ة% �UUUUUUUUاف ق% X�ي dan‘‘kebudayaan’’ dengan kata ة% �UUUUاف ق% Xأل�ب. Sedangkan dari sudutbahasa Indonesia sesuai (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

1995: 149), budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa

Sansakerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak

dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal

yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang

berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau

mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah

atau bertani (Djoko Widagdho, 1991: 18).

Page 24: BAB I & BAB II 99,99% FIX

24

Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur"

dalam bahasa Indonesia. Dalam Human Communication;Konteks

– konteks komunikasi, budaya adalah suatu cara hidup

yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah

kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke

generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang

rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat

istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan

karya seni. 

Kata "kebudayaan" sendiri menurut

(Koentjoroningrat, 1981; 181)  berasal dari bahasa

Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi

yang berarti budi atau akal. dengan demikian "ke-

budaya-an" dapat diartikan sebagai "hal-hal yang

bersangkutan dengan akal". Ada sarjana lain yang

mengupas kata "budaya" sebagai suatu perkembangan dari

kata majemuk "budi-daya", yang berarti daya dari budi.

Karena itu, mereka membedakan pengertian "budaya"

dengan kebudayaan. Budaya adalah "daya dari budi" yang

Page 25: BAB I & BAB II 99,99% FIX

25

berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan " kebudayaan"

adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.

Ada banyak definisi mengenai budaya dan kebudayaan

yang dikemukakan oleh para ahli baik ilmuwan dari barat

maupun budayawan Indonesia, akan tetapi berprinsip

sama, yaitu mengakui adanya ciptaan manusia, yang

merupakan suatu proses belajar hingga terciptalah suatu

kebudayaan sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

kebudayaan adalah tindakan dan hasil karya manusia

untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar. Budaya

dan kebudayaan melibatkan manusia dengan segala

aktifitasnya sebagai objek utama pembahasan,

cangkupannya begitu luas dari berbagai aspek kehidupan

manusia, sehingga budaya dan kebudayaan memiliki unsur-

unsur dan juga perwujudannya serta segala sub/bagian

yang melengkapi budaya itu sendiri.

Adapun unsur-unsur budaya secara universal telah

terdefinisi oleh banyak para ahli, terdapat 7 unsur

budaya universal menurut ahli antropologi pertama dari

Barat bernama C. Kluckhohn, ia menerbitkan karyanya

Page 26: BAB I & BAB II 99,99% FIX

26

pada tahun 1953 berjudul Universal Categories of Culture.

Ketujuh unsur budaya yang bersifat universal itu berupa

: (1) Kepercayaan/religi, (2) Ekonomi (mata

pencaharian), (3) Sosial atau kekerabatan, (4) Ilmu

pengetahuan, (5) Teknologi, (6) Kesenian dan (7)

Bahasa.

Ketujuh unsur ini diyakini oleh C. Kluckhohn pasti

terdapat di dalam kehidupan masyarakat di manapun

mereka berada. Hasil temuan unsur-unsur budaya ini

tidak jauh berbeda dari hasil temuan ahli antrolpologi

Indonesia bernama Koentjaraningrat, menurutnya ketujuh

unsur budaya yang saling berkaitan dan terdapat dalam

tiap masyarakat yaitu berupa: (1) Sistem religi, (2)

Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, (3)

System, (4) Bahasa yaitu sebagai alat komunikasi, (5)

Kesenian, (6) System mata pencaharian hidup atau system

ekonomi, (7) Sistem peralatan hidup atau teknologi.

Dalam setiap teori hasil penelitian para ahli

antropologi, akan selalu didapatkan komponen peralatan

hidup/perlengkapan hidup (teknologi) yang juga

Page 27: BAB I & BAB II 99,99% FIX

27

merupakan salah satu komponen penting dalam hidup

masyarakat. Sistem peralatan hidup ini meliputi

beberapa alat-alat yang menunjang hidup masayarakat

termasuk pakaian (Koentjaraningrat, 1990 : 203).

Adapun fungsi kebudayaan secara sederhana

dibedakan menjadi tiga (Tri Widiarto, 2007 : 36),

yaitu:

a. Melindungi diri terhadap alam. Dari fungsi ini

kemudian tampak hasilnya dari karya-karya berupa alat-

alat dan teknologi guna memenuhi kebutuhan manusia.

b. Mengatur hubungan antar manusia. Wujudnya

berupa hukum adat, norma-norma atau kaidah yang meski

tidak tertulis menjadi pedoman tingkah laku setiap

anggota masyarakat dalam berinteraksi dengan

kelompoknya. Fungsi ini pula yang akhirnya melahirkan

pola-pola perikelakuan (pattern of behavior) para

anggota kelompok.

c. Sebagai wadah segenap perasaan manusia. Fungsi

inilah yang kemudian memunculkan produk budaya berupa

Page 28: BAB I & BAB II 99,99% FIX

28

hasil-hasil seni; seni musik, seni suara, seni tari,

seni lukis, seni pahat, seni ukir, dan lain-lain. 

Pakaian dalam hal ini hijab oleh sebagian wanita

yang menggunakannya dijadikan sebagai alat untuk

melindungi diri dan juga sebagai alat pertahanan diri

(Fadwa El Guindi, 2003 : 17), dan hijab sebagai pakaian

disini telah menjadi bagian dari fungsi kebudayaan yang

terjadi.

Pakaian merupakan kebutuhan primer yang manusia

butuhkan dalam menjalani kehidupan untuk menjadi

masyarakat yang berbudaya. Pakaian dalam hal ini berupa

hijab merupakan alat penutup tubuh yang umumnya

digunakan oleh wanita dan memiliki makna tersendiri

sebagaimana hasil penelitian Fadwa El Guindi dalam

Jilbab antara Kesalehan, Kesopanan dan Perlawanan, yang

menyatakan bahwa jilbab/hijab ada pada makna dimensi

material dimana dimensi ini berisi pakaian dan ornamen-

ornamen seperti jilbab dalam arti bagian dari pakaian

yang menutupi kepala, bahu, dan wajah; atau dalam arti

hiasan yang menutup topi dan menggantung di depan mata

Page 29: BAB I & BAB II 99,99% FIX

29

(Fadwa El Guindi, 2003 : 30). Dengan teori hasil

penelitian Fadwa El Guindi ini maka hijab yang

merupakan bagian dari pakaian dapat diteliti dari segi

aspek-aspek kebudayaan yang terkadung di dalamnya.

2.1.1 Wujud Budaya

Menurut Koentjaraningrat (1993: 5) menyatakan

bahwa kebudayaan mempunyai paling sedikit tiga wujud:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari

ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan

dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks

aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam

masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil

karya manusia.

Ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kehidupan

bermasyarakat bagaikan dua sisi mata uang. Kebudayaan

ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah

kepada perbuatan dan karya manusia.

Page 30: BAB I & BAB II 99,99% FIX

30

Melalui teori ini, pakaian dalam hal ini hijab

dapat dikategorikan sebagai wujud budaya yang merupakan

buah hasil dari karya manusia yang terikat dengan latar

belakang budaya maupun latar belakang tuntutan sosial

dan prinsip manusia tersebut. Hijab disini dapat

diartikan sebagai manifestasi budaya yang senantiasa

berkembang sesuai dengan konsep budaya yang dimiliki

oleh tiap-tiap manusia dimana konsep budaya tiap

masyarakat di tiap Negara memiliki karakteristik

masing-masing.

Tidak berbeda jauh dengan teori yang dihasilkan

oleh Koentjaraningrat, Menurut J.J. Hoenigman (dalam

Koentjaraningrat, 1986), wujud kebudayaan dibedakan

menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak. 

1. Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan

adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,

gagasan, nilai-nilai , norma-norma, peraturan, dan

sebagainya yang sifatnya abstrak ; tidak dapat diraba

atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam

kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat .

Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu

Page 31: BAB I & BAB II 99,99% FIX

31

dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal

itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya

para penulis warga masyarakat tersebut. 

2. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud

kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia

dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut

dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari

aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi ,

mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya

menurut pola-pola tertentu yang ber- dasarkan adat tata

kelakuan. Sifatnya konkret , terjadi dalam kehidupan

sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan. 

3. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan

fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan

karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda

atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan

didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara

ketiga wujud kebudayaan. 

Pada kenyataannya, kehidupan bermasyarakat, antara

wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari

wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud

Page 32: BAB I & BAB II 99,99% FIX

32

kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada

tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat

digolongkan atas dua komponen utama, yaitu kebudayaan

material dan kebudayaan non- material. Kebudayaan

material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang

nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini

adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu

penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan,

senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga

mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat

terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar

langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial adalah

ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi

ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat,

dan lagu atau tarian tradisional. 

Pakaian sebagai bentuk wujud kebudayaan material

disini dapat menjadi identitas budaya yang memiliki

karakteristik dan simbol tersendiri di setiap

masyarakat yang menggunakannya, terutama bagi wanita.

Oleh karena itu, dalam hal ini hijab sebagai pakaian

Page 33: BAB I & BAB II 99,99% FIX

33

dapat menjadi objek penelitian kebudayaan yang akan

mengungkapkan banyak nilai yang terkandung di dalamnya.

2.1.2 Akulturasi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia bahwa

akulturasi diartikan percampuran dua kebudayaan atau

lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi

(KUBI, 2001: 24). Suyono (1985:15), menyatakan bahwa

akulturasi merupakan pengembilan atau penerimaan satu

atau beberapa unsur kebudayaan yang berasal dari

pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang saling

berhubungan atau bertemu. Sedangkan (Lauer, 1993:403)

memberi pengertian akulturasi adalah meliputi fenomena

yang dihasilkan sejak kedua kelompok atau individu yang

berbeda kebudayaan mulai melakukan kontak langsung,

yang diikuti perubahan pola kebudayaan asli dari salah

satu atau kedua kelompok itu.

Menurut Koentjaraningrat (1958: 449-450), bahwa

untuk mengkaji proses akulturasi dapat menggunakan

pendekatan lima prinsip, yaitu: (1)  Principle of

Page 34: BAB I & BAB II 99,99% FIX

34

integration atau prinsip integrasi yaitu suatu

proses   dimana  unsur-unsur  yang  saling berbeda dari

kebudayaan mencapai keselarasan dalam kehidupan

masyarakat; (2) Principle of function atau prinsip fungsi,

yaitu unsur-unsur yang tidak akan mudah hilang, apabila

unsur-unsur itu mempunyai fungsi yang penting dalam

masyarakat; (3) Principle of early learning, sebagai prinsip

yang terpenting dalam proses akulturasi, yang

menyatakan bahwa unsur-unsur kebudayaan yang dipelajari

paling dahulu, pada saat si individu pendukung

kebudayaan masih kecil, akan paling sukar diganti oleh

unsur kebudayaan asing; (4) Principle of utility, yaitu suatu

unsur baru yang mudah diterima, bila unsur itu

mempunyai guna yang besar bagi masyarakat; (5) Principle of

concretness atau prinsip sifat konkrit yaitu unsur-unsur

konkrit lebih mudah hilang diganti dengan unsur-unsur

asing, terutama unsur-unsur kebudayaan jasmani, benda,

alat-alat dan sebagainya.

Dalam hal ini hijab sebagai pakaian merupakan

wujud kebudayaan berupa alat-alat yang digunakan oleh

Page 35: BAB I & BAB II 99,99% FIX

35

manusia sebagai pembentuk identitas manusia tersebut,

dan dalam alat tersebut mengalami sebuah percampuran

budaya atau akulturasi sehingga menghasilkan karya

hijab yang bervariatif dalam hal motif dan gaya.

Akulturasi pada hijab sebagai wujud budaya ini dapat

digolongkan sesuai dengan teori Principle of concretness 

milik Koerntjaraningrat.    

Purwanto (2000: 109-110) menyatakan bahwa ruang

lingkup perubahan kebudayaan yang dapat dikatakan

sebagai suatu akulturasi, harus ditandai oleh

keterkaitan dari two or more autonomous cultural system.

Perubahan yang bersifat akulturasi, dapat disebabkan

sebagai akibat direct cultural transmissions, dan mungkin juga

dapat disebabkan oleh kasus-kasus nono kultural seperti

ekologis, demografis, modifikasi sebagai akibat

pergeseran kebudayaan, juga karena keterlambatan

kebudayaan, seperti yang kemudian dilanjutkan

dengan internal adjustment setelah traits atau pola-pola

suatu kebudayaan asing yang diterima. Selain

itu,  suatu akulturasi dapat pula disebabkan oleh suatu

Page 36: BAB I & BAB II 99,99% FIX

36

reaksi adaptasi bentuk bentuk kehidupan yang

tradisional. Semuanya  itu dapat dilihat sebagai

dinamika dalam rangka adaptasi yang selektif terhadap

sistem nilai, suatu proses integrasi dan differensiasi;

yaitu sebagai akibat perkembangan generasi, dan faktor

bekerjanya peranan dari determinan dan suatu

kepribadian tertentu.

Dalam budaya dikenal istilah cultural lag yaitu

penggambaran keadaan masyarakat yang dengan mudah nya

menyerap budaya yang bersifat materil tetapi belum

mampu menyerap yang bersifat non materil. Berikut ini

merupakan bentuk-bentuk perubahan kebudayaan antara

lain:

• Evolusi: perubahan kebudayaan yang terjadi

secara lambat namun arah perubahannya akan mencapai

bentuk yang lebih sempurna.

• Revolusi: proses perubahan yang sangat cepat

sehingga dirasakan oleh masyarakat.

Page 37: BAB I & BAB II 99,99% FIX

37

• Inovasi: proses perubahan yang berasal dari diri

masyarakat itu sendiri.

• Difusi :perubahan budaya yang disebabkan oleh

factor-faktor dari luar masyarakat seperti masuknya

unsur-unsur budaya lain. (Sir James George Frazer, 1944

: 211-216)

Perubahan disebabkan karena pewarisan budaya dari

generasi ke generasi berikutnya. Hal ini terjadi proses

pada individu, proses itu antara lain:

• Internalisasi, proses dari berbagai pengetahuan

yang berada diluar diri individu masuk menjadi bagian

dari individu.

• Sosialisasi: proses penyesuaian diri seseorang

ke dalam kehidupan kelompok dimana individu tersebut

berada, sehingga kehadirannya dapat di terima oleh

anggota kelompok lain,

• Enkulturasi: proses ketika individu memilih

nilai-nilai yang dianggap baik dan pantas dalam

Page 38: BAB I & BAB II 99,99% FIX

38

masyarakat, sehingga dapat dipakai sebagai pedoman

untuk bertindak.

Ketiga proses ini dapat bervariasi antara individu

satu dengan yang lain.Variasi budaya ini sering disebut

dengan istilah Subculture (L.Dyson,1992 : 37).

Dalam hal ini hijab sebagai bagian dari pakaian di

Indonesia memiliki karakteristik motif yang erat dengan

kebudayaan masyarakat Indonesia sendiri. Konkretnya

hijab di Indonesia memiliki motif kental dengan

memadukan batik sebagai karakter budaya Indonesia.

Dengan terjadinya proses kebudayaan dan perkembangan

budaya, melalui teori difusi inilah hijab menjadi

berkembang di kalangan wanita Indonesia dan juga

melalui teori internalisasi hijab di Indonesia

mengalami akulturasi pada motif dan gaya hijab itu

sendiri.

Ralph Linton dikutip dari Koentjaraningrat,

mengemukakan dalam bukunya the Studi of Man (1936) suatu

konsep yaitu, perbedaan antara bagian inti dari suatu

kebudayaa (covert culture), dan bagian perwujudan lahirnya

Page 39: BAB I & BAB II 99,99% FIX

39

(overt culture), bagian intinya adalah misalnya: system

nilai-nilai budaya, keyakinan-keyakinan yang dianggap

keramat, beberapa adat yang sudah dipelajari sangat

dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat

dan beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring

luas dalam masyarakat. Sebaliknya, bagian lahir dari

suatu kebudayaan adalah misanya kebudayaan fisik,

seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, tetapi

juga ilmu pengetahua, tata cara, gaya hidup, daan

rekreasi yang berguna dan member kenyamanan. Adapun

bagian dari suatu kebudayaan yang lambat berubahnya dan

sulit diganti dengan unsur-unsur asing, adalah bagian

dari covert culture tadi (Koentjaraningrat, 1990: 97).

Bentuk akulturasi pada wujud budaya berupa hijab

di Indonesia juga dapat terlihat dari motif, corak dan

gaya berhijab yang saat ini popular di Indonesia.

Selain dari muslimah di Indonesia sendiri yang juga

menjadi inspirator-inspirator desain busana muslim,

muslimah Indonesia-pun secara tidak langsung mengadopsi

dan mendapatkan inspirasi dari bentuk-bentuk dan

Page 40: BAB I & BAB II 99,99% FIX

40

karakteristik hijab dari luar negeri, khususnya dari

Negara Timur Tengah sendiri yang mayoritasnya lebih

banyak menggunakan hijab. Inilah yang dikatakan

merupakan bentuk dari akulturasi.

2.2 Konsep Hijab

Hijab menurut Yantirtobisono dalam (Kamus 3

Bahasa, 1995: 156) memiliki arti “veil” – “penutup” dan

menurut Fadwa El Guindi dalam bukunya Jilbab Antara

Kesalehan, Kesopanan, dan Perlawanan mengartikan istilah veil

(sebagaimana varian Eropa lainnya, misalnya voile dalam

bahasa Prancis) biasa dipakai untuk merujuk pada

penutup tradisional kepala, wajah (mata, hidung, atau

mulut), atau tubuh wanita di Timur Tengah dan Asia

Selatan. Sebagai kata benda, veil berasal dari kata

Latin vela, bentuk jamak dari velum. Makna leksikal yang

dikandung kata ini adalah “penutup”, dalam arti

“menutupi” atau “menyembunyikan atau menyamarkan”.

Sebagai kata benda, kata ini digunakan untuk empat

ungkapan: (1) kain panjang yang dipakai untuk menutup

kepala, bahu, dan kadang-kadang muka; (2) rajutan

panjang yang ditempelkan pada topi atau tutup kepala

Page 41: BAB I & BAB II 99,99% FIX

41

wanita, yang dipakai untuk memperindah atau melindungi

kepala dan wajah; (3) a. bagian tutup kepala biarawati

yang melingkari wajah terus ke bawah sampai menutup

bahu, b. kehidupan atau sumpah biarawati; dan (4)

secara tekstil tipis yang digantung untuk memisahkan

atau menyembunyikan sesuatu yang ada dibaliknya; sebuah

gorden (Fadwa El Guindi, 2003: 29-30)

Sebenarnya Fadwa El Guindi juga mengutip

literature lain yang menyatakan bahwa dalam bahasa Arab

kata veil tidak ada padanannya yang tepat. Banyak sekali

istilah Arab digunakan untuk merujuk perangkat pakaian

wanita yang bervariasi tergantung dari bagian tubuh,

wilayah, dialek lokal, dan momen historisnya (Fernea

dan Fernea, 1979; 68-77). Menurutnya The Encylopedia of

Islam menyebutkan ratusan istilah untuk menunjukkan

bagian-bagian pakaian, yang kebanyakan digunakan untuk

padanan kata veiling.

2.2.1 Konsep Hijab dalam Konteks Budaya

Page 42: BAB I & BAB II 99,99% FIX

42

Fadwa El Guindi dalam bukunya (2003: 101)

mengutip bahwa pada tahun 1377 seorang sarjana Arab

bernama Ibn Khaldun mengembangkan “ilmu pengetahuan

budaya”, memasukkan pakaian dalam formulasinya. Dengan

berbasiskan pada sejarah sosial budaya Islam Magribi,

ia mengembangkan sebuah teori tentang perubahan budaya

dan elemen transformative dalam transisi antara ‘umran

badawi (budaya elementer) dan ‘umran hadhari (budaya yang

beradab). Ia mengemukakan pakaian sebagai bagian dari

kebutuhan dasar yang menjadi semakin rumit dan kaya

ketika masyarakat semakin menetap, lingkungannya

berubah menjadi kota, dan semakin mengutamakan

kesenangan. Ia menulis bahwa “para penduduk padang

pasir membatasi diri mereka sendiri dalam halkebutuhan

mereka akan makanan, pakaian, dan cara hidup di tempat

itu”.

Dalam Fesyen dan Identitas karya menyatakan teori

Fesyen dari Fred Davis (1992) mengatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara fesyen, budaya, dan

identitas (Dewi Meyrasyawati, 2013: 101)

Page 43: BAB I & BAB II 99,99% FIX

43

Menurut Dewi Meyrasyawati dalam makalahnya Fesyen

dan Identitas (2013: 101) ia mengutip “Apabila kita

melihat busana sebagai fenomena kultural, maka busana

pun tidak lain dan tidak bukan adalah suatu praktek

pemaknaan yang berlangsung di dalam kehidupan sehari-

hari, yang turut membentuk kebudayaan sebagai suatu

sistem pemaknaan general. Oleh karena itu, busana

merupakan salah satu wadah bagi manusia untuk

mengkomunikasikan, mengalami, mengeksplorasi, dan

memproduksi tatanan sosial” (Barthes, 1983: 3-5).

Dalam bahasan tentang fashion desain ini, dapat

dilihat bagaimana fashion system mengkonstruksikan

nilai-nilai budaya. Cultural studies melihat

fenomena fashion sebagai sesuatu yang terkonstruksikan

oleh fashion system. Para remaja mengidentifikasikan

budaya yang mereka anut melalui bagaimana cara mereka

berpakaian. Merujuk kepada teori fashion system dari

Roland Barthes (1990),  fashion adalah sebuah sistem

tanda (signs). Cara kita berpakaian merupakan sebuah

tanda untuk menunjukan siapa diri kita dan nilai budaya

apa yang kita anut. Maka cara berpakaian tidak lagi

Page 44: BAB I & BAB II 99,99% FIX

44

dipandang sebagai sesuatu yang netral dan sesuatu yang

lumrah.

2.2.2 Konsep Hijab dalam Konteks Agama Islam

Konteks Islam tidak akan terlepas dari Al-Qur’an,

Al-Hadits dan tafsir para ulama. Begitula ketika hijab

masuk dalam konteks islam. Apa yang dikatakan Al-Qur’an

tentang hijab? Dalam Jilbab Antara Kesalehan, Kesopanan dan

Perlawanan (2003: 245) menyatakan bahwa Al-Qur’an

memiliki sejumlah acuan tentang hijab, yang hanya yang

berkaitan dengan pakaian wanita, yaitu pada Q.S Al-

Ahzab: 53 yang memiliki arti:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah memasuki rumah Nabi,kecuali diundang….Dan ketika kamu bertanya sesuatu padaistrinya, tanyalah dari balik hijab. Itulah yang lebih suci untukhatimu dan hati mereka.”

Pemaknaan kata hijab dalam Al-Qur’an lebih umum

diartikan bukan khusus sebagai konteks busana, akan

tetapi bisa masuk dalam berbagai konteks termasuk dalam

konteks menjaga diri untuk memperkuat keimanan dimana

itu bukan hanya dengan pakaian/hijab. Kata hijab

Page 45: BAB I & BAB II 99,99% FIX

45

sendiri dalam al-qur’an memiliki banyak arti, (Suciati,

2012: 3):

Kata hijab memiliki pengertian umum sebagai segala

sesuatu (termasuk aktivitas) yang membatasi atau

memisahkan dan yang menutupi sehingga terhalang

pandangan dari yang lain untuk menghindarkan diri dari

larangan-larangan agama. Hijab secara harpiah

mengandung arti antara lain sebagai dinding, tabir atau

selubung (veil) serta busana untuk muslimah (Suciati:

2012: 3-4).

Pada perkembangannya, hijab dipakai kaum perempuan

muslim disesuaikan kondisi alam, budaya serta kebiasaan

masyarakatnya. Istilah jilbabpun berbeda-beda di setiap

negara seperti :

Dapat dikatakan jilbab merupakan busana untuk

muslimah yang tidak ketat atau longgar dengan ukuran

besar yang menutup seluruh tubuh perempuan kecuali muka

dan telapak tangan. Pengertian ini sedikit berbeda

dengan arti jilbab yang selama ini dipahami di

Indonesia yang identik dengan penutup kepala atau

Page 46: BAB I & BAB II 99,99% FIX

46

kerudung saja. Jilbab sebagai busana muslimah berfungsi

sebagai penutup aurat, sebagai perhiasan dan untuk

memenuhi syarat kesehatan, kenyamanan dan menyelamatkan

diri dari ancaman. Jilbab memiliki makna secara

material sebagai cara untuk menutupi tubuh untuk

menjaga kesopanan dan perlindungan diri, serta sebagai

perhiasan untuk tujuan estetika (Suciati, 2012: 6-7)

Prinsip berbusana dengan cara berhijab

(berkerudung) dalam agama islam menurut para ahli fiqih

antara lain merupakan pemakaian busana dengan ketentuan

; (Suciati, 2012: 9)

a. Busana yang meliputi seluruh badan selain yang

dikecualikan.

b. Busana yang tidak merupakan bentuk perhiasan

kecantikan yaitu yang tidak menarik perhatian laki-laki

atau Tabarruj. Tabarruj pada dasarnya menampakkan

keindahan tubuh dan kecantikan wajah.

c. Busana tidak merupakan busana yang tipis. Tidak

tipis artinya bahan busana cukup tebal untuk menutupi

bentuk tubuh dan menyembunyikan warna kulit.

Page 47: BAB I & BAB II 99,99% FIX

47

d. Busana yang lebar dan tidak sempit sehingga lekuk

tubuh tidak tampak.

e. Busana yang tidak berbau wangi-wangian. Maksudnya

wangi yang dipakai pada busana tidak berlebihan,

menyengat dan mengundang perhatian laki-laki dan

bertujuan untuk menghindari bau badan yang tidak sedap.

f. Busana yang tidak menyerupai busana laki-laki.

g. Busana yang tidak menyerupai busana wanita kafir dan

tidak menyerupai dandanan kaum jahiliyyah dan tidak

menyerupai pakaian pendeta.

h. Busana yang tidak tergolong mencolok atau libas

syuhrah. Busana yang mencolok adalah busana yang

memiliki keistimewaan dalam daya tarik dan mendapat

perhatian khusus baik dari segi harga, mode atau gaya

hiasannya sehingga menimbulkan riyaa’ karena bertujuan

mencari popularitas.

2.3 Hijab dalam Teori Estetika Desain Busana

Page 48: BAB I & BAB II 99,99% FIX

48

Akal dan budi sangat berperan dalam usaha

menciptakan kedua jenis kehidupan itu. Untuk memperoleh

kebahagiaan jasmani, manusia dengan akal budinya selalu

berusaha menciptakan benda-benda baru sesuai dengan

yang dikehendakinya. Kebudayaan manusia akan terus-

menerus berkembang secara kompleks, terutama karena

kebudayaan sesamanya yang lebih maju.

Berdasarkan pendapat umum yang banyak diketahui,

estetika diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang

memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah

pada alam dan seni. Pandangan ini mengandung pengertian

yang sempit. Sedangkan estetika dalam pengertian

sebenarnya berasal dari kata Yunani Aesthesis, yang

berarti perasaan atau sensitivitas. Itulah sebabnya

maka estetika erat sekali hubungannya dengan selera

perasaan atau apa yang disebut dalam bahasa Jerman

Geschmack atau Taste dalam bahasa Inggris. Estetika

timbul tatkala pikiran para filosuf mulai terbuka dan

mengkaji berbagai keterpesonaan rasa. Estetika bersama

dengan ethika dan logika membentuk satu kesatuan yang

Page 49: BAB I & BAB II 99,99% FIX

49

utuh dalam ilmu-ilmu normatif di dalam filsafat.

Dikatakan oleh Hegel, bahwa: ―Filsafat seni membentuk

bagian yang terpenting didalam ilmu ini sangat erat

hubungannya dengan cara manusia dalam memberikan

definisi seni dan keindahan (Wadjiz 1985: 10).

Hijab dalam hal ini pakaian memiliki arti

keindahan tersendiri. Sesuai dengan pengertian kostum

yang berarti busana/pakaian menurut Widjiningsih (1982:

2) ialah rancangan busana yang di dalam bentuk dan

fungsinya, memahami dan mengetahui nilai-nilai yang

berkaitan dengan topik seperti nilai filosofi,

historis, etis, estetik busana (kostum)/gerak dan nilai

religi. Untuk membuat busana/pakaian yang baik, ada

beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu bentuknya,

sederhana dan indah, disesuaikan dengan proporsinya

baik serta dibuat dari bahan yang sesuai. Jika

menggunakan bahan yang bermotif, sebaiknya dipilih

motif yang sesuai dengan makna yang terkandung dari isi

cerita yang akan dimainkan agar tidak menghilangkan

unsur kebudayaannya.

Page 50: BAB I & BAB II 99,99% FIX

50

Estetika berbusana dapat diartikan sebagai suatu

bidang pengetahuan yang membicarakan bagaimana

berbusana yang serasi sesuai dengan bentuk tubuh

seseorang serta kepribadiannya. Berbusana yang indah

dan serasi yang menerapkan nilai-nilai estetika berarti

harus dapat memilih model, warna dan corak, tekstur,

yang sesuai dengan pemakai. Tentunya dengan tidak

terlepas dari peran para desainer busana di Indonesia

khususnya yang telah memiliki keahlian khusus terutama

dalam bidang fashion muslim. Ini terbukti dengan semakin

maraknya desainer-desainer muslim yang bermunculan di

tanah air, seperti Dian Pelangi, Jenahara, Ghaida

Tsuraya dll, mereka berani berinovasi dengan desain

hijab mereka dan menyebarluaskan kepada masyarakat

Indonesia dan dunia.

Menurut Sharon Lee Tate (1997) dalam Inside Fashion

Design, dalam seni busana/pakaian, komponen yang

terdapat didalamnya yang dapat memberikan sentuhan

estetis adalah unsure-unsur dasar seni rupa yaitu

garis, bentuk, tekstur, dan warna. Dari beberapa unsur

Page 51: BAB I & BAB II 99,99% FIX

51

ini menjadi satu aspek yang merupakan factor dalam

busana garis yang kemudian menjadi bentuk diterjemahkan

kedalam motif dan model busana.

2.4Hijab dalam Teori Simbol Desain Busana

Teori Fashion System dari Roland Barthes digunakan

sebagai teori utama dalam penelitian ini. Teori ini

digunakan terkait dengan fesyen sebagai suatu sistem

yang mengandung simbolisasi tertentu dan membentuk

sebuah makna tertentu pula. Barthes membagi pemaknaan

terhadap simbol-simbol dalam fesyen tersebut dalam tiga

tingkat yaitu image, written, dan real clothing (1983).

Pemakaian hijab saat ini bukan merupakan hal yang

tidak diperhatikan lagi oleh dunia mode di dunia

khususnya di Negara-negara muslim termasuk Indonesia.

Selain menjadi bagian dari fashion busana yang sedang

marak-maraknya, hijab juga menjadi gaya hidup bagi para

konsumennya, produsennya dan juga pengamatnya. Dalam

sebuah skripsi karya Lucky Lutvi, (2001: 20-22)

mengutip bahwasanya istilah gaya menurut Meyer Schapiro

didefinisikan sebagai sesuatu yang dilakukan berulang-

Page 52: BAB I & BAB II 99,99% FIX

52

ulang didalama sebuah individu atau kelompok. Gaya

hidup menurut Toffler berarti dimana setiap individu

mempunyai tanda sebagai identitasnya untuk

membedakannya dengan kelompok lainnya (Walker,

1989:155). Gaya hidup seseorang atau sekelompok

tertentu, salah satunya berkaitan dengan cara seseorang

menjalankan kehidupannya, bagaimana seseorang

memutuskan memilih dan menentukan pilihannya. Pendapat

Toffler ini diperkuat oleh asumsi Chaney bahwa gaya

hidup merupakan gambaran kehidupan modern atau yang

disebut dengan modernitas, yang berarti bahwa mereka

yang hidup didalam masyarakat yang modern akan

menggunakan perangkat gaya hidup untuk

mengidentifikasikan aksi-aksi mereka maupun orang lain.

Gaya hidup adalah pola-pola aksi yang membedakan

sekelompok orang dengan kelompok lainnya (Chaney, 1996:

4). Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan manusia

sehari-hari, dan fungsinya adalah berinteraksi dengan

berbagai cara, dimana aka nada kemungkinan menjadi

tidak dapat dimengerti atau tidak dapat diterima oleh

mereka yang hidup didalam masyarakat yang modern.

Page 53: BAB I & BAB II 99,99% FIX

53

Menurut Chaney, polapola kehidupan sosial kadang kala

ditandai oleh adanya kebudayaan. Beberapa pengamat

mendefinisikan kebudayaan sebagai totalitas gaya hidup

dari sebuah masyarakat yang mencangkup tradisi, tingkah

laku dan norma-norma yang menyatukan mereka kedalam

sebuah masyarakat.

Akan halnya, hubungannya dengan fashion atau mode

busana, Walker dalam bukunya Design History of Design tentang

style, styling and lifestyle, pada sub bab style and fashion,

disebutkan bahwa fashion dapat merujuk pada berbagai

sikap manusia, namun lebih tepatnya lagi merujuk pada

antusiasme seseorang pada mode tertentu sebuah busana.

Dalam persoalan busana/pakaian dalam hal ini hijab,

style (gaya) dan mode sangat erat hubungannya dengan

penampilan atau sikap seseorang, yang tentunya

permasalahan ini harus melibatkan pula factor-faktor

pemakaian (consumption), penerimaan (reception) dan selera

(taste). (Walker, 1987: 171), dan busana hijab disini

merupakan petanda yang memberikan identitas seseorang.

Menurut Russel, (1992: 55), salah satu unsur yang

paling serba guna untuk sebuah desain adalah warna.

Page 54: BAB I & BAB II 99,99% FIX

54

Warna dapat menarik perhatian dan membantu menciptakan

sebuah mood (suasana hati). Bergantung pada daya tarik

suatu karya desain, warna dapat digunakan dengan

beberapa alasan berikut :

1. Warna merupakan sebuah alat untuk mendapat

perhatian.

2. Warna dapat menyoroti unsure-unsur khusus

secara realistis dalam warna.

3. Warna memiliki bahasa psikologis yang menyusun

karya tersebut.

Desain menurut Reswick adalah “keegiatan kreatif

yang membawa pembaharuan”. Selain itu di dalam desain

juga terkandung beberapa hal, antara lain: rasa, instuisi,

kreativitas, selera, harga diri, privasi, nilai-nilai, norma kebanggaan,

kerahasisaan rasa senang dan sebagainya, yang kesemuanya

itu tidak dapat diukur secara matematis.

Dalam desain sendiri diperlukan konsep yang

dikenal dengan konsep desain, yang meliputi filsafat

desain dan pertimbangan yang bertujuan mewujudkan

Page 55: BAB I & BAB II 99,99% FIX

55

ide/rancangan yaitu realitas. Hal tersebut disebut

dengan konseptual desain, yaitu :

1. Fungsi; fungsional artinya tepat guna, desain yang

fungsional artinya desain yang tepat guna.

2. Aman; aman artinya melindungi manusia dari bahaya,

artinya bahwa desain itu harus tepat membuat

tenang bagi penikmat desain itu sendiri, janan

sampai karena desain itu membuat jadi resah dan

tidak tenang.

3. Terampil; terampil artinya cekatan, tangkas,

gesit, mampu, dan cerdik. Dalam dunia desain

terampil sering juga berpengertian faham

penguasaan teknik.

4. Ekonomis; persyaratan desain, terutama yang

nantinya berhubungan dengan produksi adalah

pertimbangan ekonominya. Ekonomi belum tentu

kaitannya dengan harga, tapi juga merupakan

informasi wujud efisien, efektifitas, dan praktis

bentuk akhir sebuah desain.

Page 56: BAB I & BAB II 99,99% FIX

56

5. Estetis; estetis merupakan medium pribadi yang

meliputi: watak, karakter, sikap, keyiakinan,

suasana hati, kedalaman, kematangandan

kepribadian. Dalam karya desain, segi-segi estetis

sangat perlu diperhatikan untuk bentuk yang tepat

dan serasi.

6. Sikap (dimensi etis); sikap merupakan bagian dari

kedalaman suatu karya. Sebuah desain yang tidak

mempunyai sikap sama halnya manusia plin plan.

Secara umum Fadwa El Guindi mengutip dalam bukunya

Jilbab Antara Kesalehan, Kesopanan dan Perlawanan mengenai teori

hasil penelitian Barnes dan Eicher yang menyatakan

bahwa fungsi dari pakaian adalah sebagai tanda yang

dimiliki oleh seseorang dalam kelompok tertentu (1992a:

1).

Karakter busana juga menjadi simbol pencerminan

karakter pribadi, menurut (Amelia Prihanto, 2013: 27)

membentuk karakter riasan sehari-hari sangat ditentukan

oleh karakter busana yang digunakan. Karakter merupakan

cerminan pribadi dari penggunanya. Dan setiap individu

Page 57: BAB I & BAB II 99,99% FIX

57

memiliki pribadi ‘asli’ di dalam diri mereka yang

menjadi karakter internal berpadu dengan penampilan

berbusana ‘pas’, maka gaya pribadi akan terungkap

secara harmonis.