Top Banner
BAB II TINJAUAN TEORI A. Rawat Inap Definisi American Hospital Association di tahun 1978 menyatakan bahwa rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien-diagnostik dan terapeuktik- untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan baik untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya dan harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak berdesak-desakan dan terjamin sanitasinya bagi kesembuhan pasien. Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana penderita inggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan atan rumah sakit pelaksana pelayanan kesehatan lain. Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan, yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik, dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta serta puskesmas perawatan dan rumah bersalin, yang oleh karena penyakitnya penderita
109

BAB II fix

Dec 26, 2015

Download

Documents

sweetygirl-1

Bab 2
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II fix

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Rawat Inap

Definisi American Hospital Association di tahun 1978 menyatakan

bahwa rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah

memberikan pelayanan kepada pasien-diagnostik dan terapeuktik-untuk

berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun

non bedah. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan

baik untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya dan harus

menyediakan fasilitas yang lapang, tidak berdesak-desakan dan terjamin

sanitasinya bagi kesembuhan pasien.

Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana penderita

inggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana

pelayanan kesehatan atan rumah sakit pelaksana pelayanan kesehatan lain.

Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi pelayanan

kesehatan perorangan, yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan,

keperawatan, rehabilitasi medik, dengan menginap di ruang rawat inap pada

sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta serta puskesmas

perawatan dan rumah bersalin, yang oleh karena penyakitnya penderita harus

menginap. Di dalam ruuang perawatan terdapat pelayanan sebagai berikut:

a) Pelayanan Tenaga Medis

Tenaga medis adalah ahli kedokteran yang fungsi utamanya memberikan

pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan

menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik

yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan (Soemarja Aniroen,

1991).

Tenaga medis ini dapat sebagai dokter umum maupun dokter spesialis

yang terlatih dan diharapkan memiliki rasa pengabdian yang tinggi

dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Page 2: BAB II fix

Pasien selain mengharapkan tenaga medis yang dapat mengetahui dan

menyembuhkan penyakitnya juga mengharapkan agar para tenaga medis

tersebut dapat memberikan kasih sayang, rasa aman, penuh perhatian dan

pengabdian, berusaha dengan sungguh-sungguh dan mengobati dan

merawatnya (Avedis Donabedian).

b) Pelayanan Tenaga Para Medis

Pekerjaan dari pelayanan perawatan adalah memberikan pelayanan

kepada penderita dengan baik, yaitu memberikan pertolongan dengan

dilandasi keahlian, kepada pasien-pasien yang mengalami gangguan fisik

dan gangguan kejiwaan orang dalam masa penyembuhan dan orang-

orang yang kurang sehat dan kurang kuat. Dengan pertolongan tersebut

mereka yang membutuhkan pertolongan mampu belajar sendiir untuk

hidup dengan keterbatasan yang ada dalam lingkungan.

c) Lingkungan Fisik Ruang Perawatan

Ada administrator rumah sakit yang mengatakan bahwa pengelola RS

yang baik ibarat mengelola sebuah hotel. Diperlukan suasana yang tenag,

nyaman, bersih, asri, aman, tentram dan sebagainya. Untuk menuju

kearah itu sebenarnya RS telah mempunyai dasar acuan Permenkes No

982/92, tentang persyaratan kesehatan lingkungan RS antara lain :

- Lokasi atau lingkungan RS : tenang, nyaman, aman, terhindar dari

pencemaran, selalu dalam keadaan bersih.

- Ruangannya : lantai dan dinding bersih, penerangan yang cukup,

tersedia tempat sampah, bebas bau yang tidak sedap. Bebas dari

gangguan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. Lubang

ventilasi yang cukup, menjamin penggantian udara dalam kamar

dengan baik.

- Atap langit-langit, pintu sesuai syarat yang telah ditentukan.

Untuk menjaga dan memelihara kondisi ini, bukan hanya tugas pimpinan

tapi menjadi tugas semua karyawan RS termasuk pasien dan pengunjung.

Page 3: BAB II fix

Dengan demikian akan diperoleh suasana yang nyaman, asri, aman,

tenteram, bebas dari segala gangguan sehingga dapat memberikan

kepuasan pasien dalam membantu proses penyembuhan penyakitnya.

d) Pelayanan Penunjang Medis

Umumnya pasien rawat inap merasa puas bila seluruh pemeriksaan dan

pengobatan sudah disiapkan oleh RS. Demikian juga kebutuhan-

kebutuhan mendadak seperti alat-alat selalu sudah tersedia dan siap

pakai. Untuk penyediaan perlengkapan-perlengkapan ruangan yang

modern seperti TV, AC, telepon dan lain-lain tergantung pada kebutuhan

dan kemampuan pasien untuk membayar. Di dalam RS pelayanan

kesehatan hampir seluruhnya merupakan pemberian obat. Obat dan

semua alat untuk melakukan pengobatan tidak dapat dipisahkan dari RS

dan tersedianya merupakan suatu keharusan yang mutlak.

Bagian farmasi RS bertanggung jawab atas kuantitas maupun

kualitasnya, baik dari mulai pengadaannya, pendistribusiannya sampai

pada pengawasannya. Penyaluran pada pasien harus tepat dalam waktu,

jumlah dan cara pemakaiannya. Demikian obat-obatan harus tersedia saat

bila diperlukan dan memenuhi standar yang diwajibkan.

Makanan yang dihidangkan harus dalam jumlah perkiraan kebutuhan,

enak dipandang, dapat dicerna dengan baik, bebas dari kontaminasi,

memperhatikan nutrisi dan memenuhi standar resep, serta penyajiannya

pada waktu yang tepat dan teratur. Pada hakekatnya pelayanan gizi

adalah penerapan ilmu dan seni dalam membantu seseorang dalam

keadaan sehat atau sakit untuk memilih dan memperoleh makanan yang

sesuai guna memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Di RS pelayanan ini

ditunjukkan kepada pasien rawat inap, rawat jalan serta karyawan.

e) Pelayanan Administrasi dan Keuangan

Untuk pasien umum, dibagian ini dilakukan prosedur penerimaan uang

muka perawatan, penagihan berkala dan penyelesaian rekening pada saat

pasien akan keluar dari RS. Untuk penyelesaian rekening, kuitansi harus

Page 4: BAB II fix

dibuat rinci atas biaya pengobatan, pemeriksaan dan perawatan yang

diperoleh pasien selama di RS.

B. Patient Safety

1. Pengertian

Keselamatan pasien (patient safety) adalah disiplin ilmu baru dalam

bidang ilmu kesehatan yang menekankan pelaporan, analisis, dan pencegahan

infeksi nasokomial guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Keselamatan pasien di rumah sakit (patient safety hospital) adalah

sistem tatanan pelayanan dalam suatu rumah sakit yang memberikan asuhan

pasien agar pasien menjadi lebih aman (Lumeta.2006)

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah

sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi

assessment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari

insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan

timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya

cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan

atau tidak melaakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes, 2006).

Sistem Keselamatan pasien umumnya terdiri dan beberapa komponen

seperti sistem pelaporan insiden, analisis belajar dan riset dari insiden yang

timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan dan

kejadian yang tidak diharapkan (KTD), serta penetapan berbagai standar

keselamatan pasien berdasarkan pengetahuan dan riset (KKP-RS, 2007).

2. Tujuan Keselamatan Pasien

Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit diantaranya adalah :

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

Page 5: BAB II fix

d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan.

WHO Collaborating Center For Patien Safety (2007), menetapkan 9

(sembilan) solusi life saving keselamatan pasien rumah sakit yang disusun

oleh lebih dari 100 Negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari

berbagai masalah keselamatan pasien.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong

seluruh rumah sakit se-Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi

keselamataan rumah sakit baik secara langsung maupun bertahap. Adapun

sembilan solusi keselamatan pasien tersebut adalah :

a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-

Alike Medication Names).

Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang

membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling

sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu

keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat

ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat

bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi

NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan

risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan perintah

yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektrolit.

b. Pastikan Identifikasi Pasien

Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi

pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan,

tranfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang;

penyerahan bayi kepada yang bukan keluarganya. Rekomendasi

ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien,

termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standarisasi dalam

metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan

kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan

Page 6: BAB II fix

protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang

sama.

c. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.

Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan

pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan,

bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan

yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap

pasien.rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima

pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan

informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para

praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada

sat serah terima.

d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.

Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah.

Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan

sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi

dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang

paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini

adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.

Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang

tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan

pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan

melaksanakan prosedur dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur,

sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas

pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)

Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media

kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan

untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah

membuat standardissasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan

Page 7: BAB II fix

pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat

yang spesifik.

f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.

Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat

transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi

adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat

(medications error) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya

adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan akurat dan

seluruh medikasi yng sedang diterima pasien juga disebut sebagai

“home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat

administrasi, penyerahan dan atau perintah pemulangan bilamana

menuliskan perintah medikasi dan komunikasikan daftar tersebut kepada

petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau

dilepaskan.

g. Hindari salah kateter dari salah sambung selang

Selang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus

didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD

(Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien

melalui penyambungan slang dan spuit yang salah, serta memberikan

medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah

menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila

sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan

(misalnya menggunakan sambungan dan selang yang benar).

h. Gunakan alat injeksi sekali pakai.

Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV,

HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum

suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum

difasilitas layaanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di

lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip

pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka

Page 8: BAB II fix

mengenai penularan infeksi melalui darah dan praktek jarum suntik

sekali pakai yang aman.

i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi

nosokomial.

Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di

seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit.

Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer

untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong

implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-rubs. Yang

disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua

kran, pendididkan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar

mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja dan pengukuran

kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan atau

observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

3. Mengurangi Risiko Infeksi Nosikomial Penderita

Infeksi nosokomial adalah Infeksi yang muncul selama pasien dirawat di

rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama pasien itu dirawat

atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial (Hidayat, 2008).

Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda

infeksi yang kurang dari 3x24 jam, menunjukkan bahwa masa inkubasi

penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang

baru menunjukkan gejala setelah 3x24 jam pasien berada dirumah sakit baru

disebut infeksi nosokomial (Darmadi, 2008).

Penyakit infeksi nosokomial dapat timbul karena beberapa penyebab,

menurut Darmaji (2008) salah satu penyebabnya adalah mikroba pathogen

seperti bakteri, virus, jamur, dan lain-lain. Mikroba sebagai makhluk hidup

(biotis) harus berkembang biak, bergerak, dan berpindah tempat untuk

bertahan hidup.

Page 9: BAB II fix

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses infeksi menurut Darmadi

(2008) adalah petugas kesehatan, peralatan medis, lingkungan, makanan dan

minuman, penderita lain, pengunjung atau keluarga.

a. Petugas kesehatan

Petugas kesehatan khususnya perawat dapat menjadi sumber utama

tertapar infeksi yang dapat menularkan berbagai kuman ke pasien

maupun tempat lain karena perawat rata-rata setiap harinya 7-8 jam

melakukan kontak langsung dengan pasien. Salah satu upaya dalam

pencegahan infeksi nosokomial yang paling penting adalah perilaku cuci

tangan karena tangan merupakan sumber penularan utama yang paling

efisien untuk penularan infeksi nosokomial. Perilaku mencuci tangan

perawat yang kurang adekuat akan memindahkan organisme – organisme

bakteri pathogen secara langsung kepada hopes yang menyebabkan

infeksi nosokomial di semua jenis lingkungan pasien.

b. Lingkungan

Lingkungan rumah sakit yang tidak bersih juga bias menyebabkan infeksi

nosokomial sebab mikroorganisme penyebab infeksi bisa tumbuh dan

berkembang pada lingkungan yang tidak bersih.

c. Peralatan medis

Peralatan medis yang dimaksud adalah alat yang digunakan melakukan

tindakan keperawatan, misalnya jarum, kateter, kassa, instrument, dan

sebagainya. Bila peralatan medis tidak dikelola kebersihan dan

kesterilannya maka akan menyebabkan infeksi nosokomial.

d. Makanan atau minuman

Hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita apakah sudah

sesuai dengan standart kebersihan bahan yang layak untuk dikonsumsi

bila tidak bersih itu juga akan menyebabkan infeksi terutama pada

saluran pencernaan yang sedang mengalami iritasi.

e. Penderita lain

Page 10: BAB II fix

Keberadaan penderita lain dalam satu kamar atau ruangan atau bangsal

perawatan dapat merupakan sumber penularan.

f. Pengunjung

Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam

lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya, yang dapat ditularkan dari

dalam rumah sakit ke luar rumah sakit.

Infeksi nosokomial berasal dari proses penyebaran dari pelayanan

kesehatan salah satunya rumah sakit. Rumah sakit merupakan tempat

berbagai macam penyakit yang berasal dari pasien maupun dari pengunjung

yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di

lingkungan rumah sakit, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda

medis maupun non medis (Darmadi, 2008). Salah satu sumber penularan

infeksi nosokomial di rumah sakit adalah perawat, yang dapat menyebarkan

melalui kontak langsung kepada pasien. Cara penularan terutama melalui

tangan dan dari petugas kesehatan maupun tenaga kesehatan yang lain, jarum

infeksi, kateter urine, kateter intravena, perban, dan cara keliru menangani

luka ataupun peralatan operasi yang terkontaminasi (Hidayat, 2008).

Fokus utama penanganan masalah infeksi dalam pelayanan kesehatan

adalah mencegah infeksi. Salah satu upaya pencegahan infeksi nosokomial

adalah menerapkan Universal Precaution pada petugas kesehatan atau

petugas pelayanan kesehatan. Universal Precaution adalah kewaspadaan

terhadap darah dan cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap

setiap pasien, dan tidak tergantung pada diagnosis penyakitnya (Irianto,

2010). Kewaspadaan universal dimaksudkan untuk melindungi petugas

layanan kesehatan dan pasien lain terhadap penularan berbagai infeksi dalam

darah dan cairan tubuh lain.

Menurut WHO (2005) kewaspadaan universal diterapkan dengan cara :

a. Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka

sarung tangan

b. Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh

Page 11: BAB II fix

c. Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan

tubuh

d. Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan

tubuh

e. Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang

sekali pakai tidak boleh dipakai ulang

f. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang

cocok

g. Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis

h. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan

prosedur

i. Buang limbah sesuai prosedur.

4. Identifikasi Pasien

Sebelum memasuki materi identifikasi pasien perlu diketahui apa sih

Rekam Medis itu. Menurut Permenkes RI No.269/MENKES/PER/III/2008

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang

diberikan kepada pasien. Berkas rekam medis berfungsi :

a. Sumber informasi

b. Alat komunikasi antar tenaga kesehatan

c. Bukti tertulis pelayanan pasien

d. Alat evaluasi

e. Alat melindungi kepentingan hukum 

f. Penelitian dan pendidikan

g. Perencanaan dan pemanfaatan sumber daya

Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan

tentang bukti-bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan

mempersamakan keterangan tersebut dengan individu seseorang, dengan kata

lain bahwa dengan identifikasi kita dapat mengetahui identitas seseorang dan

dengan identitas tersebut kita dapat mengenal seseorang dengan

membedakan dari orang lain.

Page 12: BAB II fix

Untuk mengadakan identifikasi ada 3 hal yang diperlukan :

a. Mengenali secara fisik

1) Melihat wajah atau fisik seseorang secara umum

2) Membandingkan seseorang dengan gambar atau foto

b. Memperoleh keterangan pribadi antara lain

1) Nama

2) Alamat

3) Agama

4) Tempat/Tanggal lahir

5) Tanda tangan

6) Nama orang tua/Suami/Istri

c. Mengadakan penggabungan antara pengenalan fisik dengan keterangan

pribadi, dari penggabungan tersebut biasanya yang paling dapat

dipercaya berupa KTP, Pasport, SIM

Masalah-masalah yang timbul akibat dari kesalahan identifikasi akan

menyebabkan kerugian bagi rumah sakit karena akan terjadi pemborosan

waktu, tenaga, materi ataupun pekerjaan yang tidak efisien dan lebih jauh

akan merugikan pasien itu sendiri, misalnya kesalahan pemberian obat atau

tindakan.

Sebaiknya identifikasi pasien dilakukan sebelum pasien diperiksa atau

dirawat, oleh karena itu sedapat mungkin keterangan-keterangan dapat

diminta langsung kepada pasien sendiri, tetapi bila tidak mungkin dapat

dimintakan keterangan kepada famili atau teman terdekat yang ada.

Pengumpulan data identifikasi dirumah sakit sebaiknya dilakukan dengan

cara wawancara dan pengisian formulir dan akan lebih baik bila didukung

dengan keterangan-keterangan lain yang bersifat legal, misalnya KTP,

Pasport, SIM.

Pendekatan terhadap identifikasi risiko meliputi :

a. Brainstorming

Page 13: BAB II fix

b. Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan

menanyakan kepada petugas tentang identifikasi risiko pada setiap

lokasi

c. Membuat checklist risiko dan menanyakan kembali sebagai umpan balik

Penilaian risiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu

organisasi menilai tentang luasnya risiko yg dihadapi, kemampuan

mengontrol frekuensi dan dampak risiko. RS harus punya Standar yang

berisi Program Risk Assessment tahunan, yakni Risk Register :

a. Risiko yg teridentifikasi dalam 1 tahun

b. Informasi Insiden keselamatan Pasien, klaim litigasi dan komplain,

investigasi eksternal & internal, external assessments dan Akreditasi

c. Informasi potensial risiko maupun risiko actual (menggunakan RCA &

FMEA)

Penilaian risiko harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak

yang terlibat termasuk pasien dan publik dapat terlibat bila memungkinkan.

Area yang dinilai :

a. Operasional

b. Finansial

c. Sumber daya manusia

d. Strategik

e. Hukum/Regulasi

f. Teknologi

Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit

a. Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko

terhadap pasien dapat dinilai dengan tepat

b. Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko

yang lain

c. Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan investigasi

untuk semua risiko, yaitu menggunakan RCA

d. Membantu RS dalam memenuhi standar-standar terkait, serta kebutuhan

clinical governance.

Page 14: BAB II fix

e. Membantu perencanaan RS menghadapi ketidakpastian, penanganan

dampak dari kejadian yang tidak diharapkan, dan meningkatkan

keyakinan pasien dan masyarakat.

5. Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di

semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety

Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint

Commission International (JCI).

Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong

perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-

bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti

serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini.

Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk

memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat

mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang

menyeluruh.

Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai

berikut:

a. Sasaran I.: Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua

aspek/tahapan  diagnosis dan pengobatan. Kesalahan  identifikasi pasien

bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi,

mengalami disorientasi, tidak sadar bertukar tempat tidur/kamar/lokasi

di  rumah sakit, adanya kelainan sensori atau akibat situasi lain. Maksud

sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan pertama untuk 

identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima  pelayanan atau

pengobatan dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan

terhadap individu tersebut.

Page 15: BAB II fix

Kebijakan atau prosedur yang secara kolaboratoriumoratif

dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada

proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat,

darah/produk darah pengambilan darah dan spesimen lain untuk

pemeriksaan klinis; memberikan pengobatan atau tindakan lain.

Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk

mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam

medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-

lain.

Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk

identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan

dua identitas yang berbeda pada lokasi yang berbeda  di rumah sakit,

seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau kamar  operasi,

termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses

kolaboratoriumoratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan atau

prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi dapat

diidentifikasi.

b. Sasaran II Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan

yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan

menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat

berbentuk  elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah

terjadi kesalahan kebanyakan  terjadi  pada saat perintah diberikan

secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi  yang mudah terjadi

kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,

seperti  melaporkan  hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit

pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu

kebijakan atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk

mencatat(memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil

pemeriksaan oleh penerima perintah kemudian penerima perintah

Page 16: BAB II fix

membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan dan

mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang

adalah akurat. Kebijakan atau prosedur pengidentifikasian juga

menjelaskan bahwa diperbolehkan   tidak melakukan pembacaan

kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi

dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

c. Sasaran III Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-

Alert)

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,

manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan

pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications)

adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius

(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang

tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip

dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan

Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan

pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara  tidak sengaja

(misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat,

natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau

lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan

orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak

tidak diorientasikan  terlebih dahulu  sebelum ditugaskan, atau pada

keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau

mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan meningkatkan proses

pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan

elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu

kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu

diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan atau

prosedur juga mengidentifikasi  area mana saja  yang membutuhkan

Page 17: BAB II fix

elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta  pemberian

laboratoriumel secara benar  pada elektrolit dan bagaimana

penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk

mencegah pemberian yang tidak disengaja atau kurang hati-hati.

d. Sasaran IV Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien

Operasi

Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah

sesuatu yang mengkhawatirkan dan  tidak jarang terjadi di rumah sakit.

Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak

adekuat  antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di

dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk

verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesment pasien yang tidak

adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang

tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,

permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca

(illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan

faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif

mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur yang efektif di dalam

mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga

praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety

Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint

Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong

Procedure, Wrong Person Surgery.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan

atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan 

secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator /orang

yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan

sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat  sampai saat akan disayat.

Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk

Page 18: BAB II fix

sisi  (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau 

multipel level  (tulang belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :

1) Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar

2) Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil

pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi laboratorium dengan

baik, dan dipampang

3) Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus atau

implant-implant yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua

pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat,

dimana tindakan akan dilakukan,  tepat sebelum tindakan dimulai, dan

melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana

proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan

ceklist. 

e. Sasaran V Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan

terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya

untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan

merupakan  keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional

pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk

pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran

darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan

dengan ventilasi mekanis).

Pokok  eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah

cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di

baca di kepustakaan  WHO, dan berbagai organisasi nasional dan

intemasional.

Rumah sakit mempunyai proses kolaboratoriumoratif untuk

mengembangkan kebijakan atau prosedur yang menyesuaikan atau

Page 19: BAB II fix

mengadopsi petunjuk hand hygiene yang sudah  diterima secara umum

untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

f. Sasaran VI Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera

pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, 

pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu

mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk

mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk

riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan

keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.

Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.

C. Infeksi Nosokomial

1. Pengertian

Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi mikro

organisme pathogen, berkembang biak dan menyebabkan sakit.

Mikro organisme, adalah agen penyebab infeksi berupa bakteri, virus,

jamur, ricketsia, dan parasit.

Infeksi Nosokomial, yaitu infeksi yang diperoleh ketika seseorang

dirawat di rumah sakit, tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan

minimal terjadi 3x24 jam sesudah masuk kuman.

2. Patogenesis

Interaksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, dll), agen

(mikroorganisme pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit,

prosedur pengobatan, dll) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.

Pejamu

LingkunganAgen

Page 20: BAB II fix

Untuk bakteri, virus, dan agen infeksi lainya agar bertahan hidup dan

menyebabkan penyakit tergantung dari factor-faktor kondisi tertentu harus

ada:

Sebagaimana tampak pada gambar ini, suatu penyakit memerlukan

keadaan tertentu untuk dapat menyebar ke orang lain:

Harus ada agen

Harus ada waduk / pejamu : manusia, binatang, tumbuhan-tumbuhan,

tanah, udara, dan air.

Harus ada lingkungan yang cocok di luar pejamu untuk dapat hidup.

Harus ada orang untuk dapat terjangkit. Untuk dapat terjangkit penyakit

infeksi harus rentan terhadap penyakit itu.

Agen harus punya jalan untuk dapat berpindah dari pejamunya untuk

menulasi pejamu berikutnya, terutama melalui: udara, darah atau cairan

tubuh, kontak, fektal-oral, makanan, binatang atau serangga.

Mikroorganisme menjadi penyebab infeksi nosokomial tergantung dari

factor dalam agen:

Tempat hidup agen

Agen memasuki pejamu

Bagaimana agen berpindah dari tempat lain

Agen meninggalkan pejamu

TEMPATMASUK

CARAPENGELUARAN

TEMPAT KELUAR

WADAH

AGEN

PEJAMU YANGRENTAN

Orang yang dapat terinfeksi

Page 21: BAB II fix

Kemampuan menempel pada permukaan sel pejamu

Dosis yang tidak efektif

Kemampuan untuk invasi dan reproduksi

Kemampuan memproduksi toksin

Kemampuan menekan system imun pejamu

Sedangkan factor dalam pejamu yang mempengaruhi timbulnya infeksi

nosokomial adalah:

Usia

Penyakit dasar

System imun

Dan factor lingkungan:

Factor fisik : suhu, kelembaban, lokasi (ICU, ruang rawat jangka panjang,

sarana air).

Factor biologik : serangga perantara

Factor social : status ekonomi, perilaku, makanan dan cara penyajian.

3. Sumber Infeksi

Sumber infeksi nosokomial dapat dibagi dalam 4 bagian:

a. Petugas rumah sakit (perilaku)

Kurang memahami cara penularan penyakit

Kurang memperhatikan kebersihan

Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptic dan antiseptic

Menderita penyakit tertentu

Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan

b. Alat yang dipakai

Kotor

Rusak

Penyimpanan kurang baik

Dipakai berulang-ulang

Kadaluarsa

Page 22: BAB II fix

c. Pasien

Kondisi yang sangat lemah

Kebersihan kurang

Menderita penyakit kronis

Menderita penyakit menular

d. Lingkungan

Tidak ada sinar matahari / penerangan yang masuk

Ventilasi udara kurang baik

Ruangan lembab

Banyak serangga.

4. Transmisi Mikroorganisme

Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan berbagai

cara, bias lebih dari satu cara. Ada lima cara terjadinya trasmisi

mikroorganisme yaitu: contact, droplet, airbone, common vehicle, dan

vertorborne.

Contact transmission

Contact transmission adalah yang paling sering pada infeksi

nosokomial, dibagi dalam dua grup; direct contact, dan indirect contact.

Direct contact (kontak langsung): transmisi mikroorganisme langsung

permukaan tubuh ke permukaan tubuh, seperti saat memandikan,

membalikkan pasien, kegiatan asuhan keperawatan yang menyentuh

permukaan tubuh pasien, dapat juga terjadi di antara dua pasien.

Indirect contact (kontak tidak langsung): kontak dengan kondisi orang

yang lemah melalui peralatan yang terkontaminasi, seperti peralatan

instrument yang terkontaminasi : jarum, alat dressing, tangan yang

terkontaminasi tidak dicuci, dan sarung tangan tidak diganti di antara pasien.

Droplet transmission (Percikan)

Secara teoritikal merupakan bentuk kontak transmisi, namun mekanisme

transfer mikroorganisme pathogen ke pejamu agak ada jarak dari transmisi

Page 23: BAB II fix

kontak. Mempunyai partikel sama atau lebih besar dari 5 mikron. Droplet

transmisi dapat terjadi ketika batuk, bersin, beribicara, dan saat melakukan

tindakan khusus, seperti saat melakukan pengisapan lendir, dan tidakan

broschoskopi.

Transmisi terjadi ketika droplet berisi mikroorganisme yang berasal dari

orang terinfeksi dalam jarak dekat melalui udara menetap / tinggal pada

konjunctiva, mukosa, hidung, dan mulut yang terkena. Karena droplet tidak

meninggalkan sisa di udara, maka penangan khusus udara dan ventilasi tidak

diperlukan untuk mencegah droplet transmisi.

Airbone transimisi (melalui udara)

Transimisi melalui udara yang terkontaminasi dengan

mikroorganisme pathogen, memiliki partikel kurang atau sama dengan 5

mikron. Transmisi terjadi ketika menghirup udara yang mengandung

mikroorganisme pathogen. Mikroorganisme dapat tinggal di udara beberapa

waktu sehingga penanganan khusus udara dan ventilasi perlu dilakukan.

Mikroorganisme yang ditransmisi melalui udara adalah mycrobacterium

tubercolusis, rubeola, dan varicella virus.

Common Vehicle Transmission

Transmisi mikroorganisme melalui makanan, minuman, alat kesehatan, dan

peralatan lain yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen.

Vectorborne transmission

Transmisi mikroorganisme melalui vector seperti nyamuk, lalat, tikus,

serangga lainya.

5. Upaya Pengendalian Infeksi Nosokomial

a. Penerapan Standar Precaution

Standar precaution pertama kali disusun pada tahun 1985 oleh CDC

dengan tujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari terinfeksi HIV

dan infeksi melalui darah, seperti hepatitis virus.

Page 24: BAB II fix

Standar precaution adalah petunjuk untuk mencegah penularan infeksi

melalui darah dan cairan tubuh tanpa memandang diagnosa medisnya

atau dengan kata lain diterapkan pada semua pasien yang berobat /

dirawat di rumah sakit.

Prinsip Dasar Standar Precaution:

Bahwa darah dan semua jenis cairan tubuh, secret, eksreta, kulit yang

tidak utuh dan selaput lendir penderita dianggap sebagai sumber potensial

untuk penularan infeksi termasuk HIV.

Komponen utama standar precaution :

1. Cuci tangan

2. Penggunaan alat pelindung: sarung tangan, masker, kaca mata, apron,

sepatu bot.

1. Cuci tangan

Pedoman mencuci tangan telah memberikan anjuran tentang

kapan dan bagaimana melakukan cuci tangan atau menggosok tangan

untuk pembedahan, telah mengalami perubahan secara cepat pada

masa 15 tahun terakhir, dengan munculnya AIDS pada tahun 1980 an.

Cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan

cuci tangan memakai sabun antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade

1990).

Pittet dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil

penelitian tentang kepatuhan tenaga kesehatan dalam mencuci tangan,

bahwa ada 4 alasan mengapa kepatuhan mencuci tangan masih

kurang, yaitu:

Skin irritation

Inaccessible handwashing supplies

Being too bussy

No thinking abut it

Page 25: BAB II fix

Kepatuhan mencuci tangan di ICU (Spraot, I,J, 1994) kurang dari

50%, sedangkan Galleger 1999 melaporkan bahwa kepatuhan

mencuci tangan tersebut :

Individu Patuh % Tidak Patuh %

Dokter 33 67

Perawat 36 64

Tenaga kesehatan

lainya

43 57

Mahasiswa perawat 0 100

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan

yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang

menular dan penyebaran mikroorganisme multiresisten serta diakui

sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce

dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan karena pada lapisan kulit terdapat

flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat banyak.

Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga

akar rambut, tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan

dicuci dan digosok keras. Flora tetap, berkemungkinan kecil

menyebabkan infeksi nosokomial, namun lapisan dalam tangan dan

kuku jari tangan sebagian besar petugas dapat berkolonisasi dengan

organisme yang dapat menyebabkan infeksi seperti : s.Auresus, Basili

Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora sementara, ditularkan

melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lainya, atau

permukaan yang terkontaminasi. Organisme ini hidup pula pada

permukaan atas kulit dan sebagian besar dapat dihilangkan dengan

mencucinta memakai sabun biasa dan air. Organisme inilah yang

sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO, 2004).

Secara umum langkah cuci tangan dikenal dengan seven step cuci

tangan :

1) Telapak tangan dengan telapak tangan

Page 26: BAB II fix

2) Telapak kanan di atas punggung tangan kiri dan sebaliknya

3) Jari saling berkaitan

4) Punggung jari pada telapak tangan lainya

5) Jempol digosok memutar oleh telapak tangan lainya

6) Jari-jari menguncup digosokkan memutar pada telapak tangan

lainya

7) Cuci pergelangan tangan

Cuci tangan digolongkan atas 3 bagian :

1) Cuci tangan rutin / social

2) Cuci tangan procedural

3) Cuci tangan pembedahan

Ketiga bagian cuci tangan di atas dilakukan sesuai “seven step”

cuci tangan.

Cuci tangan rutin dilakukan dengan tujuan cuci tangan adalah

proses pembuangan kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua

belah tangan dengan memakai sabun dan air.

Prosedur cuci tangan rutin :

Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir

Gunakan sabun biasa (bahan antiseptic tidak perlu) yang memiliki

pH normal di telapak tangan yang sudah dibasahi.

Buat busa secukupnya.

Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun

ikuti 7 langkah (seven step) selama 10 – 15 detik dengan

memperhatikan daerah di bawah kuku tangan dan di antara jari-

jari.

Bilas dengan air bersih

Tutup kran dengan siku / tissue (hindarkan menyentuh benda di

sekitar / kran setelah cuci tangan )

Keringkan dengan handuk kering / kertas tissue.

Page 27: BAB II fix

Cuci tangan rutin bagi tenaga kesehatan, sebaiknya dilakukan

pada:

Waktu tiba di RS

Sebelum masuk ruang rawat dan setelah meninggalkan ruang

rawat

Di antara 2 tindakan atau pemeriksaan

Di antara pasien

Setelah melepas sarung tangan

Sebelum dan sesudah makan

Setelah membersihkan sekresi hidung

Jika tangan kotor

Setelah ke kamar kecil

Sebelum meninggalkan rumah sakit

Cuci tangan antiseptic dilakukan dengan tujuan menghilangkan

kotoran, debu serta mengurangi baik flora sementara maupun flora

tetap menggunakan sabun yang mengandung antiseptic (klorheksidin,

iodofor, atau triclosan) selain sabun biasa.

Prosedur cuci tangan antiseptic:

Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir

Gunakan sabun anti microbial di telapak tangan yang sudah

dibasahi

Buat busa secukupnya

Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun

ikuti 7 langkah cuci tangan selama 1 menit (60 detik)

Bilas dengan air bersih

Tutup kran dengan siku / tissue

(hindarkan menyentuh benda di sekitar / kran setelah cuci tangan )

Keringkan dengan handuk kering / tissue.

Cuci tangan procedural / antiseptic dilakukan pada waktu :

Memeriksa / merawat pasien yang rentan (mis. Bayi premature,

pasien manula, penderita AIDS stadium lanjut)

Page 28: BAB II fix

Melakukan prosedur inversive. Seperti pemasangan IV line,

kateter, dll)

Meninggalkan ruang isolasi (mis. Hepatitis atau penderita yang

kebal terhadap obat seperti MRSA).

Cuci tangan bedah yaitu menghilangkan kotoran, debu,

organisme sementara secara mekanikal dan mengurangi flora tetap

selama pembedahan. Tujuanya adalah mencegah kontaminasi luka

oleh mikroorganisme dari kedua belah tangan dan lengan dokter

bedah dan asistenya.

Selama bertahun-tahun tangan pra bedah menghendaki sekurang-

kurangnya 6-10 menit penggosokan dengan sikat / spon antiseptic

namun sejumlah penelitian melaporkan bahwa iritasi kulit akibat

penggosokan dapat mengakibatkan meningkatnya pergantian bacteri

dari kedua telapak tangan (Dineen, 1966; Kakuchi-Numagami dkk,

1999)

Sikat dan spon tidak dapat mengurangi jumlah bakteri pada

kedua telapak tangan petugas hingga tingkat yang dapat diterima.

Misalnya cuci tangan selama 2 menit dengan sabun dan air bersih

diikuti dengan penggunaan khlorheksidin 2 – 4% atau povidon iodine

7,5 – 10% sama efektifnya dengan cuci tangan selama 5 menit dengan

sabun antiseptic (Deshmukh, Kramer, dan Kjellberg 1996; Pereira,

Lee dan Weda 1997)

Prosedur cuci tangan pembedahan:

Pakailah tutup kepala dan masker

Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan

Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir sampai siku

Gunakan sabun anti microbial 2 – 5 cc di telapak tangan yang

sudah dibasahi

Buat busa secukupnya

Page 29: BAB II fix

Gosok tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun ikuti 7

langkah cuci tangan selama 5 menit pertama kemudian di ulang

selama 3 menit

Usahakan posisi tangan lebih tinggi dari pada siku

Bilas dengan air bersih dengan tetap posisi tangan lebih tinggi

dari siku

Tutup kran dengan siku

Hindarkan menyentuh benda di sekitar setelah mencuci tangan

Keringkan dengan handuk / tissue steril

Penggosok Antiseptik Tangan

Bukan pengganti cuci tangan, akan tetapi antiseptis tangan

dilakukan hanya dengan tujuan mengurangi baik flora sementara atau

tetap. Teknik antiseptic tangan sama dengan teknik mencuci tangan

biasa.

Penggosok antiseptic tangan yang dianjurkan adalah larutan

berbasisi alcohol 60 – 90% (Larson, 1990; Pierce, 1990)

Teknik melakukanya adalah :

Gunakan cairan antiseptis secukupnya untuk melumuri seluruh

permukaan tangan dan jari tangan

Gosokkanlah larutan tersebut dengan cara menekan pada kedua

belah telapak tangan khususnya di antara jari-jari dan bawah kuku

hingga kering.

Isu – isu dan pertimbangan lain yang berkaitan dengan

kesehatan dan kebersihan tangan :

1) Sarung tangan : bahwa tangan tidak memberikan perlindungan

penuh terhadap kontaminasi tangan, bakteri dan pasien ditemukan

hingga 30% petugas yang memakai sarung tangan sewaktu

merawat pasien. (Kotilanen dkk, 1989). Doubeling dan koleganya

pada tahun 1988 menemukan bahwa sejumlah bakteri yang cukup

Page 30: BAB II fix

banyak pada kedua tangan petugas yang tidak mengganti sarung

tangan di antara pasien dengan pasien lainya, tetapi hanya

mencuci tangan memakai sarung tangan.

2) Pelumas dan krim tangan.

Dalam upaya untuk meminimalkan dermatitis kontak akibat

seringkali mencuci tangan (>30 kali per shift) pelembab / sabun

antiseptis (alcohol 60 – 90%) kurang mengiritasi kulit.

Penggunaan pelumas tangan atau krim pelembab pada kulit. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pemakaian pelumas atau krim

yang teratur (sekurang-kurangnya 2 kali sehari) dapat membantu

mencegah dan merawat dermatitis kontak (McCormickk dkk,

2000).

3) Kulit pecah dan lesi lainya

Kulit kuku, tangan, dan lengan bawah harus bebas lesi dan pecah

kulit. Luka dan lecet harus ditutup dengan pembalut tahan air.

Apabila tidak mungkin membalut, bagi petugas bedah dengan lesi

di kulit tangan / lengan bawah sebaiknya tidak melakukan

pembedahan hingga lesi tersebut sembuh.

4) Kuku jari :

Penelitian membuktikan bahwa di sekitar pangkal kuku (ruang

subungal) mengandung jumlah mikrobia terbanyak dari seluruh

bagian tangan (McGinley, Larson dan Leydon 1988), kuku

panjang dapat berfungsi sebagia waduk bagi basil gram negative

(P.Aeruginosa), ragi dan pathogen lainya (Hedderwick, 2000)

5) Kuku palsu yang dipakai oleh petugas kesehatan dapat menambah

penularan infeksi nosokomial (Hedderwick, 2000)

6) Cat kuku: tidak ada larangan untuk memakai cat kuku, tetapi

tenaga kesehatan sebaiknya memakai cat kuku cerah yang baru

dipoles, cat kuku yang berwarna gelap akan menghalangi

penglihatan dan pembersihan terhadap kotoran dan debu di bawah

kuku jari.

7) Perhiasan:

Page 31: BAB II fix

Sejumlah studi telah mengungkapkan bahwa kulit di balik cincin

lebih banyak terkontaminasi daripada arua kulit yang sama tanpa

cincin (Jacobson dkk, 1985), tetapi pada saat ini belum diketahui

apakah memakai cincin akan menyebabkan penularan pathogen

yang besar atau tidak.

2. Alat Pelindung diri

a) Sarung Tangan

Cuci tangan dan penggunaan sarung tangan merupakan komponen

kunci (penerapan standar precaution standar kewaspadaan) dalam

menimialkan penularan penyakit serta mempertahankan

lingkungan bebas infeksi (Garner dan Favero 1986).

Ada tiga alasan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan,

yaitu :

Mengurangi resiko petugas terkena infeksi bacterial dari

pasien

Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien

Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan

mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke

lainya (kontaminasi langsung)

Sarung tangan dipakai pada waktu melakukan kontak

langsung dengan benda / alat yang diduga / terbukti secara nyata

terkontaminasi oleh cairan tubuh penderita (darah, pus, urine,

faeces dan muntahan), melakukan tidakan-tindakan invasive.

Penggunaan sarung tangan bukan pengganti cuci tangan.

Sarung tangan terdiri dari 2 macam :

1) Steril

2) Non steril / re-use

Page 32: BAB II fix

Sarung tangan steril dipakai pada waktu melakukan tindakan

invasive. Sedang sarung tangan non steril digunakan pada waktu

melakukan tindakan non invasive yang diduga atau secara nyata

terdapat cairan tubuh, sebelum kontak dengan alat / benda yang

terkontaminasi cairan tubuh . lihat table penerapan standar

precaution

b) Masker, pelindung mata dan wajah

1) Memakai masker selama melakukan tindakan atau perawatan

pasien yang memungkinkan terkena percikan darah / cairan

tubuh pasien

2) Melepaskan masker setelah dipakai dan segera mencuci

tangan.

c) Gaun / apron

Memakai gaun selama melakukan tindakan atau perawatan

pasien yang memungkinkan terkena percikan darah atau

cairan tubuh pasien.

Segera melepas gaun dan cuci tangan untuk mencegah

berpindahnya mikroorganisme ke pasien dan lingkunganya.

d) Kegiatan lainya tentang kapan cuci tangan dan penggunaan alat

pelindung dilakukan ?

No.

Kegiatan Cucitanga

n

Sarung tangan

Jubah/ Celeme

k

Masker/

GoogleSteril biasa

Perawatan umum

1. Tanpa luka Memandikan /

bedding√ √

Reposisi √ √2. Luka terbuka

Memandikan / bedding

√ √ K/P

Reposisi √ √ K/P

Page 33: BAB II fix

3. Perawatan perianal √ √ √4. Perawatan mulut √ √ K/P K/P5. Pemeriksaan fisik √ K/P6. Penggantian balutan

Luka operasi √ √ K/P K/P Luka decubitus √ √ K/P K/P Central line √ √ K/P K/P Arteri line √ √ K/P K/P Cateter intravena √ √ K/P K/P

Tindakan Khusus.

7. Pasang cateter urine √ √ K/P K/P8. Ganti bag urine / ostomil √ √ K/P K/P9. Pembilasan lambung √ √ K/P K/P10. Pasang NGT √ √ √ K/P11. Mengukur suhu axilia √ K/P12. Mengukur suhu rectal √ √13. Kismia √ √ K/P K/P14. Memandikan jenazah √ √ K/P K/PPerawatan saluran nafas

15. Tubbing ventilator √ √ K/P16. Suction √ √ K/P √ K/P17. Mengganti plaster ETT √ √ K/P √ K/P18. Perawatan TT √ K/P √√19. PF dengan stethoscope √ K/P20. Resusitasi √ √ √ √√21. Airway management √ √ √Perawatan Vasculer

22. Pemasangan infuse √ Lebih

baik

√ K/P K/P

23. Pengambilan darah vena √ Lebih

baik

√ K/P K/P

24. Punksi arteri √ Lebih

baik

√ K/P K/P

25. Penyuntikan IM / IV / SC √ √26. Penggantian botol infuse √27. Pelesapan dan penggantian

selang infuse√ √

28. Percikan darah / cairan tubuh √ √ √29. Membuang sampah medis √ √ √

Page 34: BAB II fix

30. Penanganan alat tenun. √ √ √ K/P

Kesehatan karyawan dan daerah yang terinfeksi pathogen

Untuk mencegah luka tusuk benda tajam :

Berhati-hati saat menangani jarum , scapel, instrument yang

tajam atau alat kesehatan lainya yang menggunakan

permukaan tajam.

Jangan pernah menutup kembali jarum bekas pakai atau

memanipulasinya dengan kedua tangan

Jangan pernah membengkokkan / mematahkan jarum

Buanglah benda tajam atau jarum bekas pakai ke wadah yang

tahan tusuk dan air, dan tempatkan pada area yang mudah

dijangkau dari area tindakan.

Gunakan mouthpieces, resusitasi bags, atau peralatan ventilasi

lain sebagai alternative mulut ke mulut.

b. Isolasi Precaution

1) Early Isolation Practise

Isolation precaution pertama kali dipublikasikan di AS pada

tahun 1877, dimana pada waktu itu buku pegangan rumah sakit

merekomendasikan penempatan pasien infeksi di fasilitas terpisah.

Penempatan pasien penyakit infeksi pada fasilitas terpisah pada

akhirnya menjadi dikenal sebagai rumah sakit penyakit infeksi.

Walaupun demikian pasien penyakit infeksi dipisahkan dari pasien

penyakit non infeksi, transmisi infeksi nosokomial berlangsung terus,

Page 35: BAB II fix

sebab pasien penyakit infeksi tidak dipisahkan menurut jenis penyakit

infeksinya.

Selanjutnya petugas di rumah sakit penyakit infeksi mulai

memikirkn masalah transmisi penyakit infeksi nosokomial, dengan

menata menempatkan pasien penyakit infeksi yang sama jenisnya dan

melakukan teknik aseptic pada prosedur tindakan pada tahun 1890 –

1900.

Pada tahun 1910 praktek isolasi di AS diubah dengan

memperkenalkan system kubikel, dimana pasien pada system kubikel

ini pasien penyakit infeksi ditempatkan di ruang multiple bed. Pada

system kubikel petugas rumah sakit memakai gaun terpisah dan

mencuci tangan dengan larutan antiseptic setelah kontak dengan

pasien dan melakukan desinfeksi peralatan yang terkontaminasi

dengan pasien. Prosedur perawatan ini dilakukan untuk mencegah

transmisi mikroorganisme pathogen kepada pasien lain dan petugas

rumah sakit dan akhirnya prosedur ini dikenal sebagai “barrier

nursing”.

Dengan menggunakan isolasi system kubikel dan prosedur

“barrier nursing” maka rumah sakit umum mulai mengambil

alternative menempatkan beberapa pasien di rumah sakit penyakit

infeksi.

Sepanjang tahun 1950 di AS rumah sakit penyakit infeksi mulai

tutup kecuali khusus untuk pasien infeksi tuberculosis. Pada

pertengahan tahun 1960 rumah sakit penyakit infeksi tuberculosis

juga mulai tutup, Karena pasien-pasien tuberculosis lebih menyukai

rumah sakit umum dan rawat jalan. Akhirnya pada tahun 1960 pasien

penyakit infeksi ditempatkan di rumah sakit umum dengan

menempatkan di ruang isolasi satu kamar atau multiple-patient room.

2) CDC Isolation Manual

Page 36: BAB II fix

Pada tahun 1970 di Centers of Dissease Control (CDC)

mempublikasikan secara detail menual isolasi “isolation techniques

for Use in Hospital” untuk membantu rumah sakit umum dalam

isolation precaution. Direvisi pada tahun 1975. manual ini dapat

diaplikasikan pada rumah sakit kecil dengan sumber-sumber terbatas.

Manual ini memperkenalkan isolation precaution dengan system

kategori. Direkomendasikan bajwa rumah sakit menggunakan satu

dari tujuh kategori isolasi. Ketujuh kategori isolasi adalah: Stric

Isolation, Respiratory Isolation, Protective isolation, Enteric

Isolation, Wound and Skin Precaution, Discharge precaution, dan

Blood Precaution. Pada pertengahan tahun 1970, 93% rumah sakit di

US mengadopsi Isolation Manual ini.

Pada tahun 1980 rumah sakit mengalami endemic dan epidemic

masalah infeksi nosokomial, beberapa disebabkan oleh multi-drug

resistant mikroorganisme, adanya pathogen yang baru dikenal, yang

memerlukan isolation precaution yang berbeda dari kategori isolasi

yang ada. Adanya peningkatan kebutuhan isolasi precaution

ditunjukkan lebih spesifik pada transmisi nosokomial di unit

perawatan khusus / intensif. Selanjutnya sesuai dengan epidemiologi

dan metode transmisi beberapa penyakit infeksi, CDC perlu merevisi

isolation manual.

Pada tahun 1981 – 1983 CDC Hospital Infection Program

bersama spesialis penyakit infeksi, pediatric bedah, epidemiologi

rumah sakit, petgas pengendalian infeksi melakukan revisi Isolation

Manual.

3) CDC Isolation Guideline

Pada tahun 1983 “CDC guideline for Isolation Practice in

Hospital” dipublikasikan. Pada Isolation Guideline, ada beberapa

kategori yang dimodifikasi. Kategori Blood Precaution yang pada

awalnya hanya ditujukan pada pasien dengan kronik Hepatitis B virus

diubah menjadi Blood and Body Fluid Precaution dan diperluas

Page 37: BAB II fix

dengan memasukkan AIDS dan cairan tubuh. Kategeri Protective

Isolation dihapus, sehingga Isolation Guideline terdiri dari strict

Isolation, Contact Isolation, Respiratory Isolation, Tuberculosis

Isolation, Enteric Isolation, Drainage / Secretion Precaution, dan

Blood and Body Fluid Precaution.

4) A New Isolation Guideline

Guideline for Isolation Precaution in Hospital telah direvisi pata

tahun 1990. Revisi Isolation Guideline terdiri dari dua baris

precaution yaitu standard precaution, dan Transmission based

Precaution.

c. Penerapan Isolasi Precaution di Rumah Sakit

Isolation precaution merupakan bagian integral dari program

pengendalian infeksi nosokomial

Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi

mikroorganisme pathogen dari satu pasien ke pasien lain dan dari pasien

ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena agen dan host lebih sulit

dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation

Precaution sangat diperlukan.

1) Airborne Precaution

a) Penempatan pasien

Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai

persyaratan sebagai berikut:

Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area

skitarnya.

Pertukaran udara 6 – 12 kali/jam.

Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan

udara yang efisien sebelum udara dialirkan ke area lain di

rumah sakit.

Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar

Page 38: BAB II fix

Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu

kamar dengan pasien lain dengan infeksi mikroorganisme

yang sama atau ditempatkan secara kohort.

Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi

berbeda.

b) Respiratory Protection

Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika

memasuki rungan pasien yang diketahui infeksi pulmonary

tuberculosis

Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien

yang diketahui atau diduga mempunyai measles (rubeola) atau

varicella, mereka harus memakai respiratory protection (N 95)

respirator.

Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella

tidak perlu memakai perlindungan pernafasan.

c) Patient Transport

Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar,

hanya tujuan yang penting saja.

Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada

pasien

2) Droplet Precaution

a. Penempatan Pasien

Tempatkan pasien di kamar tersendiri

Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan

pasien secara kohart

Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan

jarak 3 ft dengan pasien lainya

b. Masker

Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft

Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk

ruangan

Page 39: BAB II fix

c. Pemindahan pasien

Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien,

kecuali untuk tujuan yang perlu

Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama

transportasi, pasien dianjurkan pakai masker

3) Contact Precaution

a. Penempatan pasien

Tempatkan pasien di kamar tersendiri

Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara

kohart

b. Sarung tangan dan cuci tangan.

Gunakan sarung tangan sesuai prosedur

Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang

terkontaminasi dengan mikroorganisme

Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan

Segera cuci tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau

handscrub

Setelah melepas sarung tangan dan cuci tangan yakinkan

bahwa tangan tidak menyentuh peralatan atau lingkungan

yang mungkin terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya

mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain.

c. Gaun

Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien

bial diantisipasi bahwa pakaian akan kontak dengan pasien,

permukaan lingkungan atau peratalan pasien di dalam kamar

atau jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy,

colonostomy, luka terbuka

Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.

Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin

kontak dengan permukaan lingkungan untuk menghindari

berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain

Page 40: BAB II fix

d. Transportasi pasien

Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar,

hanya untuk tujuan yang penting saja. Jika pasien harus

pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan

pencegahan dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan

resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain atau

permukaan lingkungan dan peralatan.

4) Peralatan Perawatan Pasien

Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada

pasien sendiri, atau secara kohort

Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan

pembersihan atau desinfeksi sebelum dipakai kepada pasien lain.

D. Dokumentasi proses keperawatan

1. Timbang terima

a. Pengertian timbang terima

Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan

mengoptimalkan peran dan fungsi perawat, terutama peran dan fungsi

mandiri perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan abik melalui

komunikasi yang efektif antar perawat, maupun dengan tim kesehatan

lainnya. Salah satu bentuk komunikasi yang harus ditingkatkan

efektivitasnya adalah saat pergantian shift ( timbang teriam pasien ).

Timbang teriam pasien ( overan ) merupakan teknik atau cara untuk

menyampaikan dan menerima sesuatu ( laporan ) yang berkaitan dengan

keadaaan pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefektif

mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang

tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudha dilakukan/

belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan

Page 41: BAB II fix

harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat

berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan oleh perawat

primer ( penanggung jawab ) dinas sore atau dinas malam secara tertulis

dan lisan.

b. Manfaat timbang terima

1) Bagi perawat

a) Meningkatkan kemampuan komunikasi antarperawat

b) Menjalin hubungan kerja sama dan bertanggung jawab antar

perawat

c) Pelaksanaan asuhan keperawatan yang berkesinambungan

d) Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara

komprehensif

2) Bagi pasien

Klien bisa menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang

belum terungkap

c. Hal – hal yang perlu diperhatikan saat timbang terima

a) Dilaksanakan tepat pada saat pergantian shift

b) Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggungjawab pasien

c) Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas

d) Hal-hal yang harus dilaporkan harus sesuai dengan kondisi klien

e) Adanya unsur bimbingan dan pengarahan dari penanggung jawab

2. Ronde keperawatan

Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan

klien yang dilaksanakan oleh perawat, di samping klien dilibatkan untk

membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus

tertentu harus dilakukan oleh penanggung jawab jaga dengan melibakan

seluruh anggota tim

a. Karakteristik

1) Klien dilibatkan secara langsung

2) Klien merupakan focus kegiatan

Page 42: BAB II fix

3) Perawat asociet,perawat primer dan konsuler melakukan diskusi

bersama

4) Konsuler memfasilitasi kreatifitas

5) Konsuler membatu mengembembangkan kemampuan Perawat

Aasosiet, perawat priman kemampuan Perawat Aasosiet, perawat

primer untuk meningkatnkan dalam megatasi masalah

b. Tujuan

1) Menumbuhkan cara berfikir secara kritis

2) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal

dari masalah klien

3) Meningkatkan validitas data klien

4) Menilai kemampuan justifikasi

5) Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja

6) Meningkatkan untuk memodifikasi rencana perawatan

c. Peran

1) Perawat primer dan Perawat Asosit

a) Menjelaskan keadaan dan data demografi klien

b) Menjelaskan masalah keperawatan utama

c) Menjelaskan intervensi yang belum dan akan dilaksanakan

d) Menjelaskan tindakan selanjutnya

e) Menjelaskan alas an ilmiah tindakan yang akan diambil

2) Perawat primer lain/konsuler

a) Memberikan justifikasi

b) Memberikan reinforcemen

c) Menilai kebenaran suatu masalah,intervensi keperawatan serta

tindakan yang rasional

d) Mengarahkan dan koreksi

e) Mengintegrasikan teori dan konsep

d. Persiapan

1) Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum pelaksanaan ronde

2) Pemberian informed concent kepada keluarga/klien

Page 43: BAB II fix

e. Pelaksanaan ronde

f. Penjelasan tentang klien oleh perawat dalam hal ini penjelasan

difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan

dan telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang akan didiskusikan

g. Pemberian justifikasi oleh perawat tentang masalah klien serta tentang

rencana tindakan

h. Tindakan keperawatan pada masalah priorotas yang telah dan akan di

tetepkan

Paska ronde

Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta

menerapkan tindakan yang perlu dilakukan

3. Dokumentasi Proses Keperawatan

a. Pengertian

Dokumentasi berasal dari kata ” document ” yang berarti semua warkat

asli yang dapat dibuktikan dalam persoalan hukum yang bersifat

kebenaran ( Jon ME, 1975 ). Dokumentasi proses keperawatan adalah

bahan komunikasi yang terulis untuk mendukung informasi atau kejadian (

Fiosbach, 1991 )

Jadi, dokumentasi asuhan keperawatan adalah dokumentasi tentang fakta –

fakta terhadap penyakit klien, gejala – gejala, diagnosa, penatalaksanaan

serta evaluasinya. Catatan tersebut harus lengkap, akurat dan terbaru,

mudah dan cepat diakses serta sistematis sehingga dapat memberikan

informasi yang akurat.

b. Tujuan Dokumentasi Proses Keperawatan

1) Memfasilitasi pemberian perawatan yang berfokus pada klien

2) Memastikan kemajuna hasil yang berfokus pada klien

3) Memfasilitasi komunikasi antara disiplin mengenai konsistensi tujuan

dan kemajuan pengobatan

4) Teknik evaluasi

Page 44: BAB II fix

Pencatatan dan pelaporan dibuat untuk mempermudah penilaian

terhadap perawatan yang telah diberikan pada klien dan dapat dipastikan

apakah rencana yang diimplementasikan sudah mencapai kemajuan

c. Hal – hal yang Penting Diperhatikan dalam Pendokumentasian asuhan

Keperawatan

1) Elemen dari proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa,

perencanaan, implementasi, dan eveluasi

2) Catatan data dasar awal menggunakan format yang sistematis, serta

berdasarkan sistem tubuh atau dari kepala sampai ke kaki.

3) Data pengkajian dikumpulkan dan diletakkan sesuai dengan format

yang dirancang oleh institusi

4) Diagnosa keperawatan formulasikan dari data yang dikumpulkan

5) Rencana keperawatan ditulis untuk setiap klien dan meliputi tujuan,

hasil yang diharapkan dan aktifitas keperawatan yang ditetapkan

berdasarkan diagnosa keperawatan

6) Implementasi rencana keperawatan mencakup intervensi yang

membuat klien dapat berpartisipasi dalam promosi, pemeliharaan dan

restorasi kesehatan dan juga untuk memaksimalkan potensi kesehatan

7) Catatan evaluasi tepat waktu kesehatan dan perkembangan atau

kurangnya perkembangan ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan

8) Aktivitas, prioritas dan tujuan direvisi berdasarkan espon klien

terhadap perawatan atau perubahan dalam kondisi klien.

d. Pedoman Umum dalam Mendokumentasikan Proses Keperawatan

1) Dokumentasi harus ditulis secara objektif tanpa bias dan informasi

subjektif

2) Gambaran penafsiran data subjektif harus didukung oleh hasil

pengamatan khusus

3) Hindari pernyataan yang bersifat umum karena memiliki arti ganda

4) Data dokumentasi sacara jelas, singkat dan ringkas

5) Hasil pengkajian dicatat dengan tulisan yang bersih dan dapat dibaca

6) Temuan-temuan hendaknya diuraikan sejelas mungkin

Page 45: BAB II fix

7) Ejaan harus jelas

8) Dokumentasi harus ditulis dengan tinta jangan dengan pensil, untuk

data biasa gunakan tinta hitam atau biru dan tinta merah untuk obat-

obatan

9) Apabila catatan tidak penuh jangan dikosongkan tetapi butlah garis

horizontal atau vertikal sepanjang bagian yang kosong

10) Jika ada ksalahan, pernyataan yang salah dicoret, twetapi harus dapat

dibaca selanjutnya diparaf

11) Pencatatan harus selalu dimulai dari tanggal, jam dan diakhiri dengan

tanda tangan, nama jelas serta jabatan perawat

e. Pentingnya Dokumentasi Keperawatan

1) Pendokumentasian merupakan mekanisme komunikasi antara anggota

tim pelayanan kesehatan. Ada hubungan berbagai disiplin ilmu yang

terlibat dalam pelayanan kesehatan :

1) Masing-masing disiplin ilmu butuh informasi mutakhir dari klien

melalui pengkajian

2) Agar informasi terpelihara dengan baik perlu didokumentasikan

3) Dengan catatan yang akurat dapat membantu tercapainya hubungan

yang kreatif antara klien dan provider

4) Dapat mempermudah pelaksanaan pelayanan klien, fokus asuhan

keperawatan dapat ditentukan

5) Sesuai dengan empat peran yang harus dijalankan perawat dan

tanggungjawab serta tanggung gugat

6) Data yang lengkap dapat digunakan untuk menentukan status

kesehatan klien dan tingkat ketergantungan klien, sehingga dapat

diperkirakan jumlah kebutuhan teaga perawat

7) Bahan audit keperawatan, penghitung jasa, pertimbangan pihak ketiga

dan bukti tuntutan hukum

f. Unsur-Unsur Dokumentasi Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian

Page 46: BAB II fix

Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan,

dimana pada fase ini perawat mengumpulan data tentang status kesehatan

klien secara sistematis menyeluruh, akurat dan berkesianambungan.

1) Mengumpulkan data

Meliputi pengumpulan data dasar mencakup informasi tentang klien :

a) Riwayat kesehatan dulu, seperti riwayat alergi terhadap makanan

atau obat tertentu, riwayat pernah dilakukan tindakan bedah,

riwayat menderita penyakit kronis dan lain-lain

b) Riwayat kesehatan sekarang seperti adanya perasaan nyeri, mual,

gangguan tidur dan lain-lain

c) Pemeriksaan fisik, dalam hal ini perawat dapat menggunakan

teknik inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi ( IPPA ) dengan

prinsip pemeriksaan ” head to toe ” atau berdasarkan sistem tubuh

seperti sistem pernapasan, pencernaan, eliminasi dan lain-lain

d) Pemeriksaan penunjang seperti meliputi : pemeriksaan

laboratorium, radiologi, CT scan dan lain-lain.

Tipe data yang dikumpul yaitu :

a). Data subjektif yaitu:

Data yang meliputi gejala yang dirasa kan oleh klien ,kebiasaan dan

persepsi klien terhadap kesehatannya saat ini. Selain klien ,informasi

juga didapatkan dari keluarga ,teman ,dan orang terdekat pasien atau

tenaga kesehatan yang mengetahui keadaan klien.

b). Data objektif yaitu:

Meliputi tanda dan gejala mengenai kondisi klien dapat dilihat,

didengar, dirasakan atau dicium serta data – data lain yang dapat

diperoleh dari observasi dan pemeriksaan fisik.

2). Pengorganisasian data

Untuk mendapat data secara sistematik ,perawat menggunakan format

pengkajian atau disebut juga pengkajian perawat .format pengkajian

Page 47: BAB II fix

dapat dimodifikasi dengan keadadan klien .Da;lam keperawatan format

pengkajian yang di gunakan dapat didasarkan ada berbagai teori

keperawatan ,diantaranya:

a) Teori gordon tentang fungsi kesehatan

b) Teori orem tentang perawatan diri

c) Teori roy tentang model adaptasi

d) Teori maslow berdasarkan tingkat kebutuhan manusia

3). Validasi data

Informasi yang telah dikumpulkan harus slengkap ,akurat dan sesuai

dengan keadaan klien sehingga harus dilakukan validasi atau

pemeriksaan kembali terhadap data yang telah dikumpulkan tersebut

4). Pencatatan data

Untuk melengkapi pengkajian ,dokumentasi data akurat dan mencakup

semua keadaan kesehatan klien dan tidak berdasarkan hasil intervensi

perawat

b. Diagnosa keperawatan

Diagnsa keperawatan adalah kesimpulan klinis tentang individu ,keluarga

atau masyarakat yang aktual ,resiko dari status kesehatan seseorang.

Diagnosa keperawatan ini merupakan dasar untuk melakukan intervensi

keperawatan dalam mencapai tujuan dan dapat dievalusi ( NANDA ,1990 ).

Tipe diagnosa keperawatan yaitu:

1) Aktual

Pernyataan tentang respon klien terhadap kesehatannya saat ini

berdasarkan hasil pengkajian yang meliputi tanda dan gejala seperti jalan

nafas tidak efektif dan ansietas

Page 48: BAB II fix

2) Resiko

Resiko penyertaan klinis dari kondisi kesehatan klien dimana masalah

lebih beresiko untk menjadi aktual pada klien tersebut dibanding dengan

orang lain pada kondisi atau situasi yang sama.

Komponen dari diagnosa keperawatan yaitu:

1). Problem

Menggambarkan masalah kesehatan klien atau responnya terhadap

terapi yang diberikan oleh perawat yang di tuliskan dalam beberapa

kata antara lain:

a) Perubahan ( perubahan dari sebelumnya )

b) Gangguan ( kelemahan , kerusakan dan pengurangan )

c) Penurunan (pengecilan , dari segi ukuran , jumlah atau tingkat

/derajat )

d) Tidak efektif ( tidak menghasilkan efek yang sesuai )

e) Akut ( terjadi dalam waktu yang mendadak dan pendek )

f) Kronis ( terjadi dalam waktu yang lama , berulang dan tetap )

2). Etiologi

Mengidentifikasi kemungkinan penyebab dari masalah kesehatan

dalam melakukan intervensi keperawatan yang mencakup tingkah

laku , lingkungan disekitar atau gabungan dari keduanya .

Simtom

Pengelompokan tanda dan gejala yang merupakan bagian dari

diagnosa keperawatan.

c. Perencanaan

Perencanaan adalah tahap sistematik proses keperawatan yang melibatkan

perbuatan keputusan dan penyelesaian masalah . Dalam perencanaan ,

perawat mengacu pada pengkajian dasar klien dan pernyataan diagnostik

sebagai acuan dalam mewujudkan tujuan klien dan mendesain strategi

keperawatan untuk mencegah ,mengurangi masalah kesehatan klien.

Page 49: BAB II fix

Proses perencanaan keperawatan meliputi :

1. Membuat prioritas perencanaan

prioritas perencanaan adalah suatu proses dalam melakukan strategi

keperawatan

2. Membuat tujuan dan kriteria hasil

Tujuan adalah pernyataan yang lebih luas tentang dampak dari intervensi

keperawatan .Kriteria hasil adalah pernyataan yang lebih spesifik , dan

diukur untuk mengevaluasi apakah tujuan tercapai .

d. implementasi

Dalam proses keperawatan implementasi merupakan suatu tahap dimana

perawat melaksanakan rencana keperawatan dalam suatu

tindakan .implementasi terdiri dari melaksanakan tindakan keperawatan,

mendelegasi dan mencatat apa yang dilakukan. dalam melaksanakan

tindakan kperawatan perawat mencatat tindakan apa saja yang dilakukan

serta respon klien.

e. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi

merupakan perencanaan, pelaksanaan, kemajuan aktivitas yang mana

klien dan profesional kesehatan lainnya dapat mempertimbangkan

kemajuan klien sesuai tujuan dan keefektifan rencana keperawatan

E. Metode pemberian pelayanan kesehatan

Menurut Ann Marriner Tomei (1991) Grat & Massey (1997) dan Marquis&

Huston (1998) metoda pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah

ada dan akan terus di kembangkan di masa depan dalam menghadapi trend

pelayanan keperawatan yaitu:

a. Metode fungsional

1) Perawat melakukan tugas tertentu sesuai jadwal kegiatan yang ada.

Page 50: BAB II fix

2) Perawat senior akan sibuk melakukan tugas manajerial sedangkan

asuhan keperawatan pada pasien dilakukakan oleh perawat yunior atau

yang belum punya pengalaman.

3) Penanggung jawab askep dibebankan kepada perawat yang bertugas

pada tindakan tertentu

Kelebihan

1). Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pemberian tugas yang

jelas dan pengawasan yang baik

2). Sangat baik untuk rumah sakit yang yenaga dengan perbandingan

tenaga perawat profesiaonal (pelaksana lanjutan atau penyedia) yang

lebih sedikit di bandingkan dengan tenaga perawat pelaksanaan perawat

pembantu (pemula).

Kekurangan

1). Tidak memberikan kepuasan pada pasien ataupun perawat

2). Pelayanan keperawatan dilakukan terpisah-pisah sehingga tidak dapat

menerapkan proses keperawatan

3). Perawat cendrung berorientasi pada tindakan yang berkaitan dengan

keterampilan saja

b. Metode tim

Metoda ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda

dalam memberikan askep terhadap pasien. Perawat dibagi menjadi 2-3 grup

yang terdiri dari tenaga profesional teknikal pembantu dalam satu grup kecil

yang saling membantu dengan jumlah tenaga 6-7 orang dalam satu tim

Konsep metoda tim

1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan

berbagai teknik kepemimpinan

2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana dan

pelaksanaan pemberiab pelayanan keperawatan terjamin

3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim

Page 51: BAB II fix

4) Peran kepala ruangan penting dalam model ini model tim akan berhasil

baik bila di dukung oleh KARU

Tanggung jawab ketua tim

1) Membuat perencanaan

2) Membuat koordinasi, penugasan, superpisi,dan evaluasi

3) Mengenal atau mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat

kebutuhan pasien

Tanggung jawab anggota tim

1) Memberikan askep kepada pasien sesuai tanggung jawab secara

langsung

2) Kerja sama antar anggota tim dan antar tim

3) Memberikan laporan

4) Mengembangkan kepemimpinan anggota

5) Menyelenggarakan konferensi selama 15-20 menit setiap hari untuk

pengembangan dan revisi rencana askep

Kelebihan

1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh

2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan

3) Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah di atasi

dan memberikan kepuasan kepada anggota tim

Kekurangan

Komunikasi antar tim bisa membutuhkan waktu dimana sulit melaksanakan

di waktu sibuk

Metode primer

Metoda penugasan diman satu perawat bertanggung jawab penuh selama 24

jam terhadap askep pasien mulai pasien masuk sampai keluar rumah sakit,

mendorong pratik mandiri perawat, ada kejelasan antar pembuat rencana

askep pelaksana. Metoda primer ini di tandai dengan adanya keterkaitan kuat

Page 52: BAB II fix

yang terus menerus antara pasien dan perawat yang di tugaskan untuk

merencanakan, melakukan dan koordinasi askep selama pasien di rawat

Konsep dasar model askep ini adalah adanya tanggung jawab, tanggung

gugat serta otonomi dari perawat serta melibatkan keterlibatan pasien dan

keluarga

Tugas perawat primer

1) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif

2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan

3) Melaksanakan rencana yang telah di buat selama dinas

4) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang di berikan

dokter maupun perawat lain

5) Mengevaluasi keberhasilan yang di capai

6) Menerima dan menyesuaikan rencana

7) Menyiapkan penyuluhan pulang

8) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial

masyarakat

9) Membuat jadwal perjanjian klinik

10) Mengadakan kunjungan rumah sakit

Ketenagaan metoda primer

1) Setiap perawat primer adalah perawat bed side

2) Beban kasus pasien 4-6 orang perawat atau debgan rasio perawat dan

pasien sebesar 1:4 atau 1: 5 disesuaikan dengan jumlah yang ada di

ruangan dab jumlah perawat yang ada Kelebihan

3) Bersifat kontiniunitas dan komprehensif

4) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan

memungkinkan pengembangan diri

5) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, doter dan rumah sakit

(Gillies, 1989)

6) Keuntungan yang di rasakan adalah pasien merasa di manusiawikan

karena terpenuhi kebutuhan secara individu

Page 53: BAB II fix

7) Asuhan yang diberikan bermutu tinngi dan tercapai pelayanan yang

efektif terhadap pengobatan,dukungan,proteksi informasi dan advokasi

8) pertukaran informasi tentang kondisi pasien selalu di perbaharui dan

kolprehensif kekurangan.

9) hanya dapat di lakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan

pengetahuan yang memadai dengan kriteria insertif, sel direction.

Kemampuan pengambilan keputusan yabg tepat menguasai keperawatan

clinik accountable serta mampu berkolaborasi dan berbagai di siplin

Metode pengelolaan kasus

Model ini menggunakan pendekatan holistic dari filosofi keperawatan dimana

setiap perawat di tugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien selam jam

dinasnya. Pasien akan dirawt oleh perawat yamg berbeda untuk setiap shif dab

tidak ada jaminan bahwa pasien akan di rawat oleh orang yang sama pada hari

berikutnya. Metode penugasan kasus biasa siterapkan satu pasien satu perawat.

Dalam hal ini umunya dilaksanakan oleh perwat privat atau untuk keperawatan

khusus seprti isolasi. Intensive care

Kelebihan

1) Perawat lebih memahami kasus per kasus

2) Sistem evaluasi dari manajerial lebih mudah

Kekurangan

1) Belum dapat di identifikasinya perawat penanggung jawab

2) perlu tenaga yang cukup banyak dengan kemampuan dasar yang sama

Pengelolaan pemberian pelayanan kesehatan

1. Kepala Ruangan

Kepala ruangan adalah seorang tenaga keperawatan yang diberi tanggung

jawab dan wewenang dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan

keperawatan di ruang rawat.

Tanggung jawab kepala ruangan

Page 54: BAB II fix

a. Mengatur pembagian tugas pegawai

b. Mengatur dan mengendalikan kebersihan dan ketertiban ruangan

c. Mengatur dan mengendalikan logistik /administrasi ruangan

d. Mengadakan diskusi dengan staf untuk memecahkan masalah

e. Mengikuti ronde tim medis

f. Mengadakan ronde keperawatan

g. Membimbing siswa / mahasiswa dalam proses keperawatan di ruang

rawat

h. Menilai kerja staf ruangan, membuat DP3 dan usulan kenaikan pangkat

i. Memberikan administrasi, membuat jadwal dinas dan surat menyurat

j. Memberikan orientasi pada pegawai baru, termasukkepada residen,

mahasiswa kedokteran dan mahasiswa keperawatan yang akan

melakukan praktek di ruangan dan melakukan pembinaan tenaga

keperawatan

k. Menciptakan dan memelihara kerja yang harmonis dengan klien,

keluarga,dan tim kesehatan lain.

Wewenang seorang karu adalah

a. Meminta informasidan pengarahan kepada atasan

b. Memberi pentunjuk dan bimbingan pelaksanaan tugas kepada staf

keperawatan

c. Mengawasi,mengendalikan dan menilai pendayagunaan tenaga keperawatan

peralatan dan mutu asuhan keperawatan di ruang rawat.

d. Menanda tangani surat dan ketepatan yang menjadi keputusan ruangan.

e. Menghadiri rapat berkala dengan kepala instansi atau kepala RS untuk

kelancaran pelaksaan keperawatan.

Peran kepala ruangan menurut burges ( 2988 ) dan Swanaburg ( 1990 )

1) Peran interpersonal

Seorang kepala ruangan berperan sebagai symbol pimpinan organisasi

dengan pekerjaan rutin organisasi .seorang pemimpin bertanggung jaewab

memberikan motivasi dan mengaktifkan anggotannya .

2) Peran informasional

Page 55: BAB II fix

Peran monitor , mencari dan menerima berbagai informasi intuk

mengembangkan organisasi .merupakan pusat informasi internal dan

eksternal .peran deseminator , menginterpestasikan dan mentransfornmasikan

informasi yang diperoleh dari luar maupun dari dalam organisasi.Peran

pembicara: meruskan informasi kepada orang lain tentang rencana organisasi

dan lain –lain.peran decisional , yaitu mengambil keputusan untuk mengatasi

masalah.

Uraian tugas karu

a) Perencanaan

1. Menunjukan ketua tim dan bertugas diruangan masing-masing

2. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya

3. Mengindentifikasi tingkat ketergantungan klien : gawat, transisi dan

persiapan pulang bersama ketua tim

4. Mengidentifikasi jumlah perawatyang dibutuhkan berdasarkan

aktivitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan

/ penjadwalan.

5. Merencanakan stategi pelaksaan keperawatan

6. Mengikuti visite dokter, untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,

tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan

mendikusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan

terhadap pasien.

7. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan

b) Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan

1. Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan

keperawatan.

2. Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah

3. Memberikan informasi kepada pasien / keluarga yang baru masuk

4. Menbantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri

5. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan

6. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawaratan dan RS

c) Pengorganisasian

Page 56: BAB II fix

1. Merumuskan metode penugasan yang digunakan

2. Merumuskan tujuan metode penugasan

3. Membuat rincian tugas katim dan anggota tim secara jelas

4. Membuat rentang kendali, karu membawahi 2 katim dan katim

membawahi 2-3 PP

5. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan : membuat proses

dinas,

6. Mengatur tenaga yang ada setiap hari dll

7. Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktek

8. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan

9. Mendelegasikan tugas saat karu tidak berada di tempat, kepada

katim

10. Memberikan wewenang tata usaha untuk mengurus administrasi

pasien

11. Mengatur penugasan jadwal post dan prakarya

12. Identifikasi masalah dan cara penanganan

d) Pengarah dan Pengawasan

Pengarahan :

1) Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada katim

2) Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas

yang baik

3) Memberikan motivasi dalam peningkatan pengetahuan keterampilan

dan sikap

4) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan

5) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota lain

Pengawasan.

Melakukan komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi langsung

dengan katim maupun pelaksana askep yang diberikan kepada pasien

Melalui super visi : pengawasan langsung, mengamati sendiri / laporan

langsung secara lisan. Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar

Page 57: BAB II fix

hadir katim, membaca dan memeriksa intervensi serta semua catatan

dokumentasi, mendengarkan laporan katim tentang pelaksanaan tugas.

2. Ketua tim

Ketua tim adalah seorang perawat yang bertugas yang mengepalai

sekelompok tenaga keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan di

ruang rawat dan bertanggung jawab langsung langsung kepada karu.

Tanggung jawab ketua tim

a) Mengkaji klien dan menerapkan tindaka keperawatan yang

tepat.pengkajian merupakan proses yang berlanjut dan berkesinangan,

dapat melakukan serah terima tugas.

b) Mengkoordinasikan rencana perawatan yan tepat waktu membimbing

anggota tim untuk mencatat tindakan keperawatan yang telah di lakukan.

c) Meyakinkan semua evaluasi – evaluasi berupa respon klien terhadap

tindakan keperawatan.

d) Menilai kemajuan semua klien dari hasil pengamatan langsung / laporan

anggota tim.

Ketua tim harus memiliki kemampuan :

a) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan semua kegiatan tim

b) Melakukan pengkajian dan menentukan kebutuhan pasien

c) Menyusun rencana keperawatan untuk semua pasien

d) Merevisi dan menyesuaikan rencana keperawatan sesuai kebutuhan

pasien

e) Melaksanakan observasi baik terhadap perkembangan pasien maupun

kerja dari

anggota tim

f) Menjadi guru atau pengajar

g) Melaksanakan evaluasi secara baik dan objektif

Uraian tugas

1. Perencanaan

Page 58: BAB II fix

a. Bersama karu mengadakan serah terima tugas pada setiap pergantian

dinas

b. Melakukan pembagian tugas pada anggota berdasarkan

ketergantungan klien

c. Menyusun rencana asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,

intervensi dan kriteria evaluasi

d. Menyiapkan keperluan untuk melaksanakan askep meliputi

1) Menyiakan format pencatatan

2) Menyiakan alat untuk pemantauan pasien

3) Menyiakan peralatan obat

4) Mengikuti vissite dokter

5) Menilaai hasil pengkajian kelompok dan mendiskusikan

permasalahan yang ada

6) Menciptakan kerja sama yang harmonis antara tim dan antara

anggota tim

7) Memberikan pertolongan segera pada klien dan kedaruratan

8) Membuat laporan klie

9) Melakukan ronde kperawatan bersama dengan karu

10) Memberikan orientasi pada klien baru

2. Pengorganisasian

Merumuskan tujuan dari pengorganisasian tim keperawatan yaitu

tercapainya proses askep sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien

secara profesional melaluai pembagian kerja yang tepat, pemamfaatan alat

dan barang yang tersedia tampa mnyimpang dari prinsip tindakan.

Melakukan pembagian tugas bersaaama kepala ruangan sesuai dengan

perencanaan terhadap klien yang menjadi tanggung jawab nya.

Pembagian tugas / kerja berdasarkan tingkat ketergantungan klien dimana

seorang perawat bertanggung jawab terhadap 2 – 3 orang klien dan saling

bekerja sama dengan perawat lain serta tidak mengabaikan klien yang

bukan menjadi tanggung jawab nya

Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim

Page 59: BAB II fix

Mendelegasikan pelaksanaan proses asuhan keperawatan kepada anggota

kelompok dan pelimpahan wewenang yang meliputi wewenang

mengambil keputusan, wewenang dalam menggunakan sumber daya

seperti sesama perawat, pasien termasuk keluarga pasien.

Membuat rincian tugas meliputi :

a. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai rencana

b. Mendokumentasikan tindakan dan hasil yang telah di laksanakan.

c. Membuat laporan tentang keadaan klien dan asuhan keperawatan

d. Mengevaluasi hasil dan proses keperawatan yang telah di berikan.

e. Melaksanakan kerja sama dengan anggota tim lainnya

3. Pengarahan

a. Memberikan pengarahan tentang tugas setiap anggota tim dalam

waktu melakukan askep

b. Memberikan petunjuk kepada anggota tim dalam melaksanakan

asuhan keperawatan.

c. Memberikan teguran, pengarahan kepada anggota tim yang

melakukan tugas / berbuat kesalahan

d. Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugasnya

tepat sesuai waktu, tepat berdasarkan prinsip tindakan, rasional dan

sesuai dengan kebutuhan serta kondisi klien.

4. Pengawasan

a. Melalui komunikasi

Ketua tim mengawasi dan berkomunikasi langsung terhadap

pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.

b. Melaluai supervisi

1) Secara langsung

Melihat aatau mengawasi proses asuhan keperawatan yang di

laksanakan oleh anggota

Page 60: BAB II fix

2) Secara tidak langsung

Melihat daftar perawat pelaksana, membaca dan memeriksa

cover, membaca catatan perawat yang di buat selama proses

keperawatan, mendengar laporan secara lisan dari anggota tim

tentang tugas yang telah di lakukan.

c. Melalui evaluasi

a) Bersama karu mengevaluasi kegiatan dan laporan dari anggota

tim

b) Meningkatkan kemampuan analisa ( pengetahauaan ) dan

kemampuan psikomotor serta sikap melalui diskusi dan

pengarahan.

c) Mengevaluasi penampilan kerja perawat pelaksana dan askep

yang di lakukan oleh anggota tim

d) Mengecek dokumentasi setelah tindakan perawat yang di lakukan

3. Perawat pelaksana

Perawat pelaksana adalah seorang tenaga keperawatan yang diberi wewenang

untuk melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan diruang rawat.

Tugas dan tanggung jawab perawat pelaksana

a) Mengikuti serah terima klien dari dinas pagi, bersama perawat primer,

sore dan malam.

b) Mengikuti pre-conference / post conference dengan perawat primer

c) Melakukan pengkajian awal pada klien baru jika perawat primer tidak

ada ditempatnya.

d) Melakukan implementasi pada klien berdasarkan rencana asuhan

keperawatan yang telah dibuat oleh perawat primer.

e) Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan

Page 61: BAB II fix

f) Melakukan pencatatan dan pelaporan berdasarkan format dokumentasi

keperawatan yang ada diruangan.

g) Menyiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostik / laboratorium,

pengobatan dan tindakan.

h) Memberikan penjelasan atas pertanyaan klien / keluarga dengan kalimat

yang mudah dimengerti, bersikap sopan, dan ramah tamah.

i) Berperan serta dalam melakukan penyuluhan kesehatan pada klien dan

keluarga.

j) Memelihara kebersihan klien, ruangan dan lingkungan ruang rawat.

k) Menyimpan, memelihara dan menyiapkan perawatan yang diperlukan

sehingga siap pakai.

l) Melakukan dinas rotasi sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat oleh

kepala ruangan rawat.

m) Melaksanakan kebijakan yang ditentukan oleh kepala ruang rawat

Uraian tugas perawat pelaksana

a) Memberikan pelayanan keperawatan secara langsung berdasarkan

proses keperawatan dengan proses kasih sayang.

1. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan masalah klien.

2. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana

3. Mengevaluasi tindakan perawatan yang telah diberikan.

4. Mencatat / melaporkan semua tindakan perawatan dan respon

klien pada catatan keperawatan.

b) Melaksanakan program medis dengan penuh tanggung jawab

1. Pemberian obat

2. Pemeriksaan laboratorium

3. 1.3 Persiapan klien yang akan dioperasi.

c) Memerhatikan keseimbangan kebutuhan fisik, mental, sosial, dan

spiritual dari klien

d) Memelihara kebersihan klien dengan lingkungan.

e) Penderitaan klien dengan memberi rasa aman, nyaman dan ketenangan.

Page 62: BAB II fix

f) Pendekatan dan komunikasi teraupetik.

g) Memepersiapkan klien secara fisik dan mental untuk menghadapi

tindakan keperawatan dan pengobatan / diagnosis

h) Melatih klien untuk menolong dirinya sendiri sesuai dengan

kemampuannya

i) Memeberikan pertolongan segera pada klien gawat/ sakratul maut.

j) Membantu kepala ruangan dalam penatalaksanaan ruangan / pulang

secara administratif.

k) Menyiapakan data klien baru meninggal / pulang misalnya :

menyediaakn surat izin pulang,surat keterangan istirahat sakit, petunjuk

diet, resep obat untuk dirumah jika diperlukan, kartu control, surat

rujukan atau pemeriksaan ulang dan lain-lain.

1. Sensus harian / formulir

a) Rujukan harian / formulir.

b) Mengatur dan menyiapkan ala-alat yang ada diruangan

menurut fungsinya supaya siap pakai.

c) Menciptakan dan memelihara kebersihan, keamanan,

kenyamanan, dan keindahan ruangan.

d) Melaksanakan tugas pagi, sore, malam/ hari libur secara

bergantian sesuai harian tugas.

e) Memeberikan penyuluhan kesehatan sehubungan dengan

penyakitnya (PKMRS)

f) Melaporkan segala sesuatu mengenai keadaan klien baik

secara lisan/tulisan.

g) Melatih pasien untuk melaksanakn tindakan keperawatan

dirumahnya, misalnya : perawatan luka, melatih anggota

gerak.

h) Melatih pasien untuk menggunakan alat Bantu yang

dibutuhkan, seperti rodstool, tongkat penyangga, protesa.

Page 63: BAB II fix

Wewenang pelaksana

a. Membina informasi dan petunjuk pada atasan

b. Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien atau keluarga pasien

sesuai kemampuan dan batas kewenangannya.

E. Manajemen Keperawatan

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam

menjalankan suatu kegiatan di organisasi yang mencakup kegiatan koordinasi

dan sipervise terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan

organisasi (Grant & Massey, 1999 dalam Nursalam 2002).

Menejemen keperawatan adalah cara untuk mengelola sekelompok perawat

dengan menggunakan fungsi-fungsi menajemen untuk dapat memberikan

pelayanan dan asuhan keperawatan kepada klien secara profesional (Gillies,

dalam Nursalam 2002).

Dalam menejemen terdapat suatu proses yang mengubah suatu input

menjadi suatu output yang diharapakan. Input manajemen ini terdiri dari

manusia, uang dan meterial, alat atau mesin dan metode yanh selanjutnya akan

mengalami proses manajemen sehingga tercapai output. Output pada manajemen

berupa efisiensi dalam pelayanan, staf yang kompeten dan ahli dibidangnya serta

peningkatan mutu suatu pelayanan. Sedangkan input dari manajemen

keperawatan terdiri atas tenaga keperawatan, bahan-bahan, peralatan, bangunan

fisik. Klien, pengetahuan, dan keterampilan yang akan mengalami suatu proses

transformasi melalui manajemen asuhan keperawatan oleh tenaga keperawatan

sehingga dihasilkan output yaitu berupa suatu resolusi masalah keperawatan

klien akan kemudian dapat memberikan pelayananan keperawatan yang efektif

kepada klien, keluarga dan masyarakat.

Secara etimologis kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno

ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan secara

Page 64: BAB II fix

terminologis para pakar mendefinisikan manajemen secara beragam,

diantaranya:

Follet yang dikutip oleh Wijayanti (2008: 1) mengartikan manajemen

sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner

yang dikutip oleh Wijayanti (2008: 1) manajemen adalah proses perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota

organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi

lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Gulick dalam Wijayanti (2008: 1) mendefinisikan manajemen sebagai

suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk

memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk

mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

Manajemen dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan, menjaga

keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk

mencapai efisiensi dan efektivitas. Manajemen terdiri dari berbagai unsur, yakni

man, money, method, machine, market, material dan information.

1) Man : Sumber daya manusia;

2) Money : Uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;

3) Method : Cara atau sistem untuk mencapai tujuan;

4) Machine : Mesin atau alat untuk berproduksi;

5) Material : Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan;

6) Market : Pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil produksi;

7) Information : Hal-hal yang dapat membantu untuk mencapai tujuan.

Prinsip-prinsip manajemen ini diterapakan oleh perawat kepala, pengawas,

direktur dan tingkat eksekutif dibidang keperawatan. Tapi pada dasarnya prinsip

manajemen yang diterapkan adalah sama. Empat elemen besar dari teori

manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian.

Semua aktivitas manajemen ini dilakukan secara mandiri dan saling

ketergantungan.Komponen utama dalam menajemen keperawatan adalah fokus

pada sumber daya manusia dan materi secara efektif. Tujuan dari manajemen

keperawatan yaitu unutk meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan

Page 65: BAB II fix

keperawatan untuk kepuasan klien melalui peningkatan produktifitas dan kualitas

kerja perawat (Nursalam, 2000). Proses manajemen keperawatan yang dapat

mendukung proses keperawatan diantaranya adalah :

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah suatu proses yang berkelanjutan yang diawali

dengan merumuskan tujuan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan,

menentukan personal, merancang proses dan hasil, memberikan umpan balik

pada personal dan memodifikasi rencana yang diperlukan (Swansburg,

1994).

Perencanaan merupakan proses intelektual yang didasarkan pada fakta

dan informasi, bukan emosi dan harapan (Gillies, 1994). Perencanaan

merupakan fungsi dasar dari manajemen dan merupakan tugas utama setiap

manager. Perencanaan harus sistematis, dapat diukur, dapat dicapai, realistik

dan berorientasi pada waktu.

Dalam manajemen keperawatan, perencanaan dimulai dengan kegiatan

menentukan tujuan, mengumpulkan data, menganalisis dan

mengorganisasikan data-data yang akan dugunakan untuk menentukan

sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu perencanaan juga

menbantu untuk menjamin bahwa klien dapat menerima pelayanan yang

mereka inginkan serta merekan butuhkan. Selain itu sumber daya yang

digunakan dapat digunakan seefektif mungkin.

Fungsi perencanaan akan berjalan dengan baik jika dilakukan melalui

tahap-tahap yang berurutan. Tahap-tahap tersebut adalah:

1) Pengumpulan data

Pada tahap ini seorang manager diharapkan mampu melakukan suatu

observasi, wawancara terarah dan penyebaran kuesioner, guna mendapat

data yang akurat. Data-data umum yang harus diketahui yaitu:

a) Sensus pasien harian, bulanan dan tahunan.

b) Kapasitas tempat tidur.

c) BOR (tingkat pengisian tempat tidur)

Page 66: BAB II fix

d) Rerata lama rawat (LOS)

e) Jumlah kelahiran

f) Jumlah operasi

g) Kecenderungan populasi klien

h) Perkembangan teknologi

i) Ketenagaan baik dari perawatan maupun non keperawatan

(membandingkan jumlah tenaga kesehatan dan jumlah pasien yang ada)

j) Evaluasi pembagian tugas, misal: gizi, farmasi, CS (cleaning service)

dll

2) Analisa lingkungan atau analisa SWOT

3) Pengorganisasian data

Tahap ini dipilih antara data yang menunjang dan data yang menjadi

penghambat terlaksananya suatu proyek

4) Pembuatan rencana

Setelah dipilah data yang menunjang dan menghambat, maka tentukan

objektif, uraikan kegiatan yang akan dilakukan, prosedur kegiatan

tersebut, target waktu kegiatan selesai, menentukan penanggung jawab

setiap kegiatan, tentukan apa dan siapa yang menjadi sasaran kegiatan,

dan terakhir tentukan biaya, peralatan dan metodeyang akan digunakan

dalam pelaksanaan tindakan. Aspek yang perlu direncanakan oleh

seorang manager ruangan yaitu:

a) Mengelola waktu

b) Mengelola konflik

c) Mengelola SDM (kualitas, stres kerja, merencanakan supervisi,

merancang jenjang karier pegawai).

b. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian merupakan pengelompokan aktivitas-aktivitas dengan

sasaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dimana penugasan

masing-masing kelompok oleh pimpinan yang diberi wewenang untuk

mengawasi masing-masing kelompok, dan juga melakukan koordinasi

Page 67: BAB II fix

aktivitas yang tepat dengan unit lain secara horizontal dan vertikal untuk

mencapai tujuan organisasi (Swansburg, 2000).

Pengorganisasian keperawatan diruang perawatan dilaksanakan dengan

metode penugasan (Gilles, 1989). Pengorganisasian keperawatan adalah

pengelompokan kegiatan untuk mencapai ditandai dengan kelompok-

kelompok manager, dengan mempunyai otoritas untuk mensurvisi tiap-tiap

kelompoknya masing-masing yang berarti koordinasi antar unit secara

horizontal dan vertikal dengan tanggung jawab untuk mencapai tujuan

organisasi.

Aktivitas yang biasanya dilakukan dengan fungsi pengorganisasian

adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan uraian tugas

Pada aktivitas ini dijelaskan tugas-tugas setiap jenjang kedudukan dan

setiap fungsi-fungsi manajemen. Maka didapatkan tugas-tugas yang

berbeda antara perawat pelaksana, ketua TIM dan kepala ruangan baik

dalam fungsi perencanaan, pengorganisasian, ketegangan, pengarahan

dan pengendalan.

2) Mengembangkan ketenagaan dan jadwal dinas

Kegiatan ini akan lebih dibahas pada fungsi pendayagunaan

tenaga/ketenagaan

3) Mengembangkan prosedur

Fungsi pengorganisasian juga mengatur tentang pelaksanaan suatu

prosedur, baik prosedur tindakan yang bersifat teknik keperawatan juga

prosedur yang bersifat administrasi. Prosedur-prosedur tersebut biasanya

yang sudah ditetapkan (protap) yang harus dilaksanakan. Prosedur yang

bersifat teknis keperawatan mulai sejak pemeriksaan pasien, pelaksanaan

tindakan prosedur pulang yaitu :

a) Prosedur penerimaan pasien bermulai dari serah terima pasien,

penempatan pasien, pengkajian dan pemeriksaan fisik. Pada

pelaksanaan tindakan, tergantung pada jenis tindakan misalnya

Page 68: BAB II fix

tindakan invasive/non invasive, tindakan septic/aseptic dan tindakan

yang bersifat steril/non steril

b) Pada perencanaan pulang (discharge planning) dimulai dari

pemeriksaan fisik terakhir

c) Obat-obat yang dibawa pulang termasuk fungsi, efek samping waktu

minum dan cara minum obat tersebut

d) Waktu kontrol kembali ke rumah sakit

e) Rencana tindak lanjut/ hal-hal yang harus dilakukan di rumah oleh

pasien yang biasanya diberikan melalui penkes oleh perawat

f) Selain untuk perencanaan pulang dalam pengembangan prosedur

juga diatur tentang pendokumentasian, cara pendokumentasian, serta

penyusunan pendokumentasian

g) Penyusunan dokumen misalnya status pasien dirasa sangat

bermanfaat. Bukan hanya untuk perawat tetapi bagi profesi lain yang

ikut menggunakan status

c. Ketenagaan (staffing)

Pengaturan staff dan penjadwalan adalah komponen utama dalam

manajemen keperawatan. Pengaturan staff merupakn salah satu masalah-

masalah besar pada setiap organisasi keperawatan, baik di rumah sakit,

rumah perawatan (nursing home, badan perawatan kesehatan di rumah, badan

rawat jalan dan jenis perawatan lainnya).

Manajemen ketenagaan dilakukan agar efisiensi dan efektifitas

ketenagaan dapat ditingkatkan. Hal ini dapat diperjelas dengan tujuan

manajemen ketenagaan yaitu untuk mendayagunakan tenaga keperawatan

yang efektif dan produktif yang dapat memberikan pelayanan bermutu

sehingga dapat memenuhi kepuasan pengguna jasa keperawatan. Fungsi

manajemen ketenagaan terbagi atas :

1) Fungsi Manajerial

Dalam fungsi ini termasuk ke dalamnya tahap perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.

2) Fungsi Rasional

Page 69: BAB II fix

Fungsi ini mengatur tentang pengadaan tenaga termasuk jumlah dan jenis

tenaga yang dibutuhkan dan pengembangan tenaga yaitu dengan

pengadaan pelatihan, uji kompetensi dan penilaian prestasi kerja

Ada 3 kategori pasien yang dirawat yaitu : perawatan minimal,

perawatan sebagian, dan perawatan total. Maka menurut Douglas (1984),

jumlah perawat yang dibutuhkan yaitu:

Rumus : Jumlah perawat = jumlah pasien x derajat ketergantungan pasien

a) Jumlah perawat berdasarkan ratio perawat

Perhitungan jumlah perawat berdasarkan ratio perawat adalah sebagai

berikut :

(1) Ratio perawat ahli : perawat terampil = 55% : 45 %

(2) Proporsi dinas pagi : sore : malam = 47 % : 36 % : 17 %

b) Jumlah perawat berdasarkan metode penugasan

Metode penugasan dibagi menjadi :

(1) Metode fungsional dimana tugas pelayanan keperawatan yang

didasarkan pada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang

dilakukan. Pada metode ini masih berorientasi pada tugas. Jumlah

perawat hanya tergantung pada tugas diruangan.

(2) Metode tim dimana pelayanan keperawatan oleh sekelompok perawat

untuk sekelompok klien. Idealnya 1 tim minimal 2 orang perawat.

(3) Metode primer dimana pelayanan keperawatan bertanggung jawab

dalam askep klien selama 24 jam sejak pasien masuk sampai pulang

dari rumah sakit. Jumlah perawat sama dengan jumlah pasien.

(4) Metode modular dimana pelayanan keperawatan oleh perawat

profesional untuk sekelompok klien sejak masuk sampai pulang.

Idealnya 2-3 perawat untuk 8-12 pasien.

(5) Metode alokasi klien / keperawatan total dimana pelayanan pada 1

atau beberapa klien oleh 1 perawat selama periode waktu tertentu atau

sampai klien pulang.

Page 70: BAB II fix

d. Pengarahan (Directing)

Merupakan suatu faktor penting dalam menentukan tingkat kinerja

karyawan dan kualitas pencapaian tujuan (Hersay & Blanchard, 1977).

Dalam manajemen modern komando dan koordinasi disebut pengarahan.

Menurut Fayol dalam Swanburg (1994), komando terjadi bila manajer

mendapat masukan optimum dari semua karyawan di unitnya dalam

kepentingan terhadap semua masalah. Sedangkan koordinasi menciptakan

keharmonisan diantara semua aktvitas untuk memfasilitasi pekerjaan dan

keberhasilan unit. Aktivitas pengarahan anatara lain pendelegasian,

komunikasi, pelatihan dan motivasi. Dalam fungsi ini manager keperawatan

bertindak sebagai fasilitator dan pelatih. Aktivitas yang paling berperan

dalam fungsi pengarahan yaitu supervisi. Kegiatan supervisi meliputi

kegiatan memeriksa pekerjaan pegawai, mengevaluasi penampilannya,

menyetujui dan memperbaiki penampilannya.

Didalam manajemen keperawatan, yang dimaksud dengan pengarahan

adalah tindakan visi dari manajemen keperawatan, proses interpersonal

dimana personil keperawatan mencapai objektif keperawatan (Swansburg,

2000). Sebagai seorang pemimpin dalam manajemen keperawatan , dia harus

mempunyai kemampuan untuk membujuk bawahan bersama-sama bekerja

keras untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam pelayanan keperawatan.

Untuk mencapai hal tersebut pimpinan keperawatan seharusnya dibekali ilmu

dasar yang kuat tentang kebijaksanaan organisasi, tujuan, program-program

baru dan merencanakan perubahan. Selain itu pimpinan keperawatan juga

harus mempunyai perilaku yang dapat diterima secara sosial, kualitas

personal yang dapat diterima bawahan, keterampilan dalam memimpin, serta

kemampuan komunikasi interpersonal yang baik. Jika semua ini ada pada

seseorang pemimpin keperawatan maka pengarahan yang efektif dapat

dilaksanakan sehingga dukungan bawahan untuk mencapai

Tujuan menajemen keperawatan optimal. Secara operasional

keefektifan pengarahan dapat dilihat dari kesamaan komando dan terciptanya

tanggung jawab bawahan secara penuh kepada 1 pimpinan.

Page 71: BAB II fix

e. Pengendalian (Controlling)

Pengendalian adalah pengumpulan umpan balik dari hasil-hasil dan

secara periodik menindak lanjuti dalam rangkang membandingkan hasil-hasil

dengan perencanaannya (Hersay & Blanchard, 1977).

Urwick dalam Swansburg (2000) mendefinisikan pengendalian atau

pengvaluasian melihat bahwa segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan

rencana yang disepakati, instruksi yang telah diberikan serta prinsip-prinsip

yang telah diberlakukan. Aktifitas pengendalian/pengevaluasian yaitu

supervise dalam keperawatan, program kendali mutu. Proses ini dilakukan

secara terus menerus dari manajemen keparawatan yang terjadi secara

perencanaan, pengorganisasian dan pengarahan aktivitas. Dalam melakukan

kontroling ada proses yang harus dilalui antaranya:

1) Menetapkan standar yang digunakan sebagai indikator dan kriteria hasil

yang dapat diukur

2) Mengaplikasikan standar dengan mengumpulkan data dan mengukur

aktifitas dari manejemen keperawatan.

3) Membuat peningkatan dengan mencari tahu ada/tidaknya gap sehingga

dapat memberikan feed back yang diperlukan.

Tetap mempertahankan proses secara kontinuitas pada seluruh elemen.

Manager perawat akn merelisasikan cara terbaik dalam menjamin kualitas

pelayanan keperawatan yang diberikan diruang-ruang untuk menegakkan

filosofi, standar pelayanan dan tugas-tugas.