JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
MATA KULIAH KOMPUTER DAN INTERNET
Diajukan untuk memenuhi tugas UTS
Mata Kuliah : Komputer dan Internet (KOMNET)
Dosen : Ipin Aripin,M.Pd
Oleh :
RIMA NURFITRIANI
14111620088
T.IPA Biologi C/VII
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2014
1. Jelaskan desain pembelajaran menurut model :
a. ADDIE
Model ADDIE adalah salah satu model desain pembelajaran
yang memperlibatkan tahapan – tahapan dasar sistem
pembelajaran yang sederhana dan mudah di pelajari. Model
ADDIE juga dapat diterapkan untuk profesionalitas guru dan
tenaga kependidikan di lembaga – lembaga pendidikan. Model
ini menggunakan 5 tahap pengembangan yaitu Analysis, Design,
Development, Implementation, Evaluation. Sehingga dari tahap
pengembangan yang digunakan, model ini sering diset dengan
model ADDIE.
Langkah - langkah model desain pembelajaran ADDIE adalah
sebagai berikut:
1) Analisis
Pada langkah ini pendidik atau pendesain sistem
pembelajaran harus memperhatikan komponen- komponen
penunjang agar proses belajar mengajar dapat berjalan
sesuai dengan yang direncanakan. “Tahap analisis
merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan
dipelajari oleh peserta belajar, yaitu menganalisis
kebutuhan, mengidentifikasi masalah, dan melakukan
analisis tugas.” (Muhammad Afandi dan Badarudin,
2011:24). Sehingga hasil yang diharapkan dapat sesuai
dengan hal-hal yang diharapkan sebelumnya. Dan pendesain
harus mengetahui terlebih dahulu pengetahuan,
karaktreristik, keterampilan yang dimiliki oleh peserta
didik serta kemampuan apa yang perlu dimiliki oleh
peserta didik.
2) Desain
Design (Desain) merupakan tahap setelah proses
analisis dimana tahap ini adalah tidak lanjut atau
kegiatan inti dari langkah analisis. Desain pembelajaran
juga dikatakan sebagai rancangan dalam proses
pembelajaran. Desain disusun dengan mempelajari masalah,
kemudian mencari solusi melalui identifikasi dari tahap
analisis kebutuhan pada proses sebelumnya. Salah satu
tujuan dari tahap ini adalah menentukan strategi
pembelajaran yang tepat agar peserta didik dapat mencapai
tujuan dalam proses pendidikan, khususnya dalam mencapai
standar kompetensi yang telah ditentukan dalam proses
pembelajaran.
3) Pengembangan
Langkah pengembangan ini merupakan penjabaran dari
langkah desain, setelah pembelajaran di desain maka apa
yang ada dalam desain pembelajaran dikembangkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Seperti
mengembangkan materi pelajaran, strategi pembelajaran,
pengembangan media pembelajaran dan penunjang
pembelajaran lainnya. Tahap pengembangan ini juga harus
dikombinasikan atau dipadukan dengan media – media yang
kiranya dapat mendukung pembelajaran. Selain itu, hal –
hal yang berada disekitarnya tentunya harus berhubungan
dan mendukung satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu,
pembelajaran akan berjalan dengan baik jika hal yang satu
dengan yang lain berhubungn dengan baik.
4) Implementasi
Tahap ini merupakan realisasi dari langkah
pengembangan atau dalam kata lain ada proses penyampaian
materi dan informasi. Pendidik membimbing peserta didik
untuk memperoleh pengetahuan sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai. Pendesain juga harus memperhatikan model
dan strategi pembelajaran apa yang efektif untuk
digunakan dalam penyampaian materi, karena akan
mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran.
5) Evaluasi
Evaluasi ini merupakan proses yang dilakukan untuk
memberikan nilai terhadap program pembelajaran. Penilaian
terhadap kompetensi, pengetahuan, keterampilan, sikap
peserta didik setelah memperoleh program pembelajaran
tersebut. Evaluasi ini merupakan tahap akhir dari proses
pembelajaran.
b. ASSURE
Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah
formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau
disebut juga model berorientasi kelas. Menurut Heinich et
al (2005) model ini terdiri atas enam langkah kegiatan
yaitu:
1) Analyze Learners (Menganalisis Pembelajar)
Langkah yang pertama adalah mengidentifikasi
karakteristik pembelajar. Media dan teknologi dikatakan
efektif bila ada kesesuaian antara karakteristik
pebelajar dengan metode media dan karakteristik
pembelajar. Faktor kunci Yang dibahas dalam analisis
pembelajar adalah sebagai berikut:
a) General characteristict ( Karakteristik Umum )
Karakteristik umum meliputi faktor-faktor usia,
tingkat pendidikan, pekerjaan atau posisi, kebudayaan
dan sosial ekonomi. Dengan analisis pebelajar akan
membantu pemulihan metode dan media pembelajaran yang
sesuai. Sebagai contoh pembelajar yang lemah dalam
ketrampilan membaca, lebih tepat diberi media non
cetak.
b) Spesifik entri competencies ( kompetensi tertentu )
Sebuah komponen penting dari merancang pelajaran
adalah untuk mengidentifikasi kompetensi spesifik dari
siswa. Kita dapat melakukan ini melalui cara-cara
informal (seperti di kelas mempertanyakan) atau cara
formal lebih (seperti meninjau hasil tes standar).
c) Learning Style ( Gaya belajar )
Gaya belajar berkenaan dengan pengelompokan sifat-
sifat psikologis yang menentukan bagaimana seseorang
individu merasakan berinteraksi dengan dan merespon
secara emosional pada lingkungan belajar. Gardner
(1999) mengemukakan 3 jenis gaya belajar seseorang
yaitu: visual, auditory dan kinestetik. Cara yang
terbaik untuk mengatasinya yaitu dengan memberikan
variasi pembelajaran. Guru, Perancang kurikulum, dan
spesialis media harus bekerjasama mendesain kurikulum
sehingga pebelajar memiliki kesempatan mengembangkan
perbedaan gaya belajar. Variabel gaya belajar dapat
dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu:
Kekuatan persepsi
Kebiasaan memproses informasi
Faktor-Faktor motivasional
2) States Objectives (Menyatakan Tujuan)
Langkah berikutnya adalah merumuskan tujuan
pembelajaran sekhusus mungkin. Tujuan ini dijabarkan
munkin dari silabus, buku teks, kurikulum atau
dikembangkan sendiri oleh gurunya. Suatu pernyataan
tujuan, bukan apa yang direncanakan oleh guru dalam
pembelajaran melainkan apa yang harus dicapai pebelajar
dengan pembelajaran itu. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam perumusannya adalah :
a. Tetapkan ABCD (Audience, Behavior, Conditions, Degree)
Teknik ABCD untuk menyatakan tujuan (Mager, 1997):
A (Audience)– instruksi yang kita ajukan harus fokus
kepada apa yang harus dilakukan atau dikerjakan oleh
pembelajar bukan apa yang harus dilakukan pengajar.
B (Behavior) kata kerja yang mendeskripsikan
kemampuan baru yang harus dimiliki pembelajar
setelah melalui proses pembelajaran dan harus dapat
diukur.
C (Conditions) pernyataan tujuan yang meliputi
kondisi dimana unjuk kerja itu diamati
D (Degree) pernyataan tujuan yang mengidentifikasi
standar atau kriteria yang menjadi dasar pengukuran
tingkat keberhasilan pembelajar.
b. Mengklasifikasikan Tujuan
Pengelopokan tujuan sangat penting karena
pemilihan metode dan media serta cara mengevaluasi
tergantung pada jenis tujuan yang diterapkan. Suatu
tujuan mungkin diklasifikasikan menurut jenis belajar
utama yang akan dicapai . Meskipun ada rentangan
pendapat mengenai cara terbaik untuk mendiskripsikan
dan menorganisasikan jenis-jenis belajar, ada 3
kategori (domain) yang secara luas diterima yaitu:
ketrampilan kognitif, afektif, dan psikomotor.
c. Perbedaan Individu
Berkaitan dengan kemampuan individu pebelajar dalam
menuntaskan atau memahami sebuah materi yang
diberikan. Pebelajar yang tidak memiliki kesulitan
belajar dengan pebelajar yang memiliki kesulitan
belajar pasti memiliki waktu ketuntasan terhadap
materi yang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut,
maka timbullah mastery learning (kecepatan dalam
menuntaskan materi tergantung dengan kemampuan yang
dimiliki tiap individu).
3) Select Strategies, Technology, Media, And Materials
(Memilih Strategi , Metode, Media Dan Bahan Ajar)
Suatu rencana yang sistematik dalam penggunaan media
dan teknologi tentu menuntut agar metode, media dan
materinya dipilih secara sistematis pula. Proses
pemilihannya melibatkan tiga langkah.
Memilih Metode : Metode ceramah, Metode Tanya jawab,
Metode diskusi, Metode pemberian tugas, dan Metode
simulasi.
Memilih format media
Bentuk media adalah bentuk fisik yang akan
membawakan pesan yang akan disajikan. Bentuk media
misalnya, bagan lembaran balik (gambaran diam dan
teks), slide (proyeksi diam), audio (suara dan musik),
video (gambaran bergerak pada layar TV), dan multimedia
computer (grafik, teks, dan gambaran bergerak pada
monitor).
Mendapatkan materi khusus
Sebagian besar guru menggunakan materi yang siap
pake yang disediakan oleh sekolah-sekolah atau juga
bisa dari internet atau dari sumber-sumber lain. Guru
seharusnya memperbarui konten-konten bidang studi
dengan meteri-materi mutakhir. Keputusan untuk memilih
materi pembelajaran tergantung pada beberapa faktor.
Memodifikasi materi yang ada
Apabila pengajar dalam mengajar tidak dapat
menemukan materi yang sesuai maka pengajar perlu
memodifikasi materi yang ada. Dan hal tersebut merupakan
tantangan pengajar dan memerlukan krestifitas.
Merancang materi baru
Dalam memilih materi, memang lebih mudah dan efisien
dari segi biaya bila menggunakan materi yang tersedia,
dengan atau tanpa modifikasi, dari pada mulai menyusun
materi baru. Memang lebih banyak waktu yang dibutuhkan
untuk mendesain materi yang dibuat sendiri.
4) Utilize Technology,Media And Materials (Memanfaatkan
Teknologi , Media, Dan Bahan Ajar)
Perubahan peradigman pembelajaran dari teacher-
centered ke student-centered, yang lebih memungkinkan
pembelajar memanfaatkan materi, baik secara mandiri
maupun kelompok kecil dari pada mendengarkan presentasi
guru secara klasikal.
5) Require Learner Participation (Partisipasi Pelajar Di
Dalam Kelas)
Partisipasi berisi kegiatan siswa dalam pembelajaran
di dalam kelas diawali dengan kesiapan siswa untuk
belajar yaitu siswa duduk dengan rapi di bangku masing-
masing, memberikan penghormatan dan mengucapkan salam
kepada guru. Guru mengkondisikan kelas sampai siswa siap
dalam belajar (nyaman). Pada kegiatan awal guru
memberikan salam, motivasi, melakukan apersepsi dengan
menanyakan keadaan siswa serta menyampaikan tujuan dan
manfaat pembelajaran.
6) Evaluate and Revise (Penilaian dan Revisi)
a. Menilai hasil pembelajar
Cara menilai pencapaian hasil belajar tergantung pada
hakekat tujuan ini. Ada tujuan yang menuntut
keterampilan kognitif , misalnya mengingat hukum OHM,
membedakan kata sifat dengan kata keterangan,
menyimpulkan sesuatu.
b. Menilai motode dan media
Evaluasi juga menilai metode dan media pembelajaran.
c. Revisi
Langkah terakhir adalah melihat kembali hasil data
evaluasi yang dikumpilkan. Adakah kesenjangan antara
apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi.
c. Kemp
Model desain system interuksional yang dikembangkan
oleh Kemp merupakan model yang membentuk siklus. Menurut
Kemp pengembangan desain sistem pembelajaran terdiri atas
komponen-komponen, yang dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala yang timbul. Model
system intruksional yang dikembangkan Kemp ini tidak
ditentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai
proses pengembangan. Mengembangkan sistem instruksional,
menurut Kemp dari mana saja bisa, asal saja urutan komponen
tidak diubah, dan setiap komponen itu memerlukan revisi
untuk mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu model
Kemp, dilihat dari kerangka sistem merupakan model yang
sangat luwes.
Komponen-komponen dalam suatu desain instruksional
menurut Kemp adalah:
1. Hasil yang ingin dicapai
2. Analisi tes mata pelajaran
3. Tujuan khusus belajar
4. Aktivitas belajar
5. Sumber belajar
6. Layanan pendukung
7. Evaluasi belajar
8. Tes awal
9. Karakteristik belajar
Kesembilan komponen itu merupakan suatu siklus yang
terus-menerus direvisi setelah dievaluasi baik evaluasi
sumatife maupun formatife dan diarahkan untuk menentukan
kebutuhan siswa, tujuan yang ingin dicapai, prioritas, dan
berbagai kendala yang muncul.
Langkah-Langkah Model J.E. Kemp
Langkah-langkah pengembangan desain pembelajaran model
Kemp, terdiri dari delapan langkah, yakni:
1. Menentukan tujuan instruksional umum (TIU) atau
kompetensi dasar, yaitu tujuan umum yang ingin dicapai
dalam mengajarkan masing-masing pokok bahhasan.
2. Membuat analisis tentang karakteristik siswa. Analisis
ini diperlukan antara lain untuk mengetahui apakah latar
belakang pendidikan dan sosial budaya siswa memungkinkan
untuk mengikuti program, serta langkah-langkah apa yang
perlu diambil.
3. Menentukan tujuan instruksional secara spesifik,
operasional dan terukur (dalam KTSP adalah indikator).
Dengan demikian siswa akan tahu apa yang harus dikerjakan,
bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannya bahwa ia telah
berhasil. Bagi guru, rumusan itu akan berguna dalam
menyusun tes kemampuan/keberhasilan dan pemilihan
materi/bahan belajar yang sesuai.
4. Menentukan materi/bahan ajar yang sesuai dengan tujuan
instruksional khusus (indikator) yang telah dirumuskan.
Masalah yang sering dihadapi guru-guru adalah begitu
banyaknya materi pelajaran yang harus diajarkan dengan
waktu yang terbatas. Demikian juga, timbul kesulitan dalam
mengorganisasikan materi/bahan ajar yang akan disajikan
kepada para siswa. Dalam hal ini diperlukan ketepatan guru
dalam memilih dan memilah sumber belajar, materi, media,
dan prosedur pembelajaran yang akan digunakan.
5. Menetapkan penjajagan atau tes awal (pressessment). Ini
diperlukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan awal
siswa dalam memenuhi prasyarat belajar yang dituntut untuk
mengikuti program pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Dengan demikian, guru dapat memilih materi yang diperlukan
tanpa harus menyajikan yang tidak perlu, sehingga siswa
tidak menjadi bosan.
6. Menetukan strategi belajar mengajar, media dan sumber
belajar. Kreteria umum untuk pemilihan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksiomal khusus
(indikator) tersebut, adalah efisiensi, keefektifan,
ekonomis, kepraktisan, melalui suatu analisis alternatif.
7. Mengoordinasikan sarana penunjang yang diperlukan,
meliputi biaya, fasilias, peralatan, waktu dan tenaga.
8. Mengadakan evaluasi. Evaluasi ini sangat perlu untuk
mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara
keseluruhan, yaitu siswa, program pembelajaran, alat
evaluasi (tes), dan metode/strategi yang digunakan.
Semua komponen diatas saling berhubungan satu dengan
yang lainnya, bila adanya perubahan atau data yang
bertentangan pada salah satu komponen mengakibatkan pengaruh
pada komponen lainnya. Dalam lingkungan model Kemp menunjukkan
kemungkinan revisi tiap komponen bila diperlukan. Revisi
dilakukan dengan data pada komponen sebelumnya. Berbeda dengan
pendekatan sistem dalam pembelajaran, perencanaan desain
pembelajaran ini bisa dimulai dari komponen mana saja, jadi
perencanaan desain boleh dimulai dengan merencanakan pokok
bahasan lebih dahulu, atau mungkin dengan evaluasi. Komponen
mana yang didahulukan serta di prioritaskan yang dipilih
bergantung kepada data apa yang sudah siap, tersedia, situasi,
dan kondisi sekolah atau bergantung pada pembuat perencanaan
itu sendiri.
d. Pick & Hanafin
Model Hanafin dan Peck merupakan salah satu dari banyak
model desain pembelajaran yang berorietasi produk. Model
berorientasi produk adalah model desain pembelajaran utuk
menghasilkan suatu produk, biasanya media pembelajaran
(Afandi dan Badarudin, 2011:22).
Menurut Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011:26)
model desain pembelajaran terdiri dari tiga fase yaitu Need
Assessment (Fase Analisis Keperluan), Design (Fase Desain),
dan Develop/Implement (Fase Pengembangan dan Implementasi).
Dalam model ini disetiap fase akan dilakukan penilaian dan
pengulangan.
Fase pertama dari model Hanafim dan Peck adalah analisis
kebutuhan (Need Assessment). Di model sebelumnya yakni model
ADDIE juga menerangkan bahwa tahap pertama dari model
tersebut adalah analisa (Analysis) yang didalamnya memuat
Need Assessment.
Terdapat langkah-langkah dalam fase analisis kebutuhan,
Glasgow dalam Wina Sanjaya (2008:93) mengemukakan secara
detail langkah-langkah need assessment yakni:
1. Tahapan Pengumpulan Informasi
Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfat
dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai. Jadi,
informsi yang terkumpul digunakan sebagai dasar dalam
merancang sistem pembelajaran. slnya bagaimana cara
pembuatan media pembelajaran dengan bahan yang ada.
2. Tahapan Identifikasi Kesenjangan
Dalam mengidentifikasi kesenjangan Kaufan dan
English dalam Wina Sanjaya (2008), menjelaskan bahwa
terdapat lima elemen yang saling berkaitan yakni
Input, Proses, Produk, Output dan Outcome. Input
meliputi kondisi yang tersedi saat ini misalnya
tentang keuangan, waktu, bangunan, guru, pelajar,
kebutuhan. Komponen proses, meliputi perencanaan,
metode, pembelajaran individu, dan kurikulum.
Komponen produk, meliputi penyelesaian pendidikan,
keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dimiliki.
Komonen output, meliputi ijazah kelulusan,
keterampilan prasyarat, lisensi. Komponen Outcome,
meliputi kecukupan dan kontribusi individu atau
kelompok saat ini dan masa depan.
3. Analisis Performance
Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis
performance. Pada tahap ini sorang guru yang sudah
memahami informasi dan mengidentifikasi kesenjangan
yang ada, kemudian mencari cara untuk memecahkan
kesenjangan tersebut. Baik dengan perencanaan
pembelajaran atau dengan cara lain, seperti melalui
kebijakan pengelolaan baru, penentuan struktur
organsasi yang lebih baik, atau mungkin melalui
pengembangan bahan dan alat-alat.
4. Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-sumbernya
Tahap keempat dalam need assessment adalah
mengidentifikasi berbagai kendala yang muncul
beserta sumber-sumbernya. Maksudnya, kita harus
mengantisipsi kendala yang mungkin akan muncul.
Kendala dapat berupa waktu, fasilitas, bahan,
personal dan lain sebginya. Dan sumbernya bisa
berasal dari orang yang terlibat (guru atau siswa),
berasal dari fasilitas yang mendukung atau tidak,
dan jumlah pendanaan beserta pengaturannya.
5. Identifikasi Krakteristik Siswa
Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran, oleh
karena itu identifikasi karakteristik siswa sangat
dibutuhkan. Sebab, tidak ada siswa yang sama
sehingga penangan dari setiap masalah yang ada di
setiap siswa akan berbeda pula. Identifikasi
karakteristik siswa meliputi usia, jens kelamin,
level pendidikan, gaya belajar dan lain sebagainya.
Dengan identifikasi tersebut dapat bermanfaat ketika
kita menentuka tujuan yang harus dicaai, pemilihan
dan penggunaan strategi embelajaran yang dianggap
cocok.
6. Identifikasi Tujuan
Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai
merupakan tahap keenam dalam need assessment. Tidak
semua kebutuhan menjadi tujuan yang ingin dicapai,
namun kebutuhan-kebutuhan yang diprioritaskanlah
yang menjadi tujuan agar dapat segera dipecahkan
sesuai kondisi.
7. Menentukan Permasalahan
Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan,
sebagai pedoman dalam penyusunan proses desain
pembelajaran. Dalam model Hanafin dan Peck
berorientasi produk, sehingga masalah yang biasanya
timbul adalah tentang media pembelajaran.
Setelah semua langkah dijalankan, kemudian
dilakukan sebuah tes atau penlaian terhadap hasil
dalam fase ini. Penilaian ini bertujuan untuk
mengetahui ada atau tidakkah kebutuhan yang
seharusnya ada tetapi tidak tercatat. Sebab, hal ini
justru akan menjadikan msalah baru di masa yang akan
datang.
Fase kedua dari Hanfin dan Peck adalah fase desain
(Design). Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011)
menyatakan fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan
dan mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai
tujuan pembuatan media tersebut. Dokumen tersebut dapat
berupa story board. Jadi, hasil dari need assessment kemudian
dituangkan ke dalam sebuah papan dan caranya dengan
mengikuti aktifitas yang sudah dianalisis dalam need
assessment sebelumnya. Dokumen ini nantiya akan memudahkan
kita dalam menentukan tujuan pembuatan media pembelajaran,
karena merupakan sebuah papan.
Fase terakhir dari model Hanafin dan Peck adalah
pengembangan dan implementasi. Hanafin dan Peck (Afandi
dan Badarudin, 2011) mengatakan aktivitas yang dilakukan
pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian,
serta penilain formatif dan sumatif. Penilaian formatif
ialah penialain yang dijalankan saat proses pengembangan
media berlangsung, sedangkan penilaian sumatif dijalankan
pada akhir proses. Pada fase ini media dikembangkan dan
pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah
dibuat berdasarkan analisis kebutuhan dan desain yang
telah dijalankan.
2. Kerangka Desain Multimedia Menurut Padangan Teori Belajar :
a. Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik digunakan sebagai dasar dalam
mendesain awal multimedia pembelajaran. Teori belajar
behavioristik mengharapkan bahwa aktifitas pembalajaran
berbasis komputer dapat mengubah sikap siswa dengan cara
yang dapat di ukur dan dapat dilihat dengan jelas
perubahannya. Setelah menyelesaikan suatu pelajaran,
peserta didik seharusnya dapat mengerjakan sesuatu yang
belum dapat dikerjakan sebelum mengikuti pelajaran
tersebut.
Dalam penerapan pembelajaran perkuliahan pengembangan
Elearning Berbasis Web dengan menggunakan multimedia sangat
relevan. Misalnya penggunaan unsur multimedia yang
merupakan kombinasi dari gambar, video dan suara yang
dirancang sedemikian rupa yang dimaksudkan untuk
menyampaikan materi secara mudah dan menyenangkan dapat
menarik perhatian bagi pengguna sehingga dapat dijadikan
stimulus/penguatan untuk siswa. Dari beberapa teori yang
mendukung penggunaan komputer pada pembelajaran, teori
behavioristik secara historis mempunyai kontribusi paling
besar. Konsep teori behavioristik yang paling mendasar
adalah penetapan tujuan khusus pembelajaran. Tujuan
tersebut dapat mengubah sikap siswa yang dapat di ukur dan
materi yang padat seharusnya dipecah menjadi sub-sub materi
yang lebih sederhana.
b. Teori Belajar Sibernetik ( Pemrosesan Informasi)
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang
relatif baru dibandingkan dengan teori-teori belajar yang
sudah dibahas sebelunya. Teori ini berkembang sejalan
dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut
teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.
Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori
kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar. Proses belajar memang penting dalam teori
sebernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem
informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.
Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana
proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh
sistem informasi yang dipelajari.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan
pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, di
antaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi
pada pemprosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage dan
Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson. Konsepsi
Landa dalam model pendekatannya yang disebut algoritmik dan
heuristik juga termasuk teori sibernetik.
Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada tiga asumsi
(Lusiana, 1992) yaitu:
1. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri
tahapan pemrosesan informasi di mana pada masing-masing
tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
2. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan
mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
3. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang
terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori
tentang komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan
informasi (proses kontrol). Komponen pemrosesan informasi
dipilah menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya
“lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah; 1) sensory receptor,
2) working memory, dan 3) long term memory.
Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup
teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses
internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan
merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi
tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang
terbatas. Menurut Gagne, untuk mengurangi muatan memori kerja
bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa; proposisi,
produksi, dan mental images. Teori Gagne dan Briggs
mempreskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar, 2) peristiwa
pembelajaran, dan 3) pengorganisasian/urutan pembelajaran.
Mengenai kapabilitas belajar kaitannya dengan unjuk kerja
dirumuskan oleh Gagne sebagai berikut (Degeng, 1989).
No. Kapabilitas Belajar Unjuk Kerja1. Informasi verbal Menyatakan informasi2. Ketrampilan
Intelektual
Menggunakan simbol untuk
berinteraksi dengan lingkungan.- Diskriminasi Membedakan perangsang yang
memiliki dimen-si fisik yang
berlainan.- Konsep konkrit Mengidentifikasi contoh-contoh
konkrit.- Konsep abstrak Mengklasifikasi contoh-contoh
dengan meng-gunakan ungkapan
verbal atau definisi.- Kaidah Menunjukkan aplikasi suatu
kaidah.- Kaidah tingkat
lebih tinggi
Mengembangkan kaidah baru untuk
memecah-kan masalah.
3. Strategi Kognitif Mengembangkan cara-cara baru
untuk meme-cahkan masalah.
Menggunakan berbagai cara untuk
mengontrol proses
belajardan/atau berpikir.4. Sikap Memilih berperilaku dengan cara
tertentu.5. Ketrampilan Motorik Melakukan gerakan tubuh yang
luwes, cekatan, serta dengan
urutan yang benar.
c. Classical Conditioning
Teori ini dikenal juga sebagai teori belajar
“learning by association’, bila suatu stimulus yang
mengakibatkan munculnya respon emosional diulang
berkali kali bersamaan dengan stimulus yang lain yang
tidak memberikan respon emosional, maka pada akhirnya
stimulus yang kedua juga akan memberikan respon
emosional yang sama dengan stimulus pertama.
Lebih jelasnya, kalau kita mendengarkan suara keras
tiba tiba (unconditional stimulus, US) maka kita kaget
(unconditional response, UR). Bila sesaat sebelum
bunyi keras dilakukan tepuk tangan (conditional
stimulus,CS) yang juga keras dan bunyinya bersamaan
dengan bunyi suara keras. Dan Bila dilakukan gerakan
tepuk tangan maka kita juga akan kaget karena mengira
akan terjadi bunyi keras karena terbentuk asosiasi US -
> CS. Misalnya saat anjing mendengarkan bunyi bell
melalui alat indera telinga maka alat indera pengecapan
bereaksi mengeluarkan saliva (ludah), karena anjing ini
berpikir dia akan mendapatkan makanan. Darimana anjing
ini mengetahuinya adalah dari belajar berulang ulang,
awalnya bel dibunyikan anjing diberi daging, kemudian
diulang lagi sampai si anjing paham bahwa bunyi bell
berarti ada makanan.
Contoh lainnya, waktu kecil saya menyukai paman
saya, dia selalu membuat saya merasa bahagia. Paman
saya memakai parfum lavender, bila saya mencium bau
lavender saya merasa gembira seketika.Pada teori ini
ada efek anchor, yaitu bila satu indera bereaksi maka
indera yang lain ikut juga terpicu, dan pengaitan ini
bisa terjadi dari belajar yang dilakukan secara
berulang (repetisi).
Aplikasinya: Kalau anda ingin membujuk seseorang
melakukan sesuatu, lakukan saat orang itu melakukan
sesuatu yang dia suka lalukan. Dan saat dia melakukan
hal yang anda sukai, saat itu sentuh mereka disuatu
titik atau membuat suara. Saat anda menyentuh tersebut
atau mengeluarkan bunyi tersebut, maka dia akan
berpikir untuk melakukan kembali hal tersebut (bunyi
dan titik menjadi tombol pemicu).