KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr. wb.
Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan atas ke hadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyusun laporan tutorial skenario 4 ini.
Selanjutnya, laporan tutorial ini disusun dalam rangka memenuhi
tugas BLOK Genito Urinary. Kepada semua dosen yang terlibat dalam
pembuatan laporan tutor ini, kami ucapkan terima kasih atas segala
pengarahannya sehingga laporan ini dapat kami susun dengan cukup
baik.Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini,
baik dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena
itu, kami ingin meminta maaf atas segala kekurangan tersebut, hal
ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan
keterampilan kami. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat
kami harapkan, guna untuk kesempurnaan laporan ini dan perbaikan
untuk kita semua.Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat
memberikan wawasan berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.
Wassalammualaikum wr. wb.
Bandar Lampung, Juni 2014
Tim Penulis
DAFTAR ISI
COVER..
KATA PENGANTAR..1
DAFTAR ISI.2
SKENARIO..3
STEP 1..4
STEP II...4
STEP III...5
STEP IV...8
STEP V ...24
STEP VI..25
STEP VII...25
REFERENSI 33
Skenario 4
Gangguan Fungsional (GNA)
Seorang anak laki-laki usia 9 tahun, diantar periksa oleh ibunya
dengan keluhan bengkak pada kelopak mata terutama saat bangun pada
pagi hari. Menurut ibu, selain itu sang anak mengeluhkan merasa
makin lemas, buang air kecil sedikit-sedikit dan agak berwarna
kemerahan. Beberapa minggu sebelumnya sang anak mengalami batuk
pilek namun tidak diobatkan. Dokter kemudian menggali riwayat lebih
lanjut, melakukan pemeriksaan penunjang dan menjelaskan kemungkinan
diagnosis terjadinya gangguan pada ginjal pasien dengan resiko
komplikasi mengalami gagal ginjal.
STEP 1
-
STEP 2
1. Apa diagnosis banding dan diagnosis kerja penyakit pada
scenario?2. Bagaimana cara mendiagnosis nya?3. Bagaimana
patofisiologi penyakit pada scenario?4. Penalaksanaan penyakit pada
scenario?5. Apa saja komplikasi penyakit pada scenario?
STEP 3
1. Diagnosis banding untuk penyakit pada scenario : Sindrom
nefrotik Glomerulonefritis Akut glomerulonefritis akut pasca
infeksi streptokokus (GNAPS) Gagal ginjal akut( Acute Kidney Injury
) Glomerulonefritis kronik Gagal ginjal kronik
2. Cara mendiagnosis : Anamnesis : gejala klinik, informasi
riwayat dalam keluarga, informasi pengguan obat obatan steroid,
riwayat infeksi streptococcus, riwayat penyakit keganasan paru,
ginjal, dll. pemeriksaan fisik : adanya edema tungkai, edema pada
wajah (kelopak mata) pemeriksaan penunjang : darah rutin,
urinalisis, serum albumin, faal ginjal, pemeriksaan serologi, USG
ginjal, biopsy ginjal, dll.
3. Glomerulusnefritis akut pasca infeksi streptococcus
Glomerulonefritis paska streptokokus dapat didahului oleh infeksi
streptokokus hemolitikus grup A. Glomerulonefritis paska
streptokokus dapat terjadi setelah radang tenggorokan dan jarang
dilaporkan bersamaan dengan demam rematik akut.Hal ini disebabkan
terjadinya pembentukan komplek imun yang bersirkulasi dan terjadi
pembentukan komplek imun in situ ini telah ditetapkan sebagai
mekanisme patogenesis glomerulonefritis paska streptokokus.
Fase awal glomerulonefritis akut berlangsung beberapa hari
sampai 2 minggu. Setelah itu anak akan merasa lebih baik, diuresis
lancar, edem dan hipertensi hilang, LFG kembali normal.Penyakit ini
dapat sembuh sendiri, jarang berkembang menjadi kronik.Kronisitas
dihubungkan dengan awal penyakit yang berat dan kelainan morfologis
berupa hiperselularitas lobules.Pasien sebaiknya kontrol tiap 4-6
minggu dalam 6 bulan pertama setelah awitan nefritis. Pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan eritrosit dan protein urin selama 1
tahun lebih bermanfaat untuk menilai perbaikan.1,5 Kadar C3 akan
kembali normal pada 95% pasien setelah 8-12 minggu, edem membaik
dalam 5-10 hari, tekanan darah kembali normal setelah 2-3 minggu,
walaupun dapat tetap tinggi sampai 6 minggu.Gross hematuria
biasanya menghilang dalam 1-3 minggu, hematuria mikroskopik
menghilang setelah 6 bulan, namun dapat bertahan sampai 1
tahun.
4. Penatalaksanaan GNAPS Antibiotik : Penisilin pada fase akut
hanya untuk 10 hari.jika resitensi dengan golongan penisilin
diganti dengan eritromisin 30 Mg / kgBB / hari dibagi menjadi 3
dosis selama 10 hari. SuportifTidak ada pengobatan spesifik untuk
GNAPS, pengobatan hanya merupakan simptomatik.Pada kasus ringan,
dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau perlu dengan
diuretik, atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator
atau obat-obat anti hipertensi yang sesuai. Pada gagal ginjal akut
harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi dengan
pemberian diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah protein,
rendah natrium, serta restriksi kalium dan fosfat. Kontrol tekanan
darah dengan hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker,
atau diuretik.Pada keadaan sembab paru atau gagal jantung kongestif
akibat overload cairan perlu dilakukan restriksi cairan, diuretik,
kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti
ginjal.Pembatasan aktivitas dilakukan selama fase awal, terutama
bila ada hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan
durasi hematuria gross, tetapi tidak mempengaruhi perjalanan
penyakit atau prognosis jangka panjang.
Edukasi Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai
perjalanan dan prognosis penyakitnya.Keluarga perlu memahami bahwa
meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan (95%), masih ada
kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan
memburuk (5%). Perlu dielaskan rencana pemantauan selanjutnya,
pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein dan
hematuria dilakukan dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan
pertama, kemudian tiap 3-6 bulan sampai hematuria dan proteinuria
menghilang dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar C3
yang telah kembali normal setelah 8-10 minggu menggambarkan
prognosis yang baik.
5. Komplikasi Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3
hari, terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, dan hiperfosfatemia. Hipertensi ensefalopati,
didapatkan gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan
kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne,
terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan
darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan
juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium. Anemia yang timbul karena adanya
hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.
STEP 4
1. Diagnosis banding dan diagnosis kerja dari skenarioA. Sindrom
nefrotik Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang
terdiri dari proteinuri massif, hipoalbuminemia yang disertai atau
tidak dengan edema dan hiperkolestrolemi.
Etiologi Penyebab primer :Sindrom nefrotik bisa terjadi akibat
berbagai glomerulopati atau penyakit menahun yang luas. Sejumlah
obat-obatan yang merupakan racun bagi ginjal juga bias menyebabkan
sindroma nefrotik.
Penyebab sekunder :Sistematik : Penyakit kolagen seperti
Systemic Lupus Erythematosus, scholein-Henoch Syndrome Penyakit
Pendarahan: Hemolitik Uremi Syndrome Penyakit Keganasan: Hodgkins
disease, Leukemia
Infeksi : Malaria Schistosomiasis mansoni subacute bacterial
endocarditis, cytomegalic inclusion disease.Metabolik : Diabetes
Melitus AmyloidosisObatn obatan / allergen : Trimethadion
paramethadion probenecid tepung sari gigitan ular/serangga vaksin
polio obat pereda nyeri yang menyerupai aspirin senyawa emas heroin
intravena penisilamin cahaya matahari.
Manifestasi klinis Gejala awal Berkurangnya nafsu makan
Pembengkakan kelopak mata Nyeri perut Pengkisutan otot Pembengkakan
jaringan akibat penimbunan garam dan air Air kemih berbusaEdema
merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai berat
dan merupakan gejala satu-satunya yang Nampak.Edema mula-mula
Nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur.Edema yang
hebat atau anasarka sering disertai edema pada genetalia
eksterna.Edema pada perut terjadi karena penimbunan cairan.Sesak
napas terjadi karena adanya cairan dirongga sekitar paru-paru
(efusi pleura).Gejala yang lainnya adalah edema lutut dan kantung
zakar (pada pria). Edema yang terjadi seringkali berpindah-pindah,
pada pagi hari cairan tertimbun di kelopak mata atau setelah
berjalan, cairan akan tertimbun di pergelangan kaki. Pengkisutan
otot bias tertutupi oleh edema. Selain itu edema anasarka ini dapat
menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa
usus.Umbilikalis, dilatasi vena, prolaks rectum, dan sesak dapat
pula terjadi akibat edema anasarka ini.PenatalaksanaanPengobatan
yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium dengan
jumlah yang normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah.
Terlalu banyak protein akan meningkatkan kadar protein dalam air
kemih. ACE inhibitors (misalnya captopril, lisinopril) biasanya
menurunkan pembuangan protein dalam kandung kemih dan menurunkan
kosentrasi lemak dalam darah. Tetapi penderita yang mempunyai
kelainan fungsi ginjal yang ringan atau berat, obat tersebut dapat
meningkatkan kadar kalium darah. Jika cairan tertimbun di perut,
untuk mengurangi gejala dianjurkan makan dalam porsi kecil tetapi
sering. Pengobatan Umum Diet harus banyak mengandung protein dengan
nilai biologik tinggi dan tinggi kalori. Protein 3-5gr/kgBB/hari.
Kalori rata-rata: 100kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema
berat. Bila tanpa edema diberi 1-2gr/hari. Pembatasan cairan
terjadi bias terdapat gejala gagal ginjal. Aktivitas: tirah baring
dianjurkan bila ada edema hebat atau ada komplikasi. Bila edema
sudah berkurang atau tidak ada komplikasi maka aktifitas fisik
tidak memperngaruhi perjalanan penyakit. Sebaliknya tanpa ada
aktifitas dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi kejiwaan
anak. Diuretik: pemberian diuretic untuk mengurangi edema terbatas
pada anak dengan edema berat, gangguan pernapasan, gangguan
gastrointestinal atau obstruksi urethra yang disebabkan oleh edema
hebat ini. Pada beberapa kasus SN yang disertai anasarka, dengan
pengobatan kortikosteroid tanpa diuretik, edema juga menghilang.
Metode yang lebih aktif dan fisiologik untuk mengurangi edema
adalah yang merangsang dieresis dengan pemberian albumin (salt poor
albumin): 0,5-1gr/kgBB selama satu jam yang disusul kemudian oleh
furosemid I.V 1-2mg/kgBB/hari. Pengobatan ini bias diulangi selama
6 jam bila perlu. Antibiotik: hanya diberikan bila ada tanda-tanda
infeksi sekunder Pengobatan dengan kortikosteroid
KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada penderita sindrom
nefrotik adalah: Infeksi sekunder: mungkin karena kadar
immunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia Syok: terjadi
terutama hipoalbuminemia berat (< 1mg/100ml) yang menyebabkan
hipovolemi berat sehingga terjadi syok Thrombosis vaskuler: mungkin
karena gangguan system koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen atau faktor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering
terjadi pada sistem vena apalagi bila disertai pengobatan
kortikosteroid. Malnutrisi Gagal ginjal
B. Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu
inflamasi dan proliferasi sel glomerulus.Peradangan tersebut
terutama disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan
patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas.Pada
anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi,
paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup
A.Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak
adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup
A, yaitu Glomerulonefritis Akut Pasca infeksi Streptokokus
(GNAPS).
C. GGA
Gangguan ginjal akut/ GnGA (Acute kidney injury/AKI) merupakan
istilah pengganti dari gagal ginjal akut, didefinisikan sebagai
penurunan mendadak dari fungsi ginjal (laju filtrasi glomerulus/
LFG) yang bersifat sementara, ditandai dengan peningkatan kadar
kreatinin serum dan hasil metabolisme nitrogen serum lainnya, serta
adanya ketidakmampuan ginjal untuk mengatur homeostasis cairan dan
elektrolit.Acute Kidney Injury dibagi menjadi pre-renal injury,
intrinsic renal disease, termasuk kerusakan vaskular, dan uropati
obstruktif.Beberapa penyebab GnGA, termasuk nekrosis korteks dan
trombosis vena renalis, lebih sering terjadi pada neonatus.a.
Pre-renal Acute Kidney InjuryPre-renal Acute Kidney Injury terjadi
ketika aliran darah menuju ginjal berkurang, dihubungkan dengan
kontraksi volum intravaskular atau penurunan volum darah efektif.
Seperti diketahui pada pre-renal injury secara intrinsik ginjal
normal, dimana volum darah dan kondisi hemodinamik dapat kembali
normal secara reversibel. Keadaan pre-renal injury yang lama dapat
menimbulkan intrinsic GnGA dihubungkan dengan hipoksia/iskemia
acute tubular necrosis (ATN). Perubahan dari pre-renal injury
menjadi intrinsic renal injury tidak mendadak.Ketika perfusi ginjal
terganggu, terjadi relaksasi arteriol aferen pada tonus vaskular
untuk menurunkan resistensi vaskular ginjal dan memelihara aliran
darah ginjal.Selama terjadi hipoperfusi ginjal, pembentukan
prostaglandin vasodilator intrarenal, termasuk prostasiklin,
memperantarai terjadinya vasodilatasi mikrovasular ginjal untuk
memelihara perfusi ginjal. Pemberian inhibitor siklooksigenase
seperti aspirin atau obat anti inflamasi non steroid dapat
menghambat terjadinya mekanisme kompensasi dan mencetuskan
insufisiensi ginjal akut.Ketika tekanan perfusi ginjal rendah,
dengan akibat terjadi stenosis arteri renalis, tekanan
intraglomerular berusaha untuk meningkatkan kecepatan filtrasi,
yang diperantarai oleh peningkatan pembentukan angiotensin II
intrarenal sehingga terjadi peningkatan resistensi eferen
arteriolar. Pemberian inhibitor angiotensin-converting enzyme pada
kondisi ini dapat menghilangkan tekanan gradien yang dibutuhkan
untuk meningkatkan filtrasi dan mencetuskan terjadinya acute kidney
injury.Pre-renal injury dihasilkan dari hipoperfusi ginjal
berhubungan dengan kontraksi volum dari perdarahan, dehidrasi,
penyakit adrenal, diabetes insipidus nefrogenik atau sentral, luka
bakar, sepsis, sindrom nefrotik, trauma jaringan, dan sindrom
kebocoran kapiler. Penurunan volum darah efektif terjadi ketika
volum darah normal atau meningkat, namun perfusi ginjal menurun
berhubungan dengan penyakit seperti gagal jantung kongestif,
tamponade jantung, dan sindrom hepatorenal. Walaupun pre-renal
injury disebabkan oleh penurunan volum atau penurunan volum darah
efektif, koreksi dari gangguan penyerta akan memulihkan fungsi
ginjal kembali normal.
b. Intrinsic renal disease- Hypoxic/ishemic acute kidney
injury.Pada hypoxic/ischemic GnGA ditandai oleh vasokonstriksi
lebih awal diikuti oleh patchy tubular necrosis. Penelitian terkini
menduga bahwa vaskularisasi ginjal berperan penting pada acute
injury dan chronic injury, dan sel endotel telah diidentifikasi
sebagai target dari kelainan ini. Aliran darah kapiler peritubular
telah diketahui abnormal selama reperfusi, dan juga terdapat
kehilangan fungsi sel endotel normal yang dihubungkan dengan
gangguan morfologi perikapiler peritubular dan fungsinya. Mekanisme
dari kerusakan sel pada Hypoxic/ishemic acute kidney injury tidak
diketahui, tetapi pengaruh terhadap endotel atau pengaruh nitrit
oksida pada tonus vaskular, penurunan ATP dan pengaruh pada
sitoskeleton, mengubah heat shock protein, mencetuskan respon
inflamasi dan membentuk oksigen reaktif serta molekul nitrogen yang
masing-masing berperan dalam terjadinya kerusakan sel.- Nephrotoxic
acute kidney injuryObat-obatan yang dihubungkan dengan kejadian
acute kidney injury, saat ini dihubungkan dengan toxic tubular
injury, termasuk antibiotik golongan aminoglikosida,media kontras
intravaskular, amfoterisin B, obat kemoterapi sepertiifosfamid dan
cisplatin, asiklovir, dan asetaminofen. Nefrotoksisitas karena
amoniglikosida ditandai dengan non oliguria GnGA, dengan urinalisis
menunjukkan abnormalitas urin minimal. Insidensi dari
nefrotoksisitas karena aminoglikosa dihubungkan dengan dosis dan
lama penggunaan dari antibiotik serta fungsi ginjal yang menurun
berhubungan dengan lama penggunaan aminoglikosa. Etiologi kejadian
tersebut dihubungkan dengan disfungsi lisosom dari tubulus
proksimal dan perbaikan fungsi ginjal akan tercapai jika pemakaian
antibiotik dihentikan. Namun, setelah penghentian pemakaian
antibiotik aminoglikosida, kreatinin serum dapat meningkat dalam
beberapa hari, hal ini dihubungkan dengan berlanjutnya kerusakan
tubular dengan kadar aminoglikosida yang tinggi pada prenkim
ginjal. Cisplatin, ifosfamid, asiklovir, amfoterisin B, dan
asetaminofen juga bersifat nefrotoksik dan mencetuskan terjadinya
acute kidney injury.Hemolisis dan rabdomiolisis oleh karena
beberapa penyebab dapat menghasilkan hemoglobinuria atau yang
mencetuskan terjadinya kerusakan tubular dan acute kidney
injury.
Uric acid nephropathy dan tumor lysis syndromeAnak dengan acute
lymphocytic leukemia dan B-cell lymphoma memiliki risiko tinggi
untuk terjadinya GnGA, hal ini dihubungkan dengan uric acid
nephropathy dan atau tumor lysis syndrome. Walaupun patogenesis
dari uric acid nephropathy bersifat komplek, mekanisme penting
terjadinya kerusakan dihubungkan dengan munculnya kristal dalam
tubulus, yang menyebabkan aliran urin terhambat, atau hambatan
mikrovaskular ginjal, yang mengakibatkan aliran darah ginjal
terhambat. Penyebab utama GnGA pada lekemia adalah berkembangnya
tumor lysis syndome selama kemoterapi, tetapi dengan alopurinol
akan membatasi peningkatan ekskresi asam urat selama kemoterapi,
namun alopurinol akan menghasilkan peningkatan ekskresi prekursor
asam urat termasuk hypoxanthine dan xanthin, dan mencetuskan
terjadinya xanthine nephropathy. Xanthin sedikit lebih larut dalam
urin dibandingkan asam urat, dan pembentukan dari hypoxanthine dan
xanthine berperan dalam berkembangnya GnGA selama tumor lysis
syndrome. Rasburicase merupakan bentuk rekombinan dari urate
oxidase yang mengkatalisasi asam urat menjadi allantoin, yang lima
kali lebih larut daripada asam urat. Rasburicase bersifat efektif
dan memiliki toleransi yang baik dalam pencegahan gagal ginjal pada
pasien anak dengan tumor lysis syndrome. GnGA selama tumor lysis
syndrome dapat menimbulkan hiperfosfatemia nyata berasal dari
pemecahan cepat dari sel tumor dan mencetuskan pembentukan kristal
kalsium fosfat.
- Acute interstitial nephritisAcute interstitial nephritis (AIN)
dapat menyebabkan gagal ginjal sebagai hasil reaksi terhadapobat
atau dihubungkan dengan acute interstitial nephritis idiopatik.
Anak dengan AIN terdapat gejala rash, demam, artralgia,
eosinofilia, dan piuria dengan atau tanpa eosinofiluria.Obat-obatan
yang dihubungkan dengan terjadinya AIN termasuk metisilin dan
golongan penisilin lainnya, simetidin, sulfonamid, rifampin, obat
anti inflamasi non-steroid, dan proton pump inhibitors.Acute
interstitial nephritis yang dihubungkan dengan obat anti inflamasi
non-steroid dapat ditandai dengan proteinuria bermakna serta
mencetuskan sindrom nefrotik.Penanganan spesifik yaitu penghentian
obat tersebut yang menyebabkan AIN.
Rapidly progressive glomerulonephritisRapid progressive
glomerulonephritis dihubungkan dengan post infeksi
glomerulonefritis,seperti antineutrophil cytoplasmic antibody
(ANCA)-positive glomerulonephritis, goodpastures syndrome, dan
idiopathic RPGN, dapat mencetuskan terjadinya GnGA dan dapat
berubah menjadi chronic kidney disease dengan atau tanpa terapi.-
Vascular insultsc. Obstructive uropathyUropati obstruktif adalah
penyebab penting GnGA dan CKD pada anak yang bersifat potensial
reversibel.Uropati obstruktif neonatal merupakan penyebab utama
GnGA pada neonatus. Etiologi uropati obstruktif biasanya adalah
kelainan kongenital saluran kemih, kadang- kadang saja didapat.
Kelainan kongenital merupakan faktor predisposisi untuk obstruksi
aliran kemih yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan
stasis aliran kemih dan mudah menimbulkan infeksi saluran kemih
berulang, selanjutnya dapat mengakibatkan Chronic kidney disease.
Obstruksi kongenital juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
ginjal.
2. Cara mendiagnosis Anamnesis : gejala klinik, informasi
riwayat dalam keluarga, informasi pengguan obat obatan steroid,
riwayat infeksi streptococcus, riwayat penyakit keganasan paru,
ginjal, dll. pemeriksaan fisik : adanya edema tungkai, edema pada
wajah (kelopak mata) Pemeriksaan penunjang :
a. Urinalisis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis
ataupun makroskopis (gros), proteinuria.Proteinuri biasanya sesuai
dengan derajat hematuri dan berkisar antara sampai 2+ (100
mg/dL).Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka
penderita menunjukkan gejala sindrom nefrotik dan keadaan ini
mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS.Ini menunjukkan
prognosa yang kurang baik.Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin
ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan
hialin (ini merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus)
serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk pemeriksaan sedimen
urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.
b. Darah
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan
tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia
dan hipokalsemia. Komplemen C3 rendah pada hampir semua pasien
dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit,
sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.Penurunan C3 sangat
mencolok pada penderita GNAPS kadar antara 20-40 mg/dl (harga
normal 50-140 mg.dl). Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan
dengan derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar komplemen C3 akan
mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah
waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan
glomerulonefritisnya disebabkan oleh yang lain atau berkembang
menjadi glomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif
cepat.Anemia biasanya berupa normokromik normositer, terjadi karena
hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61% menunjukkan Hb
< 10 g/dL. Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek
hipervolemiknya menghilang atau sembabnya menghilang.Adanya infeksi
streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba
sebelumnya. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus
dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi
terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolisin O
mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi
streptolisin O, sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu
antigen streptokokus.
c. Pencitraan
Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak
spesifik.Foto toraks umumnya menggambarkan adanya kongesti vena
sentral daerah hilus, dengan derajat yang sesuai dengan
meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Sering terlihat adanya
tanda-tanda sembab paru , efusi pleura , kardiomegali ringan , dan
efusi perikardial . Foto abdomen dapat melihat adanya asites.Pada
USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal.
Bila terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut,
kemungkinannya adalah penyakit ginjal kronik yang mengalami
eksaserbasi akut.Gambaran ginjal pada USG menunjukkan peningkatan
echogenisitas yang setara dengan echogenisitas parenkhim
hepar.Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada
penyakit ginjal lainnya.
3. Patofisiologi GNAPS
Faktor hostPenderita yang terserang infeksi kuman streptokokus
grup A strain nefritogenik, hanya 10-15% yang berkembang menjadi
GNAPS, mengapa hal ini demikian masih belum dapat diterangkan,
tetapi diduga beberapa faktor ikut berperan.GNAPS menyerang semua
kelompok umur dimana kelompok umur 5-15 tahun (di Indonesia antara
umur 2.5 15 tahun, dengan puncak umur 8.4 tahun) merupakan kelompok
umur tersering dan paling jarang pada bayi.Anak laki-laki menderita
2 kali lebih sering dibandingkan anak wanita. Rasio anak laki-laki
dibanding anak wanita adalah 76.4%:58.2% atau 1.3:1.GNAPS lebih
sering dijumpai di daerah tropis dan biasanya menyerang anak-anak
dari golongan ekonomi rendah.Di Indonesia 68.9% berasal dari
keluaga sosial ekonomi rendah dan 82% dari keluarga berpendidikan
rendah.Keadaan lingkungan yang padat, higiene sanitasi yang jelek,
malnutrisi, anemia, dan infestasi parasit, merupakan faktor risiko
untuk GNAPS, meskipun kadang-kadang outbreaks juga terjadi dinegara
maju.Faktor genetik juga berperan, misalnya alleles HLA-DRW4,
HLA-DPA1 dan HLA-DPB1 paling sering terserang GNAPS.
Faktor kuman streptokokusProses GNAPS dimulai ketika kuman
streptokokus sebagai antigen masuk kedalam tubuh penderita,yang
rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan membentuk antibodi.
Bagian mana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen masih
belum diketahui. Beberapa penelitian pada model binatang dan
penderita GNAPS menduga yang bersifat antigenik adalah: M protein,
endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis
plasmin-binding protein dan streptokinase.Kemungkinan besar lebih
dari satu antigen yang terlibat dalam proses ini, barangkali pada
stadium jejas ginjal yang berbeda dimungkinkan akibat antigen M
protein dan streptokinase.Protein M adalah suatu alpha-helical
coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut- rambut pada
permukaan kuman.Protein M menentukan apakah strain kuman tersebut
bersifat rematogenik atau nefritogenik. Strain nefritogenik dibagi
menjadi serotype yang berkaitan dengan faringitis (M 1, 4, 12, 25)
dan serotipe infeksi kulit (M 2, 42, 49, 56, 57, 60).Streptokinase
adalah protein yang disekresikan oleh kuman streptokokus, terlibat
dalam penyebaran kuman dalam jaringan karena mempunyai kemampuan
memecah plasminogen menjadi plasmin.Streptokinase merupakan
prasarat terjadinya nefritis pada GNAPS.Mekanisme terjadinya jejas
renal pada GNAPSGNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat
reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam sirkulasi atau in situ
dalam glomerulus.Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan
terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai berikut:
Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh
streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.
Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya
kedalam glomerulus. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk
sebelumnya berikatan dengan molekul tiruan (molecul mimicry) dari
protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus (jaringan glomerulus
yang normal yang bersifat autoantigen).
Gambar Mekanisme imunopatogenik GNAPS
Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja
apabila terdapat deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal
glomerulus. Kadar C3 dan C5 yang rendah dan kadar komplemen jalur
klasik (C1q, C2 dan C4) yang normal menunjukkan bahwa aktivasi
komplemen melalui jalur alternatif.Deposisi IgG terjadi pada fase
berikutnya yang diduga oleh karena Ab bebas berikatan dengan
komponen kapiler glomerulus, membran basal atau terhadap Ag
Streptokokus yang terperangkap dalam glomerulus.Aktivasi C3
glomerulus memicu aktivasi monosit dan netrofil.Infiltrat inflamasi
tersebut secara histologik terlihat sebagai glomerulonefritis
eksudatif.Produksi sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas
glomerulus.Hiperselularitas mesangium dipacu oleh proliferasi sel
glomerulus akibat induksi oleh mitogen lokal.
4. PenatalaksanaanAntibiotik : Penisilin pada fase akut hanya
untuk 10 hari.jika resitensi dengan golongan penisilin diganti
dengan eritromisin 30 Mg / kgBB / hari dibagi menjadi 3 dosis
selama 10 hari.SuportifTidak ada pengobatan spesifik untuk GNAPS,
pengobatan hanya merupakan simptomatik.Pada kasus ringan, dapat
dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau perlu dengan
diuretik, atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator
atau obat-obat anti hipertensi yang sesuai. Pada gagal ginjal akut
harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi dengan
pemberian diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah protein,
rendah natrium, serta restriksi kalium dan fosfat. Kontrol tekanan
darah dengan hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker,
atau diuretik.Pada keadaan sembab paru atau gagal jantung kongestif
akibat overload cairan perlu dilakukan restriksi cairan, diuretik,
kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti
ginjal.Pembatasan aktivitas dilakukan selama fase awal, terutama
bila ada hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan
durasi hematuria gross, tetapi tidak mempengaruhi perjalanan
penyakit atau prognosis jangka panjang.
Edukasi Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai
perjalanan dan prognosis penyakitnya.Keluarga perlu memahami bahwa
meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan (95%), masih ada
kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan
memburuk (5%). Perlu dielaskan rencana pemantauan selanjutnya,
pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein dan
hematuria dilakukan dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan
pertama, kemudian tiap 3-6 bulan sampai hematuria dan proteinuria
menghilang dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar C3
yang telah kembali normal setelah 8-10 minggu menggambarkan
prognosis yang baik.
5. Komplikasi Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3
hari, terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, dan hiperfosfatemia. Hipertensi ensefalopati,
didapatkan gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan
kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne,
terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan
darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan
juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium. Anemia yang timbul karena adanya
hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.
STEP 5
LEARNING OBJECTIVE
1. Jelaskan tentang pre renal, renal dan post renal2.
Patofisiologi Glomerulonefritis kronis3. Tata laksana takaran diet
pada anak yang terkena glomerulonefritis4. Patofisiologi
hipertensi5. Proses hemodialisa
STEP 6-
STEP 7
1. Akut renal failure dapat didefinisikan sebagai sindrom klinis
akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai
dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya
azotemia. Klasifikasi ARF diklasifikasikan menjadi 3 kategori umum
yaitu :
1. ARF pre renal adalah gangguan ginjal yang ada hubungannya
dengan perfusi ginjal misal kekurangan volume, ekpansi volume dan
dimanifestasikan oleh penurunan GFR.Etiologinya :a) Volume deplesi
(muntah yang parah misalnya atau diare, luka bakar, diuretik tidak
pantas)b) Hipotensi (misalnya trauma, perdarahan
gastrointestinal)c) Kardiovaskular (misalnya gagal jantung yang
berat, aritmia)d) Obat yang mempengaruhi perfusi ginjal (NSAIDs
misalnya, media kontras, ciclosporin, ACE inhibitor)e) Hepatorenal
syndrome.
2. ARF renal
ARF renal sebagai akibat penyakit ginjal primer : yaitu
berkurangnya aliran darah ginjal keseluruh bagian atau sebagian
ginjal hal ini dikarenakan keadaan pra renal yang tidak teratasi
sedangkan penyebab lain karena stenosis arteri renalis sehingga
mengurangi aliran darah keseluruh ginjal, iskemik lokal dapat
terjadi bila terjadi penyakit vaskuler oklusif, glomerulonefritis
akut, nefrosklerosis maligna, penyakit kolagen, angitis
hipersensitif.
3. ARF post renal adalah suatu keadaan dimana sebagai akibat
dari obstruksi pada sepanjang saluran perkemihan dari tubulus
sampai meatus uretral.Etiologi:a. Obstruksi saluran kencing : batu,
pembekuan darah, tumor, kista dll.b. Ekstravasasi
2. Glomerulonefritis Kronik a. PengertianGlomerulonefritis
Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa penyakit,
dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal
selama bertahun-tahun.Glomerulonefritis kronik adalah kategori
heterogen dari penyakit dengan berbagai kasus. Semua bentuk
gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat meningkat menjadi
keadan kronik. Kadang- kadang glomerulonefritis pertama dilihat
sebagai sebuah proses kronik. Pasien dengan penyakit ginjal
(glomerulonefritis) yang dalam pemeriksaan urinnya masih selalu
terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan menderita
glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi
berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam
beberapa waktu beberapa bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan
menimbulkan kerusakan pada ginjal yang berkibat gagal ginjal.b.
EtiologiPenyebabnya tidak diketahui. Pada 50% penderita ditemukan
glomerulopati sebagai penyebabnya, meskipun tidak pernah timbul
gejala-gejalanya.c. Tanda dan gejalaGlomerulonefritis kronik (GNK)
ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat
glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Umumnya GMK tidak
mempunyai hubungan dengan GNAPS (Glomerulonefritis akut pasca
streptokok) maupun GNPC (Glomerulonefritis progresif cepat), tetapi
kelihatannya merupakan penyakit denova. Penyakit cenderung timbul
tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada
stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal
timbul. Menurut stadium penyakit, mungkin akan timbul poliuria atau
oliguria, berbagai derajat proteinuria, hipertensi, ozotemia
progresif dan kematian akibat uremia. Pada GNK yang lanjut maka
ginjal tampak mengkerut, kadang-kadang beratnya hanya tinggal 50
gram saja dan permukaannya bergranula. Perubahan-perubahan ini
disebabkan karena berkurangnya jumlah nefron karena iskemia dan
hilangnya nefron. Dilihat dengan mikroskop maka tampak sebagian
besar glomerulus mengalami perubahan. Mungkin terdapat campuran
antara perubahan-perubahan membranosa dan proliferatif dan
pembentukan epitel berbentuk sabit. Akhirnya tubulus mengalami
atropi, Fibrosis interstisialis dan penebalan dinding arteria.
Kalau semua organ strukturnya telah mengalami kerusakan hebat, maka
organ ini disebut ginjal stadium akhir, dan mungkin sulit
menentukan apakah lesi asalnya terjadi pada glomerulus,
interstisial, dan disebabkan oleh pielonefritis kronik, atau
vaskuler.Glomerulonefritis kronik awitannya mungkin seperti
glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi
antigen-antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan
sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini,
ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran
normal, dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks
mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas
jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan ginjal
kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah
menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal menebal.
Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan
penyakit ginjal tahap akhir (ESRD). (Smeltzer,2001, hlm.1440)d.
PatofisiologiGlomerulonefritis kronik awitannya mungkin seperti
glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi
antigen-antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan
sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini,
ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran
normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks
mengecil menjasi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang.
Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan
ginjal kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya
berubah menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal
menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah,
menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRG).3. Diet pada pasien
tersebutIntervensi Gizi pada Glomerulunefritis pada DewasaDiet pada
pasien glomerulonefritis, penanganan diet yang terpentingpada
penderita GNA diantaranya untuk membatasi pemberian garam
dapur,intake protein dibatasi sesuai dengan keadaan penderita dan
memberikan energy yang adekuat.
1. Merencanakan makanan tinggi protein, rendah natrium untuk
menggantikan natrium yang hilang menurunkan retensi cairan.a)
Intake protein harus lebih besar atau sama dengan
1,5gram/kgBB/hari. Anak-anak memerlukan 2-3 gram/kgBB/hari.b)
Kecukupan kalori harus dipenuhi untuk mencegah penggunaan
proteinsebagai energi ( untuk orang dewasa 35-50 kkal/kgBB/hari).
c) Natrium harus dibatasi , biasanya 1000-2000 mg (40-90 mEq)/hari,
untukmengontrol edema.
2. Mengontrol hiperlipidemia
Diet harus rendah lemak jenuh dan kolesterol yang dapat
membantumenurunkan kolesterol. Karena diet sangat rendah dalam
lemak dapatmemperburuk hipertrigliseridemia, a) intake lemak
moderat (sekitar 30-35% dari total kalori) dianjurkan.b) Selain
itu, penurunan berat badan pasien bila diperlukan dapat menolong
dapat menurunkan kolesterol serum
3. Pencegahan Hiperglisemia
Pemberian steroid biasanya berhubungan dengan turunnya toleransi
glukosa. Untuk mengatasi masalah ini, intake karbohidrat
sederhanaseperti minuman ringan (softdrink dan pastries) harus
dikurangi. Dan sebagai pengganti harus ditekankan penggunaan
karbohidrat kompleksseperti roti, sereal, leguminosa, dan sayuran
bertepung.
Pasien dengan GNA memerlukan protein harian minimum yang normal.
Pembatasan protein akan memperlambat kebutuhan untuk dialisis
dengan cara mencegah gejala-gejala uremia yang disebabkan oleh sisa
nitrogen. a) Protein yang dianjurkan berkisar 0,6 1,5 mg/kgBB/hari.
b) Diet rendah garam (1-2 mg/hari) dilakukan untuk tidak membebani
tubuh dengan mengikat air lebih banyak. c) Adanya proteinuria pada
pasien ini menunjukkan adanya suatu proses katabolisme yang
berlebihan sehingga tubuh memerlukan lebih banyak asupan
karbohidrat untuk mencegah tubuh menghabiskan persediaan lemak dan
proteinnya. Asupan diet yang dianjurkan adalah 5
kkal/kgBB/hari.
4. Patofisiologi hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks
adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua
faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi. Perubahan
struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan
curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
5. Hemodialisis berfungsi membuang produk-produk sisa
metabolisme seperti potassium dan urea dari darah dengan
menggunakan mesin dialiser. Mesin ini mampu berfungsi sebagai
ginjal menggantikan ginjal penderita yang sudah rusak kerena
penyakitnya, dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam perminggu,
penderita dapat memperpanjang hidupnya sampai batas waktu yang
tidak tertentu.
Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses
osmotis dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang
sisa-sisa metabolisme tubuh. Pada hemodialisis, darah dipompa
keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser ( yang
berfungsi sebagai ginjal buatan ) untuk dibersihkan dari zat-zat
racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus
untuk dialisis (dialisat). Tekanan di dalam ruang dialisat lebih
rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan,
limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui
selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan
difusi solute (zat terlarut) melalui suatu membrane semipermeable.
Molekul zat terlarut (sisa metabolisme) dari kompartemen darah akan
berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat
terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga
sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalam
tubuh.Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem
pengaturan larutan dialisat, dan sistem monitor. Pompa darah
berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler ke
alat dializer. Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung
sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan
dialisat. Sedangkan tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya
darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali
lagi ketubuh penderita. Kecepatan dapat di atur biasanya diantara
300-400 ml/menit. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara
monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan
dialisat harus dipanaskan antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada
dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun
melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring
setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses
dialisis dan keselamatan.Pada saat proses Hemodialisa, darah kita
akan dialirkan melalui sebuah saringan khusus (Dialiser) yang
berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air yang berlebih.
Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan kedalam tubuh.
Pengeluaran sampah dan air serta garam berlebih akan membantu tubuh
mengontrol tekanan darah dan kandungan kimia tubuh jadi lebih
seimbang.Dialisator tersedia dalam berbagai jenis ukuran.
Dialisator yang ukurannya lebih besar mengalami peningkatan dalam
membran area, dan biasanya akan memindahkan lebih banyak padatan
daripada dialisator yang ukurannya lebih kecil, khususnya dalam
tingkat aliran darah yang tinggi. Kebanyakan jenis dialisator
memiliki permukaan membran area sekitar 0,8 sampai 2,2 meter
persegi dan nilai KoA memiliki urutan dari mulai 500-1500 ml/min.
KoA yang dinyatakan dalam satuan ml/min dapat diperkirakan melalui
pembersihan maksimum dari dialisator dalm tekanan darah yang sangat
tinggi dari grafik tingkat alirannya. Secara singkat konsep fisika
yang digunakan dalam hemodialisis adalah konsep fluida bergerak.
Syarat fluida yang ideal yaitu cairan tidak viskous (tidak ada
geseran dalam), keadaan tunak (steady state) atau melalui lintasan
tertentu, mengalir secara stasioner, dan tidak termampatkan
(incompressible) serta mengalir dalam jumlah cairan yang sama
besarnya (kontinuitas).
3