Top Banner
KATA PENGANTAR Puji dan syukur atas berkatNya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus tentang penyakit demam tifoid. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Burham, Sp.PD selaku pembimbing dalam penyusunan dan penyelesaian laporan kasus ini. Saya menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat saya nantikan dari pembaca dan pembimbing, sehingga akan semakin memperbaiki laporan kasus ini. Akhir kata saya selaku penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan, dan saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Medan, 24 September 2012 1
43

lapkas

Jul 21, 2016

Download

Documents

lapkas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: lapkas

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas berkatNya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan

laporan kasus tentang penyakit demam tifoid. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Burham,

Sp.PD selaku pembimbing dalam penyusunan dan penyelesaian laporan kasus ini.

Saya menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik

sangat saya nantikan dari pembaca dan pembimbing, sehingga akan semakin memperbaiki

laporan kasus ini.

Akhir kata saya selaku penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan, dan

saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, 24 September 2012

1

Page 2: lapkas

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... 1

DAFTAR ISI .......................................................................... 2

BAB I .......................................................................... 3

BAB II .......................................................................... 20

BAB III .......................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 29

2

Page 3: lapkas

BAB I

I. Anamnese Pribadi

Nama : Zulaikha

Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Sudah Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Km 10 gg. Dame – Binjai

II. Anamnese Penyakit

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam yang

dialami sejak 7 hari dan lebih sering timbul pada

malam hari. Demam awalnya tidak terlalu dirasa tinggi

namun semakin lama semakin panas pada hari – hari

berikutnya. Menurut pasien demam yang dirasakan

tidak terlalu tinggi namun semakin lama semakin

panas pada hari – hari berikutnya. Menurut pasien

pasien demam yang dirasakan sempat tinggi namun

tidak diukur. Selain itu pasien juga mengalami sakit

kepala disertai mual dan muntah.

Pasien tidak memiliki keluhan pilek ataupun

batuk. Pasien juga tidak mengeluh BAB cair. BAB

bewarna merah atau kehitaman disangkal, buang air

kecil seperti biasa. Pasien juga sempat bercerita

suka memakan pecel keliling di sekitar rumahnya,

tapi biasanya tidak apa – apa. Pasien juga sekarang

mengalami penurunan nafsu makan, dan merasa

lemah. Pasien tidak memperhatikan apakah terdapat

perubahan berat badannya, namun ukuran celana dan

3

Page 4: lapkas

bajunya biasa – biasa saja. Pada anggota keluarga

tidak mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Pasien juga tidak bepergian ke daerah – daerah

tertentu sebelumnya. Pasien sebelumnya sudah

mengkonsumsi obat dari warung ( namanya

tidak diketahui), namun keluhan masih tetap ada.

Riwayat Penggunaan Obat : (+) tidak diketahui.

Riwayat Penyakit Terdahulu : ( - )

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan : Tidak ada yang mengalami keluhan

serupa.

III. Anamnese Umum

- Badan kurang enak : (+) - Tidur : (+) ada ggn tidur

- Merasa lemas : (+) - Berat Badan : 62 kg

- Merasa kurang sehat : (+) - Malas : (+)

- Menggigil : (-) - Demam : dijumpai

- Nafsu Makan : (+) menurun - Pusing : (+)

IV. Anamnese Organ

A. Cor

- Dyspnoe d’ effort : Tidak dijumpai - Cyanosis :tidak dijumpai

- Dyspnoe d’ repos : Tidak dijumpai - Angina Pectoris :tidak dijumpai

- Oedema : Tidak dijumpai - Palpitasi Cordis :tidak dijumpai

- Nocturia : Tidak dijumpai - Asma Cardial :tidak dijumpai

B. Sirkulasi Perifer

- Claudicasio Intermiten : tidak dijumpai - gangguan tropis : tidak dijumpai

- Sakit waktu istirahat : tidak dijumpai - kebas – kebas : ( - )

- Rasa mati ujung jari : tidak dijumpai

C. Traktus Respiratorius

- Batuk : tidak dijumpai

4

Page 5: lapkas

- Berdahak : tidak dijumpai

- Hemaptoe : tidak dijumpai

- Nyeri dada waktu bernafas : tidak dijumpai

- Stridor : tidak dijumpai

- Sesak nafas : tidak dijumpai

D. Traktus Digestivus

1. Lambung

- sakit epigastrium sebelum : tidak dijumpai - disfagia : tidak dijumpai

dan sesudah makan

- Anorexia : tidak dijumpai - sendawa : tidak dijumpai

- Rasa panas di epigastrium : tidak dijumpai - mual-mual: dijumpai

- Muntah ( frekuensi,warna,dll) : dijumpai 2x - foetor ex ore:tidak dijumpai

- Hematemesis : tidak dijumpai - pyrosis : tidak dijumpai

2. Usus

- Sakit di abdomen :tidak dijumpai - Diare : tidak dijumpai

- Barborygmi :tidak dijumpai - Melena : tidak dijumpai

- Defekasi :tidak dijumpai - Tenesmi : tidak dijumpai

- Obstipasi : dijumpai - Haemoroid:tidak dijumpai

3. Hati dan Saluran Empedu

- Sakit perut kanan atas :tidak dijumpai - asites : tidak dijumpai

- Kolik :tidak dijumpai - oedem: tidak dijumpai

- Ikterus :tidak dijumpai - berak dempul : tidak dijumpai

- Gatal – gatal dikulit :tidak dijumpai

E. Ginjal dan Saluran Kencing

- Muka sembab : tidak dijumpai

- Kolik : tidak dijumpai

5

Page 6: lapkas

- Miksi ( frek, warna, sebelum/ sesudah miksi) : tidak dijumpai

- polyuria : tidak dijumpai

- sakit pinggang : tidak dijumpai

- oliguria : tidak dijumpai

- anuria : tidak dijumpai

- poliksuria : tidak dijumpai

F. Sendi

- sakit : tidak dijumpai - sakit digerakkan : tidak dijumpai

- sendi kaku : tidak dijumpai - bengkak : tidak dijumpai

- merah : tidak dijumpai - stand abnormal : tidak dijumpai

G. Tulang

- sakit : tidak dijumpai - fraktur spontan : tidak dijumpai

- bengkak : tidak dijumpai - deformasi : tidak dijumpai

H. Otot

- sakit : tidak dijumpai - kejang-kejang : tidak dijumpai

- kebas-kebas : (+) tangan kanan - atrofi : tidak dijumpai

I. Panca Indera

- penglihatan : dalam batas normal

- pendengaran : dalam batas normal

- pengecapan : dalam batas normal

- penciuman : dalam batas normal

J. Psikis

- mudah tersinggung : tidak dijumpai

- takut : tidak dijumpai

- gelisah : tidak dijumpai

- pelupa : tidak dijumpai

- lekas marah : tidak dijumpai

K. Darah

- sakit di mulut dan lidah : tidak dijumpai - muka pucat : tidak dijumpai

6

Page 7: lapkas

- mata berkunang – kunang : tidak dijumpai - bengkak : tidak dijumpai

- pembengkakan kelenjar : tidak dijumpai - penyakit darah: tidak dijumpai

- merah di kulit : tidak dijumpai - perd.subkutan : tidak dijumpai

L. Endokrin

1. Pankreas

- polidipsi : tidak dijumpai - pruritus : tidak dijumpai

- polifagi : tidak dijumpai -pyorhea : tidak dijumpai

- poliuri : tidak dijumpai

2. Tiroid

- nervositas : tidak dijumpai - struma : tidak dijumpai

- exopthalmus : tidak dijumpai - miksoderm : tidak dijumpai

3. Hipofisis

- Akromegali : tidak dijumpai

- Distrofi adipos congenital : tidak dijumpai

M. Fungsi Genital

- menarche : tidak ada - ereksi : ( - )

- siklus haid : ( + ) - libido : (- )

- menopause : ( - ) - coitus : ( - )

N. Susunan saraf

- hiposatesia : tidak dijumpai - sakit kepala : ( + )

- parastesia : tidak dijumpai - gerakan tics ; Tidak dijumpai

- paralisis : tidak dijumpai

O. Keadaan Sosial

- pekerjaan : ibu rumah tangga

- higiene : kurang baik

V. ANAMNESE PENYAKIT VENERIS

- Bengkak kel. Regional : tidak dijumpai - dysuria :tidak dijumpai

- Luka di kemaluan : tidak dijumpai - bisul – bisul :tidak dijumpai

VI. ANAMNESE INTOKSIKASI : tidak dijumpai

7

Page 8: lapkas

VII. STATUS PRESENT

A. Keadaan Umum

- kesadaran : compos mentis - respiratory rate : 16 x/i

- deskripsi : komunikasi baik - heart rate : 76x/i

- tekanan darah : 120/70mmHg - temperatur : 37,6°C

B. Keadaan Penyakit

- anemia : tidak dijumpai - eritema : tidak dijumpai

- ikterus : tidak dijumpai - turgor : tidak dijumpai

- dyspnoe : tidak dijumpai - gerakan aktif : tidak dijumpai

- edema : tidak dijumpai

C. Keadaan gizi

- Berat badan : 60 kg

- Tinggi badan : 160 cm

- BMI : 24,3 ( normoweight )

VII. PEMERIKSAAN FISIK

A. Kepala

- pertumbuhan rambut : dalam batas normal

- sakit bila disentuh : tidak dijumpai

- perubahan lokal : tidak dijumpai

B. Muka

- sembab : tidak dijumpai

- pucat : ( + )

- gangguan lokal : tidak dijumpai

C. Mata

- stand mata : dalam batas normal

8

Page 9: lapkas

- gerakan bola mata : dalam batas normal

- exophtalmus : dalam batas normal

- retraksi pupil : isokor ( kanan = kiri )

- ikterus : tidak dijumpai

- anemia : tidak dijumpai

D. Telinga

- sekret : tidak dijumpai

- radang : tidak dijumpai

- bentuk : tidak dijumpai

E. Hidung

- sekret : tidak dijumpai

- radang : tidak dijumpai

- benjolan – benjolan : tidak dijumpai

F. Bibir

- cyanosis : tidak dijumpai - kering : tidak dijumpai

- pucat : ( + ) - radang : tidak dijumpai

G. Gigi dan Mulut

- Lidah : dijumpai coated tongue

- caries gigi : tidak dijumpai

- pertumbuhan gigi: normal

H. Leher

1. Inspeksi

- struma : tidak dijumpai - pulsasi vena : tidak dijumpai

- kel. Bengkak : tidak dijumpai - venektasi : tidak dijumpai

- torticolis : tidak dijumpai

2. Palpasi

- posisi trakea : medial

9

Page 10: lapkas

- tek. Vena jugularis : ( - )

- costo cervicalis : tidak dijumpai

- sakit / nyeri tekan : tidak dijumpai

I. Thorax

Thorax Anterior

1. Inspeksi

- bentuk : simetris fusiformis - pembengkakan : tidak dijumpai

- ketinggalan bernafas : tidak dijumpai - mamae : dalam batas normal

2. Palpasi

- nyeri tekan : tidak dijumpai

- fremitus suara : SF kanan = kiri

- lokalisasi iktus : ICR V.L.Midclavicula

- kuat angkat : Tidak dijumpai

- freminisement : tidak dijumpai

- melebar : tidak dijumpai

- ictus negatif : tidak dijumpai

3. Perkusi

- suara perkusi paru : sonor

- batas paru hati

- relatif : intercosta V linea midclavicularis dexter

- absolut : intercosta VI linea midclavicularis dexter

4. Auskultasi

Paru – paru

- suara pernafasan : vesikuler ( + ) normal

- suara tambahan : tidak dijumpai

COR

- heart rate : 76 x/i

10

Page 11: lapkas

- bunyi jantung : S1, S2 murni, murmur ( - ), gallop ( - )

- suara tambahan : tidak dijumpai

Thorax Posterior

1. Inspeksi

- bentuk : simetris fusiformis

- ketinggalan bernafas : tidak dijumpai

- pembengkakan : tidak dijumpai

2. Palpasi

- nyeri tekan : tidak dijumpai

- fremitus suara : SF kanan = kiri

3. Perkusi paru : sonor

4. Auskultasi

- suara pernafasan : vesikuler ( + ) normal

- suara tambahan : tidak dijumpai

J. Abdomen

1. Inspeksi

- bengkak : tidak dijumpai

- venektasi : tidak dijumpai

- bentuk : dalam batas normal

2. Palpasi

- defens muskular : tidak dijumpai

- nyeri tekan : dijumpai

- lien : normal / tidak teraba

- ren : normal / tidak teraba

- hepar : normal/ tidak teraba

3. Perkusi

- pekak hati : tidak dijumpai

- pekak beralih : tidak dijumpai

4. Auskultasi

- peristaltik usus : ( +) menurun

11

Page 12: lapkas

K. Genitalia

- luka : tidak dilakukan pemeriksaan

- cicatrics : tidak dilakukan pemeriksaan

- nanah : tidak dilakukan pemeriksaan

- gangguan lokal : tidak dilakukan pemeriksaan

L. Extremitas

Atas

- bengkak : tidak dijumpai

- merah : tidak dijumpai

- Rumple leed tes : ( - )

- Reflex biceps : tidak dilakukan pemeriksaan

- stand abnormal : tidak dijumpai

- gangguan fungsi : tidak dijumpai

Bawah

- bengkak : tidak dijumpai

- merah : tidak dijumpai

- oedem : tidak dijumpai

- pucat : tidak dijumpai

IX. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 31 Agustus 2012

- Darah Rutin

- Haemoglobin : 12 gr%

- Leukosit : 20.300/mm3

- Laju Endap Darah : 15 mm

- Hematokrit : 35,2 %

- Trombosit :483.000/mm3

- KGD Puasa : 97 mg/dl

- Faal Hati

- Bilirubin total : 0,36 mg/dl

12

Page 13: lapkas

- Bilirubin direct : 0,16 mg/dl

- SGOT : 23 u/l

- SGPT : 24 u/l

- LIPID PROFILE

- Cholestrol : 195 mg/dl

- HDL cholestrol : 40 mg/dl

- LDL cholestrol : 139 mg/dl

- Triglyserida : 78 mg/dl

- FAAL GINJAL

- Ureum : 19 mg/dl

- Kreatinin : 0,8 mg/dl

- As. Urat : 7,1 mg/dl

IX. RESUME

A. ANAMNESE

- Keluhan Utama : Demam

- Telaah : Pasien wanita, 43 tahun, datang ke Rumah Sakit Putri

Hijau tingkat II KESDAM I/ BB Medan dengan

keluhan demam semenjak 7 hari yang lalu dan lebih

sering timbul pada malam hari. Demam dirasa tidak

terlalu tinggi pada awalnya namun semakin hari

semakin panas.Pasien sempat merasa demam tinggi

namun tidak diukur. Selain itu juga pasien mengalami

sakit kepala disertai mual (+), muntah (+). Sakit kepala

tidak berputar dan tidak dipengaruhi oleh perubahan

pada posisi.

Pasien juga bercerita bahwa dia suka makan

pecel keliling di sekitar rumahnya. Pasien juga

sekarang mengalami penurunan nafsu makan dan

merasa lemah. Pasien tidak memperhatikan apakah

terdapat perubahan pada berat badannya. Buang air

13

Page 14: lapkas

kecil ( +) normal, Buang air besar diakui ( +) normal.

Pada anggota keluarga tidak didapat keluhan yang

sama seperti pasien. Pasien tidak bepergian ke daerah-

daerah tertentu sebelumnya. Pasien sempat

mengkonsumsi obat dari warung namun keluhan

masih tetap ada.

- Riwayat Pemakaian Obat : ( +) tidak diketahui

- Riwayat Penyakit Terdahulu : ( - )

B. Status Present

Keadaan Umum

- sensorium : Compos mentis

- tekanan darah : 120/70 mmHg

- heart rate : 76 x/i

- respiratory rate : 16 x/i

- temperatur : 37,6°C

C. Pemeriksaan Fisik

Kepala

- muka : dalam batas normal

- mata : konjungtiva anemis ( - ), sclera ikterik ( - )

- telinga : dalam batas normal, sekret ( - )

- hidung : dalam batas normal, sekret ( - )

- bibir : dalam batas normal

- gigi : dalam batas normal

- lidah : tampak kotor, tremor ( + )

- leher : dalam batas normal

Thorax

- Inspeksi : simetris fusiformis

- Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

14

Page 15: lapkas

- Perkusi : sonor kanan = kiri

- Auskultasi : vesikuler kanan – kiri

Abdomen

- Inspeksi : simetris

- Palpasi : soepel

- Perkusi : tympani

- Auskultasi : peristaltik ( + ) menurun.

D. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 31 agustus 2012

- Darah Rutin

- Haemoglobin : 12 gr%

- Leukosit : 20.300/mm3

- Laju Endap Darah : 15 mm

- Hematokrit : 35,2 %

- Trombosit :483.000/mm3

- KGD Puasa : 97 mg/dl

- Faal Hati

- Bilirubin total : 0,36 mg/dl

- Bilirubin direct : 0,16 mg/dl

- SGOT : 23 u/l

- SGPT : 24 u/l

- LIPID PROFILE

- Cholestrol : 195 mg/dl

- HDL cholestrol : 40 mg/dl

- LDL cholestrol : 139 mg/dl

- Triglyserida : 78 mg/dl

- FAAL GINJAL

- Ureum : 19 mg/dl

15

Page 16: lapkas

- Kreatinin : 0,8 mg/dl

- As. Urat : 7,1 mg/dl

Widal Test

S.typhi O : 1/ 320

S.typhi H : 1/60

E. Daftar Abnormalitas

1. Demam

2. Pusing

3. Mual

4. Nafsu makan menurun

5. Lemas

6. Lidah kotor dan tremor

F. Daftar Masalah

Demam Thypoid

G. Penyelesaian Masalah

1. Assesment

DD : Malaria

DBD

2. IPDx :

1. Pemeriksaan laboratorium

2. Foto polos abdomen

3. IPTx :

1. IVFD RL 20 gtt/i

2. Tiamfenikol 500 mg 3 x 1

3. Paracetamol 3x1

4. Domperidon 3x1

4.IPMx :

1. Widal test

2. Pemeriksaan darah rutin

16

Page 17: lapkas

5.IPAx :

1. Bed rest

2. Diet: makanan lunak bertahap sampai makanan biasa

FOLLOW UP :

31 Agustus 2012

KU : Demam Therapy : IVFD RL 20 gtt/i

TD : 120/70 mmHg inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 108 x/i vitalamin 1 x 1

RR : 28 x/i ciprofloxacin 2 x 1

T : 37,8 °C

1 September 2012

KU : Demam, lemas, pusing, muntah Therapy : IVFD RL 20 gtt/i

TD : 110/ 70 mmHg Inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 96x/i vitalamin 1 x 1

RR : 32x/i ciprofloxacin 2 x 1

T : 37, 2°C

2 September 2012

KU : nyeri perut kiri Therapy : IVFD RL 20 gtt/i

TD : 110/80 mmHg Inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 70x vitalamin 1 x 1

RR : 24x ciprofloxacin 2x1

T : 37°C

3 September 2012

KU : demam, nyeri perut kiri,mual Therapy : IVFD RL 20gtt/i

TD : 120/70 mmHg Inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 80 x Vitalamin 1 x 1

17

Page 18: lapkas

RR : 24 x Ciprofloxacin 2 x 1

T : 37°C

4 September 2012

KU : demam, nyeri perut sebelah kiri, mual Therapy : IVFD RL 20gtt/i

TD : 120/80 mmHg Inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 72x/i Vitalamin 1x1

RR : 24x/i Ciprofloxacin 2 x 1

T : 39,2°C

5 September 2012

KU : demam, nyeri perut sebelah kiri Therapy : IVFD RL 20gtt/i

TD : 120/80 mmHg Inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 80x/i Vitalamin 1x1

RR : 24x/i Ciprofloxacin 2 x 1

T : 37,5°C

6 September 2012

KU :lemas, selera makan tidak ada Therapy : IVFD RL 20gtt/i

TD : 100/70 mmHg Inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 80x/i Vitalamin 1x1

RR : 20x/i Ciprofloxacin 2 x 1

T : 36°C

7 September 2012

KU : lemas, sedikit pusing, tidak bisa tidur Therapy : IVFD RL 20gtt/i

TD : 120/80 mmHg Inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 72x/i Vitalamin 1x1

RR : 24x/i Ciprofloxacin 2 x 1

18

Page 19: lapkas

T : 39,2°C Alprazolam 1 x 1

Metoclopramid 3 x 1

8 September 2012

KU : lemas Therapy : IVFD RL 20gtt/i

TD : 110/80 mmHg Inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 72x/i Vitalamin 1x1

RR : 24x/i Ciprofloxacin 2 x 1

T : 36,8°C Alprazolam 1 x 1

Metoclopramid 3 x 1

9 September 2012

KU : merasa baikan Therapy : IVFD RL 20gtt/i

TD : 120/80 mmHg Inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 60x/i Vitalamin 1x1

RR : 28x/i Ciprofloxacin 2 x 1

T : 37°C Alprazolam 1 x 1

Metoclopramid 3 x 1

10 September 2012

KU : - Therapy : IVFD RL 20gtt/i

TD : 120/80 mmHg Inj Ranitidine amp/ 12 jam

HR : 60x/i Vitalamin 1x1

RR : 20x/i Ciprofloxacin 2 x 1

T : 37°C Alprazolam 1 x 1

Metoclopramid 3 x 1

KU baik, sudah bisa pulang.

BAB II

PENDAHULUAN

19

Page 20: lapkas

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik

mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke dalam darah.

Pada tahun 2000, terdapat sekitar 21,6 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dan

diantaranya menyebabkam 216.500 kematian. Insiden demam tifoid di Asia Tengah, Selatan,

dan Tenggara serta Afrika Selatan mencapai lebih dari 100 kasus per 100.000 populasi setiap

tahunnya.

Di Indonesia sendiri demam tifoid merupakan penyakit endemik dan tergolong

penyakit menular yang tercantum dalam undang – undang nomor 6 tahun 1962 tentang

wabah. Menurut data dari Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di

Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi

menjadi 15,4 per 10.000 penduduk.

Manifestasi klimis yang timbul pada penderita demam tifoid adalah demam yang

berkepanjangan dimana awalnya tidak terlalu tinggi namun lama kelamaan terus meningkat,

dapat disertai rasa menggigil, sakit kepala, berkeringat, batuk, malaise, dan atralgia. Gejala –

gejala saluran pencernaan bervariasi mulai dari diare, konstipasi, mual, muntah, sampai

anoreksia.

Karena demam tifoid merupakan endemuk di negara ini dan insidensinya yang masih

tinggi, pencegahan dan tatalaksana penting dikuasai sehingga tidak menimbulkan komplikasi

seperti perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, dan komplikasi ekstra – intestinal

seperti meningitis, miokarditis, pleuritis, hepatitis, kolesistitis, glomerulonefritis,

pielonefritis, osteomielitis, spondilitis, artritis dan lain – lain.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

20

Page 21: lapkas

Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella

typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear

dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.

Epidemiologi

Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit

menular yang tercantum dalam undanng – undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah.

Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada

tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per

10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai

dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596

menjadi 26.606 kasus. Case Fatality Rate ( CFR ) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar

1,08% dari seluruh kematian di Indonesia.

Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S.typhi, S.paratyphi A,

S.paratyphi B dan S. Paratyphi C. Demam yang disebabkan oleh S.Typhi cenderung untuk

menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. Salmonella merupakan

bakteri gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul.

Kebanyakan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan

gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob

dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen

fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4C (130 F) selama 1 jam atau 60C

( 140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang

rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu – minggu dalam

sampah, bahan makanan kering, agen farmakeutika, dan bahan tinja. Salmonella memiliki

antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida

dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas.

Antigen Vi adalah simpai atau kapsul kuman. Masa inkubasi S.typhi adalah 3- 21 hari.

Patogenesis

Salmonella typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian

21

Page 22: lapkas

kuman dimasukkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika IgA

kurang baik pertahanannya, maka kuman akan menembus sel – sel epitel terutama sel M dan

menuju ke lamina propia. Dimana lamina propia kuman akan berkembangbiak. Sebagian

kuman akan ditangkap dan difagosit oleh sel mononuklear, namun masih dapat hidup di

dalam makrofag tersebut, dibawa ke Peyer’s patch ileum distal, menuju kelenjar getah bening

mesentrika, melalui duktus toraksikus ke sirkulasi darah, terjadilah bakteriemi I namun masih

asimtomatik. Setelah berkembang biak di RES dan tersebar ke organ – organ RES seperti hati

dan limfa, kuman akan keluar dari makrofag, berkembangbiak di luar sel atau ruang sinusoid

dan masuk lagi ke dalam sirkulasi darah, maka terjadilah bakteriemi II yang dapat

menimbulkan gejala – gejala sistemik.

Dari hepar, kuman masuk ke kantong empedu, berkembangbiak, dan diekskresi secara

intermitten ke lumen usus bersama- sama dengan cairan empedu. Sebagian akan keluar lewat

feces, dan sisanya akan menembus usus masuk ke darah.

Interaksi Salmonella typhi dengan makrofag memunculkan mediator – mediator lokal

sehingga peyer’s patches mengalami hiperplasi jaringan, nekrosis dan ulkus (hipersensitivitas

tipe IV/ lambat ). Secara imunologi, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi

mencegah melekatnya Salmonella typhi pada mukosa usus. Imunitas humoral sistemik,

diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella typhi oleh makrofag.

Imunitas seluler berfungsi untuk membunuh Salmonella intraseluler.

Pada gejala sistemik timbul demam, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi

sumsum tulang, bahkan nekrosis organ bila pembuluh darah di sekitar peyer’s patches

mengalami erosi dan perdarahan.

Manifestasi Klinis

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10 – 14 hari. Gejala –gejala klinis yang timbul

sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran

penyakit yang khas disertai komplikasi.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa

dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,

anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan

epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam

22

Page 23: lapkas

adalah meningkat perlahan – lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam

minggu kedua gejala – gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif

( bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali

per menit), lidah yang berselaput ( kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor),

hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,

delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Rutin

Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia,

dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi

walaupun tanpa disetai infeksi sekunder.Selain itu dapat juga ditemuka trombositopenia. Laju

endap darah pada demam tifoid dapat meningkat. SGOT dan SGPT seringkali meningkat,

tetapi akan kembali normal setelah sembuh.Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan

penanganan khusus.

Uji Widal

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji Widal

terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut

aglutinin. Aglutinin O ( dari tubuh kuman ), aglutinin H ( flagella kuman ) dan aglutinin Vi

( simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan

untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi

kuman ini. Pada fase akut mula – mula timbul aglutinin O, kemudian diiikuti aglutinin H.

Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4 – 6 bulan,

sedangkan aglutini H menetap lebih lama antara 9 – 12 bulan.

Uji TUBEX

Uji TUBEX merupakan uji semi – kuantitatif kolometrik yang cepat ( beberapa menit)

Dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti S-typhi 09 pada serum pasien,

dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti – 09 yang terkonjugasi pada partikel latex

yang berwarna dengan lipopolisakarida S. Typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik

latex. Hasil positif uji tubex ini menunjukkan terdapat infeksi salmonella, serogroup D, walau

tidak secara spesifik menunjuk pada S.typhi. Infeksi oleh S paratyphi akan memberikan hasil

23

Page 24: lapkas

negatif.

Respon terhadap anti-gen 09 berlangsung cepat sehingga deteksi terhadap anti-09

dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4 sampai 5 untuk infeksi primer, dan hari ke 2

sampai 3 untuk infeksi sekunder. Uji tubex hanya dapat mendeteksi IgM, dan tidak dapat

mendeteksi IgG.

Uji Typhidot

Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein

membren luar salmonela typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2 sampai 3 hari

setelah infeksi dan dapat menginfeksi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen

S. Typhi seberat 50kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.

Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder (IgG) teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM

sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja tidak

dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau

konvalesen pada kasus primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini kemudian

dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal

dengan nama uji typhidot M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang

ada pada serum pasien.

Uji IgM Dipstick

Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.typhi pada

spesimen serum atau whole blood. Pemeriksaan ini mudah dan cepat ( dalam 1 hari )

dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun akurasi hasil didapatkan bila pemeriksaan

dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala.

Kultur Darah

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif

tidak menyingkirkan dema tifoid karena mungkin disebabkan :

1. Telah mendapat terapi antibiotik

2. Volume darah yang kurang.

3. Riwayat vaksinasi.

4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.

24

Page 25: lapkas

PENATALAKSANAAN

- Istirahat dan perawatan

tirah abring dan perawaan profesioanal bertujuan untuk mencegah komplikasi.

Posisi pasien perlu diawasi untk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta

higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

- Diet dan terapi penunjang

makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita

akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian

ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, yang perubahan diet

tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.

- Pemberian antimikroba

- kloramfenikol

Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk

mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg diberikan oral

atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.

- tiamfenikol

Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata – rata menurun pada

hari ke – 5 dan ke 6.Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya

anemia aplastik lebih rendah dibandingkan kloramfenikol.

- kotrimoksazol

Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet diberikan selama 2

minggu..

- ampisilin dan amoksisilin

dosis yang dianjurkan berkisar antara 50- 150 mg/kg/BB dan

digunakan selama 2 minggu.

- sefalosporin generasi ketiga

saat ini terbukti efektif adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan

adalah antara 3 – 4 gr dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam

perinfus sekali sehari diberikan selama 3 hari 5 hari.

- golongan flurokuinolon,beberapa jenisnya :

- norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

- siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

25

Page 26: lapkas

- ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

- pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

- fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

- azitromisin

antibiotika ini ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi

s.typhi yang merupakan kuman intraselular.

Keuntungan lain adalah azitromisin tersedia dalam bentuk sediaan oral

maupun suntikan intravena.

Kombinasi Obat Antimikroba

diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid,

peritonitis atau perforasi, serta syok septik, yang pernah terbukti ditemukan 2 macam

organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella. Kortikosteroid dengan dosis

3 x 5 mg.

Pengobatan Demam Tifoid pada Wanita Hamil

Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke – 3 kehamilan karena

dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur, kematian fetus intrauterin. Tiamfenikol

tidak dianjurkan digunakan pada trimester pertama kehamilan karena mungkin efek

teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan.

Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilinm dan seftriakson.

KOMPLIKASI INTESTINAL

Perdarahan Intestinal

Dapat timbul akibat luka pada plak peyer yang terinfeksi. Bila luka menembus lumen

usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selain karena faktor luka,

perdarahan juga dapat terjadi akibat gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan dari

kedua faktor

Perforasi Usus

Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.

Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan

perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang

kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda – tanda ileus. Bising usu

26

Page 27: lapkas

melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara

bebas di abdomen.Tanda – tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun,

dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya

perforasi.

Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara pada

rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang cukup

menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Umumunya diberikan antibiotik

spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi

usus dapat diberikan gentamisin/ metronidazole. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang

cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogatric tube. Transfusi darah dapat

diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.

KOMPLIKASI EKSTRA – INTESTINAL

Komplikasi ekstra – intestinal dapat terjadi karena infeksi sekunder misalnya

bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosi dapat terjadi akibat masukan makanan yang kurang

dan perspirasi. Bisa juga terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis ( bakteremia )

yaitu meningitis, hepatitis, dll.

PENCEGAHAN

Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan

berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat demam tifoid.

- Preventif dan Kontrol Penularan

Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan kasus luar

biasa ( KLB ) demam tifoid mencakup banyak aspek.

Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu :

1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun kasus

karier tifoid.

2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi S.typhi akut maupun karier.

3. Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.

Vaksinasi

lain.Indikasi vaksinasi adalah bila :

1. Hendak mengunjungi daerah endemik, risiko terserang demam tifoid lebih tinggi untuk

daerah berkembang ( Amerika Latin, Asia, Afrika ).

27

Page 28: lapkas

2. Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid

3. Petugas laboratorium/ mikrobiologi kesehatan.

Jenis vaksin :

- vaksin oral : -Ty12 ( vivotif Berna).a belum beredar di Indonesia

- vaksin parenteral : - ViCPS ( Typhim Vi/ Pasteur Meriuex), vaksin kapsul

polisakarida.

PROGNOSIS

Prognosis terhadap pasien demam tifoid bergantung kepada kecepatan penegakkan

diagnosis dan ketepatan terapi antibiotik.

28

Page 29: lapkas

DAFTAR PUSTAKA

Braunwald. 2008.Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17 th Edition. New York

Brush, John L. 2009. Typhoid Fever, in http :// emedicine.medscape.com/article

231135- overview dikunjungi pada 3 September 2012-09-23

Jawetz Ernest et al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Ahli Bahasa : Nugroho Edi.

Maulani RF. Jakarta EGC

Widodo, Djoko, 2007. Demam Tifoid di dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

II edisi IV, Jakarta FK UI

29