Top Banner
PRESENTASI KASUS I DBD STADIUM I Dengan KEJANG DEMAM SEDERHANA Disusun Oleh : Pembimbing : Dr. Hot SH, SpA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 13 JANUARI – 22 MARET 2014 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA, 2013 1
46

EDITAN Kasus DHF Grade I

Oct 22, 2015

Download

Documents

Kia Agusputra

dhf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: EDITAN Kasus DHF Grade I

PRESENTASI KASUS I

DBD STADIUM I

Dengan KEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun Oleh :

Pembimbing :Dr. Hot SH, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKPERIODE 13 JANUARI – 22 MARET 2014

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA, 2013

BAB I

LAPORAN KASUS

1

Page 2: EDITAN Kasus DHF Grade I

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa: Aqsha Tiara Viazelda Pembimbing : Dr. Hot SH, SpA

NIM : 030.08.035 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN

Nama : Anak RPP Suku bangsa : Jawa

Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : Belum Sekolah

Umur : 10 bulan Agama : Islam

Alamat : Jl. Asem Baris no.8 Rt.3 Rw.11, Kebon Baru, Tebet

Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 4-3-2013

Orangtua/ Wali

Ayah Ibu

Nama : Tn. Y

Umur : 30 tahun

Pekerjaan : Pegawai swasta

Pendidikan : SMA

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Alamat :

- Jl. Asem Baris no.8 Rt.3 Rw.11,

Kebon Baru, Tebet

Nama : Ny.T

Umur : 29 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Alamat :

- Jl. Asem Baris no.8 Rt.3 Rw.11, Kebon

Baru, Tebet

2

Page 3: EDITAN Kasus DHF Grade I

I. ANAMNESIS

Lokasi : Bangsal 515 Timur

Tanggal / waktu : 15 Januari 2013/ 14.43 WIB

Tanggal masuk : 15 September 2013

Keluhan utama : Demam sejak 5 hari SMRS

Keluhan tambahan : Muntah

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh demam sejak 5 hari SMRS, demam terjadi mendadak, naik turun, badan

terasa panas tapi tidak diukur dengan termometer. Demam terasa lebih tinggi saat malam

hari. Pasien sempat mengalami kejang selama 10 detik saat demam pertama terjadi 5 hari

SMRS.

Sejak 1 hari SMRS, pasien mengalami batuk-batuk tidak berdahak. Pasien sempat

muntah satu kali, 1 hari SMRS. Isi muntahan berupa makanan. BAK lancar berwarna

kuning jernih, belum BAB sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan dan minum pasien baik.

Riwayat sakit kuning (-) riwayat transfusi darah (-) konsumsi obat-obatan (-) gangguan

perdarahan (-).

Keluhan ini pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien tidak pernah dirawat

sebelumnya.

b. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan: Pasien tidak pernah mengalami hal serupa.

c. Riwayat Kehamilan/ Persalinan

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Bidan 1 bulan sekali dan

sudah mendapat imunisasi vaksin TT 2 kali

Page 4: EDITAN Kasus DHF Grade I

KELAHIRAN

Tempat persalinan Rumah bersalin

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinanSpontan

Penyulit : -

Masa gestasi Cukup bulan

Keadaan bayi

Pasien anak pertama

Berat lahir : 2900 gr

Panjang lahir : 48 cm

Lingkar kepala : (tidak tahu)

Langsung menangis (+)

Kemerahan (+)

Nilai APGAR : (tidak tahu)

Kelainan bawaan : tidak ada

Kesimpulan : Kontrol kehamilan baik, persalinan spontan, langsung menangis. Nilai

cukup bulan, sesuai masa kehamilan.

d. Riwayat Perkembangan

Pertumbuhan gigi I : Umur 8 bulan (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Psikomotor

Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Umur 8 bulan (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Umur 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Perkembangan pubertas

Belum pubertas.

Kesimpulan: Tidak terdapat gangguan perkembangan fisik maupun mental. Pasien belum

pubertas.

e. Riwayat Makanan

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 ASI - - -

2 – 4 ASI - - -

Page 5: EDITAN Kasus DHF Grade I

4 – 6 ASI - - -

6 – 8 ASI + + -

8 – 10 ASI + + +

Kesimpulan: Tidak ada kesulitan makan pada pasien.

f. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar ( umur )

BCG 1 bulan - -

DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan

Campak 9 bulan - -

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan

Pneumokokus - - -

Hib - - -

Kesimpulan: Imunisasi dasar lengkap.

g. Riwayat Keluarga

a. Riwayat Pernikahan

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. A Ny. T

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 28 tahun 27 tahun

Pendidikan terakhir SMA SMA

Agama Islam Islam

Suku bangsa Jawa Jawa

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada

Penyakit, bila ada - -

Page 6: EDITAN Kasus DHF Grade I

c. Riwayat Penyakit Keluarga: Ayah dari ibu pasien menderita hipertensi. Paman pasien

pernah menderita kejang demam diusia 5 tahun.

Kesimpulan riwayat keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat

penyakit serupa.

h. Riwayat Lingkungan

Pasien tinggal di rumah kontrakan bersama kedua orangtuanya. Berdinding tembok,

berlantai keramik dengan atap genteng.Pasien masih tidur dengan kedua orangtuanya.

Ventilasi dan pencahayaan baik. Sumber air bersih dari PAM. Saluran pembuangan di

sekitar rumah tidak tersumbat.

Kesimpulan keadaan lingkungan: Keadaan lingkungan baik.

i. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dengan penghasilan Rp.2.000.000,-/bulan.

Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan

tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum

Kesan Sakit : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Kesan Gizi : baik

Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)

Data Antropometri

Berat Badan sekarang : 8 kg Lingkar Kepala : 45 cm

Berat Badan sebelum sakit : 8 kg Lingkar Lengan Atas : 15 cm

Tinggi Badan : 69 cm

Status Gizi

- BB / U = 8/ 9,6 x 100 % = 83 % (Gizi normal menurut kurva NCHS)

- TB / U = 69/ 73 x 100 % = 94 % (Tinggi normal menurut kurva NCHS)

- BB / TB = 8/ 8,4 x 100 % = 95 % (Gizi normal menurut kurva NCHS)

Page 7: EDITAN Kasus DHF Grade I

- LK = 45 cm (+1 SD Kurva Nellhaus)

- LILA = 15 cm (0 - +1 SD Kurva Pertumbuhan WHO)

Tanda Vital

Nadi : 156 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Pernapasan : 32 x/ menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3

Suhu : 36,80o C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA : Deformitas (-), hematoma (-)

RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, tipis

WAJAH : Wajah simetris, edema palpebra (-/-), luka atau jaringan parut (-)

MATA :

Visus : tidak dinilai Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjuntiva pucat : -/- Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+

TELINGA :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : lapang Membran timpani : intak +/+

Serumen : +/+ Refleks cahaya : sulit dinilai

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris Napas cuping hidung : - / -

Sekret : -/- Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/-

BIBIR:

- Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)

MULUT:

- Oral higiene baik, trismus (-), mukosa gusi dan pipi merah muda, ulkus (-), halitosis (-).

Lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)

Page 8: EDITAN Kasus DHF Grade I

TENGGOROKAN:

- Arkus faring simetris, hiperemis (+). Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar,

detritus (-). Faring hiperemis, granula (-), ulkus (-), massa (-)

LEHER:

- Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak tampak

deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah

- Tiroid tidak teraba membesar

- JVP 5 + 1 cmH2O

THORAKS :

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS V 1cm medial linea midklavikularis sinistra

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial linea midklavikularis sinistra

Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra

Batas kanan jantung : ICS III – V linea sternalis dextra

Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

PARU

Inspeksi

- Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang

tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi,

tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada.

Palpasi

- Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri, vokal fremitus sama

kuat kanan dan kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronkhi +/+, wheezing -/-

ABDOMEN :

Inspeksi

- Perut cembung, tidak dijumpai adanya efloresensi bermakna, benjolan (-), turgor baik

Palpasi

- Datar, supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba membesar.

- Ballotement -/-, Nyeri ketok CVA -/-

Page 9: EDITAN Kasus DHF Grade I

Perkusi : Timpani pada seluruh lapang perut, shifting dullness (+)

Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 4 x / menit

ANOGENITALIA:

- Testis turun sempurna (+), edema skrotum (-), hipospadi (-), epispadi (-), fimosis (-),

parafimosis (-)

KGB :

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral hangat ++/++

Tangan Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Sendi aktif aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain edema (-) edema (-)

Kaki Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Sendi aktif aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain edema (+) edema (+)

KULIT:

- Warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik,

lembab, pengisian kapiler <2 detik

TULANG BELAKANG:

- Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

TANDA RANGSANG MENINGEAL :

Page 10: EDITAN Kasus DHF Grade I

Kaku kuduk (-)

Brudzinski I (-) (-)

Brudzinski II (-) (-)

Laseq (-) (-)

Kerniq (-) (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium IGD RSUD Budhi Asih(15-01-2014)

Hematologi Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 7,9 g/ dL 10,5 – 12,9

Hematokrit 28% 35 – 43

Eritrosit 4,4 juta/ μL 3,6 – 5,2 juta

Leukosit 3.300/μL 6000 – 17.500

Trombosit 88.000/ μL 217 – 497 ribu

LED 15 mm/jam 0 – 10

MCV 64 fL 74 – 102

MCH 18 pg 23 – 31

MCHC 28,1 gr/dL 28 – 32

RDW 15,3 % <14

Basofil 0 % 0 – 1

Eosinofil 0 % 1 – 5

Neutrofil Batang 2 % 0 – 8

Neutrofil Segmen 41 % 17 – 60

Limfosit 48 % 20 – 70

Monosit 9 % 1 – 11

Page 11: EDITAN Kasus DHF Grade I

Pemeriksaan laboratorium lantai V Timur Budhi Asih (16-01-2014)

Feces Rutin Hasil Nilai Normal

Makroskopik:

- Warna

- Konsistensi

- Lendir

- Darah

Coklat

Lunak

Negatif

Negatif

Coklat

Lunak

Negatif

Negatif

Mikroskopik:

- Leukosit

- Eritrosit

- Amoeba Coli

- Amoeba Histolitika

- Telur Cacing

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Pencernaan:

- Lemak

- Amilum

- Serat

- Sel Ragi

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Pemeriksaan laboratorium Lantai V Timur RSUD Budhi Asih(17-01-2014)

Hematologi Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 7,9 g/ dL 10,5 – 12,9

Hematokrit 25% 35 – 43

Eritrosit 4,3 juta/ μL 3,6 – 5,2 juta

Leukosit 14.800/μL 6000 – 17.500

Trombosit 82.000/ μL 217 – 497 ribu

MCV 59,6 fL 74 – 102

MCH 18,1 pg 23 – 31

MCHC 32,1 gr/dL 28 – 32

Page 12: EDITAN Kasus DHF Grade I

RDW 13,6 % <14

Gambaran Hasil Darah Tepi (17/1/2014)

Didapatkan hasil:

- Anemia mikrositik hipokrom

- Limfositosis relative

- Trombositopenia

Pemeriksaan laboratorium Lantai V Timur RSUD Budhi Asih(18-01-2014)

Hematologi Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 8,5 g/ dL 10,5 – 12,9

Hematokrit 27% 35 – 43

Eritrosit 4,6 juta/ μL 3,6 – 5,2 juta

Leukosit 13.900/μL 6000 – 17.500

Trombosit 101.000/ μL 217 – 497 ribu

MCV 59,4 fL 74 – 102

MCH 18,4 pg 23 – 31

MCHC 31 gr/dL 28 – 32

RDW 13,7 % <14

IV. RESUME

Pasien laki-laki usia 10 bulan dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS. Demam naik

turun dan meningkat pada malam hari. Pasien sempat mengalami kejang selama 10 detik saat

demam pertama terjadi. Batuk kering dan muntah 1x sejak 1 hari SMRS. Isi muntahan berupa

makanan. BAK lancar berwarna kuning jernih. Nafsu makan dan minum pasien baik. Pada

pemeriksaan didapatkan nadi: 156 x/menit, pernapasan: 32 x/menit, suhu 36,8 ºC. Pada

pemeriksaan paru, ronkhi (+/+). Hasil laboratorium menunjukkan terdapat leukopenia,

trombisitopenia, anemia mikrositik hipokrom.

V. DIAGNOSIS KERJA

DHF Grade I dengan Riwayat Kejang Demam Simpleks

VI. DIAGNOSIS BANDING

Page 13: EDITAN Kasus DHF Grade I

- Demam Tifoid

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Foto rontgen thoraks PA

VIII.TATALAKSANA

Non-medikamentosa

- Informasi dan edukasi mengenai keadaan dan penyakit pasien

- Observasi tanda vital

- Tirah baring

- IV line

Medikamentosa

- PCT 80 mg

IX. PROGNOSIS

- Ad Vitam : dubia ad bonam

- Ad Sanationam : bonam

- Ad Fungsionam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

16-01-2014 Demam (+)

Kejang (-)

M: tidak diukur

U: tidak ukur

KU/Kes: TSS/ CM

N: 148 x/ menit, S:

38oC, P: 60 x/ menit

Mata: cekung -/-,

Konjungtiva Pucat -/-

Hidung: nch -, sekret

-/-

Mulut: bibir kering (-),

faring hiperemis (-)

Thorax:

BJI-II reg, m (-), g (-).

- Susp. DHF

- Kejang

Demam

Simpleks

- IVFD Asering

3 cc/ kg/ jam

- PCT drop 80

mg bila T ≥38 oC

Page 14: EDITAN Kasus DHF Grade I

SN ves rh +/+, wh -/-

Abdomen:

Supel. BU (+), NT (-)

Ext: akral hangat ++/+

+, oedem --/--

17/01/14 Demam (+)

Kejang (-)

M= ASI + AP

500cc

U=

BAK 335 gr

BAB 180 gr

Campur 168 gr

KU/Kes: TSS/ CM

N: 154 x/ menit, S:

38,8oC, P: 56 x/ menit

Mata: cekung -/-,

Konjungtiva Pucat -/-

Hidung: nch -, sekret

-/-

Mulut: bibir kering (-),

faring hiperemis (-)

Thorax:

BJI-II reg, m (-), g (-).

SN ves rh +/+, wh -/-

Abdomen:

Supel. BU (+), NT (-)

Ext: akral hangat ++/+

+, oedem --/--

- DHF grade I

- Kejang

Demam

Simpleks

- IVFD Asering

3 cc/ kg/ jam

- PCT drop 80

mg

18/01/14 Demam (-)

Kejang (-)

Batuk (+)

Mencret (-)

M= ASI + AP

750 cc

U=

KU/Kes: TSS/ CM

N: 132 x/ menit, S:

36,8oC, P: 40 x/ menit

Mata: cekung -/-,

Konjungtiva Pucat -/-

Hidung: nch -, sekret

-/-

Mulut: bibir kering (-),

faring hiperemis (-)

Thorax:

BJI-II reg, m (-), g (-).

SN ves rh +/+, wh -/-

- DHF grade I

- Kejang

Demam

Simpleks

- IVFD Asering

3 cc/ kg/ jam

- PCT drop 80

mg

- Amoxicillin

3x1 cth

Page 15: EDITAN Kasus DHF Grade I

BAK 992 gr

BAB 80 gr

Campur 530 gr

Abdomen:

Supel. BU (+), NT (-)

Ext: akral hangat ++/+

+, oedem --/--

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DHF

Page 16: EDITAN Kasus DHF Grade I

DEFINISI

Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam

akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke

orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi

menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian1.

Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue

Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD). Infeksi dengue di

jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim hujan. Demam berdarah dengue

merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini

masih disebabkan oleh karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas1

ETIOLOGI

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses) artinya virus

yang di tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes aegypti (betina).

Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain menjadi

vektor virus dia juga menjadi hospes reservoir virus tersebut yang paling bertindak

menjadi vektor adalah nyamuk1

PATOGENESIS

Fenomena patologis utama yang menentukan berat penyakit DHF adalah

meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah (kapiler), yang mengakibatkan

terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding

kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma yang otomatis jumlah trombosit

berkurang (trombositopenia), terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang

dikarenakan kekurangan haemoglobin, plasma merembes selama perjalanan penyakit

mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa terjadinya

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) bersamaan dengan menghilangnya

plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit

menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke

daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak2.

GEJALA KLINIS

Page 17: EDITAN Kasus DHF Grade I

Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan

suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus

Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang bervariasi

antara penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever dan

dengue shock syndrom2.

a. Demam

Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti

anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada umumnya

gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari

kemudian turun secara lysis.

b. Perdarahan

Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk perdarahan dapat

berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura, echimosis, epistasis, perdarahan

gusi dan yang paling parah adalah melena.

c. Hepatomegali

Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadang kadang juga di

temukan nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus.

d. Shock

Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan ketujuh sakit.

Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai prognosa buruk.

Penderita DHF memperlihatkan kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit

yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis sekitar

mulut dan akhirnya shock.

e. Trombositopenia

Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah

150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh sakit.

f. Kenaikan Nilai Hematokrit

Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka terhadap terjadinya

shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara periodik.

g. Gejala Klinik Lain

Page 18: EDITAN Kasus DHF Grade I

Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium, muntah-

muntah, diare dan kejang-kejang 1.

Derajat Beratnya Penyakit DHF

Sesuai dengan patokan dari WHO (1975) bahwa penderita DHF dalam perjalanan

penyakit terdapat derajat I dan IV, antara lain2 :

1. Derajat I (Ringan)

Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan manifestasi

perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.

2. Derajat II (Sedang )

Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena ditemukan

perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis

(mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan melena (muntah darah). Gangguan

aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin dan lembab.

3. Derajat III ( Berat )

Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu

nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi

disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.

4. Derajat IV

Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat diukur dan

nadi yang tidak dapat diraba.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosa Laboratorium

Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan lengkap

darah, sangat penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk mengikuti perkembangan

dan diagnosa penyakit.

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bagian cairan disebut

plasma dan bagian padat disebut sel darah. Volume dari darah secara keseluruhan

sekitar 5 liter, yaitu 55 % cairan dan 45 % sisanya terdiri dari sel darah yang dipadatkan

yang berkisar 40-47 % 3.

Sel darah meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan trombosit.

Eritrosit bentukya seperti cakram kecil bikonkaf, cekung pada sisinya. Jumlah eritrosit

pada darah normalnya 5.000.000/μl. Lekosit terdiri dari dua yaitu non granulosit dan

granulosit. Sel granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil. Sel non granulosit

Page 19: EDITAN Kasus DHF Grade I

terdiri dari limfosit dan monosit. Sel lekosit merupakan sel yang peka terhadap

masuknya agen asing dalam tubuh dan berfungsi sebagai sistim pertahanan tubuh.

Jumlah normal dalam darah 8.000 μl. Sel ini diproduksi di sumsum tulang belakang.

Trombosit ukurannya sepertiga ukuran sel darah merah. Jumlahnya sekitar

300.000/μl. Perannya penting dalam penggumpalan darah.

Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

1. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita

DHF. Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk

mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat

lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan

termasuk lipatan siku1.

Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak

sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang di sebut Ptechiae4.

2. Pemeriksaan Hemoglobin

Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi

kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan

menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100

ml. Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan

fotoelektrik (cianmeth hemoglobin), metode yang dilakukan adalah metode

fotoelektrik.

Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah

menjadi cianmeth hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium

ferrisianida dan kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang

gelombang 540 nm/filter hijau4.

3. Pemeriksaan Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi,

yang merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih

dari 20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan

mikro.

Prinsip : Mikro metode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml

darah dan disebut dengan % dari volume darah itu 4.

4. Pemeriksaan Trombosit

Page 20: EDITAN Kasus DHF Grade I

Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien

didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan

pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun.

Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /μl atau kurang dari 1-2 trombosit/ lapang

pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada pemeriksaan

hapusan darah tepi.

Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua

sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung

dengan menggunakan faktor konversi jumlah trombosit per μ/l darah4.

5. Pemeriksaan Lekosit

Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan

sampai lekopenia ringan.

Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan

semua sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan

menggunakan faktor konversi jumlah lekosit per μ/l darah4.

6. Pemeriksaan Bleding time (BT)

Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang

menutup kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit

dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan

menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan

pembekuan menjadi memanjang.

Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah

dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya

perdarahan tersebut secara spontan4.

7. Pemeriksaan Clothing time (CT )

Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan hemostatis.

Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai

dari keluarnya darah sampai membeku4.

8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)

Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma biru

≥ 4 % dengan berbagai macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan blastoid.

Terdapat limfosit Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF derajat

Page 21: EDITAN Kasus DHF Grade I

penyakit II dan IgG positif, dan limfosit non monositoid (plasmositoid dan

blastoid) dengan derajat penyakit I dan IgM positif5.

Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel jenis-jenis

leukosit.

9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot

Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM positif

menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas

pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih rendah, dan

harganya relatif lebih mahal.

Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh anti-

human IgM dan IgG yang dilapiskan pada dua garis silang di strip

nitrosellulosa2.

Limfosit Plasma Biru ( LPB )

Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan karena

limfosit merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal antigen secara spesifik dan

mampu membedakan penentu antigenik, sehingga respon imunnya bersifat spesifik. Respon

imun spesifik adalah reaksi tubuh terhadap antigen mencakup rangkain interaksi selluler yang

di ekspresikan dengan panyebaran produk-produk sel spesifik. Sel yang berperan dalam

respon imun spesifik adalah limfosit, yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit yang normal

berukuran kecil, kira-kira sebesar eritrosit, berbentuk bulat dengan diameter 8-10 μ. Inti

limfosit penuh hampir mengisi sebagian besar dari ukuran sel, kromatin padat dan berwarna

biru, sitoplasma tidak mengandung granula 5.

Limfosit yang berstimulasi dengan antigen akan mengalami perubahan struktural

dan biokimia. Istilah yang biasa untuk menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara

lain limfosit plasma biru, limfosit reaktif, limfosit atipik.

Limfosit Plasma Biru adalah mononucleus yang besar dengan kromatin nucleus

yang homogen dan halus dengan sitoplasma biru tua dan bervakuola, berdiameter 20μ.

Jumlah limfosit plasma biru yang ditemukan pada preparat darah hapus untuk penyakit DHF

biasanya ≥ 4 % dan apabila dilakukan pemeriksaan lmfosit plasma biru pada buffy coat akan

terlihat lebih banyak / meningkat 20% - 50%. Peningkatan jumlah limfosit atipik/limfosit

plasma biru ≥ 4 % di daerah darah tepi dan dijumpai pada hari sakit 3-7 2.

Limfosit plasma biru pada preparat darah tepi ada bermacam-macam. Macam-

macam limfosit plasma biru yang dapat kita lihat pada preparat darah hapus adalah bentuk

Page 22: EDITAN Kasus DHF Grade I

monositoid, plasmasitoid, dan bentuk blastoid. Bentuk monositoid cirinya yaitu set oval

besar, inti berbentuk oval atau melekuk kromatin inti menggumpal. Irregular pada sitoplasma

terdapat vakuolisasi. Bentuk plasmasitoid cirinya yaitu sitoplasma lebar dengan inti seperti

pada sel plasma sitoplasma biru muda/biru gelap dan ada daerah perinuklear yang jernih.

Bentuk blastoid cirinya yaitu sel bulat inti terdapat nucleoli sitoplasma biru gelap. Terdapat

limfosit plasma biru dalam bentuk monositoid dengan IgG positif berhubungan dengan DBD

derajat penyakit II, sedangkan bila ditemukan limfosit plasma biru dalam bentuk blastoid dan

plasmasitoid IgM positif berhubungan dengan DHF derajat penyakit I (Imam

Budiwiyono,2002). Selain ditemukannya peningkatan jumlah limfosit pada darah tepi juga

dapat dilakukan pemeriksaan lain yang juga menunjukkan kespesifikan daripada penyakit

DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)2.

TATALAKSANA

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma

sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan, tetapi pada

kasus DBD dengan komplikasi memerlukan perawatan intensif. Diagnosis dini dan edukasi

untuk segera dirawat merupakan hal penting untuk mengurangi waktu kematian2.

Cairan intravena diperlukan apabila, anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam

tinggi sehingga minuman oral tidak bisa diberikan sehingga ditakutkan mempercepat

terjadinya syok dan nilai hematokrit yang cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala2.

PROGNOSIS

Dengan diagnosis dini dan pemberian cairan, kematian karena DBD dapat dicegah, namun

kekambuhan DBD lebih ditekankan pada pemberantasan dengan upaya preventif dengan

penyemprotan missal sebelum musim penularan penyakit di kelurahan yang endemis DBD,

melakukan pembinaan pemberantasan sarang nyamuk, melakukan penanggulangan fokus

rumah pasien dan sekitar tempat tinggalnya guna mencegah terjadinya kejadian luar biasa

(KLB) dan mengadakan penyuluhan pada berbagai media2.

II. KEJANG DEMAM

DEFINISI

Page 23: EDITAN Kasus DHF Grade I

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal diatas 38°C), kenaikan suhu tubuh tersebut disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-1 % dari populasi anak berumur 6 bulan – 5

tahun. Paling sering pada usia 17 – 23 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau

lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya

infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Bila demam disebabkan

proses intrakranial, bukan disebut sebagai kejang demam. 6

Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam

kejang demam, tapi termasuk kedalam kejang neonatus.Anak yang pernah mengalami

kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang

demam.7 Bila kejang demam didahului diare hebat, jangan lupa kemungkinan bahwa kejang

bukan disebabkan demam melainkan karena gangguan metabolic misalnya hiponatremia,

hipernatremia, hipokalsemia, hipogikemia 8.

Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik, prenatal dan

perinatal. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan akut, otitis media,

pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu

yang paling tinggi, kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi sudah dapat

menyebabkan kejang. Bila kejang telah terjadi pada demam yang tidak tinggi, anak

mempunyai resiko tinggi untuk berulangnya kejang.6

KLASIFIKASI

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam kompleks

Kejang Demam Sederhana7

Terjadi pada anak-anak umur 6 bulan – 5 tahun.

Kejang ini menyeluruh dan berlangsung < 15 menit.

Dengan kata lain anak tersebut sehat tanpa defisit neurologist baik dari pemeriksaan

atau riwayat perkembangan.

Kejang dan demam tidak disebabkan oleh meningitis, ensefalitis atau penyakit lain

yang mempengaruhi otak.

Kejang ini dianggap sebagai kelainan genetic, namun bila lokus tertentu maupun

bentuk tertentu telah digambarkan. Bentuk ini bervariasi antara kelurga dan bias

multifaktorial.

Kejang Demam Kompleks7

Page 24: EDITAN Kasus DHF Grade I

Kejang berlangsung >15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial

Kejang ini berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Di Sub Bagian Saraf Bagian IKA FKUI-RSCM Jakarta, Kriteria Livingston (1970) yang

sudah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam

sederhana: 7

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukan kelainan

7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali.

Klasifikasi Kejang Demam menurut konsensus kejang demam tahun 2006, yaitu:7

1. Kejang Demam Sederhana :

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum tonik dan

atau klonik , umumnya akan berhenti sendiri,tanpa gerakal fokal atau berulang dalam

waktu 24 jam

2. Kejang Demam Kompleks

Kejang lama > 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di dahului kejang parsial

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang:

Usia ketika pertama kali terserang kejang demam (kurang dari 15 bulan)

Sering mengalami demam

Riwayat keluarga yang juga menderita kejang demam.

Page 25: EDITAN Kasus DHF Grade I

Jika kejang terjadi segera setelah demam atau jika suhu tubuh relatif rendah, maka

besar kemungkinannya akan terjadi kembali kejang demam.Dapat juga karena adanya

infeksi ekstrakranial misalnya campak (morbili).

PATOFISIOLOGI9

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolis otak yang terpenting

adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan

perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.

Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam

adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron

dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui ion Natrium (Na+)

dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (C1-). Akibat konsentrasi K+ dalam sel neuron

tinggi dan konsentrasi Na+ rendah sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat

pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik

dari sekitamya.,

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan meta-

bolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak

berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan

orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi

perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi

difusi dari ion Kalium maupun ionNatrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya

lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke

seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmiter dan terjadilah kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada

Page 26: EDITAN Kasus DHF Grade I

umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang

berlansung lama (lebih dari 15 menit) biasanya menyebabkan kerusakan neuron otak.

MANIFESTASI KLINIS10,11

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan

saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung

singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau

akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi

reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun

dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.

Kejang dapat diikuti hemiparese sementara (hemiparese Todd) yang berlangsung

beberapa jam sampai beberapa hari. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering

terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang ditemukan pada 16% pasien.

Sesuai definisi kejang demam timbul ketika anak mengalami demam. Kejang

demam umumnya menyeluruh, dengan kata lain seluruh anggota tubuh terlihat.

Selama kejang berlangsung terdapat keadaan seperti :

Kekakuan seluruh tubuh

Kedutan tangan dan kaki

Kurangnya respon terhadap rangsangan apapun

Deviasi mata dan melotot

Trismus

Inkontinensia urine

Menegakkan Diagnosis

Dari Anamnesis :

Frekuensi dan lamanya kejang

Kapan terjadinya kejang

Kejang itu pertama kali atau sudah pernah sebelumnya

Bila sudah pernah umur berapa

Sifat kejang

Gejala penyerta ( demam, muntah, lumpuh, kemunduran kepandaian )

Page 27: EDITAN Kasus DHF Grade I

Kesadaran waktu kejang dan pasca kejang

Dari pemeriksaan fisik:

Secara neurologist dan perkembangan anak tersebut sehat serta yang paling penting

tidak ditemukan tanda-tanda meningitis dan ensefalitis (rangsang meningeal- )

Dari pemerikasaan penunjang :

- Pemeriksaan laboratorium :

Darah tepi lengkap

Elektrolit

Glukosa darah

Pungsi lumbal, dengan indikasi menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan

meningitis. Bila pasti bukan meningitis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

PENATALAKSANAAN12

Pada tata laksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu :

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua pakain

yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan

nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur,

diberikan oksigen, kalau perlu intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu,

tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh diturunkan dengan kompres air

dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan pemberian secara

intravena atau intrarektal.

Mencari dan Mengobati Penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian

kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai mengalami

meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi

Page 28: EDITAN Kasus DHF Grade I

meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang

dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan.

Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab.

Pengobatan Profilaksis

Ada 2 cara profilaksis, yaitu :

1. Profilaksis intermittent pada waktu demam

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan

orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien.

Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal yang

demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat hasil

dengan fenobarbital intermittent. Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik

karena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam inrarektal tiap 8 jam

sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk

pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukan suhu 38,50°C

atau lebih. Diazepam dapat pula dilakukan secara oral dengan dosis 0,5mg/kgBB/hari,

dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam ialah ataksia,

mengantuk dan hipotonia. Diazepam juga dapat menurunkan kejang demam ketika

diberikan pada masing-masing episode demam. Dengan meningkatkan aktifitas GABA

penghambat utama neurotransmitter, mendepresi susunan saraf pusat termasuk sistem

limbik dan formasio retikularis.

2. Profilaksis terus-menerus dengan anti konvulsan tiap hari

Pemberian fenobarbital 4-5 mg / kgBB/hari dengan kadar darah sebesar 16µg/ml

dalam darah menunjukan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang

demam. Efek samping fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif,

pemarah dan agresif ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat dikurangi

dengan menurunkan dosis fenobarbital.

Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat

yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan fenobaarbital tetapi kadang-kadang

menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis valproat adalah 15-40 mg/kgBB/hari.

Valproat tidak menyebabkan kelainan watak. Fenitoin dan carbamazepin tidak

efektif untuk pencegahan kejang demam. Profilaksis terus menerus berguna untuk

Page 29: EDITAN Kasus DHF Grade I

mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak

tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari.

Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang

terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

Pemberian Obat Rumat.

Indikasi pemberian obat rumat.

Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukan ciri sebagai

berikut:

1. Kejang lama > 15 menit.

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retradasi mental,

hidrosefalus.

3. Kejang fokal.

4. Pengobatan rumat dipeetimbangkan bila:

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan.

Kejang demam > 4 kali

Penjelasan:

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit merupakan indikasi

pengobatan rumat.

Kelainan neurologist tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan

merupakan indikasi pengobatan rumat.

Kejang fokal atau fokal menjadi umum menujukan bahwa anak mempunyai focus

organik.

PROGNOSIS13

Faktor resiko berulangnya kejang adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 14 bulan

3. Tingginya suhu badan sebelum kejang

4. Lamanya demam

Page 30: EDITAN Kasus DHF Grade I

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80%, sedangkan bila tidak

terdapat factor tersebut hanya 10-15% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang

paling besar pada tahun pertama.

Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko menjadi epilesi

adalah :

1. Perkembangan saraf terganggu

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi dalam keluarga

4. Lamanya demam

Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai

4-6%. Kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi

10-15%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat

pada kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan Faktor Resiko. Available at: www.ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/aspirator/article/download/2951/2136. Accessed January 21, 2014.

2. Soedarmo S, Gama H, Hadinegoro SS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua: Bab 15. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta. 2002.

3. Pearce EC. Anatomi dan Fisiologi Paramedis. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 2002

4. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat: Jakarta. 2007.

Page 31: EDITAN Kasus DHF Grade I

5. Sutarjo. Limfosit plasma biru. Arti diagnostik dan sufat imunologik pada infeksi dengue. Disertasi Universitas Gajah Mada: Yojyakarta. 1991.

6. Taslim,S.,Sofyan,I.Kejang Demam dalam buku ajar Neurologi anak, edisi ke 2, Ilmu Kesehatan Anak Indonesia Jakarta 2000:245-849

7. Husain, R., Alatas, H. Kejang Demam dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2 cetakan ketujuh, Jakarta; Staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1985; 847-54

8. Konsensus penanganan kejang demam , Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI, Saraf Anak PERDOSSI. Jakarta 2006.

9. Nelson KB, Ellenberg JH. Febrile seizure. Pediatric 15th edition.

10. Hay,Jr., William W., Current Pediatric Diagnosis & Treatment, 17th Edition, 1163-1165, Lange Medical Books, USA.

11. Mansjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid Kedua, Bab 47, 417-418, 2000. Media Aesculapius, Jakarta

12. Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak FKUI, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, Bab 21.

13. Wahab, A. Samik, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15, Vol. 2, Seksi 4, 1068-1071,1996, EGC, Jakarta