Top Banner
MAKALAH AGAMA ISLAM II BIOETIK EUTHANASIA DALAM POLA BERPIKIR ISLAM Kelompok 1 Dwi Pandrya Dhaneswara 101211131012 Farouk Ilmid Davik 101211131015 Dini Rachmadilla Ayuningtyas S101211131051 Miftahul Janah 101211131212 Yusrina Dirayati Hermanto 101211131224 Devin Sandiaji Putri 101211132005 Aini Azizah 101211132017 Zulfia Nita Jamila 101211132029 Dimas Nindy Pratama 101211133002 Fitri Suryanti 101211133005 Fidya Panorama Damayanti 101211133011 Dinda Putri Lestari 101211133014 Viska Devintha Candra Kirana101211133085 IKM C 2012 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT 1
46

Bioetik VC Fix

Dec 26, 2015

Download

Documents

Miftahul Janah

cupilkan makalh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bioetik VC Fix

MAKALAH AGAMA ISLAM II

BIOETIK EUTHANASIA DALAM POLA BERPIKIR ISLAM

Kelompok 1

Dwi Pandrya Dhaneswara 101211131012

Farouk Ilmid Davik 101211131015

Dini Rachmadilla Ayuningtyas S 101211131051

Miftahul Janah 101211131212

Yusrina Dirayati Hermanto 101211131224

Devin Sandiaji Putri 101211132005

Aini Azizah 101211132017

Zulfia Nita Jamila 101211132029

Dimas Nindy Pratama 101211133002

Fitri Suryanti 101211133005

Fidya Panorama Damayanti 101211133011

Dinda Putri Lestari 101211133014

Viska Devintha Candra Kirana 101211133085

IKM C 2012

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2014

1

Page 2: Bioetik VC Fix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat –Nya

kami semua dapat menyusun makalah berjudul “Bioetik Euthanasia dalam Pola Berpikir

Islam” yang termasuk dalam Bab “Bioetik Kesehatan Masyarakat dalam Pola Berpikir Islam”

ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam II. Sholawat dan salam juga

selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun,

penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan

dan bimbingan orangtua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Bioetik Kesehatan

Masyarakat dalam Pola Berpikir Islam, khususnya pada kasus euthanasia yang kami sajikan

berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi

sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Airlangga. Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki kekurangan,

oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Surabaya, 6 September 2014

Penyusun

Kelompok 1

2

Page 3: Bioetik VC Fix

DAFTAR ISI

Halaman judul........................................................................................................................1

Kata pengantar........................................................................................................................2

Daftar isi.................................................................................................................................3

BAB I Pendahuluan................................................................................................................4

1.1 Latar belakang............................................................................................................4

1.2 Rumusan masalah.......................................................................................................5

1.3 Tujuan.........................................................................................................................5

BAB II Tinjauan Pustaka.......................................................................................................6

2.1 Pengertian bioetik.......................................................................................................6

2.2 Bioetik kesehatan masyarakat....................................................................................6

2.3 Prinsip – prinsip dasar bioetik....................................................................................6

2.4 Peran bioetik dalam kesehatan masyarakat................................................................7

2.5 Jenis – jenis bioetik.....................................................................................................7

2.5.1 Abortus..............................................................................................................7

2.5.2 Euthanasia........................................................................................................12

2.5.3 Transplantasi organ..........................................................................................14

BAB III Pembahasan............................................................................................................19

3.1 Euthanasia dalam kode etik kedokteran...................................................................19

3.2 Euthanasia dalam pandangan HAM.........................................................................21

3.3 Euthanasia dalam hukum Islam................................................................................22

BAB IV Penutup..................................................................................................................29

4.1 Kesimpulan...............................................................................................................29

4.2 Saran.........................................................................................................................29

Daftar pustaka.......................................................................................................................30

3

Page 4: Bioetik VC Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai salah satu ciptaan Allah yang paling sempurna karena dilengkapi

dengan akal, pikiran dan rasa. Dengan menggunakan akal dan pikirannya tersebut

manusia mampu menciptakan teknologi untuk mempermudah dalam hal menjalankan

aktifitasnya sehari-hari, maka dari sinilah manusia terus-menerus berusaha menciptakan

maupun menyempurnakan teknologi – teknologi.

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat diprediksi, dan manusia

akan terus mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai dengan perintah Allah SWT, yaitu

� �ق�و�م ل ون� ر� �ف�ك �ت �ن ي إ ف�ي ذ��ل�ك� �ات� ي آل�

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

kaum yang berfikir.” [QS. Ar-Rum:21]

Perkembangan inilah yang dapat menjadi tantangan tersendiri bagi ilmuwan untuk tetap

berada dalam etik keilmuan yang berlaku tanpa mengabaikan moral. Namun dalam

penerapannya, terkadang manusia dapat menyalahgunakan akal pikiran menunda

kematian dengan berbagai cara, termasuk didalamnya temuan sains dan teknologi untuk

menyembuhkan kesehatan manusia, tetapi sebaliknya, dengan adanya penemuan-

penemuan sains dan teknologi tersebut, membawa suatu konsekuensi tertentu kepada

ummat manusia seperti euthanasia.

Euthanasia sebenarnya tidak menimbulkan masalah apabila dilihat dari sudut

pandang kemanusiaan. Karena pada kenyataannya, euthanasia membantu manusia yang

sekarat untuk mengakhiri hidupnya tanpa kesakitan. Namun, euthanasia menjadi masalah

apabila dikaitkan dengan konteks hukum dan agama, khususnya agama Islam. Dalam

konteks hukum, euthanasia bermasalah karena berkaitan dengan hilangnya nyawa

seseorang. Sedangkan dalam konteks Islam, euthanasia bermasalah karena kehidupan dan

kematian seseorang berada di tangan Sang Pencipta, yaitu Allah SWT.

4

Page 5: Bioetik VC Fix

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan bioetik?

1.2.2 Apa yang dimaksud dengan bioetik dalam kesehatan masyarakat?

1.2.3 Apa yang dimaksud dengan euthanasia?

1.2.4 Bagaimana pandangan islam terhadap euthanasia?

1.3 Tujuan

1.3.1 Memahami maksud dan konsep bioetik

1.3.2 Memahami maksud dari bioetik dalam kesehatan masyarakat

1.3.3 Memahami arti dan jenis – jenis euthanasia

1.3.4 Mengetahi pandangan Islam terhadap euthanasia

5

Page 6: Bioetik VC Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bioetik

Bioetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti kehidupan dan ethos yang

berarti norma-norma, adat istiadat, atau nilai-nilai moral. Secara harfiah, bioetika memiliki

arti etika hidup. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan

oleh perkembangan dibidang biologi dan ilmu kedokteran, baik skala mikromaupun makro,

serta masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi,

hukum, dan bahkan politik (Putra, 2011).

2.2 Bioetik Kesehatan Masyarakat

Perkembangan yang begitu pesat di bidang biologi dan ilmu kedokteran membuat

etika kedokteran tidak mampu lagi menampung keseluruhan permasalahan yang berkaitan

dengan kehidupan. Etika kedokteran berbicara tentang bidang medis dan profesi kedokteran

saja, terutama hubungan dokter dengan pasien, keluarga, masyarakat, dan teman sejawat.

Oleh karena itu, sejak tiga dekade terakhir ini telah dikembangkan bioetika atau yang biasa

disebut juga dengan etika biomedis.

Selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ,

teknologi reproduksi buatan, dan rekayasa genetik, bioetik juga membahas mengenai

masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak

pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya.

Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan

hewan percobaan.

2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Bioetik

Prinsip-prinsip dasar bioetik haruslah spesifik, yaitu harus dibersamakan dengan

prinsip-prinsip lainnya. Namun, pada beberapa kasus, satu prinsip akan menjadi lebih

penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain apabila dalam

suatu kondisi yang berbeda. Praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada empat kaidah

6

Page 7: Bioetik VC Fix

dasar moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika, antara lain

(Hanafiah, 2009):

1. Beneficence

Beneficence berarti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien dengan

mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk.

2. Non-malficence

Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan

perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil

resikonya bagi pasien sendiri.

3. Justice

Keadilan (justice) adalah suatu prinsip dimana pasien harus diperlakukan sama rata dan

adil guna untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat

ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial,

kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap

pasiennya.

4. Autonomy

Prinsip ini mengutamakan rasa hormat terhadap martabat manusia. Setiap individu harus

diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri sendiri.

2.4 Peran Bioetik dalam Kesehatan Masyarakat

Bidang bioetika dapat menjadi kontributor penting bagi pertumbuhan masa depan dan

pembangunan kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat sangat bisa mendapatkan

keuntungan bidang bioetikadengan memperluas fokus utama bioetika dari otonomi individu

dan perawatan klinis untuk memasukkan isu-isu konstektual dalam perawatan kesehatan

pengambilan keputusan, konflik nilai yang melekat, dan faktor-faktor penentu sosial dan

struktural kesehatan penduduk (Levin dan Alan, 2002).

2.5 Jenis-Jenis Bioetik

2.5.1 Abortus

Kata aborsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu abortion dan bahasa Latin abortus,

serta al-ijhadh atau isqath al-haml dalam bahasa Arab. Secara etimologis, aborsi

berarti gugur kandungan atau keguguran. Sedangkan, secara terminologis aborsi

7

Page 8: Bioetik VC Fix

merupakan pengguguran janin yang dikandung perempuan dengan tindakan tertentu

sebelum sempurna masa kehamilannya, baik dalam keadaan hidup atau mati sebelum

si janin bisa hidup diluar kandungan, namun telah terbentuk sebagian anggota

tubuhnya.

Aborsi terbagi menjadi dua macam, yaitu abortus spontaneous dan abortus

provocatus atau abortus arteficiallis. Abortus spontaneous adalah gugurnya

kandungan kehamilan yang terjadi secara spontan. Sedangkan abortus provocatus

terdiri dari dua jenis, antara lain abortus provocatus thorapeuticus (aborsi yang

dilakukan atas pertimbangan medis) dan abortus provocatus criminalis (aborsi yang

dilakukan tanpa pertimbangan medis).

Tindakan aborsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan sendiri atau

dilakukan dengan bantuan orang lain. Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan

cara memakan obat-obatan yang membahayakan janin, atau dengan melakukan

perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan janin. Sedangkan,

aborsi yang dilakukan orang lain yaitu dilakukan dengan bantuan seorang dokter,

bidan, atau dukun beranak.

Dalam Islam, telah dijelaskan bagaimana penciptaan seorang manusia dan kapan

seorang manusia dianggap mulai hidup (diberikan nyawa). Allah SWT telah berfirman

di dalam Al-Quran:

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati

(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang

disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami

jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,

dan segumpal daging itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan

dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah Pencipta Yang Paling Baik”

[QS. Al-Mu’minun:12-14]

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),

maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,

kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari

8

Page 9: Bioetik VC Fix

segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar

Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami

kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu

sebagai bayi” [QS. Al-Hajj:5]

Di dalam teks-teks al Qur’an dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum

aborsi, tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak,

sebagaimana firman Allah SWT:

”Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka

balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah

murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang

besar” [Qs An Nisa’ : 93]

Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rosulullah SAW

bersabda:

“Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam

perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua,

terbentuklah  segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga,

berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat  

untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu

penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka,

maupun yang bahagia” (Bukhari dan Muslim)

Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi

dua bagian sebagai berikut:

1. Menggugurkan janin sebelum peniupan roh

Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga

pendapat:

a. Pendapat pertama: Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya

boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut

dengan obat. (Hasyiat Al Qalyubi: 3/159). Pendapat ini dianut oleh para ulama

dari madzhab Hanafi, Syafi’i, dan Hambali.  Tetapi kebolehan ini disyaratkan

9

Page 10: Bioetik VC Fix

adanya ijin dari kedua orang tuanya (Syareh Fathul Qadir: 2/495). Mereka

berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum

empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta

dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.

b. Pendapat kedua: Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya

makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi

haram. Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka

tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh,

demi untuk kehati-hatian. Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab

Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab Syafi’i. (Hasyiyah

Ibnu Abidin: 6/591,  Nihayatul Muhtaj: 7/416)

c. Pendapat ketiga: Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram.

Dalilnya bahwa  air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur

dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud

ini adalah tindakan kejahatan. Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir, Imam

Ghozali dan Ibnu Jauzi (Syareh Kabir: 2/ 267, Ihya Ulumuddin: 2/53, Inshof:

1/386). Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan),

telah dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun

disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam

fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu

yang bermanfaat.

Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di

dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu

bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan

medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam kategori Abortus Profocatus

Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar

hukum yang berlaku.

10

Page 11: Bioetik VC Fix

2. Menggugurkan janin setelah peniupan roh

Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah

peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur

empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di

atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu,

dia  telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini

berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat. Namun

jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan

membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda

pendapat:

a. Pendapat pertama: Menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap

haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan

keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh mayoritas

Ulama. Dalilnya adalah firman Allah SWT:

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar“ [Q.S. Al

Israa’: 33]

Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang

keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan

kaidah fiqhiyah: “Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan

sesuatu yang masih ragu”, yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah

ditiup rohnya yang merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir

dengan kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang masih diragukan.

(Hasyiyah Ibnu Abidin: 1/602).

Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan

tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika

sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.

b. Pendapat kedua: Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan

roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk

11

Page 12: Bioetik VC Fix

menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih

diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih

dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan

keberadaannya terakhir. (Mausu’ah Fiqhiyah: 2/57). Prediksi tentang

keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran,

walaupun hal itu tidak mutlak benarnya.

Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat

bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan

kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’i hukumnya

adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT.

Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus

Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin

yang belum ditiupkan roh di dalamnya.

2.5.2 Euthanasia

Menurut Benjamin Jowett, Walter J. Black yang dikutip dalam jurnal Euthanasia,

the Right to Die and the Bill of Rights Act oleh Stuart Beresford:

“Euthanasia merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani eu, yang berarti

baik, dan thanatos, yang berarti kematian. Orang Yunani kuno melihat penyakit

sebagai penderitaan yang mengganggu dan memungkinkan orang yang sedang

sakit untuk memperoleh persetujuan negara untuk bunuh diri. Menurut Plato dan

Socrates kesakitan yang mebuat derita dan sengsara dapat dijadikan alasan

untuk tidak "melekat pada kehidupan."

Pengertian lain dari euthanasia merupakan upaya yang mana dilakukan untuk

dapat membantu seseorang dalam mempercepat kematiannya secara mudah akibat

ketidakmampuan menanggung derita yang panjang dan tidak ada lagi harapan untuk

hidup atau disembuhkan (Rada, 2013).

Menurut Utomo (2009), dalam praktek kedokteran dikenal dua macam euthanasia

yaitu, euthanasia aktif dan euthanasia pasif.

12

Page 13: Bioetik VC Fix

a. Euthanasia aktif

Euthanasia aktif ialah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan

memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan dilakukan pada

saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium

akhir, yang menurut perkiraan/perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa

sembuh atau bertahan lama. Alasan yang lazim dikemukakan dokter ialah bahwa

pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien, tidak

mengurangi keadaan sakitnya yang memang sudah parah. Contoh kasus

euthanasia aktif misalnya pada orang yang mengalami keadaan koma yang sangat

lama, karena bagian otaknya terserang penyakit atau bagian kepalanya mengalami

benturan yang sangat keras. Dalam keadaan demikian ia hanya mungkin dapat

hidup dengan mempergunakan alat pernafasan, sedangkan dokter ahli

berkeyakinan bahwa penderita tidak akan dapat disembuhkan. Jika alat

pernapasan tersebut dihentikan (dilepas), maka penderita sakit tidak mungkin

dapat melanjutkan pernafasannya sebagai cara aktif yang kemudian akan

memudahkan proses kematiannya.

b. Euthanasia Pasif

Euthanasia pasif adalah tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien

yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat

disembuhkan. Penghentian pemberian obat ini berakibat mempercepat kematian

pasien. Alasan yang lazim dikemukakan ialah karena keadaan ekonomi pasien

yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk biaya pengobatan cukup

tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak

efektif lagi.

Pendapat lain dikemukakan oleh S. Sandy Sanbar, M.D., Ph.D., J.D., FCLM.

Euthanasia dibagi menjadi 3 jenis yakni:

a. Euthanasia aktif, atau belas kasihan membunuh. Tindakan ini ilegal di semua

Amerika Serikat. Salah satu kegiatan dengan sengaja mengakhiri kehidupan

manusia lain dianggap sebagai pembunuhan. Euthanasia aktif merupakan praktek

yang diterima sehubungan dengan kematian hewan, tetapi dilarang keras pada

13

Page 14: Bioetik VC Fix

manusia. Tidak peduli seberapa parah rasa sakit dan penderitaan manusia, tidak

ada orang yang diperbolehkan untuk secara sepihak mengakhiri kehidupan

manusia tersebut, bahkan jika tindakan yang disengaja tersebut bermaksud sangat

baik dan dilakukan oleh kerabat dekat maupun profesional medis. Di sisi lain,

bunuh diri tidak dianggap ilegal.

b. Euthanasia pasif. Tindakan ini legal di semua Amerika Serikat, menunjukkan

memungkinkan pasien diinformasikan mati secara "alami", sebagai konsekuensi

dari penyakitnya, tanpa atau dengan dukungan oleh profesional medis. Euthanasia

pasif didasarkan pada konsep "penentuan nasib sendiri" di mana setiap orang

dewasa yang kompeten bebas untuk melakukan kontrol atas tubuhnya tanpa

gangguan (hak untuk menolak pengobatan) dari profesi medis atau pemerintah.

c. Statutory euthanasia, tindakan ini legal disalah satu wilayah dari Amerika Serikat,

yakni Oregon. Di sini, pasien yang sedang menderita sakit parah mengambil

langkah-langkah yang disengaja untuk mengakhiri hidup mereka sebelum

waktunya (yaitu bunuh diri), dibantu oleh dokter.

2.5.3 Transplantasi organ

Transplantasi organ adalah pemindahan organ dari satu tubuh ke tubuh

yang lainnya atau pemindahan organ dari donor ke resipien yang organnya mengalami

kerusakan. Organ yang sudah dapat ditransplantasi adalah jantung, ginjal, hati,

pancreas, intestinedan kulit, sedangkan jaringan, adalah kornea mata, tulang, tendo,

katup jantung, dan vena (Yulianti, 2009).

Pemindahan organ dari donor ke resipien bukan masalah yang sederhana,

banyak faktor yang harus dipertimbangkan, misalnya medikal transplantasi,

dimana donasi organ atau jaringan memerlukan terapi transplantasi, meliputi

persiapan resepien sebelum transplantasi, saat operasi dan sesudah transplantasi.

Sering terjadinya penolakan transplantasi, yaitu organ atau jaringan donor tidak di

terima oleh tubuh resepien. Hal ini merupakan tantangan dan masalah yang kompleks

bagi dunia kedokteran. Untuk mengatasi penolakan dari resepien diatasi dengan

obat immunosuppressant, obat yang menghambat aktivitas sistem imun. Penggunaan

14

Page 15: Bioetik VC Fix

obat ini mengambil resikotinggi, karena dengan tidak aktifnya sistem imun, resepien

menjadi rentan terhadap infeki dan penyebaran sel-sel malignant. Efek samping

lain adalah menyebabkan hipertensi, dislipidemia, hiperglikemik, peptic ulcer, liver

dan kerusakan ginjal. Obat ini pun biasana berinteraksi dengan obat lain dan akan

mempengaruhi aktivitas metabolisme resepien. Transplantasi dapat dikelompokan

menjadi,

1. Autograft, yaitu transplantasi jaringan pada orang yang sama, biasanya

dilakukan pada jaringan yang berlebih yang dapat beregenerasi atau jaringan

yang terdekat, seperti pada skin graft atau vein extraction, pada coronary artery

bypass surgery (CABG).

2. Allograft, yaitu transplantasi organ atau jaringan antara dua orang yang tidak sama

secara genetik, tetapi pada spesies yang sama. Transplantasi organ pada manusia

umumnya adalah allograft, sehingga ada kendala penolakan organ atau jaringan

dari resepien.

3. Isograft, merupakan bagian dari allograft, hanya disini donor dan resepien

mempunyai kesamaan genetik, seperti kembar identik, kelebihannya adalah tidak

ada penolakan organ atau jaringan dari resepien.

4. Xenotransplantation, yaitu transplantasi organ atau jaringan dari satu spesies

ke spesies lain, seperti transplantasi katup jantung babi pada manusia, yang

berjalan dengan baik. Transplantasi ini sangat berbahaya, terutama masalah

non-incompatibility, penolakan, dan penyakit yang dibawa organ atau jaringan

tersebut.

Bioetik secara umum adalah studi filosofi dari kontroversi etik tentang

biologi dan kedokteran, sehinga bioetik lebih memperhatikan permasalahan-

permasalahan yang berhubungan dengan life science, bioteknolgi, kedokteran,

politik, hukum, filosofi, dan agama. Isu-isu bioetik tentang transplantasi organ

akan meliputi definisi mati, kapan dan bagaimana transplantasi organ dapat

dilaksanakan, juga meliputi pembayaran organ yang ditransplantasikan.

Bioetik transplantasi organ manusia diatur dalam medical ethic, yang lebih

mengarah pada aturan suatu organisasi profesi, yaitu kode etik kedokteran, yang

15

Page 16: Bioetik VC Fix

mengatur hubungan dokter-pasien-keluarga pasien (Rotgers, 2007). Pada

transplantasi organ akan terlibat dokter, donor dengan keluarganya dan resepien

dengan keluarganya. Ada suatu prosedur yang harus dipahami oleh semua orang

yang terlibat dalam transplantasi organ.

Adapun dalil-dalil yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan hukum

trasplantasi organ tubuh, antara lain:

1. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 195

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu

menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.

Ayat tersebut menjelaskan  bahwa islam tidak membenarkan  seseorang

membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya, tanpa berusaha mencari penyembuhan

secara  medis dan non medis, termasuk upaya transplantasi, yang memberikan

harapan untuk bisa bertahan hidup dan menjadi sehat kembali.

2. Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 32

“Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-

olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya

telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-

keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-

sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa tindakan kemanusiaan (seperti transplantasi)

sangat dihargai oleh agama islam.

3. Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 2

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah

kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.

Perintah untuk saling tolong menolong dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa

ini merupakan perintah bagi seluruh manusia, yakni  hendaklah sebagian kalian

menolong sebagian yang lain. Ayat-ayat tersebut menyuruh berbuat baik kepada

16

Page 17: Bioetik VC Fix

sesama manusia dan saling tolong menolong dalam hal kebaikan.

Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan tolong

menolong dalam kebaikan karena memberi manfaat bagi orang lain yang sangat

memerlukannya.

4. Hadits

Hadis Nabi Muhammad SAW: ”Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena

sesungguhya Allah tidak meletakkan suatu pentakit, kecuali dia juga meletakkan

obat penyembuhnya, selain penyakit yang satu, yaitu penyakit tua” (H.R. Ahmad,

Ibnu Hibban dan  Al-Hakim dari Usamah Ibnu Syuraih).

Hadist  tersebut menunjukkan, bahwa wajib hukumnya berobat bila sakit, apapun

jenis dan macam penyakitnya, kecuali penyakit tua. Oleh sebab itu, melakukan

transplantasi sebagai upaya untuk menghilangkan penyakit hukumnya mubah,

asalkan tidak melanggar norma ajaran islam.

Dari dalil-dalil diatas maka dapat diambil hukum mengenai transplantasi organ

yaitu:

1. Mengambil organ tubuh donor (jantung, mata, ginjal) yang sudah meninggal

secara yuridis dan medis hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan

islam, dengan syarat bahwa resipien dalam keadaan darurat yang mengancam

jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara

optimal, tetapi tidak berhasil.

2. Pendapat yang mendukung transplantasi organ adalah hingga kini, tidak ada ulama

yang mengajukan  argumen tertulis  yang secara terang-terangan mendukung

transplantasi organ. Namun demikian,  ulama di berbagai belahan dunia telah

menulis  argumen-argumen yang mendukung maupun mengeluarkan fatwa-fatwa

keagamaan tengtang transplantasi organ. Para ulama yang mendukung pembolehan

transplantasi organ berpendapat  bahwa transplantasi organ harus dipahami sebagai

satu bentuk layanan altruistik bagi sesama muslim.

17

Page 18: Bioetik VC Fix

3. Mendonorkan organ tubuh dapat menjadi haram hukumya apabila:

a. Transplantasi organ tubuh diambil dari orang  yang masih dalam keadaan

hidup  sehat, dengan alasan:

Firman Allah dalam Alqur’an S. Al-Baqarah ayat 195, bahwa ayat tersebut

mengingatkan, agar jangan  gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu,

tetapi harus memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan bisa berakibat fatal

bagi diri donor, meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang

baik dan luhur.

b. Melakukan transplantasi dalam keadaan dalam keadaan koma.

Walaupun  menurut dokter bahwa si donor itu akan segera meninggal maka

transplantasi tetap haram hukumnya karena hal itu dapat  mempercepat

kematiannya dan mendahului kehendak Allah. Dalam hadis nabi dikatakan:

“Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh pula

membuat madharat pada orang lain” (HR. Ibnu Majah, No. 2331).

18

Page 19: Bioetik VC Fix

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Euthanasia dalam Kode Etik Ilmu Kedokteran

Salah satu dari kewajiban dokter tercantum di dalam Kode Etik Kedokteran yang

ditetapkan Menteri Kesehatan Nomor: 434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 11:

“Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk

insani.” Kemudian di dalam penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri

yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah mempertahankan

hidupnya. Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter. Dalam penjelasan pasal 11

Kode Etik Kedokteran Indonesia, disebutkan pada ayat 2 bahwa “Seorang dokter dilarang

terlibat atau melibatkan diri ke dalam abortus, euthanasia, maupun hukuman mati yang

tidak dapat dipertanggungjawabkan moralitasnya.”

Dalam pasal 14 disebutkan bahwa “Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan

mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang

ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan

pasien atau keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian

untuk itu.” Dalam pasal ini dijelaskan bahwa dokter harus membantu pasien sesuai dengan

kemampuannya, jika dirasa diluar kemampuan, maka dokter wajib merujuk pasien ke dokter

yang lebih ahli. Tidak ada penjelasan yang memperbolehkan dokter untuk melepaskan

tanggung jawabnya dengan cara euthanasia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa euthanasia

merupakan hal yang dilarang dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia yang menjadi tolok

ukur dan pedoman dokter untuk menjalankan profesinya.

Sejak permulaan sejarah kedokteran, seluruh manusia mengakui akan adanya

beberapa sifat fundamental yang melekat secara mutlak pada diri seseorang yang baik dan

bijaksana, yaitu kemurnian niat, kesungguhan dalam bekerja, kerendahan hati serta integritas

ilmiah dan sosial yang tidak diragukan. Secara universal, kewajiban dokter tersebut telah

tercantum di dalam Declaration of Geneva pada bulan September 1948.

19

Page 20: Bioetik VC Fix

Dengan demikian, setiap dokter mempunyai kewajiban untuk menghormati hidup

insani mulai saat terjadinya pembuahan. Dalam hal ini, bagaimanapun parahnya sakit

seorang pasien, setiap dokter harus melindungi dan mempertahankan hidup dari pasien

tersebut. Dalam keadaan demikian mungkin pasien ini sebenarnya sudah tidak dapat

disembuhkan lagi, atau sudah dalam keadaan sekarat. Akan tetapi dalam hubungan ini

dokter tidak boleh melepaskan diri dari kewajiban untuk selalu melindungi hidup manusia,

sebagaimana yang diucapkan dalam sumpahnya. Karena naluri terkuat dari manusia adalah

mempertahankan hidupnya, dan ini juga termasuk salah satu tugas dari seorang dokter, maka

menurut etik kedokteran, dokter itu tidaklah diperbolehkan: menggugurkan kandungan

(abortus provocatus); mengakhiri hidup seseorang pasien, yang menurut ilmu dan

pengalaman tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia) (Keputusan Menteri Kesehatan RI

No. 434/Men.Kes/SK/X/1983, 1988:18).

Dalam hubungannya dengan kode etik kedokteran R. Soeprono dalam suatu diskusi

panel mengenai euthanasia menjabarkan, bahwa segala perbuatan dokter terhadap si sakit

itu bertujuan memelihara kesehatan dan kebahagiaannya. Dengan sendirinya ia harus

mempertahankan dan memelihara kehidupan manusia.

Akhir-akhir ini euthanasia mulai berkembang pesat di beberapa dunia. Indonesia

salah satu negera yang disinyalir berkembang euthanasia negatif. Padahal bangsa Indonesia

berasaskan Pancasila yang sekaligus rakyatnya beragama, seharusnya tidak menerima

euthanasia apalagi melakukannya. Tapi kasus euthanasia itu disinyalir sering terjadi di tanah

air yakni pada rumah sakit yang sudah memiliki Intensive Care Unit (ICU) (Hardinal,

1996:9).

Terlepas dari benar tidaknya praktek euthanasia telah terjadi di Indonesia, masalah

ini menjadi cukup penting dikaji untuk mendapatkan solusinya. Sebab sebagai negara

hukum, tentu saja ada konsekuensi pertanggungjawaban akan sesuatu perbuatan yang

dijalankan oleh setiap warga negaranya atas dasar profesinya. Pengertian dari

tanggungjawab menurut kamus hukum adalah keadaan wajib menanggung segala

sesuatunya, bilamana terjadi apa-apa boleh dituntut. Berdasarkan Black Law Dictionary,

istilah liability dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang terikat secara hukum

20

Page 21: Bioetik VC Fix

atau keadilan untuk melaksanakan sesuatu yang dapat dipaksakan oleh suatu tindakan.

Tanggungjawab hukum dari tenaga kesehatan dimaksudkan sebagai keterkaitan tenaga

kesehatan terhadap berbagai ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya

(R.A. Antari Inaka Turingsih, 2012:271)

3.2 Euthanasia dalam Pandangan HAM

Hak-hak asasi manusia sebagaimana dikenal dewasa ini dengan nama antara lain

"Human Rights, the Right of Man" hal mana pada prinsipnya dapat dirumuskan sebagai

"hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tak dapat dipisahkan dari

hakekatnya dan karena itu bersifat suci". Jadi, hak asasi dapat dikatakan sebagai hak dasar

yang dimiliki oleh pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Hak

asasi itu tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Dari pemahaman

yang demikian maka sebenarnya perjuangan untuk membela hak-hak kemanusiaan tersebut

mungkin seumur umat manusia itu sendiri.

Sebagai contoh bahwa Nabi Musa berusaha menyelamatkan umatnya dari

penindasan Fir'aun. Nabi Muhammad dengan mu'jizatnya; al-Qur'an, banyak mengajarkan

tentang toleransi, berbuat adil, tidak boleh memaksa, bijaksana, menerapkan kasih sayang,

dan lain sebagainya. Islam mengajarkan belas kasihan sebagai suatu nilai kemanusiaan yang

pokok dan satu dari kebajikan yang fundamental bagi orang yang mengaku dirinya muslim.

Hak-hak Asasi manusia secara umum mencakup hak pribadi, politik, perlakuan yang

sama dalam hukum, sosial dan kebudayaan, serta untuk mendapatkan perlakuan tata cara

peradilan dan perlindungan hukum. Dalam hak-hak asasi manusia, terdapat bermacam

dokumen, diantaranya Declarations des Droits de'l Homme et du Citoyen (1789) di Perancis

dan The Four Freedoms of F.D. Roosevelt (1941) di Amerika Serikat, dari kedua dokumen

tersebut terdapat semboyan, yaitu:

1. Liberte (kemerdekaan),

2. Egalite (kesamarataan),

3. Fraternite (kerukunan atau persaudaraan),

4. Freedom of speech (kebebasan mengutarakan pendapat),

5. Freedom of Religion (kebeasan beragama),

21

Page 22: Bioetik VC Fix

6. Freedom from Fear (kebebasan dari ketakutan), dan

7. Freedom from Want (kebebasan dari kekurangan).

Dari kedua dokumen tersebut, dapat disimpulkan bahwa hak asasi manusia mencakup:

a. Hak kemerdekaan atas diri sendiri,

b. Hak kemerdekaan beragama

c. Hak kemerdekaan berkumpul,

d. Hak menyatakan kebebasan dari rasa takut,

e. Hak kemerdekaan pikiran.

Menyinggung masalah hak-hak asasi manusia, terutama dalam hak kemerdekaan atas

diri sendiri, maka akan terlintas dalam benak pikiran bahwa "hak untuk hidup" atau the right

to life adalah termasuk didalamnya. Dan dalam hak untuk hidup ini juga tercakup pula

adanya "hak untuk mati" atau the right to die. "The right to die" ini berkaitan dengan

munculnya "revolusi biomedis" dan tentunya berkaitan pula dengan masalah euthanasia.

Mengenai hak untuk hidup, memang telah diakui oleh dunia yaitu dengan

dimasukannya dan diakuinya Universal Declaration of Human Right oleh perserikatan

bangsa-bangsa tanggal 10 Desember 1948. Sedangkan mengenai "hak untuk mati", karena

tidak dicantumkan secara tegas dalam suatu deklarasi dunia, maka masih merupakan

perdebatan dan pembicaraan di kalangan ahli berbagai bidang dunia, seperti diperagakan

dalam "peradilan semu" dalam rangka Konferensi Hukum Se-Dunia di Manila.

Di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat masalah "hak untuk mati" sudah

diakui, dan bahkan di Negara-negara bagian ada yang mengaturnya secara jelas dalam

berbagai undang-undang. Walaupun telah diakui dalam berbagai undang-undang, namun

masih harus diakui pula bahwa "hak untuk mati" itu tidak bersifat mutlak. Jadi masih

terbatas dalam suatu keadaan tertentu, misalnya bagi penderita suatu penyakit yang sudah

tidak dapat diharapkan lagi penyembuhannya dan pengobatan yang diberikan sudah tidak

berpotensi lagi.

3.3 Euthanasia dalam Hukum Islam

Dalam pandangan Islam, hidup manusia itu suci dan tidak boleh disakiti, sehingga

segala usaha harus dilakukan untuk melindunginya. Tidak seorangpun diperbolehkan untuk

22

Page 23: Bioetik VC Fix

menyakiti seseorang kecuali berdasar hukum, seperti qishash dalam tindak pidana

pembunuhan. Qishash adalah pembunuhan secara sengaja dengan menggunakan benda

tajam yang bisa menembus daging. Pembunuhan qishash ini tentunya harus mendapatkan

izin dari keluarga maupun pihak laih yang terlibat, dan hak membunuh secara qishash

umumnya diberikan kepada negara atau pemerintah. Sebagaimana qishash telah dijelaskan

dalam Al Qur’an

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu melaksanakan qishaash

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan.

Tetapi, barangsiapa yang memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah (yang

mema'afkan) mengikutinya dengan cara yang baik, dan membayar diat (tebusan)

kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat

dari Tuhan kamu. Barangsiapa yang melampaui batas setelah itu, maka ia akan

mendapat siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishaash itu ada (jaminan) kehidupan

bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.” [QS. Al

Baqarah:178-179]

Allah adalah satu - satunya zat yang memiliki hak atas kehidupan manusia. Dengan

kata lain hanya Allah lah yang memiliki hak untuk menentukan kehidupan dan kematian

manusia serta makhluk lainnya. Pemberlakuan hukum qishash hanya berlaku untuk orang -

orang yang terbukti membunuh. Namun demikian tidak semua pembunuh mendapatkan

hukuman qishash. Mereka yang membunuh dalam keadaan membela diri dari ancaman

pembunuhan yang dilakukan orang lain terhadapnya dihapuskan dari hukuman qishash.

Dalam dunia medis, sering kita kenal istilah euthanasia, yang merupakan upaya

untuk mengakhiri hidup seseorang ketika mengalami sakit yang tidak dapat disembuhkan,

guna membantu seseorang dalam mempercepat kematiannya secara mudah akibat

ketidakmampuan menanggung derita yang panjang dan tidak ada lagi harapan untuk hidup

atau disembuhkan. Hal tersebut memunculkan kontroversi yang menyangkut isu etika

euthanasia (perilaku sengaja dan sadar mengakhiri hayat seseorang yang menderita penyakit

yang tak dapat disembuhkan) tidak saja santer didiskusikan di kalangan dunia medis, akan

tetapi telah merambah kemana-mana terutama para ulama Islam.

23

Page 24: Bioetik VC Fix

Seorang pasien yang sedang sakit parah dan tidak sanggup lagi, lalu bermohon agar

dokter mengakhiri hayatnya, maka dikabulkanyalah permohonan itu atas pertimbangan

pasien tersebut tipis harapannya untuk dapat sembuh. Kalau pada orang seperti ini dimatikan

maka kita melakukan euthanasia, yang sekarang ini tidak atau belum diterima di Indonesia,

dan negara-negara lain pun masih ada yang belum menerimanya. Meskipun euthanasia itu

juga demi rasa kemanusiaan yakni membebaskan orang yang hidup padahal tidak ada

harapan lagi untuk hidup. Kehidupan orang secara vegetatif ini membutuhkan juga

perawatan, biaya, dan sebagainya. Itu alasan-alasan yang dipertimbangkan bagi euthanasia

(Ahmad Watik Pratiknya dan Abdul Salam M. Sofro, 1986:41).

Di Indonesia, euthanasia tidak dapat dilakukan dan merupakan perbuatan yang ilegal.

Baik dalam hukum positif maupun dalam kode etik kedokteran diatur bahwa melakukan

euthanasia tidaklah diperbolehkan. Bila dikaji dalam perspektif hukum Islam, diatur bahwa

euthanasia aktif adalah perbuatan yang diharamkan dan diancam oleh Allah SWT dengan

hukuman neraka bagi yang melakukannya.

Tindakan euthanasia dalam hukum Islam belum ada kejelasan dalam hal

pengkategorian tindakan pembunuhan yang mana merupakan suatu jarimah. Sebagaimana

diketahui bahwa suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai suatu jarimah apabila

memenuhi unsur-unsur jarimah. Dalam hukum pidana Islam dikenal dua unsur jarimah yaitu

jarimah umum dan khusus. Yang dimaksud dengan unsur-unsur umum yaitu unsur-unsur

yang terdapat pada setiap jarimah, sedangkan unsur khusus adalah unsur yang hanya ada

pada jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jarimah yang lain. Adapun yang

termasuk unsur umum jarimah adalah sebagai berikut: Pertama, Unsur formal, merupakan

adanya nash atau ketentuan yang menunjuknya sebagai jarimah. Unsur ini sesuai dengan

prinsip yang menyatakan bahwa jarimah tidak terjadi bila sebelum dinyatakan dalam nash.

Kedua, Unsur material, merupakan adanya perbuatan yang melawan hukum yang pernah

dilakukan. Ketiga, Unsur moral, merupakan adanya niat pelaku untuk berbuat. Dengan kata

lain, unsur ini berhubungan dengan tanggungjawab pidana yang hanya dibebankan atas

orang mukallaf dalam keadaan bebas dari unsur keterpaksaan atau ketidaksadaran penuh

(Ahmad Azar Basyir, 2001:8).

24

Page 25: Bioetik VC Fix

Dalam hukum Islam, hingga saat ini belum ada kejelasan atau kepastian tentang

eksistensi euthanasia, apakah euthanasia itu termasuk dalam jarimah atau bukan. Hal

tersebut berbeda dengan Hukum Pidana Indonesia sebagaimana terkandung di dalam Pasal

344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut KUHP), dimana

dijelaskan bahwa melakukan euthanasia merupakan suatu tindakan pidana (Natangsa

Surbakti, 1998:115).

Meskipun di dalam hukum Islam itu belum ada kejelasan atau ketidakpastian dalam

menentukan apakah euthanasia termasuk jarimah atau bukan, akan tetapi dalam hal

euthanasia aktif yang dilakukan hanya berdasar inisiatif dokter sendiri tanpa adanya

persetujuan dari pasien. Sekiranya dapat dimasukkan dalam kategori jarimah pembunuhan,

dan pelaku dimungkinkan untuk dihukum sesuai dengan hukum jarimah yang ada. Pendapat

demikian didasarkan atas pertimbangan karena perbuatan itu telah memenuhi syarat-syarat

untuk dapat dilaksanakan dalam qishash, antara lain: 1. pembunuhan adalah orang yang

baligh, sehat, dan berakal; 2. ada kesengajaan membunuh; 3. ikhtiyar (bebas dari paksaan);

4. pembunuh bukan anggota keluarga korban; 5. jarimah dilakukan secara langsung (Ahmad

Azar Basyir, 2001:16).

Antara pembunuhan sengaja dengan euthanasia aktif ada suatu perbedaan yang

mendasar, meski secara teknis ada persamaan. Dalam pembunuhan sengaja, terdapat suatu

maksud atau tujuan yang cenderung pada tindak kejahatan. Sedangkan dalam euthanasia

aktif, pengakhiran hidup pasien dilakukan secara sengaja dan terencana. Namun

pembunuhan ini dilakukan atas kehendak dan permintaan pasien atau korban kepada dokter

yang merawat dan maksud atau tujuan yang terdapat didalamnya cenderung pada suatu

pertolongan, yang dalam hal ini menolong meringankan beban yang diderita oleh pasien.

Dalam hal masalah euthanasia ini, para tokoh Islam Indonesia sangat menentang

dilakukannya euthanasia. Namun diantara sekian banyak ulama yang menantang euthanasia

ini, ada beberapa ulama yang mana mendukungnya. Menurut pendapat para ulama, bahwa

euthanasia boleh dilakukan apalagi terhadap penderita penyakit menular apalagi kalau tidak

bisa disembuhkan. Pendapat Ibrahim Hosen ini disandarkan kepada suatu kaidah ushul fiqh:

Al- Irtifaqu Akhaffu Dlarurain, melakukan yang teringan dari dua mudlarat. Jadi katanya,

langkah ini boleh dipilih karena ia merupakan pilihan dari dua hal yang buruk. Pertama,

25

Page 26: Bioetik VC Fix

penderita mengalami penderitaan. Kedua, jika menular membahayakan sekali. Artinya dia

menjadi penyebab orang lain menderita karena tertular penyakitnya, dan itu dosa besar. Dan

beliau bukan hanya menganjurkan euthanasia pasif tapi juga euthanasia aktif (Luthfi

Assyaukanie, 1998:180).

Sedangkan menurut Hasan Basri pelaksanaan euthanasia bertentangan, baik dari

sudut pandang agama, undang-undang, maupun etik kedokteran. Dan lebih lanjut beliau

menjelaskan bahwa persoalan hidup mati sepenuhnya hak Allah SWT. Manusia tidak bisa

mengambil hak Allah SWT itu (Majalah Panji Masyarakat, No. 846, 01-15 Januari 1996:60)

Sedangkan terhadap euthanasia pasif, para ahli, baik dari kalangan kedokteran, ahli

hukum pidana, maupun para ulama sepakat membolehkannya. Bagi mereka yang tidak

setuju dengan tindakan euthanasia lebih melihat pada alasan dan perdebatan klasik. Mereka

percaya bahwa yang berhak menentukan kematian itu hanyalah Allah SWT. Tugas manusia

hanya berikhtiar. Seorang dokter yang melakukan euthanasia bisa saja diajukan ke

pengadilan karena tuduhan membunuh, sekalipun tindakan tersebut dilakukan berdasarkan

permintaan pasien.

Tetapi kelompok yang mana menyetujui praktek euthanasia ini lebih melihat pada

sisi maslahat dan keadaan yang menuntut. Seorang penderita secara kronis, hanyalah akan

terus menderita tanpa bisa disembuhkan. Satu-satunya cara untuk meringankan beban pasien

dalam kondisi semacam itu adalah memberikan kepadanya kematian yang damai (mercy

killing). Tanpa tindakan ini, para dokter dan kerabat keluarga hanya akan menyiksa atau

membiarkan penderitaan sang pasien.

Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan

anugerah Allah SWT kepada manusia. Hanya Allah SWT yang dapat menentukan kapan

seseorang lahir dan kapan ia mati. Bagi mereka yang menderita bagaimanapun bentuk dan

kadarnya Islam tidak membenarkan merenggut kehidupan baik melalui praktek euthanasia

apalagi bunuh diri.

Islam akan menghendaki kepada setiap muslim hendaknya selalu optimis dalam

menghadapi setiap musibah. Sebab seorang mu’min dicipta justru untuk berjuang, bukanlah

untuk tinggal diam, dan untuk berperang bukan untuk lari. Iman dan budinya tidak

26

Page 27: Bioetik VC Fix

mengizinkan dia lari dari arena kehidupan. Sebab setiap mukmin mempunyai kekayaan yang

tidak bisa habis, yaitu senjata iman dan kekayaan budi. Tidak sedikit anjuran bagi para

penderita untuk bersabar dan menjadikan penderitaan sebagai sarana pendekatan diri kepada

Yang Maha Kuasa.

Agar supaya meringankan derita sakit seorang muslim diberi pelipur lara oleh Nabi

SAW. Dengan sabdanya, Jika seseorang dicintai Tuhan maka ia akan dihadapkan kepada

cobaan yang beragam. Lain halnya dengan mereka yang tidak mendapatkan alternatif lain

dalam mengatasi penderitaan dan rasa putus asa, Islam memberi jalan keluar dengan

menjanjikan kasih sayang dan rahmat Tuhan, sebagaimana firman Allah SWT:

”Katakanlah: Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka

sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah

mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun

lagi yang Maha Penyayang.” [QS. Az-Zumar:53]

Disinilah pentingnya peranan hukum Islam dalam menetapkan hal-hal yang halal dan

haramnya suatu sikap yang diambil dalam hal euthanasia. Ketika orang diombang-ambing

oleh keadaan yang sangat mendesak, karena dipengaruhi oleh tuntutan zaman atau kemajuan

teknologi, dimana orang seenaknya saja bertindak, yang asalkan menurut mereka hal itu

merupakan keputusan rasional tanpa melihat apakah tindakan mereka itu benar atau tidak

menurut hukum, agama maupun etika.

Jadi hukum Islam dalam menanggapi euthanasia secara umum ini memberikan suatu

konsep bahwa untuk menghindari terjadinya euthanasia, utamanya euthanasia aktif umat

27

Page 28: Bioetik VC Fix

Islam diharapkan tetap berpegang teguh pada kepercayaannya yang memandang segala

musibah (termasuk penderita sakit) sebagai ketentuan yang datang dari Allah SWT. Hal ini

hendaknya dihadapi dengan penuh kesabaran dan tawakal. Dan diharapkan kepada dokter

untuk tetap berpegang kepada kode etik kedokteran dan sumpah jabatannya.

Beberapa ulama memberikan suatu konsep tentang euthanasia secara khusus bagi

penderita yang penyakitnya menular. Hal ini berarti bahwa kalau sedapat mungkin

euthanasia dapat dihindari, mengapa tidak dilakukan. Karena pepatah mengatakan dimana

ada kemauan disitu pasti ada jalan. Kalau dokter sudah menyerah untuk mengobati

pasiennya lebih baik dikembalikan kepada keluarganya tanpa bermaksud untuk

menghentikan bantuan kepada si pasien.

28

Page 29: Bioetik VC Fix

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Euthanasia adalah menghilangkan hak hidup seseorang dengan alasan untuk

menghindari kerugian pada pihak lain termasuk pasien yang masih memiliki harapan hidup.

Akan tetapi dalam pandangan hukum islam, euthanasia merupakan sebuah perbuatan yang

melanggar hukum dan masuk dalam kategori pembunuhan. Ajaran islam melarang

pembunuhan terhadap diri sendiri baik dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain,

karena yang mempunyai hak untuk menghidupkan dan mematikan hanyalah Allah SWT.

Menurut Kode Etik Kedokteran, secara garis besar euthanasia dibagi menjadi dua

yakni euthanasia pasif dan euthanasia aktif. Euthanasia pasif dalam pandangan Hak Asasi

Manusia termasuk dalam kategori pelanggaran HAM biasa dan dikenakan pasal 344 KUHP.

Akan tetapi dalam ajaran hukum islam dan HAM menyatakan bahwa euthanasia dipandang

sebagai perbuatan melanggar hukum karena menghilangkan nyawa manusia. Perbedaan

antara hukum islam dan HAM adalah hukum islam memandang euthanasia adalah perbuatan

yang dilarang agama karena merupakan tindakan pembunuhan dan dikenakan hukuman

qishash, sedangkan dalam doktrin HAM merupakan pelanggaran HAM biasa yang

dikenakan pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diancam dengan

hukuman penjara dua belas tahun. Jadi intinya dalam hukum islam maupun KUHP,

euthanasia ini dinyatakan sebagai tindakan yang melanggar syari’at islam maupun HAM dan

tidak diperbolehkan.

4.2 Saran

1. Pelaksanaan euthanasia dapat dihindari atau ditolak, karena setiap manusia yang masih bernafas masih memiliki hak untuk hidup.

2. Euthanasia merupakan pelanggaran terhadap hukum islam dengan harus dipahami sebagai sebuah perbuatan yang keji, karena didalamnya mengandung sifat putus asa.

29

Page 30: Bioetik VC Fix

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim 2009, Departemen Agama RI.

Beresford, Stuart, Euthanasia, the Right to Die and the Bill of Rights Act, <

http://www.victoria.ac.nz/law/centres/nzcpl/publications/human-rights-research-journal/

publications/vol-3/Beresford.pdf> sitasi 5 September 2014.

Hanafiah, J., Amri Amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.

Hardinal, 1996, Euthanasia dan Persentuhannya dengan Hukum Kewarisan Islam, Mimbar

Hukum No. 6 Tahun VII, Jakarta: Ditbanpera Islam.

Imron, Halimi 1990, Euthanasia Cara Mati Terhormat Orang Modern, CV. Ramadhani, Solo.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 434/Men.Kes/SK/X/1983 tentang Kode Etik

Kedokteran (KODEKI).

Levin, BW., and Alan RF. 2002. Public Health and Bioethics: The Benefits of Collaboration.

Am I Public Health. Tersedia dalam

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1447034/, diakses 6 September 2014.

Muhammad, Kartono, 1992, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya terhadap Bioetika, Cet. I,

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Prakoso, D & Nirwanto DA 1984, Euthanasia Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, Ghalia

Indah, Jakarta.

Putra, Primus Etgal. 2011. Bioetika Kedokteran. Tersedia dalam

http://www.academia.edu/7245584/BIOETIKA_KEDOKTERAN, diakses 6 September

2014.

Rada, Arifin. 2013. Euthanasia dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Perspektif Volume XVIII

Nomor 2.

Rada, Arifin, Mei 2013, Euthanasia dalam Perspektif Hukum Islam, Jurnal Perspektif, Volume

XVIII, No. 2.

Sanbar, S. Sandy, M.D, Ph.D., JD., FCLM, Classification of Euthanasia,

<http://ablminc.org/Editorial_Classification_of_Euthanasia_SSS_06.pdf > sitasi 6

September 2014.

Turingsih, R.A. Antari Inaka, Mimbar Hukum No. 5.

30

Page 31: Bioetik VC Fix

Ujianti, Ni Made Puspasutari dkk, Jurnal Ilmu Hukum Kertha Wicaksana No.

64a/DIKTI/Kep./2010. ISSN 0853-6422, Volume 19 Nomor 1 Januari 2013, Denpasar:

Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar.

Utomo, S.B, 2009, Hukum Euthanasia dan Kode Etik Kedokteran, Fikih Kontemporer, <

http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/hukum-euthanasia-dan-kode-

etik-kedokteran.htm > sitasi 6 September 2014.

31