Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada suatu kehamilan, cairan amnion yang mengisi kantung amnion memiliki
berbagai fungsi penting. Cairan ini menjadi bantalan bagi fetus, melindungi dari
trauma, membantu menjaga suhu, mempunyai fungsi nutrisional, serta
mengandung faktor-faktor pertumbuhan. Saat proses persalinan, apabila bagian
presentasi janin tidak berada pada segmen bawah uterus, cairan amnion akan
membuka serviks melalui kerja hidrostatiknya1,2. Pada trimester pertama, cairan
amnion hanya merupakan ultrafiltrat dari plasma ibu. Sejak trimester kedua,
cairan ini sudah merupakan ultrafiltrat plasma janin dan dapat pula ditemukan sel-
sel kulit janin yang berdeskuamasi. Mulai usia kehamilan 20 minggu, cairan
amnion juga mengandung urin janin, cairan paru-paru, urea, kreatinin, asam urat,
vernix, dan lanugo. Dengan bertambahnya usia kehamilan, osmolalitas cairan
amnion akan berkurang. 1,2
Pada keadaan normal, volume cairan amnion terus meningkat antara usia
kehamilan 14 hingga 31 minggu, kemudian berkurang hingga mencapai volume
normal 800-1000 ml pada saat aterm. Jika kehamilan bertambah panjang, volume
cairan amnion malah dapat lebih berkurang lagi. Salah satu cara mengendalikan
volume cairan amnion yang paling penting adalah janin itu sendiri. Sejak trimester
kedua kehamilan, janin mulai menunjukkan kegiatan urinasi dan menelan cairan
amnion untuk mengimbangi cairan yang diproduksi oleh epitel amnion itu agar
tidak menumpuk terlalu banyak1,2,3.
1
Polihidramnion adalah suatu keadaan dimana ditemukan cairan amnion
yang berlebih dalam uterus. Umumnya pasien dengan polihidramnion memiliki
insiden lebih tinggi terjadinya persalinan preterm dan juga dapat menimbulkan
komplikasi pada ibu dan bayi sehingga harus lebih diperhatikan dalam perawatan
baik itu sebelum, selama dan sesudah persalinan. Pada kehamilan yang
dipengaruhi oleh polihidramnion, sekitar 20% bayi lahir dengan kelainan
kongenital, dan umumnya prognosisnya buruk, sehingga perlu dipertimbangkan
untuk penanganan yang lebih lanjut di tempat pelayanan yang memiliki fasilitas
memadai3.
Kelainan yang paling sering menyertai kehamilan dengan polihidramnion
adalah kelainan kongenital sistem gastrointestinal, misalnya atresia atau obstruksi,
dan kelainan kongenital sistem saraf, misalnya anensefali. Kelainan-kelainan ini
akan menyebabkan janin tidak mampu mengendalikan cairan amnion dalam
kantongnya sehingga terjadi penumpukan cairan berlebih yang berujung pada
polihidramnion. Dari seluruh kejadian kongenital ini, atresia duodenum
merupakan jenis yang tersering dibanding atresia esofagus atau anensefali. Atresia
duodenum sudah dapat dideteksi sejak masa kandungan dengan adanya gambaran
double bubble pada USG. Kelainan kromosom, umumnya berupa trisomi, juga
sering menyertai polihidramnion dengan sebab yang tidak diketahui.
2
Adanya kelainan kongenital dan kelainan kromosom tersebut di atas,
selain menyebabkan terjadinya polihidramnion, juga dapat menyebabkan
Pertumbuhan Janin Terganggu (PJT) atau Intra Uterine Growth Restriction
(IUGR), di mana berat janin berada di bawah persentil 10 pada umur kehamilan
normal yang diukur melalui USG. PJT ada yang bersifat simetris dan asimetris
tergantung dari faktor-faktor pencetus terjadinya PJT itu sendiri.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Polihidramnion
Polihidramnion adalah suatu keadaan dimana ditemukan cairan amnion yang
berlebih dalam uterus. Yang dimaksud dengan cairan berlebih di sini adalah jika
cairan amnion melebihi 2000 ml, indeks cairan amnion (Amniotic Fluid Index /
AFI) melebihi persentil 95 dari umur kehamilan, atau pada USG ditemukan
adanya deepest vertical pool atau vertical single pocket lebih dari 8 cm.1,2,4,5
Polihidramnion dapat bersifat akut yang terjadi mendadak dalam waktu beberapa
hari dan menimbulkan gambaran distensi yang nyata, atau dapat pula bersifat
kronis yang terjadi berangsur-angsur. Bagaimanapun sifatnya, komposisi cairan
pada polihidramnion serupa dengan cairan amnion biasa.1
2.2 Epidemiologi dan Klasifikasi
Kasus yang tersering diumpai adalah polihidramnion yang ringan dengan jumlah
cairan 2-3 liter sebanyak 80-85 %, 17 % sedang, dan 5 % yang berat.
Polihidramnion sering disertai dengan malformasi janin, khususnya malformasi
sistem saraf pusat dan traktus gastro intestrinal. Polihidramnion sering kita dapati
bersamaan dengan :
a. Gameli atau hamil ganda (12,5 %)
b. Hidrops Fetalis
c. DM
d. Toxemia gravidarum
Adapun klasifikasi polihidramnion sebagai berikut :
1. Ringan terdiri dari kantung-kantung yang berukuran vertikal 8-11
cm
2. Sedang mengandung bagian-bagian kecil dan berukuran 12-15 cm
3. Berat adanya janin mengambang bebas dalam kantung cairan
berukuran ≥ 16 cm
4
2.3 Patofisiologi dan Etiologi
Secara umum, polihidramnion disebabkan oleh peningkatan produksi cairan
amnion, penurunan absorbsi cairan amnion, atau keduanya. Peningkatan produksi
cairan amnion umumnya disebabkan oleh peningkatan produksi urin janin,
misalnya pada keadaan ibu dengan DM, uremia (peningkatan glukosa dan urea
yang menyebabkan diuresis osmotik), sirkulasi janin hiperdinamik, twin-to-twin
transfusion syndrome, defisiensi hormon ADH, dan lain-lain. Di samping itu,
peningkatan produksi cairan amnion juga dapat berasal dari transudasi cairan otak
dari meningen yang terbuka pada kelainan anencephalus, atau bisa juga murni
karena produksi berlebih epitel amnion.2,4,5
Penurunan absorbsi cairan amnion terutama disebabkan oleh penurunan
jumlah cairan amnion yang diminum oleh janin. Penurunan kegiatan meminum
cairan amnion ini dapat disebabkan oleh terhambatnya aktivitas menelan,
misalnya pada keadaan kelainan kongenital sistem gastrointestinal (atresia
esophagus, atresia duodenum, obstruksi usus, dan lain-lain), kelainan kongenital
sistem saraf atau muskuloskeletal (anensefali, spina bifida, distrofi muskuler, dan
lain-lain), compressive pulmonary syndrome (efusi pleura, hernia diafragmatika,
rongga dada kecil dan lain-lain), atau fetal akinesia syndrome yang menyebabkan
absennya gerakan menelan. Selain sebab-sebab di atas, adanya kelainan
5
kromosom, misalnya trisomi 21, trisomi 18, dan trisomi 13 juga dapat
menyebabkan polihidramnion.1,2,3,4
Walaupun etiologi tidak jelas, namun ada faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya polihidramnion antara lain5 :
1. Penyakit Jantung.
2. Nefritis.
3. Edema Umum (anasarka).
4. Anomali kongenital (pada anak). Seperti anesefali, spina bifida,
atresia/ striktur esophagus dan duodenum, hidrosefalus dan struma bloking
esofagus.
5. Simpul tali pusat.
6. Diabetes Militus.
7. Gemelli uniovular.
8. Malnutrisi.
9. Penyakit kelenjar hipofisis.
2.4 Gejala klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis polihidramnion umumnya didominasi oleh gejala-gejala mekanis
yang murni disebabkan oleh distensi uterus berlebih yang menyebabkan
penekanan organ sekitar. Keluhan ibu yang terutama adalah rasa tidak nyaman di
perut, susah bernafas, dan sulit buang air kecil. Pada inspeksi dapat ditemukan
besar perut yang tidak sesuai dengan usia kehamilan, gejala dispnea pada ibu
akibat penekanan pada diafragma, dan pada beberapa kasus dapat ditemukan
edema khususnya pada ekstremitas bawah, vulva, dan dinding abdomen akibat
penekanan pembuluh darah vena besar oleh uterus. Palpasi janin akan sulit
dilakukan atau bahkan tidak bisa dilakukan sama sekali akibat ketegangan dinding
uterus dan abdomen yang sangat hebat. Begitu pula dengan auskultasi,
pemeriksaan denyut jantung janin akan sangat sulit dilakukan. Oliguri yang berat
dapat dijumpai apabila terjadi obstruksi ureter oleh uterus. Pada pemeriksaan
dalam (VT) selaput ketuban akan terasa tegang dan menonjol walaupun di luar
his.1,2,5
Pada polihidramnion akut maupun kronis, gejala-gejala umum yang
muncul sama. Akan tetapi, pada polihidramnion akut, akibat onset penumpukan
6
cairan yang mendadak dan cepat, maka distensi mendadak tersebut dapat
menimbulkan gangguan dan rasa tidak nyaman atau malah nyeri yang cukup
serius bagi ibu. Polihidramnion akut ini umumnya muncul pada kehamilan muda,
sekitar bulan ke-4 atau ke-5, dengan rata-rata kecepatan peninggian fundus uteri
lebih dari 1 cm/hari dan sering terjadi pada twin-to-twin transfusion syndrome.
Sedangkan polihidramnion kronis umumnya terjadi perlahan-lahan dalam
hitungan minggu sampai bulan sehingga tubuh ibu dapat beradaptasi dan keluhan
yang muncul tidak menonjol. Polihidramnion kronik sering muncul pada usia
kehamilan lanjut.1,2,5
2.4.1 Penentuan volume cairan amnion
Saat ini dikenal beberapa cara penentuan volume cairan amnion berdasarkan
pemeriksaan USG :
1. Penilaian subyektif (visual)
2. Penilaian semikuantitatif (pengukuran diameter satu atau lebih kantung
amnion)
3. Kombinasi kedua cara tersebut di atas
Penilaian subyektif cairan amnion
Volume cairan amnion relatif masih sedikit sampai kehamilan 22 minggu,
kemudian dengan makin bertambahnya usia kehamilan jumlahnya akan
meningkat secara progresif. Dalam pemeriksaan USG pada kehamilan
trimester III, biasanya selalu ada bagian dari abdomen janin yang menyentuh
dinding depan uterus dan terlihat kantung-kantung berisi cairan amnion,
terutama diantara bagian ekstremitas janin. Ekstremitas biasanya dalam sikap
fleksi. Anatomi janin dapat dilihat dengan cukup jelas.
Pada keadaan polihidramnion secara visual terlihat perbedaan yang nyata
antara ukuran janin dengan volume cairan amnion. Janin terlihat “berenang”
bebas di dalam cairan amnion. Tidak ada bagian dari abdomen janin yang
menyentuh dinding depan uterus. Pada polihidramnion yang ringan anatomi
janin terlihat lebih jelas. Pada hidramnion yang berat terlihat plasenta menipis
dan anatomi janin menjadi sulit dievaluasi oleh karena jarak antara janin dan
dinding depan abdomen semakin jauh.
7
Penilaian semikuantitatif volume cairan amnion
1. Pengukuran 1 kantung amnion
Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan probe USG tegak lurus
terhadap kontur dinding abdomen ibu, kemudian dicari kantung amnion
yang paling besar dan tidak berisi tali pusat atau organ janin (misalnya
ekstremitas). Pengukuran dilakukan terhadap diameter vertikal kantung.
Volume cairan amnion dianggap normal bila diameter kantung
amnion antara 2-8 cm. Bila diameter kantung kurang dari 2 cm disebut
oligodramnion; dan bila lebih dari 8 cm disebut polihidramnion.
Cara pengukuran lain diameter kantung amnion adalah mengukur
diameter vertical dan transversal, dan yang diambil nilainya adalah 8
ukuran diameter yang lebih besar. Cara lainnya lagi adalah dengan
mengukur diameter rata-rata kantung amnion, yang diperoleh dari ukuran
vertikal, diameter transversal, dan diameter longitudinal kantung amnion.
2. Pengukuran indeks cairan amnion (ICA)
Pada teknik ini, uterus dibagi atas 4 kuadran yang dibatasi oleh linea nigra
dan garis tegak lurus terhadap linea nigra setinggi pusat. Berbeda dengan
teknik pengukuran 1 kantung amnion, pada pengukuran ICA kedudukan
probe USG adalah tegak lurus terhadap lantai (bukan terhadap dinding
abdomen ibu). Dilakukan pengukuran diameter vertical kantung amnion
yang terbesar pada masing-masing kuadran, kemudian hasilnya
dijumlahkan dan dinyatakan sebagai indeks cairan amnion
Nilai ICA normal adalah antara 5-20 cm. Bila ICA kurang dari 5 cm
disebut oligohidramnion, sedangkan bila ICA lebih dari 20 cm disebut
polihidramnion.
Penentuan volume cairan amnion berdasarkan ICA dianggap lebih baik
dibandingkan dengan teknik pengukuran 1 kantung amnion, berdasarkan bukti
:
1. Hasil pengukuran tetap akurat meskipun posisi janin asimetrik di dalam
uterus. Kesalahan dalam pengukuran ICA cukup kecil, yaitu sekitar
10%.
9
2. Pengukuran ICA lebih superior dalam mendiagnosis dan menentukan
klasifikasi derajat beratnya kelainan jumlah cairan amnion.
3. Gambaran kurva regresi volume cairan amnion berdasarkan ICA lebih
mendekati keadaan yang sebenarnya.
2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis polihidramnion umumnya ditegakkan melalui gejala klinis dan
ultrasonografi (USG). Pembesaran uterus yang tidak sesuai umur kehamilan
disertai ketegangan dinding abdomen, kesulitan melakukan palpasi, serta kesulitan
mendengarkan denyut jantung janin merupakan petunjuk diagnostik utama
polihidramnion secara klinis. Melalui USG, dapat dipastikan adanya
polihidramnion, menyingkirkan diagnosis banding, memperkirakan etiologi, dan
memperkirakan jumlah cairan amnion. Akan tetapi penentuan jumlah cairan
amnion melalui USG masih sulit dilakukan, karena pemeriksaan USG sangat
subjektif dan tergantung oleh pemeriksa. Selain itu melalui USG 2 dimensi, masih
sulit dibedakan antara cairan amnion, plasenta, dan dinding uterus sehingga
hasilnya kurang akurat.
Kadang-kadang foto polos abdomen (BOF) dapat dilakukan. Akan tampak
daerah radiolusen yang luas di sekeliling skeleton janin yang tampak seperti
selubung kabur, yang menunjukkan banyaknya cairan. Terkadang bayangan
skeleton janin juga tampak tidak jelas. Dapat pula dilakukan amniografi dengan
menggunakan bahan kontras untuk memastikan adanya cairan. Kelebihan
amniografi ini adalah dapat menunjukkan kegiatan menelan pada janin.
Saat ini dengan tersedianya alat-alat canggih seperti USG 3 dimensi dan
MRI, penentuan polihidramnion semakin mudah dilakukan. Akan tetapi,
walaupun USG 3 dimensi dapat melihat rekonstruksi janin dan cairan amnion
dengan lebih baik, gerakan janin justru malah mengganggu pemeriksaan.
Sedangkan MRI, walaupun sangat akurat dalam mendeteksi adanya
polihidramnion, tapi juga tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dalam
diagnosis karena memakan biaya, waktu, dan memerlukan tenaga ahli. Karena
alasan itulah hingga kini USG masih merupakan pilihan diagnosis
polihidramnion.1,2
10
Bila seorang ibu datang dengan perut yang lebih besar dari kehamilan
yang seharusnya kemungkinan5 :
1. Hydramnion
2. Gemeli
3. Asites
4. Kista ovarii
5. Kehamilan beserta tumor
2.6 Penatalaksanaan
Polihidramnion dengan derajat ringan jarang memerlukan tindakan. Terkadang
polihidramnion derajat sedang juga dapat ditangani tanpa intervensi apapun. Akan
tetapi tetap harus dilakukan pengawasan yang ketat karena ibu dengan
polihidramnion cenderung melahirkan lebih cepat karena overdistensi uterus.
Tirah baring diperlukan untuk menurunkan kemungkinan kelahiran prematur.
Sedatif bisa diberikan jika ibu membutuhkan. Pemberian steroid bisa dilakukan
pada polihidramnion sedang atau berat untuk mempercepat maturitas paru-paru
janin untuk mengantisipasi kelahiran prematur.
Terapi medikamentosa berupa prostaglandin inhibitor baru-baru ini
terbukti dapat menurunkan volume cairan pada kasus-kasus selain kasus gangguan
menelan pada janin. Prostaglandin inhibitor, seperti indometasin dapat
mengurangi volume urin janin yang kemudian akan mengurangi volume cairan
amnion. Cara lain untuk menangani polihidramnion, terutama derajat berat, adalah
dengan amniosentesis atau mengeluarkan sebagian cairan amnion dengan
menggunakan kateter melalui dinding abdomen. Cairan yang dikeluarkan dalam
sekali amniosentesis tidak boleh terlalu banyak, tergantung dari jumlah cairan
amnion, dan harus dilakukan secara perlahan-lahan agar tidak menimbulkan
komplikasi seperti solusio plasenta. Cara ini dapat meringankan beban ibu dan
jika berespon baik dan tidak terjadi infeksi, dapat diulang beberapa kali dengan
tindakan aseptik yang memadai.1,6
2.7 Prognosis dan Komplikasi
Pada janin prognosisnya agak buruk (mortalitas + 50 %) terutama karena :
1. Kongenital anomali.
11
2. Prematuritas.
3. Komplikasi karena kesalahan letak anak, yaitu pada letak lintang dan
tali pusat menumbung, dll.
4. Eritoblastosis.
5. Diabetes Melitus.
6. Solusio plasenta, kalau ketuban pecah tiba-tiba.
Pada Ibu, bisa terjadi komplikasi berikut :
1. Solusio Plasenta
2. Atonia uteri
3. Perdarahan post partum
4. Retensio plasenta
5. Syok
6. Kesalahan-kesalahan letak janin menyebabkan partus menjadi lama
dan sukar
2.8 Atresia Duodenum
Atresia duodenum merupakan atresia yang paling sering terjadi. Insidennya
adalah 1 dari 2500-5000 kelahiran hidup, dan 40% kasus terjadi pada kasus-kasus
trisomi 21 atau sindrom Down. Satu-satunya tindakan yang dapat dilakukan
adalah pembedahan, yaitu duodenoduodenostomi, dan sebaiknya dilakukan pada
saat-saat baru lahir. Kelainan ini disebabkan oleh kesalahan pembentukan
duodenum yang dapat disebabkan oleh proliferasi endodermal yang tidak adekuat
(proliferasi pemanjangan usus yang berlebihan) atau dapat juga disebabkan oleh
kegagalan rekanalisasi epitel solid cord (kegagalan vakuolasasi).
Atresia duodenum dapat dideteksi sebelum maupun setelah lahir.
Diagnosis sebelum lahir bisa didapatkan melalui pemeriksaan USG rutin, maupun
kecurigaan adanya kelainan kongenital sistem gastrointestinal pada ibu dengan
polihidramnion. Polihidramnion dapat dijumpai pada 50% kasus atresia
duodenum.
Pada pemeriksaan USG sebelum lahir didapatkan gambaran double bubble
yang merupakan lambung dan duodenum proksimal yang berdilatasi dan terisi
cairan. Gelembung pertama adalah lambung, sedangkan gelembung kedua adalah
12
duodenum bagian proksimal yang mengalami dilatasi. Gambaran double bubble
juga dapat dijumpai pada stenosis duodenum, tetapi lebih jarang.
Atresia duodenum yang didiagnosis pada saat setelah kelahiran umumnya
berdasarkan tanda-tanda adanya obstruksi intestinal bagian atas. Gejala yang khas
terdapat pada atresia duodenum adalah muntah-muntah beberapa jam setelah
kelahiran. Muntah tersebut umumnya berwarna hijau dan mengandung empedu
(bilious), tapi 15% kasus atresia terjadi di bagian proksimal dari ampula Vater
sehingga muntah bersifat non-bilious. Bayi dengan atresia duodenum akan
memiliki scaphoid abdomen yang khas, karena bagian epigastrik yang penuh
akibat dilatasi lambung dan duodenum proksimal. Pengeluaran mekonium dalam
24 jam pertama nampak normal, tetapi kemudian bisa terjadi dehidrasi, penurunan
berat badan, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pemberian cairan secara IV sangat
penting dilakukan untuk mencegah terjadinya alkalosis metabolik akibat
hipokalemia atau hipokloremia dan asiduria.7,8
2.9 Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
Definisi dari PJT atau yang dikenal juga dengan IUGR (Intra Uterine Growth
Restriction) adalah berat janin yang berada di bawah persentil 10 pada umur
kehamilan normal yang diukur melalui USG. Ada dua tipe dari PJT, yaitu9,10:
1. Simetrik atau PJT primer seluruh organ dalam berkurang dari segi
ukuran. Terdapat 20%-25% dari seluruh kasus PJT, biasanya terjadi
pada kelainan-kelainan kromosom, infeksi-infeksi kongenital, atau
pengaruh ekstrinsik pada awal masa kehamilan.
2. Asimetrik atau PJT sekunder kepala dan otak dalam ukuran normal,
namun abdomen lebih kecil (karena ukuran hepar kurang), ekstremitas
kurus kering (karena masa otot kurang), dan kulit tipis (karena jaringan
lemak kurang). Hal ini terjadi karena merupakan mekanisme
kompensasi terhadap aliran darah dan suplai energi yang berkurang,
sehingga darah lebih dialirkan ke organ-organ vital. Keadaan ini terjadi
pada kasus-kasus insufisiensi plasenta, ibu malnutrisi, atau pengaruh
ekstrinsik pada akhir masa kehamilan. Jika suatu PJT asimetris
berlangsung lama, janin isa menjadi PJT simetris. Karena ukuran
13
kepala normal, umumnya PJT tipe ini tidak terdeteksi sampai dengan
trimester 3.
Adapun kehamilan yang memiliki faktor risiko untuk terjadinya PJT adalah9 :
1. Berat ibu kurang dari 45 kg
2. Nutrisi yang buruk selama kehamilan
3. Adanya birth defects atau kelainan kromosom
4. Penggunaan obat-obatan, rokok dan alcohol
5. Kehamilan yang menginduksi hipertensi
6. Abnormalitas plasenta, umbilical cord
7. Kehamilan multipara
8. Diabetes Gestasional
9. Oligohidramnion
Hal yang terpenting dalam mendiagnosis PJT adalah memastikan umur
kehamilan. Dimana dapat diukur melalui HPHT dan juga melalui pemeriksaan
USG. Setelah umur kehamilan telah didapatkan, ada beberapa metode yang dapat
dikerjakan untuk mendiagnosis PJT, yaitu9,10 :
1. Tinggi fundus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan (umumnya
beda tinggi fundus sebesar 4 cm atau lebih merupakan kecurigaan
IUGR)
2. Ketidaksesuaian umur kehamilan setelah dilakukan pemeriksaan
dengan USG
3. Abnormalitas denyut jantung janin
Selain itu harus dilakukan pemeriksaan kondisi ibu untuk menemukan keadaan
yang berkaitan dengan terjadinya PJT. Demikian pula harus dilakukan USG atau
jika memungkinkan juga dilakukan pemeriksaan kariotip untuk mendeteksi
adanya kelainan kongenital atau kelainan kromosom yang juga dapat
mempengaruhi terjadinya PJT. Beberapa tes antenatal juga dapat ditambahkan,
antara lain10,11:
1. Non-Stress Test (NST) : merupakan tes yang paling mudah dikerjakan,
yaitu dengan menghubungkan denyut jantung janin dengan gerakan janin
14
2. Profil biofisik : merupakan gabungan antara NST dengan 4 parameter
USG (volume cairan amnion, pergerakan pernafasan, pergerakan tubuh
and tonus otot janin)
3. Pemeriksaan Doppler arteri umbilikalis : dapat memberikan informasi
mengenai index resistensi arteri umbilikalis
4. Oxytocin Challenge Test
Penatalaksanaan PJT harus dilakukan secara individu pada tiap pasien,
menyangkut kemungkinan pencetus terjadinya PJT. Jika faktor ibu berperan,
penatalaksanaan dapat dimulai dengan cara memodifikasi faktor pencetus
tersebut, misalnya mempebaiki asupan pada ibu malnutrisi, mengurangi bahan-
bahan toksik masuk ke dalam tubuh ibu seperti rokok dan alkohol, dan lain-lain.
Secara umum penatalaksanaan pada PJT antara lain9,10,11 :
1. Tirah baring diperlukan untuk memaksimalkan aliran darah ke uterus.
Tirah baring ini dapat dilakukan di rumah ataupun di rumah sakit
dengan efektifitas yang sama.
2. Bila umur kehamilan 32 minggu atau lebih, disarankan untuk
menginduksi persalinan.
3. Bila umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dilakukan monitoring
sampai dengan umur kehamilan 32 minggu, dimana yang perlu
dimonitor adalah kesejahteraan janin dan jumlah cairan amnion.
Apabila salah satu dari hal tersebut mengalami gangguan disarankan
terminasi kehamilan.
4. Apabila dicurigai paru-paru janin belum matur, dapat diberikan steroid
untuk mempercepat maturitas paru-paru janin.
5. ANC disarankan setiap 2-6 minggu sampai persalinan.
6. Pemberian aspirin pada PJT masih menjadi kontroversi hinggai kini.
Pemberian aspirin harus pada kehamilan di bawah 20 minggu. Jika
pemberian dilakukan pada trimester ketiga, aspirin tidak akan
bermanfaat.
7. Saat ini pemberian suplemen seng (Zn), minyak ikan, dan terapi
oksigen dapat diberikan pada ibu dengan PJT.
15
BAB 3
LAPORAN KASUS
16
3.1 Identitas
Nama : NWBS
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Status : Menikah
Agama : Hindu
Suku bangsa : Bali
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Laud, Blahbatuh Gianyar
Tanggal MRS : 2 Februari 2009
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : sakit perut hilang timbul
Perjalanan penyakit :
Pasien mengeluh sakit perut hilang timbul sejak pukul 20.30 (1/2/2009), keluar air
tidak ada, keluar lendir campur darah tidak ada, gerak anak baik.
HPHT : 24/5/2008
TP : 3/3/2007
ANC : Teratur di bidan , USG (+) 1 kali umur kehamilan 6 bulan, dalam batas
normal.
Riwayat Menstruasi : Menarche : 13 tahun
Siklus : 30 hari
Lamanya haid : 3-5 hari
Riwayat Perkawinan : Pasien menikah 1x selama 8 tahun
Riwayat Persalinan :
1. ♀, 3300 gram, spontan, bidan, 7 tahun
2. ♀, 3000 gram, spontan, bidan, 3 tahun
3. ini
Riwayat Kontrasepsi : Pasien menggunakan KB suntik 3 bulanan setelah
melahirkan anak kedua, berhenti ± 1 tahun yang lalu
Riwayat penyakit dahulu :
17
Hipertensi sebelumnya (-)
Diabetes mellitus (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Asma (-)
Alergi (-)
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4V5M6)
Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 84x / menit
Napas 20x / menit
Suhu 36,5 oC
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 160 cm
Status Generalis
Mata : Anemis ( -/- ), Ikterus ( -/- ), Reflek pupil
(+/+),isokor
Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : ~ Status Obstetrikus
Ekstremitas : Akral hangat, odem (-)/(-)
Status Obstetrikus
Pemeriksaan luar:
Wajah : Kloasma gravidarum (-)
Mamma : Hiperpigmentasi pada areola mamma +/+
Abdomen : Inspeksi : Tampak perut membesar kedepan, tampak ada
striae
gravidarum, Tidak tampak adanya parut bekas
operasi SC
Palpasi : (Pemeriksaan Leopold)
18
L I : FUT 3 jari bpx (33 cm), teraba bagian bulat
dan lunak (kesan bokong)
L II : Teraba tahanan keras disisi perut kiri
(kesan punggung) dan bagian kecil di
sebelah kanan.
L III : Teraba bagian bulat dan keras dan mudah
digerakkan (kesan kepala)
L IV : Bagian bawah janin belum masuk bagian
pintu atas panggul (penurunan kepala 5/5)
His (+) lemah, jarang
Auskultasi : DJJ terdengar paling keras di sebelah kiri bawah
umbilikus (12.11.12)
Pemeriksaan dalam:
VT (22.30 WITA) : PØ 2 jari, eff 25 % Ketuban (+)
Teraba kepala, denominator belum jelas, ↓
H I (-)
Tidak teraba bagian kecil / tali pusat.
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan Satuan
DARAH RUTIN
WBC 21,8 103/µL
HGB 11,2 gr/dl
PLT 184 103/µL
BT 3’40” -
CT 6’56” -
NST
Kesimpulan ~ suspisius
19
USG
- Janin T/H, letak kepala, FHB (+)
- BPD 88,3 ~ 35W+5D
- HC 310,5 ~ 34W+5D
- AC 282,5 ~ 32W+3D
- FL 63,3 ~ 32W+5D
- GAm ~ 33W+6D
- EFW 2029 gram
- AFI I : 9,94
II : 11,78
III : 8,58
IV : 11,52
Total AFI : 41,82
USG Konfirmasi :
- Janin T/H, letak kepala, FHB (+)
- BPD 82,0 ~ 33W
- HC 300 mm
- AC 297,4 mm
- FL 52 mm
- EFW 1851 gram
- SVP = 13,2 cm
- HA/AC ratio = 1,0087
Anomaly Scan
- Kelainan kepala : (-)
- Kelainan wajah : belum dapat dikonfirmasi
- Kelainan leher : (-)
- Thoraks : kelainan (-)
- Abdomen : Double bubble (+)
Omphalocele (+)
3.5 Diagnosis
G3P2002, 35-36 minggu, T/H, Polihidramnion, susp PJT (tipe simetrik) +
kelainan kongenital (susp atresia duodeni) pbb
20
3.6 Resume
Pasien 30 tahun, G3P2002, 35-36 minggu, T/H, Polihidramnion, susp PJT (tipe
simetrik) + kelainan kongenital (susp atresia duodeni) datang ke RSU
Sanjiwani Gianyar dengan keluhan sakit perut hilang timbul sejak pukul
20.30 (1/2/2009), keluar air tidak ada, keluar lendir campur darah tidak ada,
gerak anak baik. Pasien melakukan ANC teratur di bidan, USG (+) 1 kali
umur kehamilan 6 bulan, dalam batas normal. Berat badan meningkat sesuai
dengan umur kehamilan.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus , asma, jantung disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, Nadi 84x/menit,
respirasi 20x/menit. Status general dalam batas normal.
Dari status obstetrikus didapatkan FUT 3 jari bpx (33cm), His (+)lemah,
jarang, DJJ (+) 12.11.12. Pada pemeriksaan dalam didapatkan PØ 2 jari, eff
25% Ketuban (+), teraba kepala denominator belum jelas ↓ H I (-) Tidak
teraba bagian kecil / tali pusat.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium Darah Lengkap didapatkan WBC 21,8
K/UL .
NST didapatkan hasil suspisius. USG didapatkan polihidramnion, PJT tipe
simetrik dan kelainan kongenital susp.atresia duodeni.
3.7 Penatalaksanaan
Rencana diagnosis : (-)
Rencana Terapi
Rujuk untuk persalinan RS Rujukan (RSUP)
- MRS
- SF 2x1 tab
Monitoring
Observasi keluhan, denyut jantung janin, tanda vital.
Edukasi
KIE penderita dan keluarga tentang rencana perawatan
21
3.8 Catatan Kemajuan dan Laporan Partus
3 Februari 2009
Pukul 02.00 Wita Evaluasi
His (+) 2x/ 10’ ~ 15-20” DJJ (+) 12.11.12
VT : PØ 2 cm, eff 25 %, Ketuban (+)
Teraba kepala, denom belum jelas, ↓ H I (-)
Tidak teraba bagian kecil / tali pusat.
Ass : G3P2002, 35-36 minggu, T/H, Polihidramnion, susp PJT (tipe simetrik) +
kelainan kongenital (susp atresia duodeni)
Pukul 06.00 Wita Evaluasi :
His (+) 2-3x/ 10 menit ~ 25-30 detik, DJJ (+) 12.12.12
VT : P Ø 3 cm, eff 25%, Ketuban (+)
Teraba kepala, denom belum jelas, ↓ H I,
Tidak teraba bagian kecil/tali pusat.
Ass : G3P2002, 35-36 minggu, T/H, Polihidramnion, susp PJT (tipe simetrik) +
kelainan kongenital (susp atresia duodeni)
Pukul 10.00 Wita Evaluasi :
His (+) 3-4x/ 10 menit ~ 30-40 detik, DJJ (+) 13.11.12
VT : P Ø 4 cm, eff 50%, Ketuban (+)
Teraba kepala, UUK depan, ↓ H I,
Tidak teraba bagian kecil/tali pusat.
Ass : G3P2002, 35-36 minggu, T/H, Polihidramnion, susp PJT (tipe simetrik) +
kelainan kongenital (susp atresia duodeni) + PK I
Tx : Exp. Pervaginam, SF 2x1 tab
Mx : Kelola ~ partograf WHO, observasi keluhan, denyut jantung janin, tanda
vital.
Pukul 14.00 Wita Evaluasi :
His (+) 4x/ 10 menit ~ 35-40 detik, DJJ (+) 12.12.13
VT : P Ø 8 cm, eff 75%, Ketuban (+)
Teraba kepala, UUK depan, ↓ H II (+),
Tidak teraba bagian kecil/tali pusat.
22
Ass : G3P2002, 35-36 minggu, T/H, Polihidramnion, susp PJT (tipe simetrik) +
kelainan kongenital (susp atresia duodeni) + PK I
Pukul 16.30 Wita
Pasien ingin mengedan evaluasi :
His (+) 4-5x/ 10 menit ~ 40-45 detik, DJJ (+) 11.12.12
VT : P Ø lengkap, Ketuban (+)
Teraba kepala, UUK depan, ↓ H III (+),
Tidak teraba bagian kecil/tali pusat.
Ass : G3P2002, 35-36 minggu, T/H, Polihidramnion, susp PJT (tipe simetrik) +
kelainan kongenital (susp atresia duodeni) + PK II
Tx : Amniotomi jernih ± 3000 cc
Pimpin persalinan
Laporan Partus
Pukul 16.40 Wita lahir bayi ♂, BB 1500 gram, AS 1-3, anus (+), kelainan
kongenital (-) susp atresia duodeni Rawat perinatologi.
Pukul 16.45 Wita lahir plasenta, kesan komplit, kalsifikasi (-)
Evaluasi : Kontraksi uterus (+) baik, Perdarahan pada kala III dan IV ± 200 cc,
perdarahan aktif (-), luka jalan lahir (+) laserasi derajat II hecting.
Ass : P2103 P spt B PP hr 0
Tx :
Amoksisilin 3x500mg
Asam mefenamat 3x500mg
Metil ergometrin tab 3x1
Biosanbe tab 2x1
Mx : Observasi keluhan, vital sign.
KIE : Pasien dan keluarga.
Observasi 2 jam Post Partum
WAKTU TENSI NADI KONTRAKSI PERDARAHAN
23
(mmHg) (kali/mnt) UTERUS AKTIF
Pk. 17.00 110/70 88 (+) baik (-)
Pk. 17.15 110/80 84 (+) baik (-)
Pk 17.30 120/70 84 (+) baik (-)
Pk. 17.45 110/70 80 (+) baik (-)
Pk. 18.00 120/80 80 (+) baik (-)
Pk. 18.30 120/80 84 (+) baik (-)
Pk. 19.00 110/70 80 (+) baik (-)
3.9 Follow Up
4/2/2009 pukul 06.00 Wita
S : keluhan subyektif (-)
ASI (-), BAB (-), BAK (+)
O : St. present
TD : 110/80 mmHg, N: 80x/mnt, R: 18x/mnt
St. general
Mata : anemi -/-, ikterus -/-
Thorax : cor/po dbn
St. Obstetri
Abdomen : fut 2 jr bpst
Kontraksi (+) baik
BU (+) N
Vagina : perdarahan (-), Lochia (+) rubra
Ass : P2103 P spt B PP hr 1
Tx : - Amoksisilin 3x500mg
- Asam Mefenamat 3x500mg
- Metil ergometrin 3x1 tab
- Biosanbe 2x1 tab
Mx : Observasi keluhan, vital sign
KIE : - Mobilisasi
- KB PP
24
- BPL kontrol poli kebidanan 1 minggu lagi
BAB 4
25
PEMBAHASAN
Pasien perempuan, umur 30 tahun datang ke RSU Sanjiwani Gianyar dengan
keluhan sakit perut hilang timbul sejak pukul 20.30 (1/2/2009), keluar air
tidak ada, keluar lendir campur darah tidak ada, gerak anak baik. Pasien
melakukan ANC teratur di bidan, USG (+) 1 kali umur kehamilan 6 bulan,
dalam batas normal. Berat badan meningkat sesuai dengan umur kehamilan.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus , asma, jantung disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, Nadi 84x/menit,
respirasi 20x/menit. Status general dalam batas normal. Dari status
obstetrikus didapatkan FUT 3 jari bpx (33cm), His (+) lemah, jarang, DJJ
(+) 12.11.12. Pada pemeriksaan dalam didapatkan PØ 2 jari, eff 25%
Ketuban (+), teraba kepala denominator belum jelas ↓ H I (-) Tidak teraba
bagian kecil / tali pusat.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium Darah Lengkap didapatkan WBC
21,8 K/UL. NST didapatkan hasil suspisius. USG didapatkan
polihidramnion, PJT tipe simetrik dan kelainan kongenital susp.atresia
duodeni.
Pasien ini didiagnosis dengan G3P2002, 35-36 minggu, T/H,
Polihidramnion, susp PJT (tipe simetrik) + kelainan kongenital (susp atresia
duodeni). Pasien didiagnosis polihidramnion berdasarkan pemeriksaan
penunjang USG yang menunjukkan adanya ICA > 20 cm. Berdasarkan
anamnesis tidak didapatkan keluhan yang menunjukkan tanda-tanda
penekanan uterus terhadap ibu sehingga kemungkinan yang terjadi pada
pasien adalah polihidramnion yang bersifat kronis. Diagnosis PJT pada
pasien ini juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG yang menunjukkan
perkiraan berat badan bayi sebesar 1857 gram yang berarti tergolong kecil
masa kehamilan dengan perbandingan lingkar kepala/lingkar abdomen yaitu
1,0087 menunjukkan PJT tipe simetrik. Pada USG juga didapatkan gambaran
double bubble sebagai petunjuk kelainan kongenital atresia duodenum yang
merupakan gambaran lambung dan duodenum proksimal yang berdilatasi dan terisi
cairan. Gambaran ini juga kadang didapatkan pada stenosis duodenum.
26
Kelainan kehamian yang dialami diduga berasal dari kelainan kongenital yang
terjadi pada janin berupa atresia duodenum yang sering terjadi pada kasus-kasus
trisomi 21 atau sindrom Down (40%). Kelainan kongenital ini kemudian dapat
menyebabkan terjadinya polihidramnion melalui mekanisme penurunan absorbsi
cairan amnion terutama disebabkan oleh penurunan jumlah cairan amnion
yang diminum oleh janin akibat terhambatnya aktivitas menelan. Kelainan
kongenital (birth defects atau kelainan kromosom) ini menurut pustaka juga
erupakan salah satu penyebab dari kejadian PJT.
Pasien ini disarankan untuk rawat inap dengan tujuan tirah baring pada
pasien karena pada pasien ini mengalami polihidramnion kronik derajat berat
sekaligus untuk mengobservasi tanda-tanda in partu karena pasien telah
datang dengan pembukaan cervix 2 cm dan nyeri perut hilang timbul, dimana
menurut kepustakaan pada PJT dengan umur kehamilan lebih dari 34 minggu
sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan.
BAB 5
27
RINGKASAN
Pada suatu kehamilan, cairan amnion yang mengisi kantung amnion
memiliki berbagai fungsi penting. Cairan ini menjadi bantalan bagi fetus,
melindungi dari trauma, membantu menjaga suhu, mempunyai fungsi
nutrisional, serta mengandung faktor-faktor pertumbuhan. Polihidramnion
adalah suatu keadaan dimana ditemukan cairan amnion yang berlebih dalam
uterus. Umumnya pasien dengan polihidramnion memiliki insiden lebih
tinggi terjadinya persalinan preterm dan juga dapat menimbulkan komplikasi
pada ibu dan bayi sehingga harus lebih diperhatikan dalam perawatan baik
itu sebelum, selama dan sesudah persalinan.
Diagnosis polihidramnion umumnya ditegakkan melalui gejala klinis
dan ultrasonografi (USG). Pembesaran uterus yang tidak sesuai umur
kehamilan disertai ketegangan dinding abdomen, kesulitan melakukan
palpasi, serta kesulitan mendengarkan denyut jantung janin merupakan
petunjuk diagnostik utama polihidramnion secara klinis. Polihidramnion
dengan derajat ringan jarang memerlukan tindakan. Terkadang
polihidramnion derajat sedang juga dapat ditangani tanpa intervensi apapun.
Akan tetapi tetap harus dilakukan pengawasan yang ketat karena ibu dengan
polihidramnion cenderung melahirkan lebih cepat karena overdistensi uterus.
Adapun komplikasi yang sering terjadi pada ibu dan bayi dapat
menyebabkan kematian karena pada umumnya kasus polihidramnion dengan
komplikasi baik pada ibu dan bayi cenderung memiliki prognosis buruk.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, et al. Hidramnion. In: Ronardy DH (ed). Obstetri Williams (Wiliams Obstetrics). 18th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.p. 652-656.
2. Rajiah P. Polyhydramnios. eMedicine 1996-2008. [last update July 13, 2006]. Available at: http://63.240.86.189/radio/TOPIC566.HTM. (Accessed: February 5, 2009).
3. Boyd RL, Carter BS. Polyhydramnios and Oligohydramnios. eMedicine 1994-2009. [updated: February 14, 2008]. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/975821-overview
4. Anonim. Pemeriksaan USG untuk Kehamilan 18-23 Minggu. Drnyol 2009. Available at: http://www.drnyol.info/index.php?option=com_content&view=article&id=53%3Akapan-saja-wanita-hamil-sebaiknya-periksa-us-&catid=43%3Afetomaternal&Itemid=73&limitstart=2. (Accessed: February 5, 2009).
5. Setiawan Y. Polihidramnion_Hidramnion dalam Kehamilan. Siaksoft Network. Available at: http://siaksoft.net/?p=476. (Accessed: February 5, 2009).
6. Boyd RL, Carter BS. Polyhydramnios and Oligohydramnios. eMedicine 1994-2009. [updated: February 14, 2008]. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/975821-treatment. (Accessed: February 5, 2009).
7. Calkins CM, Karrer F. Duodenal Atresia. eMedicine 1994-2009. [updated September 18, 2006]. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/932917-overview. (Accessed: February 5, 2009).
8. Miller FH, Laing FC. Duodenal Atresia. Bringham RAD 1994. Available at: http://brighamrad.harvard.edu/education/online/tcd/tcd.html. (Accessed: February 5, 2009).
9. Anonim. Intrauterine Growth Restriction (IUGR); Small for Gestational Age (SGA). American Pregnancy Association 2000-2004. [last update January, 2007]. Available at: http://www.americanpregnancy.org/prenataltesting/iugr.html. (Accessed: February 5, 2009).
10. Peleg D, et al. Intrauterine Growth Restriction: Identification and Management. American Family Physician 1998. Available at:
29
http://www.aafp.org/afp/980800ap/peleg.html. (Accessed: February 9, 2009).
11. DeVore GR. What Treatment is Available. Fetal Diagnostic Centre. Available at: http://www.fetal.com/IUGR/treatment.html. (Accessed: February 9, 2009).
30
top related