Kehamilan Postterm Pengertian Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme atau pascamaturitas, adalah: kehamilan sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari HPHT menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm 1. Teori Oksitosin Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil pada kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postterm. 2. Teori Kortisol/ACTH janin Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisoljanin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan. 3. Teori saraf uterus
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Kehamilan Postterm
Pengertian
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,
kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post
datisme atau pascamaturitas, adalah: kehamilan sampai 42 minggu (294 hari) atau
lebih, dihitung dari HPHT menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28
hari.
Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm
1. Teori Oksitosin
Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil pada kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postterm.
2. Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma
janin. Kortisoljanin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti
anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada
janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
3. Teori saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada
pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusar pendek, dan bagian bawah
masih tinggi ke semuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan
postterm.
4. Teori heriditer
Pengaruh heriditer terhadap insidensi kehamilan postterm telah dibuktikan pada
beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan dalam hasil
penelitiannya, bahwa seorang ibu yang pernah mengalami kehamilan postterm
pada kehamilan berikutnya akan memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami
kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan
kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga dipengaruhi faktor genetik.
Diagnosis
1. Riwayat haid
Sangat penting untuk memastikan bahwa kehamilan sebenarnya postterm atau
tidak. Idealnya, usia kehamilan yang akurat ditentukan di awal kehamilan.
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana HPHT
diketahui secara pasti. Ditentukan beberapa kriteria :
a. Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
b. Siklus 28 hari dan teratur
c. Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.
Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamila
possterm kemungkinan adalah sebagai berikut :
a. Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi
abnormal
b. Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi
c. Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang
berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang
diduga kehamilan postterm)
2. Riwayat pemeriksaan Antenatal
a. Tes kehamilan. Bila pasien melakukan tes pemeriksaan tes imunologik sesudah
terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah
berlangsung 6 minggu.
b. Gerak janin. Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan Ibu pada pada
umur kehamilan 18-20 minggu. Pada Primigravida dirasakan sekitar umur
kehamilan 18 minggu, sedangkan pada Multigravida sekitar 16 minggu. Petunjuk
umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditamba 22 minggu pada
Primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas.
c. Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Leanec DJJ dapat didengar mulai
umur kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada
usia kehamilan 10-12 minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih
dari kriteria hasil pemeriksaan sbb :
a. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan doppler
c. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Leanec
3. Tinggi Fundus Uteri
Dalam trimester pertama pemerikasaan tinggi fundus uteri serial dalam
sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan.
Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara
kasar.
4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada
trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai 20
%. Bila telah dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi serial terutama sejak trimester
pertama, hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama,
pemeriksaan panjang kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan
ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
Pada umur kehamilan sekitar 16-20 minggu, ukuran diameter biparietal dan
panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.
Selain CRL, diameter biparietal dan panjang femur, beberapa parameter dalam
pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar perut, lingkar kepala, dan
beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan
parameter tersebut di atas. Sebaliknya, pemeriksaan sesaat setelag trimester III dapat
dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasenta
yang sering berkaitan dengan kehamilan postterm, tetapi sukar untuk memastikan usia
kehamilan.
5. Pemeriksaan Radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran
epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu,
epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis
kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena
dalam pengenalan pusat penulangan seringkali sulit, juga pengaruh radiologik kurang
baik terhadap janin.
Permasalahan pada Kehamilan Postterm
1. Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta
dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan
yang terjadi pada plasenta sebagai berikut:
a. Penimbunan kalsium.
b. Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang.
Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor plasenta.
c. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili.
d. Perubahan Biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta
dan kadar DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat,
transpor kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium dan glukosa menurun.
Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan
gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin intrauterin.
2. Pengaruh pada janin
Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih
diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah
bahaya pada janin, sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya
kehamilan postterm terhadap janin terlalu dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak
di antara keduanya. Fungsi Plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38
minggu. Dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya
fungsi Plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin resiko 3 kali.
Akibat dari proses penuaan plasenta, pemasokan makanan dan oksigen akan
menurun di samping adanya spasme arteri spiralis. Sirkulasi utero plasenter akan
berkurang dengan 50 % menjadi hanya 250 ml/menit. Beberapa pengaruh
kehamilan postterm terhadap janin antara lain sebagai berikut :
a. Berat Janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka
terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian vorherr tampak bahwa sesudah
umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan
tampak adanya enurunan sesudah 42 minggu. Namun, seringkali pula plasenta
masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai
dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-
rata berat janin >3.600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan postterm,
sedangkan pada kehamilan genap bulan (term) sebesar 30,6 %. Resiko
persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan postterm
tingkat dua sampai 4 kali lebih besar dari kehamilan term.
b. Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya
beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput
seperti kertas, atau hilangnya lemak subkutan, kuku tangan dan kaki panjang,
tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kasiosa dan lanugo, maserasi
kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat kehijauan atau
kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan rambut
kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh nenonatus kehamilan postterm
menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya
didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan
postterm.
3. Gawat janin atau kematian perinatal. Menunjukkan angka meningkat setelah
kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum.
Umumnya disebabkan oleh :
a. makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan,
fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi.
b. Insufisiensi plasenta yang berakibat :PJT, Oligohidramnion, Hipoksia janin,
aspirasi mekonium, cacat bawaan.
4. Pengaruh Pada Ibu
Morbiditas atau mortalitas Ibu : dapat meningkat sebagai akibat dari
makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan
terjadi distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan
tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi
besar.
Pengelolaan Kehamilan Postterm
Pengelolaan aktif : dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau
42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif : didasarkan pandangan bahwa persalinan
anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postter mempunya resiko/komplikasi
cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk
dilakukan pengawasan terus menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara
biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau
timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kehamila postterm adalah sebagai berikut :
1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm)
atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua versi dari
postterm ini.
2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
o Pemeriksaan Kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan cintraction
stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak
janin atau kontraksi uterus. Bila didapat hasil reaktif, maka nilai spesifitas
98,8 % menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Pemeriksaan
ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan
pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks
cairan amnion) dan kualitas air ketuban.
o Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan
kadar Estriol.
o Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20
menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal 10/20 menit).
o Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin
keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit dan mengandung
mekonium akan mengamali risiko 33 % asfiksia.
o Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm. Sebagian
besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera
dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah
matang.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41
minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur
kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin
tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan
oligohidramnion. Kematian janin neonatus meningkat 5-7 % pada persalinan 42
minggu atau lebih.
Bila serviks telah matang (dengan nilai bishop >5) dilakukan induksi persalinan dan
dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin.
Induksi pada serviks yang telah matang akan menurunkan risiko kegagalan ataupun
persalinan tindakan titik.
Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin ebih lanjut apabila kehamilan
tidak diakhiri :
o NST dan penilaian volume kantong amnion, bila keduanya normal, kehamilan
dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu 2 kali.
o Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertikal atau
indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, maka
dilakukan induksi persalinan.
o Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi
( CST ) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi deselerasi lambat
berulang, variabilitas abnormal (<5/20 menit ) menunjukkan penurunan fungsi
plasenta janin, mendorong agar janin segera dilahirkan sengan
mempertimbangkan bedah sesar. Sementara itu, bila CST negatif, kehamilan
dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari
kemudian.
o Keadaan serviks ( skor bishop ) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien
dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.
o Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.
Kalsifikasi Plasenta
Kalsifikasi plasenta merupakan tanda menuanya plasenta, yang biasanya mulai
kehamilan trimester III. Kalsifikasi secara USG akan terlihat sebagai bintik putih.
Semakin tua kehamilan, maka jumlahnya semakin banyak. Tetapi bisa juga terjadi
kalsifikasi yang dini, yang akan menurunkan jumlah nutrisi dan oksigen pada bayi.
Kalsifikasi plasenta sebetulnya adalah deposit kalsium pada plasenta. Deposit
ini menyebabkan bagian plasenta yang ditempatinya nekrosis. Deposit ini bisa
menyebabkan jaringan plasenta yang ditempatinya menjadi jaringan ikat. Deposit ini
juga bisa menyumbat pembuluh darah di plasenta.
Tetapi plasenta memiliki permukaan yang luas. Dibutuhkan kalsifikasi yang
luar biasa banyak sekali untuk bisa membahayakan bayi. Kalsifikasi plasenta sendiri
secara USG dikategorikan menjadi 4 grade. Grade 0 tidak ditemukan kalsifikasi,
grade 1 terlihat sedikit gambaran kalsifikasi, grade 2 ditemukan dengan mudah
kalsifikasi setengah lingkaran dan grade 3 banyak ditemukan kalsifikasi berbentuk
lingkaran.
Jika terjadi kalsifikasi plasenta grade 3 terjadi pada trimester II, maka hal ini
perlu mendapat perhatian . Biasanya untuk kasus seperti ini dilakukan pemantauan
secara berkala pertumbuhan bayi untuk memastikan tidak adanya gangguan
pertumbuhan.
Penyebab pastinya belum diketahui, beberapa penelitian mendapatkan faktor
penyebabnya adalah bumil yang merokok, sedangkan untuk menetralkan efeknya
dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung antioksidan.
Konsep Managemen
langkah I : Pengumpulan Data Dasar.
1) Data Subjektif
a) Identitas ibu dan suami yang perlu dikaji adalah nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan , pekerjaan, nomor telepon dan alamat. Bertujuan
untuk menetapkan identitas pasien karena mungkin memiliki nama yang sama
dengan alamat dan nomor telepon yang berbeda serta untuk mengetahui faktor
resiko yang mungkin terjadi.
b) Keluhan utama , merupakan alasan utama klien untuk datang ke pelayanan
kesehatan. Kemungkinan yang ditemui pada kasus kehamilan postterm ini
adalah ibu mengeluhkan bahwa kehamilannya telah lewat dari taksiran
persalinannya.
c) Riwayat menstruasi yang dikaji adalah menarche, siklus haid, lamanya,
banyaknya dan adanya dismenorrhoe saat haid yang bertujuan untuk
membantu menegakkan diagnosis persalinan postterm dari siklus haidnya.
d) Riwayat kehamilan sekarang yang dikaji yaitu HPHT, riwayat hamil muda dan
tua, frekuensi pemeriksaan ANC yang bertujuan untuk mengetahui taksiran
persalinan dan resiko yang akan terjadi dari adanya riwayat pada kehamilan
muda maupun tua yang pernah dialami.
e) Riwayat penyakit dahulu yang dikaji adalah apakah ibu ada menderita
penyakit jantung, DM, ipertensi, ginjal, asma, TBC, epilepsi dan PMS serta
ada tidaknya ibu alergi baik terhadap obat-obatan ataupun makanan dan
pernah transfusi darah ,atau operasi, serta ada tidaknya kelainan jiwa.
f) Riwayat penyakit keluarga yang dikaji yaitu ada tidaknya keluarga ibu
maupun suami yang menderita penyakit jantung, DM, hipertensi, ginjal, asma,
dan riwayat keturunan kembar yang bertujuan agar dapat mewaspadai apakah
ibu juga berkemungkinan menderita penyakit tersebut.
g) Riwayat perkawinan yang dikaji yaitu umur berapa ibu kawin dan lamanya ibu
baru hamil setelah kawin, yang bertujuan untuk mengetahui apakah ibu
memiliki faktor resiko.
h) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu yang dikaji adalah fisiologi
jarak kehamilan dengan persalinan yang minimal 2 tahun, usia kehamilan
aterm 37-40 minggu atau apakah ibu ada mempunyai riwayat persalinan
postterm, jenis persalinan yang bertujuan untuk menentukan ukuran panggul
dan adanya riwayat persalinan dengan tindakan, sehingga menunjukkan bahwa
3P telah bekerja sama dengan baik, penyulit yang bertujuan untuk mengetahui
penyulit persalinan yang pernah dialami ibu, nifas yang lalu kemungkinan
adanya keadaan lochea, laktasi berjalan dengan normal atau tidak serta
keadaan anak sekarang.
i) Riwayat keluarga berencana, kemungkinan ibu pernah menggunakan alat –alat
kontrasepsi atau tidak.
j) Makan terkhir bertujuan untuk mengetahui persiapan tenaga ibu untuk
persalinan.
k) BAK dan BAB terakhir bertujuan untuk mengetahui apakah ada penghambat
saat proses persalinan berlangsung.
2) Data Objektif
a) Pemeriksaan umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran
pasien sangat penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien
sadar akan menunjukkan tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran
umum juga mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat badan, tinggi
badan , lingkar lengan atas yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi
pasien.
b) Pemeriksaan khusus
Inspeksi
Periksa pandang yang terpenting adalah mata (konjungtiva dan sklera)
untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak, muka (edema), leher
apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe
sedangkan untuk dada bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya
teraba massa atau tumor, tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum,
aerola mamae, calostrum), serta dilihat pembesaran perut yang sesuai
dengan usia kehamilan, luka bekas operasi, dan inspeksi genitalia bagian
luar serta pengeluaran pervaginam dan ekstremitas atas maupun bawah
serta HIS.
Palpasi
Dengan menggunakan cara leopold:
Leopold I :
Untuk menentukan TFU dan apa yang terdapat dibagian fundus (TFU
dalam cm) dan kemungkinan teraba kepala atau bokong lainnya, normal
pada fundus teraba bulat, tidak melenting, lunak yang kemungkinan
adalah bokong janin
Leopold II:
Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian
kecilnya. Pada dinding perut klien sebelah kiri maupun kanan
kemungkinan teraba, punggung, anggota gerak, bokong atau kepala.
Leopold III:
Untuk menentukan apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu dan
apakah BTJ sudah terpegang oleh PAP, dan normalnya pada bagian
bawah perut ibu adalah kepala.
Leopold IV:
Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga
panggul dan dilakukan perlimaan untuk menentukan seberapa masuknya
ke PAP.
Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit,
irama teratur atau tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila
persalinan disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit
atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak teratur.
Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan
kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.
Penghitungan TBBJ
Dengan menggunakan rumus (TFU dalam cm – 13) x 155 yang bertujuan
untuk mengetahui taksiran berat badan janin dan dalam persalinan
postterm biasanya berat badan janin terjadi penurunan karena terjadi
perubahan anatomik yang besar pada plasenta atau sebaliknya berat janin
terus bertambah karena plasenta masih berfungsi.
Pemeriksaan Dalam
Yang dinilai adalah keadaan servik, pembukaan, keadaan ketuban,
presentasi dan posisi, adanya caput atau moulage, bagian menumbung
atau terkemuka, dan kapasitas panggul (bentuk promontorium, linea