BAB 1 PENDAHULUAN Pada suatu kehamilan, cairan amnion yang mengisi kantung amnion memiliki berbagai fungsi penting. Cairan ini menjadi bantalan bagi fetus, melindungi dari trauma, membantu menjaga suhu, mempunyai fungsi nutrisional, serta mengandung faktor-faktor pertumbuhan. Saat proses persalinan, apabila bagian presentasi janin tidak berada pada segmen bawah uterus, cairan amnion akan membuka serviks melalui kerja hidrostatiknya 1,2 . Pada trimester pertama, cairan amnion hanya merupakan ultrafiltrat dari plasma ibu. Sejak trimester kedua, cairan ini sudah merupakan ultrafiltrat plasma janin dan dapat pula ditemukan sel- sel kulit janin yang berdeskuamasi. Mulai usia kehamilan 20 minggu, cairan amnion juga mengandung urin janin, cairan paru-paru, urea, kreatinin, asam urat, vernix, dan lanugo. Dengan bertambahnya usia kehamilan, osmolalitas cairan amnion akan berkurang. 1,2 Pada keadaan normal, volume cairan amnion terus meningkat antara usia kehamilan 14 hingga 31 minggu, kemudian berkurang hingga mencapai volume normal 800- 1000 ml pada saat aterm. Jika kehamilan bertambah panjang, volume cairan amnion malah dapat lebih berkurang lagi. Salah satu cara mengendalikan volume 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada suatu kehamilan, cairan amnion yang mengisi kantung amnion memiliki
berbagai fungsi penting. Cairan ini menjadi bantalan bagi fetus, melindungi dari
trauma, membantu menjaga suhu, mempunyai fungsi nutrisional, serta
mengandung faktor-faktor pertumbuhan. Saat proses persalinan, apabila bagian
presentasi janin tidak berada pada segmen bawah uterus, cairan amnion akan
membuka serviks melalui kerja hidrostatiknya1,2. Pada trimester pertama, cairan
amnion hanya merupakan ultrafiltrat dari plasma ibu. Sejak trimester kedua,
cairan ini sudah merupakan ultrafiltrat plasma janin dan dapat pula ditemukan sel-
sel kulit janin yang berdeskuamasi. Mulai usia kehamilan 20 minggu, cairan
amnion juga mengandung urin janin, cairan paru-paru, urea, kreatinin, asam urat,
vernix, dan lanugo. Dengan bertambahnya usia kehamilan, osmolalitas cairan
amnion akan berkurang. 1,2
Pada keadaan normal, volume cairan amnion terus meningkat antara usia
kehamilan 14 hingga 31 minggu, kemudian berkurang hingga mencapai volume
normal 800-1000 ml pada saat aterm. Jika kehamilan bertambah panjang, volume
cairan amnion malah dapat lebih berkurang lagi. Salah satu cara mengendalikan
volume cairan amnion yang paling penting adalah janin itu sendiri. Sejak trimester
kedua kehamilan, janin mulai menunjukkan kegiatan urinasi dan menelan cairan
amnion untuk mengimbangi cairan yang diproduksi oleh epitel amnion itu agar
tidak menumpuk terlalu banyak1,2,3.
1
Polihidramnion adalah suatu keadaan dimana ditemukan cairan amnion
yang berlebih dalam uterus. Umumnya pasien dengan polihidramnion memiliki
insiden lebih tinggi terjadinya persalinan preterm dan juga dapat menimbulkan
komplikasi pada ibu dan bayi sehingga harus lebih diperhatikan dalam perawatan
baik itu sebelum, selama dan sesudah persalinan. Pada kehamilan yang
dipengaruhi oleh polihidramnion, sekitar 20% bayi lahir dengan kelainan
kongenital, dan umumnya prognosisnya buruk, sehingga perlu dipertimbangkan
untuk penanganan yang lebih lanjut di tempat pelayanan yang memiliki fasilitas
memadai3.
Kelainan yang paling sering menyertai kehamilan dengan polihidramnion
adalah kelainan kongenital sistem gastrointestinal, misalnya atresia atau obstruksi,
dan kelainan kongenital sistem saraf, misalnya anensefali. Kelainan-kelainan ini
akan menyebabkan janin tidak mampu mengendalikan cairan amnion dalam
kantongnya sehingga terjadi penumpukan cairan berlebih yang berujung pada
polihidramnion. Dari seluruh kejadian kongenital ini, atresia duodenum
merupakan jenis yang tersering dibanding atresia esofagus atau anensefali. Atresia
duodenum sudah dapat dideteksi sejak masa kandungan dengan adanya gambaran
double bubble pada USG. Kelainan kromosom, umumnya berupa trisomi, juga
sering menyertai polihidramnion dengan sebab yang tidak diketahui.
2
Adanya kelainan kongenital dan kelainan kromosom tersebut di atas,
selain menyebabkan terjadinya polihidramnion, juga dapat menyebabkan
Pertumbuhan Janin Terganggu (PJT) atau Intra Uterine Growth Restriction
(IUGR), di mana berat janin berada di bawah persentil 10 pada umur kehamilan
normal yang diukur melalui USG. PJT ada yang bersifat simetris dan asimetris
tergantung dari faktor-faktor pencetus terjadinya PJT itu sendiri.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Polihidramnion
Polihidramnion adalah suatu keadaan dimana ditemukan cairan amnion yang
berlebih dalam uterus. Yang dimaksud dengan cairan berlebih di sini adalah jika
duodeni). Pasien didiagnosis polihidramnion berdasarkan pemeriksaan
penunjang USG yang menunjukkan adanya ICA > 20 cm. Berdasarkan
anamnesis tidak didapatkan keluhan yang menunjukkan tanda-tanda
penekanan uterus terhadap ibu sehingga kemungkinan yang terjadi pada
pasien adalah polihidramnion yang bersifat kronis. Diagnosis PJT pada
pasien ini juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG yang menunjukkan
perkiraan berat badan bayi sebesar 1857 gram yang berarti tergolong kecil
masa kehamilan dengan perbandingan lingkar kepala/lingkar abdomen yaitu
1,0087 menunjukkan PJT tipe simetrik. Pada USG juga didapatkan gambaran
double bubble sebagai petunjuk kelainan kongenital atresia duodenum yang
merupakan gambaran lambung dan duodenum proksimal yang berdilatasi dan terisi
cairan. Gambaran ini juga kadang didapatkan pada stenosis duodenum.
26
Kelainan kehamian yang dialami diduga berasal dari kelainan kongenital yang
terjadi pada janin berupa atresia duodenum yang sering terjadi pada kasus-kasus
trisomi 21 atau sindrom Down (40%). Kelainan kongenital ini kemudian dapat
menyebabkan terjadinya polihidramnion melalui mekanisme penurunan absorbsi
cairan amnion terutama disebabkan oleh penurunan jumlah cairan amnion
yang diminum oleh janin akibat terhambatnya aktivitas menelan. Kelainan
kongenital (birth defects atau kelainan kromosom) ini menurut pustaka juga
erupakan salah satu penyebab dari kejadian PJT.
Pasien ini disarankan untuk rawat inap dengan tujuan tirah baring pada
pasien karena pada pasien ini mengalami polihidramnion kronik derajat berat
sekaligus untuk mengobservasi tanda-tanda in partu karena pasien telah
datang dengan pembukaan cervix 2 cm dan nyeri perut hilang timbul, dimana
menurut kepustakaan pada PJT dengan umur kehamilan lebih dari 34 minggu
sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan.
BAB 5
27
RINGKASAN
Pada suatu kehamilan, cairan amnion yang mengisi kantung amnion
memiliki berbagai fungsi penting. Cairan ini menjadi bantalan bagi fetus,
melindungi dari trauma, membantu menjaga suhu, mempunyai fungsi
nutrisional, serta mengandung faktor-faktor pertumbuhan. Polihidramnion
adalah suatu keadaan dimana ditemukan cairan amnion yang berlebih dalam
uterus. Umumnya pasien dengan polihidramnion memiliki insiden lebih
tinggi terjadinya persalinan preterm dan juga dapat menimbulkan komplikasi
pada ibu dan bayi sehingga harus lebih diperhatikan dalam perawatan baik
itu sebelum, selama dan sesudah persalinan.
Diagnosis polihidramnion umumnya ditegakkan melalui gejala klinis
dan ultrasonografi (USG). Pembesaran uterus yang tidak sesuai umur
kehamilan disertai ketegangan dinding abdomen, kesulitan melakukan
palpasi, serta kesulitan mendengarkan denyut jantung janin merupakan
petunjuk diagnostik utama polihidramnion secara klinis. Polihidramnion
dengan derajat ringan jarang memerlukan tindakan. Terkadang
polihidramnion derajat sedang juga dapat ditangani tanpa intervensi apapun.
Akan tetapi tetap harus dilakukan pengawasan yang ketat karena ibu dengan
polihidramnion cenderung melahirkan lebih cepat karena overdistensi uterus.
Adapun komplikasi yang sering terjadi pada ibu dan bayi dapat
menyebabkan kematian karena pada umumnya kasus polihidramnion dengan
komplikasi baik pada ibu dan bayi cenderung memiliki prognosis buruk.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, et al. Hidramnion. In: Ronardy DH (ed). Obstetri Williams (Wiliams Obstetrics). 18th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.p. 652-656.
2. Rajiah P. Polyhydramnios. eMedicine 1996-2008. [last update July 13, 2006]. Available at: http://63.240.86.189/radio/TOPIC566.HTM. (Accessed: February 5, 2009).
3. Boyd RL, Carter BS. Polyhydramnios and Oligohydramnios. eMedicine 1994-2009. [updated: February 14, 2008]. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/975821-overview
4. Anonim. Pemeriksaan USG untuk Kehamilan 18-23 Minggu. Drnyol 2009. Available at: http://www.drnyol.info/index.php?option=com_content&view=article&id=53%3Akapan-saja-wanita-hamil-sebaiknya-periksa-us-&catid=43%3Afetomaternal&Itemid=73&limitstart=2. (Accessed: February 5, 2009).
5. Setiawan Y. Polihidramnion_Hidramnion dalam Kehamilan. Siaksoft Network. Available at: http://siaksoft.net/?p=476. (Accessed: February 5, 2009).
6. Boyd RL, Carter BS. Polyhydramnios and Oligohydramnios. eMedicine 1994-2009. [updated: February 14, 2008]. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/975821-treatment. (Accessed: February 5, 2009).
7. Calkins CM, Karrer F. Duodenal Atresia. eMedicine 1994-2009. [updated September 18, 2006]. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/932917-overview. (Accessed: February 5, 2009).
8. Miller FH, Laing FC. Duodenal Atresia. Bringham RAD 1994. Available at: http://brighamrad.harvard.edu/education/online/tcd/tcd.html. (Accessed: February 5, 2009).
9. Anonim. Intrauterine Growth Restriction (IUGR); Small for Gestational Age (SGA). American Pregnancy Association 2000-2004. [last update January, 2007]. Available at: http://www.americanpregnancy.org/prenataltesting/iugr.html. (Accessed: February 5, 2009).
10. Peleg D, et al. Intrauterine Growth Restriction: Identification and Management. American Family Physician 1998. Available at:
http://www.aafp.org/afp/980800ap/peleg.html. (Accessed: February 9, 2009).
11. DeVore GR. What Treatment is Available. Fetal Diagnostic Centre. Available at: http://www.fetal.com/IUGR/treatment.html. (Accessed: February 9, 2009).