Top Banner
LAPORAN KASUS Bronkiolitis Oleh : MA`RUF Nim : 010.06.0033 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA DI SMF ANAK RSUD KOTA MATARAM 1
44

Lapsus Baru

Apr 15, 2016

Download

Documents

El Nino Ovan

etryuil;
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lapsus Baru

LAPORAN KASUS

Bronkiolitis

Oleh :

MA`RUF

Nim : 010.06.0033

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA

DI SMF ANAK RSUD KOTA MATARAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

2014

1

Page 2: Lapsus Baru

Laporan Kasus

BAB I

Laporan kasus

1.1 IDENTITAS PASIEN

1. Nama : A H

2. umur : 1.2 tahun

3. jenis kelamin: laki-laki

4. alamat : kebun duren

5. tanggal/Jam Masuk RSUD Kota Mataram : 13 November 2014 jam

14.15 wita

6. No. RM : 115013

Ibu Ayah

Nama Ny. Z Tn. S

Umur 23Tahun 26 Tahun

Pendidikan terakhir SMP SMA

Pekerjaan IRT Buruh

Diagnosa masuk : bronkiolitis

1.2 ANAMNESIS

Keluhan utama : Sesak nafas

1.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sessak nafas (+), batuk

berdahak (+), Pilek (+), demam (-).Ibu pasien mengatakan mengatakan

bahwa pasien sering mengalami sesak nafas.

1.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah masuk rumah sakit dengan keluhan yang sama

pada usia 4 bulan.

1.2.3 Riwayat penyakit keluarga

2

Page 3: Lapsus Baru

Ayah pasien mengaku mempunyai riwayat asma

1.2.4 Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal dengan keluarganya, dalam rumah tempat

tinggal beranggotakan keluarga 4 orang, pendapatan perhari keluarga

rata-rata 50 ribu rupiah.

1.2.5 Riwayat social / lingkungan

ayah pasien adalah seorang perokok

Banyak tetangga yang mempunyai burung puyuh

1.2.6 Riwayat Pribadi

A. Riwayat kehamilan dan persalinan

Riwayat USG (+) 3x di dokter SPOG (usia kehamilan 7,8,9

bulan)

Riwayat sakit berat selama hamil (-). Riwayat minum obat-

obatan dan jamu-jamuan selama hamil (-)

Selama ANC, tidak ditemukan kelainan pada janin atau ibu

(riwayat perdarahan, muntah berlebihan, demam selama

kehamilan disangkal; bidan juga mengatakan letak dan

perkembangan janin normal)

Pasien lahir normal di salah satu Rumah Sakit di NTB.

Lahir cukup bulan dengan berat lahir 3.100 gram. Panjang

badan 47 cm Lahir langsung menangis, riwayat biru setelah

lahir (-), kuning setelah lahir (-).

B. Riwayat nutrisi

ASI ekslusif (+), Pasien diberikan PASI sejakusia 6 bulan.

Susu formula yang diberikan adalah SGM, sampai saat ini

pasien tetap mendapatkan ASI.

Makan minum menurun sejak keluhan sesak datang..

C. Riwayat imunisasi : ibu mengaku rutin melakan imunisasi

D. Riwayat pertumbuhan

3

Page 4: Lapsus Baru

menegagkan kepala : 2 bulan

Membalikan badan : 4 bulan

Duduk : 6 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri : 12 bulan

Berjalan : 12 bulan

Bicara : 13 bulan

1.3 PEMERIKSAAN FISIK  

• Keadaan Umum : Tampak sedang

• Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital

• Suhu : 36.5 oC

• Nadi : 102 x/menit ( teraba, teratur, kuat angkat)

• Pernapasan : 52 x/menit

• Berat badan : 10 kg

• Tinggi badan : 80 cm

4

Page 5: Lapsus Baru

Kesimpulan status gizi : Gizi Baik

• Status gizi : Kesimpulan status gizi berdasarkan perhitungan standar

deviasi (SD) atau Z-score dengan menggunakan nilai indeks antropometri:

BB/TB : -2 SD s/d +2 SD Gizi baik

BB/U : -2 SD s/d +2 SD BB Normal

TB/U : -2 SD s/d +2 SD TB Normal

Status Generalis

Kepala

• Bentuk : Normocephali

• Rambut : hitam, lurus, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut.

• Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

• Hidung : Sekret (-), darah (-) ,nafas cuping hidung (-)

• Telinga : Sekret (-), serumen (-)

• Mulut : bibir kering (-) bibir sianosis (-),

5

Page 6: Lapsus Baru

• Leher :Pembesaran KGB (-)

Thorax

• Pulmo

• Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris,

retraksi dinding dada (+)

• Palpasi : vocal fremitus positif di seluruh lapang paru

• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan

• Auskultasi : Ronkhi (-/-), wheezing (+/+)

• Cor

• Inspeksi : Ictus cordis tampak

• Palpasi : Ictus cordis teraba

• Perkusi : Batas kanan jantung parasternal kanan ICS V,

batas kiri jantung midclavicula ICS V

• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II tunggal, reguler, murmur

(-), gallop (-)

Abdomen

• Inspeksi : Datar simetris, retraksi epigastrium (-).

• Auskultasi : Bising usus terdengar normal

• Palpasi : Hepar/lien/ginjal tidak teraba

• Perkusi : Timpani pada selurung lapang abdomen

Ekstremitas dan Kulit :

• Akral hangat (+), Edema (-), Sianosis perifer (-)

1.4. Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap 13 November 2014

WBC : 9.26 /mm3

LYM : 3.29 103/ul

RBC : 4.74 106 /ul

HB : 10.4 g/dl

HCT :29.8 %

Trombosit : 26 /mm3

6

Page 7: Lapsus Baru

Gula darah sewaktu 13 November 2014

GDS : 130 mg/dl

Pemeriksaan foto thorax AP

Tampak gambaran infiltrate

Bercacak konsolidasi

1.5 Diagnosis Banding :

Bronkiolitis

asma

Pneumonia berat

Diagnosis Kerja :

Bronkoiolitis

1.6 Rencana Terapi

- O2 lpm

- D5 ¼ ns

- Ampicilin

- Dexamethason

- Nebu farbivent

- Ambroxsol syr

- Paracetamol syr

7

Page 8: Lapsus Baru

1.7 Resume

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sebelumnya tadi

malam pasien sudah pernah datang dengan keluhan yang sama tapi

setelah mendapatkan terapi uap satu kali keadaan pasien membaik dan

diperbolehkan pulang, pagi hari setelah diperbolehkan pulang pasien

mengalami sesak kembali dirumahnya karena sesak semakin memberat

pasien di bawa kembali ke rumah sakit siang hari. Ibu pasien mengaku

di rumah sakit sejak siang hari sudah mendapatkan terapi uap hingga

tiga kali dan mendapatkan terapi oksigen namun sesak belum

hilang.pasien pernah mengalami hal yang sama saat berusia 4 bulan.

Ayah pasien adalah seorang perokok dan lingkungan tempat tinggal

terdapat banyak penghobi burung puyuh. Ayah pasien seorang perokok

dan mempunyai riwayat penykit asma.

8

Page 9: Lapsus Baru

Follow up

Waktu Hasil follow up Terapi

13

Nonvembe

r 2014

Ku : sesak (+), batuk (+) demam(-)pilek (+), muntah (-), nafsu makan menurun,menyusu kurang, BAB-BAK (+)Keadaan umum : sedang Kesadaran : compos mentisTanda-tanda vitalHR : 120 X/mntRR : 52 X/mntT : 36,0 CNadi : 98 x/ mnt (teraba,teratur,kuat angkat)Pemeriksaan fisikKepala : normochepaliMata : konjungtiva anemi (-) Sclera ikterik (-)Hidung : secret (-) Pernafasan cuping hidung(-)Mulut : bibir sianosis (-)Leher : pembesaran KGB (-)Thorax : simetris, retraksi (-), S1 S2 tunggal regular, RH (-), Wh (+).Abdomen : Simetris (+), BU (+), Distensi(-), timpani (+).Ekstremitas : akral hangat(+), sianosis (-), oedem (-)

Assesment : Bronkiolitis

- O2 2 lpm

- D5 ¼ ns 30 tpm

- Ampicilin 4 x 250mg

- Dexamethason 3 x

1/3 amp (IV)

- Nebu farbivent

- Ambroxsol syr 2 x

1/3 cth

- Paracetamol syr 2 x1

cth

Waktu Hasil follow up Terapi

14

November

2014

Ku : sesak berkurag, batuk (+) demam(-)pilek (+), muntah (-), nafsu makan menurun,menyusu kurang, BAB-BAK (+)Keadaan umum : baikKesadaran : compos mentisTanda-tanda vitalHR : 120 X/mntRR : 40 X/mnt

- O2 2 lpm

- D5 ¼ ns 30 tpm

- Ampicilin 4 x 250mg

- Dexamethason 3 x

1/3 amp (IV)

- Nebu farbivent

9

Page 10: Lapsus Baru

T : 36,5 CNadi : 100 x/ mnt (teraba, teratu, kuat angkat)Pemeriksaan fisikKepala : normochepaliMata : konjungtiva anemi (-) Sclera ikterik (-)Hidung : secret (-) Pernafasan cuping hidung(-)Mulut : bibir sianosis (-)Leher : pembesaran KGB (-)Thorax : simetris, retraksi (-), S1 S2 tunggal regular, RH (-), Wh (+).Abdomen : Simetris (+), BU (+), Distensi(-), timpani (+).Ekstremitas : akral hangat(+), sianosis (-), oedem (-)

Assesment : Bronkiolitis

- Ambroxsol syr 2 x

1/3 cth

- Paracetamol syr 2 x1

cth

Waktu Terapi

15

november

2014

Ku : sesak berkurang, batuk (+) demam(-)pilek (+), muntah (-), nafsu makan dan minum baik, BAB-BAK (+)Keadaan umum : baikKesadaran : compos mentisTanda-tanda vitalHR : 110 X/mntRR : 36 X/mntT : 36,0 CNadi : 98 x/mnt (teraba, teratur, kuat angkat)Pemeriksaan fisikKepala : normochepaliMata : konjungtiva anemi (-) Sclera ikterik (-)Hidung : secret (-) Pernafasan cuping hidung(-)Mulut : bibir sianosis (-)Leher : pembesaran KGB (-)Thorax : simetris, retraksi (-), S1 S2 tunggal regular, RH (-), Wh (+).Abdomen : Simetris (+), BU (+), Distensi(-), timpani (+).Ekstremitas : akral hangat(+),

O2 2 lpm kalo sesak

Lain- lain dilanjutkan

10

Page 11: Lapsus Baru

sianosis (-), oedem (-)

Assesment : Bronkiolitis

Waktu Hasil follow up Terapi

16

november

2014

Ku : sesak (-), batuk (+) demam(-)pilek (+), muntah (-), BAB-BAK (+)Keadaan umum : sedang Kesadaran : compos mentisTanda-tanda vitalHR : 110 X/mntRR : 33 X/mntT : 36,0 CNadi : 98 x/mnt (teraba, teratur, kuat angkat)Pemeriksaan fisikKepala : normochepaliMata : konjungtiva anemi (-) Sclera ikterik (-)Hidung : secret (-) Pernafasan cuping hidung(-)Mulut : bibir sianosis (-)Leher : pembesaran KGB (-)Thorax : simetris, retraksi (-), S1 S2 tunggal regular, RH (-), Wh (+).Abdomen : Simetris (+), BU (+), Distensi(-), timpani (+).Ekstremitas : akral hangat(+), sianosis (-), oedem (-)

Assesment : Bronkiolitis

Terapi lanjut

11

Page 12: Lapsus Baru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut-bawah yang

ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya infeksi

disebabkan oleh virus. Penyakit ini terjadi selama usia 2 tahun pertama

dengan insidensi puncaknya pada sekitar usia 6 bulan. Secara klinis ditandai

dengan episode wheezing, nafas cepat dan retraksi dada

2.2. Etiologi

Penyebab utama dari bronkiolitis adalah infeksi repiratory syncytical

virus (RSV) yang memilki morbiditas dan mortalitas tinggi, terutama pada

anak dengan risiko tinggi dan imnunokompromise. Sekitar 95 % dari kasus-

kasus tersebut secara serologis terbukti disebabkan oleh invasi RSV.

Orenstein menyebutkan pula beberapa penyebab lain seperti Adenovirus,

virus influenza, virus parainfluenza, Rhinovirus dan mikoplasma. Tidak ada

bukti yang kuat bahwa bakteri menyebabkan bronkiolitis.

Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan

imunitas yang tidak bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak

menimbulkan gejala klinis. RSV adalah golongan paramiksovirus dengan

bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai

satu antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik

linear. Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu

antigen bungkus berarti bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil dari

tahun ke tahun.

2.3. Epidemiologi

Epidemi dari RSV berkembang pada iklim dengan musim hujan dan

12

Page 13: Lapsus Baru

menjelang kemarau, dan biasanya juga muncul pada musim yang bersamaan

dengan menjangkitnya para-influenza. Terdapat bukti bahwa RSV endemik

di daerah sub tropis dari Asia Tenggara sepanjang tahun , dan memuncak

antara bulan Oktober sampai Februari dan berkurang pada bulan Maret

sampai Juli.

Bronkiliotis sering mengenai anak usia di bawah 2 tahun dengan

insiden tertinggi pada bayi umur 6 bulan.Pada daerah yang penduduknya

padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan.

Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat

penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin terjadi oleh

karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah.

Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan,

bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan

immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya

penyakit yang lebih berat. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi

saluran napas bawah terbanyak pada anak.

Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia

1 – 2 tahun di AS pernah mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan

90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian

setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus perawatan di

RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis di negara-negara berkembang hampir

sama dengan di AS. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau pada

musim hujan di negara-negara tropis.

Dinegara dengan 4 musim, epidemiologi bronkiolitis menunjukkan

puncak yang tajam setiap tahun pada musim dingin antara bulan januari dan

maret sampai awal musim semi dan dinegara tropis banyak ditemukan pada

musim hujan. Faktor yang memicu bronkiolitis RSV meningkat setiap musim

dingin belum diketahui. Persentase rendah kasus bronkiolitis ditemukan pada

musim panas. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU dr.Soetomo Surabaya

pada tahun 2002 dan 2003, bronkiolitis banyak ditemukan pada bulan januari

sampai bulan Mei

13

Page 14: Lapsus Baru

2.4. Patofisiologi

Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons

inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi

mukus, timbunan debris selular/ sel-sel mati yang terkelupas, kemudian

diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena

tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran

respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan

aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memilki penampang saluran

respiratori yang kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase

inspirasi dan ekspirasi, akan tetapi karena radius saluran respiratori lebih

kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air tapping dan hiperinflasi.

Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang

terjebak diabsorbsi.

Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.

Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan

ventilasi perfusi yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia

dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida

(hiperkapnea) tidak selalu terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka

semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat

selama end expiratory lung volume meningkat dan compliance paru

menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi 60x/menit.

Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan

diganti setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh

makrofag. Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat

mentolerir edema saluran napas lebih baik, oleh karena itu pada anak besar

dan dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila terserang infeksi virus saluran

napas.

14

Page 15: Lapsus Baru

2.5. Manifestasi Klinis

Mula-mula pasien mendapatkan infeksi saluran napas ringan berupa

pilek encer, batuk, bersin-bersin, dan kadang-kadang demam. Gejala ini

berlangsung beberapa hari, kemudian timbul distres respirasi yang ditandai

oleh batuk paroksimal, mengi, dispneu, dan iritabel. Timbulnya kesulitan

minum terjadi karena napas cepat sehingga menghalangi proses menelan dan

menghisap. Pada kasus ringan, gejala menghilang 1-3 hari. Pada kasus berat,

gejalanya dapat timbul beberapa hari dan perjalananya sangat cepat. Kadang-

kadang, bayi tidak demam sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres

pernapasan dengan frekuensi napas 60 x/menit, terdapat napas cuping hidung,

penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi, dan kadang-kadang sianosis.

Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru

(terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena

terdorong diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada

15

Page 16: Lapsus Baru

akhir inspirasi dan awal ekpirasi. Ekpirasi memanjang dan mengi kadang-

kadang terdengar dengan jelas.

Gambaran radiologik biasanya normal atau hiperinflasi paru, diameter

anteroposterior meningkat pada foto lateral. Kadang-kadang ditemukan

bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis sekunder terhadap obtruksi atau

anflamasi alveolus. Leukosit dan hitung jenis biasanya dalam batas normal.

Limfopenia yang sering ditemukan pada infeksi virus lain jarang ditemukan

pada brokiolitis. Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah akan

menunjukkan hiperkapnia, karena karbondioksida tidak dapat dikeluarkan,

akibat edem dan hipersekresi bronkiolus.

2.6.Klasifikasi

Tabel Klasifikasi bronkiolitis berdasarkan gejala klinis

Keparahan Tanda

Ringan Anak sadar, warna kulit merah muda Dapat makan dengan baik Saturasi oksigen > 90%. Saturasi oksigen diketahui

dengan alat sederhana di kantor dokter atau RS Sedang Salah satu di antara:

Kesulitan makan Lemah Kesulitan bernapas, digunakannya otot-otot bantu

pernapasan Adanya kelainan jantung atau saluran napas Saturasi oksigen < 90% Usia kurang dari enam bulan

Berat Seperti kriteria untuk kategori sedang, namun: mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen menunjukkan episode terhentinya napas menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau

terkumpulnya terlalu banyak karbon dioksida dalam tubuh.

2.7 Faktor resiko

Salah satu faktor resiko yang terbesar untuk menjadi bronkiolitis pada

umur kurang dari 6 bulan, sebab paru-paru dan sistem kekebalan tidak secara

penuh berkembang dengan baik. Anak laki-laki cenderung untuk

16

Page 17: Lapsus Baru

mendapatkan bronkiolitis lebih sering dibanding anak-anak perempuan.

faktor lain yang telah dihubungkan dengan peningkatan resiko bronkiolitis

pada anak-anak meliputi:

a. Tidak pernah diberi air susu ibu sehingga tidak menerima perlindungan

kekebalan dari ibu

b. Kelahiran prematur

c. Pajanan ke asap rokok

d. Sering dititipkan pada tempat banyak bayi-bayi contoh tempat penitipan

anak, panti asuhan

e. Saudara kandung lebih tua dengan kontak infeksi dari sekolah/ tempat

bermain.

Bayi dengan ibu perokok pasif mempunyai peningkatan resiko

infeksi RSV dengan suatu perbandingan rintangan dilaporkan 3.87 untuk itu

telah banyak studi atas efek dari perokok pasif pada penyakit yang

berhubungan dengan pernapasan di bayi dan anak-anak. Di dalam suatu

tinjauan ulang yang sistematis dari perokok pasif dan infeksi saluran nafas

bawah pada bayi dan anak-anak, Strachan Dan Cook menunjukkan suatu

perbandingan digabungkan dari 1.57 jika kedua orang tua perokok dan suatu

perbandingan dari 1.72 jika ibu yang merokok. Stock Dan Dezateux

meninjau 20 kasus studi dari fungsi berkenaan dengan paru-paru di bayi.

Studi ini menunjukkan suatu penurunan fungsi paru-paru di bayi para ibu

yang merokok selama kehamilan. Aliran Expirasi berkurang kira-kira 20%.

ukuran lain-lain fungsi berkenaan dengan paru-paru demikian juga abnormal.

Bapak yang merokok juga mempunyai suatu efek, prevalensi penyakit

bidang berhubung pernapasan bagian atas meningkat dari 81.6% ke 95.2% di

bayi di bawah 1 tahun usia jika hanya bapak yang merokok.

Air susu ibu (ASI) telah menunjukkan mempunyai faktor kebal

terhadap RSV yang mencakup immunoglobulin G dan Suatu antibodies 160

dan interferon-161. ASI telah pula ditunjukkan untuk mempunyai

menetralkan aktivitas melawan terhadap RSV. Di satu studi merujukan ke

rumah sakit yang relatif dengan RSV adalah anak-anak yang tidak diberi ASI

17

Page 18: Lapsus Baru

.Di dalam studi lain, 8 ( 7%) dari 115 anak-anak di opname dengan infeksi

RSV adalah disusui, dan 46 ( 27%) dari 167 pasien sebagai kendali disusui.

Suatu meta-analysis hubungan menyusui dengan opname untuk

infeksi saluran nafas bawah di (dalam) awal kelahiran menguji 33 studi,

semua dari yang menunjukkan suatu asosiasi bersifat melindungi antara

menyusui dan resiko opname untuk infeksi saluran nafas bawah. Sembilan

studi dijumpai pada semua ukuran-ukuran pemasukan analisa. Kesimpulan

adalah bahwa bayi yang tidak disusui ASI hampir meningkatakan resiko yang

lebih besar lipat tiga diopname untuk infeksi saluran nafas bawah dibanding

yang disusui ASI eklusif untuk 4 bulan ( perbandingan resiko: 0.28).

2.8.Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pertama

sekali dapat dicatat bahwa bayi dengan bronkiolitis menderita suatu infeksi

ringan yang mengenai saluran pernapasan bagian atas disertai pengeluaran

sekret-sekret encer dari hidung dan bersin-bersin. Gejala-gejala ini biasanya

akan berlangsung selama beberapa hari dan disertai demam dari 38,50C

hingga 39 C, akan tetapi bisa juga tidak disertai demam, bahkan pasien bisa

mengalami hipotermi. Pasien mengalami penurunan nafsu makan, kemudian

ditemukan kesukaran pernafasan yang akan berkembang perlahan-lahan dan

ditandai dengan timbulnya batuk-batuk, bersin paroksimal, dispneu, dan

iritabilitas. Pada kasus ringan gejala akan menghilang dalam waktu 1-3 hari.

Kadang-kadang, pada penderita yang terserang lebih berat, gejala-gejala

dapat berkembang hanya dalam beberapa jam serta perjalaan penyakitnya

akan berlangsung berkepanjangan. Keluhan muntah-muntah dan diare

biasanya tidak didapatkan pada pasien ini. Kebanyakan bayi-bayi dengan

penyakit tersebut, mempunyai riwayat keberadaan mereka diasuh oleh orang

dewasa yang menderita penyakit saluran pernafasan ringan pada minggu

sebelum awitan tersebut terjadi pada mereka. Disamping itu, kita juga harus

menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan

18

Page 19: Lapsus Baru

wheezing.

Pemeriksaan fisik memperlihatkan seorang bayi mengalami distres

nafas takipneu, kadang-kadang disertai sianosis, dan nadi juga biasanya

meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot pembantu

pernafasan yang mengakibatkan terjadinya retraksi pada daerah interkostal

dan daerah sub kostal. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya

hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi

yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa

stetoskop, serta terdapat crackles.

Hepar dan lien akan teraba beberapa cm dibawah tepi batas bawah

tulang iga. Keadaan ini terjadi akibatt pendorongan diafragma kebawah

karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Suara riak-riak halus yang

tersebar luas juga dapat terdengar pada bagian akhir inspirasi. Fase ekspirasi

pernafasan akan memanjang dan suara-suara pernapasan juga bisa hampir

tidak terdengar jika sudah berada dalam kasus yang berat.

Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory

Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas

berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih

dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam

kategori ringan. Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan

berguna untuk menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen < 95%

merupakan tanda terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi untuk rawat

inap.

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Jumlah dan hitung jenis lekosit

biasanya normal. Limfopenia yang biasanya berhubungan dengan penyakit-

penyakit virus, tidak ditemukan pada penyakit ini. Biakan-biakan bahan yang

berasal dari nasofaring akan menunjukkan flora normal. Virus dapat dapat

diperlihatkan di dalam sekresi nasofaring melalui fluresensi imunologis

dalam suatu peningkatan titer-titer darah atau dalam biakan.Gambaran

radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat

paru-paru mengembang ( hyperaerated ). Bisa juga didapatkan bercak-bercak

19

Page 20: Lapsus Baru

yang tersebar, mungkin atelektasis ( patchy atelectasis ) atau pneumonia (

patchy infiltrates ). Pada rontgen -foto lateral, didapatkan diameter AP yang

bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan rontgen foto

dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang

menyempit, jantung terangkat,diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter

anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horizontal,

pembuluh darah paru tampak tersebar.

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan

aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus

tetapi memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif

pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen

RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas

pemeriksaan ini adalah 80-90%.

2.9. Diagnosis Banding

1. Asma bronchial

Terdapat riwayat keluarga asma, episode berulang pada bayi yang sama,

mulainya mendadak tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi sangat

memanjang, eosinofilia dan respons perbaikan segera pada pemberian satu

dosis albuterol aerosol.

2. Pneumonia

Terdapat gejala batuk dengan napas cepat, tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam, adanya demam, crackels/ronkhi, pernapasan cuping

hidung dan grunting/merintih.

2.10. Pemeriksaan penunjang

Darah lengkap

Dengan hitungan jumlah sel darah lengkap jarang bermanfaat karena sel

darah putih pada umumnya di dalam batas normal atau naik dan hitung

jenis mungkin normal atau bergeser kekanan atau kekiri

20

Page 21: Lapsus Baru

Urin

Berat jenis urin dapat menyediakan informasi bermanfaat mengenai

balance cairan dan kemungkinan dehidrasi.

Serum darah

Kimia serum darah tidaklah terpengaruh secara langsung oleh

infeksi/peradangan tetapi dapat membantu menerka beratnya derajat

dehidrasi.

Analisa gas darah

Analisa gas darah mungkin diperlukan pada pasien yang sakitnya berat,

terutama yang menuntut ventilasi mekanik atau buatan.

Radiologi

Foto sinar x dada cukup diperlukan meliputi foto anterior-posterior dan

lateral. dapat terlihat gambaran (tergantung berat ringannya penyakit)

o Hiperinflasi dan infiltrat yang tertutup, gambaran ini adalah

nonspesifik dan mungkin juga dapat pada gambaran pasien dengan

sakit asma, pneumonia yang tidak lazim atau karena virus, dan aspirasi

cairan.

o Ateletaksis fokal

o Gambaran udara yang terperangkap

o Gambaran sekat diafragma yang rata

o Peningkatan gambaran Garis tengah Antero posterior

o Peribronchial Cuffing

o Foto sinar x dapat juga mengungkapkan bukti alternatif untuk diagnosa

banding, seperti pneumonia lobaris , gagal jantung kongestif, atau

aspirasi benda asing.

2.11. Penatalaksanaan dan Pengobatan

1 Penatalaksanaan

Arah utama untuk pengobatan pasien dengan bronkiolitis adalah

dengan penggantian cairan dan suplemen cairan. Pada pasien biasanya

mengalami dehidrasi ringan dikarenakan berkurangnya asupan cairan dan

21

Page 22: Lapsus Baru

banyak kehilangan cairan melalui demam dan takipnea. Pengguanan cairan

tambahan agar diawasi agar tidak terbentuknya formasi edema paru. Terapi

supportive adalah mendeteksi cepat bila ada apnea dan memberikan

perhatian khusus terhadap demam.

2 Pengobatan

Bronkodilator

Penggunaan bronkodilator merupakan kontroversi pada neonatus

dan bayi. Pada tahun 1993 editorial dari Lancet masih tidak

memperkenankan penggunaan bronkodilator pada pasien-apsien

bronkiolitis yang jelas tidak efektif. Kellner dkk., mereka menyimpulkan

bahwa terdapat peningkatan ringan dari perbaikan sementara pada pasien

dengan bronkiolitis sedang sampai berat.

Kortikosteroid

Disamping aturan utama inflamasi sebagai patoghenesis terjadinya

sumbatan saluran nafas, kortikosteroid sebagai anti inflamsi tidak terbukti

menguntungkan untuk meningkatkan status klinis pada studi klinis multi-

instusional. Dibuktikan dalam penelitan yang ada maka penggunaan

dexamethasone atau glukokortikosteroid lain pada anak-anak tidak dapat

didukung. Nebulasi ephinefrin (0,1 mg/Kg BB) ditemukan lebih efektif

daripada B-agonis salbutamol pada bayi dengan bronkiolitis akut. Pada

studi yang dilakukan henderson dkk, tidak ditemukannya peningkatan

signifikan fungsi respirasi pada penggunaan inhalasi adrenalin.

Kesimpulan yang didapat bahwa adrenalin inhalasi tidak mengurangi

obstruksi saluran nafas. Berdasarkan percobaan random terkontrol untuk

membandingkan subcutaneus ephinefrin dan nebulalisasi ephinefrin

dengan plasebo ditemukan peningkatan yang signifikan pada pasien yang

diterapi dengan ephinefrin dalam hal peningktan perbaikan oksigenasi dan

tanda klinis. Kortikosteroid yang digunakan adalah prednisone,

prednisolon, mertilprednison, hidrokortison, dan deksametason. Rata- rata

dosis per hari berkisar antara 0,6- 6,3 mg/kgBB dan rata- rata total paparan

antara 3,0 – 18,9 mg/kgBB. Cara pemberian adalah secara oral,

22

Page 23: Lapsus Baru

intramuscular, dan intravena.

Antikolinergik

Ipratropium bromide adalah zat antikolinergik dalam bentuk

aerosol, tidak dapat menunjukkan bukti dapat membantu dalam

manajemen dari bayi yang sakit. Hal ini menunjukkan tidak ada

keuntungan klinis dibandingkan dengan pengobatan albuterol tersendiri

pada kasus bronkiolitis sedang sampai berat.

Antibiotik

Virus adalah etiologi utama pada bronkiolitis untuk itu penggunaan

rutin dari antibiotik sebaiknya dihindari untuk penyakit ini. Apabila bayi

mengarah ke arah lebih buruk dan menunjukkan kenaikan dari hitung sel

darah putih kedepannya menunjukkan tanda-tanda sepsis, selanjutnya

kultur bakteri dari darah, urine, dan cairan LCS sebaiknya diambil dan di

follow up segera dengan pemberian antibiotik spektrum luas. Penelitian

yang dilakukan oleh Kupperman dkk. dari 156 bayi dibawah umur 24

bulan yang sebelumnya sehat dengan sedikit demam dan menderita

bronkiolitis, menunjukkan bahwa bayi-bayi ini mau tidak mau menderita

bakteremia dan menderita infeksi saluran kemih.penggunaan rutin dari

antibiotik tidak menunjukkan perbaikan dari bronkiolitis.

Heliox

Heliox (campuran antara helium dengan oxygen) telah digunakan

pada pasien asma akut. telah ada laporan kasus yang menyatakan dan

menjelaskan tentang penggunaan heliox pada bayi laki-laki umur 4 bulan

dengan bronkiolitis positif RSV. Heliox mungkin bermanfaat sebagai

tambahan untuk terapi konvensional pada pasien bronkiolitis dalam

keadaan kritis. Bagaimanapun studi klinis dari terapi ini sangat diperlukan

untuk mengetahui keefektifan terapi ini. Hal ini dimungkinkan bahwa

heliox dengan terapi nebulalisasi dapat sangat berguna pada bayi dengan

bronkiolitis berat atau pasien terpasang intubasi dan tidak merespon

dengan terapi konvensional.

Ventilasi mekanik

23

Page 24: Lapsus Baru

Bayi dengan bronkiolitis kadang-kadang memerlukan ventilasi

mekanik khususnya pada kasus apneu berulang atau peningkatan usaha

nafas pada gagal nafas. Terapi pada pasien seperti ini adalah terapi suportif

, dengan pemberian oksigen yang adekuat baik continous positive airway

pressure (CPAP) dan intermitent mandattory ventilation (IMV) dengan

possitive end-distending pressure (PEEP) telah digunakan dan sukses

sebagai terapi pada bayi tersebut. Penyapihan awal pada hari ke-2 sampai

ke-3 biasanya tidak sukses setelah kesakitan berkurang, untuk itu

penyapihan dilakukan segera. Bayi dengan hypoxemia progresiv tidak

merespon ventilasi konvensional biasanya merespon penggunaan ventilasi

frekuensi tinggi atau extracorporeal oksigenasi membran. experimen terapi

terkini untuk bayi dengan insuffisiensi pulmonal dari bronkiolitis meliputi

surfaktan dan nitrit oksida.

Antivirus ( Ribavirin )

Ribavirin ( 1 beta-D-ribafuranosyl-1,2,4-triazole-3-carbox-amide)

adalah analog nukleosida sintetik yang menggabungkan guanosin dan

inosin tampaknya di buat untuk mempengaruhi RNA massenger dan

menghambat sintesis protein virus. Ribavirin mempunyai spektrum luas

aktivitas antiviral invitro. Terapi ribavirin untuk infeksi RSV masih

kontroversial dikarenakan masih ada penggunaan aerosol, harga yang

relatif mahal, toxisitas dan efek samping.

Saat ini rekomendasi dari AAP terapi dengan ribavirin aerosol

sedang dipertimbangkan untuk bayi-bayi dengan resiko tinggi penderita

penyakit karena RSV :

a. Diantara mereka dengan komplikasi penyakit jantung kongenital

termasuk didalamnya hipertensi portal dan juga mereka yang menderita

displasie bronkopulmonar, kistik fibrosis dan penyakit paru kronik

lainnya.

b. Mereka yang menderita penyakit yang didasari oleh penyakit imun.

c. Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan umur kurang dari 6 minggu

dengan penyakit penyerta seperti anomali kongenital multipel atau

24

Page 25: Lapsus Baru

penyakit neurologi metabolik.

Kesimpulannya ribavirin merupakan terapi yang aman tapi mahal,

efisiensi dan keefektifannya tidak tampak jelas menunjukan dalam

penelitian. Penggunaan ribavirin secara rutin pada saat ini kurang

direkomendasikan.

2.12. Pencegahan

Penyebaran dari RSV kemungkinan terjadi karena kontak langsung

dengan sekret pasien yang terinfeksi. Pencegahan penting pada staf rumah

sakit seperti perhatian khusus terhadap kebersihan sekret pasien dan

kebersihan badan petugas rumah sakit tampaknya dapat mengurangi

penyebaran RSV di rumah sakit. Saat ini menggunaan RSV imunoglobulin

intra vena pada dosis tinggi (500-750 mg/Kg BB) tampaknya dapat

mencegah RSV pada pasien resiko tinggi, sebagai tambahan RSV

imunoglobulin intra venus dalam bentuk aerosol dapat memberikan

keuntungan pada pasien dengan bronkiolitis karena RSV. Dalam penelitian

baru oleh Rimensberger, dkk., menyimpulkan bahwa dosis tunggal RSV

imunodlobulin intra vena (0,1 gr/Kg BB) tidak menunjukan keuntungan

untuk bronkiolitis akut karena RSV.Saat ini tampaknya ada kerugian yang

ditimbulkan oleh penggunaan human polyclonal RSV- Imunoglobulin

antibodi spesifik pada bayi. Hal ini meliputi penggunaan bulanan secara

intra vena antara 2-4 jam.

2.13. Prognosis

Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan,

dan penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun,

prematuritas). Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48

– 72 jam. Mortalitas kurang dari 1 %. 1 Anak biasanya meninggal karena

jatuh ke dalam apneu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi

25

Page 26: Lapsus Baru

atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-

minum.

Penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa bayi yang dirawat

dengan bronkhiolitis mempunyai kecendrungan menderita asma dan

penurunan fungsi paru pada usia 7 tahun dibandingkan dengan kontrol. Hal

ini menunjukkan adanya hipereaktifitas bronkhial yang menetap selama

beberapa tahun setelah menderita bronkiolitis pada bayi muda, baik para

RSV positif, maupun RSV negatif. Tidak dapat dibuktikan secara jelas

bahwa bronkiolitis terjadi pada anak dengan kecendrungan asma,

keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid mungkin dapat

mengurangiprevalesi asma pada anak dari kelompok pengobatan. Kelainan

ini sebagian dapat dijelaskan melalui penemuan bahwa bayi yang memiliki

hantaran pernafasan total rendah lebih mungkin mengalami bronkiolitis

dalam responnya terhadap infeksi virus pernafasan. Bayi dengan bronkiolitis

yang padanya berkembang saluran pernafasan reaktif kemungkinan besar

mempunyai riwayat keluarga asma dan alergi, episode bronkiolitis akut

lama, dan terpajan asap rokok.

26

Page 27: Lapsus Baru

BAB III

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang . Berdasarkan anamnesa dan

pemeriksaan fisik didapatkan pasien berusia 1 tahun 3 bulan datang dengan

keluhan sesak nafas disertai dengan batuk dan pilek,saat sesak pasien malas

makan dan minum, dari pemeriksaan fisik didapatkan respiratory rate 52

kali/mnt, dari pemeriksaan thorax wheezing yang jelas dari kedua lapang

paru,leukosit dalam batas normal pada pemeriksaan foto thoraxterlihat gambaran

hiperinflasi paru (emfisema) serta dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.

selain itu, adapun factor resiko terjadinya bronkiolitis pada pasien laporan

kasus ini yaitu pajanan asap rokok. Ayah pasien ini, merokok tiap harinya. Hal

lain yang mungkin dapat menjadi factor resiko yaitu kondisi lingkungan sekitar

rumah pasien. Menurut pengakuan ibu pasien, rumahnya terletak di lingkungan

penduduk yang padat. Selain itu, di dekat lingkungan tempat tinggal pasien

banyak penggemar burung punyuh

Pada pasien ini diberikan terapi oksigen nasal kanul 2 liter/menit untuk

memberi kebutuhan oksigen pada pasien ini. Pemberian IVFD D5 ¼ NS 30 tetes

mikro per menit bertujuan sebagai penggantian cairan dan suplemen cairan. Pada

pasien tersebut biasanya mengalami dehidrasi ringan dikarenakan berkurangnya

asupan cairan dan banyak kehilangan cairan melalui demam dan takipnea.

Pengguanan cairan tambahan agar diawasi agar tidak terbentuknya formasi edema

paru. Paracetamol syr sebagai penurun demam. Sedangkan pemberian Injeksi

ampicilin 4 x 250 mg IV pada pasien ini yaitu sebagai profilaksis infeksi sekunder

yang disebabkan oleh bakteri.

Pemberian kortikosteroid yaitu Injeksi dexametason 3 x 1/3 amp pada pasien

ini sebagai antiinflamasi, karena pada patogenesis terjadinya sumbatan saluran

nafas dapat disebabkan oleh proses inflamasi. Namun penggunaan anti inflamasi

ini belum terbukti menguntungkan untuk meningkatkan status klinis pada studi

27

Page 28: Lapsus Baru

klinis multi-instusional. Dibuktikan dalam penelitan yang ada maka penggunaan

dexamethasone atau glukokortikosteroid lain pada anak-anak tidak dapat didukun.

Nebulisasi Farbivent 1 ampul tiap 8 jam diberikan pada pasien ini yaitu

sebagai terapi yang dapat memperbaiki mukosilier pasien bronkiolitis, disamping

efek sebagai bronkodilator, ambroxol syr 3 x 1/3 cth.

28

Page 29: Lapsus Baru

Daftar Pustaka

1. Nastiti N, Bambang Supriyatno, Darmawan Budi Setyanto. Buku Ajar

Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010.

Hal : 333-347.

2. Pusponegoro Hardiono D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan

Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.2005. Hal : 348-350..

3. Mereinstein Gerald B, David W Kaplan, Adam A Rosenberg. Buku

zPegangan Pediatri. Edisi 17. Jakarta : Penerbit Widya Medika. 2002. Hal

:506-507.

4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatric.

Edisi ke-16. Philadelphia : WB Saunders, 2000.Hal : 1112-1114; 1484-

1486.

5. Garna H Herry. Pedoman Diagnosis Ilmu Kesehatan Anak. Bandung :

Penerbit FK Unpad. 2005. Hal : 400-402.

6. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD.Rudolph's Pediatrics. Edisi ke-

20. California : Prentice Hall International Inc. 1996. Page : 671-676;

1636-1638.

7. Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Pedoman Pelayanan Medis RSCM.

Jakarta : Penerbit FKUI. 2004. Hal : 465-466.

8. Setiawati Landia. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.

Surabaya : Penerbit FK Unair. 2008. Hal : 42-47.

9. Bronkiolitis ” : overview. Didapat dari http://www.medicastore.com//.

Diakses tanggal 14 November 2014.

10. “Bronkiolitis”: overview. Didapat dari http://www.cpddokter.com/home.

Diakses tanggal 14 November 2014.

29