BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mangrove tumbuh di sepanjang pantai yang berlumpur dan
berpasir yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat
dan laut yang terdapat pada daerah tropis. Ekosistem mangrove
mempunyai sifat yang khas, baik karena adanya pelumpuran yang
mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang
tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut
air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di
tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat
khas mangrove karena telah melewati proses adaptasi dan
evolusi.
Dalam komunitas mangrove selain terdapat jenis-jenis
vegetasi dari kerabat mangrove, juga terdapat jenis-jenis
lain. Menurut catatan Wetlands International pada hutan
mangrove di Indonesia terdapat 89 spesies pohon, 5 palem, 19
liana, 44 herba tanah, 44 epifit dan 1 sikas. Dari total 202
jenis species tersebut pulau Jawa, pulau Sumatera dan pulau
Kalimantan merupakan tiga besar yang memiliki keragaman paling
tinggi di Indonesia, masing masing Jawa terdapat 166 spesies,
Sumatera 157 spesies dan Kalimantan 150 spesies.
Jenis-jenis fauna yang ada pada ekosistem hutan bakau
oleh para ahli dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni:
"Jenis-jenis fauna yang hanya datang/ berkunjung untuk mencari
makan atau hanya sekedar tempat persinggahan saja seperti
1
misalnya burung-burung migrant. "jenis-jenis fauna yang datang
dan menjadikan hutan bakau hanya sebagai tempat pemijahan atau
hanya untuk berkembang biak, kemudian setelah mencapai dewasa
fauna tersebut akan pergi. "Jenis-jenis hewan yang memang
menggunakan hutan bakau sebagai tempat tinggal, mencari makan,
bereproduksi serta melangsungkan proses hidupnya yang lain.
Hutan mangrove juga menjadi habitat yang sangat penting
bagi jenis-jenis krustasea seperti udang dan kepiting.
Tercatat tidak kurang dari 100 jenis kepiting hidup pada
kawasan hutan mangrove, dan banyak diantaranya yang memiliki
nilai ekonomi yang tinggi seperti jenis Scylla serrataI. Dalam
setiap meter persegi dapat ditemukan 10-70 ekor kepiting.
Sedangkan jenis udang, ada sekitar 14 jenis udang dapat
ditemukan pada kawasan hutan mangrove.
Selain ikan, jenis-jenis moluska juga banyak dijumpai
pada hutan mangrove. ada 91 jenis molusca yang dapat ditemukan
dimangrove. Ini menunjukkan bahwa molusca juga menjadikan
hutan mangrove sebagai salah satu habitat penting bagi
kelangsungan hidupnya.
1.2 Tujuan Pratikum
1. Mengetahui Indeks nilai penting penting pada suatu
ekosistem mangrove.
2. Mengetahui jenis-jenis moluska (gastropoda dan Bivalvia)
yang terdapat pada ekosistem mangrove
3. Mampu menganalisa nilai kepadatan, keanekaragaman,
keseragaman dan dominansi pada moluska mangrove
2
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem mangrove atau hutan bakau termasuk ekosistem
pantai atau komunitas bahan dangkal yang sangat menarik, yang
terdapat pada perairan tropik dan subtropik. Penelitian
mengenai mangrove lebih banyak dilakukan daripada ekosistem
pantai lainnya. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang
spesifik dibandingkan ekosistem pantai lainnya karena
mempunyai vegetasi yang agak seragam serta mempunyai tajuk
yang rata, tidak mempunyai lapisan tajuk dengan bentukan yang
khas dan selalu hijau, (Zoer’aini.1996).
Hutan air payau dapat dijumpai kearah daratan dari hutan
mangrove dan merupakan tempat tinggal tertinggi yang dapat
dicapai air sungai diwaktu pasang naik. Juga dapat terjadi
didaerah-daerah dimana bagian pantai dipinggir laut merupakan
suatu pembatas yang terdiri dari asir yang terbawa oleh ombak
dan dibentuk oleh arus laut. Dibalik pasir pembatas tersebut,
biasanya dijumpai lahan yang datar dan rendah dimana sungai-
sungai sering meluap dan membentuk danau-danau pantai yang
berawa-rawa, (Jazanul.1984).
Ekosistem tidak dapat terlepas dari interaksi antara
komponen abiotik dan biotic. Komponen abiotik merupakan
kompenen tak hidup yang terdiri dari cahaya, suhu, dan pH.
Sedangkan komponen biotic merupakan komponen hidup. Seperti
benthos, plankton, perifiton, nekton dan neuston. Komponen
abiotik berfungsi sebagai produsen dan komponen biotic
berfungsi sebagai konsumen. Komponen biotic sangat bergantung
kepada komponen abiotik, seperti fitoplankton yang sangat
bergantuk kepada cahaya matahari dalam melakukan fotosintesis
4
sehingga dapat menghasilkan makanan. Interaksi antara kompenen
biotic dan abiotik dapat menyebabkan perpindahan energy,
(Odum.1998).
Biota yang hidup diekosistem mangrove umumnya adalah
percampuran antara yang hidup endemic, artinya yang hanya
hidup di mangrove, dengan mereka yang beradal dari laut dan
beberapa yang berasal dari perairan tawar khususnya yang
mempunyai kemampuan asmore gulasi yang tinggi. Bagi kehidupan
banyak biota akuatik komersial. Ekosistem merupakan daerha
pemijahan dan asuhan, (Kristanto.2002).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pratikum ini dilaksanakan pada hari minggu tanggal 20 Mei
2012 yang bertempat di desa Ladong Kecamatan Mesjid Raya
Kabupaten Aceh Besar pratikum dilaksanakan pada pukul 08.00
s/d 12.00
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan
pratikum ini yaitu:
5
No Alat dan Bahan Jumlah1. Sampel Biota -2. Tali Rafia Secukupnya3. Kantung Plastik Secukupnya4. Sekop 1 buah5. Saringan 1 buah6. Alkohol 70% 1 botol7. Buku Identifikasi 1 buah8. Alat Tulis -9. Data Sheet 3 lembar10
.Name Tag Secukupnya
11
.Meteran Kain 1 buah
Tabel 3.2.1 daftar alat dan bahan
3.3 Cara kerja
a. Tentukan lokasi transek garis secara tegak lurus
terhadap garis pantai dari arah darat atau pantai kearah
laut. Letakkan 3 plot pengamatan (sub stasiun) vegetasi
mangrove disepanjang transek garis.
b. Gunakan tali rafia yang telah ditentukan ukurannya dan
meteran kain untuk mengukur diameter batang pohon dan
anakan.
c. Pengambilan contoh moluska dilakukan dengan transek
berukuran 5x5m dalam stasiun pengamatan vegetasi
mangrove.
d. Pengambilan moluska dilakukan dengan 2 cara yaitu
dengancara pemungutan untuk moluska epifauna dan dengan
6
cara mengambil substrat sampai kedalaman 15 cm untuk
moluska infauna kemudian dilakukan penyortiran biota.
e. Moluska yang sudah terkumpul disimpan dalam botol
sample/kantung plastic dan diawetkan dengan alcohol 70%
den diidentifikasi dilaboratorium
f. Diidentifikasi berdasarkan jenis. Setelah diidentifikasi
moluska tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis
dan jumlah pada setiap plot pengambilan contoh.
g. Catat jenis dan jumlah moluska pada data sheet, hitung
kepadatan moluska, keanekaragaman, keseragaman dan
dominansi.
7
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil pengamatan
Data hasil pengamatan terlampir dibelakang
4.2 Analisa Data
4.2.1 Analisa data mangrove
Adapun hasil analisa data yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
a. Stasiun I
Plot
Kategori Nama Spesies
Jumlah Di RDi Fi RFi Ci RCi INP
1
Pohon Avecennia marina 10.01 10%
0.33
0.10%
1052.7
49.85%
59.95
Anakan
Avecennia marina 10.01 10%
0.33
0.10% 0.31 0.01%
10.11
Rhizopora mucronata 1
0.01 10%
0.33
0.10% 0.48 0.02%
10.12
Semai
Rhizopora mucronata 1
0.01 10%
0.33
0.10% 0.17
0.008%
10.108
Rhizopora apiculata 10.01 10%
0.33
0.10% 0.31
0.01%
10.11
2Pohon Sonneratia alba 1
0.01 10%
0.33
0.10%
1052.7
49.85%
59.95
Anakan
Rhizopora mucronata
1 0.01
10% 0.33
0.10%
0.17 0.008%
10.108
8
Semai - - - - - - - - -
3
Pohon - - - - - - - - -
Anakan
Rhizopora mucronata 1
0.01 10%
0.33
0.10% 2.86
0.13%
10.23
Avecennia marina 10.01 10%
0.33
0.10% 1.6
0.07%
10.17
SemaiRhizopora mucronata 1
0.01 10%
0.33
0.10% 0.07
0.003%
10.103
Tabel 4.2.1.1 data mangrove stasiun I
Kerapatan Jenis (Di)
Di = ¿A
Di Avecennia marina = 1100 = 0.01/m2
Kerapatan Jenis Relatif (RDi)
RDi = ¿Σn x 100%
RDi Avecennia marina = 110 x 100% =10%
Frekuensi Jenis (Fi)
Fi = PiΣP
Fi Avecennia marina = 13= 0.33
Frekuensi Jenis Relatif (RFi)
RFi = FiΣF x 100%
RFi Avecennia marina = 0.333.3 x 100% = 0.10%
Penutupan Jenis (Ci)
Ci = ΣBAA à BA = ΠDBH2
4
9
BA = 3,14(36.62)2
4 = 1052.7 Penutupan Jenis Relatif (RCi)
RCi = CiΣC x 100%
RFi Avecennia marina = 1052.72111.37 x 100% = 49.85%
Indeks Nilai Penting (INP)
INP = RDi + RFi + RCi
INP = 10% + 0.10% + 49.85%
INP = 59.95
b. Stasiun 2
Plot
Kategori Nama Spesies
Jumlah Di RDi Fi RFi Ci RCi INP
1
Pohon
Rhizopora apiculata 2
0.02
0.13%
0.66
13.30%
34.42
27.57% 41
Avecennia marina 10.01
0.06%
0.33 6.66% 2.8
6 2.29% 9.01
Anakan
Rhizopora apiculata 2
0.02
0.13%
0.66
13.30%
1.07 0.85% 14.2
8
Avecennia marina 10.01
0.06%
0.33 6.66% 0.5
9 0.47% 7.19
Semai Ceriops tagal 20.02
0.13%
0.66
13.30%
0.48 0.38% 13.7
1
2
Pohon Sonneratia alba 10.01
0.06%
0.33 6.66% 0.3
1 0.24% 6.96
Rhizopora mucronata 2
0.02
0.13%
0.66
13.30%
80.48
64.46%
77.89
Anakan Avecennia marina 1
0.01
0.06%
0.33 6.66% 3.3
6 2.69% 9.41
Semai Avecennia marina 10.01
0.06%
0.33 6.66% 0.4
8 0.38% 7.1
3 Pohon - - - - - - - - -Anaka
nRhizopora apiculata 1
0.01
0.06%
0.33 6.66% 0.4
8 0.38% 7.1
Semai Rhizopora 1 0.0 0.06 0.3 6.66% 0.3 0.24% 6.96
10
apiculata 1 % 3 1Tabel 4.2.1.2 Data mangrove stasiun 2
Kerapatan Jenis (Di)
Di = ¿A
Di Rhizopora apiculata = 2100 = 0.02/m2
Kerapatan Jenis Relatif (RDi)
RDi = ¿Σn x 100%
RDi Rhizopora apiculata = 215 x 100% =0.13%
Frekuensi Jenis (Fi)
Fi = PiΣP
Fi Rhizopora apiculata = 23= 0.66
Frekuensi Jenis Relatif (RFi)
RFi = FiΣF x 100%
RFi Rhizopora apiculata = 0.664.95 x 100% = 13.3%
Penutupan Jenis (Ci)
Ci = ΣBAA à BA = ΠDBH2
4
BA = 3,14(5.41)2
4 = 22.97Ci Rhizopora apiculata = 22.97 + 11.45 = 34.42
Penutupan Jenis Relatif (RCi)
RCi = CiΣC x 100%
11
RFi Rhizopora apiculata = 34.42124.84 x 100% = 27.57%
Indeks Nilai Penting (INP)
INP = RDi + RFi + RCi
INP = 0.13% + 13.3% + 27.57%
INP = 41
c. Stasiun 3
Plot
Kategori Nama Spesies
Jumlah Di RDi Fi RFi Ci RCi INP
1
PohonSonneratia alba 1 0.01 5.88% 0.33 5.86% 3.36 7.95% 19.69
Rhizopora apiculata 3 0.03 17.64% 1 17.76
%18.27
43.23% 78.63
Anakan Rhizopora mucronata 2 0.02 11.76
% 0.66 11.72% 1.18 2.79% 26.27
Semai Sonneratia alba 1 0.01 5.88% 0.33 5.86% 0.17 0.40% 12.14
2
PohonRhizopora mucronata 1 0.01 5.88% 0.33 5.86% 5.06 11.97
% 23.71
Anakan Rhizopora mucronata 3 0.03 17.64
% 1 17.76% 2.33 5.51% 40.91
SemaiRhizopora mucronata 1 0.01 5.88% 0.33 58.86
% 0.31 0.73% 65.47
Pohon - - - - - - - - -
3 Anakan
Ceriops tagal 1 0.01 5.88% 0.33 58.86% 1.26 2.98% 67.72
Sonneratia alba 2 0.02 11.76% 0.66 11.72
% 3.1 7.33% 30.81
Ceriops decandra 2 0.02 11.76% 0.66 11.72
% 7.22 11.08% 40.56
Semai - - - - - - - - -Tabel 4.2.1.3 Data mangrove stasiun 3
Kerapatan Jenis (Di)
Di = ¿A
Di Sonneratia alba = 1100 = 0.01/m2
12
Kerapatan Jenis Relatif (RDi)
RDi = ¿Σn x 100%
RDi Sonneratia alba = 117 x 100% =5.88%
Frekuensi Jenis (Fi)
Fi = PiΣP
Fi Sonneratia alba = 13= 0.33
Frekuensi Jenis Relatif (RFi)
RFi = FiΣF x 100%
RFi Avecennia marina = 0.335.63 x 100% = 5.86%
Penutupan Jenis (Ci)
Ci = ΣBAA à BA = ΠDBH2
4
BA = 3,14(2.07)2
4 = 3.36 Penutupan Jenis Relatif (RCi)
RCi = CiΣC x 100%
RFi Sonneratia alba = 3.3642.26 x 100% = 7.90%
Indeks Nilai Penting (INP)
INP = RDi + RFi + RCi
INP = 5.88% + 5.86% + 7.95% = 19.69
INP = 59.95
13
4.2.2 Analisa Data Moluska (Gastropoda dan Bivalvia)
Stasiun Plot Nama Spesies
Jumlah D H' E D
11
Cardium pseudolima 1 1,6
1,08 0,69 0,302 Crassostrea gigas 1 1,6
3Terebralia palustris 1 1,6
2
1Terebralia palustris 7 11,6
1.3 0,30 0,262Terebralia palustris 7 11,6
3
Nerita Picea 2 3,3Planaxis savigny 1 1,6Mareginella elegans 2 3,3
3
1Terebralia palustris 4 6,6
1,06 0,29 0,422 Anodontia edutula 1 1,6
3Terebralia palustris 6 10Planaxis savigny 1 1,6
Tabel 4.2.2.1 Data Moluska
Kepadatan
D= ¿A
D = 10.6
D = 1.6 (Cardium pseudolima)
Keanekaragaman
H’ = - ∑i=1
sPilnPi
H’ = - (13ln13
+13ln1
3+13ln1
3)
H’ = - 0.3 (-1.2) + 0.3 (-1.2) + 0.3 (-1.2)
H’ = 1.08 (Stasiun I)
14
Keseragaman
E = H'HMax
E = 1.081.59
E = 0.69 (stasiun 1)
Dominansi
D = ∑ ¿¿
D = ¿
D = (0.33)2 + (0.33)2 + (0.33)2
D = (0.30) Stasiun 1
4.3 Pembahasan
Praktikum kali ini kami mengamati ekosistem mangrove di
desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Pada
daerah ini substrat yang ditemukan adalah berpasir dan
berlumpur, dan pada saat pratikum berlangsung keadaan hutan
mangrove dalam keadaan pasang, sehingga tidak memudahkan
praktikan untuk melakukan praktikum dengan baik.
Secara biologi fungsi dari pada hutan mangrove antara
lain sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang
hidup pada ekosistem mangrove, fungsi yang lain sebagai daerah
mencari makan (feeding ground) karena mangrove merupakan
produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar
detritus dari daun dan dahan pohon mangrove di mana dari sana
tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makanan
pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga
adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-
ikan tertentu agar terlindungi dari ikan predator, sekaligus
15
mencari lingkungan yang optimal untuk memijah dan membesarkan
anaknya.
Secara fisik mangrove berfungsi sebagai peredam angin
badai dan gelombang, pelindung dari abrasi, penahan lumpur,
dan perangkap sedimen. Dan secara ekonomi mangrove juga mampu
memberikan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, baik itu
penyediaan benih bagi industri perikanan, selain itu kayu dari
tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan untuk sebagai kayu bakar,
bahan kertas, bahan konstruksi yang memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi. Dan juga saat ini ekosistem mangrove sedang
dikembangkan sebagai wahana untuk sarana rekreasi atau tempat
pariwisata yang dapat meningkatkan pendapatan negara.
4.3.1 Stasiun 1
Pada stasiun pertama vegetasi mangrove yang ditemukan
yaitu spesies Rhizopora mucronata, Avecennia marina, dan Sonneratia alba.
Dengan INP tertinggi terdapat pada spesies Avecennia marina dan
Sonneratia alba, yaitu 55.95 hal ini menunjukkan bahwa kedua
spesies tersebut memengang peranan penting didalam ekosistem
mangrove pada stasiun 1. Avecennia marina sendiri memiliki
Deskripsi umum seperti belukar atau pohon yang tumbuh tegak
atau menyebar, ketinggian pohon mencapai 30 meter. Memiliki
sistem perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk pensil
(atau berbentuk asparagus), akar nafas tegak dengan sejumlah
lentisel. Kulit kayu halus dengan burik-burik hijau-abu dan
terkelupas dalam bagian-bagian kecil. Ranting muda dan tangkai
daun berwarna kuning, tidak berbulu.
16
Sepsies moluska yang kami dapatkan pada stasiun pertama
yaitu Cardium pseudolima, Crassostrea gigas, dan Terebralia palustris. Ketiga
spesies tersebut memiliki nilai kepadata 1.6. nilai
keanekaragaman untuk stasiun 1 berkisar antara 1.08 hal
tersebut menandakan keanekaragaman spesies pada stasiun 1
rendah, untuk nilai keseragaman spesies pada stasiun 1 adalah
0.69 hal ini menandakan bahwa penyebaran individu setiap
spesies tidak sama. Untuk nilai dominansi adalah 0.30 hal ini
menunjukkan bahwa hampir tidak ada individu yang mendominansi.
4.3.2 Stasiun 2
Pada stasiun kedua spesies mangrove yang ditemukan adalah
Rhizopora apiculata, Avecennia marina, Ceriops tagal, Sonneratia alba, dan
Rhizopora mucronata. Nilai INP tertinggi terdapat pada mangrove
jenis Rhizopora mucronata dengan INP 77.89. pada ekosistem
mangrove distasiun 2 yang memengang peranan penting adalah
spesies tersebut.
Untuk biota moluska yang kami dapatkan pada stasiun
tesebut adalah Terebralia palustris 7 individu terdapat pada plot
pertama dengan nilai kepadatan 11,6 dan 7 individu terdapat
pada plot kedua. Sedangkan untuk plot ketiga kami mendapatkan
Nerita picea 2 individu dengan nilai kepadatan 3.3, Planaxis savigny 1
individu dengan nilai kepadatan1,6, dan Marginella elegans 2
individu dengan nilai kepadatan 3.3. pada stasiun kedua nilai
keanekaragaman spesies rendah dengan nilai 1.3 sedangkan untuk
nilai keseragaman adalah 0.30 yang menunjukkan keseragaman
spesies pada stasiun kedua juga sama rendahnya dengan
keseragaman spesies pada stasiun pertama. Nilai dominansi
17
untuk stasiun kedua adalah 0.26 hal ini juga menunjukkan
dominansi spesies juga rendah atau hampir tidak ada spesies
yang medominansi.
4.3.3 Stasiun 3
Pada stasiun ketiga spesies mangrove yang kami dapatkan
adalah Sonneratia alba, Rhizopora apiculata, Rhizopora mucronata, Ceriops tagal,
dan Ceriops decandra. Dengan nilai INP tertinggi terdapat pada
spesies mangrove Rhizopora apiculata dengan nilai 78.63. spesies
Rhizopora apiculata berperan sangat penting pada stasiun ketiga.
Rhizopora apiculata memiliki deskripsi umum Pohon/belukar, menyebar
rimbun/melebar di permukaan tanah, dengan ketinggian hingga 3
m. Kulit kayu berwarna abu-abu hingga coklat. Akar nafas tidak
terlalu berkembang. Daunnya Tebal (hingga 3 mm) berdaging,
kaku, berkulit dan agak melengkungltertekuk ke dalam.
Biota moluska yang kami dapatkan pada stasiun ketiga
adalah Terebralia palustris 4 individu pada plot pertama dengan
nilai kepadatan 6.6. Anodontia edutula 1 individu pada plot kedua
dengan nilai kepadatan 1.6. Terebralia palustris 6 individu dengan
nilai kepadatan 10 dan Planaxis savigny 1 individu dengan nilai
kepadatan 1.6 pada plot ketiga.
Nilai keanekaragaman pada stasiun ketiga adalah 1.06.
nilai keanekaragaman yang kurang dari 3.32 menandakan bahwa
pada stasiun tersebut keanekaragaman spesies rendah atau tidak
stabil. Nilai keseragaman yang didapatkan pada stasiun ketiga
adalah 0.29, hal ini menunjukkan bahwa penyebaran individu
tiap spesies tidak sama dan dalam ekosistem pada stasiun
ketiga ada kecenderungan terjadinya dominansi spesies yang
18
disebabkan oleh adanya ketidakstabilan faktor-faktor
lingkungan dan populasi. Pada stasiun ketiga nilai dominansi
lebih tinggi dibandingkan stasiun pertama dan kedua dengan
nilai dominansi 0.42. nilai dominansi yang lebih dari 0.4
menunjukkan bahwa nilai dominansi pada stasiun ketiga sedang.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah lakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Beberapa spesies yang telah di dapatkan adalah Rhizophora
apiculata, Rhizopora mucronata, Sonneratia alba, ceriops decandra dan
Sonneratia alba.
2. Ekosistem mangrove memiliki peranan penting dalam sebuah
komunitas. Mangrove itu sendiri memiliki fungsi biologis,
fisik dan ekonomis.
3. Nilai INP yang teringgi terdapat pada spesies Avecennia
marina dan Sonneratia alba yang terdapat pada stasiun pertama
4. Nilai dominansi spesies moluska tertinggi terdapat pada
stasiun ketiga dengan nilai dominansi 0.42.
19
5. Nilai keanekaragaman dan keseragaman rendah pada setiap
stasiun
5.2 Saran
Pratikum lapangan untuk kedepan agar dapat dicari tempat
yang berbeda dengan pratikum yang sebelumnya untuk menambah
pengalaman dan pengetahuan dilapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Jazanul. Dkk. 1984. Ekologi ekosistem Sumatra. Gadjah Mada
University press. Yogyakarta
20
Carpenter. Kent E and Volker H. Niem. 1998. The living marine
resources of the western central pacific. FAO. Rome
Dance. Peter S. 1977. The Encyclopedia of shell. Blandford press.
London and Eastleigh
Kristanto. Philip. 2002. Ekologi industry. Penerbit andi
Yogyakarta. Yogyakarta
Odum. EP. 1988. Dasar-dasar ekologi. 4rded. Gadjah Mada University
pers. Yogyakarta.
Wim. Geisen et al. 2006. Mangrove guidebook for Southeast Asia. FAO.
Rome
Zoer’aini. Djamal. 1996. Prinsip-prinsip ekologi dan organism ekosistem
komunitas dan lingkungan. Bumi aksara. Jakarta
21