1 FORSEP MALIKI. Praktek Kerja Lapang. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Brawijaya. Studi Komunitas Moluska Pada Ekosistem Lamun di Kawasan Pesisir Pantai Bama, Taman Nasional Baluran, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. (Dibawah bimbingan Dr. Ir. ENDANG YULI HERAWATI, MS.) RINGKASAN Moluska adalah biota perairan yang memiliki habitat dominan di daerah pesisir dan perairan dangkal. Penyebarannya sangat luas, yaitu di daerah ekosistem karang, mangrove, dan padang lamun. Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Lapang ini untuk mengetahui komposisi dan kepadatan Moluska yang hidup pada lamun di kawasan pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo. Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan mulai tanggal 10 sampai 13 Agustus 2007. Materi pokok pada penelitian ini adalah identifikasi komunitas yaitu komposisi dan kepadatan Moluska dalam ekosistem lamun di pesisir pantai Bama serta pengukuran parameter fisika (suhu dan kecepatan arus), kimia (salinitas, derajat keasaman (pH), bahan organik total (TOM) dan bahan organik sedimen) serta substrat. Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini adalah metode deskriptif dan teknik pengambilan data secara observasi langsung. Metode pengambilan sampel berupa metode sampling dengan garis transek (transek line method) yang tegak lurus dari tubir menuju pantai dan pengambilan data dilakukan pada tiga stasiun, yaitu stasiun I: daerah yang berbatasan dengan mangrove, stasiun II: daerah dekat pemukiman dan pariwisata, dan stasiun III: daerah pariwisata dan penangkapan ikan oleh nelayan pancing. Analisis data secara matematis untuk menghitung kepadatan dan kepadatan relatif Moluska yang ditemukan pada setiap stasiun. Dari hasil Praktek Kerja Lapang didapatkan bahwa komposisi Moluska yang ditemukan di pesisir pantai Bama terdiri dari 18 spesies dalam 2 kelas berbeda yaitu kelas Pelecypoda (Anadara granosa, Liocyma fluctuosum, Donax variabilis dan Tapes literata) dan kelas Gastropoda (Cypraea boivinii, Cypraea caurica longior, Strombus urceus, Conus geographus, Clypeomorus coralium, Littorina obtusata, Littoraria melanostoma, Cerithium tenellum, Vexillum lyratum, Pyrene versicolor, Littoraria paytensis, Littorina neritoides, Cymbiolacca intruderi, dan Cymbiola aulica palawanica). Pada stasiun I, Pelecypoda memiliki kepadatan terendah (144 ind/m 2 ) dengan nilai kepadatan relatif 13.38 %. Sedangkan Kepadatan tertinggi (932 ind/m 2 ) yaitu Gastropoda dengan nilai kepadatan relatif 86.62%. Pada stasiun II, Pelecypoda memiliki kepadatan terendah (96 ind/m 2 ) dengan nilai kepadatan relatif 13.87%. Kepadatan tertinggi (596 ind/m 2 ) yaitu Gastropoda dengan nilai kepadatan relatif 86.13%. Pada stasiun III, Pelecypoda memiliki kepadatan terendah (88 ind/m 2 ) dengan nilai kepadatan relatif 6.94%. Sedangkan kepadatan tertinggi (1180 ind/m 2 ) yaitu Gastropoda dengan nilai kepadatan relatif 93.06%.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1FORSEP MALIKI. Praktek Kerja Lapang. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Brawijaya. Studi Komunitas Moluska Pada Ekosistem Lamun di Kawasan Pesisir Pantai Bama, Taman Nasional Baluran, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. (Dibawah bimbingan Dr. Ir. ENDANG YULI HERAWATI, MS.)
RINGKASAN
Moluska adalah biota perairan yang memiliki habitat dominan di daerah pesisir dan perairan dangkal. Penyebarannya sangat luas, yaitu di daerah ekosistem karang, mangrove, dan padang lamun.
Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Lapang ini untuk mengetahui komposisi dan kepadatan Moluska yang hidup pada lamun di kawasan pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo. Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan mulai tanggal 10 sampai 13 Agustus 2007.
Materi pokok pada penelitian ini adalah identifikasi komunitas yaitu komposisi dan kepadatan Moluska dalam ekosistem lamun di pesisir pantai Bama serta pengukuran parameter fisika (suhu dan kecepatan arus), kimia (salinitas, derajat keasaman (pH), bahan organik total (TOM) dan bahan organik sedimen) serta substrat. Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini adalah metode deskriptif dan teknik pengambilan data secara observasi langsung. Metode pengambilan sampel berupa metode sampling dengan garis transek (transek line method) yang tegak lurus dari tubir menuju pantai dan pengambilan data dilakukan pada tiga stasiun, yaitu stasiun I: daerah yang berbatasan dengan mangrove, stasiun II: daerah dekat pemukiman dan pariwisata, dan stasiun III: daerah pariwisata dan penangkapan ikan oleh nelayan pancing. Analisis data secara matematis untuk menghitung kepadatan dan kepadatan relatif Moluska yang ditemukan pada setiap stasiun.
Dari hasil Praktek Kerja Lapang didapatkan bahwa komposisi Moluska yang ditemukan di pesisir pantai Bama terdiri dari 18 spesies dalam 2 kelas berbeda yaitu kelas Pelecypoda (Anadara granosa, Liocyma fluctuosum, Donax variabilis dan Tapes literata) dan kelas Gastropoda (Cypraea boivinii, Cypraea caurica longior, Strombus urceus, Conus geographus, Clypeomorus coralium, Littorina obtusata, Littoraria melanostoma, Cerithium tenellum, Vexillum lyratum, Pyrene versicolor, Littoraria paytensis, Littorina neritoides, Cymbiolacca intruderi, dan Cymbiola aulica palawanica).
Pada stasiun I, Pelecypoda memiliki kepadatan terendah (144 ind/m2) dengan nilai kepadatan relatif 13.38 %. Sedangkan Kepadatan tertinggi (932 ind/m2) yaitu Gastropoda dengan nilai kepadatan relatif 86.62%. Pada stasiun II, Pelecypoda memiliki kepadatan terendah (96 ind/m2) dengan nilai kepadatan relatif 13.87%. Kepadatan tertinggi (596 ind/m2) yaitu Gastropoda dengan nilai kepadatan relatif 86.13%. Pada stasiun III, Pelecypoda memiliki kepadatan terendah (88 ind/m2) dengan nilai kepadatan relatif 6.94%. Sedangkan kepadatan tertinggi (1180 ind/m2) yaitu Gastropoda dengan nilai kepadatan relatif 93.06%.
2Dari hasil pengamatan sifat fisika dan kimia lingkungan perairan dan
substrat didapatkan bahwa suhu perairan di pesisir pantai Bama adalah 320 C. Nilai pH adalah 9, dengan salinitas 30 ppt. Nilai kecepatan arus berkisar antara 0.05-0.09 m/s dan kisaran nilai bahan organik total (TOM) 63-112 ppm. Sedangkan nilai bahan organik sedimen berkisar antara 3.47-6.35 %, dengan tekstur substrat berupa lempung berpasir, pasir berlempung dan pasir. Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisika kimia dapat dinyatakan bahwa kondisi substrat dan perairan baik bagi kehidupan Moluska.
Diperlukan adanya tindakan konservasi bagi komunitas lamun dan spesies Moluska sebagai bagian dari ekosistem lamun yang penting. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga agar lamun tetap ada dan dalam kondisi seimbang, karena lamun, selain sebagai habitat, juga sebagai tempat memijah dan tempat pendewasaan spesies-spesies tersebut.
3PENDAHULUAN
Latar belakang
Taman Nasional Baluran dengan fungsinya sebagai kawasan konservasi insitu,
memiliki keindahan alam baik di wilayah darat dan lautnya. Salah satu wilayah laut yang
dikelola dan dimanfaatkan sebagai pariwisata yaitu pantai Bama, dimana di dalamnya
terdapat ekosistem alami laut dan pesisir salah satunya padang lamun.
Ekosistem padang lamun mempunyai produktivitas sangat tinggi, memungkinkan
untuk menopang kehidupan berbagai jenis organisme yang hidup di dalamnya
(Peristiwady, 1995). Ekosistem tersebut juga berperan penting sebagai produsen primer
dalam rantai makanan dalam menyediakan habitat dan sumber makanan bagi fauna, salah
satunya hewan Moluska (Azkab dan Aswandy, 2000).
Moluska yang berasosiasi dengan lamun, sering ditemukan di permukaan sedimen
di antara luruhan lamun, di atas tangkai atau daun lamun (Mobile epifauna), dan juga
sering ditemukan menempel permanen pada tangkai atau daun lamun (Sessile epifauna).
Hewan yang hidup dalam sedimen, di antara rhizoma lamun (sistem perakaran jangkar
yang berkembang baik dalam substrat berlumpur, berpasir, ataupun kerikil) disebut
infauna (Ngangi, 2007).
Kurangnya data mengenai struktur komunitas dan peranan Moluska dalam
ekosistem lamun menyebabkan upaya pihak Taman Nasional Baluran dalam menjaga
kelestarian sumberdaya hayati ekosistem wilayah pesisir kurang optimal. Untuk itu,
diperlukan pengamatan terhadap keberadaan Moluska dalam ekosistem lamun ditinjau
dari struktur komunitas (komposisi dan kepadatan) Moluska dan kondisi substrat tanah
dan kualitas air.
Tujuan
Praktek Kerja Lapang ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas hewan
Moluska dalam ekosistem padang lamun.
Kegunaan
Hasil Praktek Kerja Lapang diharapkan bermanfaat sebagai informasi dasar
mengenai komunitas Moluska dan peranannya dalam ekosistem lamun serta sebagai
masukan bagi pihak Taman Nasional Baluran dalam menentukan kebijakan yang tepat
dalam upaya menjaga proses ekologis dalam ekosistem lamun.
4Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di pesisir pantai Bama Taman Nasional
Baluran Kabupaten Situbondo Jawa Timur pada bulan Agustus 2007.
METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Materi yang diteliti adalah kepadatan dan komposisi Moluska dan parameter
kualitas air pendukung meliputi parameter fisika (suhu dan kecepatan arus), kimia
(salinitas, pH, bahan organik total (TOM) dan bahan organik sedimen serta tekstur tanah.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan analisis secara deskriptif.
Metode penelitian tersebut bermaksud untuk menjelaskan dan menggambarkan
(deskriptif) situasi atau kejadian-kejadian yang terjadi pada saat penelitian (Suryabrata,
1989).
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan metode garis transek pada 3 stasiun.
Stasiun 1 dekat dengan mangrove, stasiun 2 dan stasiun 3 merupakan area pariwisata.
Garis transek ditarik tegak lurus sepanjang ekosistem lamun dari tubir menuju pantai.
Transek plot yang digunakan memiliki luas 50 x 50 cm dengan penempatan transek plot
tiap 10 m. Sampel yang diambil pada tiap stasiun meliputi hewan Moluska, air, dan
substrat tanah.
A. Sampel hewan Moluska
Sampel hewan Moluska yang ditemukan di dalam transek, baik yang menempel
pada daun lamun maupun yang terkubur di dalam sedimen diambil dan dimasukkan ke
dalam kantong plastik untuk kemudian dianalisis.
B. Sampel air dan substrat tanah
Sampel air diambil sebanyak satu kali pada tiap stasiun kemudian dilakukan
pengukuran langsung di lokasi terhadap parameter suhu, kecepatan arus, salinitas dan pH.
Sampel substrat tanah diambil sebanyak 3 titik pada tiap stasiun kemudian digolongkan
jenis dan ukuran butirannya (lihat lampiran 1). Pengukuran bahan organik total (TOM) air
dan kadar bahan organik substrat tanah dilakukan di laboratorium jurusan Kimia Fakultas
MIPA Universitas Brawijaya.
5 Analisis Data
Identifikasi sampel Moluska untuk mengetahui struktur komposisi dengan
mencocokkan bentuk cangkang berdasarkan petunjuk Dharma (1992). Sedangkan untuk
mengetahui kepadatan Moluska, digunakan formula sebagai berikut :
P (ind/m2) : TpLuas
i spesies
Keterangan : P : Kepadatan total (ind/m2)
Tp : Transek plot (m2)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Taman Nasional Baluran terletak di ujung Timur pulau Jawa, sebelah Utara
dibatasi Selat Madura, sebelah Timur oleh Selat Bali, dan bagian Selatan sampai Barat
berturut-turut dibatasi Dusun Pandean Desa Wonorejo, sungai Bajulmati, Sungai
Klokoran, Dusun Karangtekok dan Desa Sumberanyar. Secara administrasi pemerintahan
Taman Nasional Baluran berada di kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo,
sedangkan secara geografis terletak antara 7°29’ LS - 7°55’ LS, dan 114°17’ BT -
114°28’ BT (Rombang et al., 1999). Sedangkan pantai Bama terletak disebelah Timur
kawasan Taman Nasional Baluran, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo,
Propinsi Jawa Timur (Dono et al., 2003).
Deskripsi Stasiun Pengamatan
Stasiun 1 terletak dekat dengan ekosistem mangrove yang menjorok ke laut (lihat
lampiran 2). Panjang ekosistem lamun stasiun 1 adalah 200 m dimulai dari pasang
tertinggi sampai tubir dengan jumlah 20 transek plot. Situasi dan kondisi stasiun 1
disajikan pada gambar 1.
6
Gambar 1. Situasi dan Kondisi Stasiun 1
Stasiun 2 terletak 70 meter ke arah Barat dari stasiun 1 dekat pemukiman. Panjang
ekosistem lamun stasiun 2 adalah 150 m dimulai dari pasang tertinggi hingga tubir
dengan jumlah 15 transek plot. Situasi dan kondisi stasiun 2 disajikan gambar 2.
Gambar 2. Situasi dan Kondisi Stasiun 2
Stasiun 3 merupakan daerah dekat mangrove yang hanya tumbuh di darat. Terletak
paling Barat dari kedua stasiun sebelumnya (70 meter dari stasiun 2), dekat bagian
tanjung dari pantai Bama. Panjang komunitas lamun di stasiun 3 adalah 250 m di mulai
dari pasang tertinggi hingga tubir dengan 25 transek plot. Situasi dan kondisi stasiun 3
disajikan pada gambar 3.
Lamun
7
Gambar 3. Kondisi dan Situasi Stasiun 3
Struktur Komunitas Moluska
A. Komposisi Moluska
Hasil pengamatan menunjukkan komposisi Moluska pada stasiun 2 lebih rendah
(16 spesies) daripada stasiun 1 (17 spesies) dan stasiun 3 (18 spesies). Spesies Cypraea
tidak ditemukan pada stasiun 2. Diduga spesies ini hidup di daerah terumbu karang. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Moluska di Ekosistem Lamun Pantai Bama