BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara maritime terbesar
di dunia, yang 2/3 wilayahnya merupakan wilayah lautan dan
dengan jumlah pulau sekitar 17500 yang tersebar dari sabang
sampai marauke. Antara pulau satu dengan pulau lainnya
dipisahkan oleh laut, tapi bukanlah penghalang bagi warga
Negara indonsesia untuk saling berhubungan satu sama lain
walaupun terpisahkan oleh antar pulau.
Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mendukung kegiatan
tersebut diperlukan sarana penghubung antar pulau bahkan
sarana-sarana tersebut dapat dikatakan menjadi kebutuhan
yang harus ada untuk memeperlancar hubungan warga Indonesia
antar pulau dengan menjadi akses penghubung antar pulau.
hal ini tidak lepas dari sarana prasarana yang tersedia
untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya. Sarana
prasarana tersebut antara lain dapat berupa, pelabuhan
penyebrangan, Bandar udara, terminal bahkan jembatan antar
pulau sudah tercipta saat ini untuk mendukung kegiatan warga
antar pulau untuk saling berhubungan.
Bangunan-bangunan tersebut merupakan kontruksi bangunan
sipil yang dirancang sedemikian rupa di dalam maupun di atas
permukaan laut oleh perencana dan pelaksana pembangunan agar
dapat menjadi bangunan yang dapat melayani kegiatan
penggunanya pada lintas pulau sekalipun. Tentu saja,
bangunan-bangunan tersebut tidak lepas dari material-
material penyusunnya, yang salah satunya adalah beton.
Dalam Teknologi Beton, Kardiono Tjokrodimuljo (2004),
beton pada dasarnya adalah campuran yang terdiri dari
agregat kasar dan agregat halus yang dicampur dengan air dan
semen sebagai pengikat dan pengisi antara agregat kasar dan
agregat halus serta kadang-kadang ditambahkan additive.
Menurut Wuryati S. dan Candra R (2001), dalam bidang
bangunan yang dimaksud dengan beton adalah campuran dari
agregat halus dan agregat kasar ( pasir, kerikil, batu pecah
atau jenis agregat lain ) dengan semen yang dipersatukan
oleh air dalam perbandingan tertentu. Menurut Peraturan
Beton Bertulang Indonesia (PBBI 1971), beton didefinisikan
sebagai bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat
halus, agregat kasar, semen portland dan air ( tanpa
aditif ). Sedangkan SK. SNI T – 15 – 1990 – 03
mendefinisikan beton sebagai campuran antara semen Portland
atau semen hidrolik yang lainnya, agregat halus, agregat
kasar dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan
yang membentuk massa padat. Dalam perencanaan beton sering
dikenal dengan istilah beton konvensional. Beton
konvensional adalah beton dengan penggunaan material,
teknologi dan peralatan yang masih sederhana. Kekuatan tekan
dari beton konvensional maksimum 25 Mpa pada umur 28 hari.
Beton mempunyai massa jenis γ=2400 kg/m³.
.
Pemakaian beton sebagai bahan konstruksi telah lama
dikenal di Indonesia. Salah satu bahan utama yang sering
digunakan pada konstruksi bangunan. Beton merupakan suatu
material hasil dari campuran semen, agregat halus, agregat
kasar, air dan kadang-kadang dengan bahan tambah yang
bervariasi. Adanya pembangunan infrastruktur mendorong
berkembangnya teknologi beton, sehingga penggunaan beton
dengan kualitas baik sangat dibutuhkan masyarakat pada
umumnya terutama untuk pembangunan. Alasan mengapa beton
banyak digunakan karena pertama beton merupakan bahan yang
kedap air, kedua elemen struktur beton relative mudah
dibentuk atau dicetak menjadi berbagai ukuran dan tipe,
ketiga adalah beton merupakan bahan yang murah dan relative
mudah disediakan dan dikerjakan.
Dari pemaparan-pemaparan di atas, tampak bahwa Indonesia
yang terdiri dari pulau-pulau yang memiliki banyak bangunan
sipil yang berada di laut untuk menjadi akses penggunanya
menuju satu pulau ke pulau lainnya. Melihat hal itu, maka
diperlukan material penyusun bangunan-bangunan sipil
tersebut dengan mutu tinggi dan bertahan dalam air laut
dalam jangka waktu yang lama. Dalam konteks ini material
yang diperlukan adalah beton yang tahan terhadap air laut.
Oleh karena itu , perlu diadakannya penelitian mengenai daya
tahan (durability) beton yaitu dalam konteks kuat tekan beton
dengan perendaman berkala dalam air laut untuk mengetahui
pengaruh kuat tekan beton tersebut akibat air laut.
Permasalahan tersebut diteliti sebagai bagian dari tugas
akhir yang berjudul “Pengaruh Variasi Lama Perendaman dalam Air
Laut terhadap Kuat Tekan Beton dengan Bahan Tambah Silika fume”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas masalah yang menjadi focus dalam
penelitian ini adalah :
a. Berapa besar kuat tekan beton normal dengan perendaman
berkala dalam air laut ?
b. Berapa besar kuat tekan beton dengan bahan tambah silica
fume dengan perendaman berkala dalam air laut?
c. Bagaimana pengaruh bahan tambah silica fume terhadap kuat
kuat tekan beton setelah direndam dalam air laut ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui berapa besar kuat tekan beton normal
dengan perendaman berkala dalam air laut.
b. Untuk mengetahui berapa besar kuat tekan beton dengan
bahan tambah silica flume dengan perendaman berkala dalam
air laut.
c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh bahan tambah silica fume
terhadap kuat kuat tekan beton setelah direndam dalam air
laut.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Setiap konstruksi setelah dibangun harus dilakukan evaluasi
secara terus menerus untuk menentukan kinerja bangunan.
Ambruknya suatu infrastruktur, seperti jembatan, jalan layang,
dermaga dan lain-lain, secara tiba-tiba sering kali membawa
korban manusia dan kerugian finansial yang sangat besar. Hal
ini merupakan bagian dari tugas pemilik bersama pihak yang
berkepentingan untuk menjamin keselamatan masyarakat umum
sebagai pengguna. Salah satu penyebab kerusakan bangunan
dilingkungan laut adalah korosi pada beton dan tulangan
(Anonim, 2009)
Prasetyo (2014), melakukan penelitian perendaman beton
dalam air garam dan larutan sulfat dengan bahan tambah fly ash
high volume. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Pada
perendaman air garam penambahan fly ash high volume (50% fly
ash) maupun penggunaan air kapur sebagai pengganti air
campuran adukan beton memiliki kuat tekan yang lebih
rendah daripada beton normal. Nilai kuat tekan beton normal
yaitu 22,93 MPa pada perendaman 56 hari. Pada perendaman
beton dengan menggunakan air garam pada lama perendaman
28 hari dan 56 hari menghasilkan kuat tekan rata-rata
yang meningkat. Beton secara fisik tidak terjadi
kerusakan pada beton sehingga tidak berpengaruh terhadap
durabilitas beton.
Herwanto (2012), melalukan penelitian pengaruh mutu beton
K-250 akibat terendam air laut dengan penambahan zat aditif
sikacim concrete additive kadar 0.6%. Dengan melakukan meteode
pengujian di laboratorium sesuai dengan ketentuan SNI terhadap
agregat halus dan agregat kasar dilakukan perencanaan formula
campuran (mix design) beton K-250 berdasarkan SNI 03-2834-1993.
Didapatkan hasil kuat tekan beton pada umur 28 hari untuk
beton normal K-250 terendam air tawar adalah sebesar 24.624
MPa dan beton normal K-250 terendam air laut adalah sebesar
22.678 MPa, sedangkan untuk beton normal K-250 dengan
penambahan zat aditif sikacim concrete additive kadar 0.6% terendam
air tawar adalah sebedar 24.742 MPa dan hasil kuat tekan beton
normal K-250 dengan penambahan zat aditif sikacim concrete additive
kadar 0.6% sebesar 23.847 MPa.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Beton
Beton adalah suatu komposisi bahan yang terdiri terutama
dari media pengikat yang didalamnya tertanam partikel atau
pigmen agregat (ASTM C125). Larutan tambahan untuk memperbaiki
sifat beton. Bahan-bahan tersebut dipilih dan dicampur dengan
perbandingan tertentu dan digunakan untuk menghasilkan beton
yang mempunyai kekuatan yang diinginkan, karakteristik beton
adalah mempunyai tegangan hancur tekan yang tinggi serta
tegangan hancur tarik yang rendah, proses kimia pengikatan
semen dengan air menghasilkan panas dan dikenal dengan proses
hidrasi dimana air tersebut berfungsi sebagai pelumas untuk
mengurangi gesekan antar butiran sehingga beton dapat
dipadatkan dengan mudah, akan tetapi kelebihan air dari jumlah
yang dibutuhkan akan menyebabkan butiran semen berjarak
semakin jauh sehingga kekuatan beton akan berkurang.
Dalam pengerjaan beton segar, tiga sifat penting yang
harus selalu diperhatikan adalah Workability (kemudahan
pengerjaan), segregasi(pemisahan kerikil) dan bleeding (naiknya
air ke permukaan).
1. Workability (Kemudahan Pengerjaan)
Workability adalah sifat atau perihal mudah/tidaknya
beton segar dikerjakan, diangkut, homogenitas, stabil,
sifat pemadatan serta memperkecil pori udara beton. Newman
(1965) mengusulkan agar pengertian workability
didefinisikan sekurang-kurangnya pada tiga sifat yang
berbeda, yaitu:
Kompabilitas atau kemudahan dimana beton dapat dipadatkan
dan rongga-rongga udara diambil
Mobilitas atau kemudahan dimana beton dapat mengalir
ke dalam cetakan.
Stabilitas atau kemampuan beton untuk tetap sebagai
massa yang homogen, koheren dan stabil selama
dikerjakan dan digetarkan tanpa terjadi segregasi
terhadap bahan-bahan utamanya.
Untuk mengukur workability maka digunakan istilah slump
sebagai tolak ukur, dengan alat untuk mengukur slump
disebut Slump Test. Unsur-unsur yang memengaruhi
workability antara lain:
Jumlah air pencampur. Semakin banyak air pencampur
semakin mudah pengerjaan beton
Kandungan semen. Jika faktor air semen (FAS) tetap,
semakin banyak semen berarti semakin banyak kebutuhan
air sehingga sifat plastisnya menjadi lebih tinggi.
Gradasi campuran pasir-kerikil. Jika memenuhi syarat
dan sesuai dengan standar, akan lebih mempermudah
pengerjaan.
Bentuk butiran agregat kasar. Agregat berbentuk
bulat-bulat lebih mudah dikerjakan.
Butiran maksimum
Cara pemadatan dan alat pemadat.
2. Segregasi (Pemisahan Kerikil)
Segregasi merupakan pemisahan unsur-unsur pokok dari
campuran heterogen sehingga distribusi atau proses
penyebarannya tidak lagi merata. Pada adukan beton
perbedaan dalam ukuran partikel-partikel dan berat jenis
masing-masing campuran merupakan penyebab utama segregasi,
tapi hal ini dapat diantisipasi dengan pemilihan gradasi
yang sesuai dan pengerjaan yang baik.
Ada dua bentuk segregasi, yang pertama terjadi jika
partikel-partikel yang lebih besar cenderung bergerak
lebih jauh sepanjang kemiringan atau turun lebih dalam
dibanding partikel-partikel yang lebih halus. Bentuk
segregasi yang kedua terjadi pada campuran-campuran yang
basah (mengandung air yang banyak) dan dipengaruhi oleh
pemisahan mortar dari campuran. Segregasi dapat disebabkan
oleh beberapa hal:
Campuran kurus atau kurang semen
Terlalu banyak air
Besar ukuran agregat maksimum lebih besar dari 40 mm
Permukaan butir agregat kasar. Semakin kasar
permukaan agregat semakin mudah terjadi segregasi.
Kecenderungan terjadinya segregasi ini dapat dicegah
jika (Winter George, Arthur H. Nilson. Perencanaan Struktur
Beton Bertulang. 1993):
Tinggi jatuh diperpendek
Penggunaan air sesuai dengan syarat
Ukuran agregat sesuai dengan syarat
Pemadatan yang baik.
3. Bleeding (Naiknya Air ke Permukaan)
Kecenderungan air untuk naik ke permukaan beton
yang baru dipadatkan disebut bleeding. Air yang naik ini
membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada
saat beton mengeras nantinya akan membentuk selaput.
Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan unsur-unsur
padat campuran untuk menahan seluruh air campuran pada
saat unsur-unsur tersebut turun ke bawah. Berdasarkan
jumlahnya, bleeding dapat dinyatakan sebagai penurunan
total pertinggi satuan beton.
Bleeding dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
Susunan butir agregat. Jika komposisinya sesuai,
kemungkinan untuk terjadinya bleeding kecil.
Banyaknya air. Semakin banyak air berarti semakin besar
pula kemungkinan terjadinya bleeding
Kecepatan hidrasi. Semakin cepat beton mengeras,
semakin kecil kemungkinan terjadinya bleeding
Proses pemadatan. Pemadatan yang berlebihan bukan
penyebab terjadinya bleeding.
Bleeding ini dapat dikurangi dengan cara:
Memberi lebih banyak semen
Menggunakan air paling minimum
Menggunakan agregat dengan butiran halus lebih banyak
Memasukkan sedikit udara dalam adukan untuk beton
khusus
2.2.2 Bahan-bahan Penyusun Beton
2.2.2.1. Semen
Semen yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan
beton ialah semen Portland. Menurut ASTM C-150,1985.
Semen Portland didefiniskan sebagai semen hidrolik yang
dihasilkan dengan cara menggiling terak besi (klinker)
yang mengandung kalsium silikat yang bersifat hidrolis,
digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu
atau lebih Kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh
ditambah dengan bahan lain. Semen digunakan dalam
pembuatan beton sebagai bahan pengikat antara satu
komponen penyusun beton dengan komponen lainnya dan
banyak dipakai dalam pembangunan fisik. Penambahan air
pada semen akan menghasilkan suatu pasta semen yang jika
mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu, sedangkan
jika ditambah air dan pasir akan menjadi mortar semen,
dan jika ditambah lagi dengan kerikil atau batu pecah
disebut beton.
Senyawa kimia utama yang menyusun semen Portland yaitu:
(a). Trikalsium Silikat (3CaO.SiO22) yang disingkat
menjadi C3S.
(b). Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi
C2S.
(c). Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2O3) yang disingkat
menjadi C3A.
(d).Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) yang
disingkat menjadi C4AF.
Gambar 2.1. Semen Portland Composite
2.2.2.2. Agregat Halus (Pasir)
Agregat Halus (pasir) adalah hasil disintegrasi
alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri
pemecah batu. Syarat agregat halusadalah :
a. Berupa pasir yang berfungsi sebagai bahan pengisi,
harus bebas dari bahan organic dan lempung.
b. Tersaring dalam ukuran 4-100, gradasi berukuran n<100
dapat merusak campuran beton.
c. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap
berat kering.
Gambar 2.2. Agregat Halus (Pasir Kasar)
2.2.2.3. Agregat Kasar (Split)
Agregat Kasar adalah hasil disintegrasi alami batuan
pecah atau bahan yang diperoleh dari industry pemecah
batu. Syarat agregat kasar adalah :
a. Agregat kasar memiliki partikel lebih besar daripada
4,75 mm.
b. Harus berbutir keras dan tidak berpori.
c. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dari berat
kering.
d. Tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak beton
seperti alkali.
e. Butirannya harus bervariasi, tajam, kuat dan bersudut.
II-5
Gambar 2.3. Agregat Kasar
2.2.2.4. Air
Air merupakan komponen penting dari campuran beton
yang memegang peranan penting dalam bereaksi dengan semen
dan mendukung terbentuknya kekuatan pasta semen. Kualitas
air mempengaruhi kekuatan beton, maka kemurnian dan
kualitas air untuk campuran beton perlu mendapat
perhatian. Secara umum, untuk campuran beton diperlukan
air yang memenuhi standar air minum.Tujuan utama dari
penggunaan air adalah agar terjadi hidrasi, yaitu reaksi
kimia yang terjadi antara semen dan air yang menyebabkan
campuran tersebut menjadi keras setelah lewat beberapa
waktu tersebut. Air untuk perawatan dan pembuatan beton
tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam,
bahan-bahan organic, atau bahan lain yang dapat merusak
beton atau tulangannya. Sebaiknya digunakan air bersih,
tidak berasa, tidak berbau, dan dapat diminum.
Air yang dipergunakan harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
1. Tidak mengandung lumpur dan benda melayang lainnya yang
lebih dari 2 gr/liter
2. Tidak mengandung garam atau asam yang dapat merusak
beton, zat organik dan sebaginya lebih dari 15 gram per
liter.
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 1 gram per
liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram per
liter.
Faktor air semen (water cement ratio) adalah perbandingan
berat air bebas dengan berat semen. Faktor air semen
merupakan faktor pengaruh dalam pasta semen. Air yang
berlebihan dapat menyebabkan banyaknya gelembung air
setelah proses hidrasi selesai sedangkan air yang terlalu
sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai
seluruhnya sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton
II-6
Gambar 2.4. Air Tawar
2.2.3 Bahan Tambah Silica Fume
Dalam teknologi beton, Silica Fume (SF) digunakan sebagai
pengganti sebagian dari semen atau bahan tambahan pada saat
sifat-sifat khusus beton dibutuhkan, seperti penempatan mudah,
kekuatan tinggi, permeabilitas rendah, durabilitas tinggi, dan
lain sebagainya. Silica fume merupakan hasil sampingan dari
produk logam silikon atau alloy ferosilikon. Menurut standar
”Spesification for Silica Fume faor Use in Hydraulic Cement
Concrete and Mortal” (ASTM.C.1240,1995: 637-642), silica fume
adalah material pozzolan yang halus, dimana komposisi silika
lebih banyak dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi
silikon atau alloy besi silikon (dikenal sebagai gabungan
antara micro silica dengan silica fume).
Gambar 2.5 Silica Fume
Penggunaan silica fume dalam campuran beton
dimaksudkan untuk menghasilkan beton dengan kekuatan tekan
yang tinggi. Beton dengan kekuatan tinggi digunakan, misalnya,
untuk kolom struktur atau dinding geser, pre-cast atau beton
pra-tegang dan beberapa keperluan lain. Kriteria kekuatan
beton berkinerja tinggi saat ini sekitar 50-70 Mpa untuk umur
28 hari. Penggunaan silica fume berkisar 0-30% untuk
memperbaiki karakteristik kekuatan keawetan beton dengan
faktor air semen sebesar 0,34 dan 0,28 dengan atau tanpa
superplastisizer dannilai slump 50 mm (Yogerdran, et al, 1987:
124-129).
Silica fume merupakan serbuk halus yang terdiri
dari amarphous microsphere dengan diameter berkisar antara
0,1-1,0 micron meter, berperan penting terhadap pengaruh sifat
kimia dan mekanik beton. Ditinjau dari sifat mekanik, secara
geometrikal silica fume mengisi rongga-rongga di antara bahan
semen (grain of cement), dan mengakibatkan pore size
distribution (diameter pori) mengecil serta total volume pori
juga berkurang (Subakti, 1995: 269).
Silica Fume merupakan bahan yang sebagian besar
amopfus (amarphoous silico), bahan spherical yang sangat
lembut, yang terdiri dari pertikel-pertikel seperti kaca hasil
dari pembekuan cepat ’agaseous SiO, bela bersentuhan dengan
udara terjadi oksidasi secara cepat di dalam pendingin bagian
dari ’furnace yang menghasilkan logam metal alloy ferosilikon.
Kandungan SiO2 yang tinggi dalam SF yang mencapai 85 sampai 98
persen, berguna untuk keperluan campuran semen (Khayat, K.H,
et al, 1997).
Penggunaan silca fume selalu bersamaan dengan High
Range Water Reducer (Superplasticizer). Karena adanya
penggunaan air pada bahan beton dan adanya bahan silika fume
yang mengisi pori-pori serta berfifat pozzolan ini, maka
mengakibatkan beton menjadi kedap, awet, dan berkekutan
tinggi. Bila beton dianggap terdiri dari batu pecah sebagai
frame atau rangka dan pasta semen sebagi matriks pengisinya.
Mengenai pasta semen dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah
tengah dan daerah transisi (transition zone), yaitu batas
antara agregat dengan pasta. Daerah tengah biasanya cukup
kuat, tetapi daerah transisi sering terjadi bleeding atau
kebanyakan air sehingga kadang-kadang lemah dibanding dengan
daerah tengah. Dengan adanya silica fume daerah agregat
matriks transisi lebih padat dan kuat sehingga hubungan antara
semen pasta dan agregat menjadi lebih kompak, agregat dan
pasta merupakan kesatuan struktur komposit yang cukup solid
dan kuat (Rosemberg dan Gaidis).
Diameter rata-rata silica fume adalah sekitar 0,1
micron meter, yaitu 100 kali lebih kecil daripada partikel
semen. Hasil pengujian porosimeter yang menggunakan metode
penyerapan merkuri, diperoleh distribusi ukuran median adlah
8,53 micron meter, jari-jari pori rata-rata sebesar 0,13
micron meter, dan luas permukaan spesifik yang sangat tinggi
216,0 m2/g. Kadungan silika (SiO2) sangat tinggi 93,09 persen,
ketentuan ASTM C 1240-93 mensyaratkan minimal sebesar 85
persen (Ilham, 2006: 29).
Keuntungan-keuntungan penggunaan silica fume dan
superplatisticizer pada campuran beton menurut beberapa hasil
penelitian terdahulu antara lain seperti kekuatan tekan
hancurnya lebih tinggi, kekuatan tarik lebih tinggi,
rangkaknya lebih kecil, regangan yang terjadi kecil, susutnya
kecil, modulus elastisitasnya tinggi, ketahanan terhadap
serangan klorida tinggi, ketahanan terhadap keausan tinggi dan
permeabilitas lebih kecil (220). Dalam hal ketahanan terhadap
serangan klorida tinggi, menurut Sorensen (Rachee dan Kumar,
1989), mengatakan bahwa dengan berkurangnya permeabilitas
beton, berarti juga akan berkurangnya penetrasi serangan
kimia.
Kendala-kendala yang ada dalam penggunaan silica
fume antara lain seperti, handling/pelaksanaan, bahaya
kesehatan kerja, air entrainment, plastic shringkage, dan
quality control. SF merupakan bahan sangat lembut dan mudah
sekali terbang kena angin, maka perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan loading, penangkutan, peyimpanan dan pencampuran.
Sehubungan dengan kesehatan kerja, karena SF sangat halus,
kemungkinan penghisap SF oleh pekerja akan terjadi, oleh
karena itu pekerja harus dilengkapi dengan lat pelindung
pernafasan.
Percobaan dilaboratorium dan lapangan menunjukkan
bahwa penggunaan SF bertendensi terjadi plastic shrinkage
cracks (Aicitin & Pinsonneuault, 1981), oleh sebab itu perlu
diadakan pencegahan dengan menutup permukaan beton yang dalam
proses pengerasan, untuk mencegah penguapan akibat angin dan
suhu. Dalam masalah kontrol kualitas, dianggap sangat penting,
agar membatasi variasi dari kehalusan produksi SF. Kehalusan
dari kadar Silicondioxid (SiO2) harus dikontrol setiap hari,
tergantung pada kontrol pabrik dan sistem penangkapan abu yang
digunakan.
2.2.4 Kuat Tekan Beton
Beton yang baik adalah jika beton tersebut memiliki
kuat tekan yang tinggi, dengan kata lain mutu beton
ditinjau hanya dari kuat tekannya saja (Tjokrodimulyo,
1996). Kuat tekan beton dinyatakan dengan tegangan tekan
maksimum f’c dengan satuan N/m2 atau MPa (Mega
Pascal).Kuat tekan beton pada umur 28 hari berkisar
antara nilai ± 10-65 MPa.Untuk struktur beton bertulang
pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan 17-30
MPa (Dipohusodo, 1994).
Nilai Kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara
pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara
memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan
peningkatan bebean tertentu atas benda uji silinder beton
sampai hancur.
Kekuatan tekan beton merupakan salah satu kinerja
utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk
menerima gaya tekan persatuan luas. Pengujian kuat tekan
dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton yang telah
mengeras dengan benda uji berbentuk kubus atau
silinder.Kuat tekan beton dipengaruhi oleh factor
perbandingan air semen (w/c).
Umumnya kuat tekan maksimum tercapai pada saat nilai
satuan regangan tekan ɛ’ mencapai ± 0,002.Selanjutnya
nilai tegangan fc’ akan turun dengan bertambahnya nilai
regangan sampai benda uji hancur pada nilai ɛ’ mencapai
0,003-0,005. Beton dengan kuat tekan tinggi lebih getas
dan akan hancur pada nilai regangan maksimum yang lebih
rendah dibandingkan dengan beton kuat tekan rendah.
Pada umumnya nilai kuat tekan maksimum utnuk mutu
beton tertentu akan berkurang pada tingkat pembebanan
yang lebih lamban atau slower rates of strain.Nilai Kuat tekan
beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai
kuat tekan beton ditentukan pada waktu beton mencapai
umur 28 hari setelah pengecoran. Umumnya pada umur 7 hari
kuat tekan beton mencapai 70% dan pada umur 14 hari
mencapai 85-90% dari kuat tekan beton umur 28 hari.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi kekuatan beton
yaitu:
1. Faktor air semen (f a s)
Faktor air semen adalah angka perbandingan antara berat
air dan berat semen dalam campuran pasta atau mortar.
Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai f.a.s
maka semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun demikian,
nilai f.a.s. yang semakin rendah tidak selalu berarti
bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai f.a.s. yang
rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu
kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya
akan menyebabkan mutu beton menurun.
2. Jumlah Semen
Pada mortar dengan f.a.s sama, beton dengan kandungan
semen lebih banyak belum tentu mempunyai kekuatan lebih
tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah air yang banyak,
demikian pula pastanya, menyebabkan kandungan pori lebih
banyak daripada mortar dengan kandungan semen yang lebih
sedikit. Kandungan pori inilah yang mengurangi kekuatan
mortar. Jumlah semen dalam mortar mempunyai nilai optimum
tertentu yang memberikan kuat tekan tinggi.
3. Umur Beton
Kekuatan beton akan meningkat seiring dengan bertambahnya
umur dimana pada umur 28 hari pasta dan mortar akan
memperoleh kekuatan yang diinginkan.
4. Sifat Agregat
Sifat agregat yang berpengaruh terhadap kekuatan ialah
bentuk, kekasaran permukaan, kekerasan dan ukuran
maksimum butir agregat. Bentuk dari agregat akan
berpengaruh terhadap interlocking antar agregat.
2.2.5 Tegangan dan Regangan Beton
Tegangan didefinisikan sebagai tahanan terhadap gaya-gaya
luar. Intensitas gaya yaitu gaya (P) per satuan luas
disebut tegangan dan diberi notasi huruf yunani “” (sigma).
Dengan melihat arah gaya luar yang terjadi maka tegangan
dibedakan menjadi dua yaitu:
Tegangan Tekan (Compressive Stress)
A
L
D
Gambar 2.6. Tegangan Tekan (Compressive Stress) pada beton
silinder. Dengan mengasumsikan bahwa tegangan terbagi
rata di seluruh penampang, dengan demikian didapatkan
rumus:
σ = P/A
dengan :
σ = Tegangan (N/mm2)
P = Gaya aksial (N)
A = Luas penampang benda uji (mm2)
Jika suatu benda ditekan atau ditarik gaya P yang
diterima benda mengakibatkan adanya ketegangan antar
partikel dalam material yang besarnya berbanding lurus.
Perubahan tegangan partikel ini menyebabkan adanya
pergeseran struktur material himpitan atau regangan yang
besarnya juga berbanding lurus. Karena adanya pergeseran,
maka terjadilah deformasi bentuk material misalnya
perubahan panjang menjadi L + (atau L-).Dimana L adalah
panjang awal benda dan adalah perubahan panjang yang
terjadi.Rasio perbandingan antara terhadap L inilah yang
disebut Strain(regangan) dan dilambangkan dengan “ (epsilon).
Dengan demikian didapatkan rumus:
Dimana :
= regangan / strain (m)
= Panjang Benda mula-mula (m)
= Perubahan Panjang Benda (
Jika batang tersebut mengalami tekan, maka
regangannya adalah regangan tekan (compressive strain)
dan batang tersebut memendek.Jika batang tersebut
mengalami tarik, maka regangannya disebut regangan tarik
(tensile strain), yang menunjukkan perpanjangan bahan,
regangan tekan bertanda negative dan regangan tarik
bertanda positif.Regangan (disebut regangan normal karena
rengangan normal karena regangan ini berkaitan dengan
tegangan normal (Gere, Timoshenko, 1997).
2.2.6 Modulus elastisitas Beton
Modulus elastisitas atau modulus young merupakan
ukuran kekakuan suatu material.Semakin besar harga
modulus elastisitas maka semakin kecil regangan elastis
Gambar 2.7. Regangan
yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau
dapat dikatakan material tersebut semakin kaku
(stiff).Modulus elastisitas beton dipengaruhi oleh jenis
agregat, kelembaban benda uji beton, faktor air semen,
umur beton dan temperaturnya.
Beton tidak memiliki modulus elastis yang
pasti.Dengan mempelajari dari beberapa macam kurva
tegangan-regangan pada kuat tekan beton yang berbeda
terlihat bahwa secara garis besar kuat tekan maksimum
tercapai pada saat nilai satuan regangan mencapai ±
0,002. Selanjutnya nilai tegangan f’c akan mengalami
penurunan dengan bertambahnya nilai regangan sampai benda
uji hancur pada nilai regangan 0,003 – 0,005.
Berdasarkan SK SNI 03-2847 2002 Pasal 12.2.3
regangan kerja maksimum yang diperhitungkan diserat tepi
beton tekan terluar adalah 0,003 sebagai batas
hancur.Kemiringan kurva awal pada beton sangat seragam
dan umumnya agak melengkung.Pada penerapannya, untuk
menentukan modulus elastisitas beton digunakan rumus-
rumus empiris yang menyertakan besaran besar disamping
kuat tekannya. Menurut pasal 10.5 SNI-03-2847 (2002)
untuk beton dengan berat isi (Wc) antara 1500 – 2500
kg/mm2. Dalam pengujian modulus elastisitas pada beton
silinder, menurut ASTM C 469-02 memberikan cara
menentukan nilai modulus elastisitas sebagai berikut :
Keterangan :
E = Modulus Elastisitas, (MPa)
S2= Nilai dari 40% tegangan maksimum
S1= Nilai Tegangan pada regangan 0,00005
ᵋ2= Regangan pada S2
ᵋ1= 0,00005.
Modulus elastisitas beton memiliki nilai yang
bervariasi tergantung dari beberapa faktor, diantaranya
adalah kuat tekan beton. Makin tinggi kuat tekannya maka
modulus elastisitasnya juga semakin besar, dimana
perubahan panjang yang terjadi akibat pembebanan tekan
akan makin kecil. Hal ini disebabkan kondisi beton makin
keras sehingga dengan energi yang samaakan dihasilkan
pemendekan dan regangan yang lebih kecil bila
dibandingkan beton yang kuat tekannya kecil. (sukoyo,
2008).
Gambar 2.8. Modulus Tangen Awal dan Modulus Elastisitas
2.2.7 Pentingnya Durabilitas Beton
Beton mempunyai kuat tekan yang sangat tinggi,
tetapi kuat tariknya sangat rendah.Rendahnya kuat terik
pada elemen struktur yang betonnya mengalami tegangan
Tarik diperkuat dengan batang baja tulangan sehingga
terbentuk suatu struktur komposit yang kemudian dikenal
dengan sebutan beton bertulang (Tjokrodimuljo,
1995).Dalam penggunaannya, durabilitas atau keawetan
beton juga sangat berpengaruh agar beton dapat bertahan
dari kerusakan dalam jangka waktu tertentu. Air laut
banyak mengandung NaCl yang dapat menyebabkan besi
tulangan yang ada di dalam beton menjadi korosi, hal ini
sangat mempengaruhi durabilitas beton karena semakin lama
beton tidak bisa bertahan dari gaya Tarik dikarenakan
kekuatan tulangan menjadi menurun karena korosi.
Kristalisasi garam (NaCl) dalam ilmu kimia merupakan
senyawa ionik yang terdidri dari ion positif (kation) dan
ion negative (anion), sehngga membentuk senyawa netral
(tanpa bermuatan).Kristalisasi garam (NaCl) terbentuk
dari hasil reaksi asam dan basa yang dapat mempengaruhi
konsentrasi terhadap kinerja beton.Raksi dimulai dengan
serangan terhadap mineral-mineral dalam agregat oleh
alkalin hidroksida yang ada dalam semen.Reaksi ini
membentuk suatu gel yang menyelimuti butiran-butiran
agregat. Gel tersebut dikelilingi oleh pasta semen dan
karena terjadi reaksi maka terjadilah tegangan internal
hidrolik melalui proses osmosis. Hasil reaksi klorida
yang dapat larut dalam air dapat mengarah pada penyusutan
material yang dapat melemahkan beton.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Garam_%28kimia%29)