PRESENTASI KASUS
GASTRITIS KRONIK
Disusun oleh:
Hevi Eka Tarsum
1102009080
Pembimbing:
dr. Didiet Pratignyo, Sp.PD FINASIM
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
1 | P a g e
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Topik : Gastritis Kronik
Penyusun : Hevi Eka Tarsum
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Usia : 39 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Cibeber, Cilegon
No. CM : 703xxx
Pembiayaan : Umum
Tanggal Berobat : 26 Januari 2013
Ruangan : Nusa Indah RSUD Cilegon
II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 27 Januari 2013 di Ruang Nusa Indah RSUD
Cilegon pukul 06.30 WIB
Keluhan Utama :
Nyeri ulu hati sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD RSUD Cilegon dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 3 hari
SMRS, Nyeri dirasakan perih dan panas, nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri bertambah jika
pasien memakan makanan yang pedas, nyeri berkurang jika pasien meminum obat promaag
dari warung. Pasien mengaku sudah mulai merasakan nyeri seperti ini sejak 3 tahun yang
2 | P a g e
lalu. Mual mual diakui pasien, namun tidak muntah. Pasieng mengakui adanya jadwal makan
yang tidak teratur dan sering mengkonsumsi makanan pedas dan asam hingga saat ini. Buang
air kecil lancar, tidak nyeri, tidak berdarah dan berwarna kekuningan. BAB kurang lebih 1x/2
hari, tapi sebelumnya pasien mengakui BABnya memang tidak lancar. Pasien mengeluh 1
minggu yang lalu BAB berwarna kehitaman, namun tidak banyak dan saat ini sudah tidak
berwarna kehitaman. Pasien mengaku ketika masih muda sering minum jamu pelangsing
namun pasien lupa nama jamunya.
Pasien menyangkal adanya rasa panas di dada, adanya sesak dan batuk. Pasien
menyangkal adanya muntah darah atau batuk darah.
Pada tanggal 27 Januari 2014 pasien mengeluh masih merasa sakit seperti ditusuk-
tusuk di ulu hati menjalar ke perut bagian kiri, nafsu makan menurun disertai mual namun
tidak muntah. Pasien masih bisa berjalan ke kamar mandi.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Maag sejak 3 tahun yang lalu.
Hipertensi (-)
DM tipe 2 (-)
Alergi (-)
Asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.
Hipertensi (-)
DM tipe 2 (-)
Alergi (-)
Asma (-)
Anamnesis Sistem (tanggal 27 Januari 2014)
3 | P a g e
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-) menandakan
keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.
4 | P a g e
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma (-) Nyeri kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Sekret
(-) Radang (-) Gangguan penglihatan
(-) Sklera Ikterus (-) Penurunan ketajaman penglihatan
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran
(-) Kehilangan pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi (-) Gangguan pengecapan
(-) Selaput (-) Stomatitis
5 | P a g e
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan/ massa (-) Nyeri leher
Jantung/ Paru
(-) Nyeri dada (-) Sesak nafas
(-) Berdebar-debar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen (Lambung / Usus)
(-) Rasa kembung (-) Perut membesar
(+) Mual (-) Wasir
(-) Muntah (-) Mencret
(-) Muntah darah (-) Melena
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul
(+) Nyeri perut (-) Tinja berwarna ter
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Batu ginjal (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (-) Kencing seperti air teh
Katamenis
(-) Leukore (-) Perdarahan
6 | P a g e
(-) Lain-lain ( )
Otot dan Syaraf
(-) Anestesi (-) Sukar menggigit
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo/hiper-estesi
(-) Kejang (-) Pingsan / syncope
(-) Afasia (-) Kedutan (tick)
(-) Amnesis (-) Pusing (Vertigo)
(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (+) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis
III.Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 27 Januari pukul 07.00 WIB
VITAL SIGNS:
- Kesadaran : Compos mentis
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
(TD di IGD tgl 26 Januari 2014: 120/80 mmHg)
- Nadi : 80 kali/menit, reguler
- Respirasi : 20x kali/menit
- Suhu : 36,50C
STATUS GENERALIS:
- Kulit : Berwarna coklat muda, tidak terdapat kelainan warna kulit, tidak ikterik, suhu
normal, dan turgor kulit baik.
- Kepala : Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah lemah.
7 | P a g e
- Rambut : Berwana hitam, lurus dan lebat.
- Mata : Tidak exopthalmus, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat
dan isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik.
- Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret, dan
tidak hiperemis.
- Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada
tanda radang, membran timpani intak.
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligi lengkap, gusi tidak hipertropi, lidah tidak
kotor, mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.
- Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,
subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital, sternokleido-mastoideus,
dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea tidak deviasi,
dan Jugular Venous Pressure bernilai 5 + 2 cm H2O.
- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan perbandingan transversal : antero posterior =
2:1, tidak ditemukan kelainan kulit, tidak terlihat adanya massa.
- Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan
dinamis, tidak terdapat retraksi dan pelebaran sela iga.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi,
fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di 2cm lateral ICS IV linea midklavikula sinistra, dan
tidak terdapat thrill
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea para sternalis dextra, batas jantung
kiri pada ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, tidak terdapat murmur dan gallop
- Abdomen
8 | P a g e
Inspeksi : Tampak simetris, tidak terlihat massa, tidak terdapat pelebaran vena, tidak
tampak ada striae pada abdomen bawah.
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium.
Perkusi : suara sonor pada seluruh kuadran, tidak terdapat nyeri ketuk, shifting dullness
(-) Undulasi (-)
- Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
- Ekstremitas : akral hangat, edema (-), tidak ada deformitas, tidak ada krepitasi dan nyeri
tekan.
- Refleks fisiologis dan patologis : tidak dilakukan pemeriksaan.
IV. Pemeriksaan Penunjang
EKG (tanggal 26 Januari 2014)
9 | P a g e
Interpretasi :
- Sinus Ritme
- HR : 92 x/m
- Axis Normal
- Gel P Normal
- Tidak ditemukan Q patologis
- Segmen ST sejajar garis isoelektrik
- Gel T (+)
- Gel U (-)
Laboratorium
Tanggal 26 Januari 2014
Hb : 11,8 g/dl
Ht : 35, 3 %
Lekosit : 9830 /ml
Trombosit : 243.000 /ml
GDS : 101 mg/dl
USG Abdomen
10 | P a g e
Gaster : Dinding menebal dan irregular di culvatura mayor, lumen tidak melebar, parenkim
normal dan tidak tampak SOL
Kesan : Gastritis Kronis
IV. Diagnosis
Diagnosis Kerja : Gastritis Kronik
Dasar diagnosis Gastritis Kronik:
Anamnesis :
Pasien datang ke UGD RSUD Cilegon dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 1 minggu
SMRS, Nyeri dirasakan perih dan panas. Nyeri bertambah jika pasien memakan makanan
yang pedas, nyeri berkurang jika pasien meminum obat promaag dari warung. Pasien
mengaku sudah mulai merasakan nyeri seperti ini sejak 3 tahun yang lalu. Mual mual diakui
pasien, namun tidak muntah. Pasieng mengakui adanya jadwal makan yang tidak teratur dan
sering mengkonsumsi makanan pedas dan asam. Buang air kecil lancar, tidak nyeri, tidak
berdarah, tidak anyang-anyangan dan berwarna kekuningan. BAB kurang lebih 1x/2 hari,
tapi sebelumnya pasien mengakui bahwa BABnya memang tidak lancar. Pasien mengeluh 1
minggu yang lalu BAB berwarna kehitaman, namun tidak banyak dan saat ini sudah tidak
berwarna kehitaman. Pasien mengaku ketika masih muda sering minum jamu pelangsing
namun pasien lupa nama jamunya. Pasien menyangkal adanya rasa panas di dada, adanya
sesak dan batuk. Pasien menyangkal adanya muntah darah atau batuk darah.
Pada tanggal 27 Januari 2014 pasien mengeluh masih merasa sakit seperti ditusuk-
tusuk di ulu hati menjalar ke perut bagian kiri, nafsu makan menurun disertai mual namun
tidak muntah. Pasien masih bisa berjalan ke kamar mandi.
Pemeriksaan Fisik :
- Abdomen
Inspeksi : Tampak simetris, tidak terlihat massa, tidak terdapat pelebaran vena, tidak
tampak ada striae pada abdomen bawah.
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
11 | P a g e
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium.
Perkusi : suara sonor pada seluruh kuadran, tidak terdapat nyeri ketuk, shifting
dullness (-) Undulasi (-)
USG Abdomen
12 | P a g e
Gaster : Dinding menebal dan irregular di culvatura mayor, lumen tidak melebar, parenkim
normal dan tidak tampak SOL
Kesan : Gastritis Kronis
V. Diagnosa Banding
Irritable Bowel Syndrom
Sindroma Hepatobilier
VI. Anjuran Pemeriksaan
13 | P a g e
Endoskopi, SGOT, SGPT, bilirubin total, bilirubin indirek, bilirubin direk, Feses Lengkap.
VII.Terapi yang diberikan
- IVFD NaCl 20 tpm
- Ketorolac inj 3x1 amp
- Ceftriaxon inj 1x2 gr
- Ranitidin inj 2x1 amp
- Mucin syr 3xcth1
- Lansoprazole 2x1
IX. Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanactionam : ad bonam
X. Follow-up
27 Januari 2014 S/ : Perut masih terasa sakit seperti ditusuk-tusuk di ulu hati menjalar
hingga perut sebelah kiri, nafsu makan menurun, mual (+) namun
tidak muntah. BAB lunak, kekuningan, tidak berwarna kehitaman.
O/ : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD: 110/80, N: 72 x/menit, S: 37,2°C, RR: 22 x/menit
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/- SI -/-
THT : dbn
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/-
Abd : BU (+) normal, supel, nyeri tekan epigastrium (+)
Eks : Hangat, edema tungkai (-)
A/ : Dyspepsia
P/ : IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Ketorolac inj 3x1 ampul
Ranitidin inj 2x1 ampul
14 | P a g e
Ceftriaxone 1x2 gr drip NS100
Lansoprazole 2x1 tab
Musin 3x1 cth
28 Januari 2014 S/ : Badan masih terasa tidak enak, perut sebelah kiri terasa sakit,
kepala terasa sakit, BAB terakhir kemarin berwarna kekuningan,
mencret (-) BAK tidak ada keluhan.
O/ : KU : Sakit sedang, Kesadaran : Compos mentis
TD: 100/70, N: 84 x/menit, S: 36,8°C, RR: 22 x/menit
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/- SI -/-
THT : dbn
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/-
Abd : BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+)
Eks : Hangat, edema tungai -/-
A/ : Dyspepsia
P/ IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Ranitidin inj 2x1 ampul
Ceftriaxone 1x2 gr drip NS100
Lansoprazole 2x1 tab
Musin 3x1 cth
Alprazolam 1x0,5 mg
Rencana USG
29 Januari 2014 S/ : Badan sudah terasa membaik, perut sebelah kiri sakitnya sudah
mulai berkurang, BAB (+) pagi ini berwarna kekuningan, BAB
kehitaman (-) mencret (-) BAK tidak ada keluhan.
O/ : KU : Sakit sedang, Kesadaran : Compos mentis
TD: 100/70, N: 80 x/menit, S: 36,4°C, RR: 22 x/menit
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/- SI -/-
THT : dbn
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
15 | P a g e
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/-
Abd : BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+)
Eks : Hangat, edema tungai -/-
A/ : Gastritis Kronik
P/ : Rawat jalan
Kotrol poli penyakit dalam
Lansoprazole 2x1 tab
Musin 3x1 cth
16 | P a g e
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG1
Anatomi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah
diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai bentuk J, dan bila penuh, berbentuk
seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara anatomi
lambung terdiri dari :
a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum kardium
dan biasanya penuh terisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura
minor.
c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot tebal membentuk
spinter pilorus.
d. Kurvatura minor, terdapat disebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak
sampai pilorus.
17 | P a g e
e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteum
kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kanan sampai ke pilorus inferior.
Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana eosofagus bagian abdomen masuk ke
lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Lambung tersusun juga atas 4 lapisan , yakni :
a. Tunika Serosa (Lapisan luar)
Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke
hati membentuk omentum minus. omentum minus adalah tempat yang sering terjadi
penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyakit pankreatitis akut.
Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju organ lain disebut
ligamentum. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bagian bawah membentuk
omentum majus yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar.
b. Muskularis
Terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan longitudinal (bagian luar), lapisan sirkular
(bagian tengah), dan lapisan oblik (bagian dalam). Susunan serabut otot yang unik ini
memungkinkan berbagai macam kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan
menjadi partikel – partikel yang kecil, mengaduk, dan mencampur makanan tersebut
dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.
c. Submukosa
Tersusun atas areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dengan
lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak peristaltik. Lapisan ini
juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.
d. Mukosa
Tersusun atas lipatan – lipatan longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan
terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa kelenjar pada
lapisan ini, yakni :
a. Kelenjar kardia, berada di dekat orifisium kardia dan mensekresikan mucus.
18 | P a g e
b. Kelenjar fundus atau gastric,terletak di fundus dan pada hamper seluruh korpus
lambung. kelenjar gastri memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel parietal
menyekresikan HCl dan factor intrinsik. Factor intrinsik diperlukan untuk
absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan factor intrinsic akan
mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan
di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus.
Fisiologi Lambung1,2
Lambung melakukan beberapa fungsi. Fungsi terpenting adalah mrnyimpan makanan
yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan penyerapan optimal. Karena usus halus merupakan tempat utama
pencernaan dan penyerapan, lambung perlu menyimpan makanan dan menyalurkannya
sedikit demi sedikit ke duodenum dengan kecepatan yang tidak melebuhi kapasitas usus.
Fungsi kedua lambung adalah untuk mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan enzim-
enzim yang memulai pencernaan protein.
Terdapat empat aspek motilitas lambung:
1. Pengisian Lambung (gastic filling).
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang
hingga kapasitasnya mencapai sekitar 1 liter ketika makan. Hal ini terjadi karena terdapat
dua faktor, yaitu:
a. Plastisitas otot polos yang mengacu pada kemampuan otot polos mempertahankan
ketegangan konstan. Dengan demikian, pada saat serat-serat otot polos lambung
teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut akan melemas tanpa
menyebabkan peningkatan ketegangan otot.
b. Relaksasi reseptif lambung saat ia terisi. Di dalam lambung terdapat lipatan-lipatan
yang dikenal sebagai rugae. Selama makan, lipatan-lipatan tersebut mengecil dan
mendatar saat lambung sedikit demi sedikit melemas karena terisi. Relaksasi refleks
lambung sewaktu menerima makanan ini disebut relaksasi reseptif. Relaksasi ini
meningkatan kemampuan lambung untuk menambah volume sehingga makanan bisa
disimpan. Apabila kapasitas lebih dari 1 liter makanan yang masuk, lambung akan
teregang dan individu tersebut akan merasa tidak nyaman.
19 | P a g e
2. Penyimpanan Lambung
Sebagian sel otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang otonom dan
berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah
fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang
menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sfingter pilorus dengan kecepatan tiga
kali per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut yaitu irama listrik dasar atau
BER (basic electical rhythm) lambung, berlangsung secara terus-menerus dan mungkin
disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Bergantung pada tingkat
eksitabilitas otot polos, BER dapat dibawa ke ambang oleh aliran arus dan mengalami
potensial aksi yang kemudian memulai kontraksi otot yang dikenal sebagai gelombang
peristaltik. Gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan korpus lalu ke antrum
dan sfingter pilorus. Karena lapisan otot di fundus dan korpus tipis, kontraksi peristaltik
di kedua daerah tersebut melemah sedangkan di antrum memiliki gelombang yang lebih
kuat karena lapisan otot di antrum lebih tebal. Oleh karena itu, makanan yang masuk ke
lambung dari esofagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Makanan
secara bertahap disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran
makanan.
3. Pencampuran Lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur
dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum
mendorong kimus ke depan ke arah sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus
dalam keadaan normal menjaga sfingter hampir, tetapi tidak seluruhnya, tertutup rapat.
Lubang yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan lain lewat, tetapi terlalu kecil
untuk kimus yang kental lewat, kecuali apabila kimus terdorong oleh kontraksi
peristaltik yang kuat. Walaupun demikian, dari 30 ml kimus yang dapat ditampung oleh
antrum, hanya beberapa mililiter isi antrum yang terdorong ke duodenum setiap gerakan
peristaltik. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik
sudah mencapai sfingter pilorus dan menyebabkan sfingter tersebut berkontraksi lebih
kuat sehingga aliran kimus ke duodenum terhambat. Bagian terbesar kimus antrum yang
20 | P a g e
terdorong ke depan, tetapi tidak dapt didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba
berhenti pada sfingter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk
didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik baru datang.
Gerakan maju mundur tersebut disebut retropulsi, menyebabkan kimus tercampur
merata di antrum.
4. Pengosongan Lambung
Kontraksi peristaltik antrum, selain menyebabkan pencampuran lambung, juga
menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Pengosongan lambung
diatur oleh faktor lambung (jumlah kimus dalam lambung dan derajat keenceran dari
kimus dan faktor dudenum (lemak, asam, hipertonisitas, dan peregangan). Semakin
tinggi eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan potensial aksi, semakin besar
aktivitas di antrum, dan semakin cepat pengosongan lambung.
Getah Cerna Lambung
HCl : untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, sebagai disinfektan,
serta merangsang pengeluaran sekretin dan kolesistokinin pada usus halus.
Lipase : memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Renin : mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI)
Pepsin : memecah putih telur menjadi asam amino ( albumin dan pepton).
Mukus : untuk melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.
Pengaturan Sekresi Lambung
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastric, dan intestinal.
a. Fase sefalik, sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung, yaitu akibat
melihat, mencium, dan memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai
seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang
menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebsi atau pusat nafsu makan. Impuls
eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan
kelenjar gastric terangsang untuk menyekresikan HCl, pepsinogen, dan menambah
21 | P a g e
mucus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang
berhubungan dengan makanan.
b. Fase gastric, dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi antrum juga dapat
menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-resptor pada dinding
lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medulla melalui aferen vagus dan kembali ke
lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pengeluaran hormone gastrin dan
secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas di antrum
dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang
sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh pH alkali, garam empedu di antrum, dan
terutama oleh protein makanan dan alcohol. Membrane sel parietal di fundus dan korpus
lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamine, dan asetilkolin, yang
merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat beraksi dan juga dapat
merangsang pelepasan histamine dari sel enterokromafin dari mukosa untuk sekresi
asam.
Fase sekresi gastric menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi total lambung setelah
makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang
berjumlah sekitar 2.000ml. fase gastric dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum
pylorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.
c. Fase intestinal, dimuali oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi
lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna
sebagian dalam duodenum merangsang pelepasan gastrin di usus, suatu hormone yang
menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung.
Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus
mienterikus, saraf simpatis, dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan
lambung. Adanya asam (pH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein
menyebabkan lepasnya beberapa hormone di usus. Sekretin, koleksitokinin, dan peptida
pengahambat gastric, semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
22 | P a g e
GASTRITIS
DEFINISI1
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau
lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada epigastrium, mual dan
muntah.
PATOFISIOLOGI1,3
Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif yang berperan
dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor-faktor tersebut yang berperan menimbulkan
lesi pada mukosa. Dalam keadaan normal, faktor defensif dapat mengatasi faktor agresif
sehingga tidak terjadi kerusakan atau kelainan patologi.
Tabel (1) : Faktor agresif dan protektif4
Faktor agresif Faktor defensif
Asam lambung
Pepsin
OAINS
Empedu
Infeksi virus
Infeksi bakteri H. pylori
Bahan korosif : asam dan basa kuat
Mukus
Bikarbonas mukosa
Prostaglandin mikrosirkulasi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam
lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti
inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol,
menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam
ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau
ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas.
23 | P a g e
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor
endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung,
pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan,
alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung,
misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat
melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif
meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting
baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel
epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam
bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama
yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai
mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang
merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang
atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung5.
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak
mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi kembali
asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa
lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa,
karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi
yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat
seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada
dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat
berikutnya perdarahan dan peritonitis6.
Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan
mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan (gastritis atropik).
Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan
timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk
karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus
peptikum (Suyono, 2001).
KLASIFIKASI
24 | P a g e
1. Gastritis Akut
Definisi
Proses peradangan mukosa akut, biasanya bersifat transien.
Peradangan superficial akibat terpapar oleh zat iritant seperti alcohol, aspirin, steroid,
asam empedu atau terinfeksi oleh Helicobacter Pylori.
Peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa
lambung dan setelah terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung.
Klasifikasi
a. Gastritis stress akut
yaitu disebabkan akibat pembedahan besar, luka, trauma, luka bakar atau infeksi berat
yang menyebabkan gastritis serta perdarahan pada lambung.
b. Gastritis erosife hemoragik difus
Biasanya terjadi pada peminum berat dan pengguna aspirin, dan dapat menyebabkan
perlunya reseksi lambung. Penyakit yang serius ini akan dianggap sebagai ulkus akibat
stress, karena keduanya memiliki banyak persamaan.
Etiologi
- Kesembronoan diit, misalnya: makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan yang
terlalu banyak bumbu, atau makanan yang terinfeksi
- Alkohol
- Aspirin
- Refluks empedu
- Terapi radiasi
- Gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat atau alkali, yang dapat
menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi
Manifestasi Klinis
1. Dapat terjadi ulserasi superficial dan mengarah pada hemoragi
2. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan anoreksia.
Mungkin terjadi muntah dan cegukan
25 | P a g e
3. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik
4. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi
malah mencapai usus
5. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun napsu makan mungkin akan
hilang selama 2 sampai 3 hari
2. Gastritis Kronis
Definisi
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun.
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri
Helicobacter pylori.
Etiologi
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa
lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan
terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan
sel chief hilang maka produksi HCL, Pepsin dan fungsi intrinsik lainnya akan menurun dan
dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa
terjadi perdarahan serta formasi ulser.
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis
pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme
pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan
sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga
berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltic tetapi karena
sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa
nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga
akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini
akan menimbulkan perdarahan4.
a. Gastritis tipe A:
26 | P a g e
- Dihubungkan dengan penyakit autoimun, misalnya anemia pernisiosa.
b. Gastritis tipe B:
- Dihubungkan dengan bakteri Helicobacter pylori.
- Faktor diet, seperti minum panas dan pedas.
- Penggunaan obat
- Alkohol
- Merokok
- Refluks isi usus ke lambung
Manifestasi klinis
- Bervariasi dan tidak jelas
- Perasaan penuh, anoreksia
- Distress epigastrik yang tidak nyata
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Nyeri epigastrium setelah makan
- Rasa pahit pada mulut
Klasifikasi
Klasifikasi gastritis kronis berdasarkan :
1. Gambaran histopatology
- Gastritis kronik superficial
- Gastritis kronik atropik
- Atrofi lambung
- Metaplasia intestinal
- Perubahan histology kalenjar mukosa lambung menjadi kalenjar-kalenjar
- mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.
2. Distribusi anatomi
- Gastritis kronis korpus ( gastritis tipe A).
27 | P a g e
Sering dihubungkan dengan proses autoimun dan berlanjut menjadi anemia pernisiosa
karena terjadi gangguan absorpsi vitamin B12 dimana gangguan absorpsi tersebut
disebabkan oleh kerusakan sel parietal yang menyebabkan sekresi asam lambung
menurun.
- Gastritis kronik antrum (gastritis tipe B)
Paling sering dijumpai dan berhubungan dengan kuman Helicobacter pylori.
- Gastritis tipe AB
Anatominya menyebar ke seluruh gaster dan penyebarannya meningkat seiring
bertambahnya usia.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran endoskopi dan histopatologi. Gambaran
endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion,
perdarahan, endematous rugae. Perubahan-perubahan histopatologi selain menggambarkan
perubahan morfologi sering juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya
otoimun atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa
degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel
limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal.
Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman H. pylori.
Untuk Gastritis akut, ada 3 cara dalam menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis,
gambaran lesi mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan tepi rata
pada endoskopi, dan gambaran radiologi (atrofi; mukosa yg menipis, hipertrofi; mukosa kasar
bisa disertai dengan hipersekresi, foto 3 lapis)3,5.
Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung. Perlu pula dilakukan
kultur untuk membuktikan adanya infeksi H. pylori apalagi jika ditemukan ulkus baik pada
lambung ataupun pada duodenum mengingat angka kejadianya cukup tinggi yakni 100 %.
Pemeriksaan penunjang :
28 | P a g e
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap ( bila ditemukan leukositosis terdapat tanda
infeksi)
2. Radiologis : gambaran atrofi/hipertrofi mukosa gaster , foto 3 lapis khas untuk gastritis
(dengan kontras ganda)
3. Endoskopi : lokasi terbanyak kelainan di lambung ialah sekitar angulus, antrum, dan
prepilorus.
4. Gastroskopi : untuk melihat mukosa lambung, misalnya warna, licin tidaknya mukosa
lambung, ada tidaknya kelainan, dimana letak kelainan ditemukan. (mulai dari fundus, korpus,
dinding anterior, dan posterior, kurvatura minor dan mayor, angulus, antrum, prepilorus, dan
pilorus)
4. pemeriksaan histopatologi
PENATALAKSANAAN6,7,8
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut
adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-
obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition
pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa sukralfat
dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko
tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat
menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida
dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan,
tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang
berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah
dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien
membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam
29 | P a g e
jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika
kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar absolut.
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai
sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan
yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik atau fundal) dan
tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila
terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory.
Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang
diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang
disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa
harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai7.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat, mengurangi
dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik
(seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan gastritis
tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12.
TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA
DIET. Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk diet yang
dilakukan, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada ulkus yang aktif
perlu dilakukan. Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering, lebih baik daripada
makan yang sekaligus kenyang.
Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/ pepsin, makanan
yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang dapat mengganggu pertahanan
mukosa gastroduodenal. Beberapa peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak
merangsang dan diet seimbang.
Merokok menghalangi penyembuhan ulkus, menghambat sekresi bikarbonat pankreas,
menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks dudenogastrik akibat
relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus. Merokok
sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi dapat memperlambat
pemyembuhan luka serta meningkatkan angka kematian karena efek peningkatan
kekambuhan penyakit saluran pernafasan dan penyakit jantung koroner.
30 | P a g e
Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang asam, coca-
cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik tetapi dapat menambah sekresi
asam lambung dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan luka dan sebaiknya
jangan diminum sewaktu perut kosong.
OBAT-OBATAN. OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara parenteral
(supositorik dan injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan dosis OAINS
diturunkan atau dikombinasikan dengan ARH2/PPI/misoprostrol. Pada saat ini sudah
tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang
menimbulkan keluhan perut. Agen inhibitor COX-2 selektif dibedakan menurut
susunan sulfa (rofecoxib, etoricoxib) dan sulfonamida (celecoxib, valdecoxib).
Penggunaan parasetamol atau kodein sebagai analgesik dapat dipertimbangkan
pemakaiannya.
TERAPI MEDIKAMENTOSA
ANTASIDA. Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering
digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Preparat yang
mengandung magnesium tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan
hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium menyebabkan
konstipasi dan neurotoksik tapi bila dikombinasi dapat menghilangkan efek samping.
Dosis anjuran 4 x 1 tablet, 4 x 30 cc.
KOLOID BISMUTH (COLOID BISMUTH SUBSITRAT/CBS DAN BISMUTH
SUBSALISILAT/BSS). Mekanisme belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh
asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG, bikarbonat,
mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS neuro toksik.
Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2 serta adanya efek
bakterisidal terhadap Helicobacter pylori sehingga kemungkinan relaps berkurang.
Dosis anjuran 2x2 tablet sehari dengan efek samping berupa tinja berwarna kehitaman
sehingga menimbulkan keraguan dengan perdarahan.
31 | P a g e
SUKRALFAT. Suatu kompleks garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti dengan
aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan
kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein
membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi ulkus dari
pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin,
menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan
perbaikan mukosal. Dosis anjuran 4x1 gr sehari.
PROSTAGLANDIN. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung
menambah sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa serta
pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang kuat
dibandingkan dengan ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya ulkus
lambung pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis anjuran 4x200 mg atau 2x400
mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan
kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjuran pada orang hamil dan yang
menginginkan kehamilan.
ANTAGONIS RESEPTOR H2/ARH2. (Cimetidin, Ranitidine, Famotidine,
Nizatidine), struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek
histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan sekresi
asam post prandial dan nokturnal, yaitu sekresi nokturnal lebih dominan dalam rangka
penyembuhan dan kekambuhan ulkus.
Dosis terapeutik :
Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidine : 1x300 mg malam hari
Famotidin : 1x40 mg malam hari
Roksatidin : 2x75 mg atau 150 mg malam hari
32 | P a g e
Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam dalam potensi
yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih besar dari famotidin karena dosis
terapeutik lebih besar.
PROTON PUMP INHIBITOR/ PPI (Omeprazol, Lanzoprazol, pantoprazol,
Rabeprazol, Esomesoprazol). Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+
H+ ATPase yang akan memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi yang digunakan
untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan
pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi aktivitas faktor agresif pepsin
dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs regimen.
Dosis Terapetik :
Rabeprazole 2x 20 mg/ hari
Omeprazole 2x 20 mg/ hari
Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari
Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari
Pantoprazole 2x 40 mg/ hari
REGIMEN TERAPI HELICOBACTER PYLORI
Terapi Triple. Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama digunakan adalah:
bismuth, metronidazole, tetrasiklin. Regimen triple terapi (PPI 2x1, Amoxicillin
2x1000, klaritromisin 2x500, metronidazole 3x500, tetrasiklin 4x500) dan yang
banyak digunakan saat ini:
1. Proton pump inhibitor (PPI) 2x1 + Amoksisilin 2 x 1000 + Klaritromisin 2x500
2. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Claritromisin 2x500 (bila alergi penisilin)
3. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x 1000
4. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500 bila alergi terhadap
klaritromisin dan penisilin
Lama pengobatan eradikasi HP 1 minggu (esomesoprazol), 5 hari rabeprazole. Ada
anjuran lama pengobatan eradikasi 2 minggu, untuk kesembuhan ulkus, bisa
33 | P a g e
dilanjutkan pemberian PPI selama 3-4 minggu lagi. Keberhasilan eradikasi sebaiknya
di atas 90%. Efek samping triple terapi 20-30%.
Kegagalan pengobatan eradikasi biasanya karena timbulnya efek samping dan
compliance dan resisten kuman. Infeksi dalam waktu 6 bulan pasca eradikasi biasanya
suatu rekurensi denfan infeksi kuman lain.
Tujuan eradikasi HP adalah mengurangi keluhan/gejala, penyembuhan ulkus,
mencegah kekambuhan. Eradikasi selain dapat mencegah kekambuhan ulkus, juga
dapat mencegah perdarahan dan keganasan.
Terapi Quadripel. Jika gagal dengan terapi triple, maka dianjurkan memberikan
regimen terapi Quadripel yaitu: PPI 2x sehari, Bismuth subsalisilat 4x2 tab, MNZ
4x250, Tetrasiklin 4x500, bila bismuth tidak tersedia diganti dengan triple terapi. Bila
belum berhasil, dianjurkan kultur dan tes sensitivitas.
KOMPLIKASI
1. Gastritis akut
Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah hematemesis atau melema.
2. Gastritis kronis
Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena gangguan
absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa).
PENDIDIKAN KESEHATAN9
Makan dengan porsi sedikit tapi sering.
Jika pasien merasa lapar, jangan langsung minum – minuman yang mengandung kafein
seperti teh, tapi digantikan dengan air putih hangat.
Bila maag kambuh karena terlambat makan, jangan langsung makan – makanan berat
misalnya nasi, tapi digantikan dengan makanan ringan seperti crackers.
Makan secara benar, hindari makan – makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan
yang pedas dan asam
Makan dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
Mengunyah makanan sampai benar – benar lumat.
Minum air putih yang banyak atau dapat digantikan dengan minuman ber-ion.
34 | P a g e
Meminum obat sesuai dengan anjuran dokter.
Menjaga kebersihan lingkungan seperti alat – alat makan, tempat tidur,dll.
Hindari untuk meminum alkohol,karena alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan
mukosa dalam lambung serta dapat mengakibatkan peradangan dan perdarahan.
Hindari untuk merokok, karena dapat mengganggu kerja lapisan pelindung lambung.
Lakukan olahraga secara teratur, misalnya senam aerobik. Senam aerobik dapat
meningkatkan kecepatan jantung dan pernafasan juga dapat menstimulasi aktivitas otot
usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
Menghindari pemakaian aspirin saat merasa tidak enak badan, digantikan dengan istirahat
yang cukup.
Hindari pemakaian obat gabungan, untuk mengurangi efek negatif obat.
Hindari stress yang berlebihan.
Selalu memperhatikan pola makan pasien.
Membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya untuk mengurangi rasa stress.
Memperhatikan pemakaian obat dan efek sampingnya.
Prognosis
1. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari.
2. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis kronis tipe A.
3. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan saluran cerna dan gejala klinis yang
berulang.
35 | P a g e
Daftar Pustaka
1. Sylvia Price. 2005. Edisi 6 Vol 1 Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
2. Diane C. Baughman & Joann C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
3. LM, Wilson, Dkk.1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Jakarta :
EGC
4. Setiadi. 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu
5. Price, and Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
6. Hirlan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi Ketiga. Jakarta: EGC.
7. Del John. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Kasper DL, Braunwald E, et al
(eds). Harrison’s principles of internal medicine 16th editions. United States: McGraw-
Hill Companies; 2005. p. 1746- 56.
8. Keshav Satish. The gastrointestinal system at a glance 1st ed. British: Blackwell Science
Ltd; 2004. p. 20-3; 72-3..
9. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 1996.
Hal. 551- 2; 556-9.
36 | P a g e