BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Epilepsi atau penyakit ayan dikenal sebagai satu penyakit tertua di dunia (2000 tahun
SM). Penyakit ini cukup sering dijumpai dan bersifat menahun. Penderita akan menderita
selama bertahun-tahun. Sekitar 0,5 – 1 % dari penduduk adalah penderita epilepsy
(Lumbantobing, 1998).
Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi daripada lepas muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala terganggunya fungsi otak.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh factor fisiologi, biokimiawi, anatomis atau gabungan
factor tersebut. Tiap – tiap penyakit atau kelaian yang dapat menganggu fungsi otak, dapat
menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Dengan demikian dapatlah difahami bahwa
bangkitan kejang dapat disebabkan oleh banyak macam penyakit atau kelainan diantaranya
adalah trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, perdarahn otak, gangguan perdarahan otak,
hipoksia, tumor otak dan sebagainya. Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik yang
relative sering terjadi.
Epilepsy merupkan suatu gangguan fungsionalkronik dan banyak jenisnya dan ditandai
oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan Kejang merupakan gejala atau manieftasi
utama epilepsy dapat diakibatkan kelainan fungsional. Serangan tersebut tidak terlalu lam,
tidak terkontrol serta timbul secara episodic. Serangan ini mengganggu kelangsungan
kegiatan yang sedang dikerjakan pasien pada saat itu. Serangan ini berkaitan dengan
pengeluaran implus neuron serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak
yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau
kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta
bersifat episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering terjadi pada
pederita epilepsi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik
dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat
seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus
1
mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131
orang mengidap epilepsi. Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua
bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggidibandingkan
pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika
Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5
juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World
Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi
(2004 Epilepsy.com)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Seizures / epilepsi?
2. Bagaimana etiologi Seizures / epilepsi?
3. Bagaimana Seizures / epilepsi?
4. BagaimanaPemeriksaanpenunjangdanKomplikasi yang dapat terjadi?
1.3 Tujuan
1. Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan
gangguan sistem persyarapan epilepsia
2. Khusus
a. Agar mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pengertian dari epilepsia
b. Agar mahasiswa mampu menjelaskan etiologi epilepsia
c. Agar mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi pada epilepsia
d. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pathway epilepsia
e. Agar mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis epilepsia
f. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada epilepsia
g. Agar mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pada epilepsia
h. Agar mahasiswa mampu melakukan tindakan pengkajian gawat darurat pada klien
dengan epilepsia
i. Agar mahasiswa mampu melakukan intervensi pada klien dengan epilepsia
2
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah penulis lebih memahami proses terjadinya
epilepsia penyebab, klasifikasi, tanda gejala sampai Tindakan yang tepat sesuai dengan
keadaan klien dan rasional sesuaidengan fakta yang ada. Selain itu diharapkan dengan
adanya makalah ini dapat membantu sbb :
1. Bagi institusi
Diharapkan dapat menambah konsep-konsep teori keperawatan di Stikes Yarsi
Mataram demi meningkatkan mutu dan kualitas.
2. Bagi perawat dan tenaga medis
Makalah ini bisa sebagai acuan dalam melakukan peraktek pada rumah sakit
supaya hasilnya sesuai dengan harapan.
3. Bagi masyarakat
Dengan adanya makalah ini masyarakat dapat mengetahui penyakit epilepsia
4. Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pembanding oleh
mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.
\
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Seizures (Epilepsi)
Seizures / Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan
involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan
fisik. Bangkitan epilepsy adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai gejala klinis,
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak secara berlebihan dan
berkala tetapi reversible dengan berbagai etiologi (Tjahjadi, dkk, 1996).
Pengkajian kondisi/kesan umum Epilepsi adalah kompleks gejala dari beberapa
kelainan fungsi otak yang ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat
berkaitan dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus atau
gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan persepsi (Brunner dan
suddarth, 2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan
suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang besifat sementara. Istilah
epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu
bentuk kejang berulang (Hudak dan Gallo, 1996).
2.2 Etiologi (Penyebab)
a) Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi
pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
4
6. kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007)
b. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri :
1. Trauma Lahir
2. Trauma Kepala (5-50%)
3. Tumor Otak
4. Stroke
5. Cerebral Edema (bekuan darah pada otak)
6. Hypoxia
7. Keracunan
8. Gangguan Metabolik
9. Infeksi. (Meningitis)
c. Penyebab spesifik epilepsi :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan
obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol,
atau mengalami cidera
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke
otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-anak.
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak, yaitu encephalitis dan meningitis.
Organ-organ dari CNS (otak dan medulla spinalis) dilapisi oleh tiga lapisan jaringan
konektifyang disebut dengan meningen dan berisikan pia meter, arachnoid, dan
durameter. Meningen ini membantu menjaga aliran darah dan cairan cerebrospinal.
Struktur-struktur ini merupakn yang dapat terjadi meningitis, inflamasi meningitis, dan
jika terjadi keparahan maka dapat menjadi encephalitis, dan inflamasi otak.
7. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
8. Kecerendungan timbulnya epilepsy yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena
ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.
5
9. Gangguan mekanisme biologis : abnormalitas dalam otak yang menyebabkan sejumlah
sel-sel syaraf dan kortex serebral menjadi aktif secara serempak, memancarkan secara
tiba-tiba, dan peledakan yang berlebihan dari energy elektrikal. Hal ini meliputi kerja
dari kanal-kanal ion dan neurotransmitter (Gamma aminobutyric acid (GABA),
Serotonin, Acetylcholine ).
2.3 Manifestasi Klinis
a. Kejang Parsial Sederhana
Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut yang bergergerak tak terkontrol;
bicara tidak dapat dimengerti; mungkin pening; dapat mengalami perubahan penglihatan,
suara, bau atau pengecapan yang tak lazim atau tak menyenangkan.
b. Kejang Parsial Kompleks
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis tetapi tidak
bertujuan; dapat mengalami perubahan emosi, ketakutan, marah, kegirangan, atau peka
rangsang yang berlebihan; tidak mengingat periode tersebut ketika sudah berlalu.
c. Kejang Umum (kejang grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh diikuti
dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi (kontraksi tonik klonik
umum)
2.4 Komplikasi
a. Dampak pada anak-anak
1. Long-Term General Effects. Secara umum untuk efek jangka lama dari kejang sangat
bergantung pada penyebabnya. Anak-anak yang mengalami epoilepsi akan berdampak
terhadap kondisi yang spesifik (contohnya injuri kepala dan gangguan syaraf)
mempunyai mortalitas lebih tinggi dari pada populsi normal.
2. Effect on Memory and Learning. Secara umum anak-anak yang mengalami kejang
akan lebih berdampak pada perluasan gangguan otak dan akan terjadi keburukan.
6
Anak dengan kejang yag tidak terkontrol merupakan faktor resiko terjadinya
kemunduran intelektual.
3. Social and Behavioral Consequences. Gangguan pengetahuan dan bahasa, dan emosi
serta gangguan tingkahlaku, terjadi pada sejumlah anak dengan beberapa sindrom
epilepsy parsial. Anak-anak tersebut biasanya berpenapilan denagn sikap yang burk
dibandingkan dengan anak-anak lainnya.
b. Dampak pada dewasa
1. Effect on Mental Functioning in Adults. Dampak dari epilepsy dewasa adalah pada
fungsi mental yang tidak benar.
2. Psychological Health. Kira-kira 25-75% orang dewasa dengan epilepsy menunjukan
tanda-tanda depresi. Orang dengan epilepsi mempunyai resiko tinggi untuk bunuh diri,
setelah 6 bulan didiagnosa. Resiko bunuh diri terbesar diantara orang-orang yang
terkena epilepsy dan mengarah pada kondisi psikiatrik seperti depresi, gangguan
ansietas, skizoprenia, dan penggunaan alcohol kronik.
3. Overall Health. Beberapa pasien dengan epilepsi menggambarkan dirinya dengan
wajar atau buruk, orang dengan epilepsy juga melaporkan ambang nyeri yang lebih
besar, depresi dan ansietas, serta gangguan tidur.faktanya kesehatan mereka dapat
disamakan dengan orang dengan penyakit kronik, meiputi arthritis, masalah jantung,
diabetes, dan kanker.
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan dibuat
untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk
menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk mempertahankan klien dalam status
bebas kejang.
7
Pengobatan Farmakologis :
a. Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis tunggal.
b. Pengobatan anti konvulsan utama termasuk karbamazepin, primidon, fenitoin, fenobarbital,
etosuksimidin, dan valproate.
c. Lakukan pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan laboratorium untuk klien yang
mendapatkan obat yang diketahui mempunyai efek samping toksik.
d. Cegah terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang menyeluruh, perawatan gigi
teratur, dan masase gusi teratur untuk klien yang mendapatkan fenitoin (Dilantin).
Pembedahan
a. Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial, abses, kista, atau
anomaly vaskuler.
b. Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik dilakukan untuk kejang yang
berasal dari area otak yang terkelilingi dengan baik yang dapat dieksisi tanpa
menghasilkan kelainan neurologis yang signifikan.
8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keadaan Umum
Pada kasus epilepsia terjadi pelepasan aliran listrik yang berlebihan disel neuron
saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, sehingga pada pengkajian
gawat darurat kondisi umum klien tergolong sakit berat. sakit berat.
b. Penggolongan sesuai Triage
Epilepsi merupakan manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter,
fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom, sehingga dapat menyebabkan
kematian apabila terlambat mendapatkan pertolongan. Oleh karena itu epilepsi termasuk
ke dalam P1 (urgent).
c. Pengkajian kesadara
Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental pasien dengan
berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien. Perhatikan respon pasien. Bila
terjadi penurunan kesadaran, lakukan pengkajian selanjutnya.
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
1. Alert (sadar lingkungan) Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap lingkungan
sekelilingnya karena kondsi klien tidak sadar.
2. Respon velbal (menjawab pertanyaan) Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap
pertanyaan perawat atau tim medis lainnya saat melakukan pengkajian.
3. Tidak berespon (U) Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap stimulus verbal dan
nyeri ketika dicubit dan ditepuk wajahnya, karena klien tidak sadar.
d. Primery survey
a. Airway ( jalan nafas ) : Adanya sumbatan jalan nafas sehingga menyebabkan klien sulit
bernafas.
Tindakan yang dilakukan :
1.Semua pakaian ketat dibuka
9
2.Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3.Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
4.Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. 5) Observasi
TTV setiap 5 menit
Evaluasi :
1. Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
2. Jalan nafas bersih dari sumbatan
3. RR dalam batas normal
4. Suara nafas vesikuler
Breathing (pola nafas)
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi mukus, dan
kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post iktal, klien mengalami apneu, Na
meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang
akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
1. Mengatasi kejang secepat mungkin Diberikan antikonvulsan secara intravena jika
klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat
kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah
15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama
tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga
berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
2. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :
1. RR dalam batas normal
2. Tidak terjadi asfiksia
3. Tidak terjadi hypoxia
Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan penurunan tekanan darah, sehingga
terjadi gangguan pertukatan O2 dan CO2 dalam darah yang menyebabkan akral dingin,
10
sianosis, dan klien biasanya dalam keadaan tidak sadar.
Tindakan yang dilakukan :
1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agarjalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
5. Observasi TTV setiap 5 menit
Evaluasi :
1. Tidak terjadi gangguan peredaran darah
2. Tidak terjadi hypoxia
3. Tidak terjadi kejang
4. RR dalam batas normal
Secondary survey
1. Riwayat pasien
a. S (sign and symptom) : Terjadi kejang yang berulang, klien tidak sadar dengan
lingkungan.
b. A (allergies) : kaji apakah pasien ada riwayat alergi.
c. M (Medication) : kaji riwayat pengobatanya pasien.
d. P (Pentinant past medical histori) : kaji riwayat penyakit dahulu pasien.
e. L (Last oral intake solid liquid) : kaji kejadian sebelumnya.
f. E (Event leading to injuri ilmes)
2. TTV
a. Tekanan darah : tekanan darah pada pasien gigitan binatang cenderung mengalami
penurunan dibawah 100/80 mmHg
b. Irama dengan kekuatan nadi meningkat
c. Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan : klien dengan epilepsi
mengalami pernapasan yang tidak teratur, akral dingin, terjadi sianosis, apneu.
d. Suhu tubuh klien menurun < 36 ºC, N : 110-120 kali/menit.
11
Tindakan yang dilakukan:
rujuk ke fasilitas kesehatan sesuai triage
Evaluasi
evaluasi keadaan umum pasien, pantau keadaan pasien setiap 15 menit atau sesuai
indikasi.
Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
b. Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
c. Ekstermitas
Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas, perubahan tonus
otot, gerakan involunter/kontraksi otot, akral dingin, sianosis.
d. Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal terjadi
inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
e. Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan aktivitas
kejang, kerusakan jaringan lunak
12
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : keluarga klien
mengeluh kelien sulit
bernafas
DO:
Klien nampak sesak
Klen biasanya
menggunakan otot bantu
napas
R : 30-35 kali/menit
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi adalah:
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan
sekresi mucus
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif pertukaran O2 dan C02
dalam darah.
3. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang atau
kerusakan perlindungan diri.
4. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan dengan
kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang perubahan
gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit berhubungan dengan
kurangnya informas
13
Intervensi
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan
sekresi mucus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan pola nafas klien efektif
Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernapasan efektif dengan jalan napas paten.
Intervensi Rasional
Anjurkan klien untuk mengosongkan
mulut dari benda/zat tertentu/gigi palsu
atau alat lainnya jika fase aura terjadi dan
untuk menghindari rahang mengatup jika
kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal
Letakkan klien pada posisi miring,
permukaan datar, miringkan kepala
selama serangan kejang
Tanggalkan pakaian pada daerah leher,
dada, dan abdomen
Masukkan spatel lidah/ jalan napas buatan
atau gulungan benda lunak sesuai indikasi
Berikan tambahan oksigen/ ventilasi
manual sesuai kebutuhan pada fase
posiktal
Siapkan/bantu melakukan intubasi jika
ada indikasi
Menurunkan resiko aspirasi atau
masuknya benda asing ke faring
Meningkatkan aliran (drainase) secret,
mencegah lidah jatuh sehingga
menyumbat jalan napas
Untuk memfasilitasi usaha bernapas
Mencegah tergigitnya lidah dan
memfasilitasi saat melakukan
penghisapan lender. Jalan napas buatan
mungkin diindikasikan setelah
meredanya aktivitas kejang jika pasien
tersebut tidak sadar dan tidak dapat
mempertahankan posisi lidah yang aman
Dapat menurunkan hipoksia serebral
sebagai akobat dari sirkulasi yang
menurun atau oksigen sekunder terhadap
spasme vaskuler selama serangan kejang
Munculnya apneu yang berkepanjangan
14
pada fase posiktal membutuhkan
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif pertukaran O2 dan C02
dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan perfusi jaringan lebih efektif
Kriteria Hasil : akral tidak dingin, tidak terjadi sianosis pada jaringan perifer.
Intervensi Rasional
Atur posisi kepala dan leher untuk
mendukung airway (jaw thrust).
Jangan memutar atau menarik leher
ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan
intubasi nasofaring
Atur suhu ruangan
Tinggikan ekstremitas bawah
Gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala,
meletakkan papan di bawah tulang
belakang.
Pantau adanya ketidakadekuatan
perfusi :
Peningkatan rasa nyeri
Kapilari refill . 2 detik
Kulit : dingin dan pucat
Penurunanan output urine
Pantau GCS
Untuk mempertahankan ABC
dan mencegah terjadi obstruksi
jalan napas
Untuk menurunkan keparahan
dari poikilothermy.
Meningkatkan aliran balik vena
ke jantung.
Stabilisasi tulang servikal
Sediakan oksigen dengan nasal
canul untuk mengatasi hipoksia.
Menunjukkan adanya
ketidakadekuatan perfusi
15
Awasi pemeriksaan AGD
jaringan. Penurunan perfusi
terutama di otak dapat
mengakibatkan penurunan
tingkat kesadaran
Penurunan perfusi jaringan
dapat menimbulkan infark
terhadap organ jaringan
c. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang atau
kerusakan perlindungan diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan kejang berkurang dan
kesadaran meningkat
Kriteria Hasil : Mengurangi resiko injuri pada pasien
Intervensi Rasional
Kaji karakteristik kejang
Jauhkan pasien dari benda benda tajam /
membahayakan bagi pasien
Masukkan spatel lidah/jalan napas
buatan atau gulungan benda lunak sesuai
indikasi
Kolaborasi dalam pemberian obat anti
kejang
Untuk mngetahui seberapa besar
tingkatan kejang yang dialami pasien
sehingga pemberian intervensi berjalan
lebih baik
Benda tajam dapat melukai dan
mencederai fisik pasien
Dengan meletakkan spatel lidah diantara
rahang atas dan rahang bawah, maka
resiko pasien menggigit lidahnya tidak
terjadi dan jalan nafas pasien menjadi
lebih lancer
Obat anti kejang dapat mengurangi
derajat kejang yang dialami pasien,
sehingga resiko untuk cidera pun
berkurang
16
d. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan dengan
kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang perubahan gaya
hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan klien
menerima keadaannya.
Kriteria Hasil : Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi
negative pada diri sendiri
Intervensi Rasional
Diskusikan perasaan pasien mengenai
diagnostic, persepsi diri terrhadap
penanganan yang dilakukannya.
Anjurkan untuk mengungkapkan/
mengekspresikan perasaannya
Identifikasi/antisipasi kemungkinan reaksi
orang pada keadaan penyakitnya.
Anjurkan klien untuk tidak merahasiakan
masalahnya
Tentukan sikap/kecakapan orang terdekat.
Bantu menyadari perasaan tersebut adalah
normal, sedangkan merasa bersalah dan
menyalahkan diri sendiri tidak ada
gunanya
Reaksi yang ada bervariasi diantara
individu dan pengetahuan/ pengalaman
awal dengan keadaan penyakitnya akan
mempengaruhi penerimaan
Adanya keluhan merasa takut, marah
dan sangat memperhatikan tentang
implikasinya di masaa yang akan datang
dapat mempengaruhi pasien untuk
menerima keadaanya
Memberikan kesempatan untuk berespon
pada proses pemecahan masalah dan
memberikan tindakan control terhadap
situasi yang dihadapi
Pandangan negative dari orang terdekat
dapat berpengaruh terhadap perasaan
kemampuan/ harga diri klien dan
mengurangi dukungan yang diterima
dari orang terdekat tersebut yang
mempunyai resiko membatasi
penanganan yang optimal
Ansietas dari pemberi asuhan adalah
menjalar dan bila sampai pada pasien
17
Tekankan pentingnya orang terdekat untuk
tetap dalam keadaan tenang selama kejan
dapat meningkatkan persepsi negative
terhadap keadaan lingkungan/diri sendiri
e. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit berhubungan dengan
kurangnya informas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan keluarga mengerti
keadaan klien.
Kriteria Hasil : Pengetahuan keluarga meningkat, keluarga mengerti dengan proses
penyakit epilepsy, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan
kondisi klien.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
Jelaskan pada keluarga klien tentang
penyakit kejang demam melalui
penyuluhan
Beri kesempatan pada keluarga untuk
menanyakan hal yang belum
dimengerti.
Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
pada klien.
pendidikan merupakan salah satu faktor
penentu tingkat pengetahuan seseorang
untuk mengetahui seberapa jauh
informasi yang telah mereka
ketahui,sehingga pengetahuan yang
nantinya akan diberikan dapat sesuai
dengan kebutuhan keluarga
untuk meningkatkan pengetahuan
untuk mengetahui seberapa jauh
informasi yang sudah dipahami
agar keluarga dapat memberikan
penanngan yang tepat jika suatuwaktu
klien mengalami kejang berikutnnya.
Implementasi
Sesuai Intervensi
18
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan
berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat
mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat
singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak
lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna
narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin
mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan
terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.
Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process
kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena
genetik, tapi
epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik
abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.
Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan
masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang akan datang, diantaranya :
1. Bagi institusi
Dengan adanya makalah ini dapat menambah konsep-konsep teori keperawatan di
Stikes Yarsi Mataram demi meningkatkan mutu dan kualitas.
19
2. Bagi perawat dan tenaga medis Makalah ini bisa sebagai acuan dalam melakukan
peraktek pada rumah sakit supaya hasilnya sesuai dengan harapan.
3. Bagi masyarakat Dengan adanya makalah ini masyarakat dapat mengetahui penyakit
epilepsia
4. Bagi mahasiswa Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pembanding
oleh mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.
20