BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah
seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana
penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu
ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta anak bawah lima tahun. Salah satu
penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi
akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah
mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup
gawat.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 kejadian ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari
kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Hingga saat ini angka mortalitas
ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita
datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai faktor pendukung lainnya
seperti kurang gizi. Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak
tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya
angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi.
Salah satu penyakit ISPA adalah sinusitis. Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu
peradangan pada sinus paranasal. Sinusitisdiberi nama sesuai dengan sinus yang terkena.
Sinusitis selalu melibatkan mukosa pada hidung dan jarang terjadi tanpa disertai
dengan rhinitis maka sering juga disebut rhinosinusitis . Sinusitis menjadi masalah
kesehatan penting hampir di semua negara dan angka prevalensinya makin meningkat
tiap tahunnya. Sinusitis paling sering dijumpai dan termasuk 10 penyakit termahal karena
membutuhkan biaya pengobatan cukup besar. Kebanyakan penderita rhinosinusitis ini
1
adalah perempuan. Prevalensi sinusitis di Indonesia cukup tinggi. Hasil penelitian tahun
1996 dari sub bagian Rinologi Departemen THT FKUI-RSCM, dari 496 pasien rawat
jalan ditemukan 50 persen penderita sinusitis kronik. Pada tahun 1999, penelitian yang
dilakukan bagian THT FKUI-RSCM bekerja sama dengan Ilmu Kesehatan Anak,
menjumpai prevalensi sinusitis akut pada penderita Infeksi Saluran Nafas Atas (ISNA)
sebesar 25 persen. Angka tersebut lebih besar dibandingkan data di negara-negara lain.
B. Kasus
Anak Budi, laki-laki 12 tahun, datang ke RS dibawa oleh bapaknya dengan keluhan
hidung tersumbat bergantian dan keluar cairan sejak 1 bulan SMRS. Cairan berwarna
putih dan berbau. 2 minggu SMRS pasien berobat ke dokter dan diberiantibiotik namun
keluhan tidak menghilang. Pada pemeriksaan fisik tanda vital dan status generalis dalam
batas normal. Pada status lokalis hidung didapatkan konka inferior hiperemis -/+,
hipertrofi -/+, mukosa hiperemis -/+, secret +/+. Status lokalis tenggorokan didapatkan
arkus faring tidak simetris, mukosa hiperemis, dinding faring hiperemis, uvula tidak
simetris. Status lokalis telinga dalam batas normal.
Diagnosa medis: Rhinosinusitis maksilaris akut kiri
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dikemukakan antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan ISPA dan Sinusitis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat diberikan pada anak yang menderita
sinusitis?
3. Apa saja treatment yang tepat dalam menangani kasus ISPA terutama sinusitis
pada anak?
D. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, tujuan yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk mengidentifikasi dan memahami tentang ISPA dan Sinusitis
2. Untuk mengidentifikasi dan memahami asuhan keperawatan yang tepat diberikan
pada anak yang menderita sinusitis.
2
3. Untuk mengidentifikasi treatment yang tepat dalam menangani kasus ISPA
terutama sinusitis pada anak.
E. Manfaat
1. Bagi penulis
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis dalam memahami
penyakit ISPA terutama sinusitis pada anak dan asuhan keperawatannya.
Melatih daya piker penulis dalam menyelesaikan suatu masalah.
2. Bagi pembaca
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan pembaca.
Meng-upgrade informasi terbaru mengenai upaya untuk mencegah dan
menangani penyakit ISPA terutama sinusitis pada anak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ISPA
Definisi ISPA
Menurut DepKes RI (1998) Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran
pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam
tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran
pernafasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah
infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Dengan demikian ISPA adalah infeksi
saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu
tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan atau
struktur yang berhubungan dengan saluran pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari
14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan berlansungya proses akut.
Menurut Corwin (2001), infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang disebabkan
oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis, radang tenggorokan, dan
laringitis.
Klasifikasi ISPA
Klasifikasi ISPA Berdasarkan Lokasi Anatomi
Berdasarkan lokasi anatomik ISPA digolongkan dalam dua golongan yaitu :
Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) dan Infeksi Saluran Pernafasan bawah
Akut (ISPbA).
1.Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) adalah infeksi yang menyerang
hidung sampai bagian faring seperti : pilek, sinusitis, otitis media (infeksi pada telinga
tengah), faringitis (infeksi pada tenggorokan). Infeksi saluran pernafasan atas
digolongkan ke dalam penyakit bukan pneumonia.
4
2. Infeksi Saluran pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPaA) adalah infeksi yang menyerang
mulai dari bagian epiglotis atau laring sanpai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan
organ saluran nafas, seperti : epiglotitis, laryngitis, laryngotrachetis, bronchitis,
bronchiolitis dan pneumonia.
Infectious Agent
Infectious ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Strepcococcus, Stafilococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, dan Corynebakterium. Virus penyebab ISPA
terbesar adalah virus pernafasan antara lain adalah group Mixovirus (Orthomyxovirus ;
sug group Influenza virus, Paramyxovirus ; sug group Para Influenza virus dan
Metamixovirus; sub group Rerpiratory sincytial virus/RS-virus), Adenovirus,
Picornavirus, Coronavirus, Mixoplasma, Herpesvirus. Jamur Penyebab ISPA antara lain
Aspergilus SP, Candida albicans, Histoplasma. Selain itu ISPA juga dapat disebabkan
oleh karena aspirasi : makanan, Asap kendaraan bermotor, BBM (Bahan Bakar Minyak)
biasanya minyak tanah, benda asing (biji-bijian).
Cara Penularan Penyakit ISPA
Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalaui udara. Jasad renik
yang berada di udara akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan
menimbulkan infeksi, penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan
mengandung bibit penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika jasad renik
bersal dari tubuh manusia maka umumnya dikeluarkan melalui sekresi saluran pernafasan
dapat berupa saliva dan sputum. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak
langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to hand
transmission).
Tanda dan Gejala ISPA
Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala
seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam.
5
1. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada
waktu berbicara atau menangis)
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 oC
2. Gejala dari ISPA Sedang
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a. Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur kurang
dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan kelompok umur 2
bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan
40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun.
b. Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer)
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)
3. Gejala dari ISPA Berat
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejal-gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a. Bibir atau kulit membiru
b. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun
c. Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas
e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Tenggorokan berwarna merah
6
Epidemiologi Penyakit ISPA
a. Distribusi dan Frekuensi Penyakit ISPA
Epidemiologi penyakit ISPA yaitu mempelajari frekuensi, distribusi penyakit ISPA
serta Faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya. Dalam distribusi penyakit
ISPA ada 3 ciri variabel yang dapat dilihat yaitu variabel orang (person), variabel tempat
(place), dan variabel waktu (time).
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya ahan tubuh anak
sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat.
Apabila di dalam satu rumah ada anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan
lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang masih lemah, proses penyebaran
penyakit menjadi lebih cepat. ISPA merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan
balita di Indonesia. Menurut para ahli hampir semua kematian ISPA pada bayi dan balita
umumya disebabkan oleh ISPA bawah. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi menyebabkan kecacatan
seperti otitis media yang merupakan penyebab ketulian sehingga dapat mengganggu
aktifitas belajar pada anak. Berdasarkan data SKRT 2001, menunjukkan bahwa proporsi
ISPA sebagai penyebab kematian bayi < 1 tahun adalah 27,6% sedangkan proporsi ISPA
sebagai penyebab kematian anak balita 22,68%.Hasil survei program P2ISPA di 12
propinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat) selama
kurun waktu 2000-2002 prevalensi ISPA terlihat berfluktuasi, tahun 2000 prevalensi
sebesar 30,1% (479.283 kasus), tahun 2001 prevalensi sebesar 22,6% (620.147 kasus)
dan tahun 2002 pervalensi menjadi 22,1% (532.742 kasus)
b. Menurut Tempat (place)
ISPA masih merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara
berkembang. Dalam satu tahun rata-rata seorang anak di pedesaan dapat terserang ISPA
tiga kali, sedangkan daerah perkotaan sampai enam kali.
7
Dari pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan ISPA di
kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat
kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada
di desa.
c. Menurut Waktu (time)
Berdasarkan Data SKRT (1986-2001), bahwa proporsi kematian karena ISPA di
Indonesia pada bayi dan balita menunjukkan penurunan dan peningkatan yaitu pada bayi
pada tahun 1986 dengan PMR 18,85%, tahun 1992 PMR 36,40%, tahun 1995 PMR
32,10% dan tahun 2001 PMR 27,60%. Sementara pada balita pada tahun 1986 PMR
22,80%, tahun 1992 PMR 18,20%, tahun 1995 PMR 38,80% dan tahun 2001 PMR
22,80%.
Determinan Penyakit ISPA
a. Faktor Agent (Bibit Penyakit)
Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara agent atau faktor
penyebab penyakit, manusia sebagai pejamu atau host dan faktor lingkungan yang
mendukung (environment). Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai trias penyebab
penyakit. Berat ringannya penyakit yang dialami amat ditentukan oleh sifat- sifat dari
mikroorganisme sebagai penyebab penyakit seperti : patogenitas, virulensi, antigenitas,
dan infektivitas.
Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) seperti Faringitis dan Tonsilitis akut
dapat disebabkan oleh karena infeksi virus, bakteri ataupun jamur. Setengah dari infeksi
ini disebabkan oleh virus yakni virus influenza, parainfluenza, adeno virus, respiratory
sincytial virus dan rhino virus.
b. Faktor Host (Pejamu)
- Umur
Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA. Oleh sebab
itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan
orang dewasa. Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan memberikan gambaran klinik
8
yang lebih berat dan jelek, hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan anak balita
umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal
proses kekebalan secara alamiah. Sedangkan orang dewasa sudah banyak terjadi
kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi yang terjadi
sebelumnya.
Hasil survei kesehatan Rumah tangga (SKRT) tahun 1992 menunjukkan
prevalensi ISPA untuk bayi 42,4% dan anak umur 1-4 tahun 40,6% sedangkan Case
Spesific Death Rate (CSDR) karena ISPA pada bayi 21% dan untuk anak 1-4 tahun 35%.
- Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan
berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko yang meningkatkan insiden
ISPA adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki.
Berdasarkan hasil penelitian Ruli Handayani Kota Palembang Tahun 2004,
dengan desain Prospectice Cohort Study berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan ada
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian gangguan saluran pernafasan diperoleh p
value = 0,089 dan diperoleh nilai Relative Risk (RR) 1,77 (CI 95% : 1,162-2,716) artinya
risiko anak laki-laki terkena gangguan saluran pernafasan sebesar 1,77 dibandingkan
dengan anak perempuan.
- Status Gizi
Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak adalah makanan dan
penyakit infeksi yang mungkin diderita oleh anak. Anak yang mendapat makanan baik
tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu
juga sebaliknya anak yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti
lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya. Gizi kurang menghambat reaksi
imunologis dan berhubungan dengan tingginya prevalensi dan beratnya penyakit
infeksi.Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk
terjadinya penyakit infeksi. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup
kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap infeksi. Jika keadaan gizi menjadi
buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh
mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu, setiap
9
bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan pertanda
awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi.
B. SINUSITIS
Definisi
Sinusitis adalah radang selaput permukaan sinus paranasal, sesuai dengan rongga
yang terkena sinusitis dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusistis frontal
dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut sebagai multisinusitis
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering
ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid.
Gejala klinis
Sinusitis diklasifikasikan menjadi tiga, yakni
Sinusitis akut : bila gejala berlangsung selama beberapa hari hingga 4 minggu.
Sinusitis subakut : bila gejala berlangsung selama 4 minggu hingga 3 bulan.
Sinusitis Kronis : bila gejala berlangsung lebih dari 3 bulan.
Beberapa gejala subjektif dibagi menjadi gejala sistemik dan gejala lokal, gejala
sistemik yang dimaksud adalah demam dan lesu. Gejala lokal yang muncul adalah ingus
kental dan berbau, nyeri di sinus, reffered pain (nyeri yang berasal dari tempat yang lain),
yang bervariasi pada tiap sinus, seperti sinusitis maksila terdapat nyeri pada kelopak mata
dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sinusitis etmoid, rasa nyeri dirasakaan di
pangkal hidung dan kantus medius, sinusitis frontal, rasa nyeri dirasakan di seluruh
kepala, sedangkan sinusitis sphenoid, nyeri dirasakan di belakang bola mata dan mastoid.
Pada pemeriksaan beberapa gejala obyektif bisa didapatkan:
1. Pembengkakan di daerah muka
2. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, selaput permukaan konka merah dan
bengkak
3. Pada rhinoskopi posterior terdapat lendir di nasofaring dan post nasal drip.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah pemeriksaan transluminasi, sinus
yang terinfeksi akan terlihat lebih suram dan gelap pada pencahayaan teknik khusus.
10
Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan radiologik waters pa dan lateral, akan tampak
perselubungan atau penebalan selaput permukaan dengan batas garis khayalan yang
terbentuk karena beda zat cair dan udara pada sinus yang sakit. Dapat juga dilakukan
pemeriksaan mikrobiologik pada secret yang diambil, tetapi hinggak kini jarang
digunakan.
Tatalaksana
Dapat diberikan terapi pengobatan Antibiotik selama 10-14 hari meskipun gejala
klinis telah hilang, Antibiotika yang diberikan dapat golongan Penisilin, tetapi untuk lini
kedua dapat digunakan Amoksisilin Klavulanat dan ditambah dengan dekongestan oral.
Terapi pembedahan jarang diperlukan kecuali telah terjadi komplikasi ke organ sekitar
sinus.
Patofisiologi / etiologi
Timbulnya Pembengkakan di kompleks osteomeatal, selaput permukaan yang
berhadapan akan segera menyempit hingga bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak
untuk mengeluarkan sekret. Gangguan penyerapan dan aliran udara di dalam sinus,
menyebabkan juga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang di produksi oleh selaput
permukaansinus akan menjadi lebih kental dan menjadi mudah untuk bakteri timbul dan
berkembang biak. Bila sumbatan terus-menerus berlangsung akan terjadi kurangnya
oksigen dan hambatan lendir, hal ini menyebabkan tumbuhnya bakteri anaerob,
selanjutnya terjadi perubahan jaringan. Pembengkakan menjadi lebih hipertrofi hingga
pembentukan polip atau kista
Beberapa faktor predisposisi atau faktor yang memperberat
Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, pembesaran konka, benda asing di
hidung, polip hingga tumor di hidung
Rhinitis alergika
Lingkungan : polusi, udara dingin dan kering
Komplikasi sinusitis
11
Seperti halnya penyakit-penyakit yang lain, sinusitis juga dapat menyebabkan
komplikasi. Komplikasi sinusitis di antaranya:
a. Otak (infeksi pada otak atau timbunan nanah pada otak)
b. Mata (infeksi pada jaringan di sekitar bola mata, infeksi bola mata, pecahnya
bola mata)
c. Infeksi tulang sekitar sinus (dapat terjadi kebocoran nanah keluar dari wajah,
perubahan bentuk wajah/menonjol/membengkak)
d. Radang tenggorok yang sering kambuhRadang amandel
e. Radang pita suara (sering batuk atau serak)
f. Sesak napas atau asma
g. Gangguan pencernaan (sering sakit perut, mual, muntah, diare)
Pencegahan sinusitis atau kekambuhan sinusitis
Cara pencegahan sinusitis atau kekambuhan sinusitis dapat dikatakan bervariasi
karena banyaknya faktor yang melatar belakangi terjadinya penyakit ini. Untuk
mencegah terjadinya sinusitis atau mencegah kekambuhannnya, kita harus menghindari
faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sinusitis. Perhatikan juga keadaan atau
kelainan yang dapat melatarbelakangi terjadinya penyakit ini. Seorang penderita sinusitis
walaupun telah menjalani pengobatan dan operasi, akan dapat mengalami kekambuhan
apabila tidak menghindari faktor-faktor penyebabnya, atau tidak dilakukan koreksi
terhadap keadaan atau kelainan yang melatarbelakanginya.
C. TINJAUAN JURNAL
Judul Jurnal : Efficacy of nasal irrigation in the treatment of acute sinusitis in children
Pengarang : Yun-Hu Wanga, Chun-Ping Yang, Min-Sho Ku , Hai-Lun Sun, Ko-
Huang Lue,
a. Division of Allergy, Asthma and Rheumatology, Department of Pediatrics, Chung
Shan Medical University Hospital, Taichung, Taiwan
b. School of Medicine, Chung Shan Medical University, Taichung, Taiwan
c. Department of Laboratory, Paochien Hospital, Pingtong, Taiwan
12
Hasil Analisa :
o Kelompok irigasi normal saline secara signifikan meningkatkan nilai mean PRQLQ
dan nilai-nilai nPEFR di menengah (T = 2,816, P <0,05) dan periode terakhir (T =
2,767, P <0,05) dibandingkan dengan kelompok lainnya.Meskipun tidak ada angka
signifikan yang meningkat dalam statis radiografi (proyeksi Air) di antara dua
kelompok (T = 0,545, P> 0,05), tetapi kelompok irigasi normal saline lebih baik dari
kelompok lain.
o Rata - rata tingkat TSS pada kelompok irigasi secara signifikan meningkatkan semua
gejala dibandingkan dengan kelompok plasebo, dimana Rhinorrhea, hidung
tersumbat, gatal tenggorokan, batuk dan kualitas tidur membaik. 27 dari 66 (40,9%)
peserta dengan atopi, 16 dari 27 (53,33%) peserta menjalani irigasi salin normal
o Kelompok Irigasi normal atopi garam meningkatkan secara signifikan Rhinorrhea,
hidung tersumbat, gatal tenggorokan dan tidur gejala kualitas dibandingkan dengan
kelompok non-irigasi atopi. Kelompok irigasi normal saline atopi secara signifikan
meningkatkan nilai nPEFR pada periode akhir (Z = 2,53, P <0,05).
o Ini bukti studi yang irigasi hidung normal saline meningkatkan kualitas hidup anak
rhinoconjunctivitis dan mengurangi gejala sinusitis akut. Irigasi hidung adalah
pengobatan adjunctive efektif untuk sinusitis akut anak. Irigasi hidung normal saline
pada anak atopi juga meningkatkan alergi berhubungan dengan gejala
13
BAB III
PEMBAHASAN
A. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Identitas:
Nama : An.Budi
Umur : 12 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Data objektif
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
• Nadi : 80 kali/menit
• Suhu : 37,5 C
• Pernafasan : 16 kali/menit
• Tekatan darah : 120/70 mmHg
Kepala : normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat iokor kanan dan kiri, refleks
cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+.
Hidung : tidak tampak kelainan, deviasi septum (-), sektret (-).
Telinga : Normotia, serumen -/-, membran timpani utuh
Mulut dan bibir : tidak sianosis, mukosa tidak kering
Leher : Trakea lurus di tengah, tidak teraba massa
Data subjektif
Pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat, pilek dan keluar cairan dari
hidung sejak 1 bulan SMRS. Cairan yang keluar berwarna putih bening dan
berbau.
Pasien mengaku sering bersin-bersin terutama setelah bangun tidur dan berlanjut
hingga sore.
14
Hidung sering tersumbat tetapi menghilang setelah bersin. Sumbatan dirasakan
pada kedua hidung secara bergantian. Tidak ada demam dan batuk sebelumnya.
2 minggu SMRS pasien sudah pernah berobat ke dokter umum dan diberikan
antibiotik, namun keluhan tidak membaik.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeripada saat menelan.
Riwayat penyakit terdahulu
Pasien mengaku sejak tahun 2011, pasien sering pilek, hidung tersumbat serta
keluar cairan dari hidung selama 3 bulan. Cairan berwarna hijau dan berbau.
Pasien mengaku tidak pernah berobat namun keluhannya membaik
Riwayat penyakit keluarga
Pasien menyangkal penyakit kencing manis, penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, asma didalam keluarga
Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku sering minum es sejak kecil
2. Diagnosa,outcome(tujuan),intervention(intervensi)
INEFFECTIVE AIRWAY CLEARANCE
Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi (hambatan) jalan
nafas untuk mengatasi jalan nafas yang bersih
Batasan karakteristik :
Klien tidak batuk
Perubahan dalam respiratory rate
Faktor yang berhubungan :
Sumbatan jalan nafas
Produksi mukus yang banyak
NOC>> Aspiration prevention: NIC>>
15
Indikator :
-Identifies risk factors (Mengidentifikasi
faktor risiko)
-Avoids risk factors (Menghindari faktor
risiko)
-Selects foods according to swallowing ability
(Memilih makanana berdasarkan kemampuan
menelan)
1Aspiration Precautions:
Aktivitas :
-Monitor level of swallowing ability (Monitor
level kemampuan menelan)
-Monitor pulmonary status (Monitor status
pulmonary)
-Maintain an airway (Mempertahankan jalan
nafas)
-Keep suction setup available
(Mempertahankan suction)
-Offer foods or liquids that can be formed into
a bolus before swallowing (Memberikan
makanan atau cairan dalam bentuk bolus
sebelum menelan)
NOC>>Treatment behavior: Ilness or injury
Indikator :
-Follow recommended treatment regimen
(Mengikuti treatment yang dianjurkan)
- Follow medication regimen
(Mengikuti pengobatan regimen)
- Monitor treatment side effect
(Monitor efek samping treatment)
- Use treatment devices correctly
(Menggunakan alat pengobatan secara benar)
1. NIC>>Medication Administration:
inhalation
Aktivitas :
-Follow the five right’s of medication
administration
(ikuti 5 benar dalam pemberian obat)
- Note patient’s medical history and history of
allergies
(catat riwayat pengobatan pasien dan riwayat
alergi)
- Assist patient to use inhaler as prescribed
(Bantu pasien menggunakan inhaler sesuai
resep)
2. NIC>>Medication Administration
Aktivitas :
-Monitor patient for therapeutic effect of
16
medication
(Monitor efek dari obat terhadap pasien)
- Assist patient in taking medication
(Bantu pasien dalam menggunakan obat)
- Prepare medications using appropriate
equipment and techniques
(Siapkan obat menggunakan teknik dan alat-
alat yang sesuai)
NOC>> Aspiration prevention:
Indikator :
-Identifies risk factors (Mengidentifikasi
faktor risiko)
-Avoids risk factors (Menghindari faktor
risiko)
-Selects foods according to swallowing ability
(Memilih makanana berdasarkan kemampuan
menelan)
NIC>>
1Aspiration Precautions:
Aktivitas :
-Monitor level of swallowing ability (Monitor
level kemampuan menelan)
-Monitor pulmonary status (Monitor status
pulmonary)
-Maintain an airway (Mempertahankan jalan
nafas)
-Keep suction setup available
(Mempertahankan suction)
-Offer foods or liquids that can be formed into
a bolus before swallowing (Memberikan
makanan atau cairan dalam bentuk bolus
sebelum menelan)
INEFFECTIVE BREATHING PATTERN
17
Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak mencukupi ventilasi yang adekuat
Batasan karakteristik
- Bradypnea
- Nasal flaring
Faktor yg berhubungan
- Nyeri berhubungan dengan nyeri tenggorokan
NOC>> Respiratory Status: Airway Patency
Indicator :
-Ability to clear secretions
NIC>>Respiratory Monitoring
Aktivitas :
-Monitor patient’s respiratory secretions
(memonitoring sekresi pernapasan pasien)
- Monitor for dyspnea and events that improve
and worsen it (memonitoring terjadinya
dispnea dan peristiwa yang meningkat atau
memburuk)
- Institute respiratory therapy treatments (e. g.
nebulizer), as needed (terapi pernapasan sesuai
kebutuhan, contoh : nebulizer)
NOC>> Respiratory Status: Ventilation
Indikator :
- Respiratory rate
- Respiratory rhythm
-
NIC>>Respiratory Monitoring
Aktivitas :
-Monitor patient respiratory secretions
(memonitoring sekresi pernapasan pasien)
- Monitor for dyspnea and events that improve
and worsen it (memonitoring terjadinya
dispnea dan peristiwa yang meningkat atau
memburuk)
- Institute respiratory therapy treatments (e.g.
nebulizer), as needed (terapi pernapasan sesuai
18
kebutuhan, contoh : nebulizer)
NOC>>Pain level
Indikator :
- Reported pain (Melaporkan adanya nyeri
berhubungan dengan nyeri tenggorokan)
Pasien dapat melaporkan nyeri
- Food intolerance (Intoleransi makanan
berhubungan dengan nyeri menelan)
Pasien dapat menelan tanpa nyeri
- Respiratory rate
Frekuensi pernapasan pasien menjadi normal
1.NIC>>Pain management
Aktivitas :
- Perform a comprehensive assessment of pain
to include location, characteristics,
onset/duration,frequency,quality,intensity or
severity of pain,and precipitating factors
(Menampilkan pengkajian secara komprehensif
meliputi PQRST)
- Observe for nonverbal cues of discomfort,
especially in those unable to communicate
effectively (Mengobservasi tanda-tanda
nonverbal ketidaknyamanan)
2. NIC>>Feeding
Aktivitas :
-Provide for adequate pain relief before meals,
as appropriate (Menyediakan pengurangan
nyeri yang adekuat sebelum makan)
- Identify presence of swallowing reflex, if
necessary (Mengidentifkasi adanya reflex
menelan)
3.NIC>>Respiratory monitoring
Aktivitas :
-Monitor rate, rhythm, depth, and effort of
respiration (Monitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan usaha bernapas)
- Monitor breathing pattern: bradypnea
19
(Monitor pola napas: bradypnea)
Implikasi keperawatan
Perawat mampu memberi edukasi pada keluarga mengenai tanda dan gejala ISPA
Perawat dapat memberi informasi yang tepat pada keluarga mengenai pencegahan
komplikasi sinusitis
Perawat mampu memfasilitasi pasien dan keluarga guna mencapai pelayanan kesehatan
yang baik dan benar untuk mendukung proses penyembuhan
Perawat mampu melakukan penanganan yang tepat pada pasien yang menderita ISPA
terutama pada kasus sinusitis berdasarkan asuhan keperawatan
Perawat mampu mengedukasi pasien dan keluarga dalam upaya perawatan pasien yang
mengidap sinusitis
20
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari,
dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap
bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan saluran pernafasan
yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Sinusitis termasuk Infeksi Saluran
Pernapasan atas Akut (ISPaA), infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring.
2. Diagnosa keperawatan untuk pasien sinusitis adalah ineffective airway clearance dan
ineffective breathing pattern.
Intervensi keperawatan untuk inffective airway clearance adalah Aspiration
Precautions, pain management, feeding, dan respiratory monitoring.
Intervensi keperawatan untuk inffective breathing pattern adalah respiratory
monitoring
B. Saran
Keluarga lebih cermat dalam menjaga sanitasi lingkungan dan gaya hidup anak untuk
menghindari kebiasaan yang dapat menyebabkan ISPA
Keluarga dapat mengenali tanda dan gejala ISPA lebih awal sehingga dapat dilakukan
pertolongan yang tepat
Pemerintah sebaiknya lebih giat dalam melakukan upaya promosi kesehatan kepada
masyarakat guna menurunkan angka kejadian ISPA pada anak
Pemerintah mampu memfasilitasi pelayanan kesehatan yang bermutu kepada pasien
penderita ISPA terutama sinusitis
Tenaga kesehatan dapat meng-upgrade wawasan dan kemampuan guna melakukan
pencegahan komplikasi sinusitis dan penanganan yang tepat bagi pasien penderita ISPA
Tenaga kesehatan melakukan kolaborasi yang tepat demi tercapainya penyembuhan yang
optimal bagi pasien
21