KOMPREHENSIF DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
MAKASSAR
PEMBIMBING
Kedokteran Komunitas FK UMI
pada persendian yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur,
jenis
kelamin, ras, genetik, merokok, trauma, pekerjaan (aktivitas),
kebiasaan
olahraga dan obesitas. Penyakit ini mempunyai karateristik
berupa
terjadinya kerusakan pada kartilago (tulang rawan sendi). Hal ini
ditandai
dengan pemecahan kartilago, perubahan tulang sendi, kerusakan
tendon dan
ligamen, dan berbagai derajat peradangan lapisan sendi. Insiden OA
di
Amerika pada usia 55-64 tahun yaitu 28% terkena OA genu dan
23%
terkena OA panggul. Pada usia 65-74 tahun, 39% menggambarkan OA
lutut
dan 23% OA panggul. Pada usia >70 tahun 100% baik laki-laki
maupun
perempuan mempunyai gejala-gejala osteoartritis. Di Indonesia,
prevalensi
OA mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun,
dan 65%
pada usia >61 tahun, dimana perempuan lebih tinggi dari
laki-laki.
TujuanPenelitian : Tujuan dari penulisan laporan studi kasus
ini
adalah untuk dapat menerapkan penatalaksanaan (management)
pasien
Osteoartritis dengan pendekatan kedokteran keluarga secara
paripurna
(komprehensif) dan holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter
Indonesia, berbasis evidence based medicine pada pasien
dengan
mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta
prinsip
penatalaksanaan penderita Osteoartritis pada lansia dengan
pendekatan
kedokteran keluarga di Puskesmas Sudiang Raya tahun 2019.
Kasus : Tn.B umur 57 tahun mengeluh nyeri pada lutut sejak 1
minggu
yang lalu. Nyeri pada sendi kedua lutut terutama lutut kanan,
memberat bila
digerakkan dan pasien merasa lututnya kaku dan berbunyi saat
berjalan.
Hasil Penelitian :Tn.B umur 57 tahun, saat dilakukan
kunjungan
rumah (Home visit )mengeluhkan nyeri pada kedua lutut terutama
lutut
kanan, memberat sejak 1 minggu yang lalu. Terasa lututnya kaku
dan
berbunyi saat berjalan. Keluhan membaik saat istirahat . Dari studi
kasus ini
didapatkan diagnosis klinik pasien Osteoartritis.
Kata Kunci : Osteoartritis, Pendekatan Kedokteran Keluarga,
Holistik dan Komprehensif.
Sumber : 11 Referensi
disebabkan oleh beberapa faktor. Penyakit ini mempunyai
karateristik berupa
terjadinya kerusakan pada kartilago (tulang rawan sendi). Kartilago
merupakan
suatu jaringan keras bersifat licin yang melingkupi sekitar bagian
akhir tulang
keras di dalam persendian. Jaringan ini berfungsi sebagai penghalus
gerakan antar
tulang dan sebagai peredam (shock absorber) pada saat persendian
melakukan
aktivitas atau gerakan1,2.
Osteoartritis adalah penyakit sendi umum yang paling sering
menyerang
orang setengah baya ke orang tua. Hal ini sering disebut sebagai
"kelelahan" dari
sendi, tetapi kita sekarang tahu bahwa OA adalah penyakit dari
seluruh sendi,
yang melibatkan tulang rawan, lapisan sendi, ligamen, dan tulang.
ini lebih sering
terjadi pada orang tua, Hal ini ditandai dengan pemecahan kartilago
(jaringan
yang menutupi ujung tulang di antara sendi), perubahan tulang
sendi, kerusakan
tendon dan ligamen, dan berbagai derajat peradangan lapisan
sendi1.
Insiden OA di Amerika pada usia 18-24 tahun, 7% laki-laki dan
2%
perempuan menggambarkan OA pada tangan. Pada usia 55-64 tahun yaitu
28%
terkena OA genu dan 23% terkena OA panggul. Pada usia 65-74 tahun,
39%
menggambarkan OA lutut dan 23% OA panggul. Pada usia >70 tahun
100% baik
laki-laki maupun perempuan mempunyai gejala-gejala
osteoartritis3.
Di Indonesia, prevalensi OA mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30%
pada
usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Menurut Riskedas
tahun 2013,
prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan di
Indonesia
11,9% dan berdasarkan gejala 24,7%. Berdasarkan diagnosis tertinggi
di Bali
19,3% sedangkan berdasarkan gejala tertinggi di NTT 33,1%, Jawa
Barat 32,1%,
Bali 30%, Jakarta 21,8%. Prevalensi tertinggi pada umur ≥75 tahun
(54,8%).
Dimana wanita lebih banyak (27,5%) dibanding pria (21,8%)4,5.
OA adalah penyebab utama kecacatan pada orang yang lebih tua.
Tujuan
pengobatan osteoartritis adalah mengurangi rasa sakit dan
memperbaiki fungsi.
Tidak ada obat untuk penyakit ini, tetapi beberapa perawatan
berusaha
memperlambat perkembangan penyakit4.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimanakah menegakkan diagnosa secara klinis dan diagnosa
psikososial?
Osteoartritis?
Osteoartritis?
Osteoartritis?
Holistik Komprehensif pada Osteoartritis
masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan
Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi
dokter
Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik
pada bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan
primer
(Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang
dilandasi oleh
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri,
serta
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan
berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran,
keterampilan klinis,
dan pengelolaan masalah kesehatan.
1.3.1 Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk
mengidentifikasi
dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Osteoartritis
secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai
agama, etik
moral dan peraturan perundangan.
dan budaya sendiri dalam penangan penyakit Osteoartritis,
melakukan
rujukan bagi kasus Osteoartritis, sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.3.3 Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu
melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada
individu,
keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian
Osteoartritis.
1.3.4 Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi
kesehatan
dalam praktik kedokteran.
mampu menyelesaikan masalah pengendalian Osteoartritis secara
holistik
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun
komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil
yang
optimum.
melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah
Osteoartritis
dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri
sendiri,
dan keselamatan orang lain.
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
1.4 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah
menatalaksanakan
masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang
utuh terdiri
dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan
penyakit promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter
keluarga dapat lebih
berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran
terkini (evidence
based medicine).
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk
dapat
menerapkan penatalaksanaan penderita Osteoartritis dengan
pendekatan
kedokteran keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik,
sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis
Evidence
Based Medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor
risiko
dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan penderita
Osteoartritis
dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Sudiang Raya
tahun
2019.
terjadinya Osteoartritis di Puskesmas Sudiang Raya tahun
2019.
2. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosis klinis dan
diagnosis
psikososial pada penyakit Osteoartritis di Puskesmas Sudiang
Raya
tahun 2019.
dan lingkungan sosial yang berkaitan dengan penyakit
Osteoartritis
di Puskesmas Sudiang Raya tahun 2019.
4. Untuk mengetahui upaya penatalaksanaan penyakit Osteoartritis
di
Puskesmas Sudiang Raya tahun 2019.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan yang dapat dilakukan
pada
penyakit Osteoartritis di Puskesmas Sudiang Raya tahun 2019.
1.4.3 Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi pendidikan.
sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).
3. Bagi tenaga kesehatan.
terlibat di dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik
penderita Osteoartritis.
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based
medicine dan pendekatan diagnosis holistik Osteoartritis
serta
dalam hal penulisan studi kasus.
1.5 Indikator Keberhasilan Tindakan
penderita Osteoartritis dengan pendekatan diagnostik holistik,
berbasis
kedokteran keluarga danevidence based medicine adalah:
a. Kepatuhan pasien datang berobat di layanan primer
(puskesmas)
b. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan
Osteoartritis dan
dengan dilakukannya pencegahan terhadap penyakit tersebut.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada Osteoartritis dan
gejala yang
dikeluhkan. Hal ini disebabkan Osteoartritis umumnya bersifat cepat
asal
berobat teratur. Selain itu, kepatuhan untuk menghindari faktor
resiko juga
merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.
BAB II
di Layanan Primer
biopsikososio-kultural-spiritual pada ekosistemnya. Sebagai mahluk
biologis
manusia adalah merupakan sistem organ yang terbentuk dari jaringan
serta sel-sel
yang kompleks fungsionalnya.
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat
penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian
risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta
keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional
2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku
pelayanan
pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnostik Holistik:
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
kehidupanya)
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi social
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian
masalah.
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum
melakukan
terapi, tujuaanya yakni:
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan
fungsi
organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang
akan
dipilihnya
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu:
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas
administrasi
(penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan
pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan
lembaran penyaring
4. Melakukan anamnesis
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat
dipengaruhi
faktor individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun
komunitas
kehidupan pasien
keluarga di layanan primer antara lain:
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang
mengutamakan
upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang
sebagai bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya
kesehatan
secara terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan
penyakit dan
proteksi khusus (preventive & spesific protection), pemulihan
kesehatan
(curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan
rehabilitasi setelah
sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan kemampuan sosial serta
sesuai
dengan mediko legal etika kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang
disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung,
yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan
terus menerus
demi kesehatan pasien.
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan
kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan
kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa
pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental,
sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan
sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita
melihat
dari beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan
cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding.
III. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi
perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. Derajat Fungsi Sosial :
- Derajat 1 : Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup
mandiri
- Derajat 2 : Pasien mengalami sedikit kesulitan.
- Derajat 3 : Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih
bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
- Derajat 4 : Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas
kerja,
tergantung pada keluarga.
2.4 OSTEOARTRITIS
2.4.1 DEFINISI
dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu
berupa
degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal tersebut disertai
dengan
peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang
bisa
disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
peregangan
kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya
otot-otot
yang menghubungkan persendian1.
adanya kemunduran tulang rawan sendi dan tulang di dekatnya,
disertai
pembentukan tulang baru dan jaringan lunak didalam dan sekitar
sendi yang
bersangkutan. Osteoartritis dapat menyebabkan patahnya bantalan
tulang
rawan yang menjadi bantalan tulang secara keseluruhan.
Osteoartritis terjadi
karena proses perbaikan sendi tidak mampu mengimbangi kerusakan
yang
terjadi2.
Epidemologi
Agent
osteoartritis. Beberapa kemungkinan agen penyebab tersebut
diantaranya:
- Trauma
kartilago yang menjadi bantalan sendi
- Gaya Hidup
kerja sendi dan menyebabkan kerusakan pada sendi. Selain itu
olah raga yang tidak teratur dapat meningkatkan risiko
osteoartritis.
- Umur dan jenis kelamin
Indonesia, prevalensi OA mencapai 5% pada usia <40 tahun,
30%
pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun, dimana
wanita lebih banyak dari pada laki-laki
- Ras
terkena OA dari pada kulit putih.
- Obesitas : obesitas menyebabkan ketegangan berlebih pada
sendi manusia, terutama yang menanggung sebagian besar berat
badan, seperti lutut dan pinggul.
Environment
pekerja. Aktivitas yang sering dan berulang pada sendi dapat
menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan
sendi.
2.4.2.2 Epidemologi Osteoartritis Berdasarkan Variabel
Epidemologi
a. Distribusi menurut orang (person)2
- Distribusi menurut umur
bertambahnya umur. OA hampir tak pernah pada anak-anak,
jarang
pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60
tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat
ketuaan
saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda
dengan
perubahan pada OA.
- Distribusi menurut jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi dan
lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan
leher.
Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang
lebih
sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun
frekuensi
OA lebih banyak pada wanita.
- Distribusi menurut etnik
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampakya
terdapat perbedaan di antara masing-masing suku bangsa.
Misalnya
OA paha lebih sering pada orang kulit hitam dan Asia daripada
Kaukasia. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara
hidup
dan perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan.
melakukan pekerjaan secara berulang-ulang.
kalangan menengah atas maupun menengah bawah.
- Distribusi menurut waktu
mengenal waktu.
meningkatkan risiko pengembangan osteoartritis, termasuk:
Cedera sendi : penggunaan sendi yang berlebihan setelah
cedera
dan post operasi.
rheumatoid artritis atau gout.
Riwayat keluarga : osteoartritis dapat terjadi dalam
keluarga,
meskipun penelitian tidak mengidentifikasi satu gen yang
bertanggung jawab
manusia, terutama yang menanggung sebagian besar berat badan,
seperti lutut dan pinggul2.
Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit)
dan
matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan
memelihara
matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap
terjaga
dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air,
proteoglikan dan
kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit osteoartritis dibagi
menjadi 3
fase, yaitu sebagai berikut :
produksi enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur
dalam
matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat
protease
yang mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan
manifestasi
pada penipisan kartilago.
2. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan
kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen
kedalam
cairan sinovia.
interleukin 1 (IL-1), tumor nekrosis faktor-alpha (TNF-α),
dan
metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan
manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung
memberikan
dampak adanya destruksi pada kartilago. Molekul-molekul
proinflamasi
lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi
ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan
memberikan
dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi.
Perubahan
arsitektur sendi dan stress inflamasi memberikan pengaruh
pada
permukaan artikular menjadi kondisi gangguan yang progresif7.
A: Gambar Sendi Lutut Normal. B: Gambar sendi lutut yang
mengalami
osteoartritis. (Sumber : HI – LAB 2008)
2.4.5 KLASIFIKASI
Ada lebih dari satu klasifikasi artritis. Dua dari yang umum
adalah
sistem Kellgren - Lawrence Grading dan Outerbridge. Sistem Kellgren
dan
Lawrence didasarkan pada xrays dan terdiri dari Normal, Grade I,
Grade II,
Grade III dan Grade IV.
Hal ini berdasarkan dari ada tidaknya ciri khas dari
osteoartritis,
yaitu; Joint space narrowing bone terlihat pada rontgen tapi
ligamen tulang
rawan yang mencakupnya tidak. Persendian normal tampak memiliki
ruang
antar tulang. Setiap penurunan ruang menandakan penipisan tulang
rawan
penutup.
untuk meningkatkan luas permukaan persendian untuk mengurangi
tekanan.
Osteofit inilah yang menyebabkan terbatasnya rentang gerak dan
dapat
menyebabkan rasa sakit.
yang terlihat sebagai peningkatan daerah putih di tulang pada
persendian
Grade I : Penyempitan ruang sendi, bisa terdapat osteofit
Grade II : Terlihat ada osteofit yang kecil, bisa terdapat
penyempitan
penyempitan ruang sendi, beberapa sklerotik area, bisa
terdapat
deformasi tulang
sendi yang parah, sklerosis dan terjadi deformitas
Menurut penyebabnya osteoartritis dikategorikan menjadi:
a. Osteoartritis primer, degeneratif artikular sendi yang terjadi
pada sendi tanpa
adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang
sendi
penahan bebantubuh atau tekanan yang normal pada sendi dan
kerusakkan
akibat proses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan
sendi panggul,
tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan
jari pada kaki.
b. Osteoartritissekunder, paling sering terjadi pada trauma atau
terjadi akibat
dari suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan
adanya
penyakit sistem sistemik. Osteoartritis sekunder biasanya terjadi
pada umur
yang lebih awal daripada osteoartritis primer1,2
2.4.6 DIAGNOSIS2,8
Gejala osteoartritis yang paling umum adalah nyeri sendi. Rasa
sakit
cenderung memburuk dengan aktivitas, terutama setelah periode
istirahat;
ini disebut fenomena gelling. Osteoartritis dapat menyebabkan
kekakuan di
pagi hari, tetapi biasanya berlangsung kurang dari 30 menit, tidak
seperti
rheumatoid artritis, yang menyebabkan kekakuan selama 45 menit
atau
lebih. Pasien dapat melaporkan penguncian sendi atau
ketidakstabilan sendi.
Gejala-gejala ini mengakibatkan hilangnya fungsi, dengan
pasien
membatasi aktivitas mereka sehari-hari karena rasa sakit dan
kekakuan.
Sendi yang paling sering terkena adalah tangan, lutut, pinggul,
dan
tulang belakang, tetapi hampir semua sendi dapat dilibatkan.
Osteoartritis
sering asimetris. Seorang pasien mungkin memiliki osteoartritis
berat yang
melemahkan satu lutut dengan fungsi hampir normal dari kaki
yang
berlawanan.
berbagai gerakan dan pembatasan rentang gerak umum untuk semua
bentuk
osteoartritis. Bambang (2003) menyatakan bahwa untuk
diagnosis
Osteoartritis digunakan klasifikasi dari American College of
Rheumatology.
Pasien positif Osteoartritis bila mengalami nyeri sendi dengan
minimal 3
dari 6 kriteria berikut.
a. Umur >40 tahun
c. Krepitasi
Kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi Osteoartritis:
Grade 0: Tidak ada fitur radiografi OA
Grade1: Penyempitan ruang sendi yang menyimpang dan
kemungkinan adanya osteofit.
pada bantalan sendi anteroposterior
sklerosis, kemungkinan adanya deformitas tulang.
Grade 4: Osteofit besar, penyempitan ruang sendi, sklerosis
berat
dan deformitas tulang yang pasti.
Gambar 1. Kellgren and Lawrence grading
2.4.7 PENATALAKSANAAN8,9
1. Farmakoterapi
krim atau lotion, atau injeksi ke dalam sendi.
Analgesik.
(narkotika) dan opioid atipikal yang disebut tramadol. Harus
dengan resep dokter.
dan celecoxib.
mengurangi beban pada sendi yang sakit dan meningkatkan
fungsi
mekanisme protektif sendi sehingga dapat mengurangi
pembebanan pada sendi. Beberapa cara yang dilakukan untuk
mengurangi pembebanan sendi antara lain :
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dapat
membantu, terutama untuk nyeri punggung karena OA pada
tulang belakang lumbal.
memperkuat otot-otot di sekitar sendi. Latihan isometrik
umumnya lebih baik daripada latihan isotonik, karena mereka
meminimalkan ketegangan sendi.
Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan,
terapi
fisik dan terapi kerja. Pada edukasi, yang penting adalah
meyakinkan
pasien untuk dapat mandiri, tidak selalu tergantung pada orang
lain.
Walaupun OA tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup
pasien
dapat ditingkatkan.
debridement, dekompresi tulang, osteotomi, dan artroplasti
merupakan
tindakan yang efektif pada penderita dengan OA yang sudah
parah.
Tindakan operatif ini dapat menghilangkan nyeri pada sendi
OA,
tetapi kadang fungsi senditersebut tidak dapat diperbaiki
secara
adekuat, sehingga terapi fisik pre dan pasca operatif harus
dipersiapkan dengan baik.
2.4.8 DIAGNOSIS BANDING
1. Rheumatoid Artritis10
kronis yang tidak diketahui penyebabnya. Hal ini ditandai
dengan
peradangan persisten yang terutama mempengaruhi sendi
perifer.
Biasanya dimulai sebagai artritis simetris yang berbahaya dan
memiliki jalur yang tidak dapat diprediksi dan bervariasi,
meskipun
rasa sakit dan kecacatan dapat diminimalkan jika kondisi
tersebut
diketahui dini dan ditangani dengan segera dan tepat.
2. Artritis Gout11
syndrom) yang terkait dengan pola makan diet tinggi purin dan
minuman beralkohol. Penimbunan kristal monosodium urat (MSU)
pada sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu utama
terjadinya
keradangan atau inflamasi pada gout artritis. Serangan artritis
gout
akut terjadi ditandai dengan nyeri pada sendi yang berat dan
biasanya
bersifat monoartikular. Pada 50% serangan pertama terjadi
pada
metatarsophalangeal1 (MTP-1) yang biasa disebut dengan
podagra.
Semakin lama serangan mungkin bersifat poliartikular dan
menyerang
ankle, lutut, pergelangan tangan, dan sendi-sendi pada
tangan.
BAB III
OA GOUT
RA OA
3.1 METODOLOGI
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk
mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah
kesehatan), dengan
memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko.
Kemudian melihat
berapa banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami
efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan
dokter
layanan primer secara paripurna dan holistik.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi dengan pasien dan keluarganya dengan cara
melakukan
home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan
penderita.
3.2 LOKASI DAN WAKTU STUDI KASUS
3.2.1 Waktu studi kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat
di
Puskesmas Sudiang Raya pada tanggal 26 Februari 2019.
Selanjutnya
dilakukan home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan
dari
penderita.
Provinsi Sulawesi Selatan.
3.3.1 Letak Geografis
Puskesmas Sudiang Raya dibangun pada tahun 2003 atas bantuan
Rotary Club of Leiden yang diresmikan pada tanggal 9 Desember 2003
oleh
Walikota Makassar dengan pihak donator. Puskesmas ini
memiliki
bangunan seluas 1.300 m2 dengan luas 3.600 m2 serta mempunyai
daya
listrik 6.300 watt.
Kecamatan Biringkanaya dengan berbatasan wilayah :
Sebelah utara : Berbatasan dengan kelurahan Pai
Sebelah selatan : Berbatasan dengan kelurahan Paccerakkang
Sebelah barat : Berbatasan dengan kelurahan Bira
Sebelah timur : Berbatasan dengan kelurahan Mandai/Maros
Luas wilayah : 1.459 Ha, terdiri dari 2 kelurahan yakni,
Kelurahan Sudiang Raya : 878 Ha
Kelurahan Daya : 581 Ha
Raya Tahun 2016
Kelurahan Jumlah penduduk
Jumlah 30.097 35.359 64.456
Tabel 1. Data Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang
Raya
Tahun 2016
Data Jumlah Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang
Raya
Periode 2016
Daya 2.436
Jumlah 17.320
Tabel 2. Data Jumlah Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Sudiang
Raya Periode 2016
Data jumlah RW dan RT di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya
tahun 2016
Kel. Daya 10 37
Tabel 3. Data jumlah RW dan RT di wilayah kerja Puskesmas Sudiang
Raya
tahun 2016
Data jumlah Penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur
di
wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun 2016
Tabel 4. Data jumlah Penduduk menurut jenis kelamin dan
kelompok
umur di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun 2016
Umur (tahun)
Jumlah Penduduk
menurut jenis kelamin wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya
tahun
2016
menurut jenis kelamin wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun
2016
Data jumlah Penduduk berdasarkan pendidikan kegiatan ekonomi
di
wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun 2016
Laki laki Perempuan
SD/MI 2.436 3.447
SMP/MTs 2.775 2.621
SMA/MA 2.812 2.539
20 2.134 3.933
25-29 2.175 3.145
30-34 2.350 2.899
35-39 1.989 1.473
40-44 2.012 1.263
45-49 1.843 1.473
50-54 1.523 1.259
55-59 755 571
>60 579 584
Tabel 6. Data jumlah Penduduk berdasarkan pendidikan kegiatan
ekonomi di
wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun 2016
Data jumlah Penduduk berdasarkan agama di wilayah kerja
Puskesmas
Sudiang Raya tahun 2016
Islam 50.259
Protestan 10.082
Katholik 5.288
Hindu 66
Tabel 7. Data jumlah Penduduk berdasarkan agama di wilayah kerja
Puskesmas
Sudiang Raya tahun 2016
masyarakat yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas
Sudiang
Raya turut berperan dalam peningkatan status derajat
kesehatan
masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya.
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas
Sudiang Raya tahun 2015 sebanyak 44 orang dengan berbagai
spesifikasi, yang terdiri dari :
- Dokter Umum : 2 orang
- Dokter Gigi : 2 orang
- Security : 1 orang
Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor :
800/1682/SK/IV/2010 Tanggal 21 April 2010 terdiri atas :
Kepala Puskesmas
Unit Kesehatan Masyarakat
Unit Kesehatan Perorangan
3.3.5 Visi Dan Misi Puskesmas
Visi Puskesmas Sudiang Raya
menuju masyarakat sehat
menciptakan pelayanan yang lebih baik
- Meningkatkan peran aktif masyarakat dan lintas sector
- Memberikan pelayanan tanpa diskriminasi
dilakukan oleh Puskesmas Sudiang Raya, didapatkan hasil
tentang
10 besar penyakit terbanyak dari kunjungan pasien ke
Puskesmas
Sudiang Raya. Penyakit-penyakit tersebut adalah Common Cold,
Dyspepsia, Hipertensi, Artritis, Luka, Dermatitis,
Faringitis,
Diabetes Melitus Tipe 2, Diare, ISPA.
Upaya kesehatan di Puskesmas Sudiang Raya terbagi atas 2
upaya Kesehatan yaitu:
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) dan Keluarga
Berencana (KB)
5. Upaya Pencegahan Penyakit Menular ( P2M )
6. Upaya Pengobatan
5. Upaya Kesehatan Jiwa
3.3.7 Alur Pelayanan
ingin dituju
1. CC : 131 Kasus
2. Dyspepsia : 126 Kasus
3. Hipertensi : 119 Kasus
4. Artritis : 116 Kasus
5. Luka : 106 Kasus
6. Dermatitis : 101 Kasus
7. Faringitis : 85 Kasus
8. Diabetes : 79 Kasus
9. Diare : 73 Kasus
10. ISPA : 63 Kasus
Tanggal Pemeriksaan : 26-02-2019
Pasien laki-laki berumur 57 tahun datang ke Puskesmas dengan
keluhan
nyeri pada kedua lutut sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya nyeri
hanya pada lutut
kanan namun lama kelamaan lutut kiri juga nyeri. Nyeri memberat
terutama bila
digerakkan saat berjalan dan membaik saat istirahat. Pasien merasa
lututnya
berbunyi saat berjalan. Riwayat keluhan yang sama sejak 3 tahun
yang lalu,
setelah pasien pensiun dari pekerjaannya sebagai TNI. Keluhan lain
demam (-),
nyeri kepala (-), batuk (-), batuk darah (-), sesak nafas (-),
nyeri dada (-), riwayat
sesak dan nyeri dada sebelumnya (-), mual (-), muntah (-), nyeri
ulu hati (-),
riwayat nyeri ulu hati (-), nafsu makan biasa. Buang air besar saat
ini lancar 2 kali
sehari berwarna kuning konsistensi lunak. Buang air kecil lancar
berwarna kuning
jernih. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-).
Riwayat DM tidak ada. Riwayat DM pada keluarga tidak ada. Riwayat
jika
mendapatkan luka sukar sembuh tidak ada.
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
Riwayat minum obat diuretik (-)
Sakit Sedang/Gizi Lebih/ Compos mentis
BB= 70 kg; TB= 165 cm; LLA=22 cm; IMT=25,71 kg/m2 (obesitas
1)
Tanda Vital:
Pernapasan : 20 kali/ menit (Thoraco abdominal)
Suhu : 36,5oC (axilla)
Deformitas : (-)
Mata:
Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
RCTL +/+
Telinga:
Tophi : (-)
Hidung:
Perdarahan: (-)
Sekret : (-)
Mulut:
DVS : R+2 cmH2O
- Bentuk : Normothoraks
Paru:
Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal X dextra
Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal XI sinistra
o Auskultasi:
o Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan:linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea
midclavicularis sinistra)
o Auskultasi :
o Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigastrik (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Ekstremitas
Pemeriksaan Penunjang
senin kamis.
- Menghindari benturan pada lutut
Anjuran Pemeriksaan
Pendekatan Holistik
Profil Keluarga
Pasien Tn.B adalah kepala keluarga. Tn.B tinggal bersama istrinya
dan 2
anak. Pekerjaan sehari-hari Tn.B adalah memelihara ayam, shalat di
masjid,
karena beliau pensiunan tentara.
- Identitas pasangan : Ny. N
- Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
Keadaan Rumah Pasien di Jl. Rudal I Blok B 19
No Nama Status
Pensiunan
Tentara
3. Nn. L Anak 1 Perempuan 23 tahun S1 Mahasiswi
4. Nn. A Anak 2 Perempuan 20 S1 Mahasiswi
Status kepemilikan rumah: Milik Sendiri
Daerah perumahan : Padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 10 x 8 m2 (2 lantai) Keluarga Tn.B tinggal di
rumah
dengan kepemilikian rumah pribadi.
sedang dengan lingkungan rumah
orang. Dengan penerangan listrik
sarana air bersih keluarga.
orang
Lantai rumah dari : tegel
Jamban keluarga : ada dua
Tempat bermain : tidak ada
Penerangan listrik : 1200 watt
Ketersediaan air bersih : ada
Tempat pembuangan sampah : ada
Keluarga Tn.B memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya
antara
lain yaitu, satu buah televisi yang terletak di ruang tamu, kipas
angin di kamar
tidur, satu buah rice cooker, kulkas dan satu buah dispenser di
dapur.
Penilaian Perilaku Kesehatan
Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan
yang
biasa dihidangkan istri dari Tn.B terdiri dari nasi, sayur, dan
lauk yang digoreng
yang biasanya dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup
bervariasi antara
lain sayuran hijau, terutama kangkung dan bayam baik direbus atau
ditumis dan
jarang mengonsumsi buah. Lauk yang dihidangkan bervariasi seperti
ayam, ikan,
telur, tahu maupun tempe. Untuk buah-buahan sangat jarang
dikonsumsi oleh
keluarga ini. Pola makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri
dari sarapan pagi,
makan siang dan makan malam, diantaranya terkadang keluarga
ini
mengkonsumsi gorengan yang dibeli sebagai cemilan. Di dalam sehari,
Tn. B
memiliki kebiasaan makan sebanyak tiga sampai empat kali
sehari.
Pola Dukungan Keluarga
Pasien memiliki anak dan istri yang membantu pasien dalam
melakukan
kegiatan sehari-hari.
Di antara yang merupakan faktor penghambat terselesaikannya
masalah
dalam keluarga yaitu kurangnya pengetahuan keluarga mengenai
penyakit
yang diderita pasien sehingga tidak ada upaya pencegahan faktor
penyebab
Osteoartritis, disertai dukungan gaya hidup sehat yang kurang
dari
keluarga.
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu
keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi
pokok
keluarga, antara lain:
dibutuhkan.
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan
yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan
semua
anggota keluarga.
interaksi emosional yang berlangsung.
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:
Total Skor:
0-3 = Fungsi keluarga sakit
No. Pertanyaan
derita?
penyakit yang anda derita, apakah ada
anggota keluarga yang selalu merawat
anda dan membantu memberikan anda
obat penghilang nyeri?
melakukan pekerjaan rumah seperti
mengangkat berat karena keterbatasan
mengerti dengan anda?
penyakit anda, apakah anggota
keluarga yang lain selalu
mendampingi Anda dalam mengatasi
makan bersama?
Total Skor 6
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 6 ini menunjukkan Fungsi
keluarga
kurang sehat.
- Cultural:
adalah nasi dimana makannya tidak sah jika tidak memakan
nasi,
sehingga kalori yang dikonsumsi sangat tinggi. Selain itu Makassar
juga
terkenal dengan makanan tradisionalnya yang banyak mengandung
tinggi
glukosa dan tinggi lemak seperti coto dan pallubasa yang
dapat
meningkatkan berat badan.
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu di masjid dan puasa
di
bulan Ramadhan.
anaknya masih kuliah.
- Medication:
puskesmas dan memiliki asuransi kesehatan BPJS.
Genogram (Fungsi Genogram)
Keterangan :
a. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah Nuclear Family yaitu keluarga yang
terdiri atas
ayah, ibu dan anak-anak. Pasien sehari-hari melakukan aktivitas
dalam
rumah.
b. Hubungan Anggota Keluarga
Tn.B dan Ny. N merupakan pasangan suami istri dengan dua orang
anak.
Hubungan antara anggota keluarga cukup baik, mereka sering
berkumpul
dan berkomunikasi.
anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik,
aspek risiko internal,
dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan
melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.
Analisa Kasus
Masalah Skor
Skor2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada
sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan
sepenuhnyaoleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber
yang
belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian
besar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih
tergantung
pada upaya provider.
Pertemuan ke 1 : 26 Februari 2019
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan
pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat
psiko-sosio-
ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan
mempersiapkan alat
yang akan dipergunakan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis
Anamnesis Holistik
Pasien datang ke Puskesma Sudiang Raya dengan harapan mendapat
terapi
yang baik dan dapat sembuh dari penyakit yang dideritanya saat ini
agar bisa
beraktifitas seperti sedia kala.
Pasien laki-laki berumur 57 tahun datang ke Puskesmas dengan
keluhan
nyeri pada kedua lutut sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya nyeri
hanya pada lutut
kanan namun lama kelamaan lutut kiri juga nyeri. Nyeri memberat
terutama bila
digerakkan saat berjalan dan membaik saat istirahat. Pasien merasa
lututnya
berbunyi saat berjalan. Riwayat keluhan yang sama sejak 3 tahun
yang lalu,
setelah pasien pensiun dari pekerjaannya sebagai TNI. Status gizi
pasien adalah
obesitas 1 dengan IMT =25,71 kg/m2
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang,
didapatkan diagnosis Osteoartritis.
Dari usia, jenis kelamin, dan obesitas pasien memiliki risiko
terkena
osteoartritis. Pasien kurang menerapkan pola hidup sehat berupa
diet rendah
kalori sehingga pasien kesulitan menurunkan berat badannya.
d. Aspek Faktor Risiko Eksternal
Kurangnya pengawasan dari keluarga yang tinggal dalam satu
rumah.
Keluarga pasien jarang mengontrol makanan yang dikonsumsi pasien.
Keluarga
tidak tegas dalam mengingatkan pasien untuk mengurangi makanan
yang
memperberat penyakitnya.
e. Aspek Fungsional
Tn.B selalu berada di rumah karena pasien adalah pensiunan tentara.
Pasien
memelihara ayam di rumah dan berusaha membantu istrinya
mengerjakan
pekerjaan rumah. Namun akibat penyakitnya pasien tidak dapat
membantu
istrinya untuk mengerjakan pekerjaan berat mengangkat galon dan
menaiki tangga
untuk menjemur cucian.
f. Derajat Fungsional
g. Rencana Pelaksanaan
Pertemuan ke-1:
Rumah pasien Jl. Rudal I Blok B 19 tanggal 26 Februari 2019 pukul
11.00
WITA.
diharapkan Biaya Ket.
Keadaan umum baik, Tanda Vital: Tekanan Darah: 130/80 mmHg, Nadi
:
77 x/menit, Pernapasan : 20 x/menit, Suhu : 36,5oC. Tampak
kelemahan pada
kedua kaki. Sensibilitas pada keempat ekstremitas normal.
Pemeriksaan Penunjang
anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik,
aspek risiko
internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang
dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik
holistik.
Menurut Bambang (2003) menyatakan bahwa untuk diagnosis
Osteoartritis
digunakan klasifikasi dari American College of Rheumatology.
Pasien
positif Osteoartritis bila mengalami nyeri sendi dengan minimal 3
dari 6
kriteria berikut.
c. Krepitasi
Penatalaksanaan
1. Pencegahan Primer
Osteoartritis antara lain:
- Menurunkan berat badan
b. Pengobatan Non Farmakologi
- Menghindari benturan pada lutut
Terapi Untuk Keluarga
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama
yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana
anggota
keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan
motivasi
kepada pasien diet rendah kalori agar berat badannya bisa
berkurang. Selain itu
apabila kita kembali mengingat bahwa silsilah keluarga ini dengan
resiko penyakit
metabolik yang tinggi sehingga penting mengingatkan ke anggota
keluarga untuk
menjaga pola makan serta melakukan kebiasaan hidup yang sehat dan
menjaga
berat badan.
BAB V
Dari studi kasus yang telah dilakukan, dapat diarik kesimpulan
sebagai
berikut:
klinis pasien yaitu Osteoartritis Genu.
- Dari aspek psikososial dapat diidentifikasi kurangnya kesadaran
akan
pentingnya menurunkan berat badan untuk mengurangi
progresifitas
penyakitnya. Kurangnya perhatian keluarga pasien terhadap
penyakit
yang diderita pasien. Serta kekhawatiran penderita yang
berlebihan
terhadap penyakitnya
banyak faktor baik dari internal maupun eksternal pasien yang
dapat
memengaruhi perjalanan suatu penyakit.
- Faktor-faktor risiko osteoartitis pada pasien terbagi menjadi
faktor yang
dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor yang tidak dapat
diubah
yaitu, umur, jenis kelamin, dan ras. Sedangkan faktor yang
dapat
diubah yaitu obesitas, aktivitas fisik dan olahraga.
- Dengan mengetahui faktor-faktor resiko yang ada, maka
pencegahan
dapat dilakukan dengan diet rendah kalori untuk menurunkan
berat
badan, mengurangi aktifitas fisik yang berlebihan agar tidak
memperberat kerja sendi lutut, dan melakukan senam dapat
membantu
mengurangi gejala.
5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Tn. B, maka
disarankan
untuk:
kalori dan rajin berpuasa.
senam 3 kali seminggu selama 30 menit
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
penyakit
osteoartritis serta komplikasi yang ditimbulkan jika tidak rutin
mengontrol
penyakitnya di Puskesmas.
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk
sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. David, T. 2006. Osteoartritis of the knee. The New England
Journal of
Medicine.
2. Joewono Soeroso. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III
ed. VI.
Jakarta: Interna Publishing
3. Todd P Stitik. Osteoartritis. Department of Physical Medicine
and
Rehabilitation. UMDNJ. 2010;(2)
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th
ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;2006.p.1195-201
5. Amilia Bunga. 2011. Gambaran Penderita Osteoartritis di Bagian
Bedah
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Riau:FKUNILA
6. Sun BH, Wu CW. New Developments in Osteoartritis. Rheuma Dis
Clin
North Am. 2007;33:135-48
7. Kevi R. Vincen. 2013. The Pathophysiology of Osteoartritis:
A
Mechanical Perspective on THE knee Joint.University of
Florida
Gainesville, FL, USA: National Institutes of Health
8. Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta:
Salemba medika.
9. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoartritis. Dalam :
Harrison’s
Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The
McGraw-Hill
Companies.
10. International Assosiation For the Study of Pain. 2009. Global
year Againts
Muskuloskeletal Pain. Rheumatoid Artritis.
11. Widyanto, Fendy W. 2017. Artritis Gout dan Perkembangannya.
Blitar :
RS Aminah. (e-journal)
Penjelasan kepada Pasien Mengenai Penyakitnya
Leaflet Edukasi