BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geografis terletak pada
wilayah yang rawan terhadap bencana alam baik yang berupa tanah longsor,
gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir dan lain-lain.1
Bencana alam terbesar dalam dua tahun terakhir adalah gempa bumi, letusan
gunung berapi, dan gelombang tsunami.yang terjadi hampir di sebagian wilayah
di Indonesia,dari Sabang sampai Merauke.2 Seperti Gempa Bumi di Aceh, Gempa
Bumi di Sumatera Barat, Gelombang Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam,
Gelombang Tsunami di Kep. Mentawai, Letusan Gunung berapi di beberapa
wilayah Pulau Jawa dan Sumatera, Banjir Bandang di Wasior Papua. Tetapi dari
beberapa data 6 tahun terakhir yang dirilis oleh BNPB Indonesia bencana alam
yang terbesar dan terbanyak terjadi di wilayah Pulau Sumatera, seperti gempa di
Aceh dan Sumatera Barat, gelombang Tsunami di Nangro Aceh Darussalam,
Letusan Gunung Sinabung di Sumatera Utara dan yang terbaru adalah gelombang
Tsunami yang meluluh lantahkan wilayah Kep. Mentawai di Sumatera Barat.2
Akan tetapi penangulangan bencana masih ditengarai minim dan kurang
dengan dilihat masih banyaknya petugas yang kurang siap seperti TNI, POLISI,
SAR, termasuk petugas-petugas yang berhubungan dengan medis seperti dokter,
paramedis, perawat, yang seharusnya dalam penanggulangan berbagai bencana
dapat diharapkan sangat berperan penting dalam tindakannya terutama dalam
bidang medis untuk meminimalisasikan timbulnya korban yang lebih banyak.
Terdapat banyak dampak yang dapat diakibatkan dari bencana- bencana
tersebut seperti korban dari bencana gempa, korban tenggelam seperti akibat
gelombang tsunami dan banjir bandang. Banyak korban-korban tersebut
mengalami gejala-gejala sesak napas, sumbatan jalan napas, fraktur,trauma
servikal, dan lain-lain. Akan tetapi dari sekian banyak dampak dari sisi medis
1
yang disebutkan di atas, dampak yang paling fatal untuk terjadinya kematian dari
seorang korban adalah terhentinya denyut jantung akibat kegagalan oksigenasi sel
ke otak dan jantung.3 Dalam hal ini salah satu tindakan awal yang sangat penting
untuk menunjang keberhasilan dalam penanggulangan korban-korban bencana
tersebut dan untuk meminimalisasikan korban akibat bencana adalah “Basic Life
Support” (BLS) atau yang dikenal dalam bahasa awam adalah Bantuan Hidup
Dasar. Bantuan Hidup Dasar atau BHD adalah merupakan pengelolaan gawat
darurat medik yang bertujuan:
1.Mencegah berhentinya sirkulasi dan respirasi
2.Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti napas dengan menggunakan
RJPO(RESUSITASI JANTUNG PARU OTAK).Resusitasi jantung paru memiliki
2 tahap yaitu:
-Survei primer yang dapat dilakukan oleh setiap orang
-Survei sekunder yang dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis yang
merupakan kelanjutan dari survey primer.3
Bantuan hidup dasar ini merupakan hal dasar dan ilmu pengetahuan dasar
yang harus dimiliki oleh orang-orang di dunia medis, seperti dokter, tim
paramedis, perawat, bahkan mahasiswa kedokteran harus mengerti tentang
pentingnya Bantuan Hidup Dasar ini. Di era globalisasi sekarang ini masyarakat
awam juga harus mengerti mengenai BHD ini. Di Negara-negara maju seperti
Eropa dan Amerika Serikat pengetahuan tentang Basic Life Support ini sudah di
ketahui oleh banyak masyarakat awam dimulai dari petugas Bank sampai
pembantu di rumah-rumah sudah banyak dilatih untuk melakukan Bantuan Hidup
Dasar ini. Bahkan di Negara-negara tersebut, alat-alat yang dapat menunjang
untuk dilakukannya BHD ini sudah disediakan oleh pemerintah di tempat-tempat
umum.
2
Ada beberapa data-data yang menyatakan pentingnya tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai bantuan hidup dasar ini. Berdasarkan data yang diambil
oleh PUSKESMAS wilayah Cilacap pada tahun 2006 dari masyarakat pantai
tentang pengetahuan masyarakat dalam memberikan bantuan hidup dasar pada
kejadian gawat darurat kelautan, terbagi menjadi beberapa kategori yaitu, tingkat
pengetahuan rendah 11 orang (73 %), pengetahuan sedang 3 orang (20 %) dan
tinggi 1 orang (7 %). Dari 15 orang tersebut, 8 orang tidak tahu tentang
pertolongan korban tenggelam dan memberikan bantuan hidup dasar, 7 orang tahu
tentang cara pertolongan tenggelam tapi tidak tahu tentang pemberian bantuan
hidup dasar.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diidentifikasikan bahwa bencana alam
laut banyak terjadi dan banyak juga memakan korban. Hal ini disebabkan karena
ketidaktahuan masyarakat umumnya dan petugas-petugas medis khususnya dalam
penanganan awal korban dengan menggunakan bantuan hidup dasar. Selain itu
ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengukur tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai bantuan hidup dasar. Penelitian yang dilakukan oleh
Iswanto Gobel mahasiswa kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar yang
berjudul “GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT
TENTANG PENATALAKSANAAN BANTUAN HIDUP DASAR DI RSUD
LIUNKENDAGE TAHUNA KABUPATEN SANGIHE PROPINSI
SULAWESI UTARA TAHUN 2009” dengan hasil penelitian menunjukan
bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang penatalaksanaan bantuan hidup
dasar 33,3 % berpengetahuan kurang dan 36,7 % berpengetahuan sedang
sedangkan perawat yang berpengetahuan baik tidak ada. Satu hal pula yang
menjadi fenomena ternyata seluruh responden belum pernah mengikuti pelatihan
kegawatdaruratan, Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan
perawat tentang bantuan hidup dasar masih rendah dan belum memenuhi harapan
3
Dilihat dari pembagian RJPO di atas, menyatakan bahwa survei primer dan
survei sekunder masing-masing dapat dilakukan oleh orang awam dan orang yang
terlatih di bidang medis, dan juga seperti yang telah ditulis sebelumnya bantuan
hidup dasar ini merupakan ilmu dasar yang harus diketahui oleh petugas-petugas
kesehatan, sehingga mahasiswa kedokteran adalah komponen yang sangat
diharapkan untuk dapat menguasai ilmu tentang bantuan hidup dasar ini, oleh
karena itu peneliti ingin melihat bagaimana gambaran tingkat pengetahuan
khususnya mahasiswa di Fakultas Kedokteran Islam Sumatera Utara .
1.2 Rumusan MasalahBagaimanakah tingkat pengetahuan mahasiswa kedokteran di FK UISU tentang
bantuan hidup dasar?
1.3 Tujuan Penelitian1.3.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Mahasiswa FK UISU Medan tentang
bantuan hidup dasar.
1.3.2.Tujuan KhususUntuk mengetahui tingkatan kemampuan dari masing – masing Mahasiswa FK
UISU Medan tahun ajaran 2008,2009, dan 2010 mengenai tingkat pengetahuan
tentang bantuan hidup dasar
1.4 Manfaat Penelitian1. Bagi Peneliti
Sebagai bahan dasar untuk pembelajaran untuk menambah wawasan dan
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan profesi dokter
4
2. Bagi Mahasiswa kedokteran
Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan bagi para mahasiswa mengenai
pentingnya bantuan hidup dasar yang pada dasarnya harus diketahui oleh
mahasiswa kedokteran untuk menolong korban gawat darurat.
3. Bagi Pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan kurikulum pembelajaran
mengenai bantuan hidup dasar di Universitas khususnya Fakultas Kedokteran.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Bantuan Hidup Dasar (BHD)
Bantuan Hidup Dasar atau disingkat BHD atau “BLS”(Basic Life Support)
merupakan pengelolaan gawat darurat medic yang merupakan suatu pertolongan
pertama yang harus segera dilakukan agar tidak terjadi kerusakan organ vital yang
membuat pasien tidak dapat tertolong dan mengancam nyawanya. Kemampuan
BHD/BLS ini harus dimiliki oleh seorang tenaga medis bahkan orang awam
sekalipun, karena kasus-kasus yang membutuhkan BHD dapat terjadi dimanapun
dan kapanpun. Sedangkan materi ini menjadi sesuatu yang wajib bagi tenaga
kesehatan, polisi, pemadam kebakaran dan penjaga pantai.
Bantuan Hidup Dasar ini pada dasarnya memiliki tujuan:
1.Mencegah berhentinya sirkulasi dan respirasi
2.Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti napas dengan menggunakan
RJPO(RESUSITASI JANTUNG PARU).Resusitasi jantung paru memiliki 2
tahap yaitu:
A. Survei primer yang dapat dilakukan oleh setiap orang
B. Survei sekunder yang dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis
yang merupakan kelanjutan dari survei primer.3
Resusitasi Jantung Paru/RJP adalah metode yang dilakukan untuk
menyelamatkan pasien yang mengalami henti jantung dan henti nafas yang
dapat menyebabkan kerusakan atau bahkan kematian organ vital. Cara
melakukan RJP adalah dengan cara melakukan nafas buatan dan pijatan
jantung luar.3
6
2.2.1. Penilaian Awal dan Pengelolaan Pasien atau Korban.
Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang
cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian.
Pada penderita trauma, waktu sangat penting, karena itu diperlukan
adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal
sebagai Initial assessment (penilaian awal) dan meliputi:
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary Survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary Survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
9. Penanganan definitive
Baik primary survey maupun secondary survey dilakukan berulang
kali agar dapat mengenali penuranan keadaan penderita, dan
memberikan terapi bila diperlukan. Urutan kejadian di atas diterapkan
seolah-olah berurutan (sekuensial), namun dalam praktek sehari-hari
dapat berlangsung bersama-sama (simultan). Penerapan secara
berurutan ini merupakan suatu cara atau sistem bagi dokter untuk
menilai perkembangan penderita.4
1.PersiapanPersiapan penderita sebaiknya berlangsung dalam 2 fase yang berbeda.
Fase pertama adalah fase pra-rumah sakit (pre-hospital), dimana
seluruh penanganan penderita sebaiknya berlangsung dalam
koordinasi dengan dokter dirumah sakit. Fase kedua adalah fase rumah
7
sakit (hospital) dimana dilakukan persiapan untuk menerima
penderita, sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.
Fase Pra-Rumah SakitKoordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas
lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit
sudah diberitahukan sebelum penderita mulai diangkut dari tempat
kejadian. Pemberitahuan ini memungkinkan rumah sakit
mempersiapkan Tim Trauma sehingga sudah siap saat penderita
sampai di rumah sakit. Pada fase pra-rumah sakit titik berat diberikan
pada penjagaan airway, control perdarahan dan syok, immobilisasi
penderita dan segera ke rumah sakit terdekat yang fasilitas cocok, dan
sebaiknya ke suatu pusat trauma yang diakui.4
Fase Rumah SakitHarus dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba. Sebaiknya ada
ruangan/daerah khusus resusitasi. Untuk pasien trauma. Perlengkapan
airway (laringoskop,endotracheal tube dsb) sudah dipersiapkan,
dicoba, dan diletakkan di tempat yang mudah terjangkau. Cairan
kristaloid (misalnya Ringer’s Laktat) yang sudah dihangatkan
disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dicapai.
Perlengkapan monitoring yang diperlukan sudah dipersiapkan.Suatu
system pemanggilan tenaga medic tambahan sudah harus ada,
demikian juga tenaga laboratorium dan radiologi.4
2. TriaseTriase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi
dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas ABC
(Airway dengan kontrol vertebra servikal), Breathing, dan Circulation
dengan kontrol perdarahan.4
8
Triase juga berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan dan rumah
sakit yang akan di rujuk, merupakan tanggung jawab bagi tenaga pra-
rumah sakit (dan pimpinan tim lapangan) untuk mengirim ke rumah
sakit yang sesuai. Merupakan kesalahan besar untuk mengirim
penderita ke rumah sakit non trauma bila yang ada pusat trauma
tersedia. Ada suatu system skoring yang membantu dalam
pengambilan keputusan pengiriman ini. Dua jenis keadaan triase dapat
terjadi :
A. Multiple Casualities
Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak
melampaui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita
dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani
terlebih dahulu.4
B. Mass Casualities
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampaui
kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih
dahulu adalah penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar,
serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga paling sedikit.4
9
BAGAN ALUR TRIASE. 4
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
10
Ukur Tanda Vital dan Tingkat Kesadaran
GCS<14 atau .Tek. Darah Sistolik<90 RR<10 atau > 29 RTS<11 PTS<90
Flail Chest Fraktur lebih fraktur tulang Panjang Amputasi proksimal Cedera tembus kepala Fraktur tengkorak, terbuka dan impresi Paralisis ekstremitas Fraktur pelvis Kombinasi trauma luka bakar Luka bakar luas
YA, rujuk ke pusat trauma,
Tidak, Nilai mekanisme cedera dan bukti benturan keras
Terlempar dari mobil Meninggal di mobil yang sama Pejalan kaki terlempar/terlindas Mobil kecepatan tinggi Waktu ekstrikasi >20 menit Jatuh>6m Mobil terbalik
Ya, Konsul control medic, rujuk ke pusat trauma panggil tim trauma
Tidak Umur < 5 atau > 55 tahun Hamil Imunosupresi Penyakit jantung-paru IDDM, Sirosis, koagulopati
Ya, Konsul control medic, rujuk ke pusat trauma panggil tim trauma
Tidak, Re-evaluasi bersama control medik
Ya, Rujuk Ke Pusat Trauma, panggil tim trauma
Tidak, nilai anatomi cedera
3. Primary SurveyPenilaian keadaan penderita dan proritas terapi berdasarkan jenis
perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang
terluka parah, terapi diberikan berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita
harus dinilai secara cepat dan efisien. Pengelolaan penderita berupa
primary survey yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan
akhirnya terapi definitive. Proses ini merupakan ABC-nya trauma, dan
berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih
dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut:
A: Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal
B: Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
C: Circulation dengan control perdarahan
D: Disability: status neurologis
E: Exposure/environmental control: buka baju penderita, tetapi cegah
hipotermia.
Selama primary survey, kadaan yang mengancam nyawa harus
dikenali, dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga.
Tindakan primary survey di atas adalah dalam bentuk berurutan
(sekuensial), sesuai prioritas dan agar lebih jelas; namun dalam praktek
hal-hal di atas sering dilakukan bersamaan.
Prioritas pada penderita anak, pada dasarnya sama dengan orang
dewasa. Walaupun jumlah darah, cairan obat, ukuran anak, kehilangan
panas, dan pola perlukaan dapat berbeda, namun prioritas penilaian dan
resusitasi adalah sama seperti pada orang dewasa.4
A. Airway, dengan kontrol servikal
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula, atau maksila,
fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan airway harus
11
melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan
melakukan chin lift atau jaw trust. Pada penderita yang dapat
berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun
demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
A) B)
C).
(Gambar 2.1 Beberapa teknik pembebasan jalan nafas A. pembebasan jalan nafas dengan head tilt, B. pembebasan jalan nafas dengan chin lift, C. pembebasan jalan nafas dengan jaw thrust)
12
Sebab-sebab sumbatan jalan nafas:
Daerah yang sering mengalami sumbatan jalan nafas adalah
hipofarings. Terjadi pada pasien koma ketika otot lidah dan leher yang
lemas tidak dapat mengangkat dasar lidah dari dinding belakang
farings. Ini terjadi jika kepala pada posisi fleksi atau posisi tengah.
Oleh karena itu ekstensi kepala merupakan langkah pertama yang
terpenting dalam resusitasi, karena gerakan ini akan
meregangkanstruktur leher anterior sehingga dasar lidah akan terangkat
dari dinding belakang faring.5
Kadang-kadang sebagai tambahan diperlukan pendorongan
mandibula ke depan untuk meregangkan leher anterior, lebih-lebih jika
sumbatan hidung memerlukan pembukaan mulut. Hal ini akan
mengurangi regangan struktur leher tadi. Kombinasi ekstensi kepala,
pendorongan mandibula ke depan dan pembukaan mulut
merupakan”gerak jalan napas tripel”.5
Pada sepertiga pasien yang tidak sadar rongga hidung tersumbat
selama ekspirasi karena palatum mole bertindak sebagai katup. Selain
itu rongga hidung dapat tersumbat oleh kongesti, darah atau
lendir(Safar). Jika dagu terjatuh, maka usaha inspirasi dapat
“mengisap” dasar lidah ke posisi yang menyumbat jalan nafas
(Guildner). Sumbatan jalan nafas oleh dasar lidah bergantung kepada
posisi kepala dan mandibula serta dapat saja terjadi lateral, terlentang
atau telungkup.5
Walaupun gravitasi dapat menolong drainase benda asing cair,
gravitasi ini tidak akan meringankan sumbatan jaringan lunak
hipofarings, sehingga gerak mengangkat dasar lidah seperti diterangkan
di atas tetap diperlukan.5 Penyebab sumbatan jalan nafas adalah benda
asing, seperti muntahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat
13
ditelan atau dibatukkan keluar oleh pasien yang tidak sadar.
Laringospasme biasanya disebabkan oleh rangsangan jalan nafas atas
pada pasien stupor atau koma dangkal. Sumbatan jalan nafas bawah
dapat disebabkan oleh brongkospasme, sekresi bronkus, sembab
mukosa, inhalasi isi lambung atau benda asing.5
Tatalaksana Sumbatan Jalan Napas
Dalam Bantuan Hidup dasar, pengenalan dan tatalaksana jalan
napas merupakan kunci suksesnya suatu resusitasi. Pada waktu
resusitasi jantung paru, bila inflasi paru mengalami tahan perlu
dicurigai sumbatan jalan napas oleh benda asing. Benda asing dalam
jalan napas oleh benda asing. Benda asing dalam jalan napas dapat
membuat sumbatan parsial atau total. Pada sumbatan parsial, inhalasi
mungkin masih normal tetapi ekshalasi akan terhambat sehingga
menimbulkan bunyi” wheezing” diantara batuk. Korban harus
dirangsang untuk batuk dan menarik napas lebih efektif, agar benda
asing dapat dikeluarkan. Jika sumbatan jalan napas total maka korban
tak dapat bicara dan tak dapat batuk, biasanya akan memegang
lehernya dalam posisi yang khas.6
Tindakan Hemlich berupa menekan diafragma kearah superior dan
posterior secara berulang-ulang sehingga menghasilkan batuk buatan.
Tindakan Heimlich dapat dilakukan pada korban sadar dengan
merangkul korban pada pinggang dan meletakkan pada ulu hati korban,
kemudian dengan tangan lainnya menekan tinju tersebut kearah
superior dan posterior berulang-ulang.6
Miringkan korban ke salah satu sisinya dan berikan pukulan yang
mantap diantara kedua tulang belikat untuk melepaskan benda asing
yang tersangkut dalam jalan napas.6
14
Benda asing dalam rongga mulut korban yang tak sadar harus
dikeluarkan dengan menggunakan usapan jari tengah dan ajri telunjuk
pada rongga mulut dengan hati-hati agar tidak menyebabkan benda
asing lebih terdorong ke dalam.
(Gambar 2.2 Cara melakukan Heimlich Manuver pada orang dewasa)
B. Breathing dan Ventilasi
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
dan mengeluarkan karbon-dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma.
Setiap komponen ini harus di evaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam
paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam
15
rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan
dinding dada yang mungkin menganggu ventilasi.
Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat
adalah tension pneumothorax, flail chest dengan kontusio paru, dan
open pneumothorax. Keadaan-keadaan ini harus dikenali pada saat
dilakukan primary survey. Hemato-thorax, simple pneumo-thorax
patahnya tulang iga, dan kontusio paru menganggu ventilasi dalam
derajat yang lebih ringan dan harus dikenali pada saat melakukan
secondary survey.4
Jebakan: Membedakan gangguan airway terhadap gangguan pernafasan mungkin sulit.
1. Penderita dalam keadaan takipnu dan dispnu berat yang
disebabkan tension pneumo-thorax, mungkin di simpulkan
bahwa peroblemnya adalah airway yang tidak adekuat. Bila
pada keadaan ini dilakukan intubasi endotrakeal dengan nafas
tambahan memakai bag kemungkinan akan memperburuk
keadaan penderita
2. Pada penderita yang tidak sadar dilakukan intubasi endotrakeal
disertai ventilasi tambahan, kemungkinan tindakan ini sendiri
menyebabkan terjadinya tension-pneumo-thorax. Hal ini dapat
diketahui dengan cara pemeriksaan fisik dan foto thorax bila
keadaan memungkinkan.4
C. Ciculation dengan Kontrol Perdarahan
16
1.Volume darah dan cardiac output
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca-bedah yang
mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah
sakit. Suatu keadaan hipotensi pada penderita trauma harus dianggap
disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya. Dengan
demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari status
hemodinamik penderita. Ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan
detik dapat memberika informasi mengenai keadaan hemo-dinamik
ini, yakni tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi.4
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang
akan mengakibatkan penurunan kesadaran
b. Warna Kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita
trauma yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan
ekstremitas, jarang yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya,
wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat
merupakan tanda hipovolemia.4
c. Nadi
Periksalah pada nadi yang besar seperti a.femoralis atau a.karotis
(kiri-kanan), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang
tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-
volemia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia,
walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi
yang normal bukan jaminan bahwa normovolemia. Nadi yang tidak
teratur biasanya merupakan tanda gangguan jantung. Tidak
17
ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi segera.4
2.Perdarahan
Perdarahan nadi arteri luar harus dikelola pada primary
survei.Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada
luka. Spalk udara juga dapat digunakan untuk mengontrol
perdarahan. Spalk jenis ini harus tembus cahaya untuk dapat
dilakukan pengawasan perdarahan. Tourniquet sebaiknya jangan
dipakai karena merusak jaringan dan menyebabkan iskemia distal,
sehingga tourniquet hanya dipakai bila ada amputasi traumatik.4
Pemakaian hemostat memerlukan waktu dan dapat merusak
jaringan seperti syaraf dan pembuluh darah. Sumber perdarahan
internal adalah perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar
fraktur dari tulang panjang, retro-peritoneal akibat fraktur pelvis,
atau sebagai akibat dari luka tembus dada/perut.4
2.2.2. Tahapan dan Langkah Resusitasi Jantung-Paru Otak (RJPO)
Setelah tahap-tahap pada primary survey telah dilaksanakan yang
fungsinya untuk mempertahankan ventilasi dan sirkulasi, jika
memungkinkan segera minta bantuan dan aktifkan system pelayanan medik
darurat (PMD) masyarakat (atau tim RJP rumah sakit). Mintalah pembantu
untuk memanggil ambulance.4
18
Pertolongan pertama yang membantu kehidupan meliputi beberapa
tindakan dasar tanpa alat dan diajarkan kepada masyarakat umum.
Ini mencakup bagian-bagian dasar RJP. Langkah A (ekstensi kepala,
pembukaan mulutnpendorongan mandibula) dan B (ventilasi mulut ke
mulut dan mulut ke hidung secara langsung): tidak termasuk kompresi
jantung luar (KJL).4
Skema Algoritma RJP
(Gambar 2.3 Algoritma RJP)
2.2.Pengetahuan
19
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.7
Menurut Notoatmojo (2003), pengetahauan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan,
yaitu: 7
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahauan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,’tahu’ ini
merupakan tingkat penetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan,mengidentifikasi, menyatakan dsb.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan dan dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek/materi yang diketahui. Orang
yang telah paham terhadap objek/materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan dsb.
c. Aplikasi (application)
20
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
tuasi dan kondisi rill (sebenarnya)
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi batu dari
formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi/objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria yang telah ada.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a) Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan
seseorang.
b) Umur
21
Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan
tahun. Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Dari uraian
ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat
berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan
tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
c) Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang.
Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang
yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
d) Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bias mempengaruhi
pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun
negatif.
e) Sumber informasi
Meskipun seseorang memliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia
mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan
meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.
f) Penghasilan
22
Penghasilan tidak berpengaruh langung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu
untuk menyediakan atau membeli fasilitas – fasilitas sumber informasi.
g) Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur
dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan di atas.
Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan
kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan
pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan
keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat.7
BAB 3
23
KERANGKA KONSEP DAN METODE PENELITIAN
3.1.Kerangka Konsep
Karakteristik responden
Variabel Independen
3.2.Definisi Operasional Variabel Dependen
a) Bantuan Hidup Dasar adalah pengelolaan gawat darurat medik yang
merupakan suatu pertolongan pertama yang harus segera dilakukan agar tidak
terjadi kerusakan organ vital yang membuat pasien tidak dapat tertolong dan
mengancam nyawanya.
b) Mahasiswa adalah sekelompok orang yang sedang menjalani pendidikan di
sebuah Universitas atau Perguruan Tinggi, tepatnya di FK UISU Medan.
c) Pengetahuan mahasiswa adalah kumpulan beberapa informasi tentang
pengetahuan dari mahasiswa mengenai pembelajaran bantuan hidup dasar
yang diperoleh dari kurikulum pembelajaran ataupun sumber-sumber
informasi di tingkatan pendidikan FK UISU Medan. Data-data ini diukur
dengan menggunakan kuesioner rancangan penulis dengan skala ukur.
Teknik penilaian tingkat pengetahuan dan pengetahuan akan tindakan
Mahasiswa FK UISU Medan terhadap Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah
24
Pengetahuan
Tingkat Pendidikan
Bantuan Hidup Dasar (BHD):
-Definisi
-Tindakan penanganan kasus
berdasarkan tingkatan skala pengukuran menurut Hadi Pratomo dan Sudarti
(1986) adalah sebagai berikut:
a.) Baik: apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya
tentang apa itu bantuan hidup dasar, seperti: definisi, dan tindakannya
(skor jawaban responden >75% dari nilai tertinggi
b.) Sedang, apabila responden mengetahui sebagian mengenai tentang apa itu
bantuan hidup dasar, seperti: definisi, dan tindakannya (skor jawaban
responden 40-75% dari nilai tertinggi)
c.) Kurang, apabila responden mengetahui sebagian kecil mengenai apa itu
bantuan hidup dasar, seperti: definisi, dan tindakannya (skor jawaban
responden < 40% dari nilai tertinggi)
A. Nilai Untuk Pertanyaan Pengetahuan Tentang BHD
1. Untuk pertanyaan No.1-15
a. Untuk jawaban yang benar =3
b. Untuk jawaban yang kurang tepat =2
c. Untuk jawaban yang salah =1
d. Skor tertinggi =45
Nilai Untuk Pertanyaan Pengetahuan Tindakan Tentang BHD
Berdasarkan Pertanyaan Skenario
25
1. Untuk Pertanyaan No.16-20
a. Untuk jawaban yang benar = 3
b. Untuk jawaban yang kurang tepat = 2
c. Untuk jawaban yang salah = 1
d. Skor tertinggi = 15
SKOR TOTAL =60
B. Kriteria / klasifikasi Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Secara
Umum dan Berdasarkan Tindakan Melalui Skenario Tentang
BHD
a. Baik :>75% = skor 45-60
b. Sedang : 40-75% = skor 28-44
c. Buruk : <40% = skor 0-27
3.3.Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross sectional
3.4.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampus Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja.2A Medan. Penelitian ini berlangsung dari
bulan Mei –Agustus 2011
3.5.Populasi dan Sampel
3.5.1.Populasi
26
Seluruh Mahasiswa FK UISU Medan yang sedang belajar di FK UISU Medan
stambuk 2008,2009, dan 2010 berjumlah mahasiswa 959
3.5.2.Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Setiap
sampel dipilih dengan mengambil mahasiswa di setiap stambuk sebanyak 30
mahasiswa. Sampel penelitian ini diambil sebagian populasi mahasiswa FK UISU
medan yang sedang belajar di FK UISU Medan, stambuk 2008,2009,dan 2010.
Jumlah dari sampel ditentukan jumlahnya dengan rumus:
n= N
1 + N(d2 )
Dimana:
n= Jumlah sampel yang digunakan
d= Derajat kesalahan yang diinginkan = 0,1
N= Jumlah populasi (Mahasiswa FK UISU stambuk 2008,2009,dan2010)
Perhitungan Sampel Mahasiswa FK UISU : n = 959
1 + 959(0,12)
= 90
A. Sampel Mahasiswa Stambuk 2008 :
27
311 x 90 ≈ 30 Mahasiswa
959
B. Sampel Mahasiswa Stambuk 2009 :
322 x 90 ≈ 30 Mahasiswa
959
C. Sampel Mahasiswa Stambuk 2010 :
326 x 90 ≈ 30 Mahasiswa
959
Dari perhitungan diperoleh jumlah total sampel yang digunakan sebanyak 90
mahasiswa, yang dibagi di setiap stambuk menjadi 30 sampel mahasiswa
3.6.Kriteria inklusi dan Eksklusi
3.6.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa FK UISU stambuk 2008,2009, dan 2010 yang sedang
belajar di kampus FK UISU Jalan Sisingamangaraja No.2A
b. Bersedia menjadi subjek penelitian
3.6.2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bukan Mahasiswa FK UISU stambuk 2008,2009,dan 2010 yang
sedang belajar di kampus FK UISU Jalan Sisingamangaraja No.2A
b. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian
3.6.Teknik Pengumpulan Data
28
Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui kuisoner yang
berjumlah 20 pertanyaan yang sesuai dengan masalah penelitian. Data ini diperoleh
saat penelitian berlangsung.
3.7.Instrumen Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah
Kuisioner yang terdiri dari 20 pertanyaan berdasarkan tinjauan pustaka
sebagai berikut:
a. 15 pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan tentang Bantuan Hidup
Dasar
b. 5 pertanyaan untuk mengetahui tentang tindakan dalam penanganan
korban dengan metode Bantuan Hidup Dasar.
Alat tulis (pensil, ballpoint, penghapus,dll)
Komputer/Laptop, kalkulator
3.8.Pengolahan Data dan Teknik Analisa Data
3.8.1 Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diolah dengan melalui langkah sebagai berikut:
a. Editing
Proses editing dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan data yang sudah terkumpul, dan data yang sudah terkumpul diperiksa kebenarannya
b. Coding
Yaitu mengklasifikasikan jawaban menurut macamnya dengan member kode tertentu
29
c. Tabulating
Data yang terkumpul ditabulasikan dalam bentuk table
3.8.2 Analisa Data
Dengan melakukan pemeriksaan terhadap masing-masing jawaban
responden lalu ditampilkan dalam tabel-tabel distribusi frekuensi, kemudian
dicari besarnya persentasi untuk masing-masing distribusi frekuensi tersebut.
Kemudian dibuat dalam kalimat narasi yang relevan sehingga dapat diambil
suatu kesimpulan.
BAB IV
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Lokasi penelitian diadakan di Fakultas Kedokteran UISU yang terletak di
Jalan Sisingamangaraja No.2A. Fakultas Kedokteran UISU ini berdiri pada bulan
Oktober tahun 1965 yang mempunyai luas tanah ±10.474m2 dan luas bangunan
6.613,70 m2 terdiri dari 3 lantai yang meliputi gedung, ruang administrasi umum,
ruang administrasi akademik, ruang bersama dosen, ruang kegiatan mahasiswa, ruang
serbaguna, ruang kuliah, ruang keterampilan (skill lab), laboratorium, perpustakaan,
ruang layanan internet, ruang tunggu dosen, musholla dan kantin.
Ketersediaan dosen sebagai pelaksanan proses pembelajaran yang berjumlah
136 orang dengan kualifikasi S1,S2/SP1 dan S3/Sp2 dan guru besar. Sedangkan
tenaga administrasi dan pendukung lainnya untuk membantu proses tersebut
sebanyak 31 orang.
Sebagai salah satu intituisi pendidikan swasta, pelaksanaan Tridharma
perguruan tinggi membutuhkan perhatian dan proses pembelajaran yang lebih intensif
agar tenaga, waktu dan dana yang tersedia dapat digunakan lebih efisien dan efektif.
31
Visi: institusi pendidikan tinggi yang berlandaskan Islam dan bertaraf
Internasional
Misi: menghasilkan dokter yang bermoral islami dan berakhlak mulia,
Profesional serta mampu mengikuti dan memanfaatkan perkembangan informasi,
ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir.
4.1.2. Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan memberikan
kuesioner yang memuat 15 pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda mengenai
pengetahuan secara teori dan 5 pertanyaan berdasarkan skenario tindakan
penanganan kasus tentang BHD(Bantuan Hidup Dasar) kepada 90 orang responden
yang ada di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara .
Tabel 1. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa FK UISU Terhadap Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Tingkat Pendidikan.
Tingkat Pengetahuan
2008 2009 2010
N % N % N %
BAIK 30 100 30 100 30 100
SEDANG - - - - - -
KURANG - - - - - -
Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa FK
UISU mengenai Bantuan Hidup Dasar dengan mengambil sampel sebanyak 30
sampel di setiap stambuk mencapai 100% adalah baik.
32
Tabel 2. Data Tingkat Pengetahuan Mahasiswa FK UISU Terhadap BHD Berdasarkan Nilai Rata-rata (Mean), Standar Deviasi (SD), dan Nilai Maksimum Minimum
Tingkat Pendidikan
X SD (Standar Deviasi)
Nilai Minimum
Nilai Maksimum
2008 52 1,974 50 58
2009 54 3,011 45 59
2010 55,25 2,953 46 57
Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa di beberapa Stambuk terdapat nilai –
nilai yang berbeda. Pada tahun ajaran 2008 didapatkan nilai rata-rata skor total
berjumlah 52, pada tahun ajaran 2009 didapatkan nilai rata-rata skor total berjumlah
54, pada tahun ajaran 2010 didapatkan nilai rata-rata 55,25. Dilihat dari hasil yang
lain nilai maksimum dan minimum pada tahun ajaran yaitu, pada tahun ajaran 2008
nilai maksimum yang didapat adalah 58 dan nilai minimumnya adalah 50, pada
tahun ajaran 2009 nilai maksimum yang didapat adalah 59 dan minimum adalah 45,
pada tahun ajaran 2010 nilai maksimum yang didapat adalah 57 dan minimumnya
adalah 46.
Diagram1. Frekuensi Total Skor
33
4.2. Pembahasan
1. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian di atas diperoleh bahwa pengetahuan mahasiswa
tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Fakultas Kedokteran UISU dari total 90
responden, semuanya mempunyai kriteria baik atau 100% dari total sampel yang
diambil..Secara keseluruhan menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa FK
UISU mengenai Bantuan Hidup Dasar (BHD) keseluruhan menunjukkan hasil yang
baik.
Tingkat pengetahuan mahasiswa yang baik ini disebabkan karena dari setiap
tingkat pendidikan mahasiswa di kampus, mahasiswa telah mendapatkan proses
pembelajaran mengenai pengetahuan dasar untuk menangani keadaan emergency
dengan melakukan suatu tindakan Bantuan Hidup Dasar baik di proses perkuliahan
maupun di beberapa seminar-seminar dan pelatihan yang sering diadakan oleh
organisasi-organisasi di kampus FK UISU yang berlandaskan kegawatdaruratan
medis (Tim Bantuan Medis).Selain itu dari beberapa sampel acak yang diambil oleh
peneliti untuk melakukan penelitian ini didapatkan beberapa mahasiswa yang
merupakan anggota dari organisasi yang berlandaskan kegawatdaruratan medis (Tim
Bantuan Medis).
2. Tingkatan Total Skor Rata-rata yang Dicapai MahasiswaTerhadap Kuesioner
yang Diberikan Berdasarkan Tingkat Pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa presentase tingkatan total skor rata-rata
yang dicapai setiap stambuk mahasiswa di kampus yaitu 2008,2009, dan 2010
memiliki beberapa perbedaan, yakni di stambuk 2010 memiliki skor rata-rata yang
paling tinggi yaitu 55,25 sedangkan stambuk 2008 memiliki skor yang terendah yaitu
sebesar 52.
34
. Hal ini dikarenakan oleh beberapa kemungkinan, pertama pada saat
dilakukan penelitian dengan membagikan kuesioner kepada responden stambuk 2010,
dilakukan pada saat mereka selesai melakukan pelatihan dan seminar mengenai Basic
Life Support. Selain itu mahasiswa stambuk 2010 juga baru saja meyelesaikan
kurikulum pembelajaran kardiovaskuler. Sedangkan skor pada stambuk 2008
memiliki nilai rata-rata yang terendah diantara stambuk lainnya, hal ini dikarenakan
oleh beberapa kemungkinan diantaranya mahasiswa stambuk 2008 sedikit
memperoleh pengetahuan mengenai bantuan hidup dasar di kurikulum perkuliahan.
35
BAB V
KESIMPULAN dan SARAN
5.1 Kesimpulan
1. ”Tingkat Pengetahuan Mahasiswa FK UISU Mengenai Bantuan Hidup Dasar”
yang dilakukan oleh peneliti di kampus FK UISU Jalan Sisingamangaraja
No.2A menunjukkan hasil bahwa semua mahasiswa FK UISU yakni stambuk
2008,2009, dan 2010 memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai
Bantuan Hidup Dasar.
2. Dari masing-masing tingkat pendidikan mahasiswa di kampus FK UISU
dalam mengetahui Bantuan Hidup Dasar menunjukkan mahasiswa stambuk
2010 memiliki skor rata-rata yang paling tinggi diantara stambuk lainnya
yaitu 55,25.
5.2. Saran
1. Pengetahuan Basic Life Support (BHD) ini sangat penting diketahui oleh
seluruh masyarakat umum bahkan mahasiswa kedokteran, jadi alangkah
baiknya materi pembelajaran tentang Bantuan Hidup Dasar ini di kampus –
kampus Fakultas Kedokteran khususnya FK UISU semkin ditambah dan
ditingkatkan.
2. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan dan
teori mahasiswa tentang Bantuan Hidup Dasar harus terus dipertahankan dan
didukung oleh Fakultas, seperti, seminar, skill lab, dan organisasi-organisasi
penunjang seperti Tim Bantuan Medis atau organisasi-organisasi kegawat
daruratan lainnya.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1653/SK/XII/2005
Tentang Pedoman Penanganan Bencana Bidang Kesehatan
From :http://www. www.hukor.depkes.go.id/ [Accessed 12 March 2011]
2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana.Data dan Informasi Bencana
Indonesia.
From: http://dibi.bnpb.go.id/ [Accessed 12 March 2011]
3. Yahya.,2010. Bantuan Hidup Dasar. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Borneo.
4. American College of Surgeons.,2004. Advanced Trauma Life Support.
7th ed. Chicago: American College of Surgeons Committee on
Trauma,13-21
5. Saffar,Peter.,1984. Resusitasi Jantung Paru. Jakarta:Departemen
Kesehatan Republik Indonesia,24-25
6. Ismudiati Lily, Baraas Faisal, Karo Karo Santoso, Surwianti
Poppy.,2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 108
7. Notoatmojdjo,S.2007. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan Dalam
Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta,
139-144
8. Gobel, Iswanto. 2009.Karya Tulis Ilmiah “Gambaran Tingkat
Pengetahuan Perawat Tentang Penatalaksanaan Bantuan Hidup Dasar di
RSUD Liunkandage Tahuna Kabupaten Sangihe Provinsi Sulawesi Utara
Tahun 2009.Makassar
37
38