BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kondisi perumahan dan solusi sangat bervariasi dari tempat ke tempat yang besar
di daerah metropolitan. Untuk melakukannya, mereka menggunakan organisasi
berbasis masyarakat sebagai proyek untuk mendorong initiators yang aktif,
inovatif, dan berdikari dalam masyarakat yang dapat melakukan upgrade
berlangsung. Program ini dianggap sebagai salah satu kota terbaik bantuan
program kemiskinan di dunia karena beberapa alasan - satu adalah rendahnya
tingkat investasi yang dibutuhkan per orang. Sejak dimulai pada 1969, konsep ini
telah menyebar ke 800 kota di Indonesia untuk mendapatkan keuntungan hampir
30 juta orang dan merupakan yang terbaik di antara kota bantuan program
kemiskinan di dunia. KIP program yang memiliki tiga tahapan. Diantaranya tahap
pertama dan kedua terkonsentrasi pada perbaikan fisik dan tahap ketiga
ditambahkan sosial / ekonomi dimensi untuk pembangunan ekonomi.
Program perbaikan kampung dalam pengertiannya yaitu program perbaikan suatu
lingkungan yang penduduknya terdiri dari masyarakat berpengasilan rendah dan
menengah dengan maksud meningkatkan suatu standar hidup masyarakat pada
suatu taraf yang layak melalui peningkatan dan pengadaan fasilitas sosial seperti
sekolah, puskesmas, tempat rekreasi, dan perasarana seperti jalan, listrik air
minum, saluran sanitasi, dan tempat pembuangan sampah. Menurut uraian dalam
buku “ pedoman perencanaan teknis proyek perbaikan kampung” Tahap ke-III
(urban III).
Kampung adalah suatu daerah yang terdiri dari beberapa RK dan RT yang
memiliki ciri-ciri tertentu seperti:
1. jumlah penduduk yang tinggi
2. tingkat penghasilan penduduk yang rendah.
3. Jumlah kepadatan rumah yang tinggi.
4. Letak, susunan, kondisi dan struktur bangunan kebanyakan tidak teratur
dan tidak baik.
1
5. Prasarana dan fasilitas umum bagi penduduk sangat minim atau tidak ada
sama sekali sehingga keadaannya tidak dapat memberikan kehidupan
sosial yang layak.
Menurut buku kumpulan kuliah Kursus Perencanaan sosial pengembangan Kota
ke-VI di Bali, mayoritas penduduk kota besar di indonesia tinggal pada daerah-
daerah kampung yang tidak direncanakan. Jadi pada dasarnya kampung
mempunyai pengertian suatu perumahan atau permukiman baik di daerah kota
maupun di pedesaan yang dihuni oleh orang indonesia. Kampung merupakan
suatu istilah untuk comunitas dengan tingkat ponghasilan sedang dan menengah
rendah. Dalam hal lain ada daerah pemukiman yang kurang atau bahkan tidak
terjangkau oleh fasilitas-fasilitas pelayanan kota baik fasilitas pelayanan sosial,
ekonomi maupun infrastrukturnya.Biasanya pemukiman ini dihuni oleh penduduk
yang telah lama menetap serta pendatang baru, beberapa kota besar terdiri dari
beberapa suku bangsa. Kampung ini bukan mengacu pada suatu batasan
administratif, sekalipun batasnya sering sama atau hampir sama dengan batas-
batas keseluruhan atau lingkungan, akan tetapi disini lebih menunjukkan
konsentrasi pemukiman yang berdasarkan nilai historis. Sedang batas-batasnya
biasanya berupa batas fisik seperti sungai, selokan, jalan, rel kereta api, dan
sebagainya. Pada umumnya kampung ini keadaan daerahnya tidak teratur. Istilah
'slum' menunjukkan pada pertumbuhan pemukiman yang buruk, sedang istilah
'squatter' menunjukkan pada gubug-gubug liar yang dibangun secara menjamur di
tanah yang liar pula. Tujuan dari proyek perbaikan kampung (KIP) yaitu,
menyediakan perumahan dan perkotaan yang menawarkan dukungan penting
dalam mengurangi kemiskinan perkotaan dan meningkatkan koordinasi antara
badan-badan independen yang terhubung dalam pelaksanaan proyek perbaikan
kampung/ kampung improvement project (KIP). Badan pengawas perumahan
belum mengawasi dan memotivasi tujuan program proyek perbaikan kampung
sebagai yang dimaksudkan untuk mereka lakukan. Hal ini karena kurangnya
pelatihan program proyek pembangunan kampung. Keberhasilan pembangunan
sosial komponen telah terbatas karena kurangnya dana untuk pelatihan dan
2
keterampilan kerja karena target penerima bantuan bekerja di sektor informal dan
mengalami kesulitan mengikuti pelatihan sesi. Evaluators Bank Dunia mengamati
masyarakat perkotaan miskin tidak dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan
dan pengembangan jika mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar untuk
bertahan hidup. Kemampuan masyarakat untuk membayar harus dipertimbangkan
dalam menentukan ukuran program investasi. Berhadapan dengan pernah-lebih
krisis ekonomi, masyarakat harus membantu meningkatkan pendapatan pertama
mereka sendiri, sehingga mereka dapat membantu membiayai program
pembangunan. Perbaikan di satu daerah tidak boleh memiliki dampak negatif pada
penduduk di daerah tetangga. Ini akan menghasilkan resistensi di masyarakat
umum dan juga berpotensi mesukseskan Proyek Perbaikan Kampung. Dengan
tercapainya proyek pembangunan kampung ini akan mengurangi beberapa faktor
yang menjadi mas alah krusial dalam pemukiman
perkampungan yaitu, saluran air yang semula penuh sampah, bau dan tersumbat,
kini airnya telah mengalir lancar. Bau sampah pun sudah menghilang. Begitu pula
jalan kampung yang semula sempit, tak beraspal dan sering becek jika turun
hujan, kini sudah agak longgar dan beraspal. Pemerintah sebagai stakeholder tidak
berdiam diri dalam menyikapi berbagai masalah kondisi lingkungan pemukiman
warganya. Proyek yang menggunakan dana APBD ini bermaksud mewujudkan
pemukiman yang lebih berkualitas melalui pendekatan komprehensif, terpadu,
skala terfokus, terorganisir, melibatkan peran serta masyarakat lokal, pihak swasta
dan pemerintah kota. Karenanya, Dalam pelaksanaannya, proyek ini melibatkan
banyak pihak, termasuk konsultan. Proyek Perbaikan Kampung di wilayah
tertentu membawa dampak positif bagi kehidupan sosial warga. Kantong-kantong
pemukiman yang tadinya kumuh, sudah mulai tertata dan tingkat kesadaran
masyarakat untuk bersama-sama menjaga kebersihan terlihat dengan nyata. Harus
diakui, Proyek Perbaikan Kampung mampu mengubah lokasi pemukiman yang
tidak tertata, menjadi tertata. Sasaran dari Proyek Perbaikan Kampung diarahkan
pada kantong-kantong pemukiman kumuh dan miskin. Pemukiman kumuh
terbanyak terdapat di kondisi lingkungan bisa dikatakan (relatif) sudah tertata
dengan baik. Fakta inilah yang mendorong Pemerintah Kota memberi prioritas
3
penataan. Permasalahan lingkungan pemukiman kumuh antaralain, terjadi karena
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi disebabkan oleh meledaknya urbanisasi
dan banyak terjadi pelanggaran peruntukan lahan. Tidak sedikit bangunan yang
berdiri di atas saluran air dan jalan jadi menyempit karena bangunan yang tidak
tertata. Kondisi inilah yang harus diperbaikan. Itu pula alasannya kenapa proyek
ini diberi nama Proyek Perbaikan Kampung. Disebut perbaikan, karena terjadi
berbagai kerusakan sarana dan prasarana perkampungan. Kerusakan terjadi karena
ulah manusia yang tidak disiplin dan tidak pada aturan hukum.
B. TUJUAN
1. Mengetahui Konsep Program Kip
2. Kendala Yang Di Hadapi Dalam Implementasi Kip
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kip
C. MANFAAT
1. Pembelajaran bagi mahasiswa sehingga mengetahui masalah di
perkampungan.
2. Makalah ini dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan bagi
pengambilan keputusan / kebijakan.
3. Kontribusi terhadap ilmu ekonomi pembangunan khususnya welfare
economics.
4. Untuk meningkatkan pemahaman teori pembangunan, teori perumahan /
pemukiman, teori penggunaan lahan, teori kesehatan lingkungan, dan
konsep kemiskinan.
5. Sebagai rujukan / referensi untuk studi selanjutnya.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
a. Teori kesehatan lingkungan
Lingkungan Hidup menurut UU RI nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, (Mukono, 2000: 8)
“Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk didalamnya manusia dan periklakunya, yang mempengaruhi
perikehidupan dan kesejahteraan mamnusia serta makhluk hidup lainnya”.
Kesehatan Lingkungan pada pemukiman atau perumahan sangat dipengaruhi oleh
kondisi ekonomi, sosial, pendidikan, tradisi/kebiasaan, suku geografis dan kondisi
Lokal. (Mukono,2000:155). Selanjutnya menurut mukono, selain itu lingkungan
pemukiman/perumhan dipengaruhi oleh beberapa factor yang menentukan
kualitas lingkungan pemukiman tersebut, yaitu fasilitas pelayanan, perlengkapan,
peralatan yang dapat menunjang terselenggaranya kesehatanfisik, kesehatan
mental, kesehatan sosial bagi individu dan keluarganya.
Blum (1981: 4) bahwa kesehatan ditentukan oleh 4 faktor, yaitu sebagai
berikut:
1. Faktor lingkngan
2. Gaya Hidup ((life-style)
3. Factor (Genetik genetic factor)
4. Pelayanan Kesehatan )medical care service)
Di Negara- Negara berkembang yang paling menentukan derajat kesehatan
adalah faktor kemudian berturut-turut oleh faktor gaya hidup, faktor genetic dan
terakhir oleh factor pelayanan kesehatan. Menurut Blum semakin maju dan kaya
suatu masyarakat maka factor yang menentukan tingginya derajat kesehatan
bergeser dari factor lingkungan menjadi factor gaya hidup. Hal ini terbukti di
Negara-negara maju dimana lingkungan hidup sudah tertata, gaya hidup
merupakan factor terpenting yang mempengaruhi kesehatan masyarakatnya.
5
Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana wilayah Pemukiman
Kumuh (slum) dapat diklasifikasikan kedalam 2 klasifikasi yaiti:
1. Fisik
a. Berpenghuni padat >500 orang
b. Tata letak bangunan (kondisinya buruk dan tidak memadai)
c. Kondisi konstruksi (kondisinya buruk dan tidak memadai)
d. Ventilasi (tidak ada, kalau ada kondisinya buruk dan tidak
memadai)
e. Kepadatan pembangunan ( kondisinya buruk dan tidak memadai)
f. Drainase ( tidak ada)
g. Keadaan jalan
h. Persediaan air bersih (tidak ada, kalau ada kwalitasnya kurang baik
dan terbatas/kurang lancer)
i. Pembuangan limbah manusia dan sampah (tidak ada)
2. Non fisik
a. Tingkat kehidupan sosial ekonomi rendah
b. Pendidikan didominasi SLTP kebawah
c. Mata pencaharian bertumpu pada sector informal
d. Disiplin warga rendah
Menurut Ditjen Bangka depdagri, ciri-ciri pemukiman atau daerah
perkampungan kumuh dipoandang dari segi sosial ekonomi adalah sebagai
berikut:
1. Sebagian besar penduduknya berpenghasilan dan berpendidikan
rendah, serta memiliki system sosial yang rentan.
2. Sebagian besar penduduknya berusaha atau bekerja disektor
informal lingkungan pemukian, rumah, fasilitas dan prasaranya
dibawah standar minimal sebagai tempat bermukim misalnya,
misalnya memiliki :
6
a. Kepadatan penduduk yang tinggi > 200 jiwa/km2
b. Kepadatan bangunan >110 bangunan
c. Kondisi prasarana buruk (jalan, air bersih, sanitasi, drainase
dan persampahan)
d. Kondisi fasilitas lingkungan terbatas dan buruk, terbangun
<20% dari luas persampahan
e. Kondisi banguna rumah tidak permanen dan tidak memenuhi
syarat minimal untuk tempat tinggal
f. Pemukian rawan terhadap banjir, kebakara, penyakit dan
keamanan.
g. Kawasan pemukiman dapat atau berpotensi menimbulkan
ancaman (fisik dan non fisik) bagi manusia dan lingkungan.
Surabaya a city of Partnership, 1993: 8-9 mengemukakan bahwa
kampung mempunyai arti lebih luas yaitu Kampung adalah bukian pemukiman
kumuh atau liar, ia merupakan lanjutan dan perkembangan perumahan mandiri,
umumnya pada lahan milik tradisi Kampung merupakan konsep pribumi tentang
perumahan dan masyarakat dalam beragam ukuran, bentuk dan kepadatan.
Kampung letaknya strategis dibagian kota, memberi kesempatan luas mencapai
berbagai kesempatan kerja, kampung didalamnya tergalang bergam industry
industri rumah tangga dan menghasilkan barang dan pelayanan siap kaki,
kampung memberi perumahan pada dua pertiga penduduk kota, menawarkan
segala beragam standar perumahan pada berbagai tingkat harga, utamanya bagi
keluarga berpenghasilan rendah dan menengah.
Menurut Dewi S dalam silas (2000:12), runah dapat menjadi modal kerja
yang handal dalam mengembangkan kekuatan ekonomi keluarga melalui Usaha
Berbasis Rumah (UBR), Adapun ciri-ciri UBR dalam konteks pengalaman
kampung di Surabaya (Silas, 2000:13) adalah sebagai berikut:
a. Rumah dan rumah tangga sebagai modal kerja.
7
b. Kampung sebagai kesempatan dan kemudahan kerja mengingat
lokalitasnya yang baik terhadap system kota.
c. Komunalisme kehidupan masyarakat kampung menjadi kekuatan
untuk saling memberi dukungan dan memudahkan kerja.
d. Tenaga tembahan yang setiap saat diperlukan diluar tenaga keluarga
dengan mudah dapat diperoleh dari tetangga sekitarnya.
e. Melakukan proses pemberdayaan melalui proses saling mambantu dan
saling mengajarkan keahlian yang diperlukan; proses penyuburan
bersama.
f. Ada kelonggaran dalam banyak hal untuk melakukan UBR, termasuk
masalah perizinan, pungutan, dan sebagainya yang jauh meringankan
biaya kerja.
g. Menjadi basis bagi kekuatan kota yang bertumpu pada masyarakat
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Rumah produktif dalam UBR menurut Silas (2000:19), mempunyai 5 ciri
pokok adalah:
a. Rumah dan rumah tangga menjadi modal dan basis dari kegiatan
ekonomi keluarga.
b. Keluarga menjadi kekuatan pokok dalam penyelenggaraan UBR,
mulai dari menyiapkan, menjalankan hingga mengendalikan semua
kegiatan, sarana dan prasarana yang terlibat
c. Dasar dan pola kerja UBR terkait (erat) dengan dan menjadi bagian
dari penyelenggaraan kerumah-tanggaan. Isteri/ibu dan anak-anak
menjadi tulang punggung dari penyelenggaraan UBR.
d. Rumah makin jelas merupakan proses yang selalu menyesuaikan diri
dengan konteks kegiatan yang berlaku, termasuk kegiatan (atau tidak
ada kegaiatan) melakukan berbagai bentuk UBR.
e. Berbagai konflik yang timbul sebagai konsekuensi dari adanya UBR
dirumah dapat diatasi secara alami, baik internal rumah maupun
8
dengan lingkungan dan tetangga disekitarnya yang terlibat langsung
atau tidak langsung dalam berbagai kegiatan UBR.
Menurut Lanti, A., (2000:11-12), pembangunan dan pengembangan
perumahan produktif dalam mengantisipasi tantangan ekonomi kerakyatan
ditempuh dengan kebijakan yang mendorong dan memfailitasi terbentuknya iklim
dan lingkungan usaha yang kondusif, melalui optimalisasi keterpaduan
pelaksanaan program perumahan dan pemukiman dengan program ekonomi
kerakyatan yang terkait dalam suatu kerangka skenario pembangunan wilayah
induknya. Selanjutnya Lanti menyatakan bahwa pendekatan dan strategi utama
yang harus dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui
Tribina yang meliputi: 1. Bina Manusia, 2. Bina Usaha dan 3. Bina Lingkungan.
Usaha Perbaikan Kampung (Kampung Improvement Program
/ KIP )
Di Indonesia program perbaikan kampung atau dikenal dengan KIP (Kampung
Improvement Program) telah ada pada zaman pendjajahan. Program KIP pertama
di Indonesia adalah program KIP yang dilaksanakan di Surabaya, yaitu pada tahun
1923. Pada waktu itu Program KIP diadakan untuk menanggapi politis etis dari
kaum oposisi di Parlemen Belanda dengan tujuan untuk melindungi penduduk
yang bermukim di dekat kampung yang pada umumnya dihuni warga Eropa dari
bahaya epidemi. Orientasi KIP pada saat itu hanyalah untuk menangani aspek
sanitasi kampung saja (Silas, 1996: 8). Pada zaman kemerdekaan , pada masa
Orde Baru, KIP dilaksanakan kembali (yaitu tahun 1968-1969), dengan
menggunakan prinsip dasar yang sama yaitu melayani penduduk di kampung agar
terjadi proses : pengadaan perumahan yang memenuhi syarat. Prioritas pertama
adalah lingkungan yang baik, kemudian berkembang menjadi perumahan yang
memenuhi infrastruktur lingkungan yang baik. (Silas, 1996: 9).
Perang Dunia ke II telah mengakibatkan rusaknya pemukiman dan perumahan di
Kota Surabaya. Kerusakan ini berlanjut sampai dengan masa
revolusi kemerdekaan (Th. 1945-Th. 1950). Pada era ini semua kegiatan dan
pembangunan boleh dikatakan tidak ada, sampai dengan terselenggaranya
9
Konggres Perumahan Rakyat Sehat (25-30 Agustus 1950), yang memutuskan
pemerintah membentuk kelembagaan khusus dalam Kementrian Pekerjaan
Umum. Bentuk nyata dari kelembagaan ini adalah dibentuknya Yayasan Kas
Pembangunan, yang secara kooperatif dengan cara menabung memenuhi
kebutuhan perumahan penduduk dan pegawai negeri yang penghasilannya
terbatas.
Pada tahun 1974, Pemerintah Indonesia menandatangani “Loan Agreement
dengan Bank Dunia (world Bank) sebagai bantuan untuk melaksanakan program
KIP yang dimulai dari Jakarta kemudian disusul dengan Surabaya pada tahun
1976. Selebihnya selama Pelita II Program Perbaikan Kampung dilaksanakan di
kota-kota besar yang keuangannya cukup kuat untuk membiayai sendiri. Pada era
ini Program Perbaikan kampung masih diutamakam pembangunan secara fisik.
Sejak PELITA III Program Perbaikan Kampung tidak lagi hanya dipusatkan pada
perbaikan fisik melainkan tujuan akhir perbaikan kampung adalah meningkatkan
taraf hidup masyrakatnya. Sejalan dengan perbaikan fisik lingkungannya, (seperti
pembangunan Saluran Pipa Air Bersih, Jalan Kendaraan, Jalan Setapak, MCK,
Tempat Pembuangan Sampah, Saluran Pematusan, Pospos/ Klinik Kesehatan,
peningkatan Rata-rata Luas Ruangan rumah per penduduk dengan membangun
rumah susun) diusahakan pula peningkatan ekonomi masyarakatnya. Selain itu
untuk peningkatan kualitas hidup diwujudkan dengan peningkatan kesejahteraan,
kesehatan dan pendidikan. Dengan kata lain tujuan utama Program Perbaikan
Kampung (KIP) adalah bina lingkungan, bina manusia (peningkatan kualitas
hidup), dan bina usaha (peningkatan ekonomi) (Yudhohusodo, 1991: 312 ).
Di Surabaya gagasan perbaikan kampung bersama masyarakat, terwujud
melalui proyek-proyek pembangunan, perbaikan serta pemeliharaan. Proyek yang
pertama dilaksanakan adalah Proyek W.R. Supratman yang dimulai pada tahun
1969-1974. Realisasi pada proyek ini berupa perbaikan kampung didasarkan pada
penyediaan plat beton cetak yang dapat diperoleh warga kampung dan yang
bersedia melakukan pemasangan atas usaha masyarakat itu sendiri. Proyek ini
didanai melalui anggaran Bagian Pemeliharaan Kota, sehingga besarnya tidak
dapat dipastikan.
10
Proyek W.R. Supratman ini berlanjut dari periode tahun 1974-1975
sampai dengan periode 1982-1983. Pelaksanaan program awal dari KIP ini
bertujuan untuk membantu aktifitas/kegiatan masyarakat pada umumnya dan
penghuni/warga kampung khususnya di dalam memperbaiki dan memelihara
kampungnya, dengan jalan memperbaiki fisik lingkungan yaitu menyediakan/
meningkatkan prasarana pokok secara layak, yang meliputi:
1) jalan untuk orang dan kendaraan termasuk kelengkapannya
2) saluran pematusan
3) jaringan air minum dengan kran air untuk minum
4) fasilitas sanitasi untuk mandi, cuci, kakus (MCK)
5) fasilitas kesehatan masyarakat
6) fasilitas pendidikan dasar.
Tujuan dari implementasi program KIP-K ini sesuai dengan UU Nomor 4
Tahun 1992 (Indarto Agus, 1999 : 1)
1. pasal 5 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak
untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak
dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur
2. pasal 5 ayat 2 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk berperanserta dalam pembangunan
perumahan dan pemukiman.
3. Pasal 29 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam
pembangunan perumahan dan permukiman.
Berdasar UU Nomor 4 Tahun 1992, pasal 5 ayat 1 dan 2 serta pasal 29 tersebut
tujuan implementasi Program Perbaikan Kampung Komprehensif (KIP-K)
ditujukan untuk :
1. meningkatkan infrastruktur dan kualitas lingkungan permukiman kampong.
2. meningkatkan status kepemilikan lahan rumah.
3. meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan
11
Tujuan serta implementasi Program KIP-K diatas sesuai dengan Program
MDG Indonesia (Indonesia’s Mellllenium Development Goal), utamanya pada
poin 7, yaitu ; Memastikan Keberlanjutan Lingkungan Hidup dengan terget :
1. Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan
dan program nasional
2. Penurunan sebesar separuh penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum
yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015
3. Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di
permukiman kumuh pada tahun 2020.
Meskipun secara teoritis program KIP-K ini nampak menyeluruh dan mendasar,
namun mengingat di dalam pelaksanaannya sering dihadang oleh berbagai
kendala, maka perlu adanya studi empirik yang mendalam untuk melihat apakah
perbaikan kampung melalui KIP-K ini berhasil di dalam mencapai tujuannya,
yaitu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat yang pada gilirannya akan
meningkatkan kemandirian/self-empowerment masyarakat perkampungan kumuh.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam perbaikan kampung meliputi: terjadinya
kesenjangan antara rencana program-program pembangunan dengan
implementasinya, beragamnya masyarakat di dalam hal pendidikan, status social
ekonomi budaya, kesadaran berorganisasi, terbatasnya dana, sulitnya
mempertahankan kosistensi strategi pembangunan yang berfihak pada masyarakat
miskin, serta diperlukannya komitmen yang tinggi dari berbagai fihak yang
terlibat dalam KIP-K. Untuk melihat keberhasilan perbaikan kampung melalui
KIP-K , di dalam studi ini dikaji secara medalam dampak (pengaruh) usaha
perbaikan kampung melalui KIP-K terhadap kesejahteraan sosial masyarakat
miskin kampung kumuh dan terhadap kemandirian masyarakatnya
(selfempowerment).
12
BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Program perbaikan kampung adalah suatu Program perbaikan
kampung-kampung kota akibat urbanisasi yang tinggi dan mengakibatkan
kekumuhan kota. Program perbaikan kampung terdiri dari perbaikan
prasarana dan kualitas fisik dan rumah dan pemukiman yang sehat.
Adapun usaha- usaha perbaiakn kampung antara lain sebagai berikut:
a) Jalan-jalan kendaraan
b) Jalan setapak
c) Saluran drainase
d) Pembuangan sampah
e) MCK (mandi-Cuci-Kakus), dll
Program perbaiakan kampung mencangkup
a) Bina Lingkungan : Perbaikan Fisik Lingkungam
b) Bina Manusia : Peningkatan kualitas hidup
c) Bina Usaha : Peningkatan Ekonomi
Program Perbaikan Kampung didaerah Surabaya
Kampung Improvement Program (KIP) di Surabaya adalah
program peningkatan infrastryktur dan kualitas hunian komunitas.
Program ini menyediakan Infrastruktur seperti jalan setapak, drainase,
pembuangan limbah, toilet publik. Program ini hamper mempengaruhi
semua aspek dari komunitas khususnya Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) yang tinggal di kampung-kampung. Implementasi dari
KIP disurabaya dimulai pada tahun 1968. Setelah bertahun-tahun
pengalaman pada implementasi KIP di Surabaya, tercatat bahwa program
ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan partisipasi warga kampung
untuk meningkatkan lingkungan mereka sendiri. Pertisipasi dari warga
kampung meliputi proses perencanaan, implementasi dan evaluasi
13
program. Partisipasi aktif dari warga juga akan meningkatkan rasa
memiliki dari warga kmpung itu sendiri untuk mempertahankan
kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Ada beberapa hambatan dan permasalahan selama implementasi dari
program tersebut, antar lain:
a. Koordinasi antara agensi; meskipun sebuah kelompok kerja terdiri
dari agensi-agensi terkait telah dibentuk untuk membantu
implementasi program,
b. Memahami komunitas; diperlukan waktu yang lama untuk
membentuk pengertian yang baik pada komunitas hingga mereka
mengerti tujuan dari program. Meskipun sebuah konsultan
pengembangan masyarakat bekerja bersama komunitas tersebut,
proses untuk mendapatkan pengertian yang baik sangat memakan
waktu
c. Kurang sumber daya manusia; kualitas dan kapasitas sumber daya
manusia yang terlibat dalam program sangat bervariasi dari kondisi
dasar hingga sangat tinggi. Pada bebrapa kasus implementasi
program diinterprestasikan pada pengertian yang sangat sempit,
sehingga implementasi dapat melenceng jauh dari tujuan aslinya.
B. Usaha Pengembangan Masyarakat pada Program Perbaikan Kampung
Tahun 2002-2003
Usaha pengembangan Masyarakat dalam program perbaikan kampung
th.2002-2003 meliputi: peningkatan keterampilan, pembinaan usaha kecil dan
pemberian kredit usaha terbukti dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat
yang diukur melalui pendpatan, tingkat kesehatan, lamanya pendidikan serta
perasaan aman dan nyaman masyarakat. Kegiatan peningkatan keterampilan pada
program perbaikan kampung dilakukan melalui kursus atau pelatihan. Sesuai
dengan apa yang diutarakan oleh Tan Chuee Hurt dan Derch Torrington (1998 :
288); pelatihan merupakan suatu proses peningkatan pengetahuan dan
14
keterampilan serta dapat merubah perilaku seseorang sehingga dapat melakukan
suatu pekerjan dengan efektif, demikian juga program peningkatan keterampilan
program perbaikan kampung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang
mengikuti program ini. Modal kerja juga sangat dibutuhkan bagi progam
perbaikan kampug adalah ketersediaan program kerja yang cukup akan
mendukung lancarnya proses produksi. Penggunaan modal kerja utamanya
digunakan untuk pengadaan bahan, keperluan proses produksi, dan distribusi
(penjualan). Dilihat dari penggunaan modal kerja, maka pengelolaan modal kerja
merupakan aktivitas perusahaan sehari-hari, yang menjamin kelancaran
operasional sehari-hari. Dengan demikian penambahan modal kerja modal kerja
selain akan meningkatkan produksi juga memperluas usaha yng pada akhirnya
dapat mengadakan pemupukan modal sendiri. Pembinaan usaha kecil sering kali
dilaksanakan didalam bentuk pelatihan di bidang managemen produksi,
pengembangan pemasaran, manajemen keuangan dan organisasi. Pembinaan
usaha kecil ini sangat penting peranannya didalam pengembangan usaha kecil.
C. Perkembangan Fisik Lingkungan Pada Program Perbaikan Kampung
Tahun 2002-2003
Perkembangan fisik lingkungan sebagai program perbaikan fisik
Lingkungan pada program perbaikan kampung tahun 2002-2003 yang meliputi
perbaikan sarana dan mutu Lingkungan yang berupa perbaikan rumah, tempat
sampah, MCK, jaringan saluran air bersih serta jaringa jalan setapak berpengaruh
posistif signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
Di dalam pelaksanaan Program KIP-K (2002-2003), perbaikan fisik
lingkungan pada umumnya telah dilaksanakan secara baik. Hanya di beberapa
daerah masyarakat masih merasa fasilitas yang dibangun atau diperbaiki masih
Kurang cukup, seperti Kalurahan Tembok Dukuh, Sidotopo, Pegirikan, Kenjeran
dan Wonorejo merasa perlu dibangunnya depo sampah , W.C. umum serta saluran
air bersih. Perbaikan kondisi fisik lingkungan yang memadai merupakan hal
positif sebab kondisi lingkungan sangat memepengaruhi kondisi kesehatan,.
15
Menurut Blum M.D (1981: 5) paradigma sehat (well-being paradigms of healt)
itu ditentukan oleh empat faktor meliputi : faktor kondisi fisik lingkungan
(environment), factor perilaku (life style), faktor genetik (genetic factors), dan
faktor pelayanan kesehatan (medical care factors) . Dari empat faktor ini, faktor
fisik lingkungan adalah penentu terbesar dari derajat kesehatan utamanya di
negara-negara berkembang. Sementara di negara-negara maju faktor yang saat ini
terbesar pengaruhnya pada derajat kesehatan adalah perilaku.Temuan di lapangan
menunjukkan bahwa masyarakat pada umumnya merasa sehat. Hal ini utamanya
disebabkan oleh lingkungan yang lebih bersih serta fasilitas kesehatan yang
memadai. Sekalipun demikian dalam kurun waktu dua tahun beberapa kampung
karena kurangnya budaya bersih menjadi kumuh kembali. Kondisi kesehatan akan
mempengaruhi produktivitas kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi
pendapatan masyarakat. Semakin sehat seseorang diharapkan semakin produktif,
sehingga mendapatannya meningkat dan dengan meningkatnya pendapatan
kesejahteraan juga meningkat .
Sementara itu temuan di lapangan menunjukkan bahwa persepsi
masyarakat terhadap kesejahteraan sebagian besar (85%) adalah tergantung pada
kondisi ekonomi (pendapatan). Dari Hasil analisis SEM terbukti bahwa Program
KIP-K yang berupa Perkembangan Fisik Lingkungan berpengaruh positif
terhadap Kesejahteraan masyarakat. Sekalipun demikian dari temuan di lapangan
menunjukkan dalam kurun waktu 2 tahun (dari tahun 2003 sampai dengan tahun
2005) di beberapa tempat (seperti Pegirikan, Sidotopo, Kenjeran) lingkungan
yang sudah bersih menjadi kumuh lagi. Demikian juga fasilitas sanitasi seperti
W.C.dan tempat sampah.oleh sebagian masyarakat kurang dimanfaatkan secara
baik.. Sebagai contoh di kampung Pegirikan sebagian masyarakat lebih memilih
sungai untuk buang hajat atau membuang sampah Semuanya ini adalah pengaruh
perilaku dan budaya serta minimnya pengetahuan serta kesadaran tentang
kesehatan lingkungan. Kenyataan ini bertentangan dengan teorinya Blum, bahwa
di kalangan masyarakat Kumuh di kota Surabaya perilaku lebih mempengaruhi
kesehatan daripada faktor lingkungan. Kurangnya pengetahuan serta kesadaran
mengenai kesehatan lingkungan di kemudian hari dikhawatirkan dapat
16
menurunkan derajat kesehatan. Sekalipun demikian hal yang positif dari program
ini adalah terdorongnya semangat dari sebagian besar masyarakat untuk
memperbaiki dan menjaga lingkungan (dengan semangat warga untuk
memperbaiki rumah serta menjaga komunitas infrastruktur yang ada).
D. Perkembangan manajemen lahan pada Program KIP-K Tahun 2002 – 2003
tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan sosial masyarakat miskin
kampung kumuh di Kota Surabaya.
Program pengembangan manajemen lahan pada Program KIP-K yang
meliputi bantuan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sertifikat
tanah : pada Program KIP-K Tahun 2002 dilaksanakan hanya pada beberapa
persil tanah saja, sementara itu pada program KIP-K Tahun 2003 tdak terlaksana,
oleh sebab itu perkembangan manajemen lahan sebagai hasil pelaksanaan
program KIP-K tidak berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan sosial
masyarakat. Sertifikat atas tanah merupakan salah satu unsur peningkatan harga
tanah selain lingkungan menjadi lebih baik ( kondisi jalan yang baik, adanya
fasilitas umum seperti penerangan listrik, bebas dari banjir, dekat lokasi kegiatan
ekonomi atau industri). Demikian juga adanya sertifikat atas tanah akan menjamin
keamanan untuk tidak digusur, hal yang demikian ini menciptakan rasa aman
yang besar terhadap keberadaan rumah pribadi. Seperti halnya Sertifikat atas
Tanah, Izin Mendirikan Bangunan merupakan unsur yang menyebabkan penghuni
bangunan aman dari pembongkaran atau penggusuran. Suatu bangunanan yang
tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sewaktu waktu bisa dibongkar.
Dari hasil analisis SEM yang dilakukan membuktikan bahwa tidak adanya
pengaruh Program Manajemenen Lahan terhadap Kesejahteraan Masyarakat. Hal
ini disebabkan karena selain memang tidak adanya bantuan pengurusan baik
Sertifikat Tanah maupun IMB, temuan di lapangan juga menunjukkan adanya rasa
gamang responden untuk mengurus surat-surat tersebut disebabkan oleh tingginya
biaya dan prosedur yang sulit dan berbelit-belit serta membutuhkan waktu yang
cukup lama.. Seperti yang dilaporkan oleh Urban Sector Development Unit dari
World Bank (2003: 41) yang mengatakan kebanyakan masyarakat di perkotaan
17
hanya memiliki hak tradisional atas tanah bukan hak resmi sehingga rawan dari
penggusuran/setiap saat dapat digusur. Sering terjadinya penggusuran ini selain
tanah yang ditempati masih berstatus illegal, juga pertumbuhan kota yang
semrawut. Sebagaimana halnya pertumbuhan kota-kota di negara berkembang,
pertumbuhan kota Surabaya tidak sesuai dengan teori konsentrisnya Burgess
(1925), di mana kampung176 kampung yang dihuni masyarakat miskin akan
terkonsentrasi pada zona tertentu dalam kota, melainkan kampung kumuh tersebar
hampir di semua wilayah kota.
E. Usaha pengembangan masyarakat miskin kampung kumuh pada Program
KIP-K Tahun 2002-2003 berpengaruh positif terhadap kemandirian
masyarakat.
Program Usaha Pengembangan Masyarakat pada Program KIP-K yang
meliputi Pembinaan Usaha Kecil, Peningkatan Keterampilan dan Pemberian
kredit usaha, berpengaruh terhadap Kemandirian Hal ini mengindikasikan bahwa
Program Usaha Pengembangan Masyarakat mampu meningkatkan Kemandirian
masyarakat.Dari temuan di lapangan ternyata Usaha Pengembangan Masyarakat
mampu memberdayakan masyarakat di dalam kemandirian di dalam
pembangunan kampung. Dengan dibentuknyaberbagai kelembagaan masyarakat
kampung (KSM, BK KSM, YK dan KSU). Melalui berbagai kelembagaan
masayarkat tersebut mendorong masyarakat untuk saling berinteraksi dan
membangkitkan semangat bergotong royong yang selama ini hampir punah.
Bantuan Kredit Usaha yang dilaksanakan dalam Program KIP-K, pengaruhnya
sangat kecil di dalam kemandirian masyarakat utamanya di dalam mendorong
kemandirian di bidang pengadaan modal usaha. Hal ini dapat dimaklumi , karena
bantuan modal usaha yang hanya berupa modal finansial saja. Menurut Swasono (
2004. c), pemberdayaan usaha kecil tidak cukup hanya memberi bantuan berupa
modal finansiil saja melainkan juga harus disertai modal sosial. Modal sosial yang
terpenting adalah human capital, dan jaringan sosial yang kondusif. Human
capital atau sumber daya manusia yang bisa ditingkatkan melalui pendidikan,
pelatihan, peningkatan keterampilan, pembinaan. Di dalam hal ini adalah adanya
18
pendidikan atau pembinaan yang dapat meningkatkan pengetahuan utamanya
pengetahuan tentang pengelolaan usaha, penyusunan bussiness plan, dan tentang
pasar. Sementara itu jaringan sosial yang kondusif adalah jaringan sosial di mana
masyarakat dengan mudah dapat mengakses peluang (untuk berusaha) dan sumber
daya melalui jaringan tersebut. Temuan di lapangan menunjukkan pemberian
kredit usaha kurang disertai pembinaan, utamanya pembinaan di bidang
pengelolaan usaha dan deversifikasi usaha serta pemasaran, sehingga kemampuan
(capabilities) tidak meningkat, sehingga penerima kredit mengalami kesulitan di
dalam mengembangkan usahanya. Sebagai akibatnya kemampuan responden
untuk mandiri di dalam pengadaan modal usaha sangat kecil bahkan dikatakan
tidak ada. Pranata sosial atau jaringan sosial yang kondusif belum tentu dapat
meningkatkan kemandirian pengadaan modal usaha apabila tidak diikuti
kemampuan mengelola usaha. Sebaliknya modal finansial yang cukup disertai
dengan kemampuan mengelola usaha tanpa jaringan sosial yang kondusif belum
tentu dapat meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pengadaan modal
usaha. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa jaringan sosial sudah cukup
kondusif namun pengetahuan tentang pengelolaan usaha serta pengetahuan
tentang pasar sangat kurang.
Program pengembangan masyarakat pengaruhnya sangat kecil terhadap
kemandirian masyarakat di dalam mendapatkan peluang untuk mendapatkan
pekerjaan. Peluang untuk mendapatkan pekerjaan tidak dapat diraih oleh
seseorang apabila pendidikan serta keterampilan yang dimilikinya tidak
memenuhi syarat yang diperlukan oleh peluang tersebut. Demikian juga
banyaknya pesaing akan mengurangi bahkan menutup peluang untuk
mendapatkan pekerjaan. Temuan di lapangan di samping banyaknya pesaing juga
pendidikan responden rendah sehingga peluang untuk mendapatkan pekerjaan
sangat sulit. Dua hal tersebut membuat Program KIP-K yang berupa pelatihan
sangat penting bagi masyarakat, karena dapat meningkatkan kemandirian
responden di dalam mendapatkan peluang untuk mendapatkan pekerjaan. Hasil
analissi SEM, membuktikan bahwa Usaha Pengembangan Masyarakat di dalam
Program KIP-K Tahun 2002-2003 dapat meningkatkan kemandirian masyarakat,
19
sekalipun belum maksimal Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan yang
dikemukakan baik oleh Todaro maupun oleh Amartiya Sen.
a. Perkembangan Fisik Lingkungan pada Program KIP-K Tahun 2002 -
2003 berpengaruh positif terhadap Kemandirian Masyarakat Miskin
Kampung Kumuh di Kota Surabaya.
Perkembangan fisik lingkungan di dalam Program KIP-K yang meliputi
pembngunan sarana sanitasi lingkungan, perbaikan dan pembangunan saluran air
bersih, dan pembangunan jalan berpengaruh positif terhadap kemandirian
masyarakat. Perkembangan fisik lingkungan sebagai hasil program KIP-K Tahun
2002- 2003, telah membuat lingkungan di 14 daerah Kalurahan, menjadi lebih
tertata dan bersih. Dengan dibangunnya jaringan jalan, meningkatkan asset
masyarakat, yang berupa harga tanah dan rumah menjadi naik, di samping itu juga
terciptanya peluang berusaha bagi masyarakat yang tinggal di pinggir jaringan
jalan tersebut. Temuan di lapangan banyak usaha (warung, wartel, toko) baru. Hal
ini membuktikan bahwa perbaikan fisik lingkungan telah mendorong adanya
investasi (dengan modal sendiri), juga terciptanya lapangan kerja. Dengan
demikian Program Perkembangan Fisik Lingkungan dapat mempengaruhi
kemandirian masyarakat di dalam pengadaan modal usaha dan kemandirian
memperoleh peluang pekerjaan. Namun sayang tidak semua usaha-usaha tersebut
milik penduduk se tempat,sebagian adalah milik warga dari daerah lain.
Sementara itu masyarakat miskin penerima kredit usaha belum mampu
bereinvestasi. Program bantuan perbaikan rumah yang merupakan salah satu
program Perkembangan Fisik Lingkunngan , telah mendorong semangat
masyarakat untuk meningkatkan investasi nya di dalam bentuk perbaikan rumah.
Keinginan untuk mempunyai tempat tinggal yang bersih, aman dan nyaman
dengan memperbaiki rumah ini mendorong kemandirian di dalam menjaga
kebersihan lingkungan serta memelihara komunitas infrastruktur. Kedua hal
tersebut menciptakan kemandirian di dalam membangun kampung. Berdirinya
berbagai lembaga kampung melalui program KIP-K ( KSM,BK-KSM dan KSU),
menciptakan jaringan sosial yang membuat interaksi antara warga menjadi lebih
20
intensif dan erat mendorong rasa kebersamaan utamanya di dalam pembangunan
kampung. Rasa kebersamaan ini 180 akhirnya menjadi jalinan tanggungjawab
bersama dalam menjaga lingkungan dan pembangunan kampung, yang pada
gilirannya meningkatkan kemandirian di dalam membangun kampung Sekalipun
sebagian kecil masyarakat masih terbelenggu dengan budaya serta kesadaran yang
rendah akan kebersihan dan kesehatan lingkungan, dengan diintensifkannya
sosialisasi akan kesling (kesehatan lingkungan). Diharapkan tingkat kemandirian
dalam membangun dan menjaga kebersihan akan bisa meningkat.
Hasil analisis SEM membuktikan bahwa perkembangan fisik lingkungan sebagai
hasil pelaksanaan KIP-K berpengaruh positif terhadap kemandirian masyarakat.
b. Perkembangan manajemen lahan pada program KIP-K Tahun 2002 -
2003 di Kota Surabaya tidak berpengaruh terhadap kemandirian
masyarakat miskin kampung kumuh.
Di dalam Program KIP-K Tahun 2002 –2003 program Manajemen Lahan
pelaksanaannya sangat minim, sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap
kemandirian masyarakat. Pada hakikatnya program Manajemen Lahan yang
terdiri dari bantuan pengurusan sertifikat atas tanah dan izin mendirikan bangunan
ini sangat penting, utamanya di dalam meningkatkan asset masyarakat yang juga
memberikan rasa aman dan nyaman tinggal dalam tempat tinggal pribadi.
Sertifikat atas tanah serta izin mendirikan bangunan dapat meningkatkan asset
masyarakat karena dengan adanya kedua surat tersebut harga baik tanah maupun
rumah akan naik. Temuan di lapangan menunjukkan baru sebagian kecil warga
masyarakat yang memiliki sertifikat maupun IMB, hal ini selain disebabkan biaya
yang cukup mahal, juga prosedur yang berbelit-belit membuat enggan atau tidak
mampu untuk mengurus, di samping dari fihak pemerintah sendiri kurang
memberikan perhatian, (misalnya dengan mempermudah prosedur, biaya yang
terjangkau, atau penduduk yang kurang mampu diberikan pemutihan). Sulitnya
masyarakat miskin dalam mengaksess tanah dan rumah masih belum terlampaui
sebagai akibat kurang seriusnya pemerintah di dalam menangani masalah tanah
sekalipun telah direncanakan dalam berbagai program namun pelaksanaannya
21
sangat kurang memadai termasuk program KIP-K. Hasil analisis SEM,
membuktikan bahwa perkembangan manajemen lahan sebagai hasil pelaksanaan
KIP-K tidak berpengaruh terhadap kemandirian masyarakat.
F. Kesejahteraan sosial masyarakat kampung miskin kumuh berpengaruh
terhadap kemandirian masyarakat.
Kesejahteraan sosial yang meliputi pendapatan, pendidikan kesehatan dan
rasa aman dan nyaman berpengaruh terhadap kemandirian masyarakat, hal ini
mengindikasikan semakin tinggti tingkat kesejahteraan sosial masyarakat semakin
tinggi tingkat kemandirian masyarakat. Wellfare economics menurut Sen ( 2002)
yang dikutip oleh Swasono (2006.b : 22-23), merupakan proses rasional ke arah
melepaskan diri dari hambatan untuk memperoleh kemajuan. Ukuran kemajuan
yang digunakan adalah tingkat kehidupan, pemenuhan kebutuhan pokok, kualitas
hidup, pembangunan manusia (human development yang terdiri dari 3 unsur
yakni pendidikan, daya beli dan kesehatan). Sementara itu menurut
Prof.Mohammad Hatta, yang dikutip Swasono (2006 b : 2), berdasarkan hak
sosial masyarakat, “tiap-tiap warganegara berhak akan pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan,, Sesuai dengan hak sosial rakyat adalah hasil dari
pemberdayaan (empowerment). Dari temuan di lapangan dan hasil analisis SEM
menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan yang diukur dari pendapatan,
pendidikan, kesehatan dan rasa aman dan nyaman terbukti mampu mempengaruhi
kemandirian masyarakat kumuh yang diteliti. Hal ini membuktikan semakin tinggi
tingkat kesejahteraan sosial masyarakat semakin tinggi tingkat kemandirian
masyarakat (empowerment) sesuai dengan doktrin economic welfare dari Amartya
Sen.Namun sayang peningkatan kesejahteraan melelui program KIP-K masih
belum maksimal sampai ketaraf sejahtera
Secara fisik bangunan rumah susun kurang memenuhi syarat untuk tempat
tinggal keluarga dimana rata-rata beranggotakan 4 orang atau lebih (Ismail, 1999:
19). Pembangunan perkampungan kumuh di perkotaan tidak hanya di bidang fisik
saja melainkan perlu disertai usaha pemberdayaan masyarakat di bidang
ekonomi, sosial dan budaya serta melibatkan keikutsertaan masyarakat di dalam
22
pelaksanaan pembangunan pemukiman secara berkelanjutan. Dengan demikin
selain kawasan menjadi tertata juga mendorong terciptanya transformasi ekonomi,
sosial serta budaya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan. Di dalam hal ini
Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 1998 telah melaksanakan KIP (Kampung
Improvement Program)-Komprensif yang lebih menekankan pada aspek fisik
guna mencapai masyarakat yang mandiri melalui perbaikan sarana fisik dan
sosial ekonomi. Program KIP-K ini merupakan suatu pembangunan berdasarkan
partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan kampung dan
pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan program ditujukan pada usaha
pemberdayaan dan kemandirian masyarakat kampung secara berlanjutan .
Program ini dirumuskan dengan mengutamakan pendekatan bottom up, di mana
pada pelaksanaan dilapangan dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat. Konsep
yang digunakan dalam KIP-K ini adalah :
1. menyeluruh dan terpadu
2. pemberdayaan dan kemandirian.
3. Pendekatan bottom up
4. Keberlanjutan.
Kampung menurut kategori Kampung Improvement Program tersebut terdapat
hampir di seluruh wilayah kota Surabaya.
Jauh sebelum krisis ekonomi (1997) terjadi, yaitu sejak Tahun 1974
Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan usaha perbaikan kawasan kumuh
dengan berbagai program pembangunan di antaranya adalah :
1. Program Perbaikan Kampung (W.R.Supratman1974); yaitu program
perbaikan saluran air yang didanai secara bersama-sama antara warga dan dana
dari APBD Tingkat II, usaha ini hasilnya sangat terbatas mengingat dana warga
sangat terbatas.
2. Program Perbaikan kampung yang lebih dikenal dengan KIP (Kampung
improvement Program) Program ini dilaksanakan sejak tahun 1976 sampai
23
dengan tahun 1998, dan didanai dengan dana pinjaman (loan) dari Bank Dunia
(World Bank ). Program ini mencakup bina lingkungan, bina manusia (kualitas
hidup) dan bina usaha (ekonomi) .
Dalam pelaksanaannya program ini lebih banyak menonjolkan pembangunan fisik
(bina lingkungan) sedangkan bina manusia (kualitas hidup manusia) dan bina
usaha (ekonomi) kurang diperhatikan (Yudohusodo, 1991: 315).
Bank Dunia menilai program perbaikan kampung ini cukup berhasil,sekalipun
pada mulanya sarana-sarana yang dibangun seperti saluran pembuangan air
limbah, fasilitas sanitasi, penerangan, dan jalan dapat membuat kawasan itu tertata
rapi namun pembangunan sarana yang pada awalnya dinilai cukup berhasil pada
perkembangannya banyak berubah. Di beberapa kota permukiman yang semula
sudah tertata rapi dan bersih menjadi kumuh kembali Hal ini disebabkan oleh
perilaku serta kentalnya budaya kurang bersih penduduknya. Sementara itu
dengan dibangunnya sarana jalan di kampung, penerangan, saluran pematusan air
(drainase), wilayah yang dulunya kumuh dan dihuni penduduk miskin menjadi
wilayah yang tertata dengan fasilitas memadai, namun sayangnya karena
kemampuan ekonomi penduduknya yang terbatas, wilayah ini dijual atau jatuh
ketangan penduduk yang lebih kaya. Dengan demikian penduduk miskin tergusur
oleh golongan penduduk yang lebih kaya. Hal yang demikian ini menurut
Swasono (2006: 4.b.) adalah : “terjadi penggusuran penduduk miskin bukan
menggusur kemiskinan_ Penggusuran terhadap penduduk miskin ini juga sering
terjadi disebabkan kurang jelasnya status tanah.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan World Bank (World Development
Report 2003: 41), akses terhadap tanah dan rumah bagi masyarakat miskin sangat
sulit disebabkan oleh pemetaan tanah perkotaan yang tidak jelas, tingginya nilai
tanah dan sistem hak tanah yang komplek dan biaya pengurusan yang tinggi serta
prosedur pengurusan yang berbelit-belit. Hal yang demikian ini menyebabkan
kebanyakan masyarakat miskin hanya mempunyai hak tradisional atas tanah saja,
bukan hak yang resmi (legal). Sebagai akibatnya seringkali terjadi penggusuran
masyarakat miskin (tanpa kompensasi yang memadai) utamanya bila pemerintah
membangun proyek besar. Bagi Masyarakat golongan ekonomi menengah ke
24
bawah yang tinggal di Kawasan yang berkepadatan tinggi atau kawasan komersiil,
Pemerintah Kota Surabaya membangun Rumah Susun (Rusun). Rusun yang
pertama dibangun di Surabaya adalah Rusun Urip Sumohardjo yang dibangun
pada tahun 1983 atas dasar kerjasama antara Pemerintah Kota Surabaya dengan
P.T. Barata dibangun untuk menampung warga masyarakat yang terkena musibah
kebakaran disusul rusun-rusun lain yang dibangun untuk disewakan kepada
masyarakat golongan menengah ke bawah. Dengan diangkatnya dari rumah
kumuh (tak layak huni) kerumah susun yang layak huni, (dipandang dari segi
kebersihan, kesehatan, tersedianya sanitasi, air bersih, penerangan / listrik,
pendidikan, keamanan, dan kenyamanan), diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan dan pada gilirannya dapat meningkatkan kemandirian
(selfempowerment). Pada kenyataannya menunjukkan bahwa sebagian, yaitu
kurang lebih 27% dari responden (penerima bantuan rumah susun sebagai
pengganti maupun penerima subsidi berupa rumah susun sewa) mengalihkan hak
huniannya kepada fihak lain dengan imbalan uang dan berkumuh di tempat lain di
mana kondisinya lebih buruk dari kondisi sebelumnya (Masjkuri, Siti U.1992: 91)
Hal ini disebabkan karena bantuan perumahan tidak disertai sarana yang bisa
memenuhi aksesibilitas keluarga (misalnya tempat bekerja, tempat usaha atau
kesempatan untuk bekerja), sehingga sebagian dari penghuninya tidak mampu
untuk tetap tinggal di situ. Ketidakmampuan ini utamanya disebabkan oleh faktor-
faktor internal sepert kemampuan ekonomi tidak memadai (pendapatan tidak
mencukupi untuk membayar biaya perumahan, seperti sewa, retribusi kebersihan,
air, keamanan dan penerangan). Selain itu dapat juga dimungkinkan oleh faktor
eksternal, seperti kebijakan Pemerintah Kota yang kurang aspiratif terhadap
kebutuhan masyarakat kampung (kebijakan non-partisipatori dan non
emansipatori), serta tidak adanya unsur pemberdayaan (empowerment) Kebijakan
yang demikian ini tidak sesuai dengan tujuannya (bina usaha yaitu: pemukiman
yang memenuhi aksesibilitas tempat tinggal, tempat kerja, tempat usaha
berdasarkan kondisi sosial, budaya dan ekonomi serta mampu menumbuhkan
sifat-sifat wirausaha kepada masyarakat dalam menyongsong masa depan yang
25
lebih baik berdasarkan pada aspek-aspek sosial dan budaya yang dimilikinya).
(Lanti, 2000 :12).
Kampung Improvement Program adalah program kesejahteraan rakyat
sebagai suatu intervensi pemerintah. Menurut Barr, untuk mencapai the economic
welfare of the state intervensi negara diperlukan justru untuk mencapai effisiensi
(Barr,1997: 77-92, 275-282). Hal ini seiring dengan pendapat Swasono (2006, b.),
bahwa “pembangunan tidak menggusur orang miskin tetapi menggusur
kemiskinan, pembangunan mengemban tugas humanisasi”. Dengan demikian
pembangunan kampung selain membuat masyarakat kampung mampu untuk tetap
tinggal (tidak tergusur) dari kampung yang sudah dibangun juga mampu untuk
memelihara kebersihan, keamanan dan kenyamanan serta mampu membangun
lebih lanjut atau dengan kata lain memiliki kemandirian / selfempowermen
(Swasono, 2004, c).
secara fisik bangunan rumah susun kurang memenuhi syarat untuk tempat
tinggal keluarga yang rata-rata beranggotakan 4 orang atau lebih (Ismail, 1999:
19). Secara umum dapat dikatakan program perbaikan kampung seringkali
berubah dari usaha perbaikan permukiman masyarakat miskin (dengan usaha bina
lingkungan, bina manusia dan bina usaha) menjadi penggusuran secara tidak
sengaja. Hal ini tercermin pada bantuan rumah susun yang pada akhirnya jatuh ke
pihak yang tidak semestinya berhak menerima bantuan tersebut; yaitu jatuh ke
tangan masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi lebih tinggi.
Sementara itu kampung yang sudah terbangun sarana jalan, penerangan, sarana
sanitasi dan lain-lain jatuh ke tangan golongan yang lebih kaya atau bahkan
kampung yang semula sudah tertata rapi menjadi kumuh kembali (karena
kurangnya budaya bersih). Oleh karena itu pembangunan perkampungan kumuh
di perkotaan tidak hanya pembangunan di bidang fisik saja melainkan perlu
disertai usaha pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan budaya
bagi pemukimnya. Dengan demikin selain kawasan menjadi tertata juga
mendorong terciptanya transformasi ekonomi, transformasi sosial serta
transformasi budaya yang pada gilirannya selain dapat meningkatkan
kesejahteraan juga secara senerjis masyarakat diharapkan mampu berperanaktif di
26
dalam pelaksanaan pembangunan pemukiman secara berkelanjutan. dalam hal ini
Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 1998 telah melaksanakan KIP (Kampung
Improvement Program)-Komprensif yang lebih menekankan pada aspek fisik
guna mencapai tujuan non fisik .menjadi pembangunan masyarakat yang mandiri
melalui perbaikan sarana fisik dan social ekonomi. Program KIP-K ini merupakan
suatu pembangunan berdasarkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan
kualitas lingkungan kampung dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan
program ditujukan pada usaha pemberdayaan dan kemandirian masyarakat
kampung secara berlanjutan . Program ini dirumuskan dengan mengutamakan
pendekatan bottom up, di mana pada pelaksanaan dilapangan dilakukan
sepenuhnya oleh masyarakat. (Dinas Tata Kota, Evaluasi Pelaksanaan KIP
Komprehensif, 1999)
c. Perbaikan Rumah dan Infrastruktur dalam Kampung
Program perbaikan infrastruktur di seluruh kelurahan sudah terlaksana
ketika program KIP-K 2003 berlangsung. Adapun jenis perbaikan pada tiap
kelurahan sangat bervariasi tergantung kebutuhan masyarakat setempat. Jenis
perbaikan yang dilakukan antara lain;
1) perbaikan jalan kampung,
2) perbaikan jembatan,
3) saluran air,
4) perbaikan dan pembuatan gerobak serta bak sampah,
5) pembuatan MCK, pembuatan taman, perbaikan rumah, pemasangan
air bersih dan Renovasi Balai kampung.
semua kegiatan pembuatan serta perbaikan tersebut sudah terlaksana
pengerjaannya selama program KIP-K berlangsung.Terkait dengan pelaksanaan
KIP-K 2003 yang lalu, maka saat ini perlu dilakukan suatu penilaian terhadap
jenis sarana yang telah diperbaiki. Penilaian dilakukan melalui penyebaran
kuesioner kepada masyarakat (YK dan Masyarakat setempat), serta melalui
observasi lapangan di seluruh Kelurahan (10 Kelurahan yang diteliti).
Berdasarkan hasil survei, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi infrastruktur
27
yang mengalami perbaikan masih dalam kondisi terawat. Walaupun pada
beberapa sarana tidak terawat bahkan rusak, seperti pada saluran air, gerobak
sampah, bak sampah, MCK umum dan taman.
a. Perbaikan Perekonomian Masyarakat Kampung
Analisa program KIP-K pada bidang perekonomian, dapat dinilai dengan
keberadaan usaha dari masyarakat yang mendapat bantuan KIP-K. Berdasarkan
hasil observasi lapangan, diketahui bahwa usaha KSW yang berkembang
mencapai 57%, hal ini menandakan bahwa dana bergulir KIP-K yang diberikan
pada masyarakat sebagian dapat termanfaatkan dan dikembangkan. Sedangkan
35% usaha KSW tidak berkembang, hal ini diakibatkan dana yang digulirkan
tidak bisa termanfaatkan dengan baik, sehingga tidak ada nilai tambah bagi
pengembangan usaha.
b. Peran Masyarakat Kampung
Yayasan Kampung dibentuk bersama Koperasi dalam pelaksanaan KIP
komprehensif dengan tujuan mengelola dana hibah dan dana bergulir yang
diberikan pemerintah. Yayasan Kampung adalah yayasan berbadan hukum di
tingkat Kelurahan, yang dibentuk untuk menerima tanggung jawab dalam hal
pengurusan, pengelolaan dan pelaksanaan program KIP Komprehensif. Agar
keberadaan Yayasan Kampung ini dapat dipertanggungjawabkan serta untuk
memenuhi aspek legalitas, maka yayasan kampung harus berbadan hukum, yang
diperkuat dengan akta pendirian (akta notaris).
Koperasi Serba Usaha (KSU) adalah lembaga keuangan di tingkat
kelurahan yang berbentuk koperasi yang bertugas mengelola dana program KIP
Komprehensif agar dimanfaatkan secara efektif dan berkelanjutan.
Sejak awal pendirian kedua lembaga ini, konsep partisipasi masyarakat
adalah dengan pelibatan masyarakat secara penuh. Pembentukan Yayasan
Kampung melibatkan PKK Kelurahan setempat serta para ketua RW sebagai
pembina. Para anggota KSU adalah kelompok masyarakat yang tiap kelompok
beranggotakan 6-10 orang, tergabung dalam Kelompok Swadaya Warga (KSW).
28
Sehingga dapat dilihat bahwa peran masyarakat dalam keberhasilan atau
kegagalan program ini sangat besar.
Secara umum, dari hasil survei di lapangan, Peran Yayasan Kampung
(YK) umumnya berakhir semenjak program berakhir. Sedangkan KSU masih
berjalan, karena masih terdapat dana yang sebagian masih bergulir dari para
KSW.Semua dilaksanakan dan dikelola oleh masyarakat
29
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Program perbaikan kampung adalah suatu Program perbaikan kampung-
kampung kota akibat urbanisasi yang tinggi dan mengakibatkan
kekumuhan kota.
b. Usaha pengembangan Masyarakat dalam program perbaikan kampung
meliputi: peningkatan keterampilan, pembinaan usaha kecil dan pemberian
kredit usaha terbukti dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat yang
diukur melalui pendpatan, tingkat kesehatan, lamanya pendidikan serta
perasaan aman dan nyaman masyarakat.
c. faktor fisik lingkungan adalah penentu terbesar dari derajat kesehatan
utamanya di negara-negara berkembang. Sementara di negara-negara maju
faktor yang saat ini terbesar pengaruhnya pada derajat kesehatan adalah
perilaku.
d. Program pengembangan masyarakat pengaruhnya sangat kecil terhadap
kemandirian masyarakat di dalam mendapatkan peluang untuk
mendapatkan pekerjaan.
e. manajemen lahan pada Program KIP-K yang meliputi bantuan pengurusan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sertifikat tanah.
f. perbaikan jalan kampung, perbaikan jembatan, saluran air, perbaikan dan
pembuatan gerobak serta bak sampah, pembuatan MCK, pembuatan
taman, perbaikan rumah, pemasangan air bersih dan Renovasi Balai
kampung.
g. Masyarakat kampong sangat berperan dalam perbaikan kampung melalui
kopersi desa.
2. Saran
a. Perlu adanya kebijakan dari pemerintah pusat maupun daerah untuk
mendukung pemberdayaan masyarakat sejak sosialisasi sampai dengan
30
masa pemeliharaan hasil kegiatan. Ini dilakukan untuk menumbuhkan
kemandirian masyarakat dalam proses pembangunan. Kebijakan yang
diambil oleh pemerintah hendaknya ikut memperhatikan kondisi
masyarakat setempat serta nilai sosial yang ada dalam masyarakat.
b. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti secara spesifik nilai-nilai
sosial yang ada dalam masyarakat.
31
32