BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan terjadi karena direncanakan dan juga tidak disengaja (kecelakaan).
Bisa juga terjadi kesulitan untuk hamil. Menurut Cartwright (1979), Dakley
(1980) dan Bowne (1975) dari sampel beberapa wanita ada yang hamil setelah 6
bulan, ada yang 10 bulan sampai satu tahun menikah baru bisa hamil. Kecil
proporsi wanita yang bermasalah dan memutuskan untuk pengobatan fertilitas.
Kesejahteraan ibu hamil dan melahirkan bergantung pada kebijakan Negara,
organisasi kesehatan, dan kondisi masyarakat tempat wanita tersebut tinggal.
Kesehatan wanita dan kemampuannya untuk mengikuti nasihat yang dianjurkan
akan dipengaruhi oleh lingkungan sosial, keuangan dan kebijakan perawatan
kesehatannya. Kehamilan memberikan dampak pada seluruh anggota keluarga
dan masing-masing keluarga beradaptasi dan berimpretasi secara berbeda,
bergantung pada budaya dan pengaruh tren sosial. Perawat/bidan harus bisa
beradaptasi pada kondisi ini agar bisa berperan sesuai dengan harapan keluarga.
Periode antenatal adalah suatu kondisi yang dipersiapkan secara fisik dan
psikologis untuk kelahiran dan menjadi orang tua. Pada periode ini terutama
perempuan yang sehat akan mencari petunjuk dan perawatan secara teratur,
kunjungan antenatal biasanya dimulai segera setelah tidak mendapat haid
(menstruasi), sehingga bisa diidentifikasi diagnosis dan perawatan terhadap
kelainan yang mungkin muncul pada ibu hamil. Perawatan didesain untuk
memantau pertumbuhan dan perkembangan fetus dan ditemukan keadaan
abnormal sebagai antisipasi kelahirannya. Ibu dan keluarganya membutuhkan
dukungan karena stress dan proses belajar menjadi orang tua baru.
Kehamilan membutuhkan waktu 9 bulan kalender atau 40 minggu. Kehamilan
dibagi menjadi 3 periode, yaitu trimester I dari minggu ke-1 sampai 13, trimester
II dari minggu ke-14 sampai 26, trimester III dari minggu ke-27 sampai 38-40
1
(akhir kehamilan). Kehamilan mempengaruhi seluruh anggota keluarga, dan
setiap anggota harus beradaptasi, yang prosesnya bergantung pada budaya
lingkungan yang sedang menjadi tren masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana adaptasi psikologis ibu yang terjadi pada saat kehamilan?
2. Bagaimana peran dan hubungan ibu dengan janin pada saat hamil?
3. Bagaimana respons psikologis keluarga yang mengharapkan kehamilan?
4. Begaimana respons emosional ibu saat hamil?
5. Apa sajakah tugas-tugas psikologis ibu hamil?
6. Bagaimana psikologis keluarga menyambut kelahiran?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana adaptasi psikologis pada ibu hamil
2. Untuk mengetahui peran dan hubungan ibu dengan janin pada saat hamil
3. Untuk mengetahui respons psikologis keluarga yang mengharapkan
kehamilan
4. Untuk mengetahui respons emosional ibu saat hamil
5. Untuk mengetahui tugas psikologis ibu hamil
6. Untuk mengetahui adaptasi psokologis keluarga menyambut kelahiran
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Adaptasi Psikologis pada Kehamilan
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan
psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya.
Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa
kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian lagi menganggap sebagai peristiwa
khusus yang sangat menetukan kehidupan selanjutnya.
Perubahan kondisi fisik dan emosional yang kompleks, memerlukan adaptasi
terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik
antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditimbulkan dari norma-norma
sosiokultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri, dapat merupakan
pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga
ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Dukungan psikologik dan perhatian akan memberi dampak terhadap pola
kehidupan sosial (keharmonisan, penghargaan, kasih sayang, dan empati) pada
wanita hamil dan dari aspek teknis, dapat mengurangi aspek sumber daya (tenaga
ahli, cara penyesuaian persalinan normal, akselerasi, kendali nyeri dan asuhan
neonatal).
Hubungan episode kehamilan dengan reaksi psikologis yang terjadi.
Trimester pertama : sering terjadi fluktuasi lebar aspek emosional
sehingga periode ini mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
pertengkaran atau rasa tidak nyaman.
Trimester kedua : fluktuasi emosional sudah mulai mereda dan perhatian
wanita hamil lebih terfokus pada berbagai perubahan tubuh yang terjadi
selama kehamilan, kehidupan seksual keluarga dan hubungan batiniah
dengan bayi yang dikandungnya.
Trimester ketiga : berkaitan dengan bayangan risiko kehamilan dan
proses persalinan sehingga wanita hamil sangat emosional dalam upaya
3
mempersiapkan atau mewaspadai segala sesuatu yang mungkin akah
dihadapi.
a. Trimester I meliputi:
1) Ambivalen
2) Takut
3) Fantasi
4) Khawatir
b. Trimester II :
1) Perasaan lebih nyaman
2) Kebutuhan mempelajari perkembangan dan pertumbuhan janin
lebih meningkat
c. Trimester III :
1) Memiliki perasaan aneh
2) Sembrono
3) Lebih introvert
4) Merefleksikan pengalaman masa lalu
1. Adaptasi Maternal
Wanita segala umur selama beberapa bulan kehamilannya beradaptasi
untuk berperan sebagi ibu, suatu proses belajar ang kompleks secara sosial
dan kognitif. Pada kehamilan awal tidak ada yang berbeda. Ketika fetusnya
muali bergerak pada trimester ke-2, wanita tersebut mulai menaruh perhatian
pada kehamilannya dan menjalin percakapan dengan ibunya atau teman-
teman lain yang pernah hamil.
Kehamilan adalah suatu krisis yang mematangkan dan dapat
menimbulkan stress, tetapi imbalannya adalah wanita tersebut siap memasuki
fase baru untuk bertanggung jawab dan member perawatan. Konsep dirinya
berubah, siap menjadi orang tua dan menyiapkan peran barunya. Secara
4
bertahap ia berubah dari memperhatikan dirinya sendiri, punya kebebasan
menjadi suatu komitmen untuk bertanggung jawab kepada makhluk lain.
Perkembangan ini membutuhkan suatu tugas perkembangan yang pasti
dan tuntas yang mencakup menerima kehamilan, mengidentifikasi peran
sebagai ibu, membangun kembali hubungan dengan ibunya, dengan suaminya,
dengan bayi yang sedang dikandungnya, serta menyiapkan kelahiran anaknya
(Wayland & Tate, 1993; Zachariah, 1994). Dukungan suami secara emosional
adalah faktor yang penting untuk keberhasilan tugas perkembangan ini.
B. Peran dan Hubungan Ibu
1. Peran Ibu
Peran ibu dimulai pada kehidupan seorang perempuan menjadi
seorang ibu dari anaknya. Persepsi lingkungan sosialnya tentang aturan-
aturan peran wanita dapat mempengaruhi pilihannya antara menjadi ibu, atau
perempuan berkarier, menikah atau tetap membujang atau menjadi bebas
bukan tergantung pada orang lain. Bermain peran dengan boneka, mengasuh
bai dan mengasuh saudara dapat meningkatkan pengertian seperti apa peran
ibu. Perempuan yang mempunyai bayi atau anak-anak mempunyai motivasi
untuk menerima kehamilan dan menjadi ibu.
2. Hubungan Interpersonal
Kedekatan hubungan membuat ibu hamil lebih siap untuk berperan
sebagai ibu. Pada saat anggota keluarga menyadari peran baru mereka, bisa
terjadi konflik dan ketegangan. Diperlukan komunikasi yang efektif antara
suami dengan keluarganya. Komponen-komponen yang penting disekeliling
ibu hamil adalah ibunya sendiri, reaksi terhadap kehamilan anaknya,
menghargai kemandirian anaknya, keberadaannya dimasa lampau dan
sekarang, dan keinginan untuk mengenangnya (Mercer, 1995).
Reaksi ibu terhadap anaknya yang mengandung penting sebagai
penerimaannya sebagai nenek. Bila ibu mendukung, akan bisa berdiskusi
5
dengan ibunya tentang kehamilan, melahirkan dan perasaannya apakah
merasa senang atau ada penolakan sesuai dengan pengetahuannya. Rubbin
(1975) menyatakan bahwa bila ibu dari perempuan yang mengandung terlihat
tidak senang dengan kehamilan tersebut, anak perempuanya mulai ragu
terhadap dirinya dan dapat memberikan akaknya pada orang lain. Sebaliknya,
bila ibunya menghargai otonominya, anak perempuan tersebut merasa
percaya diri. Pemikiran ibu hamil dan nenek dari calon anaknya, membantu
anak perempuan tersebut mengantisipasi dan mempersiapkan persalinannya
dengan penuh kasih sayang.
Walaupun hubungan dengan ibunya adalah penting, tetapi yang
terpenting adalah suami, atau ayah dari janinnya. Seorang perempuan yang
berhubungan harmonis dengan suaminya, akan mempunyai pengaruh
emosional dan gejala fisik lebih sedikit, termasuk komplikasi waktu
melahirkan dan penyesuaian postpartum. Ada dua kebutuhan ibu selama
hamil, perasaan dicintai, nilai-nilai dan mempunyai anak dari suaminya
(Richardson, 1983).
Tambahan anak akan mengubah hubungan dengan suami, menjadi
lebih dekat pada waktu hamil dan mereka akan menemukan peran baru suami
yang dipercaya dan mendukung serta berbagi rasa saling membutuhkan
(Mercer, 1995). Hubungan seksual selama hamil bersifat individual,
bergantung pada faktor-faktor fisik, emosional, mitos tentang seks waktu
hamil, adanya disfungsi seksual dan perubahan fisik pada ibu hamil. Mitos
tentang fungsi tubuh dan fantasi tentang pengaruh hubungan seksual terhadap
cacat janin, retardasi mental, dan kelainan-kelainan bayi lainnya. Beberapa
pasangan merasa cemas terhadap kemungkinan genitalia ibu akan berubah
drastis karena melahirkan, tetapi malu menyampaikan kepada petugas
kesehatan.
Ketidaknyamanan dalam hubungan seksual dapat menjadi tekanan
pada perut, juga penetrasi yang dalam dapat mengakibatkan kram dan sakit
bokong. Dengan berlanjutnya kehamilan, terjadi perubahan bentuk tubuh,
6
citra tubuh yang mempengaruhi suami/ istri tidak nyaman terhadap keinginan
berhubungan seksual. Selama trimester pertama, hasrat seksual bisa menurun,
terutama trimester bila ibu pengalami penegangan payudara, mual, lelah, dan
mengantuk. Pada trimester kedua ibu akan mengalami peregangan pelvis
yang dapat meningkatkan hasrat seksualnya. Pada trimester ketiga terjadi
keluhan somatik dan keluhan fisik yang menimbulkan ketidaknyamanan yang
menghilangkan hasrat seksualnya (Reynerson & Lowdermilk, 1993).
Diperlukan kebebasan untuk mengutarakan respon seksual antarpasangan,
sehingga bisa berbagi perasaan untuk menghilangkan perasaan sensitif.
Suami harus mengetahui perubahan fisik dan emosional pada ibu hamil agar
tidak merasa bingung.
3. Hubungan Ibu dengan Janin
Hubungan ibu dengan anak dimulai selama hamil, ketika ibu
mengkhayal dan memimpikan dirinya sebagai ibu (Rubbin, 1975). Ibu ingin
dekat, hangat, bercerita kepada bayinya dan mencoba membayangkan adanya
tangisan bayi, gangguan terhadap kurangnya kebebasan dan kegiatan
mengasuh anak. Hubungan ibu dan anak berkembang dalam 3 fase selama
hamil.
a. Fase 1
Ia menerima kenyataan biologis tentang kehamilan dengan pernyataan
“saya hamil” dan menyatakan ide tentang anak di dalam tubuhnya dan
gambaran dirinya sebagi berikut :
1) Pikiran terpusat pada dirinya
2) Menyadari kenyataan dirinya hamil
3) Fetus adalah bagian dari dirinya
4) Fetus seolah-olah tidak nyata.
(Lumley, 1982)
7
b. Fase 2
Pada saat ini ibu merasakan sebagi berikut
1) Menerima tumbuhnya fetus yang merupakan makhluk yang berbeda
dengan dirinya (pada bulan ke-5)
2) Timbul pernyataan “saya akan mempunyai seorang bayi”
3) Tumbuh kesadaran bahwa bayinya adalah makhluk lalin yang
terpisah dari tubuhnya.
4) Terlibat dalam hubungan ibu-anak, asuhan dan tanggung jawab
5) Mengembangakan kelekatan (attachment). Perempuan yang menyulai
kehamilannya dan direncanakan akan senang dengan kehamilannya,
merasa lekat dengan bayinya yang dimulai lebih awal daripada
perempuan lain (Koniak-Griffin, 1988).
6) Menerima kenyataan, mendengar denyut jantung janin, merasakan
gerakan anak menempatkan perempuan tersebut pada kondisi yang
tenang, sehingga dapat lebih berintrospeksi dan berfantasi tentang
anaknya. Ia akan senang pada anak kecil.
c. Fase 3
Ini adalah proses kelekatan dan ibu merasakan sebagai berikut
1) Merasa realistik
2) Mempersiapkan kelahiran
3) Persiapan menjadi orang tua
4) Spekulasi mengenai jenis kelamin anak
5) Keluarga berinteraksi dengan menempelkan telinganya ke perut ibu
dan berbicara dengan fetus.
C. Respon Psikologis Keluarga yang Mengharapkan Kehamilan
Kehamilan merupakan suatu tantangan, suatu titik balik dari kehidupan
keluarga dan biasanya diikuti oleh stres dan gelisah, baik itu kehamialn yang
8
diharapkan atau tidak. Untuk keluarga pemula, kehamilan adalah periode transisi
dari masa anak-anak menjadi orang tua dengan karakteristik yang menetap dan
mempunyai tanggung jawab. Perempuan itu akan menjadi seorang ibu dan
suaminya akan menjadi seorang ayah. Hubungan mereka satu sama lain berubah,
juga dengan keluarga besar atau masyarakat yang membutuhkan penyesuaian
kembali dalam dinamika keluarga.
Bila ibu hamil tanpa suami, ia mengalami perubahan peran dan matang secara
psikologis. Ia juga menghadapi kenyataan dan merencanakan sebagai orang tua
tunggal. Bahkan kalau ia igin melepas anaknya, ia harus tetap meneruskan
kehamilannya dengan pemikiran masih ada yang tergantung kepadanya.
Perempuan tersebut memerlukan dukungan yang baik.
Ibu hamil, apapun keadaannya perlu mempersiapkan biaya, lebih-lebih yang
tanpa suami. Akankah ibu bekerja selama hamil dan kembali bekerja setelah
bayinya lahir? Harus diambil suatu keputusan yang memerlukan suatu diskusi
dan nasihat. Juga perlu diberikan pendidikan pada kelas khusus bagi ibu atau
pasangan suami-istri tentang kehamilan dan persalinan.
Persalinan merupakan ancaman yang menakutkan. Nyeri, kerusakan tubuh,
ganggungan fungsi tubuh, dan bahkan kematian adalah risiko yang mengancam
ibu. Laki-laki menghadapi risiko rusaknya tubuh, gangguan kesehatan dan
kematian istrinya. Juga ketakutan bayinya sakit atau cacat. Pasangan tersebut
merasa cemas karena tidak ada yang memberinya jaminan selamat.
Pada suatu keluarga dengan ibu hamil, perlu dipelihara keterbukaan,
keseimbangan, menjaga tudas perkembangan, mencari bantuan dan dukungan
agar tidak terjadi konflik. Selama hamil, pasangan merencakan bersama
kelahiran anak pertama mereka, mengumpulkan informasi bagaimana menjadi
orang tua. Ketersediaan dukungan sosial untuk kesejahteraan psikososial ibu
hamil adalah faktor yang penting. Jaringan sosial seringkali dipakai sebagai
sumber terbesar mendapatkan nasihat kehamilan.
Anggota keluarga yang lain, terutama anak-anak yang lain dan
kakek/neneknya juga harus menyesuaikan diri dengan ibu hamil. Untuk beberapa
9
pasangan, kehamilan dapat berkembang menjadi krisis yang merupakan
gangguan atau konflik dan tidak dapat memelihara keseimbangan. Kehamilan
merupakan kematangan dari krisis yang normal yang terjadi pada suatu keluarga.
Kelemahan ego, kehilangan pertahanan diri, tidak tertanggulanginya masalah
yang muncul dan perubahan hubungan. Bila krisis tidak dapat ditanggulangi,
akan menghasilkan perilaku yang tidak bisa beradaptasi pada satu atau lebih
anggota keluarga dan kemungkinan keluarga pecah. Keluarga yang mampu
menanggulangi krisis akan kembali berfungsi secara normal dan bahkan terjadi
ikatan yang lebih kuat.
D. Respon Emosional Ibu Saat Hamil
Kondisi hamil menganggu citra tubuh dan juga ia perlu mengkaji kembali
perubahan peran dan hubungan sosialnya. Stres ibu hamil dipengaruhi oleh
emosinya, lingkungan sosial, latar belakang budaya, dan penerimaan atau
penolakan terhadap kehamilannya. Respons emosi dan psikologis ibu hamil
selama hamil termasuk menolak, menerima, introversi, perubahan perasaan dan
perubahan citra tubuh. Menurut teori Rubbin, perubahan psikologis terbagi
menjadi :
1. Trimester pertama
a. Ambivalen
Perasaan menolak (ambivalen) disebabkan karena ada perasaan
khawatir bahwa waktunya “salah”, bahwa kehamilan ini tidak
diinginkan, “nanti” dan “tidak sekarang” karena merasa takut dan
cemas, merasa ragu-ragu pada peran yang baru, tidak
tertanggulanginya konflik dengan ibu perempuan tersebut atau
ketakutan terhadap kehamilan dan persalinan. Akibat dari penolakan
memanjang dan lebih sering depresi, ketidaknyamanan fisik,
ketidakpuasan dengan bentuk badannya, perubahan perasaan yang
drastis dan kesulitan menerima perubahan akibat kehamilan
(Lederman, 1996).
10
Menurut Orr dan Miller (1997) perempuan dengan kehamilan
yang tidak diinginkan akan mengalami peningkatan depresi, stres,
penuruanan dukungan dari ayah dan menurunkan kepuasan hidupnya.
Pada awal-awal bulan kehamilan bisa jadi ibu hamil menginginkan
abortus terapeutik yang dapat menyebabkan perasaan bersalah telah
menyakiti bayinya.
b. Cemas
Cemas adalah suatu emosi yang sejak dulu dihubungkan dengan
kehamilan, yang hubungan ini tidak jelas. Cemas mungkin emosi
positif sebagai perlindungan menghadapi stresor, yang bida menjadi
masalah bila berlebihan. Bidan perlu memastikan :
1) Apakah cemas pada ibu hamil benar-benar timbul
2) Apakah cemas bisa menjadi stres
3) Apakah menurunkan kecemasan pada kehamilan bisa
menguntungkan atau bahkan tidak perlu
Menurut David (1961), Crandon (1979), tingginya kecemasan
pada ibu hamil dihubungkan dengan kejadian abnormal sebelumnya,
misalnya abortus, kasus-kasus yang terjadi pada akhir kehamilan.
Menurut Niven (1992) kejadian antara emosional dan khawatir telah
dicatat pada perempuan yang sebelumnya kehilangan bayi atau
melahirkan dengan kesulitan. Cemas yang teratasi sering berhubungan
dengan penyesuaian postnatal yang lebih baik (Pitt, 1968; Breen,
1973) dan cemas pada kehamilan secara konsisten tidak bergubungan
dengan komplikasi pada persalinan (Beck, 1976; Astbury, 1980). Sher
(1989) mencatat bahwa tingkat kecemasan mempunyai efek negatif
pada reaksi staf kesehatan terhadap ibu hamil.
Banyak penelitian terhadap tingkat kecemasan yang telah
dilakukan, antara lalin perbandingan tingkat kecemasan pada ibu hamil
lebih tinggi pada ibu hamil dan menurun pada ibu postpartum (Sing &
Saxena, 1991). Barclay & Barclay (1976) menemukan bahwa
11
peningkatan pengetahuan tidak menurunkan kecemasan dan juga
ditemukan bahwa perempuan yang tidak hamil menunjukan tingkat
depresi yang lebih besar pada kehamilan daripada hasil pemantauan
pada ibu hamil itu sendiri.
Penelitian secara umum memperlihatkan bahwa intervensi pada
kecemasan mempunyai efek yang menguntungkan (Ridgeway &
Matthews, 1981; Wallace, 1984) sebagai berikut
1) Persiapan untuk kecemasan
a) Antisipasi
b) Pendidikan
c) Pengetahuan
d) Strategi
2) Penurunan kecemasan
a) Psikologis
b) Fisik
c) Lingkungan
d) Biologis
3) Pengawasan kecemasan
a) Strategi koping
b) Pendekatan
4) Penghilang stresor
a) Menghindari
b) Memeriksa kembali prosedur dan protokol
5) Penghilangan persepsi
a) Pengobatan
b) Relaksasi
c) Distraksi
Secara individu cemas dapat mengganggu, Cohen et al. (1989)
menyatakan bahwa seorang perempuan yang panik dapat mengalami
abrupsio plasenta. Menurut Reading (1983), faktor-faktor yang dapat
12
mengurangi efek dari kecemasan, penilaian kecemasan, dukungan
psikososial, dan strategi koping. Intervensi bisa dilakukan untuk
faktor-faktor tersebut. .stres yang berkelanjutan dapat meningkatkan
perilaku yang negatif, misalnya merokok atau minum alkohol.
c. Depresi
Banyak penelitian tentang depresi berfokus depresi pada
postpartum atau menilai depresi antenatal sebagai usaha untuk
memprediksi depresi postpartum. Murray & Murray (1975) dan Ellior
(1984) mencatat bahwa angka depresi tidak signifikan pada kehamilan.
2. Trimester Kedua
a. Menerima kehamilan
Langkah pertama untuk beradaptasi dengan peran sebagai ibu
adalah menerima ide untuk hamil (Mercer, 1995). Tingkat penerimaan
ini digambarkan dengan kesiapan wanita tersebut untuk hamil dan
respon emosionalnya. Banyak wanita merasa kaget mendapatkan
dirinya hamil. Penerimaan terhadap kondisi hamil sejalan dengan
penerimaan tumbuhnya anak secara nyata. Kehamilan yang tidak
diterima, tidak sama dengan menolak seorang anak. Seorang wanita
bisa tidak suka hamil, tetapi mencintai anak yang akan dilahirkan.
Wanita yang berbahagia dan senang dengan kehamilannya
memperlihatkan tidak adanya kekurangan secara biologis. Mereka
mempunyai harga diri tinggi dan percaya terhadap dirinya, bayinya,
serta kepada anggota keluarga yang lain.
Walaupun dengan kondisi yang prima, banyak wanita mengalami
kondisi yang labil secara emosional, terjadi perubahan perasaan secara
cepat, tidak dapat diprediksi. Perubahan hormonal ikut mempengaruhi
perubahan perasaan seperti menjelang menstruasi atau selama
menopause. Penanganan kondisi ini termasuk intervensi dan dukungan
yang memerlukan perhatian dan konseling seputar kelahiran, misalnya
13
cemas dan depresi pada kehamilan, baik normal ataupun abnormal.
Juga dikaji secara klinis tentang trauma emosional dan medis yang
merupakan pengalaman banyak wanita dalam melahirkan.
Banyak perempuan mendramatisir perubahan yang timbul dan
merasa sangat sensitif, tetapi ada juga yang tidak terlalu merasakan
adanya perubahan. Ada beberapa teori uang menyatakan pencetusnya
adalah biologi sosial atau psikologi. Kenyataannya, beberapa
perubahan dimungkinkan oleh banyak hal yang kompleks, hal ini telah
diteliti oleh Grimm (1961), Gorsuch dan Key (1974), Muray dan
Muray (1975). Pada beberapa penelitian melaporkan penemuan yang
berlawanan atau konflik, gagal mengontrol faktor pemicu medis
misalnya respons emosional dan kegagalan lain dalam mengulangi
atau melanjutkan penelitian. Eliot et al. (1983) menyatakan bahwa
pertimbangan perempuan bervariasi, baik hamil maupun tidak dengan
meneliti tingkat pengalaman, harus dihindarkan. Ukuran-ukuran ini
sering merupakan prediksi tentang hasil pada postnatal dengan
berbagai tingkat kekuatan.
Pada trimester kedua adalah relative tenang yang dialami, yaitu
morning sickness sudah lewat dan ancaman abortus spontang juga
sudah lewat.
b. Murung
Emosi ibu hamil mempunyai bermacam-macam karakteriktik
menangis, karena sebab-sebab yang sepele. Bila ditanya mengapa, ia
akan sulit memberi jawaban. Situasi ini mungkin tidak mengenakkan
bagi suami dan keluarganya, yang menyebabkan bingung. Karena
suami tidak bisa menangani masalah ini, ia bisa menjauh atau bersikap
tidak peduli. Karena ibu hamil membutuhkan lebih banyak kasih
sayang dan perhatian, sikap suami dapat menyebabkan ia akan merasa
tidak dicintai dan tidak didukung. Pasangan suami-istri perlu diberi
14
pengertian bahwa ini adalah karakteristik ibu hamil, agar lebih mudah
mengataasi keadaan.
c. Perubahan Citra tubuh
Perubahan tubuh ibu hamil yang berlangsung cepat, akan
menimbulkan perubahan citra tubuh. Tingkat perubahan dengan
faktor-faktor kepribadian, respons sosial dan sikap menghadapi
kehamilain. Perubahan citra tubuh adalah normal tetapi dapat
menimbulkan stres. Diperlukan penjelasan dan diskusi depada
pasangan yang dapat membantu menghilangkan stres dalam
kehamilan.
3. Trimester Ketiga
Pada Trimester ketiga ini, ibu merasa :
a. Memiliki perasaan aneh
b. Sembrono
c. Lebih introvert
d. Merefleksikan pengalaman masa lalu
E. Tugas-Tugas Psikologis Ibu
Rubbin (1984) mengidentifikasi 4 tugas ibu hamil untuk memelihara fetusnya
dan keluarga memasukkan anak tersebut ke dalam sistem keluarga, yaitu :
1. Memastikan keamanan kehamilan dan persalinan dengan cara :
a. Mencari pemeriksaan ibu hamil yang baik
b. Mencari aktivitas merawat diri (toileting, olahraga, bahaya konsumsi
alkohol)
2. Mencari lingkungan yang menerima anaknya. Ia memerlukan dukungan
dari kelompoknya, misalnya keluarga atau bergabung pada kelompok.
Figur dsuami perlu membantu penyesuaian untuk mendapatkan
identitasnya sebagai ibu. Bila di rumah ada anak-anak yang lain ibu juga
15
perlu memastikan penerimaan mereka terhadap anak yang akan lahir.
Diperlukan hubungan eksklusif, perempuan dan suami atau ibu dengan
anak pertama yang dapat menimbulkan stres. Penerimaan sosial bagi ibu
yang remaja atau orang tua tunggal akan lebih sulit.
3. Mencari kepastian dan penerimaan diri sebagai ibu. Selama trimester
pertama keberadaan anak adalah abstrak. Dengan “quickening” anak
mulai menjadi nyata ada dan ibunya mengembangkan hubungan melalui
pengalaman atas gerakan anak dalam perutnya merupakan cara yang
eksklusif untuk merasakan cintanya. Ia lalu berfantasi membayangkan
anak yang ideal, yang akan memotivasinya untuk berperan sebagai ibu
(Mercer, 1995). Rasa cintanya itu akan meningkatkan komitmennya untuk
melindungi fetusnya termasuk setelah lahir.
F. Adaptasi Psikologis Keluarga
1. Adaptasi Ayah
Ayah seringkali kelihatan “standar” sebagai pengamat istrinya hamil.
Ia diperlukan waktu konsepsi, membayar biaya, dan menyiapkan penuntun
untuk matangnya anak. Sekarang pandangan tersebut telah berubah dan
seorang ayah sekarang diharapkan berperan secara penuh merawat, terlibat
sebagai ayah, dan pemberi nafkah sebagai respons tekanan masyarakat.
Pengaruh dari perubahan feminisme dan tekanan ekonomi menyebabkan
lebih banyak perempuan bekerja di luat rumah dan berbagi peran sebagai
orang tua. Kemudian sudah banyak laki-laki lebih terlibat dalam melahirkan
dan sebagai orang tua. Pada pria terjadi perasaan menolak. Perasaan ini yang
tergantung dari banyak faktor, misalnya apakah kehamilan itu direncakanan,
bagaimana hubungan laki-laki tersebut dengan istri/pasangannya,
pengalaman sebelumnya dengan kehamilan dan kestabilan ekonominya.
a. Sumber stress ayah
Seorang ayah mengalami stress dalam transisi menjadi orang tua, yang
disebabkan oleh :
16
1) Masalah keuangan
2) Kondisi yang tidak diinginkan selama hamil
3) Cemas bayinya tidak sehat atau normal
4) Khawatir tentang nyeri istrinya melahirkan
5) Peran selama melahirkan
Sumber stress yang lain adalah :
1) Perubahan hubungan dengan istri/pasangan
2) Hilangnya respons seksual
3) Perubahan hubungan dengan keluarga atau teman-teman laki-
lakinya
4) Kemampuan sebagai orang tua
Peran ayah berkembang sejalan dengan peran ibu. Secara umum,
ayah yang stress menyukai anak-anak, senang berperan sebagai ayah,
dan senang mengasuh anak, percaya diri dan mampu menjadi ayah,
membagi pengalaman tentang kehamilan dan melahirkan dengan
pasangannya (Jordan, 1990).
b. Cauvade
Secara tradisional, cauvade adalah ritual atau tabu oleh lai-laki
dalam transisi menjadi ayah. Ini berhubungan secara biofisik dan
psikososial dengan istri dan anak. Misalnya, dilarang makan makanan
tertentu, dilarang membawa senjata sebelum anaknya lahir, timbul
gejala-gejala fisik berupa lelah, nafsu makan meningkat, susah tidur,
depresi, sakit kepala, sakit punggung. Penelitian menunjukkan bahwa
laki-laki yang memperlihatkan sindrom cauvade, ingin
mempersiapkan peran sebagai ayah yang lebih tinggi dan terlibat lebih
aktif dalam persiapan mempunyai anak (Longobucco & Freston,
1989).
c. Menyiapkan Kelahiran
17
Banyak aktivitas yang dilakukan untuk menyambut kelahiran
dengan membaca buku, melihat film, mengikuti kelas-kelas
pendidikan menjadi orang tua, dan berdiskusi dengan wanita-wanita
lain. Mereka mencari tahu cara perawatan-perawatan yang
memungkinkan (Patterson et al, 1990).
Para multipara, mereka telah mempunyai riwayat sendiri
tentang melahirkan yang mempengaruhi persiapan persalinannya.
Cemas bisa timbul karena perhatian tentang jalan lahir yang aman
selama proses (Mercer, 1995; Rubbin, 1975). Rasa cemas tersebut
kadang-kadang tidak dikeluarkan, tetapi bidan perlu tahu isyarat/ tanda
tersebut. Banyak wanita takut terhadap nyeri melahirkan atau
pengguntingan perineum, karena mereka tidak mengerti anatomi dan
proses melahirkan. Ibu perlu diberi pendidikan bagaimana perilaku
yang betul selama melahirkan. Persiapan yang terbaik untuk
melahirkan adalah menyadari kenyataan secara sehat tentang nyeri,
menyeimbangkan risiko dengan rasa senang, dan keinginan tentang
hadiah akhir berupa bayi (Laderman, 1984). Menghadapi akhir
trimester III, ibu hamil mengalamani sulit bernafas dan gerakan fetus
lebih keras yang mengganggu tidur, sakit punggung, sering kencing,
susah defekasi dan varises, selama ini dapat menjadi masalah.
Membesarnya tubuh ibu mempengaruhi kemampuan ibu untuk
mengasuh anak-anak yang lain, melaksanakan pekerjaan rutin dan
memerlukan posisi yang nyaman untuk tidur dan istirahat. Saat ini
wanita tersebut menjadi pasien yang akan melahirkan, yang memiliki
perasaan senang, takut, atau campuran perasaan. Keinginan kuat untuk
mengalami berakhirnya kehamilan membuat wanita tersebut siap
untuk menghadapi kelahiran.
18
1. Dukungan psikologik dan perhatian akan memberi dampak terhadap pola
kehidupan sosial (keharmonisan, penghargaan, kasih sayang, dan empati)
pada wanita hamil dan dari aspek teknis, dapat mengurangi aspek sumber
daya (tenaga ahli, cara penyesuaian persalinan normal, akselerasi, kendali
nyeri dan asuhan neonatal).
2. Hubungan ibu dengan anak dimulai selama hamil, ketika ibu mengkhayal dan
memimpikan dirinya sebagai ibu (Rubbin, 1975).
3. Pada suatu keluarga dengan ibu hamil, perlu dipelihara keterbukaan,
keseimbangan, menjaga tudas perkembangan, mencari bantuan dan dukungan
agar tidak terjadi konflik.
4. Respons emosi dan psikologis ibu hamil antara lain; ambivalen, cemas,
depresi, menerima kehamilan, murung, perubahan citra tubuh.
B. Saran
1. Bidan harus dapat memberikan asuhan pada ibu hamil dan keluarganya
dengan benar, agar adaptasi psikologisnya tidak begitu berdampak negative
bagi ibu, janin, maupun keluarganya.
2. Bidan juga harus mengerti keadaan psikologis setiap ibu hamil, agar dapat
memberikan solusi yang terbaik untuk pasiennya.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono Prawirhardjo. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka.
20
Rusmiati, SKM., Dra. Maryanah, A.Md.Keb, M.Kes., Dra. Susanti Ni Nengah,
M.Kes. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Bobak, Jensen, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawata Maternitas. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hj. Saminem, SKM. 2009. Kehamilan Normal. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
21