Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Istilah cacingan yang paling populer di Indonesia adalah cacingan oleh cacing kremi (Oxyorus vermicularis) yaitu sejenis cacing famili Vermes Annelida yang juga termasuk parasit bagi manusia. Enterobiasis (Oxiyuriasis, cacing kremi, dan infeksi Seatworm) adalah kondisi medis yang disebabkan oleh cacing kremi ( Enterobius vermicularis/ Oxyuris). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan yang paling sering terinfeksi adalah anak-anak. Enterobiasis ditandai dengan sering ditemukannya rasa gatal pada anus (pruritis ani) yang timbul pada malam hari, anoreksia, penurunan berat badan, sulit tidur, diare, dan nyeri perut. Infeksi Enterobiasis vermicularis terjadi melalui makanan, jari dan inhalasi udara yang terkontaminasi telur Enterobiasis vermicularis serta secara retroinfeksi dari daerah sekitar anus. Cacing Enterobius vermicularis paling banyak ditemukan di daerah dingin karena pada umumnya di daerah dingin orang-orang jarang mandi dan berganti pakaian dalam.
32

Skenario IV.docx

Aug 09, 2015

Download

Documents

Red Ant
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Skenario IV.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Istilah cacingan yang paling populer di Indonesia adalah cacingan

oleh cacing kremi (Oxyorus vermicularis) yaitu sejenis cacing famili Vermes

Annelida yang juga termasuk parasit bagi manusia.

Enterobiasis (Oxiyuriasis, cacing kremi, dan infeksi Seatworm) adalah

kondisi medis yang disebabkan oleh cacing kremi ( Enterobius vermicularis/

Oxyuris). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan yang paling sering

terinfeksi adalah anak-anak. Enterobiasis ditandai dengan sering

ditemukannya rasa gatal pada anus (pruritis ani) yang timbul pada malam

hari, anoreksia, penurunan berat badan, sulit tidur, diare, dan nyeri perut.

Infeksi Enterobiasis vermicularis terjadi melalui makanan, jari dan inhalasi

udara yang terkontaminasi telur Enterobiasis vermicularis serta secara

retroinfeksi dari daerah sekitar anus. Cacing Enterobius vermicularis paling

banyak ditemukan di daerah dingin karena pada umumnya di daerah dingin

orang-orang jarang mandi dan berganti pakaian dalam.

Hasil penelitian menunjukan angka prevelensi pada berbagai golongan

manusia sekitar 3-8 %. Peneliyian di daerah Jakarta Timur menunjukan

bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita Enterobiasis adalah

kelompok usia 5-9 tahun yaitu terdapat 46 anak (54,1 %) dari 85 anak yang

diperiksa. Penularan penyakit Enterobiasis paling sering terjadi pada keluarga

atau kelompok yang hidup pada lingkungan yang sama (asrama, dan rumah

piatu). Pada anak-anak sering terinfeksi Enterobiasis karena sering

memasukan jari tangannya ke mulut dan jarang cuci tangan sebelum makan.

Untuk menghindari terkena Enterobiasis, kebersihan perorangan harus

dilakukan, memotong kuku, mencuci tangan sebelum makan terutama pada

anak-anak dan selalu menjaga kebersihan makanan.

Page 2: Skenario IV.docx

2. Rumusan Masalah

1) Apakah yang dimaksud dengan Enterobiasis (cacing kremi) dan

penyebabnya?

2) Bagaimanakah patogenesis dan siklus penularan dari penyakit

Enterobiasis?

3) Bagaimana daur hidup Enterobiasis vermicularis (Oxyuris)?

4) Bagaimanakah gejala dan tanda yang timbul pada penyakit

Enterobiasis?

5) Mengapa di daerah perianal pada anak tersebut terlihat kemerahan

bekas luka garukan?

6) Mengapa rasa gatal di dubur hanya terjadi pada waktu malam hari dan

mengapa terjadi pruritis ani?

7) Bagaimana diagnosis, diagnosis banding, dan pemeriksaan penunjang

dari Enterobiasis?

8) Bagaimana prognosis dari penyakit Enterobiasis?

9) Bagaimana pengobatan dan terapi yang dapat dilakukan pada penyakit

Enterobiasis?

10) Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit

Enterobiasis?

3. Manfaat

1) Mampu menjelaskan pengertian dan etiologi penyakit enterobiasis

2) Mampu menjelaskan patogenesis penyakit enterobiasis

3) Mampu menjelaskan manifestasi klinis penyakit enterobiasis

4) Mampu menjelaskan diagnosis, diagnosis banding dan pemeriksaan

penunjang penyakit enterobiasis

5) Mampu menjelaskan pengobatan dan pencegahan penyakit enterobiasis

6) Mampu menjelaskan prognosis dan komplikasi dari penyakit malaria

tertiana maligna

Page 3: Skenario IV.docx

7) Mampu menjelaskan penyelidikan epidemiologi dan terapi penyakit

enterobiasis

4. Tujuan

1) Mahasiswa mampu dan mengenal dasar – dasar hak penyakit infeksi

tropis

2) Mahasiswa mampu menggali potensi dalam pemahaman penyakit

enterobiasis

3) Mahasiswa mampu dalam memahami gambaran umum dan pola

perawatan mengenai penyakit enterobiasis

4) Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan dan prognosis penyakit

penyakit enterobiasis

5) Menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca

6) Menunjang wawasan tentang penyakit enterobiasis

Page 4: Skenario IV.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. EnterobiasisEnterobiasis (Infeksi Cacing Kremi) adalah suatu infeksi parasit yang

terutama menyerang anak-anak, dimana cacing Enterobius vermicularis

tumbuh dan berkembangbiak di dalam usus. (Sudoyo, 2006)

1. Etiologi

Penyebab penyakit Enterobiasis adalah Enterobius vermicularis

atau Oxyuris vermicularis yang berukuran 1 cm dan berwarna putih.

Dalam sekali bertelur cacing ini dapat menghasilkan 11.000 butir telur.

Telurnya bebentuk asimetris, eclipse pada satu sisi dan datar pada sisi

lainnya dengan ukuran 30-60 µm. Setelah melalui proses pematangan

larva dapat bertahan hidup dalam telur sampai 20 hari.

Infeksi cacing Enterobius vermicularis bisa terjadi melalui 2 cara

yaitu, yang pertama telur cacing berpindah dari daerah sekitar anus

(perianal) penderita kemudian pindah ke pakaian, sprei atau mainan,

kemudian melalui jari-jari tangan telur cacing pindah ke mulut dan

akirnya tertelan. Kemudian cara yang kedua dapat terhirup melalui udara

kemudian tertelan. (Widoyono, 2008)

2. Morfologi Enterobius vermicularis

a. Telur Enterobius vermicularis

Telur berbentuk elipsoid atau

lonjong dan mempunyai dua sisi

yaitu sisi lengkung dan sisi mendatar

atau lebih datar pada satu sisi

(asimetrik). Dinding telur bening dan

agak lebih tebal berdinding hialin

transparan, biasanya sudah diketemukan embrio dalam stadium

tadpole (kecebong). Telur jarang dikeluarkan melalui tinja dan tahan

disinfektan dan suhu dingin.

Page 5: Skenario IV.docx

b. Cacing betina Enterobius vermicularis

Cacing betina Enterobius vermicularis berukuran 8-13 mm x

0,4 mm dan berbentuk silindris. Pada ujung anterior ada pelebaran

kutikulum seperti sayap yaitu 1 pasang alae yang disebut cephalic

alae dan terdapat 3 labia. Bulbus esofagus ganda jelas sekali,

ekornya panjang dan runcing, Vulva terletak kira ½ bagian anterior.

Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur.

Gambar : Cacing dewasa jantan dan betina

c. Cacing jantan Enterobius vermicularis

Cacing jantan Enterobius

vermicularis berukuran 2-5 mm

berbentuk silindris juga

mempunyai 3 labia dan

sepasang alae yang disebut

chepalic alae pada ujung

anterior. Bulbus esofagus ganda, ujung posterior sangat melengkung

jelas dengan spikulum kopulatoris yang jelas. Tidak ada

gubernaculums. Mempunyai bursa kecil yang tampak sebagai alae

kaudal.

Page 6: Skenario IV.docx

Kopulasi cacing jantan dan betina kemungkinan terjadi di

sekum. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus besar,

usus halus yang berdekatan dengan rongga usus. Makanannya adalah

isi dari usus penderitanya. Cacing jantan mati setelah kawin dan cacing

betina mati setelah bertelur. Cacing betina yang mengandung 11.000-

15.000 butir telur akan bermigrasi ke daerah sekitar anal (perianal)

untuk bertelur. Migrasi ini berlangsung 15 – 40 hari setelah infeksi.

Telur akan matang dalam waktu sekitar 6 jam setelah dikeluarkan,

pada suhu tubuh. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13

hari.

3. Patogenesis

a. Telur berada di lipatan perianal. Telur ini memerlukan waktu 4-6

jam untuk menjadi telur yang infektif

b. Telur tertelan manusia, misal menggaruk anus lalu menggunakannya

untuk makan tanpa cuci tangan

c. Sesampainya di duodenum telur ini menetas dan menjadi larva

rhabditiformis dan berkembang menjadi cacing dewasa

d. Cacing dewasa akan menuju jejunum, coecum dan kolon

e. Cacing betina akan bermigrasi ke daerah perineum/perianal untuk

bertelur lalu mati setelah bertelur. Cacing jantan mati setelah

kopulasi. Motilitas cacing betina saat bertelur di anus, dapat

menyebabkan gatal-gatal di anus. Jika telur menetas di anus, larva

akan masuk ke kolon lagi (retrofeksi). Telur enterobius vermicularis

biasa menempel di manapun, di lantai, meja, kursi dan mudah

diterbangkan bersama debu dan menginfeksi orang yang menghisap

debu ini (infeksi inhalasi).

(Widoyono, 2008)

Page 7: Skenario IV.docx

Gambar : Siklus hidup Enterobius vermikularis

4. Manifestasi klinis

Beberapa gejala dan tanda dari Enterobiasis (infeksi cacing kremi) adalah

a. Rasa gatal pada anus (pruritis ani), karena adanya deposit atau

tumpukan telur Enterobius vermicularis di daerah sekitar anus

(perianal) dan arena cacing Enterobius vermicularis suka bergerak

di daerah anus terutama pada malam hari.

b. Luka garuk di sekitar anus, karena adanya rasa gatal pada daerah

perianal sehingga menyebabkan penderita menggaruk pada daerah

perianal tersebut sampai terjadi luka

c. Insomnia (susah tidur), karena rasa gatal (pruritis ani) sering

terjadi pada waktu mlam hari sehingga penderita terganggu

tidurnya dan menjadi lemah

d. Kurang nafsu makan (terutama pada infeksi yang berat) sehingga

menyebabkan penurunan berat badan

e. Kadang-kadang cacing dewasa dapat bergerak ke usus halus bagian

proksimal sampai ke lambung, esophagus dan hidung sehingga

menyebabkan gejala nyeri perut, rasa mual, muntah dan diare.

f. Vaginitis (radang saluran telur), terjadi karena cacing betina gravid

mengembara dan bersarang di vagina dan di tuba fallopi.

Page 8: Skenario IV.docx

5. Diagnosis dan diagnosis banding

a. Diagnosis

Diagnosis enterobiasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan

penunjang.

1) Gejala klinis

a) Anamnesis

Keluhan utama yang sering kali muncul dari infeksi cacing

sering diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di

sekitar anus pada waktu malam hari. Disamping itu sumber

penyakit harus ditelusuri.

b) Pemeriksaan fisik

Pasien mengalami nyeri pada perutnya, nafsu makan dan

berat badan turun, dan diare, anoreksia, badan menjadi

kurus, sukar tidur. Disamping itu juga timbul rasa mual,

muntah, disebabkan karena iritasi cacing dewasa pada

sekum, apendiks, dan sekitar muara anus.

2) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah tepi umumnya normal, hanya ditemukan

sedikit eosinofilia.

3) Pemeriksaan penunjang

Diagnosis pasti enterobiasis dengan cara menemukan telur atau

cacing dewasa di daerah perianal dengan swab atau di dalam

tinja. Anal swab di tempelkan di sekitar anus pada waktu pagi

hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat.

(Widoyono, 2008)

Page 9: Skenario IV.docx

b. Diagnosis banding

Pruritus ani merupakan gejala enterobiasis yang menonjol,

yang juga dijumpai pada hampir semua kelainan kulit, misalnya

psoriasis dan dermatitis atopik. Reaksi alergi, misalnya dermatitis

kontak yang disebabkan oleh bahan obat bius yang dioleskan di

kulit, berbagai jenis salep atau bahan kimia dalam sabun. Infestasi

parasit seperi cacing kremi dan skabies atau pedikulosis. Selain itu,

penyakit-penyakit, seperti kencing manis atau penyakit hati, kelainan

anus (misalnya tanda di kulit atau skin tags, kriptitis, pengeringan

fistula) dan kanker (contohnya penyakit Bowen). (Sudoyo, 2006)

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan

pemeriksaan laboratorium yaitu dengan Anal Swab. Pemeriksaan Anal

swab dilkukan untuk menemukan telur atau cacing dewasa di daerah

perianal di dalam tinja. Pemeriksaan Anal swab dilakukan pada waktu

pagi hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat (cebok)

Anal Swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatel lidah

yang pada ujungnya dilekatkan pita perekat atau Scoth adhesive tape.

Bila adhesive tape ini ditempelkan di daerah sekitar anus (perianal), telur

cacing akan menempel pada perekatnya. Kemudian adhesive tape

diratakan pada kaca benda dan dibubuhi sedikit toluol untuk pemeriksaan

mikroskopik. Satu tes tidak selalu cukup untuk berhasil mendiagnosa

enterobiasis dan lebih dari satu mungkin harus dilakukan. A repeated test

done everyday for three days straight will diagnose enterobiasis over

90% of the time. is usually the preferred treatment for enterobiasis.

Sebuah tes ulang dilakukan setiap hari selama tiga hari berturut-turut

akan mendiagnosis enterobiasis lebih dari 90% dari waktu. (Corwin,

2001)

7. Pencegahan

Page 10: Skenario IV.docx

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan

atau mengendalikan infeksi cacing kremi (Enterobius vermicularis)

antaralain :

a. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar

b. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku

c. Mencuci sprei minimal 2 kali seminggu

d. Membersihkan kamar mandi atau jamban setiap hari

e. Sebaiknya pakaian dicuci bersih dan diganti setiap hari

f. Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang

mengandung parasit

(Hassan, 2007)

8. Pengobatan

a. Perawatan umum

1) Pengobatan sebaiknya dilakukan juga terhadap keluarga

serumah atau yang sering berhubungan dengan pasien

2) Kesehatan pribadi perlu diperhatikan terutama kuku, jari-jari

dan pakaiain tidur

3) Toilet sebaiknya dibersihkan dan disiram dengan desinfektan,

bila mungkin setiap hari

b. Pengobatan spesifik

1) Mebendazole

Pemberian mebendazole dengan dosis tunggal 500 mg,

diulang setelah 2 minggu. Kerjanya merusak subseluler dan

menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing, menghambat

ambilan glukosa. Absorpsi oral buruk, ekskresi terutama lewat

urin dalam dalam bentuk utuh.

2) Albendazole

Albendazole diberikan dosis tunggal 400 mg diulang

setelah 2 minggu.

3) Piperazin sitrat

Page 11: Skenario IV.docx

Piperazin sitrat diberikan dengan dosis 2 x 1 g/hari

selama 7 hari berturut-turut dapat diulang dengan interval 7 hari.

Kerjanya menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap

asetilkolin sehingga terjadi paralisis dan cacing mudah

dikeluarkan oleh peristaltik usus. Absorpsi melalui saluran

cerna, ekskresi melalui urine.

4) Pirvium pamoat

Obat ini diberikan dengan dosis 5 mg/kg berat badan

(maksimum 0,25 g) dan diulangi 2 minggu kemudian. Obat ini

dapat menyebabkan rasa mual, muntah dan warna tinja menjadi

merah. Bersama mebendazole efektif terhadap semua stadium

cacing Enterobius vermicularis.

5) Pirantel pamoat

Pirantel pamoat diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat

badan sebagai dosis tunggal dan maksimum 1 gram. Kerjanya

menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan

frekuensi impuls, menghambat enzim kolinesterase. Absorpsi

melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar bersama tinja,

<15% lewat urine.

9. Prognosis

Infeksi cacing ini biasanya tidak begitu berat, dan dengan

pemberian obat-obat yang efektif maka komplikasi dapat dihindari.

Pengobatan yang secara periodik akan memberikan prognosis yang baik.

Yang sering menimbulkan masalah adalah infeksi intra familiar, apalagi

dengan keadaan higienik yang buruk.

Baik dan biasanya tidak menimbulkan bahaya, terutama dengan

pengobatan yang baik. Yang perlu diperhatikan adalah kebersihan dan

pencegahan auto atau hetero-infection kembali. (Markum, A.H. dkk.

2007)

10. Epidemiologi

Page 12: Skenario IV.docx

Penyebaran dan penularan penyakit cacing kremi (enterobiasis)

terutama terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang

hidup di dalam suatu lingkungan yang sama (asrama, rumah piatu). Di

berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang

mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%) di lantai,

meja, kursi, buffet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas

kasur dan pakaian. Kelompok usia yang rentan terinfeksi Enteobius

vermicularis adalah kelompok usia 5-9 tahun (anak-anak).

11. Kompilkasi

Bila jumlah cacing dewasa cukup banyak akan dapat

menyebabkan apendisitis. Cacing dewasa pada wanita dapat bermigrasi

ke dalam vagina, uterus dan tuba falopi, dan dapat menyebabkan

peradangan di daerah tersebut. (Corwin, 2001)

- Salpingitis (peradangan saluran indung telur).

- Vaginitis (peradangan vagina).

- Infeksi ulang.

(Sudarmo, S.S, dkk, 2009)

B. Cara infeksi dan penularan

Penularan dapat dipengaruhi oleh:

a. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (auto

infeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun

kepada diri sendiri karena memegang benda-benda yang terkontaminasi.

b. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh

angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan.

c. Retrofeksi melalui anus, larva dari telur menetas di sekitar anus kembali

masuk melalui anus terus naik sampai sekum dan tumbuh menjadi

dewasa ke usus.

d. Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi dapat

menjadi sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.

Page 13: Skenario IV.docx

BAB III

PEMBAHASAN

Dalam skenario empat ini membahas infeksi parasit yang berwujud cacing

Enterobius vermicularis awal pembahasan diperlukan pengetahuan tentang hidup

dari cacing Enterobius vermicularis. Cacing Enterobius vermicularis adalah

cacing yang temasuk golongan spesies nematoda usus. Dalam penyebaran

penyakit, cacing Enterobius vermicularis hanya menginfeksi manusia dan disebut

penyakit enterobiasis atau oxyuriasis. Enterobius vermicularis mempunyai daur

hidup dapat berkembang biak di tubuh manusia langsung jadi tidak melewati

tanah sebagai media transmisinya (STH). Enterobius vermicularis berkembang

biak dan tumbuh di tubuh manusia, selain manusia sebagai inanganya belum

diketahui apakah ada hewan atau makhluk lain yang dapat sebagai inang.

Dalam skenario Satrio terinfeksi Enterobius vermiculari. Cacing ini

merupakan salah satu Nematoda usus, dan merupakan parasit umum bagi manusia

(manusia adalah satu-satunya hospes bagi cacing ini) terutama anak-anak. Infeksi

ini lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa, terutama pada

usia sekolah.

Infeksi dapat terjadi pada suatu kelompok-kelompok yang hidup pada

suatu lingkungan yang sama (keluarga, asrama, sekolah, dll. Bila tidak dilakukan

kontrol dan pemeliharaan, infeksi bertendensi penularan dari satu orang ke orang

lain sehingga infeksi dapat mengenai seluruh keluarga, asrama atau sekolah.

Seperti pada Satrio yang kesehariannya bermain dikebun dan sungai serta jarang

mencuci tangan dan memotong kuku menyebabkan Satrio mudah terinfeksi

Enterobius vermiculari, karena penularannya dapat secara autoinfeksi (penularan

dari tangan ke mulut, sesudah menggaruk daerah perianal baik ke diri sendiri

maupun ke orang lain), retrofeksi (larva migrasi kembali ke usus besar), inhalasi

debu dan makanan/minuman/tanah yang terkontaminasi.

Page 14: Skenario IV.docx

Enterobiasis ini relatif tidak berbahaya, karena jarang menimbulkan lesi

yang berarti dan pada infeksi ini dapat sembuh sendiri (limited disease). Tapi

gejala klinis yang sangat mengganggu adalah adanya pruritus lokal (gatal) yang

disebabkan adanya iritasi sekitar anus, perineum dan vagina oleh cacing betina

gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina. Cacing betina sendiri dapat

menginfeksi saluran genital hospes wanita. Sehingga pada anak perempuan, dapat

terjadi adanya vulvovaginitis (radang pada vulva dan vagina), infeksi sekunder

saluran urin dan eneuresis sekunder serta dalam penelitian lebih lanjut adanya

cacing Enterobius vermicularis di rongga peritonium tanpa menembus usus, yaitu

dengan jalan bermigrasi lewat vagina masuk ke uteru lalu ke tubafalopi dan

akhirnya sampai ke rongga peritonium, di peritonium ada juga yang bertelur.

Pruritus ani yang terjadi menyebabkan Satrio sering menggaruk daerah

sekitar anus, sehingga timbul luka garuk di sekitar anus. Keadaan ini membuat

Satrio atau penderita lain menjadi terganggu, karena gejala ini sering timbul di

malam hari. Satrio menjadi kurang tidur, dan karena kualitas kuantitas tidur

terganggu, maka Satrio tidak dapat berisitirahat dengan semestinya dan

mempengaruhi aktivitas harian.

Kondisi yang tidak mengenakkan ini membuat nafsu makan Satrio

berkurang sehingga berat badannya berkurang. Sedangkan diare Satrio karena

adanya cacing dewasa pada usus halus Satrio sehingga mengiritasi mukosa,

mengakibatkan sensifitasi terhadap pleksus sub mukosa/meisner menyebabkan

peningkatan sekresi H2O dan HCO3- yang merupakan adaptasi reflek homeostasis

berupa peningkatan H2O dalam feces sehingga terjadi peningkatan frekwensi

buang air besar, terjadilah diare. Gangguan lain pada anak usia sekolah, dapat

terjadi penurunan kemampuan menerima pelajaran karena kondisi tubuh yang

lemah dan kurang energic.

Saat satrio dibawa ke puskesmas didapatkan pemeriksaan bahwa kuku jari

tangan satrio panjang dan kotor dan kebiasaan bermain dikebun dan disungai,

dapat diperjelas Enterobius vermicularis menular lewat berbagai cara yaitu :

Page 15: Skenario IV.docx

1. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (auto

infeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun

kepada diri sendiri karena memegang benda-benda yang terkontaminasi.

2. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin

sehingga telur melalui debu dapat tertelan.

3. Retrofeksi melalui anus, larva dari telur menetas di sekitar anus kembali

masuk melalui anus terus naik sampai sekum dan tumbuh menjadi dewasa ke

usus.

4. Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi

sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.

Untuk pemeriksaan cacing, telur cacing dapat diambil dengan mudah

dengan alat anal swab yang ditempelkan di sekitar anus pada pagi hari sebelum

anak buang air besar dan mencuci pantat. Anal swab adalah suatu alat dari batang

gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya dilekatkan Scotch adhesive tape. Bila

adhesive tape ini ditempelkan di daerah sekitar anus, telur cacing akan menempel

pada perekatnya. Kemudian adhesive tape diratakan pada kaca benda dan

dibubuhi sedikit toluen untuk pemeriksaan mikroskopik. Sebaiknya pemeriksaan

dilakukan 3 hari berturut-turut.

Infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri, bila tidak ada reinfeksi, tanpa

pengobatan pun infeksi akan berakhir. Obat pilihan untuk infeksi ini adalah

pemberian Pyrantel Pamoat dengan dosis 10mg/kgbb, dosis tunggal, serta

Mebendazol, pengobatan harus diulang setelah 10 hari untuk membunuh cacing

yang masih hidup pada pengobatan pertama. Pengobatan sebaiknya dilakukan

secara menyeluruh pada kelompok tempat tinggal dan dilakukan secara periodic.

Perincian obat antara lain :

1. Mebendazole

Pemberian mebendazole dengan dosis tunggal 500 mg, diulang setelah 2

minggu. Kerjanya merusak subseluler dan menghambat sekresi

asetilkolinesterase cacing, menghambat ambilan glukosa. Absorpsi oral

buruk, ekskresi terutama lewat urin dalam dalam bentuk utuh.

Page 16: Skenario IV.docx

2. Albendazole

Albendazole diberikan dosis tunggal 400 mg diulang setelah 2 minggu.

3. Pirantel pamoat

Pirantel pamoat diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan sebagai dosis

tunggal dan maksimum 1 gram. Kerjanya menimbulkan depolarisasi pada

otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, menghambat enzim

kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar

bersama tinja, <15% lewat urine.

Pencegahan penularan infeksi Enterobius vermicularis dapat dilakukan

sebagai berikut yaitu :

1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar

2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku

3. Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu

4. Mencuci jamban setiap hari

5. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari tangan

dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya

6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut

Hal terpenting adalah menjaga kebersihan pribadi. Sebagai contoh,

biasakan anak untuk menjaga kebersihan tangan dan kaki, memotong kuku

pendek, mencuci tangan dan kaki sebelum makan dan tidur, sering membersihkan

daerah perianal, dan bagi penderita,disarankan untuk memakai celana panjang

sewaktu tidur, supaya kasur tidak terkontaminasi.

Page 17: Skenario IV.docx

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Infeksi Enterobius vermicularis ( enterobiasis, oxyuriasis) adalah suatu

infeksi parasit yang terutama menyerang anak-anak, dimana cacing

Enterobius vermicularis tumbuh dan berkembangbiak di dalam usus.

2. Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis adalah cacing kecil

(1cm) berwarna putih. Dalam sekali bereproduksi cacing dapat

menghasilkan 11.000 butir telur. Setelah mengalami proses pematangan,

larva dapat bertahan hidup dalam telur sampai 20 hari.

3. Morfologi telur berbentuk elipsoid atau lonjong dan mempunyai dua sisi

yaitu sisi lengkung dan sisi mendatar atau lebih datar pada satu sisi

(asimetrik), cacing Enterobius vermicularis berukuran 8-13 mm x 0,4 mm

dan berbentuk silindris sedang yang jantan juga sama berbentuk silindris

walaupun lebih kecil dengan berukuran 2-5 mm. Kopulasi cacing jantan

dan betina kemungkinan terjadi di sekum, Migrasi ini berlangsung 15 – 40

hari setelah infeksi. Telur akan matang dalam waktu sekitar 6 jam setelah

dikeluarkan, pada suhu tubuh. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup

sampai 13 hari.

4. Epidemiologi penularan penyakit Enterobius vermicularis (enterobiasis)

terutama terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup

di dalam suatu lingkungan yang sama

5. Penularan dapat dipengaruhi oleh :

a. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal.

b. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh

angin

c. Retrofeksi melalui anus.

Page 18: Skenario IV.docx

d. Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi dapat

menjadi sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada

bulunya

6. Manifestasi klinis berupa rasa gatal pada daerah perianal terjadi pada

malam hari sehingga si anak tidak dapat tidur atau gelisah terus – menerus

mengakibatkan napsu makan kurang dan badan kurus, dapat juga terjadi

pruritus ani.

7. Anal swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada

ujungnya dilekatkan Scotch adhesive tape. Bila adhesive tape ini

ditempelkan di daerah sekitar anus, telur cacing akan menempel pada

perekatnya. Kemudian adhesive tape diratakan pada kaca benda dan

dibubuhi sedikit toluen untuk pemeriksaan mikroskopik. Sebaiknya

pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut.

B. SARAN

1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar

2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku, mencuci jamban setiap

hari, mencuci seprei minimal 2 kali/minggu

3. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari

tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya

4. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut

5. Pelihara kebersihan lingkungan, baik di dalam maupun halaman rumah

6. Lakukan toilet training pada waktunya dan ajarkan cara menjaga

kebersihan saat BAB dan BAK.

7. Bila ingin makan sayuran mentah (lalapan) atau buah-buahan, cucilah

dengan air bersih yang mengalir. Bila perlu gunakan sabun yang bisa

digunakan untuk mencuci sayuran dan buah-buahan agar bersih dari

hama.

8. Biasakan anak untuk selalu menggunakan sandal atau sepatu bila keluar

rumah, terutama bila berjalan di tanah. Tanah, terutama yang lembab,

merupakan tempat cacing untuk berkembang.

Page 19: Skenario IV.docx

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman and Nelson Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.1 Edisi 15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Dorland, W.A,dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland – Ed 25. Jakarta : EGC

Hassan, Rusepno. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Latief, dkk., 2007. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Markum, A.H. dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Media Aesculaplus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Prasetyo, Heru. 2003. Atlas Berwarna Helmintologi Kedokteran. Surabaya : Airlangga University Press.

Soedarno, S P, dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatric Tropis edisi kedua.

Jakarta : FKUI

Soeparman. 1993. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sudarto. 2009. Pengobatan Penyakit Parasit. Jakarta : Sagung Seto.

Sudoyo, A,W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ke-3. Jakarta :

EGC

Sutanto, I,dkk. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran – Ed.4. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI.

Tjokroprawiro, A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya :

Airlangga University Press.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

Pemberantasan. Jakarta : Erlangga

Yamaguchi, Tomio. 1992. Atlas Berwarna Parasitologi Klinik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Page 20: Skenario IV.docx

Oleh :

PRIAMBODO ILHAM A

J 5000 800 88

Tutor :

dr Ellya latifah

Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta