Page 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Ikterus atau yang disebut juga sebagai jaundice yang berasal dari bahasa
Perancis jaune yang juga berarti kuning. Dalam hal ini menunjukan peningkatan
pigmen empedu pada jaringan dan serum. Ikterus merupakan suatu sindroma
yang dikarakteristikkan oleh adanya hiperbilirubinemia dan deposit pigmen
empedu pada jaringan termasuk kulit dan membran mukosa. Secara garis besar
ikterus dapat digolongan menjadi ikterus fisiologis maupun patologis. Ikterus
patologis sering didapatkan pada dewasa, dan terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu
yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika (parenkimatosa) dan
ikterus post hepatika (obstruksi). Terdapat dua bentuk ikterus obstruksi yaitu
obstruksi intra hepatal dan ekstra hepatal. Ikterus obstruksi intra hepatal dimana
terjadi kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola yang
menyebabkan tanda-tanda stasis empedu sedangkan ikterus obstruksi ekstra
hepatal terjadi kelainan diluar parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang
menyebabkan tanda-tanda stasis empedu. Yang merupakan kasus bedah adalah
ikterus obstruksi ekstra hepatal sehingga sering juga disebut sebagai “surgical
jaundice”, ikterus obstruksi ini terbanyaknya disebabkan oleh batu kandung
empedu, dimana morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari diagnosis dini
dan tepat.
1
Page 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. IKTERUS
I. Definisi
Ikterus adalah gejala kuning pada sklera, kulit, dan mata akibat bilirubin yang
berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang dari 9
µmol/L (0,5mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat di
atas 35 µmol/ L (2 mg)(1).
II. Fisiologi Metabolisme Bilirubin
Berikut ini akan dijelaskan mengenai metabolisme pembentukan bilirubin,
meliputi(2):
1. Eritrosit yang sudah tua akan difagosit oleh monosit dan makrofag dan
sebagiannya lagi akan didestruksi/katabolisasi di sistem retikuloendotelial
(SRE) seperti hati dan limfa, sementara sel darah yang telah difagosit itu
akhirnya juga akan dibawa menuju SRE untuk mengalami katabolisasi lebih
lanjut.
2. Didalam SRE hemoglobin, suatu bentuk protein yang terdapat dalam eritrosit,
akan dipecah menjadi 3 komponen yaitu Heme, Ferum (besi), dan globin.
Globin akan menuju siklus metabolisme yang lain sedangkan besi akan
digunakan kembali oleh tubuh untuk pembentukan eritrosit baru dan akhirnya
heme akan dikonversi menjadi biliverdin yang berwarna kehijauan.
3. Biliverdin akan keluar dari SRE menjadi bentuk bilirubin tak terkonjugasi atau
bilirubin indirek (BI), karena sifatnya yang tidak larut air maka untuk
ditranspor didalam plasma, dibutuhkan suatu pembawa yaitu albumin.
Bersama dengan albumin BI akan bersirkulasi dan akan mengalami ambilan
oleh hepatosit.
4. BI akan diikat oleh suatu protein yang dihasilkan hati yaitu protein Y, lalu BI
+ Protein Y akan mengalami reaksi enzimatik, yaitu oleh enzim glukuronil
transferase dan kemudian mengalami pengikatan lagi dengan protein Z, maka
2
Page 3
bilirubin tersebut menjadi bentuk terkonjugasi/bilirubin direk yang memiliki
sifat larut dalam air.
5. bilirubin akan dikeluarkan dari hati melalui traktus biliaris dan nantinya akan
bercampur dengan garam - garam empedu, dan kemudian memasuki saluran
cerna
6. didalam saluran cerna bilirubin akan dimetabolisme lebih lanjut oleh bakteri
usus menjadi sterkobilin (dan juga urobilin) yang mewarnai faeces sebagian
kecil akan diserap dan dibawa ke dalam sirkulasi portal, dan kemudian ke
ginjal dimana bilirubin ini akan mewarnai urine (disini namanya berganti
menjadi urobilin) dan dikeluarkan bersama dengan urine (serta faeces) dari
tubuh.
Gambar 1. Metabolism bilirubin (www.google.com)
III. Klasifikasi
Berikut ini merupakan klasifikasi ikterus secara garis besar antara lain, sebagai
berikut(1);
1. Ikterus pre hepatika (hemolitik);
3
Page 4
Kelainan hemolitik, seperti sferositosis, malaria tropika berat, anemia
pernisiosa, atau transfuse darah yang tidak kompatibel
2. Ikterus hepatika (parenkimatosa)
Hepatitis A, B, C, atau E, leptospirosis, mononucleosis
Sirosis hepatis
Kolestasis karena obat (klorpromazin)
Zat yang meracuni hati seperti fosfor, kloroform, anestetik lain,
karbontetraklorid
Tumor hati multiple (kadang)
3. Ikterus pascahepatik (obstruksi)
Obstruksi saluran empedu di dalam hepar; sirosis hepatis, abses hati,
hepatokolangitis, tumor maligna primer atau sekunder
Obstruksi di dalam lumen saluran empedu; batu, askaris
Kelainan di dinding saluran empedu; atresia bawaan, striktur traumatik,
tumor saluran empedu
Kempaan saluran empedu dari luar; tumor kaput pancreas, tumor ampula
vater, pankreatitis, metastasis ke kelenjar limfe di ligamentum
hepatoduadenale.
Ikterus prahepatik terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular
hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya
pembentukan bilirubin yang berlebih. Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat
tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi
bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna
urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Sedangkan pada ikterus
hepatik jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan
konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi.
Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau
kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh
sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim
glukoronil transferase sebagai katalisator(3).
4
Page 5
Ikterus obstruksi (post/pascahepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh
gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya
sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu ekstra hepatika. Ikterus obstruksi
disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan
empedu dan bilirubin ke dalam duodenum. Terdapat dua bentuk ikterus obstruksi
yaitu obstruksi intra hepatal dan ekstra hepatal. Ikterus obstruksi intra hepatal
dimana terjadi kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola yang
menyebabkan tanda-tanda stasis empedu sedangkan ikterus obstruksi ekstra
hepatal terjadi kelainan diluar parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang
menyebabkan tanda-tanda stasis empedu. Yang merupakan kasus bedah adalah
ikterus obstruksi ekstra hepatal sehingga sering juga disebut sebagai surgical
jaundice.(4)
IV. Patogenesis
Hiperbilirubinemia adalah tanda nyata dari ikterus. Bila kadar bilirubin
sudah mencapai 2 – 2,5 mg/dl maka sudah telihat warna kuning pada sklera dan
mukosa sedangkan bila sudah mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak berwarna
kuning(5).
Ikterus obstruksi terjadi bila(2,6):
1. Terjadinya gangguan ekskresi bilirubin dari sel-sel parenkim hepar ke sinusoid.
Hal ini disebut ikterus obstruksi intra hepatal. Biasanya tidak disertai dengan
dilatasi saluran empedu. Obstruksi ini bukan merupakan kasus bedah.
2. Terjadi sumbatan pada saluran empedu ekstra hepatal. Hal ini disebut sebagai
ikterus obstruksi ekstra hepatal. Oleh karena adanya sumbatan maka akan terjadi
dilatasi pada saluran empedu Karena adanya obstruksi pada saluran empedu
maka terjadi refluks bilirubin direk (bilirubin terkonyugasi atau bilirubin II) dari
saluran empedu ke dalam darah sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan
kadar bilirubin direk dalam darah. Bilirubin direk larut dalam air, tidak toksik dan
hanya terikat lemah pada albumin. Oleh karena kelarutan dan ikatan yang lemah
pada albumin maka bilirubin direk dapat diekskresikan melalui ginjal ke dalam
urine yang menyebabkan warna urine gelap seperti teh pekat. Urobilin feses
berkurang sehingga feses berwarna pucat seperti dempul (akholis) Karena terjadi
peningkatan kadar garam-garam empedu maka kulit terasa gatal-gatal (pruritus).
5
Page 6
Batu kandung empedu bisa menyumbat aliran empedu dari kandung
empedu, dan menyebabkan nyeri (kolik bilier) atau peradangan kandung empedu
(kolesistitis). Batu juga bisa berpindah dari kandung empedu ke dalam saluran
empedu, sehingga terjadi jaundice (sakit kuning) karena menyumbat aliran
empedu yang normal ke usus. Penyumbatan aliran empedu juga bisa terjadi
karena adanya suatu tumor.(1)
V. Diagnosis
Diagnosis ikterus obstruksi beserta penyebabnya dapat ditegakan berdasarkan
Anamnesis (gambaran klinis), pemeriksaan fisis, laboratorium dan pemeriksaan
penunjang diagnostik.
VI. Gambaran Klinis(7,8)
Anamnesa
Riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi bila kadar bilirubin serum >
2,5 mg/dl.
Perubahan warna urine, urine jadi gelap seperti warna teh.
Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti dempul dalam minimal 3x
pemeriksaan berturut-turut.
Riwayat anemia, terkadang kolelitiasis dapat disertai dengan anemia
hemolitik.
Nyeri perut terutama di regio perut kanan atas, lebih sering diakibatkan
oleh obstruksi mekanis. Kolik bilier merupakan gejala yang umum terjadi
berupa nyeri hilang timbul pada area epigastrium (subxyphoid) yang
menjalar ke subcostal dextra, scapula dextra, dan leher. Waktu munculnya
nyeri pada obstruksi bilier terutama dirasakan setelah makan makanan
berlemak yang diikuti mual, muntah.
Gejala anoreksia dan kaheksia lebih sering terjadi pada keganasan (Ca
caput pankreas atau Ca hepar) daripada obstruksi batu bilier.
Demam. Pada obstruksi mekanik muncul setelah nyeri timbul. Sedangkan
pada inflamasi demam muncul bersamaan dengan nyeri
6
Page 7
Usia. Pada usia muda kebanyakan hepatitis, sedangkan usia tua lebih
sering keganasan
Riwayat tansfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian, tatoo,
promiskuitas, pekerjaan beresiko tinggi terhadap hepatitis B, pembedahan
sebelumnya.
Makanan dan obat. Contohnya Clofibrate akan merangsang pembentukan
batu empedu; alkohol, CCl4, makanan tinggi kolesterol juga akan
merangsang pembentukan batu empedu. Disamping itu alkohol juga akan
menyebabkan fatty liver disease.
Gejala-gejala sepsis lebih sering menyertai ikterus akibat sumbatan batu
empedu, jarang pada keganasan.
Gatal-gatal. Karena penumpukan bilirubin direk pada kolestasis.
Pemeriksaan Fisik
Ikterus: sklera atau kulit
Dicari stigmata sirosis (rontoknya rambut aksila dan pubis, spider naevi,
gynekomastia, asites, caput medussae, palmar eritem, liver nail, pitting
edema), scratch effect.
Hepar teraba atau tidak. Hepar membesar pada hepatitis, Ca hepar,
obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar
mengecil pada sirosis.
Kandung empedu membesar atau tidak (Courvoisier sign(6)). Positif bila
kantung empedu tampak membesar, biasanya pada keganasan karena
dilatasi kandung empedu. Negatif bila kantung empedu tidak tampak
membesar, biasanya pada obstruksi batu karena adanya proses inflamasi
pada dinding kantung empedu.
Murphy’s sign. Positif pada kolangitis, kolesistitis, koledokolelitiasis
terinfeksi.
VII. Pemeriksaan laboratorium
7
Page 8
Pemeriksaan darah lengkap, amilase, albumin, faktor pembekuan, serum
transaminase (SGOT/SGPT), AFP, LDH, Alkali Fosfatase, γ-Glutamil
Transpeptidase)
Urinalisis terutama bilirubin direk (terkonjugasi) dan total.
Marker serologis hepatitis untuk hepatitis.
VIII. Pemeriksaan penunjang(6,7)
1. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi. Yang
perlu diperhatikan adalah :
a. Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung
empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2 – 3 X 6 cm, dengan
ketebalan sekitar 3 mm.
b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. Bila diameter
saluran empedu lebih dari 5 mm berarti ada dilatasi. Bila ditemukan dilatasi
duktus koledokus dan saluran empedu intra hepatal disertai pembesaran
kandung empedu menunjukan ikterus obstrusi ekstra hepatal bagian distal.
Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran saluran empedu intra hepatal saja
tanpa disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstruksi
ekstra hepatal bagian proksimal artinya kelainan tersebut di bagian proksimal
duktus sistikus.
c. Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi
disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan
posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor akan terlihat
massa padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan
heterogen.
d. Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti menunjukan
adanya ikterus obstruksi intra hepatal.
e. Bertujuan untuk mencari dan menentukan ukuran lumen saluran bilier serta
mencari ada atau tidaknya massa dalam kandung empedu.
2. Pemeriksaan CT scan
8
Page 9
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya dilatasi duktus intra hepatik yang
disebabkan oleh oklusi ekstra hepatik dan duktus koledokus akibat kolelitiasis
atau tumor pankreas. Selain itu juga ditujukan untuk mencari dan menentukan
ukuran lumen saluran bilier serta mencari ada atau tidaknya massa dalam kandung
empedu.
3.ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Pemeriksaan ERCP dilakukan untuk menentukan penyebab dan letak sumbatan.
ERCP memberi gambaran langsung tentang keadaan duktus biliaris dan sangat
berguna mencari etiologi obstruksi ekstrahepatal dan mengekstraksi batu empedu.
4. Biopsi Hepar biasanya untuk memastikan etiologi obstruksi intrahepatal.
IX. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan untuk
menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila
penyebabnya adalah batu, dilakukan tindakan pembedahan. Bila penyebabnya
adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat menghilangkan penyebab obstruksi
karena tumor tersebut maka dilakukan tindakan drainase untuk mengalihkan
aliran empedu tersebut. Pembedahan terhadap batu sebagai penyebab obstruksi,
yang dapat dilakukan antara lain(5);
Kolesistektomi terbuka
Adalah mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Indikasi paling
umum untuk kolesistektomia adalah biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparaskopik; indikasi awal hanya pasien dengan batu
empedu simptomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Sfingterotomi/papilotomi; Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus
koledokus, dapat dilakukan sfingterotomi/papilotomi untuk mengeluarkan
batunya. Cara ini dapat digunakan setelah ERCP kemudian dilanjutkan
dengan papilotomi. Tindakan ini digolongkan sebagai surgical Endoscopy
Treatment (SET).
9
Page 10
Pembedahan terhadap striktur/ stenosis; striktur atau stenosis dapat terjadi
dimana saja dalam sistem saluran empedu, apakah itu intra hepatik atau
ekstra hepatik. Tindakan yang dilakukan yaitu :
Mengoreksi striktur atau stenosis dengan cara dilatasi atau sfingterotomi,
Dapat juga dilakukan tindakan dilatasi secara endoskopi (Endoscopic
Treatment) setelah dilakukan ERCP. Bila cara-cara di atas tidak dapat
dilaksanakan maka dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki drainase
misalnya dengan melakukan operasi rekonstruksi atau operasi bilio-
digestif (by-pass).
Pembedahan terhadap tumor; tumor sebagai penyebab obstruksi maka
perlu dievaluasi lebih dahulu apakah tumor tersebut dapat atau tidak dapat
direseksi. Bila tumor tersebut dapat direseksi perlu dilakukan reseksi
kuratif. Hasil reseksi perlu dilakukan pemeriksaan PA.
Bila tumor tersebut tidak dapat direseksi maka perlu dilakukan
pembedahan paliatif saja yaitu terutama untuk memperbaiki drainase
saluran empedu misalnya dengan anastomosis bilo-digestif atau operasi
by-pass.
B. KANDUNG EMPEDU
I. Anatomi dan Fisiologi kandung Empedu
Gambar 2. Anatomi kandung empedu (www. Google picture.com)
10
Page 11
Kandung empedu merupakan kantong kecil yang berfungsi untuk
menyimpan empedu (cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang
dihasilkan oleh hati). Kandung empedu memiliki bentuk seperti buah pir dengan
panjang 7-10 cm dan merupakan membran berotot. Terletak didalam fossa dari
permukaan visceral hati.
Bagian-bagian dari kandung empedu terdiri dari(5.9):
Fundus vesikafelea; bentuknya bulat, merupakan bagian kandung empedu
yang paling akhir setelah korpus vesikafelea.
Korpus vesikafelea; merupakan bagian terbesar dari kandung empedu,
didalamnya berisi getah empedu. Getah emepedu adalah suatu cairan yang
disekresi setiap hari oleh sel hati yang dihasilkan setiap hari 500-1000 cc,
sekresinya berjalan terus menerus, jumlah produksi meningkat sewaktu
mencerna lemak.
Kolum; bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus
dan daerah duktus sistika.
Infundibulum, dikenal juga sebagai kantong Hartmann, merupakan bulbus
divertikulum kecil yang terletak pada permukaan inferior dari kandung
kemih.
Duktus sistikus; yang menghubungkan kandung empedu ke duktus
koledokus. Berjalan dari leher kandung empedu dan bersambung dengan
duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke duodenum.
Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.
Duktus koledokus, saluran yang membawa empedu ke duodenum.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri kistika, secara
khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan. Drainase vena ini dari kandung
empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe
masuk secara langsung kedalam hati dan juga masuk ke nodus-nodus di sepanjang
permukaan vena porta. Sistem persarafan terletak disepanjang arteri hepatika.
Sensasi nyeri diperantai oleh serat visceral, simpatis. Rangsangan motoris untuk
kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.
Kandung empedu ini terdiri dari garam-garam empedu, elektrolit, pigmen
11
Page 12
empedu (misalnya bilirubin), kolesterol, lemak. Kandung empedu memiliki
beberapa fungsi, antara lain(2,5):
1. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada
didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini
adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Untuk membuang limbah
tubuh tertentu (terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan
kelebihan kolesterol) serta membantu pencernaan dan penyerapan lemak.
2. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi
bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Berbagai protein yang memegang peranan penting dalam fungsi empedu juga
disekresi dalam empedu.
II. Kolelitiasis
Definisi
Kolelitiasis merupakan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledokus atau pada keduanya.
Insidens
Penyakit kandung empedu lebih banyak dijumpai pada wanita dengan
perbandingan 2:1 dengan pria, lebih sering ditemukan pada orang gemuk,
bertambah dengan tambahnya usia, lebih banyak pada multipara, lebih banyak
pada orang- orang dengan diet tinggi kalori dan obat- obatan tertentu (food),
sering memberikan gejala-gejala saluran cerna (Flatulen)(11). Insiden kolelitiasis
yang pernah dilaporkan di negara Barat adalah 20%, dan banyak menyerang orang
dewasa dan lanjut usia, dan banyak ditemukan pada perempuan. Di negara Barat,
80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu empedu
pigmen meningkat akhir-akhir ini. Perubahan ini diduga karena perubahan gaya
hidup, pola makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan menurunnya frekuensi
infeksi empedu. Sedangkan di Asia timur, termasuk Indonesia angka kejadian
batu pigmen lebih tinggi dibandingkan dengan angka yang terdapat di negara
Barat, dan sesuai dengan angka di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia,
12
Page 13
Muangthai, Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa faktor infeksi empedu oleh
kuman gram negatif E. coli ikut berperan penting dalam timbulnya batu pigmen(1).
Patogenesis
80% batu empedu terdiri dari kolesterol. Kolesterol tidak larut dalam air.
Kelarutan kolesterol di dalam cairan empedu dipengaruhi asam empedu dan
fosfolipid. Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan terjadi presipitasi dari
kolesterol (empedu litogenik) dan terbentuk batu empedu (segitiga SMALL)(10).
Dalam perjalanannya batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus
koledokus melalui duktus sistikus. Di dalam perjalannya melalui duktus sistikus,
batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau
komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu
berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan
perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur. Kalau batu terhenti di
dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar dan tertahan oleh striktur,
batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus(1).
Gambar 3. Kolelitiasis (www.google.com)
Gambaran klinis
Kurang lebih 10 % penderita batu empedu bersifat asimptomatik.
Gejala yang timbul dapat berupa:
Nyeri (60%), besifat kolik, mulai daerah epigastrium atau hipokondrium
kanan dan menjalar ke bahu kanan. Nyeri sering timbul karena rangsangan
13
Page 14
makanan berlemak. Nyeri dapat terus, bila terjadi penyumbatan atau
keradangan.
Demam, timbul bila terjadi keradangan. Sering disertai menggigil.
Ikterus. Ikterus obstruksi terjadi bila ada batu yang menyumbat saluran
empedu utama (duktus hepatikus/koledokus).
Pemeriksaan fisik
Bila terjadi penyumbatan duktus sistikus atau kolesistitis dijumpai nyeri tekan
hipokondrium kanan, terutama pada waktu penderita menarik nafas dalam
(Murphy’s Sign).
Pemeriksaan laboratorium
Pada ikterus obstruksi terjadi:
Adanya peningkatan kadar dalam darah dari bahan-bahan: bilirubin direk
dan total, kolesterol, alkali fosfatase, gama glukuronil transferase
Bilirubinuria
Tinja akolis
Pemeriksaan penunjang
USG: mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat
dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena
peradangan maupun sebab lain.
Kolesistografi oral; lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.
Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu bersifat radioopak.
Pemeriksaan khusus pada ikterus obstruksi: kolangiografi perkutan
transhepatik (PTC), Endoscopic retrograde cholangio pancreatography
(ERCP), computerized tomography scanning (CT Scan).(1,10,11)
Penatalaksanaan
Tatalaksana kolelitiasis dapat ditangani baik secara non bedah maupun dengan
pembedahan (kolesistektomi). Tatalaksana non bedah dapat terdiri atas lisis batu
dan pengeluaran secara endoskopik. Selain itu, dapat dilakukan pencegahan
14
Page 15
kolelitiasis pada orang yang cenderung memiliki empedu litogenik dengan
mencegah infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara
mengurangi asupan atau menghambat sintesis kolesterol. Obat golongan statin
dikenal dapat menghambat sintesis kolesterol karena menghambat enzim HMG-
CoA reduktase.
III. Kolesistitis
Definisi
Kolesistitis adalah peradangan akut pada dinding kandung empedu yang terjadi
akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu empedu. Terbagi 2 tipe, kolesistitis akut
sebagian besar disebabkan adanya obstruksi di duktus sistikus oleh batu,
sedangkan kurang lebih 10% tanpa disertai batu, sedangkan kolesistitis kronik
hampir selalu disertai batu.
Faktor pencetus
1. Peradangan mekanis akibat tekanan intralumen dan regangan yang
menimbulkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu
2. Peradangan kimiawi akibat pelepasan lisolesitin (akibat kerja fosfolipase
pada lesitin dalam kandung empedu) dan faktor jaringan lokal lainnya.
3. Peradangan bakteri yang mungkin berperan pada 50-85% pasien
kolesistitis akut.
Penyebab paling sering adalah Escherichia coli. Klebsiela sp, Streptococcus grup
D, Stapilococcus sp, dan Clostridium sp.
Gambaran klinis
Serangan kolik biliaris (awal)
Nyeri abdomen kanan atas sesudah makan-makanan yang mengandung
banyak lemak.
Nyeri kolesistitis dapat menyebar ke antarscapula, scapula kanan, atau
bahu.
Ikterus (jarang), hanya akan tampak bila ada hambatan aliran empedu.
Mual muntah
Demam ringan
15
Page 16
Pemeriksaan fisik
Triad nyeri kuadran kanan atas abdomen, demam, leukositosis berkisar antara
10.000-15.000 sel/µL, dengan pergeseran ke kiri.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada hitung jenis, bilirubin serum sedikit meningkat (<85,5 µmol/L); peningkatan
sedang aminotransferase serum (dari 5 kali lipat).
Pemeriksaan penunjang
1. USG; keuntungan relatif mudah dikerjakan, cepat dan non-invasif, dapat
mendeteksi adanya penebalan dinding kandung empedu, gambaran batu (90-
95%), dan komplikasi perforasi.
2. CT Scan; jauh lebih mahal dibanding USG.
Penatalaksanaan
Pengobatan umum meliputi: istirahat, pemberian cairan parenteral, diit ringan
tanpa lemak serta obat menghilangkan nyeri seperti petidin dan antispasmodik.
Terapi definitif kolesistitis akut yang sekarang banyak dianjurkan adalah
kolesistektomi dini dalam 72 jam pertama, sedangkan terapi medik hanya
dianjurkan untuk pasien dengan risiko operasi tinggi atau yang menolak operasi.
Pada sebagian besar pasien dengan kolesistitis kronik tindakan kolesistektomi
akan memberikan hasil yang sangat baik dengan komplikasi yang sangat
rendah(12,13).
IV. Kolestasis
Definisi
Kolestasis adalah berkurangnya atau terhentinya aliran empedu dari hati ke usus,
yang dapat terjadi pada saluran intra hepatik dan/atau ekstra hepatik.
Etiologi
Penyebab kolestasis dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut:
1. Berasal dari hati:
a. Hepatitis
b. Penyakit hati alkoholik
c. Sirosis bilier primer
d. Akibat obat- obatan
16
Page 17
e. Akibat perubahan hormon selama kehamilan (kolestasis pada
kehamilan).
2. Berasal dari luar hati:
a. Batu di saluran empedu
b. Penyempitan saluran empedu
c. Kanker saluran empedu
d. Kanker pancreas
e. Peradangan pancreas
Manifestasi klinis
1. Jaundice dan urine yang berwarna gelap merupakan akibat dari bilirubin
yang berlebihan di dalam kulit dan urine.
2. Feses terkadang tampak pucat karena kurangnya bilirubin dalam usus.
3. Feses juga bisa mengandung terlalu banyak lemak (steatore) karena dalam
usus tidak terdapat empedu untuk membantu mencerna lemak dalam
makanan.
4. Berkurangnya empedu dalam usus juga menyebabkan berkurangnya
penyerapan kalsium dan vitamin D.
5. Jika kolestasis menetap, kekurangan kalisium dan vitamin D akan
menyebabkan pengeroposan tulang dan dapat menyebabkan rasa nyeri di
tulang serta patah tulang.
6. Terjadi gangguan penyerapan dari bahan- bahan yang diperlukan untuk
pembekuan darah sehingga pasien cenderung mudah mengalami
perdarahan.
7. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal- gatal
(disertai penggarukan dan kerusakan kulit).
8. Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan
kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena
lemak.
9. Gejala lainnya bergantung pada penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri
perut, hilangnya nafsu makan, muntah atau demam.
17
Page 18
Penegakkan diagnosis
1. Jika penyebabnya adalah penyakit hati, maka pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan;
a. Pembuluh darah yang memberikan gambaran seperti laba-laba
b. Pembesaran limfa
c. Pengumpulan cairan dalam perut (asites).
2. Jika penyebabnya di luar hati, bisa ditemukan:
a. Demam
b. Nyeri yang berasal dari saluran empedu atau pancreas
c. Pembesaran kandung empedu
3. Kadar enzim alkalin fosfatase sangat tinggi
4. Jika hasil pemeriksaan darah menunjukkan adanya kelainan, maka hampir
selalu dilakukan pemeriksaan USG atau CT scan untuk membantu
membedakan penyakit hati dengan penyumbatan pada saluran empedu.
5. Jika penyebabnya adalah penyakit hati, maka dilakukan biopsi hati.
6. Jika penyebabnya adalah penyumbatan saluran empedu, maka dilakukan
pemeriksaan endoskopi.
Penatalaksanaan
1. Penyumbatan di luar hati biasanya dapat di obati dengan cara pembedahan
atau endoskopi terapeutik
2. Penyumbatan di dalam hati bisa diobati dengan berbagai cara, bergantung
pada penyebabnya.
a. Jika penyebabnya adalah obat, maka konsumsi obat harus dihentikan.
b. Jika penyebabnya adalah hepatitis, maka biasanya kolestatis dan
jaundice akan menghilang sejalan dengan membaiknya penyakit.
3. Cholestyramine, diberikan per-oral (ditelan), bisa digunakan untuk mengobati
gatal-gatal. Obat ini terkait dengan produk empedu tertentu dalam usus,
sehingga tidak dapat diserap kembali dan menyebabkan iritasi kulit.
4. Pemberian vitamin K bisa memperbaiki proses pembekuan darah.
5. Kalsium dan vitamin D tambahan sering diberikan jika kolestasis menetap,
tetapi tidak terlalu efektif dalam mencegah penyakit tulang.
18
Page 19
6. Jika terlalu banyak lemak yang dibuang ke dalam feses, maka diberikan
tambahan trigliserida(11).
V. Tumor ganas kandung empedu
Karsinoma kandung empedu jarang ditemukan. Biasanya didapatkan pada
usia lanjut. Kebanyakan berhubungan dengan batu kandung empedu. Resiko
timbulnya keganasan sesuai dengan lamanya menderita batu kandung empedu.
Tumor ganas primer kandung empedu adalah jenis adenokarsinoma dengan
penyebaran invasi langsung ke dalam hati dan porta hati(1). Ini adalah jenis kanker
yang paling umum melibatkan traktus biliaris ekstrahepatik. Kandung empedu
yang berkalsifikasi atau seperti porselen berkaitan dengan insiden 20% dari
kanker kandung empedu(5). Metastasis terjadi ke kelenjar getah bening regional,
hati, dan paru. Kadang karsinoma ditemukan secara tidak sengaja sewaktu
melakukan kolesistektomi untuk kolelitiasis, dan sering terjadi penyebaran.
Patogenesisnya masih belum jelas.
Gambaran klinis
Sering ditemukan nyeri menetap di perut kuadran kanan atas, mirip kolik bilier.
Apabila terjadi obstruksi duktus sistikus, akan timbul kolesistitis akut. Gejala lain
yang dapat terjadi adalah ikterus obstruksi dan kolangitis akibat invasi tumor ke
duktus koledokus.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat diraba massa di daerah kandung empedu. Pada
pemeriksaan penunjang USG dan CT scan dapat membantu menemukan tumor
dan batu.
Diagnosa banding
Diagnosa bandingnya adalah kolesistolitiasis dan kolesistitis kronik, terutama
apabila ada dinding yang fibrotik.
Tatalaksana
Pencegahan dengan melakukan kolesistektomi pada penderita kolelitiasis
merupakan cara yang paling baik. Cara ini terbukti menurunkan angka kejadian
karsinoma kandung empedu. Apabila ditemukan karsinoma kandung empedu
sewaktu laparatomi, harus dilakukan kolesistektomi dan reseksi baji hepar selebar
19
Page 20
3-5 cm disertai diseksi kelenjar limfe regional di daerah ligamentum
hepatoduodenale(1).
Prognosis
Prognosis jangka panjang dengan karsinoma kandung empedu adalah buruk,
dengan angka kelangsungan hidup 5 tahun yang dilaporkan adalah kurang dari
5%. Pasien dengan lesi kecil yang ditemukan secara kebetulan pada saat
kolesistektomi, mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk kelangsungan
hidup jangka lama(5).
20
Page 21
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, de JW. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi dua. Jakarta:
EGC;2005.h.198-200
2. Artikel kedokteran. Proses Pembentukan Dan Sekresi Empedu. 2009
(http://www.jevuska.com/2009/10/08/proses-pembentukan-dan-sekresi-
empedu)
3. Anonymous. Anatomi dan fisiologi. 2010
(http:// www .blogspot.com/2010/12/ . html )
4. Lab/UPF Ilmu Bedah. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: Rumah
Sakit Daerah Dokter Soetomo; 1994.h.71-73
5. Spencer SS. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC,
McGrawHill; 2000.h. 455-469
6. Brunicardi F, Charles, et al. Principles of Surgery. 8th ed. New York:
McGawHill; 2005.p.1187-1193
7. Lab/UPF Ilmu Bedah. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: Rumah
Sakit Daerah Dokter Soetomo; 1994.h.71-73
8. Husadha, Yast. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Fisiologi dan
Pemeriksaan Biokimiawi Hati. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKU;.
1996. Halaman 225-226
9. Medical IT FKUI. Cholestasis. 17th edition. 2001: (www.
merckmanual.com)
10. Artikel Bedah. Ikterus Obstruksi. 2011 (http://ilmubedah.info/ikterus-
obstruksi-diagnosis-penatalaksanaan-20110204.html)
11. Halimun EM. Ikterus. In: Sulaiman HA, dkk. Gastroenterology
Hepatologi. Bagian IPD FKUI Jakarta: Sagung Seto; 1990. hal 90-117
12. Batticaca FB. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Metabolisme. Jakarta: Salemba Medika; 2005. h. 8-11,57-59,101-115
13. Swearingen RN. Keperawatan Medika Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC;
2011.h. 294-296
21