BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangProses menua adalah proses
yang akan di jalani oleh semua mahluk hidup, termasuk juga manusia.
Proses menua atau menjadi tua adalah suatu proses yang merupakan
proses sepanjang hidup, yang merupakan proses alamiah. Penuaan akan
menyebabkan beberapa perubahan anatomi dan fisiologi system tubuh
seseorang, dalam hal ini adalah system respirasi yang dimana bisa
menjadi masalah bagi lansia tersebut.Begitu juga yang di alami oleh
kakek X yang berusia 67 tahun. Kakek X juga mengalami penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK). kakek X mengeluhkan batuk kering tidak
berdahak, dada terasa sakit dan lelah karena tidak sembuh-sembuh.
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik pada kakek X, hasilnya adalah
kakek X tampak lemah, frekuensi pernapasan 28 kali permenit,
frekuensi nadi 82 kali permenit, tekanan darah 110/70 mmHg, suara
nafas wheezing, dan terdapat penggunaan otot bantu napas. Kakek X
memiliki riwayat merokok dan bekerja hampir 24 tahun sebagai
pembuat kerupuk yang selalu menghirup asap pembakaran kayu.PPOK
adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan
aliran udara secara kronis. PPOK bisa terjadi pada siapapun,
termasuk juga pada lansia. Kemudian muncul pertanyaan bagaimana
proses patofisiologi PPOK pada kakek X, yang dimana telah terjadi
perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasinya. Kemudian
muncul pertanyaan selanjutnya yaitu bagaimana perubahan anatomis
dan fisiologis terkait sistem respirasi pada lansia, bagaimana
rencana perawatan lansia dengan PPOK, kemudian bagaimana terapi
farmakologi dan non farmakologi yang di anjurkan untuk lansia
dengan PPOK.
1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Bagaimana perubahan anatomi dan
fisiologi sistem respirasi pada lansia?1.2.2 Bagaimana
patofisiologi PPOK pada lansia?1.2.3 Bagaimana rencana keperawatan
PPOK pada lansia?1.2.4 Bagaimana terapi farmakologi dan non
farmakologi PPOK pada lansia?
1.3 Tujuan Penulisan1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana perubahan
anatomi dan fisiologi sistem respirasi pada lansia.1.3.2 Untuk
menjelaskan bagaimana proses patofisiologi PPOK pada lansia.1.3.3
Untuk menjelaskan bagaimana rencana keperawatan PPOK pada
lansia.1.3.4 Untuk mengetahui terapi farmakologi dan non
farmakologi PPOK pada lansia.
1.4 Metode PenulisanMetode yang digunakan dalam penulisan
makalah ini adalah dengan menggunakan studi pustaka melalui
textbook, dan untuk melengkapi data kami juga menggunakan artikel
dan internet. Kemudian melakukan analisa kasus.
1.5 Sistematika PenulisanMakalah ini disusun dalam empat bab,
yaitu: bab satu berisi pendahuluan, bab dua berisi tinjauan
pustaka, bab tiga berisi pembahasan kasus, dan bab empat berisi
berisi kesimpulan. BAB 1 PENDAHULUAN terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA berisi tentang studi
literatur yang kami lakukan. BAB 3 PEMBAHASAN berisi tentang hasil
analisa kasus dan pemecahan masalah. BAB 4 PENUTUP berisi
kesimpulan singkat dari kumpulan data yang didapatkan kelompok dan
saran bagi pembaca.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Normal Pada Sistem Pulmonal Akibat
PenuaanPerubahan Normal yang Berhubungan dengan PenuaanImplikasi
Klinis
Paru-paru kecil dan kendurHilangnya rekoil elastisPembesaran
alveoliPenurunan daerah permukaan untuk difusi gas
Penurunan kapasitas vitalPenurunan PaO2residuPenurunan saturasi
O2dan peningkatan volume
Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensiDispnea pada
saat aktivitas
Kalsifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembanganEmfisema senilisPernafasan abdominalHilangnya suara
paru pada bagian dasar
Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar
paruAtelektasiaAkumulasi cairan
Kelenjar mukus kurang produktifSekresi kental, sulit untuk
dikeluarkan
Penurunan sensitivitas sfingter esofagusHilangnya sensasi
hausSilia kurang aktifAspirasi
Penurunan sensitivitas kemoreseptorTidak ada perubahan dalam
PaCO2Kurang aktifnya paru-paru pada gangguan asam basa
2.2 Perubahan Anatomis Dan Gangguan Sistem
PulmonalPerubahanHasilPerubahan
Kalsifikasi Kartilago KostaPeningkatan diameter
anteroposteriorPeningkatan pernapasan abdomen dan
diafragmaPeningkatan kerja pernafasanPenurunan Pao2
Atrofi Otot PernafasanPeningkatan resiko untuk terjadinya
kelelahan otot inspirasiPenurunan kecepatan aliran ekspirasi
maksimal
Penurunan Dalam Rekoil ElastisPeningkatan volume
penutupanPeningkatan udara yang terjebakKetidakcocokan
ventilasi-perfusiPeningkatan volume residuMenurunnya kekuatan
kapasitas vitalMenurunnya kapasitas vital
Pembesaran Duktus AlveolarMenurunnya area permukaan alveolar
Peningkatan Ukuran Dan Kekakuan Trakea Dan Jalan Napas
PusatMenurunnya kapasitas difusiPeningkatan ruang mati
2.3 Penyebab Perubahan Cadangan Fisiologis dan Mekanisme
Perlindungan PulmonalPerubahanHasilKonsekuensi
Hilangnya siliaKurang efektifnya peningkatan
mukosiliaPeningkatan resiko gangguan respirasi
Penurunan refleks muntah dan batukJalan napas tidak
terlindungPeningkatan resiko cidera pulmonal
Penumpulan respon terhadap hipoksemia dan hiperkapniaPenurunan
saturasi oksigenPenurunan cadangan fisiologis
Penurunan fungsi limfosit T dan imunitas humoralPenurunan
respons antibodi terhadap antigen spesifikPeningkatan kerentanan
terhadap infeksiBerkurangnya respons hipersensitivitas lambat
(respon negatif palsu terhadap tes derivatif protein yang
dimurnikan)Penurunan efisiensi dari vaksinasi
Penurunan fungsi reseptor2Penurunan respons terhadap agonis2yang
dihirupPeningkatan kesulitan dalam menangani asma
Penurunan motilitas esofagus dan gaster dan hilangnya tonus
sfingter kardiakPeningkatan resiko refluks ke esofagusPeningkatan
resiko terjadinya aspirasi
2.4 Perubahan Usia Mempengaruhi Fungsi
PernapasanPerubahanImplikasi
Perubahan saluran pernapasan bagian atas : kalsifikasi tulang
rawan, perubahan fungsi dan refleks neuromukulerMendengkur,
pernapasan mulut, berkurangnya batuk refleks, dan penurunan
efisiensi refleks muntah
Peningkatan diameter anteroposterior, kekakuan dinding dada,
melemahnya otot dan diafragmaPeningkatan penggunaan otot tambahan,
peningkatan energi yang dikeluarkan untuk efisiensi pernapasan
Pembesaran alveoli, penipisan dinding alveolar, berkurangnya
jumlah kapilerBerkurangnya efisiensi pertukaran gas, penurunan
tekanan oksigen di arteri (PaO2)
Penurunan elastisitas dan penutupan jalan napas awalPerubahan
volum paru-paru, sedikit penurunan efisiensi keseluruhan.
Volum tidal tidak berubah atau sedikit berkurang, peningkatan
volum residu, penurunan kapasitas vitalJumlah kapasitas paru-paru
tidak berubah
2.5 Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)Penyakit
Paru Obstruksi Kronis (PPOK)adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis
dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran
udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya
reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal
dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya.PPOK
meliputi tiga kondisi yang terjadi dalam atu bentuk umum, yaitu
obstruksi aliran Respirasi. Jika proses obstruksi dapat di
perbaiki, maka di sebut asma. Jika obstruksi terjadi karena
hipereksresi mucus, maka di sebut bronchitis kronis. Dan jika
terdapat kerusakan jaringan alveolar, maka di sebut dengan
emfisema.
2.6 Faktor Risiko PPOK2.6.1 LingkunganFaktor resiko utama pada
PPOK adalah merokok, termasuk juga untuk perokok pasif. Merokok
akan menekan aktivitas sel-sel pembersih dan akan berpengaruh pada
mekanisme pembersihan oleh silia-silia pada saluran pernapasan,
pembersihan ini meliputi bebas dari iritasi udara yang dihirup,
bakteri, dan benda asing lainnya . ketika rokok merusak mekanisme
ini, maka saluran pernafasan akan mengalami obstruksi dan udara
akan teperangkap di dalamnya. Alveoli akan menjadi kembung,
mengurangi kapasitas paru-paru.Merokok juga mengganggu sel-sel
goblet dan kelenjar lendir, menyebabkan akumulasi peningkatan
lendir, yang akan menghasilkan lebih banyak iritasi, infeksi, dan
kerusakan paru-paru. Selain itu, karbon monoksida (produk sampingan
dari rokok) berikatan dengan hemoglobin membentuk
karboksihemoglobin. hemoglobin yang terikat oleh karboksihemoglobin
tidak dapat membawa oksigen efisien.Faktor-faktor lain yang akan
berpengaruh pada PPOK adalah paparan yang lama terhadap debu, bahan
kimia, polusi udara, yang akan menambah total beban partikel yang
terhirup oleh paru-paru.
2.6.2 Faktor hostFaktor risiko yang berkaitan dengan factor host
untuk PPOK adalah defisiensi alpha1 antitrypsin, merupakan suatu
enzm inhibitor yang melindungi parenkim paru dari cedera.
Kekurangan ini merupakan predisposisi pada pasien yang akan
mempercepat pengembangan emfisema pada paru bahkan tanpa adanya
merokok.2.7 PatofisiologiPada PPOK , terjadinya hambatan aliran
udara progresif terkait dengan adaya respon inflamasi yang abnormal
dari paru-paru terhadap adanya paparan partikel-partikel berbahaya
atau gas. Respon inflamasi terjadi di seluruh saluran udara,
parenkim, serta pembuluh darah pada paru paru. Karena peradangan
kronis dan upaya tubuh untuk memperbaiki diri oleh paru-paru, maka
terjadi penyempitan pada saluran udara kecil perifer. Seiring
berjalannya waktu, proses adanya cedera dan upaya untuk memperbaiki
diri menyebabkan terbentuknya jaringan parut, pembentukan dan
penyempitan lumen saluran napas. obstruksi aliran udara mungkin
juga karena kerusakan parenkim seperti yang terlihat pada klien
dengan emfisema, yaitu penyakit alveoli atau unit pertukaran gas.
Selain peradangan, proses-proses yang berkaitan dengan
ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinases di paru-paru
mungkin bertanggung jawab untuk pembatasan aliran udara. Ketika
diaktifkan oleh peradangan kronis, proteinase dan zat lainnya dapat
dilepaskan, merusak parenkim paru-paru . Perubahan parenkim juga
mungkin konsekuensi peradangan , lingkungan , atau faktor genetic (
misalnya defisiensi alpha1 antitrypsin). Di awal perjalanan dari
PPOK, respon inflamasi menyebabkan perubahan pembuluh darah paru
yang ditandai dengan penebalan dinding pembuluh darah . Perubahan
ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan asap rokok atau
penggunaan produk tembakau atau sebagai hasil pelepasan mediator
inflamasi.2.8 Manifestasi klinisPPOK ditandai dengan tiga gejala
utamayaitu batuk, produksi sputum,dyspnea saat
aktivitas.Gejala-gejala tersebutkeseringan akan memburuk dari waktu
ke waktu. Batuk kronis dan produksi sputum sering kali menjadi
faktor penyebab untukterjadinya peningkatan keterbatasan aliran
udara selama bertahun-tahun. Namun, tidak semua individu dengan
batuk dan produksi sputum akan menjadi PPOK. Dyspnea pada klien
PPOK bisa menjadi berat dan seringkali mengganggu aktivitas pasien.
Penurunan berat badan seringkali terjadi akibat dyspnea yang akan
mengganggu makan, sementara tubuh tetap membutuhkan energy untuk
beraktifitas seperti pernapasan. Seringkali penderita PPOK tidak
dapat berpartisipasi dalam olahraga bahkan olahraga ringan karena
dyspnea.Dyspnea terjadi bahkan pada saat istirahat. Untuk tetap
bias bernafas, otot-otot aksesori dipergunakan. Pasien dengan PPOK
beresiko tinggi untuk mengalami insufisiensi pernapasan infeksi,
yang pada akhirnya meningkatkan risiko gagal nafas akut dan
kronis.2.9 Terapi Farmakologi 2.9.1 Menghentikan Kebiasaan
MerokokPada para perokok usia pertengahan yang berhasil
menghentikan sama sekali kebiasaan merokoknya, tampak suatu
perbaikan yang signifikan dalam laju penurunan fungsi paru. Maka
dari itu sudah seharusnya semua pasien PPOK dengan segera berhenti
merokok dan diajarkan tentang berbagai keuntungan berhenti merokok.
Ada dua pendekatan farmakologi yang terpenting yakni: bupropion,
sebagai obat anti depresan, dan terapi pengganti nikotin, tersedia
dalam bentuk permen karet, transdermal patches, inhaler, dan nasal
spray.2.9.2 BronkodilatorUmumnya bronkodilator digunakan untuk
kepentingan simtomatis pada pasien PPOK. Pilihan pemberian secara
inhalasi oleh karena efek samping yang ditimbulkan lebih kecil
dibandingkan dengan pemberian secara parenteral. Digunakan rutin
(bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala
intermitten). Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada
meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi2.9.3 Agen
AntikolinergikWalaupun penggunaan ipratropium bromide secara rutin
tidak menunjukkan pengaruh terhadap laju penurunan fungsi paru,
namun telah dilaporkan dapat memperbaiki gejala dan menghasilkan
perbaikan yang cepat pada FEV1. Efek samping kecil, dan pemberian
antikolinergik inhalasi dianjurkan pada pasien-pasien dengan gejala
PPOK.
2.9.4 agonisObat digunakan sebagai terapi simtomatis. Efek
samping yang paling utama adalah tremor dan takikardi. 2,3
Long-acting agonis inhalasi, seperti salmeterol, memiliki
keuntungan yang sebanding dengan ipratropium bromide. Kegunaannya
lebih baik dari pada short-acting agent. Tambahan agonis pada
terapi antikolinergik inhalasi telah menunjukkan adanya keuntungan
tambahan. Terbutalin selain mempunyai efek bronkodilator, juga
mempunyai efek terhadap pengeluaran mukus, terutama bila diberikan
secara aerosol.2.9.5 Glukokortikoid inhalasiPenggunaan
glukokortikoid inhalasi menyebabkan penurunan frekuensi eksaserbasi
sebesar 25-30%, akan tetapi perngguanaan obat ini dapat
meningkatkan kejadian oropharyngeal candidiasis dan peningkatan
kecepatan berkurangnya densitas tulang.2.9.6 Kortikosteroid
parenteralPenggunaan glukokortikoid oral dalam jangka waktu lama
sebagai terapi PPOK tidak dianjurkan oleh karena tidak
menguntungkan. Penggunaan glukokortikoid oral dalam jangka waktu
lama menghasilkan efek samping yang signifikan, termasuk
osteoporosis, penambahan berat badan, katarak, glukosa intoleran,
dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi.2.9.7
TheophyllineTheophylline menghasilkan perbaikan yang sedang
terhadap kecepatan arus ekspirasi dan kapasitas vital dan sedikit
perbaikan pada kadar oksigen dan karbon dioksida arteri pasien PPOK
derajat sedang sampai berat. Biasanya diberikan dengan dosis 10-15
mg/kgBB per oral. Konsentrasi dalam darah yang baik adalah antara
10-15 mg/L.4 Nausea adalah efek samping yang paling sering, lalu
takikardi serta tremor.2.9.8 OksigenPemberian O2 adalah merupakan
terapi untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan PPOK. Untuk
pasien dengan hipoksemia istirahat (saturasi O2 istirahat