BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Perubahan pola penyakit sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi sosial ekonomi dan sosial budaya. Kecenderungan perubahan ini menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan bidang kesehatan. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK. Semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja (Depkes, 2008). Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati urutan ke–6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke–3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Di Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar 32 juta US$ dalam setahun untuk menanggulangi penyakit ini, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal. Hasil survei penyakit 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Perubahan pola penyakit sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi
sosial ekonomi dan sosial budaya. Kecenderungan perubahan ini menjadi salah
satu tantangan dalam pembangunan bidang kesehatan. Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko,
seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK. Semakin
banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta
pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja
(Depkes, 2008).
Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun 1990
PPOK menempati urutan ke–6 sebagai penyebab utama kematian di dunia,
sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke–3 setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker. Di Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar 32 juta
US$ dalam setahun untuk menanggulangi penyakit ini, dengan
jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang
meninggal. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jendral PPM dan
PL di rumah sakit (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatra
Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama
Keluhan Utama : Keluhan Utama biasanya sesak, dispneu, dan kelelahan
Riwayat Penyakit:
1. Riwayat atau faktor penunjang :
a. Merokok merupakan faktor penyebab utama.
b. Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
c. Riwayat alergi pada keluarga
d. Riwayat Asthma pada anak-anak.
2. Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :
a. Alergen.
b. Stress emosional.
c. Aktivitas fisik yang berlebihan.
d. Polusi udara.
e. Infeksi saluran nafas.
3. Pemeriksaan fisik :
a. Manifestasi klinik Penyakit Paru Obstruktif Kronik :
1) Peningkatan dispnea.
2) Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot
abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
3) Penurunan bunyi nafas.
4) Takipnea.
b. Gejala yang menetap pada penyakit dasar
1) Bronkhitis
a) Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan,
yang biasanya terjadi pada pagi hari.
b) Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing.
c) Sesak nafas
18
2) Bronkhitis (tahap lanjut)
a) Penampilan sianosis
b) Pembengkakan umum atau “blue bloaters” (disebabkan oleh
edema asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmunal).
3) Emphysema
a) Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter
thoraks anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi
paru-paru).
b) Fase ekspirasi memanjang.
4) Emphysema (tahap lanjut)
a) Hipoksemia dan hiperkapnia.
b) Penampilan sebagai “pink puffers”
c) Jari-jari tabuh.
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Test faal paru
1) Kapasitas inspirasi menurun
2) Volume residu : meningkat pada emphysema, bronkhitis dan asthma
3) FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif Penyakit Paru
Obstruktif Kronik
4) FVC awal normal menurun pada bronchitis dan astma.
5) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emphysema).
b. Transfer gas (kapasitas difusi).
Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Transfer gas relatif baik.
Pada emphysema : area permukaan gas menurun.
Transfer gas (kapasitas difusi).menurun
c. Darah :
Hb dan Hematokrit meningkat pada polisitemia sekunder.
Jumlah darah merah meningkat
Eo dan total IgE serum meningkat.
Analisa Gas Darah gagal nafas kronis.
Pulse oksimetri SaO2 oksigenasi menurun.
19
Elektrolit menurun oleh karena pemakaian deuritika pada cor pulmunale.
d. Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada astma. PH normal
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
e. Sputum :
Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran.
Kuman patogen >> :
Streptococcus pneumoniae.
Hemophylus influenzae.
Moraxella catarrhalis.
f. Radiologi :
Thorax foto (AP dan lateral).
Hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area paru-paru.
Pada emphysema paru :1) Distensi >
2) Diafragma letak rendah dan mendatar.
3) Ruang udara retrosternal > (foto lateral).
4) Jantung tampak memanjang dan menyempit.
g. Bronkogram : menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi
kuat.
h. EKG.
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat Kor Pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada
hantaran II, III dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Lain-lain perlu dikaji Berat badan, rata-rata intake cairan dan diet harian.
20
Aktivitas dan IstirahatGejala Keletihan, kelelahan, malaise
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas. Perlu tidur dalam posisi duduk cukup tingi. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda Kelelahan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan masa otot
karena distress pernafasanPenurunanan BB menetap (empisema) dan peningkatan BB karena edema (Bronkitis)
Tanda Turgor kulit buruk, edema, berkeringat, penurunan BB, penurunan massa otot
HygieneGejala Penurunan Kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas tubuhTanda Kebersihan buruk, bau badanPernafasanGejala Nafas pendek, khususnya pada saat kerja, cuaca atau episode
serangan asthma, rasa dada tertekan/ketidakmampuan untuk bernafas. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut selam 3 tahun sedikitnya 2 tahun. Sputum hijau, putih, kuning dengan jumlah banyak (bronchitis)Episode batuk hilang timbul dan tidak produktif (empisema), Riwayat Pneumonia, riwayat keluarga defisiensi alfa antitripsin
Tanda Respirasi cepat dangkal, biasa melambat, fas ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (empisema)Pengguanaan otot Bantu pernafasan, Dada barell chest, gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas, Ronki, wheezing, redupPerkusi hypersonor pada area paru (udara terjebak, dan dapat juga redup/pekak karena adanya cairan).Kesulitan bicara 94 – 5 kalimat 0Sianosis bibir dan dasar kuku, jari tabuh.
Seksualitas Libido menurunInteraksi sosialGejala Hubungan ketergantungan, kurang sisitem pendukungtanda Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan antar keluargaTabel 3.1. Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)
21
Skala Sesak
Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas
1 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat 2 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik tangga 1
tingkat 3 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak 4 Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelah
beberapa menit 5 Sesak bila mandi atau berpakaian
14. Sumber: British Medical Research Council (MRC)
3.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%). VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak
tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat
dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore,
tidak lebih dari 20%.
b. Radiologi (foto toraks)
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa
hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler
meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-
kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi
pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis
penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien
(GOLD, 2009).
c. Laboratorium darah rutin
d. Analisa gas darah
e. Mikrobiologi sputum (PDPI, 2003)
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan
klasifikasi (derajat) PPOK, yaitu (GOLD, 2009):
Tabel 3.2. Klasifikasi PPOK
22
Klasifikasi Penyakit
Gejala Klinis Spirometri
PPOK Ringan
Dengan atau tanpa batuk Dengan atau tanpa produksi
sputum Sesak napas derajat sesak 1
sampai derajat sesak 2
VEP1 ≥ 80% prediksi (nilai normal spirometri)
VEP1/KVP < 70%
PPOK Sedang
Dengan atau tanpa batuk Dengan atau tanpa produksi
sputum Sesak napas derajat 3
VEP1/KVP < 70% 50% ≤ VEP1 < 80%
prediksi
PPOK Berat
Sesak napas derajat sesak 4 dan 5
Eksaserbasi lebih sering terjadi
VEP1/KVP < 70% 30% ≤ VEP1 < 50%
prediksi
PPOK Sangat Berat
Sesak napas derajat sesak 4 dan 5 dengan gagal napas kronik
Eksaserbasi lebih sering terjadi
Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan
VEP1/KVP <70% VEP1 < 30% prediksi,
atau VEP1 < 50% dengan
gagal napas kronik
3.4 Diagnosis Banding
PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma pasca
TB paru, namun seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal
jantung kronik. Perbedaan klinis PPOK, asma bronkial dan gagal jantung kronik
dapat dilihat pada Tabel 2.3 (PDPI, 2003).
Tabel 2.3. Perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan spirometri pada PPOK, asma bronkial dan gagal jantung kronik
PPOK Asma BronkialGagal Jantung Kronik
Onset usia > 45 tahun Segala usia Segala usiaRiwayat keluarga Tidak ada Ada Tidak adaPola sesak napas Terus menerus,
bertambah berat dengan aktivitas
Hilang timbulTimbul pada waktu aktivitas
Ronki Kadang-kadang + ++Mengi Kadang-kadang ++ +Vesikular Melemah Normal MeningkatSpirometri Obstruksi ++
Restriksi +Obstruksi ++
Obstruksi +Restriksi ++
23
Reversibilitas < ++ +Pencetus
Partikel toksik Partikel sensitifPenyakit jantung kongestif
3.5 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan produksi
mukus
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus/peningkatan sekresi lendir
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Intake makanan yang kurang
4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan
posisi.
8. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi,
ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk
bekerja.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi.
Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:
1. Gagal/insufisiensi pernapasan
2. Hipoksemia
3. Atelektasis
4. Pneumonia
5. Pneumotoraks
6. Hipertensi paru
24
7. Gagal jantung kanan
25
3.6 Intervensi Keperawatan
NODIAGNOSA
KEPERAWATANTUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan produksi mukus.
Klien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi.Kriteria hasil1. Warna kulit perifer
membaik (tidak cianosis)2. RR : 12 – 24 x /menit3. Nafas panjang4. Tidak menggunakan otot
bantu pernafasan.5. Ketidaknyamanan dada
(–)6. Nadi 60 – 100 x/menit.7. Dyspnea (–)
1. Observasi status pernafasan, hasil gas darah arteri, nadi dan nilai oksimetri.
2. Awasi perkembangan membran mukosa / kulit (warna).
3. Observasi tanda vital dan status kesadaran.
4. Evaluasi toleransi aktivitas dan batasi aktivitas klien.
5. Berikan oksigenasi yang telah dilembabkan.
6. Pertahankan posisi fowler dengan tangan abduksi dan disokong dengan bantal atau duduk condong ke depan dengan ditahan meja.
7. Kolaborasi untuk pemberian obat yang telah diresepkan.
1. Memantau perkembangan kegawatan pernafasan.
2. Gangguan Oksigenasi perifer tampak cianosis.
3. Menentukan status pernafasan dan kesadaran.
4. Mengurangi penggunaan energi berlebihan yang membutuhkan banyak Okigen.
5. Memenuhi kebutuhan oksiegen.
6. Meningkatkan kebebasan suplay oksiegn.
7. Obat mukolitik dan ekspektoransia akan mengencerkan produksi mukus yang mengental.
26
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mukus/peningkatan sekresi lendir
Klien dapat meningkatkan bersihan jalan nafasKriteria hasil1. Bunyi nafas
bersih/Vesikuler2. Batuk (-)3. Mampu
mendemonstrasikan batuk terkontrol.
4. Intake cairan adekuat
1. Kaji kemampuan klien untuk memobilisasi sekresi, jika tidak mampu :a. Ajarkan metode batuk
terkontrolb. Gunakan suction (jika perlu
untuk mengeluarkan sekret)c. Lakukan fisioterapi dada
2. Secara rutin tiap 8 jam lakukan auskultasi dada untuk mengetahui kualitas suara nafas dan kemajuannya.
3. Berikan obat sesuai dengan resep; mukolitik, ekspektorans
4. Anjurkan minum kurang lebih 2 liter per hari bila tidak ada kontra indikasi
5. Anjurkan klien mencegah infeksi / stressora. Cegah ruangan yang ramai pengunjung
atau kontak dengan individu yang menderita influenza
b. Mencegah iritasi : asap rokok
c. Imunisasi : vaksinasi Influensa.
1. Memantau tingkat kepatenan jalan nafas dan meningkatkan kemampuan klien merawat diri / membersihkan/membebaskan jalan nafas.
2. Memantau kemajuan bersihan jalan nafas.
3. Mengencerkan secret agar mudah dikeluarkan.
4. mengencerkan sekert.
5. Menghindarkan bahan iritan yang menyebabkan kerusakan jalan nafas
27
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil :1. Berat badan dan tinggi
badan ideal.2. Pasien mematuhi dietnya.
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
4. Identifikasi perubahan pola makan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian diet Tinggi Kalori dan Tinggi Protein.
1. Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
4. Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5. Pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat proses penyembuhan dan mencegah komplikasi.
4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.Kriteria Hasil :1. Pasien dapat
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
1. Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
1 Dapat meringankan beban pikiran pasien.
2 Agar terbina rasa saling percaya antar
28
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3 Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
4 Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
5 Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
6 Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.Kriteria Hasil :1. Pasien mengetahui tentang
proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit paru obstruktif kronik.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
1. Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2. Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
29
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
3. Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4. Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
30
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan obstruksi saluran pernafasan
yang progresif dan ireversibel; terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau
kedua-duanya (Snider, 2003). Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) bukanlah
penyakit tunggal, tetapi merupakan satu istilah yang merujuk kepada penyakit paru
kronis yang mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasan
Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk kronik
yang produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun berturut-turut. Sementara
emfisema didefinisikan sebagai pembesaran alveolus di hujung terminal bronkiol
yang permanen dan abnormal disertai dengan destruksi pada dinding alveolus serta
tanpa fibrosis yang jelas. The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) guidelines mendefinisikan PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan
gangguan pernafasan yang ireversibel, progresif, dan berkaitan dengan respon
inflamasi yang abnormal pada paru akibat inhalasi partikel-partikel udara atau gas-gas
yang berbahaya (Kamangar, 2010).
31
31
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192.
Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-312.
Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal : 480-482.
Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.