Top Banner
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis Kronik merupakan kelainan saluran nafas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema merupakan suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli (Mangunnegoro, 2003). Akhir – akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau Penyakit Paru Obstructive Kronik (PPOK) semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena
43

PPOK referat

Jan 19, 2016

Download

Documents

PPOK
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PPOK referat

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif

nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan

emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis Kronik merupakan kelainan saluran

nafas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,

sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

Emfisema merupakan suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran

rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli

(Mangunnegoro, 2003).

Akhir – akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau

Penyakit Paru Obstructive Kronik (PPOK) semakin menarik untuk dibicarakan

oleh karena prevalensi dan angka mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika

kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta,

726.000 memerlukan perawatan di Rumah Sakit dan 119.000 meninggal selama

tahun 2000 (Wilson, 2006)

Prevalensi morbiditas dan mortalitas PPOK bervariasi di berbagai negara,

tetapi PPOK merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh

dunia. Definisi dan variabel PPOK yang tidak tepat serta kelemahan spirometri

untuk mengkonfirmasikan diagnosis telah membuat sulit untuk mengukur

morbiditas dan mortalitas sebenarnya penyakit ini (Macnee W, 2008).

Page 2: PPOK referat

2

PPOK menyebabkan 26.000 kematian/tahun di Inggris. Prevalensinya

adalah ≥ 600.000. Angka ini lebih tinggi dinegara maju, daerah perkotaan,

kelompok masyarakat menengah kebawah, dan pada manula (Davey P, 2005).

Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat

mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan

119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK

menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti

serebrovascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar

per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi

PPOK akan meningkat. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Departemen

Kesehatan RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat

ke enam dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia (Hisyam, Riyanto, 2006).

Pada tahun 2000 PPOK menduduki peringkat ke 5 dari jumlah penderita

yang berobat jalan dan menduduki peringkat 4 dari penderita yang dirawat.

Kunjungan rawat jalan pasien PPOK di RS Persahabatan Jakarta meningkat dari

616 pada tahun 2000 menjadi 1735 pada tahun 2007 (Yunus et al, 2010).

Page 3: PPOK referat

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Cronic Obstructive

Pulmonary Disease (COPD) adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya

obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis kronis dan emfisema.

Obstruksi aliran udara biasanya progresif kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan

napas dan kadangkala parsial reversibel (Tierney et al, 2002). Masalah yang

menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran

pernapasan maupun pada parenkim paru (Djojodibroto, 2009).

Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh

pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai

batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun,

sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut turut. Emfisema paru merupakan

suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus

dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta destruksi dinding alveolar (Wilson,

2006)

2.2 Patogenesis

Inflamasi epitel saluran pernapasan, dan disertai aktivitas limfosit T

sitotoksik (CD8), makrofag, dan polimorfonukleosit (PMN), menyebabkan

peningkatan aktivitas protease (elastase) dan kerusakan lansung pada paru.

Page 4: PPOK referat

4

Ketidakseimbangan antara protease dan antiprotease menyebabkan kerusakan

dinding alveolus dan bronkus dan peningkatan produksi mukus ( Brashers, 2008).

Pada PPOK yang stabil, ciri inflamasi yang dominan adalah banyaknya sel

neutrofilik yg ditarik oleh IL-8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat tapi

yang meningkat hanya sel T CD8 helper tipe 1. Ketika terjadi eksaserbasi akut

pada PPOK, jumlah eosinofil meningkat 30 kali lipat (Djojodibroto, 2009 ).

Mukus yang berlebihan terjadi akibat perubahan patologis (hipertrofi dan

hiperplasia) sel-sel penghasil mukus di bronkus. Selain itu silia yang melapisi

bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan

pada sel penghasil mukus dan sel silia ini menggangu sistem eskalator

mukosiliaris dan menyebabakan akumulasi mukus kental dalam jumlah besar

yang sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat

perkembangan mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.

Proses inflamasi terjadi yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan

serta perubabahan arsitektur paru (Corwin, 2009).

Kerusakan alveolus disebabkan oleh adanya proteolisis (degradasi) elastin

oleh enzim elastase yang disebut protease. Elastin adalah komponen jaringan ikat

yang meliputi kira-kira 25% jaringan ikat diparu. Dalam keadaan normal terdapat

keseimbangan antara degradasi dan sintesis elastin atau keseimbangan antara

protease yang mendegradasi jaringan paru dan protease inhibitor yang

menghambat kerja protease. Pada perokok, jumlah protease meningkat karena

jumlah lekosit dan makrofag diparu meningkat. Makrofag dan lekosit ini

mengandung elastase dalam jumlah tinggi. Dengan banyaknya elastase diparu,

banyak jaringan yang didegradasi. Pada penderita yang memiliki paru yang

Page 5: PPOK referat

5

emfisematous ditemukan α1-antitripsin (suatu protease) dalam jumlah rendah

sehingga tidak ada yang menghambat kerja protease tripsin. Keadaan ini

merupakan kelainan kongenital (Djojodibroto, 2009 ).

(Wilson, 2006)Gambar 2.1

Obstruksi katup pengatur bronkiolus, selama inspirasi, lumen cukup besar untuk dilalui udara. Selama ekspirasi, kolaps prematur dan penyempitan lumen

menghalangi aliran keluar udara, sehingga udara terperangkap dalam alveolus.

Selama inspirasi, lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat

melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi

sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga

sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara. Hilangnya elastisitas dinding

bronkiolus pada emfisema juga dapat menyebabkan kolaps prematur. Dengan

demikian udara terperangkap dalam segmen paru yang terkena, berakibat distensi

berlebihan serta penggabungan beberapa alveolus (Wilson, 2006).

Page 6: PPOK referat

6

(Wilson, 2006)Gambar 2.2

Patogenesis COPD. CLE, Emfisema sentrilobular; PLE, Emfisema panlobular.

2.3 Faktor Risiko PPOK

2.3.1 Merokok

Merokok merupakan >90% risiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok

menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan

fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan

dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan risiko penyakit paru obstruksi

pada anak (Brashers, 2008).

Page 7: PPOK referat

7

Merokok menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial dan

peningkatan produksi mukus, menyebabkan batuk produktif. Pada bronkitis

kronik (batuk produktif lebih dari 3 bulan/tahun selama lebih dari 2 tahun)

perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu, terjadi destruksi

jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema), yang menyebabkan

hilangnya elastis recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara dan peningkatan

usaha untuk bernapas, sehingga terjadi sesak napas (Davey P, 2006).

Derajat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah

rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

-Ringan : 0 – 200

-Sedang : 200 – 600

-Berat : > 600

Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok dalam jangka panjang dapat

menyebabkan :

1. Mengganggu pergerakan rambut getar epitel saluran nafas

(respiratory epithelial cilliary)

2. Menghambat fungsi alveolar macrophages.

3. Menyebabkan hipertrophy dan hyperplasia kelenjar penghasil

mukus.

4. Juga menghambat antiprotease dan menyebabkan leukosit

melepaskan enzim proteolitik secara akut.

5. Merusak elastin, suatu protein yang membangun kantong alveolar.

Page 8: PPOK referat

8

2.3.2 Polusi udara

Polusi udara merupakan faktor risiko penyakit pernapasan kronis (Macnee

W, 2008). Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar

pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok, risiko akan lebih tinggi. Eksaserbasi

akut pada bronkitis sering ditimbulkan oleh sulfur dioksida (SO2) yang tinggi,

sedangkan nitrogen dioksida (NO2) dapat menyebabkan obstruksi saluran napas

kecil (Soemantri, 2000).

Debu tak kalah jahatnya bagi paru, dan berpotensi menyebabkan

timbulnya bronkitis kronis, makin kecil partikel debu akan makin berbahaya,

karena akan dapat masuk semakin dalam sampai kedalam alveolus (Danusantoso,

2000).

2.3.3 Infeksi saluran napas

Infeksi saluran napas bagian atas pada seorang pasien bronkitis kronis

hampir selalu menyebabkan infeksi saluaran napas bawah bagian bawah, serta

menyebabkan kerusakan paru bertambah. Diperkirakan eksaserbasi bronkitis

kronik paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan

infeksi skunder oleh bakteri. Bakteri yang paling banyak diisolasi adalah

Haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae (Soemantri, 2000).

Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak-kanak berhubungan

dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan

peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis,

seperti adenovirus dan klamidia, mungkin berperan dalam terjadinya PPOK

(Brashers, 2008).

Page 9: PPOK referat

9

2.3.4 Lingkungan kerja

Ada hubungan sebab akibat antara pajanan debu organik dan anorganik

dengan hipersekresi lendir. selain itu, penelitian terhadap pekerja yang terpapar

debu, menunjukkan hubungan antara pajanan debu dengan penurunan FEV1

(Macnee W, 2008). Debu berpotensi menyebabkan timbulnya bronkitis kronis,

makin kecil partikel debu akan makin berbahaya, karena akan dapat masuk

semakin dalam sampai kedalam alveolus (Danusantoso, 2000)

2.3.5 Faktor genetik

Pada beberapa pasien (sekitar 2%) terdapat defisiensi penghambat

proteinase-α1 (antitripsin-α1) yang biasa menghambat kerja proteinase (misalnya,

leukosit elastase). Enzim ini dihasilkan dihati, mutasi pada enzim ini dapat

mempengaruhi sekresinya dan atau fungsinya (Lang F, 2007). Antitripsin-α1

merupakan suatu protein yang sering dikeluarkan pada peradangan dan perusakan

jaringan, termasuk jaringan paru. Antitripsin-α1 dapat melindungi paru dari

kerusakan jaringn yang disebabkan enzim proteolitik. Orang yang mempunyai

nilai kurang dari 35% dari nilai normal, tidak mampu memberikan perlindungan

yang adekuat dan kerusakan parenkim paru dapat terjadi (Soemantri, 2001).

2.4 Gambaran Klinis dan Diagnosa PPOK

Gambaran klinis pada awal perjalanan penyakit sering tidak lengkap. Pada

perkembangan penyakit, akan tampak dua bentuk pola penyakit yaitu menjadi

pink puffer dan blue bloaters ( Tierney et al, 2002).

Page 10: PPOK referat

10

2.4.1 Anamnesis

Diagnosa PPOK harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang memiliki

gejala batuk, produksi sputum atau sesak, dan riwayat paparan faktor resiko

penyakit tersebut. (Rubenstein et al, 2007). Perasaan sesak napas dan dada terasa

menyempit merupakan gejala non spesifik yang dapat bervariasi seiring waktu

yang dapat pada seluruh derajat keparahan PPOK (Buist et al, 2007).

Anamnesis menurut Mangunnegoro, 2003 :

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak. Misal berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok dan

polusi udara.

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.

2.4.2 Pemeriksaan fisik:

Pemeriksaaan fisik memainkan peranan penting untuk diagnosa PPOK.

Tanda fisik hambatan aliran udara tidak muncul hingga terdapat kerusakan yang

bermakna dari fungsi paru. Pada inspeksi dapat ditemukan sentral sianosis, bentuk

dada “barrel shape”, takipneu, edema tungkai bawah sebagai tanda kegagalan

jantung kanan. Perkusi dan palpasi jarang membantu diagnosis PPOK kecuali

tanda hiperinflasi yang mengaburkan batas jantung dan menurunkan batas paru-

hati. Auskultasi sering memberikan pelemahan suara napas, dapat disertai adanya

mengi (Silverman et al, 2000).

Page 11: PPOK referat

11

Gambaran klinis PPOK menurut Mangunnegoro, 2003 :

Inspeksi :

o Pursed – lips breathing (Mulut terengah terkatup mencucu).

o Barrel Chest (Diameter antero-posterior dan transversal

sebanding).

o Penggunaan otot bantu nafas.

o Hipertrofi otot bantu nafas.

o Pelebaran sela iga.

o Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena

jugularis leher dan edema tungkai.

o Penampilan pink puffer yaitu gambaran khas pada emfisema,

penderita kurus, kulit kemerahan dan pernafasan pursed-lips

breathing atau blue bloater yaitu gambaran khas pada bronkitis

kronik, penderita gemuk sianosis, edema tungkai dan ronki

basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.

Palpasi

o Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.

Perkusi

o Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.

Auskultasi

o Suara nafas vesikuler normal, atau melemah.

o Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau

pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang.

Page 12: PPOK referat

12

o Bunyi jantung terdengar jauh.

2.4.3 Pemeriksaan penunjang

2.4.3.1 Faal Paru

1. Spirometri

Spirometri memberikan informasi objektif tantang fungsi pulmo dan

menilai hasil-hasil terapi. Tes-tes fungsi paru pada perjalanan awal PPOK hanya

menunjukkan abnormalitas volume penutupan dan berkurangnya rata-rata aliran

ekspirasi. Pengurangan FEV1 dan rasio volume ekspirasi kuat (FEV1/FVC)

didapatkan kemudian. Pada penyakit berat kapasitas vital secara nyata menurun.

Pengukuran volume paru menunjukkan peningkatan pada kapasitas paru total

(TLC), peningkatan nyata pada volume residu (RV) dan suatu peninggian

RV/TLC, menunjukkan adanya udara yang terjebak, terutama pada emfisema

(Tierney et al, 2002).

Tabel 2.1 Spirometric classification of COPD severitySTAGE CHARACTERISTICS

0 : At risk Normal spuirometryChronic symtomps (cough, sputum prodiction)

I : Mild COPD FEV1/FVC < 70%FEV1 ≥ 80% predictedWith or without chronic symtomps (cough, sputum production)

II : Moderate COPD FEV1/FVC < 70%50% < FEV1 < 80% predictedWith or without chronic symtomps (cough, sputum production)

III : Severe COPD FEV1/FVC < 70%30% < FEV1 < 50% predictedWith or without chronic symtomps (cough, sputum production)

IV : Very severe COPD FEV/FVC < 70%FEV1 < 30% predicted or FEV < 50% predicted plus Chronic respiratory failure

(Macnee W, 2008)

Page 13: PPOK referat

13

2. Uji Bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan

APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8

isapan , 15-20 menit

Kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan

VEP1 atau APE < 20 % nilai awal dan < 200 ml.

Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

2.4.3.2 Radiologi

Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan atau

menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyaki- penyait lain. Lebih dari

50% pasien bronkitis kronik mempunyai foto dada yang normal. Tetapi

secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, tubular

shadow atau tram lines terlihat dari hilus menuju apeks paru. Bayangan

tesebut adalah bayangan bronkus yang menebal dan corak paru yang

bertambah (Soemantri, 2001)

Pada emfisema lanjut menurut Patel (2007) dapat ditemukan:

1. Hiperinflasi dada

Diafragma datar dan rendah dengan pergerakan yang terbatas saat

inspirasi dan ekspirasi. Peningkatan diameter AP dada dengan

perluasan pada rongga retrosternal (barrel chest). Penampakan

bayangan jantung yang tipis, panjang, dan sempit.

2. Perubahan vaskular

Paru secara umum dipengaruhi oleh distribusi vaskularisasi pulmonal

yang secara abnormal tidak rata, pembuluh darah menjadi lebih tipis,

Page 14: PPOK referat

14

disertai hilangnya gradasi halus normal dari pembuluh darah yang

berasal dari hilus menuju perifer. Hipertensi pulmonal menyebabkan

korpulmonal. Arteri pulmonal proksimal secara progresif membesar

dan menyebabkan gagal jantung kanan.

3. Bullae

Rongga menyerupai kista kering sering terbentuk akibat rupturnya

alveolus yang melebar. Pada film dada, rongga tersebut tampak sebagai

daerah translusen dengan dindingnya terlihat sebagai bayangan kurva

linear menyerupai garis rambut.

(Patel, 2007)Gambar 2.3

Emfisema paru

Page 15: PPOK referat

15

(Patel, 2007)Gambar 2.4

CT toraks : daerah destruktif multipel yang menyebabakan bullae dengan berbagai ukuran (tanda panah)

2.5 Eksaserbasi akut

Eksaserbasi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan

beban pada sistem perawatan kesehatan yang meluas diseluruh dunia, yang

menurunkan status kesehatan yang akhirnya meningkatkan morbiditas dan

mortalitas (Buist et al, 2007). Pada seseorang yang telah didiagnosis sebagai

penderita PPOK, dalam keadaan normal pnderita ini telah berada dalam keadaan

dispnea, berdahak dan batuk. pada eksaserbasi akut, ketiga gejala itu bertambah.

Eksaserbasi akut PPOK dapat disebabkan oleh infeksi sistem pernapasan,

pengaruh polusi lingkungan, gagal jantung, infeksi sistemik, atau juga emboli

paru. Eksaserbasi PPOK yang ringan belum memerlukan perawatan dirumah

sakit, sedangkan eksaserbasi yang sedang, dan berat harus dipertimbangkan untuk

dirawat dirumah sakit (Djojodibroto, 2009 ).

Page 16: PPOK referat

16

Tabel 2.2 Klasifikasi eksaserbasi akut PPOKKlasifikasi Eksaserbasi Akut PPOK

Tipe 1

Adanya salah satu gejala utama :1. Bertambahnya dispnea2. Bertambahnya sputum purulen3. Bertambahnya volume sputum

Dan disertai salah satu dari :a. Infeksi sistem pernapasan 5 hari

terakhirb. Demam yang tidak diketahui

penyebabanyac. Bertambahnya suara mengid. Bertambahnya gejala batuke. Bertambahnya frekuensi napas

dan detak jantung >20% dari baseline

Tipe 2 Adanya dua dari tiga gejala utamaTipe 3 Ada tiga gejala utama

(Djojodibroto, 2009)

2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada PPOK adalah Asma, SOPT (Sindroma Obstruksi

Pascatuberculosis), Pneumothoraks, gagal jantung kronik, Penyakit paru dengan

obstruksi saluran nafas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.

2.3 Tabel Perbedaan asma, PPOK dan SOPTAsma PPOK SOPT

Timbul pada usia muda ++ - +Sakit mendadak ++ - -Riwayat merokok +/- +++ -Riwayat atopi ++ + -Sesak dan mengi berulang +++ + +Batuk kronik berdahak + ++ +Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-Reversibiliti obstruksi ++ - -Variabiliti harian ++ + -Eosinofil sputum + - ?Neutrofil sputum - + ?Makrofag sputum + - ?

(Wilson, 2006)

Page 17: PPOK referat

17

2.7 Terapi

Pengobatan untuk pasien dengan bronkitis kronik dan emfisema obstruktif

berupa tindakan-tindakan untuk menghilangkan obstruksi saluran napas kecil.

Meskipun kolaps pernapasan akibat emfisema bersifat irreversibel, banyak pasien

mengalami bronkospasme, retensi sekret, dan edema mukosa dalam derajat

tertentu yang masih dapat ditanggulangi dengan pengobatan yang sesuai. Yang

penting adalah berhenti merokok dan menghindari bentuk polusi udara lain atau

alergen yang dapat memperberat gejala yang dialami (Wilson, 2006).

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 penatalaksanaan

PPOK meliputi edukasi, obat-obatan, terapi oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi,

dan rehabilitasi.

2.7.1 Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengolahan jangka panjang pada

PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena

PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi

adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan

fungsi paru. Skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok

2. Penggunaan obat – obatan

a. Macam obat dan jenisnya

b. Cara penggunaannya yang benar

c. Waktu penggunaan yang tepat

d. Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya.

3. Penggunaan Oksigen

Page 18: PPOK referat

18

a. Kapan oksigen harus digunakan

b. Berapa dosisnya

c. Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengetasi efek samping obat atau terapi oksigen

5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengolahannya

a. Tanda eksaserbasi:

Batuk atau sesak bertambah

Sputum bertambah

Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti.

2.7.2 Obat-Obatan

1. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator

dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat

diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ), atau

obat berefek panjang ( long acting ). Macam-macam bronkodilator :

a. Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai

bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir.

b. Golongan agonis beta-2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan

jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.

Page 19: PPOK referat

19

Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet

yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk

mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan

jangka panjang. Bentuk subkutan atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi berat.

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek

bronkodilatasi, karena keduanya memiliki tempat kerja yang

berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih

sederhana dan mempermudah penderita.

Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan

jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk

tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega nafas ),

bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi

akut.

Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar

aminofilin darah.

2. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednison atau prednison.

Page 20: PPOK referat

20

3. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

Lini I : amoksisilin, makrolid

Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin,

kuinolon, makrolid baru.

Perawatan di Rumah sakit : amoksisilin dan klavulanat,

sefalosporin generasi II dan III, kuinolon per oral.

Ditambah dengan yang anti pseudomonas : aminoglikosida per

injeksi, kuinolon per injeksi, sefalosporin generasi generasi IV

per injeksi.

4. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan

N-asesilsistein.

5. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang

viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak

dianjurkan sebagai pemberian rutin.

2.7.3 Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan

hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah

kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya. Manfaat Oksigen :

Mengurangi sesak

Page 21: PPOK referat

21

Memperbaiki aktiviti

Mengurangi hipertensi pulmonal

Mengurangi vasokonstriksi

Mengurangi hematokrit

Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi :

PaO2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90%.

PaO2 diantara 55 – 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor

Pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht > 55 % dan tanda-tanda gagal

jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.

2.7.4 Ventilasi Mekanik

Digunakan pada eksaserbasi dengan gagal nafas akut, gagal nafas akut

pada nafas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan nafas kronik.

Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara ventilasi mekanik dengan intubasi

dan ventilasi mekanik tanpa intubasi.

2.7.5 Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK karena, kemungkinan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat

karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan hipermetabolisme.

Komposisi nutrisi seimbang berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan semenit

oxygen consumption dan respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia.

Rehabilitasi PPOK

Page 22: PPOK referat

22

Meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita

PPOK. Penderita yang dimasukkan dalam program rehabilitasi adalah mereka

yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai dengan simptom

pernafasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat dan kualitas hidup

yang menurun.

Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu, latihan fisik,

psikososial dan latihan pernafasan.

2.7.6 Pasien rawat jalan

Ipratropium bromida lebih baik dari aerosol agonis β2 adrenergik dalam

memberikan efek bronkodilatasi pada pasien PPOK sedang sampai berat.

Ipratropium memiliki onset lebih lambat tetapi durasi yang lebih lama daripada

agonis β2 adrenergik pada PPOK stabil. Pada kombinasi dengan bronkodilator

lainnya, dapat memperkuat dan memperpanjang bronkodilatasi (Tierney et al,

2002).

Teofilin oral adalah obat pilihan ketiga pada PPOK, setelah ipratropium

bromida dan agonis β2 adrenergik. Teofilin digunakan pada pasien-pasien dengan

kegagalan respirasi. Walaupun teofilin merupakan bronkodilator ringan pada

pasien PPOK dengan keterbatasan aliran udara yang bersifat parsial reversibel,

nilai ini sangat berarti pada PPOK yang kemungkinan berhubungan dengan

perbaikan bentuk otot otot pernapasan (Tierney et al, 2002).

Kortikosteroid oral sering kali diresepkan untuk pasien-pasien dengan

bronkitis asmatis dan pasien dengan eksaserbasi frekuen atau pasien dengan

kegagalan terhadap respon terapi konvensional ipratropium bromida, agonis β2

adrenergik dan teofilin (Tierney et al, 2002). Penggunaan kortikosteroid pada

Page 23: PPOK referat

23

PPOK yang stabil dinilai kontroversial. Namun, untuk penderita yang mempunyai

saluran pernapasan reaktif dan pada PPOK derajat menengah atau berat,

pemberian kortikosteroid memberikan perbaikan yang signifikan dan mengurangi

frekuensi terjadinya eksaserbasi (Djojodibroto, 2009).

Antibiotik biasanya diresepkan untuk pasien dengan PPOK pada dua

keadaan klinik, mengobatiti bronkitis akut dan Mengobati eksaserbasi PPOK.

Tidak ada kejadian yang mendukung antibiotik profilaksis. Pasien dengan

serangan PPOK berhubungan dengan dispnea dan perubahan dalam kuantitas atau

karakter sputum adalah manfaat utama dari terapi antibiotik (Tierney et al, 2002).

Tripsin α-1manusia dapat digunakan dalam terapi emfisema yang

berhubungan dengan defisiensi α-1 antitripsin kongenital. Oksigen rumah

didukung oleh sistem oksigen cair (LOX), silinder gas terkompresi, atau

konsentrator oksigen. Sebagian besar pasien merasakan manfaat lebih jika

memiliki kedua sistem, stasioner dan portabel (Tierney et al, 2002).

2.7.7 Pasien di rumah sakit

Perawatan dirumah sakit diindikasikan untuk PPOK akut dengan

kegagalan respon terhadap tindakan untuk pasien rawat jalan. Pasien-pasien

dengan kegagalan napas akut atau komplikasinya seperti cor pulmonal dan

pneumotoraks seharusnya juga dirawat dirumah sakit. Manajemen PPOK

eksaserbasi akut dirumah sakit meliputi oksigen, ipratropium bromida, dan agonis

β2 adrenergik inhalasi, memberikan terapi antibiotik broad spectrum,

kortikosteroid, dan pada kasus-kasus khusus dengan fisioterpai dada (Tierney et

al, 2002).

Page 24: PPOK referat

24

2.7.8 Penatalaksaan PPOK eksaserbasi akut

1. Oksigen Terkontrol

Cara : Nasal 1-4 L/menit

Venturi mask FIO2 24-28%

Sasaran : PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 > 90%.

2. Bronkodilator

Agonis beta 2 + antikolinergik diebrikan 3-4 x/hari dengan nebuliser atau

MDI dengan spacer. Jika tidak ada fasilitas agonis beta 2 dapat diberikan

subkutan.

Tabel 2.4 Bronkodilator pada eksaserbasi akutObat MDI mcg Nebuliser

mcgAgonis beta 2Fenoterol 150-200 0,1-2,0Terbutalin 250-500 5-10AntikolinergikIpratropium bromide 40-80 0,25-0,5

(FK UNAIR-RSU Dr.Soetomo, 2008)

Jika terapi inhalasi belum adequat ditambah teofilin :

Loading dose : 2,5 mg/kgBB

Maintenance : 0,5-1,0 mg/kgBB/jam

3. Antibiotika

Indikasi : eksaserbasi karena infeksi bakteri

Pilihan : antibiotika yang masih sensitif terhadap S.pneumoniae,

H.infleunza.

Page 25: PPOK referat

25

Pilihan antibiotik umumnya adalah amoksisilin, kotrimoksasol,

eritromisin, dosisiklin sebagai pilhan alternatif amoksisilin ditambah asam

klavulanat, sepalosporin, claritromisin, azitromisin.

4. Mukolitik

Saat eksaserbasi mukolitik seperti N asetil sistein tidak menunjukkan

manfaat.

5. Kortikosteroid

Dosis : Exact dose tidak tahu. Prednison oral 30 -40 mg/hari selama 10-14

hari optimal bila ditinjau dari sudut efikasi dan keamanan. Kortikosteroid dapat

diberikan IV atau oral.

6. Nutrisi

Tinggi protein rendah karbohidrat . Protein > 1,5 mg/kgBB/hari

2.7.9 Tindakan operatif untuk PPOK

Transplantasi paru, pengalaman bedah dengan transplantasi sisa paru

tunggal maupun bilateral untuk PPOK berat meningkat cepat. Keadaan yang

membutuhkan transplantasi paru adalah penyakit paru yang berat, dengan

aktivitas harian hidup yang terbatas diluar terapi medis, status ambulatori,

potensial untuk rehabilitasi paru, terbatas pada hidup tanpa transplantasi, fungsi

adekuat dari organ lainnya, dan sistem sosial yang mendukung dengan baik

(Tierney et al, 2002).

Operasi reduksi volume paru merupakan tindakan bedah yang meliputi

upaya perbaikan dispnea dan toleransi latihan pada pasien dengan emfisema difus

dan hiperinflasi paru. Bullektomi adalah suatu prosedur dalam pembedahan kuno

Page 26: PPOK referat

26

untuk mencegah terjadinya dispnea berat pada pasien dengan bulla emfisema

(Tierney et al, 2002).

2.8 Komplikasi

Bila ternyata terdapat PaO2 < 50 mmHg, dikatakan terdapat kegagalan

pernapasan. Sering disertai PCO 2 >50 mmHg dan PH < 7,35 sehingga timbul

hipoksemia, hiperkarbia, dan asidemia. Terdapat obstruksi yang berat, tidak ada

keseimbangan antara perfusi dan ventilasi (Soemantri, 2001). Radang saluran

napas bawah diakibatkan adanya akumulasi sekret yang dengan perjalanan waktu

terkolonisasi berbagai kuman. Dengan kemunduran fungsi pembersihan saluran

pernapasan, semakin besar pula kemungkinan paru kemasukan polutan maupun

kontaminan baru dari luar (Danusantoso, 2000). Hipoksia denagn ventilasi yang

kurang menyebabkan vasokontriksi, peningkatan resistensi pembuluh darah paru,

hipertensi pulmonal, dan peningkatan beban ventrikel kanan ( kor pulmonal)

(Lang F, 2007).

2.9 Prognosis

Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang tergantung pada umur

dan gejala klinis waktu berobat. Pasien dengan penyakit emfisema paru yang lebih

dominan, akan lebih baik daripada pasien dengan penyakit bronkitis kronik lebih

dominan. Pada pasien yang kurang dari 50 tahun dan datang dengan sesak ringan

5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan, tetapi apabila pasien tersebut

datang dengan sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien akan sesak lebih

berat dan meninggal. Pada pasien yang sudah berumur lebih dari 50 tahun dengan

Page 27: PPOK referat

27

sesak ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat atau meninggal.

Apalagi pasien dengan blue bloater, setelah 5 tahun hanya 30% yang masih hidup

(Soemantri, 2001). Bila timbul hiperkapnia, hipoksemia, dan kor pulmonal,

prognosisnya buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbul

penyakit. Gabungan gagal napas dan gagal jantung yang dipercepat oleh

pneumonia merupakan penyebab kematian yang lazim (Wilson, 2006).

Page 28: PPOK referat

28

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PPOK merupakan penyakit obstruksi saluran nafas kronis dan progresif

yang dikarenakan oleh adanya keterbatasan aliran udara yang bersifat irreversibel

yang disebabkan oleh bronkitis kronis, emphysema atau keduanya.

Faktor resiko terjadinya PPOK meliputi faktor host dan faktor lingkungan

yang terdiri dari asap tembakau, occupational dusts and chemicals, polusi udara,

infeksi dan status sosial.

Diagnosis PPOK berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan yang

terdiri dari sesak nafas, suara mengi (wheezing), batuk kronis, batuk darah, nyeri

dada, anoreksia dan berat badan menurun. Dari pemeriksaan penunjang

menggunakan pemeriksaan faal paru dengan spirometri sebagai gold standard, uji

bronkodilator, darah rutin dan foto thoraks.

Diagnosis banding dari PPOK yaitu Asma bronkial, gagal jantung kronis

dan penyakit paru dengan obstruksi saluran nafas yang lain seperti bronkiektasis.

Tujuan dari penatalaksaan PPOK yaitu mengurangi gejala, mencegah

eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru dan

meningkatkan kwalitas hidup dengan modalitas terapi yaitu edukasi, obat-obatan (

bronkodilator, kortikosteroid, mukolitik, antioksidan – N asetil sistein), oksigen,

ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.