BAB I
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA3.1.DEFINISI PPOK adalah penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial.
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya. Bronkitis kronik ialah kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya. Emfisema ialah suatu kelainan anatomis paru yang
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli (GOLD, 2012 ; PDPI, 2006).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan
resistensi terhadap aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya(PDPI, 2006 ;
Prince, S & Wilson, L, 2006). PPOK menduduki peringkat ke empat
setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro vaskular.
Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $ 24 milyar per
tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa
menjelang 2020 prevalensi PPOK akan meningkat (Riyanto, B.S &
Hisyam, B, 2007).Di teliti secara epidemiologi di berbagai Negara
seperti di Belanda angka insidensi PPOK ialah 10 15 % pria dewasa,
5 % wanita dewasa dan 5 % anak anak. Faktor risiko yang utama
adalah rokok. Perokok mempunyai risiko 4 kali lebih besar daripada
bukan perokok, dimana faal paru cepat menurun. Perbandingan
penderita PPOK pada pria dan wanita adalah 3 10 : 1. Pekerjaan
penderita PPOK sering berhubungan erat dengan faktor alergi dan
hiperreaktifitas bronkus. (Alsagaff, H & Mukty, A,
2008).3.2ETIOLOGI dan FAKTOR RISIKO
Etiologi dan faktor resiko terjadinya PPOK adalah merokok,
hiperresponsif saluran napas, infeksi saluran napas pada masa
kanak-kanak, pekerjaan, polusi udara di dalam dan di luar rumah,
perokok pasif dan faktor genetik yaitu defisiensi enzim
1-antitripsin (1AT) (FishmanS, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et
al, 2008).
Merokok
Beberapa studi longitudinal memperlihatkan adanya hubungan
dosis-respon antara percepatan penurunan FEV1 (Forced expiration
volume 1 second) dengan intensitas merokok (pak per tahun) dan
prevalens PPOK pada subyek perokok lebih tinggi dengan bertambahnya
usia. Tingginya prevalens PPOK pada pria mungkin dapat dijelaskan
karena tingginya angka perokok pria. Walaupun demikian ada
variabilitas untuk timbulnya PPOK pada perokok (hanya 15% yang
berhubungan dengan berapa pak rokok per tahun). Faktor genetik dan
lingkungan berperan dalam pengaruh rokok terhadap berkembangnya
obstruksi saluran napas (FishmanS, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L,
et al, 2008).Hiperresponsif saluran napas
Banyak pasien PPOK memperlihatkan hiperresponsif saluran napas.
Beberapa studi longitudinal yang membandingkan respon saluran napas
pada awal studi dengan penurunan fungsi paru memperlihatkan bahwa
ada hubungan signifikan antara peningkatan respon saluran napas
dengan fungsi paru, sehingga hiperresponsif saluran napas adalah
faktor risiko PPOK (FishmanS, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et
al, 2008).Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan dengan paparan spesifik seperti tambang
batubara, tambang emas, debu tekstil kapas adalah faktor risiko
terjadinya PPOK (FishmanS, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al,
2008).
Faktor Risiko PPOK
Etiologi & faktor risikoKeterangan
Usia (tua)Gangguan ventilasi, primer efek kumulatif merokok
Jenis Kelamin Laki-laki lebih beresiko dari wanita
Kebiasaan merokokBerhubungan dengan berapa batang rokok per-hari
dan berapa pak per-tahun
Polusi udaraDi luar ruangan dan di dalam ruangan (dapur)
Pekerjaan Macam-macam debu yang menyebabkan hipersekresi mukus :
pekerja tambang batubara, emas dan cadmium, petani, pemanen gandum,
pekerja pabrik semen dan tekstil.
Status sosial ekonomiLebih sering pada sosial ekonomi rendah
DietMakan ikan banyak mengurangi risiko pada perokok
Faktor geneticDefisiensi 1-antitripsin adalah risiko terkuat
Berat lahir dan penyakit saluran napas waktu kanak-kanakFEV1
rendah pada berat lahir rendah dan mortalitas karena PPOK tinggi
setelah dewasa, penyakit kronik pada masa kanak-kanak predisposisi
untuk penyakit kronik setelah dewasa.
Penyakit bronkopulmoner rekurenMenyebabkan penurunan fungsi
paru
Alergi dan hiperresponsif saluran napasPeningkatan IgE darah dan
eosinofil dan hiperesponsif ditemukan pada perokok tetapi sebagai
faktor risiko yang signifikan mungkin hanya pada sebagian
perokok
Polusi udara
Beberapa peneliti melaporkan adanya peningkatan gejala saluran
napas pada mereka yang tinggal di kota dibandingkan dengan yang
tinggal di desa yang mungkin berhubungan dengan peningkatan polusi
di perkotaan. Tetapi hubungan polusi udara dengan obstruksi saluran
napas kronik belum jelas. Di negara berkembang tingginya angka PPOK
pada wanita yang tidak merokok diduga berhubungan dengan polusi
udara dalam ruangan, khususnya berhubungan dengan memasak di dapur
(FishmanS, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al, 2008).Perokok
pasif
Paparan rokok intra uterin secara signifikan menurunkan fungsi
paru setelah lahir dan paparan rokok terhadap anak-anak mengurangi
pertumbuhan paru. Bahkan perokok pasif berhubungan dengan penurunan
fungsi paru. Berapa besar pengaruh faktor risiko ini terhadap
beratnya penurunan fungsi paru pada PPOK masih belum jelas
(FishmanS, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al, 2008).Faktor
genetik
Defisiensi berat enzim (1 antitripsin ((1AT) adalah faktor
risiko genetik untuk terjadinya PPOK disamping adanya determinan
genetik yang lain. Varian lokus protease inhibitor (Pi) yang
mengkode (1AT sudah diketahui. M alel berhubungan dengan kadar (1AT
normal. S alel berhubungan dengan penurunan ringan kadar (1AT. Z
alel berhubungan dengan penurunan bermakna kadar (1AT (muncul pada
lebih 1% penduduk Kaukasia).Jumlah pasien PPOK dengan defisiensi
berat (1AT turunan hanya 1-2%, tetapi mereka memperlihatkan bahwa
faktor genetik berpengaruh besar terhadap kemungkinan berkembangnya
PPOK (FishmanS, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al,
2008).3.3.PATOFISIOLOGI
Faktor resiko utama dari PPOK ini adalah merokok.
Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia
yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan
sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan
jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit
dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat
hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru
secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps (Prince, S & Wilson, L, 2006 ;
Sibernagl, S & Lang, F, 2007).
3.4. PATOLOGI Pada kelainan patologi PPOK terdapat bronkitis
kronis dan emfisema Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran
kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi,
hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis.
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik
dibedakan tiga jenis emfisema : (Kumar, R ,et al, 2007 ; Prince, S
& Wilson, L, 2006)a) Emfisema sentriasinar, dimulai dari
bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai
bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama.
b) Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli
secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah.
c) Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai
saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses
terlokalisir di septa atau dekat pleura.Ada beberapa karakteristik
inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni : peningkatan jumlah
neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran
nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+
(dinding saluran nafas dan parenkim). Obstruksi saluran napas pada
PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural
pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel
goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan
napas (Kumar, R ,et al, 2007 ; Prince, S & Wilson, L, 2006 ;
Sibernagl, S & Lang, F. 2007).
3.5.KLASIFIKASIBerdasarkan Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :
(GOLD, 2012)1. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum).
Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 >
80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak
menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.2. Derajat II: PPOK
sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%;
50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam
bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari
pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.3. Derajat III:
PPOK beratDitandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang
semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% ( VEP1 < 50%
prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan
kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada
kualitas hidup pasien.4. Derajat IV: PPOK sangat beratKeterbatasan
/ hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <
30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya
gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
3.6.DIAGNOSISPenderita PPOK akan datang ke dokter dan
mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif,
faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau
gejala. Dapat ditegakkan dengan cara : (PDPI, 2006). Anamnesis
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan
perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap
aktivitas. (PDPI, 2006). Riwayat merokok atau bekas perokok dengan
atau tanpa gejala pernapasan.
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat
badan lahir rendah (BBLR).
Infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi
udara. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak. Sesak dengan atau
tanpa bunyi mengi. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya : (PDPI,
2006). Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu).
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding).
Penggunaan otot bantu napas.
Hipertropi otot bantu napas.
Pelebaran sela iga.
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai.
Penampilan pink puffer atau blue bloater. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah. Auskultasi
Suara napas vesikuler normal, atau melemah.
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa.
Ekspirasi memanjang.
Bunyi jantung terdengar jauh.
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing. Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer. Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas
kronik. Pemeriksaan penunjang (PDPI, 2006). Pemeriksaan Foto
Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan: Hiperinflasi.
Hiperlusen. Diafragma mendatar. Ruang retrosternal melebar. Corakan
bronkovaskuler meningkat. Bulla & jantung pendulum / tear drop
/ eye drop appearance). Pemeriksaan faal paru (PDPI, 2006).
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP).Obstruksi
ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP ( %
).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP)
< 75 %. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Uji
bronkodilator.Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak
ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi
sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan <
200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil. 3.7.DIAGNOSIS
BANDING
PPOK didiagnosis banding dengan : (PDPI, 2006). Asma.
SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis).Adalah penyakit
obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks.
Gagal jantung kronik.
Bronkiektasis, destroyed lung.3.8.PENATALAKSANAAN (PDPI,
2006).
Tujuan penatalaksanaan :
Mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang. Memperbaiki
dan mencegah penurunan faal paru serta meningkatkan kualitas hidup
penderita.Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi.
2. Obat obatan.
3. Terapi oksigen.
4. Ventilasi mekanik.
5. Nutrisi.
6. Rehabilitasi.1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada
asma karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan
progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan
aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda
dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan
pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan. 2. Melaksanakan
pengobatan yang maksimal. 3. Mencapai aktiviti optimal. 4.
Meningkatkan kualitas hidup.
Pemberian edukasi berdasarkan derajat penyakit PPOK :
Ringan
Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel.
Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,
antara lain berhenti merokok.
Segera berobat bila timbul gejala.Sedang
Menggunakan obat dengan tepat, program latihan fisik dan
pernafasan.
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini.
Berat Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi.
Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan.
Penggunaan oksigen di rumah.2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat
berefek panjang (long acting ).Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergikDigunakan pada derajat ringan sampai
berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi
lendir ( maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis beta 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang
berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2Kombinasi kedua
golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah
penderita.- Golongan xantinDalam bentuk lepas lambat sebagai
pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat
sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. b. Anti inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi
sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.c.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan
:
- Lini I : Amoksisilin.
Makrolid.- Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat.
Sefalosporin. Kuinolon. Makrolid baru.Perawatan di Rumah Sakit
:
- Amoksilin dan klavulanat.- Sefalosporin generasi II & III
per injeksi.- Kuinolon per oral.Anti pseudomonas : - Aminoglikose
per injeksi.- Kuinolon per injeksi. - Sefalosporin generasi IV per
injeksi.d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N-asetil-sistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang
rutin.e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian
rutin.
f. Antitusif
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -
organ lainnya.Manfaat oksigen : - Mengurangi sesak.- Memperbaiki
aktiviti.- Mengurangi hipertensi pulmonal.- Mengurangi
vasokonstriksi.- Mengurangi hematokrit.- Memperbaiki fungsi
neuropsikiatri.- Meningkatkan kualiti hidup.Indikasi terapi oksigen
: - PaO2 < 60mmHg atau Saturasi O2 < 90%.- Pa O2 diantara 55
- 59 mmHg atau Saturasi O2> 89% disertai Kor Pulmonal perubahan
P pulmonal, Hematokrit > 55% dan tanda - tanda gagal jantung
kanan, sleep apnea, penyakit paru lain. Macam macam terapi oksigen
:
- Pemberian oksigen jangka panjang.- Pemberian oksigen pada
waktu aktiviti.- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak
mendadak.- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal
napas.4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau
pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi
mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di
rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
- Ventilasi mekanik dengan intubasi dan ventilasi mekanik tanpa
intubasi.
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapnia menyebabkan
terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah
mortalitas PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi
paru dan perubahan analisis gas darah.Malnutrisi dapat dievaluasi
dengan :
- Penurunan berat badan, kadar albumin darah.- Antropometri,
pengukuran kekuatan otot (kekuatan otot pipi).- Hasil metabolisme
(hiperkapni dan hipoksia).6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan
dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK.Program rehabilitiasi
terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan.
1. Tatalaksana PPOK stabil (PDPI, 2006). Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak
terjangkau. Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan
(gejala intermitten). 3 golongan :
Agonis (-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin,
formoterol, salmeterol. Antikolinergik: ipratropium bromid,
oksitroprium bromid. Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila
kombinasi (-2 dan steroid belum memuaskan. Dianjurkan bronkodilator
kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi.b.
Steroid
PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid. PPOK dengan VEP1
< 50% prediksi (derajat III dan IV)
Eksaserbasi akut.c. Obat-obat tambahan lain
Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol,
karbosistein, gliserol iodida. Antioksidan : N-Asetil-sistein.
Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin.
Antitusif : tidak rutin. Vaksinasi : influenza, pneumokokus. Terapi
Non-Farmakologis
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan
pernapasan, rehabilitasi psikososial.b. Terapi oksigen jangka
panjang (>15 jam sehari) : pada PPOK derajat IV, Analisa Gas
Darah : PaO2 < 55 mmHg, atau SaO2 < 88% dengan atau tanpa
hiperkapnia. PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai
hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung,
polisitemia. Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian
oksigen harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK
terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi
kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal
berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien
terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah
arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang
relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif
melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan
untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya
memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi
terapi dengan oksigen tinggi. c. Nutrisi
d. Terapi Pembedahan
- Memperbaiki fungsi paru, memperbaiki mekanik paru. -
Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi. - Memperbaiki kualiti
hidup.Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
Bulektomi.
Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey
(LVRS) dan transplantasi paru.Tabel 2. Penatalaksanaan menurut
derajat PPOK (GOLD, 2012 ; PDPI,
2006).DERAJATKARAKTERISTIKREKOMENDASI PENGOBATAN
Semua derajat Hindari faktor pencetus
Vaksinasi influenza
Derajat I
(PPOK Ringan)VEP1 / KVP < 70 %
VEP1 ( 80% Prediksia. Bronkodilator kerja singkat (SABA,
antikolinergik kerja pendek) bila perlu
b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
Derajat II
(PPOK sedang)VEP1 / KVP < 70 %
50% ( VEP1 ( 80% Prediksi dengan atau tanpa gejala1. Pengobatan
reguler dengan bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. RehabilitasiKortikosteroid inhalasi bila uji steroid
positif
Derajat III
(PPOK Berat)VEP1 / KVP < 70%; 30% ( VEP1 ( 50% prediksi
Dengan atau tanpa gejala1. Pengobatan reguler dengan 1 atau
lebih bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif atau
eksaserbasi berulang
Derajat IV
(PPOK sangat berat)VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi
atau gagal nafas atau gagal jantung kanan1. Pengobatan reguler
dengan 1 atau lebih bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Pengobatan komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau
eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas
4. Pertimbangkan terapi bedah
2. Tatalaksana PPOK eksaserbasi (PDPI, 2006). Penatalaksanaan
PPOK eksaserbasi akut di rumah: bronkodilator seperti pada PPOK
stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat
diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika
spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M
catarrhalis).Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit: Terapi oksigen
terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask. Bronkodilator :
inhalasi agonis (2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) dan
antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat : ditambahkan
aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam). Steroid : prednisolon 30-40 mg PO
selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat. Antibiotika terhadap S
pneumonie, H influenza, M catarrhalis. Ventilasi mekanik pada:
gagal akut atau kronik. Indikasi rawat inap :
Eksaserbasi sedang dan berat. Terdapat komplikasi. Infeksi
saluran napas berat. Gagal napas akut pada gagal napas kronik.
Gagal jantung kanan.Indikasi rawat ICU :
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat
atau ruang rawat.
Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi.
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan
PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non
invasif).3.9.KOMPLIKASI (GOLD, 2012 ; PDPI, 2006).1. Gagal
napas
- Gagal napas kronik. - Gagal napas akut pada gagal napas
kronik.2. Infeksi berulang (80 %) ( Infeksi S. Pneumonia, H.
Influenza. (Scharschmidt, B.F, 2007). 3. Kor
pulmonal.3.10.PROGNOSISDubia, tergantung dari stage / derajat,
penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain (GOLD, 2012).
Tabel 1. Etiologi & faktor risiko PPOK (FishmanS, A.P, et
al, 2008 ;
Kasper, D.L, et al, 2008).
Gambar 1. Patogenesis PPOK (PDPI, 2006).
Radang bronkus dan bronkiolus
Gangguan pembersihan paru
Asap rokok dan polusi udara
Empisema sentrilobular
Empisema panlobular
Saluran nafas kecil kolaps saat ekspirasi
Lemahnya dinding bronchial dan kerusaan alveolar
Hilangnya septum dan jaringan ikat penunjang
Predisposisi genetik (defisiensi alfa 1 anti protease)
Obstruksi jalan napas akibat radang
Hipoventilasi alveolar
Bronkiolitis kronik
Gambar 2. Patofisiologi PPOK (Prince, S & Wilson, L, 2006 ;
Sibernagl, S & Lang, F, 2007).
Gambar 3. Empisema sentriasianar & empisema panasinar
(FishmanS, A.P, et al, 2008).
437