HUKUM DISTRIBUSI
(Makalah Dasar-Dasar Pemisahan Analitik)
Oleh
Kelompok 1
Apriyani Nurtika
(1213023007)
Dika Pratiwi Budianto
(1213023015)
Devi Rahmayani
(1213023019)
Dwi Citra Pertiwi
(1113023015)
Elsa Septigiani Pujiantari(1213023023)
Fajar Arrasyid
(1213023026)
Feradita Anggraini
(1213023027)
Laras Tri Subekti
(1213023037)
Riya Pebriyani
(1213023061)
Wenny Sagita Wahyuni(1213023079)
YannaKristina N.
(1213023081)
Yesi Elmasari
(0913023020)
PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam analisis kimia, untuk mengetahui sifat suatu zat kimia,
kita mengenal pemisahan kimia dan fisika. Dalam pemisahan yang
dilakukan secara fisika dapat dilakukan dengan berbagai macam,
dapat dilakukan dengan cara penyaringan, kristalisasi,
sentrifugasi, ekstraksi, dekantasi, evaporasi, destilasi dan
berbagai macam pemisahan lainnya. Salah satu yang pemisahan yang
dapat dilakukan ketika pemisahan secara sederhana kurang berhasil
misalnya dengan cara kristalisasi, penyaringan, sentrifugasi maka
dapat dilakukan pemisahan dengan cara ekstraksi dan kromatografi.
Sebelum mempelajari mengenai ekstraksi ada hal-hal yang perlu
diketahui yaitu salah satunya hukum yang terdapat pada ekstraksi
ini yaitu hukum distribusi. Hukum distribusi ini pun juga terdapat
pada kromatografi salah satunya yaitu pada kromatografi GLC. Pada
kromatografi GLC, sebelum dapat mempelajari mengenai kromatografi
GLC perlunya untuk mengetahui mengenai ekstraksi Craig terlebih
dahulu sebagai pengantar dari kromatografi GLC.Hukum distribusi
adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat
terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam
pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur
sempurna satu sama lain. Sedangkan ekstraksi merupakan proses
pemisahan, penarikan atau pengeluaran suatu komponen
cairan/campuran dari campurannya. Biasanya menggunakan pelarut yang
sesuai dengan kompnen yang diinginkan seperti eter, kloroform,
karbondisulfida atau benzene. Cairan dipisahkan dan kemudian
diuapkan sampai pada kepekatan tertentu. Ekstraksi memanfaatkan
pembagian suatu zat terlarut antar dua pelarut yang tidak saling
tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut
ke pelarut lain. Berdasarkan hal ini, untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai hukum distribusi dan implementasinya dalam analisis kimia
maka perlu dijabarkan dalam makalah ini
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut:1. Jelaskan yang dimaksud dengan hukum distribusi?2.
Jelaskan hukum distribusi yang berlaku pada ekstraksi
sederhana?
3. Jelaskan hukum distribusi yang berlaku pada ekstraksi Craig
sebagai pengantar pada kromatografi GLC?4. Jelaskan hukum
distribusi yang berlaku pada kromatografi GLC?1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menjelaskan mengenai hukum distribusi2. Untuk
menjelaskan hukum distribusi yang berlaku pada ekstraksi
sederhana
3. Untuk menjelaskan hukum distribusi yang berlaku pada
ekstraksi Craig sebagai pengantar pada kromatografi GLC
4. Untuk menjelaskan hukum distribusi yang berlaku pada
kromatografi GLCII. ISI
2.1 Hukumn DistribusiHukum distribusi atau partisi. Cukup
diketahui bahwa zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam
pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang
lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida,
kloroform, atau karbon tetraklorida daripada dalam air. Lagipula,
bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, dan
juga eter dan air, dikocok bersama-sama dalam suatu bejana dan
campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi
dua lapisan. Cairan-cairan semacam itu dikatakan sebagai tak-dapat
campur (karbon disulfida dan air) atau setengah-campur (eter dan
air), bergantung pada apakah satu ke dalam yang lain hampir tak
dapt larut atau setengah dapat larut. Jika iod dikocok bersama
suatu campuran karbon disulfida dan air serta kemudian didiamkan,
iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut itu. Suatu keadaan
kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan
larutan iod dalam air. Ternyata bila banyaknya iod berubah-ubah,
angka banding konsentrasi-konsentrasi itu selalu konstan asal
temperatur konstan. Yakni:
Tetapan Kd dikenal sebagai koefisisen distribusi atau partisi.
Beberapa hasil eksperimen dikumpulkan dalam Tabel. Penting untuk
mencatat bahwa angka banding c2/c1 hanya kontan bila zat yang
terlarut mempunyai massa molekul relatif yang sama untuk kedua
pelarut itu. Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan
dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua
pelarut yang tak-dapat-campur, maka pada suatu temperatur yang
konstan untuk tiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi
yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi
ini tak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada.
Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat
dasar zat terlarut, dan temperatur.Dalam ekstraksi dikenal
koefisien distribusi (KD) dan angka banding distribusi (D) yang
menyatakan perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam kedua
pelarut.KD hanya berlaku bila solut tidak terionisasi dalam salah
satu pelarut, solute tidak bersosiasi dengan salah satu
pelarut.Angka banding distribusi (D) lebih berlaku umum daripada
KD.Selain itu angka banding distribusi (D) menyatakan suatu
perbandingan konsentrasi terlarut dalam pelarut organik (fasa
organik) dan pelarut air (fasa air). Jika zat terlarut itu adalah
senyawa X maka rumus angka banding distribusi dapat ditulis sebagai
berikut:
D=
Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi (D) akan
lebih bermakna daripada koefisien distribusi (KD). Pada kondisi
ideal dan tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi, maka
harga KD sama dengan D. Harga D tidak konstan antara lain
dipengaruhi oleh pH fasa air.Mengambil suatu zat terlarut dari
dalam larutan air oleh suatu pelarut yang tak-dapat-campur dengan
air disebut ekstraksi (dengan) pelarut. Teknik ini seringkali
diterapkan untuk pemisahan.
Penerapan ekstraksi pelarut dalam analisis kualitatif.
Beberapa contoh penerapan ekstraksi pelarut dalam analisis
adalah sebagai berikut.
A. Mengeluarkan brom dan iod dari dalam air
Bila suatu larutan iod dalam air dikocok dengan karbon
disulfida, konsentrasi iod dalam lapisan karbon disulfida yang
terjadi kia-kira adalah 400 kali konsentrasi dalam air. Lapisan
karbon disulfida dapat dipisahkan dengan bantuan corong pisah dan
proses itu diulang. Degan cara ini konsentrasi iod dalam larutan
air dapat dikurangi menjadi begitu kecil, meskipun secara teoritis
tak dapat menjadi nol. Perhitungan berikut melukiskan hal ini
Contoh: sepuluh miligram iod disuspensikan dalam 12 ml air, dan
dikocok dengan 2 ml CCl4 sampai mencapai kesetimbangan. Hitunglah
bobot iod yang tersisa dalam lapisa air.
Andaikan x adalah bobot (dalam miligram) iod yang tinggal dalam
fase air. Konsentrasinya akan menjadi
dalam mol l-1 (atau mmol ml-1)(253,8 = 2 x 126,9 ialah massa
molekul relatif dari iod)
Dalam CCl4 10-x mg iod dapat ditemukan, konsentrasinya
menjadi
[I2]CCI4Dalam tabel telah dijumpai Kd = 80,1 untuk koefisien
distribusi:
Kd=Dari ini dipeloreh x = 0,70 mg.
Jika lapisan CCl4 diambil dengan pertolongan corong pisah dan
lapisan air yang tertinggal dikocok lagi dengan 2 ml CCl4 baru
untuk kedua kalinya, kuantitas iod yang masih tinggal dalam lapisan
air, y, dapat dihitung dari persamaan
KdDiperoleh y =0,052 mg.
Dapatlah ditunjukkan bahwa ekstraksi yang ketiga iod yang
tersisa adalah 3,62 x 10-3 mg dan setelah yang keempat 2,1 x 10-5
mg iod.
Jika sebagai ganti tiga ekstraksi berturut masing-masing dengan
2 ml CCl4, larutan air sebanyak 10 ml aslinya diekstraksi dengan 6
ml CCl4 satu kali saja, maka iod yang tertinggal dalam lapisan air
masih 0,24 mg, seperti dapat dibuktikan dari perhitungan yang
serupa. Ini adalah contoh sederhna dari fakta bahwa melakukan
ekstraksi, lebih efisien dan lebih ekonommis untuk sejumlah
ekstraksi berturutan dengan porsi pelarut yang kecil, daripada satu
ekstraksi tunggal dengan kuantitas besar.
Asas partisi ini dimanfaatkan dalam mendeteksi bromida, iodida,
dan mendeteksi bromida bila iodida dan sebaliknya.
B. Berbagai uji dalam analisi kualitatif
1. Kromium pentoksida lebih dapat larut dalam amil alkohol (Atau
dalam eter ) dari pada dalam air, dengan mengocok larutan encer
dalam air dengan amil alkohol (atau dengan eter) , diperoleh suatu
larutan pekat dalam aml alkohol, dan adanya kromat atau hidrogen
peroksida dinyatakan oleh warna biru.
2. Senyawa amonium tetratiosianatokobaltat, dengan rumus (NH4)2
[Co(CNS)4] , yang dihasilkan oleh kerja larutan pekat amonium
tiosianat terhadap ion kobalt(II), lebih dapat larut dalam amil
alkohol dari pada dalam air, pewarnaan biru dari lapisan amil
alkohol, disebabkan oleh terbentuknya larutan pekat dari senyawa
ini, merupakan uji yang pekat dan khas untuk kobalt.
C. Studi hidrolisis dalam hidrolisis suatu garam dari basa lemah
dan basa kuat atau asam lemah dan basa kuat, terdapat kesetimbangan
antara garam, asam bebas dan basa bebas. Hidrolisis itu, untuk
maksud sekarang ini, dapat ditulis sebagai
Garam + Air Asam + Basa
Kosentrasi asam lemah atau basa lemah dapat ditentukan denan
distribusi antara air dan pelarut lain, seperti benzena atau
kloroform,koefisien partisis dari asam ataupun basa antara air dan
pelarut yang lain itu,tentu saja, harus diketahui. derajat
hidrolosis kemudian dapat dihitung darikosentrasi garam dan
kosentrasi asam atau basa lemah yang ditentukan . suatu contoh
garam semacam itu adalah anilina hidroklorida. Garam ini
terhidrolisis sebagian menjadi anilina dan asam klorida. Dengan
mengocok larutan air itu dengan benzena, anilina akan membagi diri
ke dalam air dan benzena, dengan koefisien distribusi sebagai
angkabandingnya. Konsentrasi awal anilina hidroklorida diketahui,
konsentrasi anilina bebas dalam larutan air dapat dihitung dari
kosentrasinya yang diukur dalam larutan benzena, dan dari sini
konsentrasi total anilina yang diperoleh dari hidrolisis. Jadi data
cukup tersedia untuk menghitung deajat hidrolisis.
D. Penentuan susunan ion halida yang kompleks
Iod jauh lebih larut dalam larutan kalium iodida dalam air
daripada dalam air; hal ini disebabkan oleh terbentuknya ion
tri-iodida, I3-. Kesetimbangan berikut berlangsung dalam suatu
larutn seperti itu :
I2 + I- I3-Jika larutan itu di-titrasi dengan larutan natrium
tiosulfat, konsentrasi iod total ,sebagai I2 bebas dan I3- tak
bebas,diperoleh,karena, segera sesudah iod dihilangkan akibat
interaksi dengan tiosulfat, sejumlah iod baru dibebaskan dari
tri-iodida agar kesetimbangan tidak terganggu. Namun, jika larutan
dikocok dengan karbon tetraklorida, dimana iod saja dapat larut
cukup banyak, maka iod dalam lapisan organik berada dalam
kesetimbangan dengan iod bebas dalam larutan air. Dengan menentukan
konsentrasi iod dalam larutan karbon tetraklorida , konsentrasi ion
iod bebas dalam larutan air dapat dihitung dengan menggunakan
koefisien distribusi yang diketahui , dan dari situ konsentrasi
total iod bebas yang ada dalam kesetimbangan.Dengan memperkurangkan
ini dari iod total, diperoleh konsentrasi ion tak bebas (sebagai
I3-); dengan memperkurangkan harga ini dari konsentrasi awal kalium
iodida,dapatlah disimpulkan konsentrasi KI bebas. Tetapan
kesetimbangan :
Kemudian dari tetapan kesetimbangan diatas dapat dihitung.
Metode yang serupa telah digunakan untuk mempelajari
kesetimbangan antara brom dan bromida:Br2 + Br- Br-3Pengukuran
distribusi juga telah digunakan untuk membuktikan adanya ion
tetraminakuprat(II), [Cu(NH3)4]2+, dalam suatu larutan air
ber-amoniak dari tembaga sulfida,dengan diperiksanya partisi amonia
bebas antara kloroform dan air :
[Cu(NH3)4]2+ Cu2+ + 4NH31.1 Hukum Distribusi Pada Ekstraksi
Craig (Pengantar Kromatografi GLC)Pendahuluan Ekstraksi Ganda
Dalam suatu pemisahan yang ideal oleh ekstraksi pelarut, seluruh
zat yang diinginkan akan berakhir dalam suatu pelarut dan semua
zat-zat pengganngu dalam pelarut yang lain. Dalam mempertimbangkan
bagaimana dua fase itu dapat dipertemukan secara berulang, dapatlah
dibedakan empat tingkat kekompleksan. Pertama adalah satu kontak
percobaan yang sederhana.Kedua, satu fase dapat berulang-ulang
dikontakkan dengan porsi yang segar dari suatu fase kedua. Ini akan
dapat diterapkan bila suatu zat secara kuantitatif tetap tinggal
dalam suatu fase, sedangkan zat yang lain terbagi antara kedua fase
itu, suatu contoh adalah ekstraksi berulang-ulang suatu larutan air
dengan porsi suatu pelarut organik secara berturutan. Ekstraktor
Soxhlet akan termasuk dalam kategori ini, seperti juga teknik
pengendapan ulang dalam analisis gravimetri. Ketiga, satu fase
dapat bergerak sementara bergerak dalam suatu fase kedua yang tetap
stationer. Fase yang bergerak dapat bergerak secara
berkesinambungan, seperti dalam berbagai teknik kromatografi, atau
dalam sederetan tahap kesetimbangan, seperti dalam alat Craig.
Beberapa teknik jenis ini dinamai arus-lawan (counetercurrent),
namun sebenarnya tidak demikian, karena hanya satu fase yang
bergerak. Kadang-kadang digunakan istilah arus lawan semu
(pseudocountercurrent) untuk proses semacam itu.
Keempat, yatu meode arus lawan sejati, di kedua fase bergerak,
terus-menerus kontak satu sama lain dengan arah gerak yang
berlawanan. Distilasi fraksional merupakan suat contoh proses arus
lawan sejati: Cairan yang merefluks mengalir ke bawah secara
berkesinambungan sepanjang kolom destilas, dan selalu bersentuhan
dengan uap yang bergerak ke atas. Proses arus lawan digunakan
secara meluas oleh insinyur kimia dalam operasi pabrik skala besar.
Namun karena kesulitan eksperimen maupun masalah pengolahan
eoritis, teknik ini tak selazim kategori ketiga dalam laboratorium
penelitian.
Extraksi Arus Lawan Craig
Konsep dasar
Suatu larutan berair yang mengandung 1000mg suatu zat terlarut
dalam sebuah corong pisah. Ditambahkan ke dalam corong suatu
pelarut organik yang tidak campur dengan air dengan volume yang
sama. Misalkan bahwa koefisien distribusi zat terlarut itu satu (KD
= 1). Setelah penyetimbangan, terdapat 500mg zat terlarut dalam
fase berair dan 500mg dalam fase organik, kemudian pindahkan cairan
organik (misalkan yang lebih ringan) ke dalam corong pisah kedua
dari corong pertama ke corong kedua. Kemudian ditambahkan pelarut
air kedalam corong kedua, dan fase organik kedalam corong pertama
dan dilakukan penyetimbangan dengan dikocok kedua corong tersebut,
hingga diperoleh 250mg zat terlarut dalam masing-masing fase dalam
masing-masing corong.
Berikut merupakan skema tiap tahap penyetimbangannya :
Terjadinya suatu transfer (n = 1), sehingga berikut ini dapat
dinyatakan :
Pada hakikatnya yang terjadi disini yakni, setiap transfer
terjadi pendorongan ke arah kanan.
Untuk tahap ketiga yakni, banyaknya transfer (n = 2).
Tahap keempat yakni, dimana nilai (n = 3), sebagai berikut :
Tahap kelima yakni, nilai (n = 4), sebagai berikut :
Distribusi Binomial dalam Extraksi Craig
Dalam tahap pertama perlakuan diatas, mendistribusikan zat
terlarut antara kedua fase menurut koefisien distribusi, KD :
dan
Fase organik segar kemudian dimasukkan ke dalam bejana 0, dan
fase berair yang segar ke 1. Diperoleh setelah penyetimbangan :
(Fraksi 1/1 + KD terdapat dalam lapisan air dalam bejana setelah
penyetimbangan yang pertama, dan fraksi KD/1 + KD berpindah ke
pelarut organik segar setelah penyetimbangan, maka hasil kali kedua
fraksi tersebut memberikan fraksi dari W asli yang sekarang berada
dalam lapisan organik dari bejana 0).
Pada tahap awal ini fraksi 1/1 + KD bberada dalam lapisan
berair, seperti ditunjukkan diatas dan fraksi 1/1 + KD dari fraks
itu adalah apa yang tertinggal setelah penyetimbangan dengan fase
organic segar)juga
forg1= dan
faq1 = Untuk lebih mudahnya kita harus memperhaatikan zat
terlarut total dalam tiap bejana, bukan memusatkan perhatian pada
kedua fase secara terpisah, meskipun kita dapat menjumlahkan apa
yang terdapat dalam fase itu untuk memperoleh nialai total. Berikut
ini untuk bejana 0,1, dan 2 dimana n = 2, termasuk untuk latihan
semua tahap sampai n =2.
n = 0 :
f0= + = = 1
karena, dimana n = 0, seluruh zat terlarut berada didalam bejana
ini, fraksi yang disumbangkan oleh fasa organic dan fraksi dalam
fase air harus berjumlah sebesar 1.n = 1 :
f0= + + = f1= + = Di sini, f0 + f1 = 1, dan dapatlah kita
memastikan hasilnya, yaitu :
+ = = 1
n = 2 :
f0 = = f1 = + = 2 f2 = = Sekarang, periksalah fraksi-fraksi
berikut :
f0 = f1 = 2 f2 = Dari ketiga suku diatas merupakan suku-suku
dalam penguraian binominal
Secara umum jumlah transfer, n, berapa saja, dapat ditunjukkan
bahwa fraksi zat terlarut total yang akan terdapat dalam berbagai
bejana 0,1,2,..,n diberikan oleh suku-suku dalam pemekaran
binominal
Dimana E = X
Gambar. Distribusi teoritis untuk zat terlarut dengan koefisien
distribusi KD = 1 setelah berbagai jumlah transfer, n, dalam
percobaan Craig
Gambar. Distribusi teoritis untuk berbagai nilai koefisien
distribusi dalam KD 16-transfer eksperimen Craig
Dimana Vatas dan Vbawah masing-masing adalah volume fasa atas
dan bawah.
Suku tunggal apa pun dalam pemekaran binominal itu dapat
diperoleh langsung dengan menggunakan rumus
fn,r = KrDdimana fn,r adalah fraksi zat terlarut dalam sejumlah
r tabung setelah sejumlah n transfer. Beberapa penulis menggunakan
bentuk
fn,r = Dimana Vatas dan Vbawah masing-masing adalah volume fasa
atas dan fasa bawah. Jika n tidak terlalu kecil, pemekaran binomial
itu menjadi merepotksn. Untung tersedia tabel matematis dimana
pemekaran itu telah dikerjakan. Suku tunggal apapun dalam pemekaran
binomial itu dapat diperoleh langsung dengan menggunakan rumus
F n,r = ( ) ()n KrD
Dimana f n,r adalah fraksi zat terlarut dalam sejumlah r tabung
setelah sejumlah n transfer.
Selama sederetan transfer berturutan, suatu zat terlarut
bergerak melewati bejana dari alat craig bagai sejenis gelombang
yang amplitudonya makin berkurang. Zat terlarut akan menyebar
melalui beberapa bejana sesuai dengan bertambahnya n, tetapi pada
saat yang sama fraksi bejana yang berisi zat terlarut akan
berkurang. Gambar 16.6 menunjukkan distribusi teoritis zat terlarut
untuk berbagai jumlah transfer n, untuk kasus dimana Kp= 1 dan
Vorg=VcairUntuk jumlah transfer tertentu, zat-zat dengan koefisien
distribusi berlainan akan didistribusikan secara berlainan. Gambar
16.7 menunjukkan distribusi teoritis setelah 16 transfer untuk
berbagai nilai koefisien distribusi. Dalam gambar ini tampak bahwa
zat terlarut dengan nilai Kp yang berlainan mulai terpisah setelah
sejumlah transfer tertentu yang dinyatakan disitu, tetapi bahwa
pemisahan itu tak-sempurna dalam kasus manapun. Ini berarti bahwa
untuk zat-zat terlarut ini akan dibutuhkan lebih banyak tahap
agardiperoleh komponen-komponen murni dalam hasil kuantitaif.
Dapat terlihat dari perlakuan matematis yang diberikan atas
menagapa distribusi Craig disebut sebagai distribusi binomial. Tipe
lain yang lazim dijumpai adalah distribusi Gauss, seperti kita
saksikan dalam Bab 2 untuk distribusi galat acak, dan distribusi
Poisson. Tetapi, dengan bertambahnya jumlah, distribusi binomial
itu akan makin mendekati distribusi Gauss (distribusi Poisson juga
cenderung ke Gauss bila n meningkat). Bila n menjadi besar,
katakana 50 meskipun tidak ada batas yang pasti, suatu perlakuan
Gauss akan cukup tepat untuk menjelaskan suatu distribusi Craig,
dan perlakuan Gauss itu lebih nyaman daripada dalil binomial yang
lebih rumit itu untuk kasus-kasus semacam itu. Maka persamaan yang
tepat adalah:
rmaks = fmaks = fx = fmaks x e-{x2 / [2nKD/ (1+KD)2]}
dengan r maks adalah jumlah tabung yang mengandung kuantitas
maksimal zat terlarut, f maks adalah fraksi zat terlarut dalam
tabung ini, fx fraksi zat terlarut dalam suatu tabung yang berjarak
x tabung dari rmaks , dan e ialah dasar logaritma natural. Untuk
menggunakan persamaan ini untuk kasus dimana kedua fase itu berbeda
volumenya, cukup dengan mnggantikan KD dengan E seperti yang
didefinisikan sebelumnya dalam bab ini.
Peralatan untuk Ekstraksi Craig
Untuk beberapa kali pemindahan (ekstraksi bertahap), anggaplah
50 kali pemindahan, operasi manual menggunakan corong pisah akan
sangat tidak praktis. Craig yang menjelaskan baik teori maupun
praktek tipe proses ekstraksi ini, mengembangkan alat untuk
mempermudah pengerjaan. Alat Craig yang khas ini didasarkan pada
satuan-satuan kaca yang dibentuk seperti gambar dibawah ini.
Keterangan :
Tabung O merupakan tabung tempat memasukkan solute dan solvent,
dan juga tempat pembuangan (ditutup selama operasi).
Tabung A disebut tabung penyeimbang
Tabung B merupakan tabung tempat mengalirnya fase yang lebih
ringan.
Tabung C merupakan tabung untuk menampung sementara fasa atas
ketika dalam posisi vertikal selama transfer.
Tabung D merupakan tempak masuknya fasa atas dari tabung induk
sel sebelumnya
Tabung E, fasa atas dari tabung induk memasuki sel berikutnya
ketika transfer telah selesai dengan mengembalikan posisi
horizontal.
Kebanyakan orang membayangkan pengocokan yang kuat untuk
menyeimbangkan kedua fasa cair, Craig menunjukka bhwa mempertemukan
dengan lembut kedua fase cairan tersebut lebih efektif. Sehingga
tidak perlu meniru bentuk corong pisah yang biasa ketika merancang
suatu alat yang terotomasi. Dalam satuan yang ditunjukkan dalam
gambar, kedua cairan tersebut disetimbangkan dengan
menggoyang-goyangkan secara lembut alat tersebt sekitar 20 kali,
dan fase-fase dibiarka memisah . Kemudian alat itu diputar
sepertidinyatakan dalam gambar sehingga sel berada dalam posisi
vertikal, pada posisi dimana fasa atas keluar dari tabung
kesetimbangan menuju ke tabung induk sementara. Jelas bahwa volume
fase bawah haruslah sedemikian rupa sehingga antarmuka pelarut rata
dengan lengan samping untuk pengeluaaran cairan. Bila sel tersebut
dikembalikan ke posisi horisontal, fase yang lebih ringan ke luar
dari tabung induk dan mengalir masuk ke dalam tabung penyetimbangan
dasi sel berikutnya dalam deret itu. (Cairan dicegah agar tidak
kembali ke tabung penetimbangan dari mana cairan itu berasal oleh
desain sel itu dalam daerah B atas yang ditandai dengan segel
cincin).
Sederetan sel dijepit dengan kokoh pada suatu kerangka logam
agar semuanya dapat bersama-sama digoyangka dan dimiringkan. Dalam
praktek, fase bawah dimasukkan kedalam semua sel pada awal
eksperimen. Campuran zat terlarut yang akan dipisahkan ditaruh
dalam sel pertama (nomor 0) dalam salah satu fase. Reservoar
pelarut dan piranti ukur memasukkan fase ringan dengan volume yang
tepat ke dalam sel pertama setelah tiap transfer.
Setelah distribusi berlangsung sempurna, bangku sel-sel itu
dimiringkan sehingga cairan dalam sel-sel itu dapat dikumpulkan
lewat pipa pembuangan. Jika eksperimen merupakan preparatif,
pelarut yang sudah mengandung zat terlarut yang diinginkan, dapat
diuapkan untuk memperoleh bahan yang diinginkan. Dalam eksperimen
analitis larutan dari dalam sel sel individu dapat dianalisis
dengan cara yang tepat, misalnya spektofotometri, titrimetri, atau
pengukuran indeks bias.
1.2 Hukum Distribusi Pada Kromatografi GLC
Konsep pelat teoritis
Suatu sampel dari fasa bergerak dalam ruang tertutup yang berupa
gas seperti nitrogen, mengandung uap senyawa organik seperti
benzena. Jika cairan tersebut sesuai unttuk tujuan kita, sebagian
benzena tersebut akan larut didalamnya, dan sebagian lagi akan
tetep dalam ruang ditatasnya.
Hukum Henry menyatakan bahwa, tekanan parsial yang dihasilkan
oleh zat terlarut dalam suatu larutan encer sebanding dengan farksi
molnya. Maka untuk distribusi benzena yang setimbang antara fasa
fasa cair dan uap dalam ruang tertutup dapat dituliskan
Pbenzena = kxbenzena
Dimana Pbenzena adalah tekanan parsial dalam fasa uap, sedangkan
xbenzena adalah farksi mol benzena dalam cairan, dan k adalah
tetapan.dalam kromatografi gas, tekanan parsial dan fraksi mol
seringkali digantikan oleh konsentrasi yang menghasilkan suatu
koefisien yang tak bersatuan, K:
K =Dalam praktek, ada perbedaan besar yang harus ditegaskan
antara ekstraksi pelarut craig dan kromatografi, dengan craig
biasanya proses berhenti bila pemisahan yang diinginkan tercapai
dan membuang larutan dari tabung tabung yang mengandung zat zat
terlarut. Sebalikya dengan kromatografi aliran fasa bergerak
berlanjut sampai zat terterlarut telah berimigrasi sepanjang kolom
itu, dan kemudian muncul, satu demi satu untuk memasuki detektor.
Praktek menghentikan proses craig secepat mungkin hanya
mencerminkan sifat peralatan yang lebih tidak praktis dan
menghabiskan waktu.
Dalam kasus ini masing masing sel dalam peeralatan craig adalah
suatu pelat.sekarang suatu kolom kromatografi berjalan pada kondisi
aliran fasa bergerak yang kontinu, dan kesetimbangan tidak dicapai
pada titik manapun dalam kolom. Panjang kolom tersebut yang
menuntaskan kesetimbangan ini disebut ekivalen tinggi pelat
teoritis atau HETP. Panjang total suatu kolom tersebut, n dan
adalah hal yang biasa untuk meghitung kinerja kolom dalam bentuk
jumlah pelat. Suatu kolom yang baik akan memiliki jumlah pelat yang
lebih banyak dari pada kolom berpelat sedikit dengan panjang yang
sama. Efisiensi GLC yang besar untuk melakukan pemisahan yang sulit
terletak pada kenyataan bahwa jumlah pelat yang besar itu diperoleh
dengan mudah dan seksama. Perhitungan Jumlah Pelat Teoritis
Dengan peralatang Craig, seringkali ada keinginan untuk
menghitung kolom kromatograafi dengan mengukur n yaitu jumlah pelat
teoritis karena dengan menggunakan peralatan tersebut dapat
dihitung dengan mudah. Namun, pelat-pelat tersebut adalah bersifat
maya sehingga tidak bisa dilakukan dengan suatu kolom. Suatu
pelatteoritis adalah suatu konsep mental, yang dikembangkan dari
suatu model untuk menjelaskan kromatogrrafi delam bentuk yang
diketahui. Tetapi, kita dapat menentukan jumlah pelat sebenarnya
karena model itu memiliki hubungan karrakteristik suatu pita elusi
kromatografi dan jumlah pelat dan kolom. Dalam skema ekstraksi
Craig, dapat menghitung bagaimana suatu zat terlarut meneybarkan
dirinya melalui sejumlah tabung tertentu.
Pada gambar menunjukn pita elusi Gauss dan parameter yang
digunakan untuk menghitung n. Pada gambar terdapat grafik hubungan
antara respos detektor terhadap waktu. Waktu dari injeksi sampel
samapi penampakan puncak pita elusi pada detektor disebtu waktu
retensi (retentin timea), tR . untuk menghitung n dari tR dan lebar
pita bergantung pada dimana lebar diukur. Terdapat dua cara, yaitu
jika lebarnya diukur saparuh jarak antara garis dasae dan puncak
pita disebut sebagai W . rumus yang diperoleh adalah
n = 5,54 2
jika lebarnya diukur pada garis dasar menggunaka konstruksi yang
ditunjukkan dalam gambar, ditandai dengan wb , maka rumus nya
adalah
n= 16 2
pada kasus terakhir, perpotongan (tangen) dengan pita gambar
pada dua titik infleksi ; lebarnya, wb, adalah jarak antara
perpotongan dengan garis dasar. Kedua rumus tersebut memberikn
hasil yang sebanding. Jika suatu campuran diberi beberapa senyawa
dengan nilai-K diinjeksi ke dalam kromatograf, makan pita elusi
akan direkan sehingga menunjukkan retensi yang berbeda, tetapi
lebar pita tersebut akan berbeda juga, sehingga nilai n sebanding
akan dihitung dari beberapa pita. Suatu komponen nilai-K yang lebih
besar akan menghabiskan waktu yang lama dalam fasa cair sehingga
akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dielusi. Berdasarkan
model Craig dengan pelat-pelat diskrit nya dapat dikatakan bahwa
perpindahan lebih banyak akan dibutuhka untuk mengelusikan senyawa
tersebut. Tetapi dengan demikian maka pita tersebut juga
terlebarkan, sehingga secara teoritis nilai-n harus sama seperti
yang diperoej pada pita sebelumnya.
Apabila tR didefinisikan sebagai fungsi waktu, kita dapat
menghitung jarak ada kertas grafik perekam dalam sentimeter atau
milimter. Jumlah pelat-pelat dalam kolom berbeda-beda dengan ukuran
sampel dengan cara biasa. Pemebrian muatan lebih pada kolom
mengakibatkan merosotnya kinerja atau buruknya pemisahan. Untuk
memperoleh suatu nilai untuk n dilakukan ekstrapolasi dengan ukuran
sampel nol dilakukan pada suatu grafik dari nilai-n yang terukur
terhadap ukuran sampel.
GLC sebagai kromatografi tak ideal linier
GLC merupakan contoh dari kromatografi gas-cair, yaitu gas
sebagai fase geraknya. Sebelum masuk ke dalam kromatografi tak
ideal linier, kita juga harus mengetahui adanya kromatografi ideal
linier. Kromatografi ideal linier, berdasarkan dari distribusi zat
terlarut antara fase gas dan cair jenis Craig dengan kesetimbangan
tercapai lebih dulu dari pada perpindahan pelat satu ke pelat
lainnya. Linier berarti koefisien distribusi, K, bebas dar
konsentrasi zat terlarut, jadi hal ini menunjukkan suatu grafik
konsentrasi dalam fase cair terhadap konsentrasi dalam fase gas
merupakan suatu garis lurus. Grafiknya sebagai berikut:
IA
Konsentrasi kemiringan
Dalam cairan ,
= =K
CL
Konsentrasi dalam gas, CGGrafik di atas disebut isothermal,
isothermal linier menyebabkan pita elusi yang simetris, sehingga
grafik yang lurus menjadi sebagai berikut:
Respon
IB
detektor
waktuSelanjutnya adalah isothermal tak linier, ini merupakan
sifat Hukum Henry. Grafik dari Hukum Henry tersebut, yaitu:
2A
3A
Berdasarkan isothermal tak linier tersebut membuat arah pita
elusi melengkung, yang dapat dilihat seperti gambar di bawah
ini:
2B
3B
Dari grafik pada pita elusi yang melengkung kita dapat
menyimpulkan apa yang dimaksud dengan pita elusi yang tak simetris
, sebagai berikut:
1. Elusi tak simetris merupakan keadaan konsentrasi zat terlarut
tinggi
2. Fraksi yang dimiliki zat terlarut yang lebih besar tetap
dalam fase gas
3. Dari poin 1 dan 2, mendapatkan hasil zat terlarut pada puncak
akan bergerak lebih cepat melewaati kolom.
4. Puncak akan cenderung mendekati sisi kiri pita elusi dan
meninggalkan ujung yang panjang pada sisi trailing.
Isothermal tak linier dari jenis yang ditunjukkan oleh gambar 2A
sering terdapat daalam kesetimbangan adsorpsi, oleh sebab itu pita
elusi yang terbentuk sering ditemukan dalam kromatografi gas padat
dan kromatografi adsorpsi cair. Pembahasan selanjutnya adalah
mengenai GLC yang dikatogorikan ke dalam kromatografi tak ideal
linier. Sebenarnya pada konsentrasi rendah yang normalnya dipakai
dalam GLC, penyimpangan Hukum Henry umumnya tidak ditemukan. Dari
tidak ditemukannya penyimpangan tersebut, maka GLC masih dapat
dikatakan sebagai salah satu contoh kromatografi yang linier.
Akan tetapi, pada tahun 1956 van Deemter melakukan penelitian
dan dapat menyimpulkan bahwa GLC merupakan contoh kromatografi tak
ideal linier. Dalam kromatografi nyata ada sifat keidealan yang
tidak dapat dicapai, yaitu:
1. Keidealan menuntut sampel ditempatkan mula-mula di pelat
pertama saja. Hal ini dapat dilakukan dalam peralatan Craig, tetapi
hanya dalam satu kolom sehingga tidak memungkinkan dilakukan pada
sampel yang berhingga.
2. Kromatografi yang ideal menuntut suatu kolom yang isinya
benar-benar seragam dalam hal ukuran dan bentuk partikel, pengisian
cairan, dan urutan geometris. Selanjutnya adalah fase bergeraknya
harus sama disegala tempat dalam kolom.
3. Dalam kromatografi yang ideal, kesetimbangan akan selalu ada
pada seluruh titik dalam kolom antara fasa-fasa stasioner dan
bergerak dalam hubungan dengan distribusi zat terlarut. Seperti
yang kita ketahui bahwa aliran fase bergerak adalah kontinu
(berkelanjutan ), artinya kesetimbangan harus terjadi seketika itu
juga.
4. Kromatografi yang ideal akan membutuhkan zat terlarut
bergerak sepanjang kolom hanya akibat dari pergerakan fase
bergerak, maka zat terlarut tidak dapat menyebar dalam kolom oleh
kecendrungannya sendiri untuk berdifusi.
Jadi, pada kondisi yang biasa GLC memberikan suatu contoh
kromatografi tak ideal linier. Berdasarkan syarat-syarat
kromatografi ideal menghasilkan pita elusi yang lebih lebar dari
hipotesis kromatografi ideal. Van Deemter dkk, menyebutkan tiga
faktor yang menyebabkan pita melebar, salah satunya yaitu suatu zat
terlarut yang mula-mula merupakan suatu sumbatan yang sempit.
Foktor lainnya terdapat pada HETP, yaitu sebuah persamaan yang
diturunkan dan mengandung tiga suku yang mewakili kontribusi. III.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan makalah ini
yaitu
1. Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk
menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas
zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut
tidak tercampur sempurna satu sama lain.2. Pada zat terlarut yang
merupakan senyawa X maka rumus angka banding distribusi dapat
ditulis sebagai berikut:
D= 3. Aplikasi penggunan ekstraksi bertahap adalah ekstraksi
Craig di mana suatu pelarut, umunya yang ringan, bererak menurut
tahap-tahap melewati sederet bejana penyetimbangan, di mana fasa
itu bertemu dengan porsi stationer dari fasa lain ( yang lebih
berat). Zat terlarut terpisah erdasarkan perbedaan dalam
dsitribusinya antara kedua pelarut itu.4. Distribusi pada
kromatografu gas-cair semakin mengecil dari keseluruhan alur. Fase
bergerak pada kromatografi ga-cair adalah gas sedangkan fase
diamnya adalah cair. Fase cair pada kromatografi ini adalah zat
organik yang mudah menguap dan pelarut. Pada kromatografi gas-cair
tedapat tiga komponen penting, yaitu sampel yang akan digunakan
berupa pelarut dan zat organik yang mudah menguap (volatile). Fase
gerak berupa gas pada kromatografi ini yang sering digunakan adalah
Hydrogen, Nitrogen dan H elium. DAFTAR PUSTAKA
Basset, J., R. C. Denney, G.H Jeffrey, J. Mendhom. 1994. Buku
Ajar Vogel Kimia. Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGCDay,
Jr, R.A., dan A.L. Underwood. 2002.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta: Erlangga
Khopkar, SM. 1990. Basic Concept Of Analitycal Chemistry. Terj.
Saotoraharjo, Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
UI-PressLAMPIRANCorong 0
Organik segar
Organik segar
Berair segar
Berair segar
500mg organik
500mg organik
Corong 1
Corong 0
Organik segar
250mg organik
250mg organik
250mg berair
250mg berair
Berair segar
Berair segar
Corong 0
Corong 1
Corong 2
Organik segar
125mg organik
125mg organik
125mg berair
125mg berair
125mg berair
Berair segar
125mg organik
Berair segar
Corong 3
Corong 2
Corong 1
Corong 0
Organik segar
62,5mg organik
187,5mg organik
62,5mg berair
187,5mg berair
187,5mg berair
62,5mg berair
187,5mg organik
Berair segar
62,5mg organik
4
0
2
1
3
31,25
125
31,25
125
187,5
125
187,5
31,25
125
31,25
Fase berair
fasa Organik