Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan salah satu masalah kesehatan yang sedang dihadapi masyarakat dunia akhir-akhir ini. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari HIV (Human Immunodeficiency Virus) maupun AIDS. HIV/AIDS menyebabkan krisis multidimensi yaitu krisis kesehatan, pembangunan negara, ekonomi, pendidikan maupun kemanusiaan (Djoerban, Djauzi. 2006). Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi pendemi yang mengkhawatirkan, karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki window period dan fase asimptomatik yang relatif panjang sehingga menyebabkan iceberg phenomenon. Jumlah penduduk global yang tertular HIV berdasarkan WHO (2006) berjumlah 46,7 juta jiwa. Sedangkan di Indonesia sendiri jumlah orang yang terinfeksi HIV diperkirakan mencapai 130.000 jiwa, dengan kasus terbanyak terjadi pada laki-laki (DepKes, 2006). Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus tertinggi. Pada akhir tahun 1996, kasus HIV/AIDS yang tercatat di Depkes RI pusat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia) berjumlah 501 orang, terdiri dari 119 kasus AIDS dan 382 HIV yang dilaporkan dari 19 propinsi (Ditjen PPM & PL Depkes RI. 2010). Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan sesara resmi oleh Departemen Kesehatan tahun 1987 yaitu pada seorang warga negara Belanda di Bali. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus pada bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan hasil tes Elisa tiga kali diulang menyatakan 1
52

Makalah HIV Fix

Aug 04, 2015

Download

Documents

fryco_7nanda
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah HIV Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

HIV/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan salah satu masalah

kesehatan yang sedang dihadapi masyarakat dunia akhir-akhir ini. Saat ini tidak ada negara

yang terbebas dari HIV (Human Immunodeficiency Virus) maupun AIDS. HIV/AIDS

menyebabkan krisis multidimensi yaitu krisis kesehatan, pembangunan negara, ekonomi,

pendidikan maupun kemanusiaan (Djoerban, Djauzi. 2006).

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS) telah menjadi pendemi yang mengkhawatirkan, karena disamping belum

ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki window period dan

fase asimptomatik yang relatif panjang sehingga menyebabkan iceberg phenomenon.

Jumlah penduduk global yang tertular HIV berdasarkan WHO (2006) berjumlah 46,7 juta

jiwa. Sedangkan di Indonesia sendiri jumlah orang yang terinfeksi HIV diperkirakan

mencapai 130.000 jiwa, dengan kasus terbanyak terjadi pada laki-laki (DepKes, 2006).

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus tertinggi.

Pada akhir tahun 1996, kasus HIV/AIDS yang tercatat di Depkes RI pusat (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia) berjumlah 501 orang, terdiri dari 119 kasus AIDS dan 382

HIV yang dilaporkan dari 19 propinsi (Ditjen PPM & PL Depkes RI. 2010).

Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan sesara resmi oleh Departemen

Kesehatan tahun 1987 yaitu pada seorang warga negara Belanda di Bali. Sebenarnya

sebelum itu telah ditemukan kasus pada bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat

sesuai dengan diagnosis AIDS dan hasil tes Elisa tiga kali diulang menyatakan hasil

positif.Hanya, hasil tes Western Blot, yang saat itu dilakukan di Amerika Serikat, hasilnya

negative sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus AIDS. Kasus kedua infeksi HIV ditemukan

pada bulan Maret 1986 di RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemophilia dan termasuk

jenis non – progesor, artinya kondisi kesehatan dan kekebalanya cukup baik selama 17

tahun tanpa pengobatan, dan sudah dikonfirmasi dengan Western Blot, serta masih berobat

jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2002 (Ditjen PPM, 2003).

Pada penderita HIV AIDS sering terdapat infeksi oportunistik akibat gangguan sistem

kekebalan tubuh. Salah satu infeksi paling sering adalah jamur. Spesies jamur yang paling

sering dijumpai pada penderita immunocompromise yaitu infeksi candida. Jamur candida

1

Page 2: Makalah HIV Fix

merupakan flora mikrobial normal rongga mulut, saluran pencernaan dan vagina, bersifat

invasif/patogen bila daya tahan host menurun. Infeksi jamur ini umumnya terjadi di daerah

mukokutaneus, tetapi dapat pula terjadi pada organ lain di dalam tubuh seperti esofagus,

ginjal, hati, jantung, mata, otak dan paru. Salah satu yang terjadi pada penderita HIV yaitu

Candidiasis esophageal yang merupakan infeksi jamur candidiasis pada esofagus.

Candidiasis esophageal dapat menyebabkan penderita mengalami nyeri menelan dan

tenggorokan terasa menyempit sehingga mempengaruhi nafsu makan penderita. Infeksi

jamur tersebut harus segera diatasi karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas

pada orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh (Laila, 2010).

Selain candidiasis, infeksi oportunistik lain yang sering menginfeksi pasien dengan

HIV/AIDS adalah TB paru. Resiko peningkatan angka kejadian tuberkulosis (TB) diestimasi

sekitar 20-37 kali lebih tinggi pada pasien yang memiliki HIV daripada yang tidak terinfeksi

HIV. Pada 2009, terdeteksi sekitar 9,4 juta kasus baru TB, dimana 1,2 juta diantaranya

mengidap HIV. Dari 1,7juta orang yang meninggal karena TB, 400.000 diantaranya hidup

dengan HIV. TB adalah penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada pasien yang

terinfeksi HIV. (WHO. 2011)

Dari uraian di atas, maka penting bagi kita untuk mengenali gejala HIV / AIDS

secara dini terutama bagi para klinisi, oleh karena itu pada responsi kasus kali ini, kami akan

membahas diagnosis dan penatalaksanaan HIV / AIDS yang disertai Tuberculosis Paru.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara untuk menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan HIV / AIDS

dengan Tuberkulosis Paru ?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa dan dan penatalaksanaan HIV / AIDS

dengan Tuberkulosis paru.

2

Page 3: Makalah HIV Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

HIV termasuk dalam gologan retrovirus berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya

sendiri untuk memproduksi kembali dirinya dan memiliki double strand RNA, berbentuk

icosahedral dengan diameter 100nm. Pada bagian envelopenya tersusun atas membran lipid

dan glikoprotein (gp120 dan gp 41). HIV juga memiliki enzim yang memilki fungsi penting

dalam proses terjadinya infeksi HIV pada manusia antara lain reverse transkriptase, protese,

dan integrase yang terlindung didalam kapsid yang tersusun atas p17 protein matriks

(Universitas Brawijaya, 2004).

Gambar 2.1 Morfologi HIV (Abbas, 2004)

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan

gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh

3

Page 4: Makalah HIV Fix

virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS

merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Djoerban, Djauzi, 2006)

2.2 Epidemiologi

Penularan HIV / AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV

yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik

pada penggunaan narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke

bayi yang dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV / AIDS misalnya

pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelangganya serta narapidana (Djoerban,

Djauzi, 2006).

2.3 Patogenesis

Gambar 2.3.1 Proses terjadinya infeksi HIV (Siregar, 2004)

HIV merupakan virus retro yang menginfeksi sistem imun terutama sel CD4+ dan

menimbulkan destruksi sel tersebut. Pertama-tama virus akan menginfeksi sel dengan

glikoprotein envelope yang disebut gp120 (120kD glikoprotein) yang berikatan dengan sel

CD4+ maupun resptor kemokin (CXCR4 dan CCR5) dari sel manusia (Baratawidjaja, 2004).

Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas

terhadap molekul permukaan CD4+. Limfosit CD4+ berfungsi mengoordinasikan sejumlah

fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons

imun yang progresif (Djoerban, 2006).

4

Page 5: Makalah HIV Fix

Setelah terjadi ikatan antara gp120 dengan sel CD4+, gp41 akan membantu fusi

antara HIV dengan membran sel dengan ikatan yang dibentuk dengan koreseptor sehingga

virus dapat masuk ke dalam sel. Saat di dalam sel envelope dari HIV akan dilepas oleh

protease virus dan RNA menjadi bebas. Selanjutnya enzim reverse transkriptase akan

merubah RNA menjadi produk DNA yang akan diintegrasikan dalam genom sel inang.

Dalam bentuk provirus ini, genom virus akan mengarahkan produksi partikel virus baru

(Dzen, et al. 1993; Campbell, et al., 1987; Baratawidjaja, 2004).

Setelah virus berdifusi dengan lomfosit CD4+, maka berlangsung serangkaian

proses kompleks yang, apabila berjalan lancar, menyebabkan terbentuknya partikel -

partikel virus baru dari sel yang terinfeksi. Limfosit CD4+ yang terinfeksi mungkin tetap laten

dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami siklus - siklus replikasi sehingga

menghasilkan banyak virus. (Price, et.al., 2005).

Beberapa mekanisme yang mengakibatkan penekanan sistem imun pada infeksi HIV

masih belum diketahui, namun diduga sebagai berikut: 1) sel tersebut secara langsung

dibunuh oleh virus; 2) adanya interaksi yang diperantarai oleh HIV menginduksi sel T

mengalami apoptosis, yang juga penting dalam fungsi kekebalan normal; 3) sel TH mudah

diserang oleh sel T; 4) penggantian sel T yang lemah menyababkan penghancuran pada

timus dan nodus limfatikus; 5) kegagalan APC dalam mempresentasikan antigen akibat

terjadinya infeksi DCs (Campbell, et al., 1987; Mikrobiologi FKUB, 2007).

5

Page 6: Makalah HIV Fix

Gambar 2.2 Patogenesis HIV (Yayasan Spirita, 2009)

Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun secara umum

dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level “steady

state”. Walaupun antibody ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan

infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus. Virus dapat menghindar dari

netralisasi oleh antibodi dengan melakukan adaptasi pada amplopnya, termasuk

kemamuannya mengubah situs glikosilasinya, akibatnya konfigurasi 3 dimensinya berubah

sehingga netralisasi yang diperantarai antibody tidak dapat terjadi (Djoerban, et al., 2006).

6

Page 7: Makalah HIV Fix

Gambar 2.3.2 Manifestasi klinik AIDS (WHO, 2010)

2.4 Diagnosis HIV / AIDS

Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan

laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau

pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Diagnosis AIDS untuk

kepentingan surveilance ditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik atau limfosit CD4+

kurang sari 200/mm3(Djoerban, et al., 2006).

Tabel 2.4.1 Cara menentukan diagnosis dini infeksi HIV berdasarkan riwayat dan

pemeriksaan fisik (WHO, 2010)

7

Page 8: Makalah HIV Fix

2. 4. 1 Infeksi Oportunistik / Kondisi yang Sesuai dengan Kriteria Diagnosis AIDS

Cytomegalovirus (CMV) (selain hati, limpa, atau kelenjar getah bening)

CMV, retinitis (dengan penurunan fungsi penglihatan)

Ensefalopati HIV (a)

Herpes simpleks, ulkus kronik (lebih dari 1 bulan), bronchitis, pneumonitis, atau esofagitis

Histoplasmosis, diseminata atau ekstraparu

Isosporiasis, dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan)

Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru

Kandidiasis esophagus

Kanker serviks invasive

Koksidiodomikosis, diseminata atau ekstraparu

Kriptokokosis, ekstraparu

Kriptosporidiosis, dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan)

Leukoensefaloapti multifocal progresif

Limfoma, Burkitt

Limfoma, imunoblastik

Limfoma, primer pada otak

Mikrobakterium avium kompleks atau M. kansasii, diseminata atau ekstraparu

Mikobakterium tuberculosis, paru atau ekstraparu

Mikobakterium, spesies lain atau spesies yang tidak dapat teridentifikasi, diseminata atau

ekstrapulmoner

Pneumonia Pneumcystis carinii

Pneumonia rekuren (b)

Sarkoma Kaposi

8

Page 9: Makalah HIV Fix

Septikemia Salmonella rekuren

Toksoplasmosis otak

Wasting syndrome (c)

NB :

(a) Terdapat gejala klinis gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang menggangu kerja

atau aktivitas sehari – hari, tanpa dapat dijelaskan oleh penyebab lain selain infeksi HIV.

Untuk menyingkirkan penyakit lain dilakukan pemriksaan lumbal punksi dan pemeriksaan

pencitraan otak (CT Scan atau MRI)

(b) Berulang lebih dari satu episode dalam 1 tahun

(c) Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10 % ditambah diare kronik (minimal 2 kali

selama > 30 hari, intermitten atau konstan), tanpa dapat dijelaskan oleh penyakit / kondisi

lain (mis : kanker, tuberculosis, enteritis spesifik) selain HIV

Untuk keperluan surveilans epidemiologi seorang dewasa ( < 12 tahun ) dianggap

menderita AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang

sesuai dan sekurang – kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor dan gejala

– gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan – keadaan lain yang tidak berkaitan dengan HIV

:

1. Gejala Mayor : Berat badan menurun > 10 % dalam 1 bulan, diare kronis yang

berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan

kesadaran dan gangguan neurologis, demensia atau HIV ensefalopati.

2. Gejala Minor : Batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalisata yang gatal,

adanya herpes zoster multisegmental dan atau berulang, kandidiasis oro – faringeal, herpes

simpleks kronis progresif, limfadenopati generalisata, infeksi jamur berulang pada alat

kelamin perempuan

2.5 Tes HIV

Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang

terinfeksi HIV sangatlah penting, karena pada infeksi HIV gejala klinisnya dapat baru terlihat

setelah bertahun – tahun lamanya.Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk

memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi :

1. Pemeriksaan serologic untuk mendeteksi adanya antibody terhadap HIV

2. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV.

9

Page 10: Makalah HIV Fix

Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus,

deteksi antigen, dan deteksi materi genetic dalam darah pasien (UNAIDS,1997).

Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibody

HIV. Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik :

1. ELISA ( enzyme – linked immunosorbent assay )

2.Aglutinasi atau dot – blot immunobinding assay.

Metode yang biasa digunakan di Indonesia adalah dengan ELISA (UNAIDS,1997)

Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus

mendapatkan konseling pra tes.Hal ini harus dilakukan agar ia mendapatkan informasi

yang sejelas – jelasnya mengenai infeksi HIV / AIDS sehingga dapat mengambil keputusan

yang terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk

keperluan survey tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan

diberitahu hasil tesnya (UNAIDS,1997).

Untuk memberitahu hasil tes juga diperluakn konseling pasca tes, baik hasil tes

positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan

untuk memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya

negative, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana

mempertahankan perilaku yang tidak berisiko (UNAIDS,1997).

2.6 Stadium Klinis HIV/AIDS

WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak dimana

stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala yang

terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut (WHO. 2009):

Stadium 1

- Asymptomatic

- Persistent generalized lymphadenopathy

Stadium 2

- Moderate unexplained weight loss (under 10% of presumed or measured body

weight)

- Recurrent respiratory tract infections (sinusitis, tonsillitis, otitis media, pharyngitis)

- Herpes zoster

- Angular cheilitis

- Recurrent oral ulcerations

- Papular pruritic eruptions

- Seborrhoeic dermatitis

- Fungal nail infections

10

Page 11: Makalah HIV Fix

Stadium 3

- Unexplained severe weight loss (over 10% of presumed or measured body

weight)

- Unexplained chronic diarrhoea for longer than 1 month

- Unexplained persistent fever (intermittent or constant for longer than 1 month)

- Persistent oral candidiasis

- Oral hairy leukoplakia

- Pulmonary tuberculosis

- Severe bacterial infections (e.g. pneumonia, empyema, meningitis, pyomyositis,

bone or joint infection, bacteraemia, severe pelvic inflammatory disease)

- Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis or periodontitis

- Unexplained anaemia (below 8 g/dl ), neutropenia (below 0.5 x 109/l) and/or

chronic thrombocytopeni

- Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and adolescents

- Recommendations for a public health approach

Stadium 4

- HIV wasting syndrome

- Pneumocystis jiroveci pneumonia

- Recurrent severe bacterial pneumonia

- Chronic herpes simplex infection (orolabial, genital or anorectal of more than 1

month’s duration or visceral at any site)

- Oesophageal candidiasis (or candidiasis of trachea, bronchi or lungs)

- Extrapulmonary tuberculosis

- Kaposi sarcoma

- Cytomegalovirus disease (retinitis or infection of other organs, excluding liver,

spleen and lymph nodes)

- Central nervous sistem toxoplasmosis

- HIV encephalopathy

- Extrapulmonary cryptococcosis including meningitis

- Disseminated nontuberculous mycobacteria infection

- Progressive multifocal leukoencephalopathy

- Chronic cryptosporidiosis

- Chronic isosporiasis

- Disseminated mycosis (histoplasmosis, coccidiomycosis)

- Recurrent septicaemia (including nontyphoidal Salmonella)

- Lymphoma (cerebral or B cell non-Hodgkin)

11

Page 12: Makalah HIV Fix

- Invasive cervical carcinoma

- Atypical disseminated leishmaniasis

- Symptomatic HIV-associated nephropathy or HIV-associated cardiomyopathy

2.8 Penatalaksanaan

HIV / AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun,

data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pengobatan

denagn kombinasi beberapa obat anti HIV ( obat anti retroviral, disingkat obat ARV )

bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan

HIV / AIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif.Manfaat ARV dicapai

melalui pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentanan odha terhadap

infeksi oportunistik.

Terapi untuk infeksi HIV/AIDS meliputi penatalaksanaan secara fisik,

psikologis, sosial dan medik. Penatalaksanaan medik meliputi: 1) pengobatan suportif,

dengan pemberian nutrisi dan vitamin yang cukup makupun psikoterapi; 2) pencegahan serta

pengobatan infeksi oportunistik dan kanker; 3) pemberian imunomodulator, dengan

menggunakan interferon maupun levamisol; dan 4) pengobatan antiretroviral, pemberian

antiretroviral diberikan baik saat asimtomatik maupun dengan gejala. Pengobatan kombinasi

dengan 3 obat sering digunakan, terdiri dari dua buah inhibitor reverse transkriptase dan satu

enzim inhibitor protease. Monoterapi (ddI atau d4T) hanya dipertimbangkan bila pengobatan

kombinasi tidak dapat dilakukan atau pasien telah menggunakan monoterapi dalam waktu

yang lama dan hasil klinis maupun pemantauan laboratorium tetap baik (CD4+ baik)

(Mansjoer, et al., 2001).

2.9 Terapi Antiretroviral (ARV)

12

Page 13: Makalah HIV Fix

Gambar 2.9.1 Langkah-langkah dalam pengobatan infeksi HIV (WHO, 2010)

Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh lebih

baik.Infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar diobati, menjadi lebih mudah ditangani.

Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat, seperti infeksi virus sitomegalo dan infeksi

mikobakterium atipikal, dapat disembuhkan. Pneumonia Pneumocystis carinii pada odha

yang hilang timbul, biasanya mengharuskan odha minum obat infeksi agar tidak

kambuh.Namun sekakrang dengan minum obat ARV teratur, banyak odha yang tidak

memerlukan minum obat profilaksis terhadap pneumonia.

Terdapat penurunan kasus kanker yang terkait dengan HIV seperti Sarkoma Kaposi

dan limfoma dikarenakan pemberian obat – obat antiretroviral tersebut.Sarcoma Kaposi

dapat spontan membaik tanpa pengobatan khusus.Penekanan terhadap replikasi virus

menyebabkan penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi

pertumbuhan Sarkoma Kaposi.Selain itu pulihnya kekebalan tubuh menyebabkan tubuh

dapat membentuk respons imun yang efektif terhadap human herpesvirus 8 (HHV – 8) yang

dihubungkan dengan kejadian Sarcoma Kaposi.

Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase

inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non nucleoside reverse transcriptase

inhibitor, dan inhibitor protease.Tidak semua ARV tersedia di Indonesia (Tabel 2.9.2).

Tabel 2.9.2 Obat ARV yang Beredar di Indonesia

Nama Dagang Nama Generik Golongan Sediaan Dosis (per hari)

13

Page 14: Makalah HIV Fix

Duviral Tablet. Kandungan :

zidovudin 300 mg +

lamivudin 150 mg

2 x 1 tablet

Stavir, Zerit Stavudin (d4T) NsRTI Kapsul : 30 mg, 40 mg > 60 kg : 2 x 40 mg

< 60 kg : 2 x 30 mg

Hiviral, 3TC Lamivudin (3TC) NsRTI Tablet 150 mg Lar.

Oral 10 mg / ml

2 x 150 mg.

< 50 kg : 2mg/kg, 2x/hr

Viramune, Neviral Nevirapin (NVP) NNRTI Tablet 200 mg 1 x 200 mg selama 14

hari, dilanjutkan 2 x

200 mg

Retrovir, Adovi, Avirzid Zidovudin (ZDV, AZT) NsRTI Kapsul 100 mg 2 x 300 mg, atau 2 x

250 mg

Videx Didanosin (ddI) NsRTI Tablet kunyah

100 mg

> 60 kg : 2 x 200 mg,

atau 1 x 400 mg

< 60 kg : 2 x 125 mg,

atau 1 x 250 mg

Stocrin Efavirenz (EFV, EFZ) NNRTI Kapsul 200 mg 1 x 600 mg, malam

Nelvex, Viracept Nelfinavir (NFV) PI Tablet 250 mg 2 x 1250 mg

Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat

ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Berikut ketentuanya:

1. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam

kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa melihat jumlah

limfosit CD4+.

2. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350 sel / mm3.

3. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 – 350 sel / mm3.

4. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih

dari 350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.

5. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3

dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.

Tabel 2.9.3 Keadaan klinik dalam penentuan pemberian terapi ARV (WHO, 2010)

14

Page 15: Makalah HIV Fix

Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3

obat ARV.Terdapat beberaoa regimen yang dapat dipergunakan (Tabel 4), dengan

keunggulan dan kerugianya masing – masing.Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang

umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV) / lamivudin (3TC),

dengan nevirapin (NVP).

Tabel 2.9.4 Kombinasi Obat ARV untuk Terapi Inisial

Kolom A Kolom B

Lamivudin + zidovudin

Lamivudin + didanosin

Lamivudin + stavudin

Evafirenz *

Lamivudin + zidovudin

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + didanosin

Nevirapin

Lamivudin + zidovudin

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + didanosin

Nelvinafir

* Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang berpotensi tinggi

untuk hamil.

Catatan : kombinasi yang sama sekali tidak boleh adalah : zidovudin + stavudin.

Obat ARV juga diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan

profilaksis pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang mengandung virus HIV (post

– exposure prophylaxis) dan pencegahan penularan dari ibu ke bayi.

Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV

penting untuk mendapat perhatian lebih besar mengingat sudah ada beberapa bayi di

Indonesia yang tertular HIV dari ibunya.Efektivitas penularan HIV dari ibu ke bayi adalah

sebesar 10 – 30 %. Artinya dari 100 ibu hamil yang terinfeksi HIV, ada 10 sampai 30 bayi

yang akan tertular. Sebagian besar penularan terjadi sewaktu proses melahirkan, dan

sebagian kecil melalui plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi melaui air susu ibu.

Kendala yang dikhawatirkan adalah biaya untuk membeli obat ARV.Obat ARV yang

dianjurkan untuk PTMCT adalah zidovudin (AZT) atau nevirapin.Pemberian nevirapin dosis

tunggal untuk ibu dan anak dinilai sangat mudah untuk diterapkan dan ekonomis.Sebetulnya

15

Page 16: Makalah HIV Fix

pilihan yang terbaik adalah pemberian ARV yang dikombinasikan dengan operasi Caesar,

karena dapat menekan penularan sampai 1 %.Namun sayangnya di negara berkembang

seperti Indonesia tidak mudah untuk melakukan operasi section caesaria yang murah dan

aman.

Apabila terjadi penurunan jumlah CD4+ dalam masa pengobatan terapi lini pertama

dan didapat tanda terjadinya toksisitas dapat dipertimbangkan untuk mengganti terapi. Hal

ini dapat dilihat pada tabel 2.9.5 di bawah ini :

Tabel 2.9.5 Langkah pertimbangan untuk mengganti terapi ARV (WHO, 2010)

Tabel 2.9.6 Terapi lini kedua pengobatan ARV (WHO, 2010)

Pengembangan vaksin HIV yang efektif merupakan tantangan yang besar

karena HIV memiliki karakteristik yang kompleks dan adanya mutasi genetic. Vaksin ideal

seyogyanya dapat memicu imunitas humoral dan selular. Saat ini sudah dimulai dan sedang

dilakukan uji – uji klinis terhadap efektivitas vaksin seiring dengan semakin banyaknya

16

Page 17: Makalah HIV Fix

informasi mengenai HIV yang diketahui. Namun, program pencegahan HIV yang terpadu

mencakup tidak saja pengembangan vaksin tetapi juga riset dan pendidikan yang ditujukan

untuk mencegah penularan virus (Price, et.al., 2005).

2.10 Candidiasis Esophageal pada HIV/AIDS

Candidiasis esophageal adalah infeksi oportunistik yang disebabakan oleh jamur

candida terutama spesies Candida albican pada esofagus. Pada infeksi ini terjadi

pertumbuhan yang berlebih dari candida. Candida merupakan normal flora yang terdapat

pada mulut, traktus gastrointestinal, dan vagina namun dapat bersifat invasif/patogen bila

daya tahan host menurun seperrti yang terjadi pada penderita HIV/AIDS (Maclean, 2001).

2.10.1 Gambar candidiasis Esophageal

Ada tiga faktor umum yang bisa mengarah pada candidiasis oral yang dapat meluas

ke esofagus. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) status imun host, (2) lingkungan mukosa

mulut, (3) turunan C. albicans tertentu (bentuk hifa biasanya terkait dengan infeksi

patogenik). Kondisi-kondisi spesifik yang bisa menyebabkan seorang pasien rentan untuk

mengalami candidiasis yaitu:

1.Faktor-faktor yang merubah status imun host:

- Diskrasia darah atau tumor ganas lanjut

- Usia tua/masa kanak-kanak

- Terapi radiasi/Kemoterapi

- Infeksi HIV atau gangguan imunodefisiensi lainnya

- Kelainan-kelainan endokrin

- Diabetes mellitus

- Hipotiroidisme atau hipoparatiroidisme

- Kehamilan

- Terapi kortikosteroid/Hipoadrenalisme17

Page 18: Makalah HIV Fix

2.Faktor-faktor yang mengubah lingkungan mukosa mulut

- Xerostomia

- Terapi antibiotik

- Kesehatan gigi atau mulut yang buruk

- Kurang gizi/malabsorpsi gastrointestinal

- Kekurangan zat besi, asam folat, atau vitamin

- Saliva asam/Diet kaya karbohidrat

- Merokok berat

- Displasia epitelium oral

Karena jamur Candida normalnya hidup pada tubuh manusia, maka sulit untuk

menghindarinya. Namun ada beberapa cara agar pertumbuhannya dapat terkontrol yaitu

(Maclean, 2001).:

a. Menjaga respon imun tubuh tetap kuat atau tidak mengalami penurunan.

Pemberian antiretroviral yang efektif dapat mngontrol HIV sehingga dapat

mencegah penghancuran sel CD4+

b. Mengurangi makanan dengan kandungan karbohidrat dan glukosa yang tinggi

c. Memakan yogurt yang terbuat dari Lactobacillus acidophilus setiap hari dipercaya

dapat mengontrol pertumbuhan Candida

Terapi farmakologis diberikan berdasarkan tingkat keparahan Candidiasis esophageal

yang berbeda-beda pada tiap penderita. Berikut ini beberapa pilihan terapi untuk

Candidiasis esophageal (Maclean, 2001). :

- Nystatin oral

- Fluconazole tablet 100 – 200 mg/hari

- Itraconazole cair 100-200 mg/hari

- Iv Fluconazole atau Amphotericin B untuk 5-7 hari

2.10 HIV/AIDS DENGAN TB PARU

Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan

kemungkinan koinfeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk

seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan

prevalens HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV hanya diindikasi pada pasien

TB dengan keluhan dan tanda-tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada

pasien TB dengan riwayat resiko tinggi terpajan HIV

18

Page 19: Makalah HIV Fix

Pemeriksaan minimal yang perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis TB paru

aadalah dengan pemeriksaan BTA dahak. Gambaran penderita HIV-TB dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 7. Gambaran TB-HIV

Infeksi dini(CD4>200/mm3)

Infeksi lanjut(CD4<200/mm3)

Sputum mikroskopis Sering positif Sering negatifTB ekstra pulmonal Jarang Umum/ banyakMikobakterimia Tidak ada AdaTuberkulin Positif NegatifFoto toraks Reaktivasi TB, kaviti di puncak Tipikal primer TB milier /

interstisialAdenopati hilus/ mediastinum

Tidak ada Ada

Efusi pleura Tidak ada Ada

Pengobatan OAT pada TB-HIV:

Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS

Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam

jumlah cukup dan dosis dan jangka waktu yang tepat.

Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan

menyebabkan efek toksik berat pada kulit.

Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika ntersedia alat suntik sekali pakai yang

steril.

Desensitisasi obat (INH, rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan

efek toksik yang serius pada hati.

Interaksi obat TB dengan ARV:

Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan kemungkinan

terjadinya efek toksik OAT.

Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleotida, kecuali

Didanosin yang harus diberikan selang 1 jam karena OAT bersifat buffer antasida.

Interaksi obat OAT terutama terjadi dengan ARV golongan nukleotida dan inhibitor

protease. Rifampisin jangan diberikan bersama nelvinavir karena rifampisin dapat

menurunkan kadar kerjanya hingga 37%, teteapi sampai saat ini belum ada

peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan.

Pasien dengan koinfeksi TB-HIV, segera diberikan OAT dan pemberian ARV dalam

8 minggu pemberian ARV tanpa mempertimbangkan kadar CD4. Pertimbangan

pemberian ARV segera setelah diagnosis TB adalah bahwa angka kematian pada

pasien TB-HIV terjadi umumnya 2 bulan pertama pemberian OAT.

19

Page 20: Makalah HIV Fix

Setiap penderita HIV-TB harus diberikan profilaksis kotrimoksasol dosis 960mg / hari

(dosis tunggal) selama pemberian OAT.

2.10.1 The Three I’s for HIV-TB

Pada pasien dengan HIV, TB merupakan infeksi oportunistik yang dapat

menyebabkan kematian. WHO telah mengeluarkan strategi (sebelum pemberian ART) yaitu

Isoniazid preventif tratment (IPT)jika ada indikasi.

Intensified case finding (ICF) untuk menemukam kasus TB aktif.

Infection control (IC) untuk pencegahan dan pengendalian infeksi TB di tempat

pelayanan kesehatan.

20

Page 21: Makalah HIV Fix

BAB III

DATA MEDIS PASIEN

3.1 Identitas Pasien

Nama Lengkap : Tn Riza Holanda

Tanggal Lahir : 1 januari 1983

Umur : 29 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Alamat : Jl. RA Kartini 17 Probolinggo

Telp : --

Pekerjaan :Wiraswasta (bengkel)

Status : Menikah

Pendidikan : -

Etnis/Suku : Jawa

Agama : Islam

MRS : 13 – 06 - 2012

Rekam Medis : 10973486

3.2 Anamnesis (autoanamnesis dan heteroanamnesis)

Keluhan Utama : Lemah badan

Pasien Mengeluh lemah badan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Lemah badan

disertai pusing, nafsu makan yang menurun, perut pasien terasa mual yang disertai muntah.

Muntah sehari sekitar 5 kali. Muntahan berisi air.

Pasien juga mengeluh ingatan yang menurun. Selain itu pasien mengeluh dari mulut banyak

bercak-bercak putih seperti sariawan.

Pasien mengeluh badan terasa demam sejak 3 hari SMRS. Demamnya tidak tinggi

Pasien mengeluh diare sejak 3 hari SMRS. Diare tampak berlendir, sehari frekuensi 3x,

tidak ada darah.

Pasien mengeluh berat badan yang terus menurun sejak 1 bulan terakhir. Penurunan

sekitar 5 sampai 6 kilogram.

Pasien bekerja swasta di bengkel motor.

Pasien riwayat menikah 2x. Istri yang pertama meninggal. Diketahui istri pasien pernah

perawatan inap di RSSA, dirawat di ruang 29, terdiaagnosa HIV dan meninggal) . istri yang

kedua saat ini ada di probolinggo.

21

Page 22: Makalah HIV Fix

1 hari SMRS pasien cek darah (tes HIV) di RS probolinggo, hasil tes positif (+) terjangkit HIV

Riwayat free sex (-)

Pasien riwayat pengguna narkoba suntik sejk SMP, jenisnya obat heroin, pasien berhenti

sejak 6 tahun yang lalu (saat bom bali).pasien sehari bisa 1-2 kali suntik bersama temannya

bergantian.

Pasien riwayat merokok sejak SD, sehari sekitar 3 pak.

REVIEW OF SYSTEMS

Umum Lelah + Abdomen Nafsu makan Turun

Penurunan BB +(5-6kg) Anoreksia -

Demam - Mual +

Menggigil - Muntah +5x

semalam, air

Berkeringat - Perdarahan -

Kulit Rash - Melena -

Gatal - Nyeri +

Luka - Diare + sejak 3 hari

yang lalu, 3x

sehari,

Tumor - Konstipasi -

Kepala leher

Mata

Sakit kepala - BAB + (cair)

Nyeri - Hemoroid -

Kaku leher - Hernia -

Trauma - Hepatitis -

Diplopia - Ginekologi Nyeri -

Visus - Gatal -

22

Page 23: Makalah HIV Fix

Nyeri - Sekret -

Siklus haid -

Mulut &

tenggorokan

Nyeri - Ginjal dan

saluran

kencing

Disuria -

Kering - Hematuria -

Suara sesak - Inkontinensia -

Sulit Menelan - Nokturia -

Sakit gigi - Frekuensi -

Batu -

Gusi - Infeksi -

Infeksi - Hematologi Anemia +

Pernafasan Batuk - Perdarahan -

Riak - Endokrin Diabetes -

Nyeri - Perubahan BB Turun 5-6 kg

Mengi - Goiter -

Sesak nafas - Toleransi suhu -

Hemoptisis - Asupan cairan cukup

Pneumonia - Muskuloskele-

tal

Trauma -

Nyeri pleuritik - Nyeri -

Tuberkulosis - Kaku -

Payudara Sekret - Bengkak -

Nyeri - Lemah -

Benjolan - Nyeri punggung -

Perdarahan - Kram -

23

Page 24: Makalah HIV Fix

Infeksi - Sistem syaraf Sinkop -

Jantung Angina - Kejang -

Sesak nafas - Tremor -

Orthopnea - Nyeri -

PND - Sensorik -

Edema - Tenaga -

Murmur - Daya ingat -

Palpitasi - Emosi Kecemasan +

Infark - Tidur -

Hipertensi - Depresi -

Vaskuler Klaudikasio - Halusinasi -

Flebitis -

Ulkus -

Arteritis -

Vena varikose -

3.3 Pemeriksaan Fisik

Kesan sakit : Sedang

Gizi : Kurang

Tinggi Badan : + 163 cm

Berat Badan : +54 kg (sebelumnya +60 kg)

BMI : 19,94 kg/m2

GCS : 456

24

Page 25: Makalah HIV Fix

Tanda vital : Tensi 110/60 mmHg, nadi 108x/menit, kecepatan pernafasan 20x/menit,

Tax 37,7oC

Kepala – Leher : Anemis+/+, ikterik -/-,JVP R + 1 cm H20,

Pembesaran KGb (-), tampak bercak2 putih di lidah

Thoraks : Pengembangan dada simetris, nafas spontan adekuat

P/ s/s A v/v Rh -/- Wh -/-

s/s v/v -/- -/-

s/s v/v -/- -/-

Jantung : Iktus invisible palpable pada MCL ICS IV sinistra

RHM SL dextra

LHM iktus

S1S2 single, murmur (-).

Abdomen :Flat, soefl, BS (+) N, Liver span 12 cm, troube space timpani. Nyeri tekan

(+) di epigastrium RUQ

Extremitas : Edema -/-,

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 13 Juni 2012

Lab Value Lab Value

Leukocyte 9.920 3500-10000/µL GDA 74 80-140

Hemoglobin 8,7 11,0-16,5g/dl Ureum 60,4 10 – 50

PCV 27,3 % 35-50% Creatinin 0,89 0,7 – 1,5

MCV 80,1 MCH 25,5

Thrombocyte 310.000 150000-390000 Albumin 2,83 3,5 – 5,5

SGOT 55 11-41U/L CRP

kuantitatif

--

SGPT 41 10-41U/L Na 129 136-145

Bilirubin total -- <1 Kalium 5,97 3,5-5

25

Page 26: Makalah HIV Fix

Bilirubin

direk

-- <0,25 Chlorida 94 98-106

Bilirubin

indirek

-- <0,75 Kolesterol

total

--

HDL -- LDL --

TG -- Protein total --

Urinalisis :

Warna Jernih kuning

SG/BJ 1,030 Glukosa --

pH 5,5 Keton --

Lekosit Negatif Urobilinogen --

Nitrit + Bilirubin --

Protein/Alb 1+ Eritrosit +

10 X : 40 X :

Epithel 0.1 Erytrocyte 0,5

silinder - Leucocyte 0,4

Chest X Ray

AP position, asymmetric, less inspiration, , soft tissue and bone normal. trachea in the

middle hilus D/S : thicking, Hemidiaphragma : D & S dome shaped, costophrenicus angle D

& S sharp. . Cor site : N, CTR : <50 %. Shape:N

Pulmo D: fibroinfiltrat in upper, middle, and lower area, multicavities 0,1-0,3 mm, air

bronchogram (+)

Pulmo S = fibroinfiltrate in upper, lower, and middle area, multicavities 0,2-0,5mm. Air

bronchogram (+)

Conclusion : Lung TB far advanced lession, pneumonia

26

Page 27: Makalah HIV Fix

3.5 POMR

CUEAND CLUE PL I Dx P Dx P Tx P Mo

Laki-laki, 29 tahun

- sariawan 3 minggu

- badan lemas

-penurunan BB +5-6

kg dalam 1 bulan.

- istri pertama HIV (+)

-riwayat suntik

narkoba dan

pemakaian jarum

suntik bergantian

- tes HIV di RS

probolinggo (+)

1. Immun

ocomp

romiss

ed

state

1.1 HIV

stadium III

-CD 4

count

-ELISA

-

Determina

n test

- konsul

VCT

-HBs Ag

-Anti HCV

-

Toxoplasm

a IgG, IgM

-IVFD NS 0.9%: D5%

= 1 : 1

- start ARV:

Duviral 2 x 1

Neviral 1 x 200mg

Keluhan

Vital Sign

Laki-laki, 29 tahun

Diare sejak 3 hari

Demam sejak 3 hari

Berlendir (+),

frekuensi 3x sehari,

cair.

2. Acute

inflam

matory

diarrh

ea

2.1 shigellosis

2.2 amoebiasis

2.3

salmonellosis

-fecal

smear

-IVFD NS 0.9%

20tpm

-p.o attapulgite 2

tab/diare

- po paracetamol 3 x

500mg k/p

Keluhan

Laboratoriu

m (fecal

smear)

Laki-laki 29 tahun 3. Oral 3.1 oral Nystatin drop 3 x 1 cc

27

Page 28: Makalah HIV Fix

Mulut terasa

sariawan sejak 3

minggu yll

Immunocompromised

state

thrush candidiasis Fluconazole 1 x

150mg

Laki-laki 29 tahun

CXR:

Pulmo D: fibroinfiltrat

in upper, middle, and

lower area,

multicavities 0,1-0,3

mm, air bronchogram

(+)

Pulmo S =

fibroinfiltrate in upper,

lower, and middle

area, multicavities

0,2-0,5mm. Air

bronchogram (+)

4. Chroni

c lung

diseas

e

4.1 lung TB far

advanced

lession

4,2 pneumonia

Sputum

gram and

sensitivity

test

Program OAT Keluhan,

keteraturan

obat

Efek

samping

obat

Laki-laki 29 tahun

Nyeri tekan di

epigastrium RUQ

5. Dyspe

psia

syndro

me

5.1 gastritis

erosive

5.2 PUD

Inj ranitidin 2 x 50mg

Inj metoklopramid 3 x

10mg

Keluhan,

efek

samping

obat

Laki-laki, 29 tahun

Badan lemas

Hb 8,7

MCV 80,1

MCH 25,5

6. Anemi

a

Hipokr

omik

Mikros

iter

6.1 chronic

disease

6.2 def Fe

Blood

smear

-Diet bebas TKTP

plan tranfusi PRC 2

labu sampai Hb

>_10gr/dl

Kadar

albumin

Laki0laki 29 tahun

Diare sejak 3 hari

yang lalu

Penurunan berat

badan

7. Electr

olyte

imbala

nce

7.1 dt no 2

7.2 Low intake

IVFD NS 0,9% 20 tpm

Diet bebas TKTP

28

Page 29: Makalah HIV Fix

Na 129

K5,97

Cl 94

29

Page 30: Makalah HIV Fix

3.6 Follow Up

1 4 juni 201 2

PDx daftar USG abdomen

PTx : - Diet bebas TKTP

- IVFDNS 0,9% 20 tpm

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- asam folat 1 x 3tab

- ciprofloxacin 2 x 400mg,iv

- inj ranitidin 2 x 50mg iv

- inj metoklopramid 3 x 10mg

- Nystatin drop 3 gtt 1 cc

- Fluconazole 1 x 150mg

-duviral 2 x 1 tab

- neviral 1 x 200mg

- paracetamol 500mg k/p

Lab Value Normal

Hemoglobin 6,1 11,0-16,5g/dl

Lekosit 5800 3500-10000/µL

Trombosit 242.000 150000-390000

PCV 18 35-50%

1 5 juni 2012

Hb 6,1 gr/dL

PDx : FL, kultur feces

PTx : - Diet bebas TKTP

- IVFDNS 0,9% 20 tpm

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- asam folat 1 x 3tab

- ciprofloxacin 2 x 400mg,iv

- inj ranitidin 2 x 50mg iv

- inj metoklopramid 3 x 10mg

- Nystatin drop 3 gtt 1 cc

Page 31: Makalah HIV Fix

- Fluconazole 1 x 150mg

-duviral 2 x 1 tab

- neviral 1 x 200mg

- paracetamol 500mg k/p STOP ec ALERGI

Lab Value Normal

Ureum 24,2 20-40

Creatinin 0,64 <1,2

Albumin 2,88 3,5-5,5

1 8 juni 2012

Perut terasa keras, defans muskular (+)

Laki-laki

29 tahun

Nyeri

perut.

Nyeri

tekan (+)

Defans

muskular

(+) BU

menurun

Abdominal

pain

6.1

peritonitis

6.2 ileus

obstruktif

Konsul

bedah

Pasang

lingkar

abdomen

Pasang

NGT

dekompresi

Keluhan

Lingkar

perut

Tanda2

peritonitis

PDx :

PTx : - Diet bebas TKTP

- IVFDNS 0,9% 20 tpm

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- asam folat 1 x 3tab

- ciprofloxacin 2 x 400mg,iv

- inj ranitidin 2 x 50mg iv

- inj metoklopramid 3 x 10mg

- Nystatin drop 3 gtt 1 cc

Page 32: Makalah HIV Fix

- Fluconazole 1 x 150mg

-duviral 2 x 1 tab

- neviral 1 x 200mg

Hasil USG abdomen 19 juni 2012

Kesimpulan:

Hepatomegali

Ascites

Sludge gall bladder

Limfadenopati para aorta abdominal dan pada iliaca bilateral

Hasil kultur sputum dan tes sensitivitas (22 juni 2012)

Gram : batang gram negatif

Tahan asam : BTA 1+

Biakan: E. Coli

Sensitif kuat :: amoxicillin/clavulanic acid, cloramfenikol, gentamisin, cefadroxil

Page 33: Makalah HIV Fix

b

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Alur diagnosis HIV

4.1.1 Anamnesis (Autoanamnesis)

Dari keterangan yang didapat, pasien Mengeluh lemah badan sejak 2

minggu sebelum masuk rumah sakit. Lemah badan disertai pusing, nafsu makan

yang menurun, perut pasien terasa mual yang disertai muntah. Muntah sehari

sekitar 5 kali. Muntahan berisi air. Selain itu pasien mengeluh dari mulut banyak

bercak-bercak putih seperti sariawan.

Pasien mengeluh badan terasa demam sejak 3 hari SMRS. Demamnya tidak

tinggi. Pasien mengeluh diare sejak 3 hari SMRS. Diare tampak berlendir, sehari

frekuensi 3x, tidak ada darah. Berat badan pasien juga terus menurun sejak 1

bulan terakhir. Penurunan sekitar 5 sampai 6 kilogram.

Untuk menggali faktor resiko, maka ditanyakan tentang riwayat pekerjaan

dan kehidupan sosial pasien. Dari anamnesis selanjutnya, didapatkan

keterangan pasien bekerja swasta di bengkel motor. Pasien riwayat menikah 2x.

Istri yang pertama meninggal. Diketahui istri pasien pernah perawatan inap di

RSSA, dirawat di ruang 29, terdiaagnosa HIV dan meninggal) . istri yang kedua

saat ini ada di probolinggo.

Pasien riwayat pengguna narkoba suntik sejak SMP, jenisnya obat heroin, pasien

berhenti sejak 6 tahun yang lalu (saat bom bali).pasien sehari bisa 1-2 kali suntik

bersama temannya bergantian. Pasien riwayat merokok sejak SD, sehari sekitar

3 pak. Riwayat free sex (-)

Selain itu, anamnesis yang lebih menguatkankan lagi adalah 1 hari SMRS

pasien cek darah (tes HIV) di RS probolinggo, hasil tes positif (+) terjangkit HIV.

4.1.2 Pemeriksaan Fisik

Page 34: Makalah HIV Fix

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien normoweight namun berada

pada batas bawah, yaitu 19,9 kg/m2 (normoweight 19,5-24,5). Terdapat

conjunctiva yang anemis juga oral thrush di rongga mulut dan lidah. Pada

pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan pada epigastrium. Selain itu tidak

didapatkan kelainan.

4.1.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan awal sederhana yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan

darah lengkap dan hitung jenis.Pada penderita dengan immunocompromissed

state, dapat ditemukan penurunan jumlah limfosit < 2000/ul. Pada kasus ini,

jumlah limfosit pasien tanggal 13 juni 2012 adalah : 13% x 9900 = 1287.

Selanjutnya, pada kasus yang telah dicurigai infeksi HIV maka pasien dapat

dikonsulkan ke bagian VCT (Voluntary counceling and Testing) untuk dilakukan

dua tahap pemeriksaan khusus, yaitu skrining awal berupa Rapid Test dan

Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA), dan yang kedua adalah Uji konfirmasi

berupa Western Blot test untuk mendeteksi antibody spesifik pada pasien.

Sesuai dengan pedoman nasional, diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3

jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test

yang berbeda dan 1 pemeriksaan ELISA (WHO, 2010).

Pemeriksaan Western Bolt merupakan penentu diagnosis AIDS setelah

test ELISA dinyatakan positif. Bila terjadi serokonversi HIV pada test ELISA

dalam keadaan infeksi HIV primer, harus segera dikonfirmasikan dengan test WB

ini. Hasil test yang positif akan menggambarkan garis presipitasi pada proses

elektroforesis antigen-antibodi HIV di sebuah kertas nitroselulosa yang terdiri

atas protein struktur utama virus. Setiap protein terletak pada posisi yang

berbeda pada garis, dan terlihatnya satu pita menandakan reaktivitas antibodi

terhadap komponen tertentu virus (WHO, 2010)

Pada kasus ini, pasien dilakukan pemeriksaan VCT di RS probolinggo

yang terdiri dari pemeriksaan DETERMINAN dan ELISA. Hasilnya positif. Dari

kriteria mayor dan kriteria minor, pada pasien ini didapatkan gejala mayor : berat

badan menurun > 10 % dalam 1 bulan, Dan pada gejala minor didapatkan :

kandidiasis oral dan infeksi paru TB. Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang, dapat disimpulkan pasien menderita HIV stage III.

Pada pemeriksaan foto thorax, pada pasien didapatkan gambaran kavitas

multipel pada kedua lobus paru. Selain itu terdapat fibroinfiltrat pada semua

Page 35: Makalah HIV Fix

lapang paru. Gambaran ini mengindikasikan adanya infeksi tuberkulosis tipe far

advanced lession. Pada CXR juga didapat ada air bronchogram yang

mengindikasikan terdapat pneumonia. Pada infeksi TB sering didapatkan ko-

infeksi berupa pneumonia.

4.3 Penatalaksanaan

Pada pasien ini, AIDS yang terdiagnosis adalah pada stadium III.

Diagnosis didasarkan pada temuan berat badan yang menurun >10%, disertai

koinfeksi Tb paru dan oral candidiasis. Terapi ARV diberikan berdasarkan

panduan WHO 2010 untuk AIDS. Pada AIDS stadium 1 dan 2, terapi ARV

diberikan jika hasil hitung limfosit TCD4 <350. Pada stadium 3 dan 4, terapi ARV

diberikan tanpa menunggu hasil hitung limfosit TCD4. Selain itu, kondisi khusus

pasien yang terdiagnosa AIDS disertai dengan ko-infeksi TB paru aktif atau

hepatitis B, maka pemberian ARV juga tanpa menunggu hasil hitung limfosit

TCD4. Pada pasien ini, terapi antiretroviral (ARV) diberikan tanpa menunggu

hasil dari hitung dari limfosit T CD4 karena stadium AIDS 3 dan disertai keadaan

khusus koinfeksi TB paru.

regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3

obat ARV. .Pemilihan ARV yang sesuai yaitu diberikan lini pertama adalah

kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI. Pada

pasien ini, bisa diberikan kombinasi duviral dan neviral. Duviral merupakan

kombinasi dua jenis ARV NRTI yaitu lamivudin dan zidovudin. Neviral

mengandung ARV NNRTI yaitu nevirapin. Pemberian kombinasi ARV ini sesuai

dengan rekomendasi WHO.

4.2 Penatalaksanaan Infeksi Oportunistik

Pada pasien ini, ditemukan infeksi oportunistik dengan gejala sariawan

selama + 3 minggu SMRS, dan pada pemeriksaan fisik ditemukan oral

candidiasis. Penanganan untuk infeksi oportunistik ini adalah berupa nystatin

drop 3 sendok makan perhari, dan tablet oral fluconazole 1 x 150mg.

Selain itu, pada pemeriksaan pasien juga ditemukan infeksi TB paru far

advanced lesion. Seperti pada pustaka, kasus TB meningkat seiring

meningkatnya kasus AIDS karena TB merupakan salah satu infeksi oportunistik

terhadap keadaan tubuh pada kondisi immunocompromised. Berdasarkan PDPI

Page 36: Makalah HIV Fix

2011, pengobatan OAT pada TB-HIV pada dasarnya sama dengan pengobatan

TB tanpa HIV/AIDS. Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi

beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang

tepat. Pada pasien ini, terapi OAT yang diberikan adalah kategori 1 yaitu

kombinasi RHZE (rifampisin 450mg, isoniazid 300mg, pyrazinamid 1000mg,

eritromisin 1000mg). Pemberian terapi ARV disertai terapi OAT harus dalam

pengawasan ketat, terutama pada efek samping hepatotoksik. Jika terjadi efek

hepatotoksik yang ditandai oleh peningkatan enzim transaminase hingga 3 x

yang disertai gejala mual dan muntah, maka pemberian OAT harus segera

dihentikan. Pemberian niverapin pun sebaiknya dipertimbangkan untuk di-switch

dengan evaviren mengingat efek hepatotoksiknya yang tinggi.

Page 37: Makalah HIV Fix

BAB V

KESIMPULAN

1. Diagnosis HIV pada kasus ini didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan

fisis dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan clinical staging pasien ini

masuk pada kriteria HIV stadium III.

2. Penatalaksanaan HIV stadium III pada pasien ini sudah sesuai panduan

literatur. Pasien diterapi dengan dua kombinasi obat ARV, yaitu tipe NRTI

(duviral yang berisi zidovudin dan lamivudin) dan NNRTI (Neviral yang

berisi niverapin). Pemberian diberikan tanpa menghitung kadar limfosit T-

CD4.

3. Penatalaksanaan infeksi oportunistik yaitu candidiasis oral dengan terapi

Nystatin drop dan Fluconazole. Infeksi TB paru dengan Obat Anti

Tuberculosis (OAT) kategori 1. Namun pemberian dengan pengawasan

ketat karena efek hepatotoksik yang besar dari OAT dan ARV tipe

niverapin.

Page 38: Makalah HIV Fix
Page 39: Makalah HIV Fix

DAFTAR PUSTAKA

CDC. 2007.CDC HIV/AIDS Fact Sheet :A Glance at the HIV/AIDS Epidemic.

Diakses dari http://www.cdc.gov/hiv

Djoerban Z. membidik AIDS : Ikhtiar memahami HIV dan odha. Ed 1.

Yogyakarta:Penerbit Galang;1999

Ditjen PPM & PL Depkes RI. Pedoman nasional – perawatan, dukungan dan

pengobatan bagi odha.Jakarta:Deoartemen Kesehatan RI,2003.

Djauzi S, Djoerban Z, Eka B, Djoko P, Sulaiman A, Rifayani A,dkk. Profile of drug

abusers in Jakarta’s urban poor community. Med J Ind 2003;Kustin,

Djauzi,dkk. Hasil survey pada wanita hamil di Jakarta 1999-2000. Yayasan

Pelita Ilmu, 2000.

Maclean, 2001. Candidiasis esophageal. Diakses dari h ttp://

www.catie.ca/pdf/facts/ esophageal %20 candidiasis .pdf

Missiouri Department Division of Environmental Health and Communicable

Disease Prevention. 2003. HIV/AIDS. Diakses dari

http://911medicalcare.com/virus-diseases/hiv-aids-diseases-and-

conditions/

UNAIDS-WHO. Revised recommendation for the selection and use of HIV

antibody test. Weekly Epidemiological Report 1997;72:81-8.

WHO. 2010. Antiretroviral Therapy for HIV Infection in Adults and Adolescence.

World Health Organization; Austria

Page 40: Makalah HIV Fix

Responsi KasusTropik Infeksi

HIV / AIDS

DENGAN TUBERKULOSIS PARU

Oleh:

Efriko Septananda 0710710116

Ienag Yudistrie 0710713052

Dian Oktavia G 0710713027

Mogaraj Selapan 0710714024

Pembimbing :

dr. Niniek Burhan, SpPD-KPTI

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

2012