KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial
dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini
dengan tepat waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Lina
Nurbaiti M.Kes sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam
melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada
teman-teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses
tutorial ini.
Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas
kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah
semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang
harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik
lagi di kemudian hari.
Mataram, 8 Juni 2015 Penyusun
Kelompok 3DAFTAR ISI
Kata Pengantar .1
Daftar Isi ..2BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN BAB III : PENUTUPDaftar Pustaka...47BAB
I
PENDAHULUANBercak Merahnya Kok Gak Hilang-Hilang Yah ?
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang ke Puskesmas dengan
keluhan timbul bercak merah pada kulit punggung dan lengan bawah
kiri sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan sedikit rasa
gatal pada bercak merah dan nyeri pada lengan bawah. Pasien sudah
mengobati sendiri dengan menggunakan salep anti jamur dan salep
hidrokortison yang dibeli di warung namun tidak menunjukkan
perbaikan. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik didapatkan
plak eritem dengan tepi meninggi disertai skuama sebagian halus dan
sebagian kasar, bentuk anular dan multipel. Pada uji sensibilitas
tidak didapatkan penurunan fungsi sensorik. Pasien kemudian dirujuk
ke Rumah Sakit untuk mendapatkan penatalaksanaan lebih lanjut.1.1.
LEARNING OBJECTIVES1.1.1. Pruritis1.1.2. DD
1.1.2.1. Kusta
1.1.2.2. Psoriasis & Parapsoriasis
1.1.2.3. ptiriasis
1.1.3. Analisis Skenario
1.2. MIND MAP
Pasien laki laki 30 tahun
bercak merah pada kulit punggung dan lengan bawah kiri sejak 6
bulan yang lalu
Keluhan disertai dengan sedikit rasa gatal pada bercak merah dan
nyeri pada lengan bawah.
Pasien sudah mengobati sendiri dengan menggunakan salep anti
jamur dan salep hidrokortison
pemeriksaan fisik didapatkan plak eritem dengan tepi meninggi
disertai skuama sebagian halus dan sebagian kasar, bentuk anular
dan multipel.
Uji Sensibilitas (-)
Etiologi
KUSTAFaktor Resiko
Epidemiologi
DD
Psoriasis & parapsroasi Ptiriasis
Pemeriksaan Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Penegakan Diagnosa
Tatalaksana
Prognosis KomplikasiBAB IIPEMBAHASAN
2.1 PruritisDefinisiPruritus didefinisikan sebagai sensasi tidak
nyaman pada kulit yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk daerah
tertentu untuk mendapatkan kelegaan. Pruritus bersinonim dengan
gatal, dan memiliki prevalensi yang meningkat pada orang tua.
Pruritus merupakan gejala dari berbagai penyakit kulit. Bila tidak
disertai kelainan kulit, maka disebut pruritus esensial atau
pruritus sine material. Penyebab pasti pruritus tidak diketahui
secara jelas. Rasa gatal yang timbul melibatkan suatu proses rumit
yang melibatkan kerja saraf yang merespon terhadap mediator
tertentu, seperti histamine, dan proses yang melibatkan pemrosesan
sinyal saraf di otak. Pruritus dapat menyebabkan perasaan tidak
nyaman dan frustasi; pada kasus yang berat, pruritus dapat
menyebabkan tidur yang terganggu, rasa gelisah, dan depresi.
Garukan yang konstan atau terus menerus untuk mendapatkan kelegaan
dapat merusak kulit (ekskoriasi, likenifikasi) dan dapat mengurangi
keefektivan kulit sebagai lapisan pelindung.Klasifikasi Gatal
Pruritoceptive itch : Akibat gangguan yang berasal dari kulit.
Misalnya, inflamasi, kering, dan kerusakan kulit. Neuropathic itch
: Akibat gangguan pada jalur aferen saraf perifer atau sentral.
Misalnya, pada herpes dan tumor. Neurogenic itch : Tidak ada
gangguan pada saraf maupun kulit, namun terdapat transmitter yang
merangsang gatal. Misalnya, morphin dan penyakit sistemik (ginjal
kronis, jaundice) Psikogenic itch : Akibat gangguan psikologi.
Misalnya, parasitophobia.
Jaras Sensoris KulitPada kulit, terdapat ujung saraf bebas yang
merupakan reseptor nyeri (nosiseptor). Ujung saraf bebasnya bisa
mencapai bagian bawah epidermis. Ujung saraf bebas terbagi menjadi
dua jenis serabut saraf. Serabut saraf A bermielin yang merupakan
nosiseptor dan serabut saraf C tidak bermielin. Serabut saraf C
terdiri dari 80% mekanosensitif yang merupakan polimodal nosiseptor
dan 20% mekanoinsensitif. Polimodal nosiseptor merupakan serabut
saraf yang merespon terhadap semua jenis stimulus mekanik dan
kimiawi. Sedangkan mekanoinsensitif tidak merespon terhadap
stimulus mekanik, namun memberi respon terhadap stimulus kimiawi.
Sekitar 5% dari mekanoinsensitif ini merupakan pruritoseptor yaitu
reseptor yang menimbulkan rasa gatal, terutama dipengaruhi oleh
histamine. Serabut saraf A merupakan penghantar sinyal saraf yang
cepat. Kecepatan hantarannya mencapai 30m/detik. Sedangkan serabut
saraf C merupakan penghantar sinyal saraf yang lambat. Kecepatan
hantarannya hanya 12m/detik, terlebih lagi pada serabut saraf C
mekanoinsensitif yang hanya 0,5m/detik. Hal ini menjelaskan mengapa
seseorang dapat merasakan rasa gatal beberapa saat setelah stimulus
terjadi. Bandingkan saat tangan kita terkena benda panas.Gatal
dapat timbul apabila pruritoseptor terangsang dan reseptor lainnya
tidak terangsang. Tidak mungkin pada penghantaran sinyal, terdapat
dua reseptor sekalgus yang terangsang oleh satu stimulus. Saat
pruriseptor terangsang, seseorang akan mulai merasakan sensasi
gatal sehingga timbul hasrat untuk menggaruk. Saat menggaruk,
polimodal nosiseptor akan terangsang sehingga pruritoseptor akan
berhenti terangsang. Hal ini memberikan penjelasan mengapa ketika
seseorang menggaruk tubuhnya yang gatal, maka rasa gatal akan
menghilang. Setelah garukan dihentikan, yang artinya polimodal
nosiseptor berhenti terangsang, pruritoseptor sangat mungkin untuk
kembali terangsang sehingga gatal akan timbul kembali. Polimodal
nosiseptor juga dapat menimbulkan gatal, misalnya pada baju baru
yang labelnya kasar akan menimbulkan sensasi gatal.Stimulus pada
serabu saraf C melalui ganglion dorsal dan menyilang pada saraf
tulang belakang ke sisi kontralateral dan masuk ke jalur
spinotalamikus lateral menuju thalamus dan akhirnya mencapai
korteks serebri sensori.
Mediator Penyebab Gatal pada Kulit HistaminKonsentrasi histamin
yang rendah pada lapisan dermo-epidermal menyebabkan sensasi gatal,
namun injeksi yang lebih dalam (deeper intracutaneus) menyebabkan
nyeri. Histamin disintesis di dalam sel mast dan tersimpan pada
granula sel mast. Ketika terjadi reaksi radang, sel mast
terdegranulasi dan keluarlah histamin tersebut. Histamin terdiri
dari dua macam, H1 dan H2. Histamin yang menyebabkan gatal adalah
H1. SerotoninAmina jenis ini ditemukan pada platelet tapi tidak
terdapat pada sel mast manusia. Serotonin dapat menyebabkan gatal
melalui pelepasan histamine dari sel mast dermal.
EndopeptidaseEndopeptidase seperti tripsin atau papain dapat
menyebabkan gatal. Tripsin adalah komponen penting dari sel mast
dermal dan dilepaskan akibat aktivasi sel mast. Sel mast memperoleh
triptase, dari kerja proteinase-activated receptor-2 (PAR-2) pada
terminal saraf C yang berdekatan sehingga membangkitkan
neuropeptida pruritogenik dari terminal yang sama. Hal ini
memperlihatkan interaksi sistem imun dan sistem saraf dalam
menyebabkan sensasi gatal. Selain tripsin, reaksi inflamasi juga
menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang ikut berperan dalam
timbulnya gatal. NeuropeptidaSubstansi P yang terdapat pada
terminal neuron C dilepaskan sebagai akibat dari kerja triptase sel
mast pada PAR-2 dan menyebabkan gatal dengan baik dengan aksi
langsung maupun memicu pelepasan histamin oleh sel mast melalui
reseptor NK-1. Dosis rendah dari morphin menyebabkan gatal dan
efeknya adalah pelepasan prostaglandin dan degranulasi sel mast.
Reseptor agonis opioid adalah pada saraf tulang belakang atau
ganglia dorsal karena dosis rendah dari morphine dapat menyebakan
gatal segmental. EicosanoidTransformasi asam arakidonat
(prostaglandin, leukotrin) memliki peran yang kuat dalam mediator
inflamasi tapi tidak secara langsung menyebabkan gatal.
Prostaglandin E (PGE) menyebabkan gatal melalui mediator lain.
Konsentrasi rendah PGE pada satu area kulit menurunkan ambang batas
timbulnya sensasi gatal akibat kerja histamin pada area
tersebut.
Patofisiologi PruritusPruritogen menyebabkan ujung serabut saraf
C pruritoseptif teraktivasi. Serabut saraf C tersebut kemudian
menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi
input eksitasi di Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang
belakang. Hasil dari impuls tersebut adalah akson refleks
mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi neurogenik
(substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di
korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak
enak yang menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu
tubuh.2.2 Kustaa. Definisi
Penyakit infeksi kronis M.leprae yang bersifat intraseluler
obligat. Disebut juga morbus hanses atau lepra
b. Etiologi dan factor risiko
M.leprae meurpakan bakteri tahan asam, obligat intraseluler yang
dapat berproduksi secara maksimal pada suhu 27-30 C. Mikroba ini
berkembang biak dengan baik pada suhu rendah seperti kulit, sistem
saraf perifer, saluran pernafasan atas dan testis. Transmisi belum
jelas. Diperkirakan melalui droplet, vektor serangga atau kontak
dengan tanah dengan mikroba bersangkutan Faktor risiko berupa
tinggal di daerah endemis, kontak dengan pengidap lepra,
sosio-ekonomi rendah
c. epidemiologi
Banyak diemukan di negara berkembang seperti india, cina,
myanmar, indonesia, brazil, dan Nigeria. setiap tahunya terdapat
600.000 kasus baru dengan total 1,5 hingga 8 juta kasus di seluruh
dunia Berhubungan dengan tingkat kemiskinan, daerah pedesaan dan
penyakit HIV
c. Manifestasi klinis
Terdapat beberapa spektrum klinis kusta dengan gejala, profil
bakteriologis, dan immunologis yang berbeda. Ragam gejala
dipengaruhi oleh CMI penderita. Jika CMI tinggi akan muncul gejala
tuberkuloid, dan jika CMI rendah akan muncul gejala lepromatosa
Jika mengenai saraf periper, gejala klinis sesuai dengan nervus
yang terkena. Kemudian dilakukkan pemeriksaan pembesaran saraf
perifer, konsistensi, dan nyeri tekan.
d. Diagnosis
Pemeriksaan bakterioskopis
Dilakukan pengambilan bahan sediaan dengan cara kerokan kulit
minimal 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4
lesi lain yang paling aktif. Sediaan juga dapat diambil dari sekret
hidung melalui nose blow dipagi hari, atau mukosa hidung dengan
menggunakan kapas lidi
Langkah pemeriksaan bakteriologis :
Disinfeksi lesi dan jepit area yang akan dikerok dengan ibu jari
dan jari telunjuk hingga iskemik sehingga darah yang keluar
sedikit
Lakukan kerokan dengan menggunakan kulit kepalael steril. Irisan
dilakukan sampai sedalam dermis
Kerokan dioleskan pada gelas alas dan difiksasi di atas api.
Sediaan diawali dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
Indeks bakteri (IB) ditentukan dengan cara :
0: tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang
1: 1-10 BTA dalam 100 lapang pandang
2: 1-10 BTA dalam 10 lapang pandang
3: 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang
4: 11-100 BTA dalam 1 lapang pandang
5: 1001-1000 BTA dalam 1 lapang pandang
6: >1000 BTA dalam 1 lapang pandang
Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan Indeks Morfologi (IM) yang
merupakan persentase perbandingan bentuk solid dengan jumlah solid
dan non solid dikalikan 100%. Akan tetapi, perhitungan ini
dilakukan apabila IB minimal +3
Pemeriksaan Histopatologi
Pada pasien dengan dengan sistem imun tingg akan tampak gambaran
tuberkel yang terdiri atas sel epiteloid, datia langhans dan
limfosit.
Pasien dengan sistem imunologik seluler rendah akan tampak sel
Virchow atau sel lepra yang merupakan bentuk histiosit yang tidak
mampu memfagositosis M.leprae dan bahkan dijadikan sebagai tempat
berkembang biak.
Pemeriksaan Imunologi
Bertujuan untuk membantu diagnosis kusta yang meragukan.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu MLPa, ELISA, dan mL dipstik.
Perbedaan tiap jenis kusta berdasarkan gambaran klinis,
bakteriologik, dan imunologik kusta multibasiler (MB)
Perbedaan tiap jenis kusta berdasarkan gambaran klinis,
bakteriologik, dan imunologik kusta pausibasiler (PB)
Terapi
Terapi kusta terbagi menjadi 2 bagian terapi sesuai dengan jenis
kusta, yaitu PB dan MB:
Terapi Kusta PB
Minum di depan petugas:
Rifampisin 600 mg/bln
DDS 100 mg/bln
Minum di rumah:
DDS 100 mg/hari
1 blister 28 hari
Jangka waktu pengobatan 6-9 bulan
Terapi Kusta MB
Minum di depan petugas:
Rifampisin 600 mg/bln
DDS 100 mg/bln
Clofazimine 300 mg/bln
Minum di rumah:
DDS 100 mg/hari
Clofazimine 50 mg/hari
Jangka waktu pengobatan 12-18 bulan
Evaluasi Terapi Kusta
RFT (Release from Treatment): telah selesai pengobatan MDT 6
blister dalam waktu 6-9 bulan untuk PB atau telah selesai
pengobatan MDT 12 blister dalam waktu 12-18 bulan untuk MB
Default: penderita PB selama >3 bulan tidak mengambil obat
atau penderita MB selama >6 bulan tidak mengambil obat
Relaps: telah selesai pengobatan dan muncul lesi baru pada
kulit. Skin slit test dilakukan sebaiknya tiap bulan untuk
mengetahui apakah bakteri penyebab masih ada atau tidak, karena
penggunaan obat kusta juga dapat mengalami resistensi karena
penggunaan yang salah maupun resistensi langsung dari bakteri.
Terapi ParapsoriasisTerbagi menjadi 2, yaitu:
Small plaque parapsoriasis Parapsoriasis plaque kecil biasanya
asimptomatik, Phototherapy umumnya efektif dalam merawat lesi yang
secara luas.
Large plaque parapsoriasis Parapsoriasis dengan plaque yang
besar sebaiknya diterapi untuk mencegah terjadinya progres menjadi
MF. Terapi dapat berupa pemberian topical steroid dengan potensi
sedang hingga tinggi, nitrogen topical, dan carmustine topical
(BCNU). Pasien dengan terapi topikal sebaiknya melakukan follow up
setiap 2-3 bulan
Phototherapy juga dapat bermanfaat. Phototherapy membutuhkan
evaluasi setelah 8-12 kunjungan atau setiap bulan.
2.3 PsoriasisEPIDEMIOLOGI
Kasus psoriasis sering dijumpai secara universal di berbagai
belahan dunia. Prevalensi kasus psoriasis pada berbagai populasi
bervariasi dari 0,1% hingga 11,8% berdasarkan laporan yang
dipublikasikan. Di Eropa insiden tertinggi yang dilaporkan, yaitu
Denmark (2,9%) dan Faeroe Island (2,8%), dengan prevalensi
rata-rata dari Eropa Utara sekitar 2%. Di Amerika Serikat
prevalensinya berkisar dari 2,2% sampai 2,6% dengan hampir 150.000
kasus baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Pada bangsa berkulit
hitam misalnya di Afrika jarang dilaporkan demikian pula bangsa
Indian di Amerika. Sementara insiden psoriasis di Asia hanya
0,4%.Dalam sebuah survey besar USA, usia rata-rata penderita adalah
28 tahun, sedangkan di Cina dilaporkan rata-rata usia penderita
adalah 36 tahun. Telah dilaporkan bahwa 35% dari kasus penyakit
onset sebelum usia 20 tahun dan 58% sebelum 30 tahun. Dalam sebuah
penelitian di Jerman, psoriasis memiliki dua puncak onset yaitu
puncak onset pertama pada masa remaja dan dewasa muda (16 hingga 22
tahun) dan puncak onset kedua pada usia lanjut (57 hingga 60
tahun).Laki-laki dan perempuan memiliki prevalensi yang sama untuk
terjadinya psoriasis vulgaris. Sebuah penelitian di Jerman
menunjukkan awal penyakit psoriasis puncaknya terjadi pada onset
usia 22 tahun pada pria dan 16 tahun pada wanita.Di Indonesia
sendiri prevalensi penderita psoriasis mencapai 1-3 persen (bahkan
bisa lebih) dari populasi penduduk Indonesia. Jika penduduk
Indonesia saat ini berkisar 200 juta, berarti ada sekitar 2-6 juta
penduduk yang menderita psopriasis yang hanya sebagian kecil saja
sudah terdiagnosis dan tertangani secara medis.
ETIOLOGI
Faktor genetik diduga ikut berperan. Bila orangtuanya tidak
menderita psoriasis, risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika
salah satu orangtuanya menderita psoriasis, resikonya mencapai
34-39%. Berdasarkan awitan penyakit, dikenal dua tipe yaitu
psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis
tipe II dengan awitan lambat bersifat non familial. Hal lain yang
mendukung adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan
dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17,Bw57,
dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-BR7 dan Cw2,
sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.
Faktor imunologik juga berperan, defek genetik pada psoriasis
dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni
limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit.
Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi
psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada
dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit
sebukan limfosit dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya
lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis
terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel
langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis.
Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan
antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel langerhans. Pada
psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat hanya
3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff
(1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun.
Lebih 90% kasus dapat mengalami remisi setelah diobati dengan
imunosupresif. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis antara lain
stress psikis, infeksi local, trauma (fenomena Kobner), endokrin,
gangguan metabolik, obat, alcohol dan merokok. Stress psikis
merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan
erat dengan salah satu bentuk psoriasis yaitu psoriasis gutata,
sedangkan hubunganya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Puncak
insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menapouse. Pada waktu
kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada masa pasca partus
memburuk. Gangguan metabolisme contohnya hipokalsemi dan dialisis
telah dilaporkan sebagai faktor pencetus.BENTUK KLINIS
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis antara lain:
Psoriasis VulgarisBentuk ini adalah yang lazim terdapat karena
itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya
umumnya berbentuk plak. Psoriasis GutataDiameter kelainan biasanya
tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan diseminata, umumnya
setelah infeksi streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis
influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain
itu juga dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik bakterial
maupun viral. Psoriasis InversaPsoriasis tersebut mempunyai tempat
predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan namanya. Inverse
psoriasis ditemukan pada ketiak, pangkal paha, dibawah payudara,
dan di lipatan-lipatan kulit di sekitar kemaluan dan panggul Tipe
psoriasis ini pertama kali tampak sebagai bercak (lesions) yang
sangat merah dan biasanya lack the scale associated dengan
psoriasis plak. Bercak itu bisa tampak licin dan bersinar.
Psoriasis EksudativaBentuk tersebut sangat jarang. Biasanya
kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya
eksudatif seperti dermatitis akut. Psoriasis SeboroikGambaran
klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak
berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim,
juga terdapat pada tempat seboroik. Psoriasis PustulosaTerdapat dua
bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata, dan generalisata.
Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-plantar
(barber). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis
pustulosa generalisata akut. Eritroderma Psoriatic
Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topical
yang terlalu kuat atau oleh penyakit sendiri yang meluas. Biasanya
lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat
eritema dan skuama yang tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis
masih tampak samar-samar yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih
meninggi.PATOGENESIS
Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik
berperan dalam penyakit ini. Bila orang tuanya tidak menderita
psoriasis risiko mendapatkan psoriasis 12%, sedangkan jika salah
satu orang tuanya menderita psoriasis maka resikonya mencapai
34-39%.Psoriasis juga sering dikatakan sebagai penyakit kelainan
sel imun dimana sel T menjadi aktif, bermigrasi ke dermis dan
memicu pelepasan sitokin (TNF-, pada umumnya) menyebabkan
proliferasi keratinosit, angiogenesis dan terjadinya kemotaksis
dari sel-sel radang dalam dermis dan epidermis. Sel langerhans juga
berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi
epidermis di awali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen
maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan
epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3 - 4 hari sedangkan
pada kulit normal lamanya 27 hari.Berbagai faktor pencetus pada
psoriasis, diantaranya stress psikis, infeksi, trauma, endokrin,
gangguan metabolik, obat (glukokortikoid sistemik, lithium, obat
anti malaria, interferon, dan beta adrenergik blocker), alkohol dan
merokok. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama, dan faktor
endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit.Psoriasis
ditandai dengan adanya hiperproliferasi yang dipicu oleh aktivitas
sel-sel radang. Mediator inflamasi yang berperan adalah T-cell,
cytokine type 1 seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFN dan TNF serta
IL-8 yang menyebabkan terjadinya akumulasi neutrofil.4 Pada
psoriasis terjadi peningkatan mitosis sel epidermis sehingga
terjadi hiperplasia, juga terjadi penebalan dan pelebaran kapiler
sehingga tampak lesi eritematous. Pendarahan terjadi akibat dari
rupture kapiler ketika skuama dikerok.GEJALA KLINISKeadaan umum
tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma.
Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada
scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi
(plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata,
tetapi pada stadium penyembuhan sering eritem yang di tengah
menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis,
kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar
kelainan bervariasi: lentikuler, numuler atau plakat, dapat
berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler
disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda
dan terjadi setelah infeksi akut oleh Streptococcus. Pada psoriasis
terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik).
Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan
yang terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan
didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka
plana juvenilis. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah
warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores,
disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat dengan
pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah
berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis, caranya skuama
yang berlapis-lapis itu dikerok, setelah skuamanya habis maka
pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak
akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik melainkan perdarahan
yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya
garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis dan disebut fenomena kobner yang timbul kira-kira setelah
3 minggu. Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni
sebanyak kira-kira 50%, yang agak khas ialah yang disebut pitting
nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tak
khas adalah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat
karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis
subungual) dan onikolisis.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran laboratorium penderita psoriasis tidak menunjukkan
angka yang spesifik dan tidak ditemukan pada semua pasien
psoriasis. Kelainan terutama terdapat pada pasien pustular
generalisata dan psoriasis eritroderma. Asam urat serum menunjukkan
peningkatan sampai 50% dan biasanya berhubungan dengan luasnya lesi
dan aktifitas penyakit serta beresiko berkembang jadi arthritis
gout. Stadium lesi yaitu lesi awal, lesi yang berkembang dan lesi
lanjut. Pada awalnya terjadi perubahan pada permukaan dermis saja
berupa dilatasi kapiler dan edema papilla dermis dan infiltrasi
limfosit yang mengelilingi pembuluh darah. Limfosit akan meluas
sampai bagian bawah epidermis yang akhirnya akan mengalami
spongiosis. Lesi psoriasis lanjut ditandai oleh akantosis dengan
pemanjangan rete riges, hilangnya lapisan granular, parakeratosis
dengan adanya netrofil pelebaran pembuluh darah di papilla dermis,
mitosis suprabasal, penipisan suprapapillari plate dan sebukan sel
radang ringan terdapat pada dermis dan atau papilla dermis.
2.4 Ptiriasis rosea
DEFINISI
Penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya bersifat
swasirna dapat sembuh sendiri 3-8 minggu
EPIDEMIOLOGI
Pada semua umur
Terutama usia 15-40 tahun
Insiden pada laki laki=perempuan
ETIOLOGI
Belum jelas kemungkinan virus
Gejala klinis
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother
plaque/Medalion. Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu
atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain
yang baru akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat.
Gambar . Herald Patch
Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2
minggu, dimana ia mencapai puncaknya. Karenanya akan ditemukan
lesi-lesi kecil kulit dalam stadium yang berbeda. Fase penyebaran
ini secara perlahan-lahan akan menghilang setelah 2-4 minggu.
Sumber lain yang menyebut erupsi kulit akan menghilang secara
spontan setelah 3-8 minggu. 6 Lesi-lesi ini muncul terutama pada
batang tubuh dengan sumbu panjang sejajar pelipatan kulit.
Tampilannya tampak seperti pohon natal yang terbalik (inverted
christmas tree appearance).
Gambar . Inverted Christmas Tree
Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas.
Lesi-lesi yang muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah,
tungkai bawah, dan wajah.DIAGNOSA
Diagnosa pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang
berkenaan dengan munculnya erupsi kulit pertama kali dan pengobatan
apa saja yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi mengenai
gejala prodormal atau infeksi traktus respiratorius bagian atas
harus bisa didiapatkan. Pada pemeriksaan fisik harus didapatkan
adanya erupsi kulit berupa papiloeritroskuamosa. Pada pemeriksaan
klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga kriteria di bawah
ini:
Makula berbentuk oval atau sirkuler. Skuama halus menutupi
hampir semua lesi. Terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian
tengah yang lebih tenang.PROGNOSIS
Baik karena bersifat swasirna atau dapat sembuh sendiri dalam
3-8 minggu
2.5 Analisis Skenario
Dari skenario didapatkan beberapa DD yaitu: Kusta,
Psoriasis,Parapsoriasis, Pitiriasis.
Psoriasis
Psoriasis juga memiliki gamabaran lesi seperti diskenario yaitu
plak ertitema dengan squama kasar, kemudian predileksi dipunggung
namun dalam skenario dikatakan bahwa pasien tidak sembuh dengan
pemberian hidrokortison (kortikosteroid) sedangkan obat untuk
psoriasis itu adalah kortikosteroid. Jadi apabila dia tidak sembuh
dengan pemberian kortikosteroid yang digunakan selama 6 bulan oleh
pasien diskenario kemungkinan penyakitnya bukan psoriasis dan juga
biasanya pada psoriasis memiliki tanda khas yaitu fenomena tetesan
lilin, auspitz dan kobner dan diskenario tidak ada dijelaskan
mengenai 3 hal ini.
Parapsoriasis
Psoriasis biasanya juga memiliki gambaran seperti diseknario
yaitu adanya eritema dan squama. Ada 3 jenis : parapsoriasis gutata
dengan gambaran ruam (papul miliar serta lentikular, penyakit ini
dpat sembuh sendiri, biasnya mengenai laki-laki dewasa muda.
psoriasis variegata bisanya squama dan eritema bergaris-garis
seperti zebra. parapsoriasis en palque dengan gambaran eritematosa
permukaan datar. sedangkan pada pasien diskenario tidak ada
gambaran yang sesuai dengan ketiga tipe parapsoriasis ini.
Pitiriasis Rosea
Pada pitiriasis juga memiliki gambaran sama seperti diskenario
yaitu memilki eritema dan squama yang halus dan juga mengeluh rasa
gatal yang ringan, namu dalam skenario pasien juga memilki gambaran
squama yang kasar sedangkan ptiriasis itu hanya memilki squama yang
halus karena berdasarkan namanya ptiriasis artinya squama halus.
Dan juga ciri khas dari penyakit ini adalah adanya lesi Herald
patch pada lesi pertama yang susunannya sejajar dengan costa hingga
menyerupai pohon cemara terbalik.sedangkan diskenario tidak
dijelaskan mengenai lesi yang berbentuk pohon cemara terbalik
ini.
Oleh karena itu dalam diskusi kelompok kami penyakit pada pasien
diskenario lebih mengarah pada penyakit Kusta yang tipe MB. Karena
dalam skenario pasien berusia 30 tahun merupakan epidemilogi kusta
tersering terjadi pada umur 25-35 tahun. Kemudian pada kusta juga
terdapat plak eritema yang berbeda dengan kulit yang normal dan
juga terdapat hilangya rasa raba pada bercak yang terkena,
diskenario tidak hilangya rasa raba disebabkan karena ini merupakan
kusta tipe yang MB dimana apabila kusta tipe MB biasanya
sensibilitasnya kurang jelas sampai tidak ada disebabkan karena
jumlah mycobacterium lepraenya lebih banyak dibandingkan dengan
CMInya sehingga kerusakan saraf tidak terlalu berat sehingga
sensasi anastesianya kadang tidak jelas samapai tidak ada.
BAB IIIPENUTUP
KESIMPULAN
pada pasien diskenario lebih mengarah pada penyakit Kusta yang
tipe MB. Karena dalam skenario pasien berusia 30 tahun merupakan
epidemilogi kusta tersering terjadi pada umur 25-35 tahun. Kemudian
pada kusta juga terdapat plak eritema yang berbeda dengan kulit
yang normal dan juga terdapat hilangya rasa raba pada bercak yang
terkena, diskenario tidak hilangya rasa raba disebabkan karena ini
merupakan kusta tipe yang MB.DAFTAR PUSTAKA
PERDOSSI : Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia.
Hal 3-7
Prof. DR. Mahar Mardjono & Prof. DR. Priguna Sidharta :
Neurologi Klinis Dasar, Edisi VI, 1994, Hal 270 290.
Mary Carter Lombardo : Patofisiologi Konsep Klinis Proses proses
Penyakit, Edisi 4, 1995, Hal 964 972. Dr. Siti Amnisa Nuhonni,
SpRM, Simposium Penatalaksanaan Stroke Masa Kini, 101, Bandar
Lampung,2000