Top Banner

of 21

Case Akmal Bedah

Jan 14, 2016

Download

Documents

JSDJANJFDKNSAFNAKJFNSAFASF
ASFKJASKFKSFMKSALMFKLSMAFLKALSMF
SAFKMSAKFMAKSMFKASFAS
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN KASUSCEDERA KEPALA SEDANG

Disusun oleh:AKMAL NUGRAHA1102009018

PEMBIMBING:dr. RISMAN FADJAR Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD SUBANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSIPERIODE OKTOBER - JANUARI 2014STATUS PASIEN

I.IDENTIFIKASI PASIENNama: Tn. KJenis Kelamin : Laki-LakiUmur: 22 TahunStatus Perkawinan : Belum MenikahAlamat: BongasSuku bangsa: SundaAgama: IslamMasuk RS: 26 Oktober 2014Ruang : Dahlia

II.ANAMNESISDiambil dari : Alloanamnesis Tanggal : 29 Oktober20141. Keluhan UtamaPenurunan kesadaran saat terjatuh dari motor 3 hari SMRS

1. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Subang dengan keluhan penurunan kesadaran saat terjatuh dari motor pada hari minggu pukul setengah 4 pagi di daerah pamanukan dengan kepala terbentur aspal pada posisi telungkup, pasien menabrak pejalan kaki, lalu pasien dibawa ke puskesmas daerah pamanukan oleh tukang ojek, setelah itu pasien sadar tapi tidak bisa dibawa komunikasi. Dipuskesmas pasien cuma diberi infus lalu dirujuk ke rumah sakit umum daerah subang pada hari itu pukul 7 pagi. Pada pasien didapatkan luka dibagian pelipis, didapatkan bengkak pada kedua mata serta kemerahan, bibir atas berdarah dan ada darah yang keluar dari hidung dan kedua telinga.Pasien tidak menggunakan helm pada saat kejadian berlangsung. Setelah kejadian tersebut pasien langsung dibawa ke rumah sakit umum daerah oleh keluarga. Pada saat ini pasien mengaku pusing. Selama dalam perjalanan meuju ke RS pasien mengalami mual tapi tidak sampai muntah.

1. Riwayat penyakit dahulu Pasien tidak pernah mengalami kejadian seperti ini. Riwayat Diabetes Melitus disangkal Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Alergi obat disangkal

III.PEMERIKSAAN FISIKStatus Primary SurveyA: tanda obstruksi jalan napas (-)B: RR 20x/menit Pergerakan dinding dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis Tidak ada jejas pada dinding dada tidak ada deformitas, krepitasi, dll perkusi: sonor seluruh lapang paru auskultasi vesikuler seluruh lapang paruC: nadi 72x/menit, TD 120/70 mmhgD: somnolen , E4M5V2= GCS 11, pupil isokor, refleks cahaya (+)Status Secondary Survey0. HEENT ( Head, Eyes, Ears, Nose, and Throat ) Tampak tanda-tada fraktur basila: Racoon eyes (+), ottorhea (+) Tampak laserasi

STATUS LOKALIS Terlihat wajah penderita pucat, terdapat luka dipelipis, hematoma di kedua mata, keluar darah dari telinga, hidung dan hematom bibir atas.

IV. RESUMETn K datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Subang dengan keluhan penurunan kesadaran saat terjatuh dari motor pada hari minggu pukul setengah 4 pagi di daerah pamanukan dengan kepala terbentur pada posisi telungkup, setelah itu pasien sadar tapi tidak bisa dibawa komunikasi. Pada pasien didapatkan luka dibagian pelipis, didapatkan bengkak pada kedua mata serta kemerahan, bibir atas berdarah dan ada darah yang keluar dari hidung dan kedua telinga.Pada saat ini pasien mengaku pusing. Selama dalam perjalanan meuju ke RS pasien mengalami mual tapi tidak sampai muntah. Pemeriksaan fisik didapat nadi 72x/menit, TD 120/70, respirasi 20x/menit, suhu 36,5 C, somnolen, E4M5V2=GCS 11V.DIAGNOSA KERJA Cedera kepala sedang tertutup gcs 11 + suspek fraktur basis cranii VI. DIAGNOSIS BANDING

VI.RENCANA PEMERIKSAAN Laboratorium darah Lengkap Foto polos kepala CT-Scan

VII. RENCANA TERAPImedikamentosa IVFD Nacl 0,9% 20 tpm Ats 1500 02 sungkup Inj IV Ketolorac 3 x 10mg/ hari. Inj IV cefotaxime 2 x 1g/ hari. Ranitidine IV 3x50mg/2ml Piracetam 1gr iv tiap 8 jamBedahJika didapatkan adanya peningkatan TIK atau terjadinya perburukan maka akan dilakukan tindakan operatif Burr Hole

VIII.PROGNOSISQuo ad vitam: dubia ad malamQuo ad fungsionam: dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI CEDERA KEPALA Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik 2. ANATOMI KEPALAa. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu: Skin atau kulit Connective tissue atau jaringan penyambung Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhbungan langsung dengan tengkorak Loose areolar tissue tau jaringan penunjang longgar. PerikraniumJaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluar

b. Tulang Tengkorak Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.c. MeningesSelaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :1) Duramater Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal.Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).2) Selaput Arakhnoid Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala3) Pia materPia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.d. Otak 3

Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellumFisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.e. Cairan serebrospinalis Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.

f. Tentorium Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

g. Vaskularisasi OtakOtak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.3. ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALAa. Tekanan intracranial Berbagai proses pataologi pada otak dapat meningkatkan tekanan intracranial yang selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap penderita. Tekanan intracranial yang tinggi dapat menimbulkaan konsekwensi yang mengganggu fungsi otak. TIK Normal kira-kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi dari 20mmHg dianggap tidak normal. Seamkin tinggi TIK seteelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.

b. Hukum Monroe-KellieKonsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl). Vic = V br+ V csf + V bl c. Tekanan Perfusi otakTekanan perfusi otak merupakan selisih antara tekanan arteri rata-rata (mean arterial presure) dengan tekanan inttrakranial. Apabila nilai TPO kurang dari 70mmHg akan memberikan prognosa yang buruk bagi penderita.d. Aliran darah otak (ADO)ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila ADO menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEGakan menghilang. Apabila ADO sebesar 5ml/100 gr/menit maka sel-sel otak akan mengalami kematian dan kerusakan yang menetap.

4. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala denga suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi deselarasi gerakan kepala.Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.MANIFESTASI KLINIS.1. Nyeri yang menetap atau setempat.2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.5. Penurunan kesadaran.6. Pusing / berkunang-kunang. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler8. Peningkatan TIK9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

Trauma kepalaPATHWAYS

Cedera jar. Otak setempatCedera menyeluruh

Kekuatan diserap sepanjang jar. otakKerusakan setempat

Sawas darah otak rusak

CO2 meningkatPH menurunVasolidator pemb. Darah & edema(Ketidakseimbangan CES & CIS)

Mobilisasi sel ke darah edema

HipoksiaPeningkatan TIK

Makanan tdk tercernaResti cedera sekunderResiko nutrisi kurang dr kebutuhanResti pola nafas tdk efektifPerububahan frek.RRResiko deficit cairanNauseaVornitusKerusakan mobilitas frekGang. Pemenuhan kebutuhan ADLPenurunan tingkat kesadaranPeningkatan pfusi jar. otakPerub Psepsi sensorikPenurunan kemamp. Absorsi makananPenurunan fungsi kontraksi otot polos lambungKerusakan persepsi & kognitifGangguan fungsi otot respirasiGang fungsi medulla dolongataGang. Syaraf vagalDefisit neurolosisNekrosis jar otakIskemi jar otak

5. KLASIFIKASI CEDERA KEPALACedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi kalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan morfologinya.

a. Mekanisme cedera kepalaBerdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil atau motor, jatuh atau terkena pukulan benda tumpul. Sedang cedera kepala tembuus disebabkan oleh peluru atau tusukan.b. Beratnya cedera Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah sebagai berikut :1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat.2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.Glasgow Glasgow Coma Scale nilai aiRespon membuka mata (E)Buka mata spontan4Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara3Buka mata bila dirangsang nyeri2Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun1

Respon verbal (V)Komunikasi verbal baik, jawaban tepat5Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang4Kata-kata tidak teratur3Suara tidak jelas2Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun1

Respon motorik (M)Mengikuti perintah6Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan5Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan4Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal3Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal2Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi1Morfologi cedera Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium dan lesiintrakranial.

1. Fraktur craniumFraktur cranim dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fracture dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan dengan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye sign), ekimosis retroauikular (battle sign), kebocoran CSS(Rhinorrhea, otorrhea) dan paresis nervus fasialis.Fraktur cranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena robeknya selaput duramater. Keadaanini membutuhkan tindakan dengan segera. Adanya fraktur tengkorak merupakan petunjuk bahwa benturan yang terjadi cukup berat sehingga mengakibatkan retaknya tulang tengkorak. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk pengamatan.

2. Lesi IntrakranialLesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan klinis.a. Hematoma EpiduralEpidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna dan duramater dengan cirri berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena penekan gumpalan darah yang terjadi tidak berlangsungg lama. Keberhasilan pada penderita pendarahan epidural berkaitan langsung denggan status neurologis penderita sebelum pembedahan. Penderita dengan pendarahan epidural dapat menunjukan adanya lucid interval yang klasik dimana penderita yang semula mampu bicara lalu tiba-tiba meningggal (talk and die), keputusan perlunya tindakan bedah memnang tidak mudah dan memerlukan pendapat dari seorang ahli bedah saraf.Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak selalu homogeny, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontralateral ( tanda space occupying lesion ). Batas dengan corteks licin, densitas duramater biasanya jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena sehingga tampak lebih jelas

a. Hematom SubduralHematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining.

Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak.Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagi menjadi akut dan kronis.1) SDH Akut Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti bulan sabit ) dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan epidural hematom. Batas medial hematom seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga menunjukan adanya hematom subdural.2) SDH Kronis Pada CT Scan terlihat adanya komplek perlekatan, transudasi, kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam- macam perubahan, oleh karenanya tidak ada pola tertentu. Pada CT Scan akan tampak area hipodens, isodens, atau sedikit hiperdens, berbentuk bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi pada prinsipnya, gambaran hematom subdural akut adalah hiperdens, yang semakin lama densitas ini semakin menurun, sehingga terjadi isodens, bahkan akhirnya menjadi hipodens.

c. Kontusi dan hematoma intraserebral.Kontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural akut. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari. Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.

d. Cedera difusCedar otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan. Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah keadaan bingguung dan disorientasi tanpa amnesia. Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera komosio yang lebih berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia retrograde dan amnesia antegrad.Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunnya atau hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cidera. Dalam bebberapa penderita dapat timbul defisist neurologis untuk beberapa waktu. Edfisit neurologis itu misalnya kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-gajala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan diman pendeerita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi mas atau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering menunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita seringg menunjukan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera aksonal difus dan cedeera otak kerena hipoksia secara klinis tidak mudah, dan memang dua keadaan tersebut sering terjadi bersamaan.

Dalam beberapa referensi, trauma maxillofacial juga termasuk dalam bahasan cedera kepala. Karenanya akan dibahas juga mengenai trauma wajah ini, yang meski bukan penyebab kematian namun kecacatan yang akan menetap seumur hidup perlu menjadi pertimbangan.

CEDERA MAXILLOFACIALFaktur maxilarisFraktur maxilla merupakan cedera wajah yang paling berat, dan dicirikan oleh: Mobilitas palatum Mobilitas hidung yang menyertai palatum Epistaksis Mobilitas 1/3 wajah bag tengah.Kalsifikasi menurut le fortLefort 1

Fraktur nelintang rendah pada maxila yang hanya melibatkan palatum, dicirikan oleh pergeseran arcus dentalis maxila dan palatum, maloklusi gigi biasanya bisa terjadi (Boies, 2002).

Lefort II

Fraktur ini dicirikan mabilitas palatum dan hidung end-block, juga epistaksis yang jelas. Biasanya maloklusi gigi dan pergeseran pllatum kebelakang. Fraktur end-block pada palatum dan sepertiga tngah wajah tremasuk hidung(Boies, 2002Lefort IIIMerupakan cedera paling berat, dimana perlekatan seluruh rangka wajah terputus.seluruh komplek zigomatikus menjadi mobile dan tergeser

Fraktur mandibula Pada palpasi teraba garis fraktur dan mungkin terdapat mati rasa bibir bawah akibat kerusakan pada nervus mandibularis. Fraktur pada umumnya akan disertai dislokasi fragmen tulang sesuai dengan tonus otot yang berinsersi di tempat tersebut. Pada fraktur daerah dagu, otot akan menarik fragmen tulang kearah dorsokaudal, sedangkan pada fraktur bagian lateral tulang akan tertarik kearah cranialFraktur gigi Merupakan fraktur tersendiri atau bersama- sama dengan fraktur maksila maupun mandibula, dimana gigi yang hancur perlu dicabut, sementara yang patah dibiarkanFraktur os nasal Biasanya disebabkan oleh trauma langsung, dimana pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan, epistaksis nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto radiologi diperlukan dalam membantu diagnosis yakni, proyeksi foto PA dan lateral, sedangkan tindakan yang perlu dilakukan adalah reposisi atau septoplasty Fraktur orbita Biasanya didapatkan gejala klinis berupa hematom monokel yang dapat disertai diplopia, hemomaksila dan mati rasa pipi karena cedera nervus infraorbitalis atau mati rasa dahi karena kerusakan nervus supraorbitalis. Fraktur juga dapat menyebabkan enoftalmus dan sering disertai terjepitnya muskulus rectus inferior di dalam patahan sehingga gerakan bola mata sangat terganggu dan penderita mengalami diplopiaFraktur os zygoma Fraktur ini sering terbatas pada arcus dan pinggir orbita sehingga tidak disertai hematom orbita, tetapi terlihat sebagai pembengkakan pipi di daerah arcus zygomaticus. Diagnosis ditegakan secara klinis atau dengan foto rontgen proyeksi waters, yaitu temporooksipital6. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Foto polos kepala Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan oblique.

b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) Indikasi CT Scan adalah : 1) Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang setelah pemberian obatobatan analgesia/anti muntah.2) Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi intrakranial dicebandingkan dengan kejang general.3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor ekstracranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll).4) Adanya lateralisasi.5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).

mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.a. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.b. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.c. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologisd. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.e. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecilf. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otakg. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.h. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracraniali. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranialj. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan k. Kesadaran

7. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat(ariwibowo, 2008).Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat antara lain:a. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)b. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)c. Penurunan tingkat kesadarand. Nyeri kepala sedang hingga berate. Intoksikasi alkohol atau obatf. Fraktura tengkorakg. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrheah. Cedera penyerta yang jelasi. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkanj. CT scan abnormal

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan antikonvulsan. Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut:a. volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau lebihb. dari 20 cc di daerah infratentorialc. kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinisd. tanda fokal neurologis semakin berate. terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebatf. pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mmg. terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.h. terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scani. terjadi gejala akan terjadi herniasi otakj. terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis

8. PROGNOSAApabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah mendapat terapi yang agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki daya pemulihan yang baik. Penderita yang berusia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk pemulihan dari cedera kepala.Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma juga sangat mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Head Injury, available from:www.drkoop.com 2. Traumatic Brain Injury, available from:www.headinjury.com 3. Richard S.Snell, Anatomi Klinik, Edisi 3, EGC, Jakarta, 19974. R.Sjamsuhidajat, Buku ajar Ilmu Bedah, edisi Revisi, EGC, Jakarta, 19985. Mahar Marjono, dkk, Neurologi Klinis Dasar, Edisi I, Dian Rakyat, Jakarta, 20006. Head Injury, available from:www.emedicinehealth.com

8