Page 1
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
LAPORANPHARMACY CLERKSHIP
(PRAKTEK KEPANITERAAN KLINIK)
CASE REPORT STUDY BANGSAL BEDAH“KOLIK ABDOMEN DAN SUSP APPENDISITIS
KRONIK ”
Page 2
Oleh:1. WINALDI FITRA S, S.Farm (1341012180)2. YESSI ELFITSYA, S.Farm (1341012185)
PROGRAM STUDI APOTEKER ANGKATAN IFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALASPADANG
2014
Page 3
BAB I
PENYUSUNAN INFORMASI DASAR
1.1 Data Pasien
Data UmumNo. MR : 14 20 3010 Ruangan : Rawat Inap BedahNama Pasien : Anisa Dokter yang merawat : dr. S,Sp.BAlamat : Ponpes al-hira aia
angek Jenis Kelamin : Perempuan Agama : IslamUmur : 15 tahun Pekerjaan : -Tinggi : -- Tgl Masuk : 06 Agustus 2014Berat : -- Tgl Keluar : 10 Agustus 2014
1.2 Anamnesa
Riwayat penyakit sekarang Pasien sakit perut sejak pagi tadi
Muntah 2 kali dari pagi
Perut terasa sakit sebelah kanan bawah
Mual
Nyeri BAK disangkal
Riwayat pengobatan -
Riwayat penyakit
sebelumnya
Radang usus 2 tahun yang lalu
Riwayat sosial dan
pekerjaan
-
Page 4
1.3 Pemeriksaan Fisik dan Data Penunjang Lain
Vital sign
Tanggal
06/08 07/08 09/08 10/08 11/08
Tekanan Darah (mmHg) 110/80 110/80
Nafas (x/i) 20 -
Nadi (x/i) 82 82 84 84
Suhu ( 0C) 360 36,20 36,40 36,40
Turgor kulit
Page 5
1.4 Data Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
pemeriksaanPemeriksaan Normal Satuan Hasil
01/08/2014 Darah Hb 13,3- 17,2 g/dL 12,6
Leukosit 5000-10000 /pL 4,995
Hematokrit 37-43 (Pr) % 43,7
Trombosit 150-400.103 /µL 475000
Kimia
KlinikGDR < 200 mg/dL
1.5 Diagnosa
Kolik abdomen Q.C susp appendisitis kronik
1.6 Terapi
- Konsul dr.S.Sp,B
- Anjuran untuk di operasi dan di rawat
o Amoxicilin 3 X 1 Tab
o Ranitidin 2X 1 Tab
o PCT 3 x 1 Tab
Note dari IGD : telah di jelaskan pada pasien dan keluarga pasien
tentang kondisi pasien yang memerlukan tindakan operasi dan rawat
inap tapi pasien dan keluarga menolak dan tidaka akan menuntut
dokter dan rumah sakit jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
- Jawab konsul dr.S,Sp,B via phone
- IVFD RL 8 /kolf
- In.ranitidin 2 x1
- In,cefepune 2 x1
Page 6
- Rawat bedah
1.7 Follow Up
Perjalanan penyakit pasien Instruksi dokter7/08-14 Kolik abdomen Q.c appendik Keluhan
- rasa nyeri sebelah kanan bawah
- mual
16.30 wib
OK
Keadaan pasien
8/08 -14
R/ IVFD 8/ kolf In.ranitidin 2x1 ap In.cefepine 2x1 ap
Rencana ok hari ini
R/Cefepine 2x1 Ketrolak 2x1 Ranitidin 2x1
Page 7
1.8 Terapi Farmakologi
Nama obat DosisTanggal
29/06 30/06 01/07 02/07 03/07 04/07 05/07 06/07 07/07
IVFD RL 24 jam/kolf √ √ √ √ √ √ √ √ aff
Inj. Lasix 2x1 ampul (iv) √ √ √ aff
Inj. Lasix 1x1 ampul (iv) √ √ √ √ √
Inj. Ceftriaxone 1x2 g (iv) √ √ √ √ √ aff
ISDN 5 mg 3x1 (s.l) √ √ √ √ √ √ √ √ √
Miniaspri 80 mg 1x1 (p.o) √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ulsidex 3x1 (p.o) √ √ √ √ √ √ √ √ √
Lansoprazol 1x1 (p.o) √ √ √ √ √ √ √ √ √
Biscor 10 mg 1x1 (p.o) √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ambroxol 3x1 (p.o) √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cefadroxil 2x1 (p.o) √ √ √ √
Spironolakton 2x1 (p.o) √ √ √
Metil prednisolon 4mg 1x1 (p.o) √ √
Diazepam 2 mg 1x1 (p.o) √
Page 8
1.9 Obat Pulang
No. Nama Obat Dosis Durasi
1 Furosemid 40mg 1x1 5 hari
2 Aspilet 1x1 5 hari
3 KSR 1x1 5 hari
4 Diazepam 1x1 5 hari
5 Digoxin 1x1 5 hari
6 Cefadroxil 2x1 5 hari
Page 9
BAB II
TINJAUAN RINGKAS PENYAKIT
2.1 Defenisi Congestif Heart Failure (CHF)
Congestif Heart Failure (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Dipiro, et.al, 2008).
2.2 Klasifikasi CHF
Menurut New York Heart Association (Mansjoer, 2001) klasifikasi
fungsional jantung ada 4 kelas, yaitu:
Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas
fisik. Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.
Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai
aktivitas fisik terbatas. Tidak ada keluhan sewaktu
istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan menyebabkan
lelah, berdebar, sesak nafas.
Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada
keadaan istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi aktivitas
fisik ringan saja akan menyebabkan lelah, berdebar, sesak
nafas.
Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas
fisik tanpa rasa terganggu,bahkan tanda-tanda angina
terdapat pada keadaan istirahat.
2.3 Etiologi CHF
Mekanisme yang mendasari terjadinya CHF meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
Page 10
curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama
terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang
dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup
adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap konteraksi tergantung pada
tiga faktor : yaitu preload, konteraktilitas, afterload.
• Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot
jantung.
• Kontraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel jantung dan kadar kalsium
• Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan artriol.
Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah
jantung berkurang (Brunner and Suddarth 2002).
2.4 Patofisiologi CHF
Penurunan kontraksi ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume
darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi
neurohurmoral. Vasokontriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan
meningkatkan kontraksi jantung. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi,
peninggian afterload, dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih
menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal jantung adalah dengan
vasodilator untuk menurunkan afterload venodilator dan diuretik untuk
menurunkan preload (Kabo & Karsim, 2002).
2.5 Tanda dan Gejala Utama
1) CHF Kronik
Meliputi: mual, edema , lemah,dan dyspnea.
Page 11
2) CHF Akut
Meliputi: ansietas, peningkatan berat badan, nafas pendek, takikardi,
dyspnea, batuk, penurunan urin noutput, sakit kepala (Brunner and
Suddarth 2002)
2.6 Pemeriksaan penunjang
EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis,
iskemia dan kerusakan pola.
ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium,
ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
Percobaan laboratorium
Terdiri dari tes darah dan tes urine
Teknik penggambaran
Sinar X dan ultrasound
Angiograf
2.7 Komplikasi
Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata
Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Terapi Non Farmakologi
a. CHF Kronik
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
Diet pembatasan natrium
Page 12
Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena
efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
Olah raga secara teratur
b. CHF Akut
Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2.8.2 Terapi Farmakologi
a. Diuretik
Gagal jantung disebabkan oleh meningkatnya natrium dan retensi cairan,
sering mengakibatkan kongestif paru-paru dan sistemik. Terapi diuretik
direkomendasikan pada semua pasien yang mengalami retensi cairan.
Terapi diuretik dapat mengatasi gejala pada apsien gagal jantung. Pasien
gagal jantung yang tidak mengalami retensi cairan tidak membutuhkan
terapi diuretik. Tujuan utama dari terapi diuretik adalah untuk mengurangi
gejala yang berhubungan dengan retensi cairan, meningkatkan toleransi
latihan dan meningkatkan kuallitas hidup, dan menurunkan resiko rawat
inap akibat gagal jantung. Terapi diuretik harus diperhatikan karena
kadang kala pemberian diuretik dapat mengakibatkan overdiuresis
sehingga dapat mengurangi output jantung dan dehidrasi. Terapi diuretik
biasanya diinisiasi dari dosis rendah pada pasien rawat jalan, penyesuaian
dosis berdasarkan gejala dan bobot badan karena penurunan bobot badan
dapat mengakibatkan retensi cairan atau menurunnya cairan tubuh.
Hipotensi atau perparahan fungsi ginjal (peningkatan kreatinin serum)
mengakibatkan berkurangnya cairan tubuh sehingga penurunan dosis
diuretik sangat diperlukan (Dipiro, et. al, 2008).
Diuretik Tiazid
Diuretik tiazid seperti hidroklortiazid menghambat reabsorbsi natrium dan
klorida pada tubulus distal (5% sampai 8% yang disaring). Tiazid
merupakan diuretik lemah dan jarang digunakan tunggal pada gagal
jantung. Diuretik tiazid dapat dikombinasi dengan diuretik loop untuk
mendapatkan diuresis yang efektif (Dipiro, et. al, 2008).
Page 13
Diuretik Loop
Loop diuretik penting untuk menjaga elektrolit normal pada gagal jantung.
Loop diuretik bekerja dengan cara menghambat transpor Na-K-Cl pada
loop henle, dimana 20% - 25% natrium normal yang direabsorbsi. Karena
loop diuretik berikatan kuat dengan protein plasma, sehingga obat ini tidak
difltrasi di glomerulus. Diuretik loop mencapai tubulus melalui transpor
aktif. Penggunaan NSAID dan diet natrium dapat mengurangi efikasi
diuretik loop (Dipiro, et. al, 2008).
b. Beta Blocker
Terdapat banyak bukti dan penelitian klinik yang menyatakan bahwa beta
blocker dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat gagal jantung.
Panduan pengobatan kardiovaskuler Amerika menyarankan penggunaan
beta blocker pada pasien stabil dengan gagal jantung selama tidak
kontraindikasi atau tidak ditoleransi dengan penggunaan beta bloker.
Pasien harus menerima beta bloker bahkan jika gejala telah teratasi dengan
penggunaan diuretik dan ACE inhibitor. Pemberian beta bloker bersama
ACE inhibitor memberikan keuntungan yang lebih baik pada gagal
jantung dibandingkan dengan meningkatkan dosis kaptopril. Beta bloker
juga digunakan untuk mencegah berkembangnya penyakit gagal jantung.
Page 14
Tiga beta bloker yang secara signifikan menurunkan mortalitas
dibandingkan plasebo adalah carvedilol, metoprolol dan bisoprolol. Beta
bloker menjadi standar terapi untuk pasien gagal jantung stadium I dan
stadium II. Perlu diinformasikan kepada pasien bahwa terapi beta bloker
diharapkan memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan
penyakit dan kemampuan bertahan hidup pasien walaupun hanya sedikit
atau tidak ada perbaikan gejala.
Mekanisme yang dapat menjelaskan efek beta bloker yang bervariasi
adalah efek antiaritmia, mengurangi kematian miosit dari katekolamin
yang mengakibatkan nekrosis atau apoptosis, mencegah ekspresi gen fetal,
meningkatkan fungsi sistolik ventrikel kiri, menurunkan kecepatan denyut
jantung dan stres dinding ventrikel secara teori dapat mengurangi
kebutuhan oksigen jantung, dan menghambat pelepasan renin plasma.
Komunikasi yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan sangat penting
untuk kesuksesan terapi. Pasien harus mengerti bahwa menerima dosis
target sangat penting untuk memaksimalkan keuntungan terapi. Pasien
harus mengerti bahwa efek dari beta bloker bisa saja tertunda dan gejala
gagal jantung bisa lebih parah selama masa pemberian dosis inisiasi.
Bahkan jika terjadi perparahan gejala, pasien harus mengerti bahwa beta
bloker memberikan keuntungan jangka panjang sehingga pasien harus
terus melanjutkan terapi.
Pada kesimpulannya, banyak data yang menyediakan bukti yang jelas
tentang perlambatan perkembengan penyakit, menurunkan kejadian rawat
Page 15
inap akibat gagal jantung, meningkatkan kemampuan hidup pada gagal
jantung. Beta bloker juga memperlihat perbaikan kualitas hidup pasien
gagal jantung walaupun tidak terjadi universal. Berdasarkan data yang
data, beta bloker direkomendasikan sebagai standar terapi pada semua
pasien gagal jantung, tergantung pada tingkat keparahan penyakit (Dipiro,
et. al, 2008).
c. Antagonis Aldosteron
Spironolakton dan eplerenone merupakan antagonis aldosteron yang
bekerja menghambat reseptor mineralokortokoid, aldosteron sebagai
target. Di ginjal, antagonis aldosteron menghambat reabsorbsi natrium dan
ekskresi kalium. Di jantung, antagonis aldosteron menghambat matriks
ekstraseluler jantung dan deposisi kolagen yang secara teori
mengakibatkan fibrosis jantung dan remodeling ventrikel. Keuntungan
penggunaan antagonis aldosteron pada gagal jantung tidak hanya hasil dari
penghambatan kerja aldosteron pada jantung menghasilkan penghambatan
fibrosis kardiak yang dimediasi dengan aldosteron dan remodeling
ventrikuler. Pentingnya peran antagonis aldosteron adalah adalah pada
tahap proinflamatori dan stres oksidatif yang disebabkan oleh aldosteron.
Penelitian klinik menyatakan antagonis aldosteron pada gagal jantung
dihubungkan dengan resiko yang minimal. Penggunaan aldosteron
mengakibatkan hiperkalemia, 25% - 35% pasien rawat jalan yang diterapi
dengan aldosteron mengalami hiperkalemia dan 10% - 12% berkembang
menjadi hiperkelemia yang serius. Resiko hiperkalemia tergantung pada
dosis, dan menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat antagonis
aldosteron dapat dilakukan dengan menurunkan dosis (spironolakton 25
mg/hari dan eplerenone 50 mg/hari). Jadi dosis antagonis aldosteron
terbatas berhubung dengan efektifitas obat tapi mendapatkan resiko
hiperkalemia yang paling minimal (Dipiro, et. al, 2008).
Page 17
BAB III
TINJAUAN OBAT
1. IVFD RINGER LAKTAT
Komposisi : Na laktat 3,1 g, NaCl 6 g, KCl 0.3 g, CaCl2 0.2 g,
air untuk injeksi ad 1000 mL.
Kelas Terapi : Elektrolit
Mekanisme Aksi : Merupakan larutan isotonik natrium klorida,
kalium klorida, kalsium klorida, dan natrium laktat
yang komposisinya mirip dengan cairan ektra
seluler, terdistribusi kedalam cairan intravaskuler
dan interstisial.
Dosis : 500-1000 mL IV, disesuaikan dengan kondisi
penderita.
Indikasi : Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi.
Kontra Indikasi : Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,
laktat asidosis.
Efek Samping : Panas, infeksi pada tempat penyuntikan,
thrombosis vena atau flebitis yang meluas dari
tempat penyuntikan, ekstravasasi.
Interaksi Obat : Tidak dicampurkan dengan larutan yang
Page 18
mengandung fosfat.
Pemberian : Intravena, disesuaikan dengan kondisi penderita.
Peringatan : Jangan dicampur dengan larutan yang mengandung
fosfat.
2. MINIASPRI® (Asetosal)
Komposisi : Asetosal/aspirin
Kelas Terapi : Obat antiinflamasi dan antitrombus
Mekanisme Aksi : Menghambat sintesa prostagladin sehingga berefek
sebagai analgesik, antiinflmasi, dan penghambatan
agregasi trombosit.
Indikasi : Pengobatan demam, sakit kepala, nyeri ringan
sampai sedang, dan mengurangi resiko kematian
akibat stroke berulang dan angina yang terjadi
karena emboli trombosit.
Dosis : Dosis lazim 80-160 mg/ hari. Infark miokard s/d
300 mg/hari
Efek Samping
Kontraindikasi
Interaksi Obat
:
:
:
Pusing, tinnitus, dispepsia, gatal-gatal, ruam kulit,
dan anafilatik shock.
Hipersensitif terhadap golongan salisilat,
hemofilia, pendarahan lambung.
Dengan alkohol memperlama pendarahan, dengan
antasid dan kortikosteroid menurunkan kadar
aspirin, dengan antikoagulan oral dapat
memperlama pendarahan, dan aspirin dengan
sulfonilurea dapat menurunkan kadar glukosa
dengan cepat.
Page 19
3. ISOSORBID DINITRAT(ISDN)
Komposisi : Isosorbid Dinitrat
Kelas Terapi : Vasodilating Agent
Dosis : sublingual 0,3-1 mg bila perlu diulang Oral
profilaksis ang, 2,6 – 2,8 mg 3 kali sehari atau 10
mg 2-3 kali sehari Infuse intra vena, 10-200
mcg/menit
Indikasi : profilaksis angina ; tambahan pada gagal jantung
kongesif
Kontra Indikasi : hipersensitif pada nitrat hipotensi, stenosis aorta,
tamponade jantung, perikardistis konstruktif,
stenosis mitral, anemia berat,trauma berat.
Efek Samping : sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing,
hipotensi postural, takikardia
Interaksi Obat : Efek dapat ditingkatkan oleh alkohol, sildenafil,
tadanafil, vardenafil.
Pemberian : Diberikan secara sublingual
Peringatan : gangguan hepar atau ginjal berat; hipotiriodisme,
malnutrisi, atau hipotermia; infark miokard yang
masih baru
4. LANSOPRAZOL
Page 20
Komposisi : Lansoprazol
Kelas Terapi : Proton pump Inhibitor
Mekanisme Aksi : Lansoprazol merupakan penghambat pompa yang
selektif dan irreversible. Dalam lingkungan asam di
sel parietal lambung, lansoprazol dikonversi
menjadi turunan sulfenamid aktif yang terikat
dengan gugus sulfhidril dari (H+, K+)-ATPase,
yang juga dikenal sebagai pompa proton.
Hambatan lansoprazol pada (H+,K+)-ATPase
menyebabkan hambatan sekresi asam lambung.
Efek penghambatan ini terkait dengan dosis.
Dosis : Dosis dewasa: benign gastric ulcer: 30 mg sehari
pada pagi hari selama 8 minggu. Tukak duodenal:
30 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu; dosis
penjagaan 15 mg per hari. Tukak lambung atau
duodenal akibat NSAID: 30 mg sekali sehri selama
4 minggu, dilanjutkan 4 minggu lagi jika belum
sembuh total, profilaksis: 15-30 mg sekali sehari.
Zollinger-Ellison Syndrome atau kondisi
hipersekretori yang lain: dosis awal 60 mg sekali
sehari, dosis disesuaikan dengan respon, dosis
sehari 120 mg atau lebih dalam dua dosis terbagi.
Refluks gastroesofageal: 30 mg sehari pada pagi
hari selama 4 minggu, dilanjutkan 4 minggu lagi
jika belum sembuh total, profilaksis 15-30 mg
sehari. Dyspepsia akibat asam: 15-30 mg sehari
pada pagi hari selama 2-4 minggu. Dosis anak-
anak: refluks gastroesofageal, dyspepsia akibat
Page 21
asam, tukak lambung dan duodenal termasuk tukak
akibat NSAID: anak dengan berat badan di bawah
30 kg: 0,5-1 mg/kg (maksimal 15 mg) sekali sehari
pada pagi hari. Penyesuaian dosis untuk pasien
dengan gangguan hati: 15 mg per oral sekali sehari
Indikasi : Benign gastric ulcer, tukak duodenal, tukak
lambung akibat NSAID, Zollinger-Ellison
Syndrome, refluks gastroesofageal, dan dyspepsia.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap lansoprazol
Efek Samping : Nyeri abdomen, diare, mual, sakit kepala,
kemerahan pada kulit. Efek samping yang lain
meliputi gatal, pausing, konstipasi, mual, muntah,
kembung, nyeri pada perut/ abdomen, mulut
kering. Efek samping yang serius yaitu retak pada
tulang panggul (hip fracture).
Interaksi Obat : Antacid dan sukralfat mengurangi bioavailabilitas
lansoprazol dan sebaiknya tidak diminum dalam
waktu 1 jam setelah pemberian lansoprazol.
Pemberian : Diberikan secara oral
Peringatan : Pada pasien dengan gangguan hati berat diperlukan
pengurangan dosis
5. ULSIDEX® (Sukralfat)
Komposisi : Sukralfat
Kelas Terapi : Antiulcer Agent
Page 22
Mekanisme Aksi : Sukralfat bekerja dengan cara melindungi mukosa
dari serangan asam pepsin pada tukak lambung dan
duodenal setelah membentuk kompleks dengan
eksudat yang bersifat protein seperti albumin dan
fibrinogen pada lokasi tukak. Pada kondisi yang
lebih ringan, Sukralfat membentuk viscous
sehingga memberikan perlindungan pada
permukaan mukosa lambung dan duodenum.
Dosis : Dosis dewasa :
- Pengobatan Tukak duodenal : 1 gram per oral
sehari empat kali atau 2 gram sehari dua kali
selama 4-8 minggu.
- Perawatan Tukak duodenal : 1 gram per oral
sehari dua kali.
- Perawatan Tukak peptik : 1 gram per oral
sehari dua kali.
- Profilaksis tukak akibat stres : 1 gram secara
nasogastrik atau per oral setiap 6 jam.
Dosis anak-anak :
- Pengobatan Tukak duodenal : 40-80
mg/kg/hari secara oral dibagi setiap 6 jam atau
0,5 - 1 gram sehari empat kali.
- Perawatan Tukak duodena : (1 - 10 tahun) 1
gram per oral pada malam hari.
- Pengobatan Tukak peptik : 40-80 mg/kg/hari
secara oral dibagi setiap 6 jam atau 0,5 - 1
gram sehari empat kali.
- Profilaksis Tukak akibat stres untuk bayi, 40
mg/kg/hari secara nasogastrik atau per oral
dalam 4 dosis terbagi.
- Profilaksis Tukak akibat stres untuk anak-anak,
40-80 mg/kg/hari secara nasogastrik atau per
Page 23
oral dalam 4 dosis terbagi, maksimum 4 g/hari.
Indikasi : Benign Gastric, tukak duodenal, gastritis kronis,
Profilaksis tukak akibat stress
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap produk sukralfat.
Efek Samping : Konstipasi (paling sering, sekitar 2%). mual,
muntah, kembung, mulut kering, gatal-gatal, sakit
kepala, insomnia, diare (sangat jarang, < 1%)
Interaksi Obat : Absorpsi obat berikut berkurang bila digunakan
bersamaan: (Utama : Ciprofloxacin, Cimetidine,
Ranitidin, Digoxin, Ketoconazole, Teofilin,
Fenitoin, Tetrasiklin; Sedang: Moxifloxacin,
Norfloxacin, Ofloxacin, Sparfloxacin, Warfarin),
Penggunaan obat-obatan tersebut di atas sebaiknya
dilakukan pada 2 jam sebelum atau sesudah
pemberian Sukralfat.
Pemberian : Diberikan secara oral
Peringatan : Antasida dapat digunakan sebagai tambahan pada
terapi dengan Sukralfat untuk mengurangi rasa
sakit, tetapi sebaiknya tidak diminum dalam waktu
30 menit sebelum atau setelah pemberian sukralfat.
Penderita gagal ginjal kronis dan pasien dialisis
dapat meningkatkan risiko akumulasi dan toksisitas
aluminium.
6. AMBROXOL
Komposisi : Ambroxol
Kelas Terapi : Mukolitik
Page 24
Mekanisme Aksi : Ambroksol merupakan metabolit aktif N-desmethyl
dari mukolitik bromheksin. Mekanismenya belum
diketahui secara pasti, kemungkinan meningkatkan
kualitas dan menurunkan viskositas sekresi
tracheobronchial. Selain itu, kemungkinan juga
berperan sebagai ekspektoran, dengan
meningkatkan mucociary transport melalui
stimulasi motilitas silia. Ambroksol menstimulasi
sintesis dan sekresi surfaktan paru (sebagai
activator surfaktan).
Dosis : Oral: 60-120 mg per hari dalam 2-3 dosis terbagi.
Dapat juga diberikan secara inhalasi, injeksi atau
rectal
Indikasi : Terapi pada penyakit saluran pernafasan akut dan
kronik yabg disertai dengan sekresi bronkus yang
abnormal, terutama pada bronchitis kronik
eksaserbasi, asthmatic bronchitis dan bronchial
asthma.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap ambroxol
Efek Samping : Gangguan ringan pada saluran pencernaan, reaksi
alergi
Pemberian : Pemberian secara oral
Peringatan : Hamil dan Laktasi
7. LASIX® (Furosemid)
Komposisi : Furosemid
Kelas Terapi : Diuretik
Page 25
Mekanisme Aksi : Inhibisi reabsorpsi natrium dan klorida pada jerat
Henle menaik dan tubulus ginjal distal,
mempengaruhi sistem kotranspor ikatan klorida,
selanjutnya meningkatkan ekskresi air, natrium,
klorida magnesium dan kalsium.
Dosis : Gagal jantung refraktori : Oral, i.v : dosis 8 g/hari
telah digunakan.
Pasien lanjut usia : Oral, I.M, I.V : Dosis awal : 20
mg/hari, ditingkatkan perlahan sampai mencapai
respon yang diharapkan. Penyesuaian dosis pada
gangguan ginjal : gagal ginjal akut; dosis tinggi
(lebih dari 1-3 g/hari melalui oral/i.v) telah
digunakan sebagai dosis awal untuk mencapai
respon yang diharapkan, dihindari untuk keadaan
oligouri.
Indikasi : Penanganan edema yang berhubungan dengan
gagal jantung koroner dan penyakit hati, diberikan
tunggal atau dalam kombinasi dengan
antihipertensi pada penanganan hipertensi.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap furosemid, atau komponen
lain dalam sediaan atau sulfonil urea, anuria, pasien
koma hepatik atau keadaan penurunan elektrolit
parah sampai keadaannya membaik.
Efek Samping : Hipotensi ortostatik, tromboflebitis, aortitis kronik,
hipotensi akut,serangan jantung (akibat pemberian
melalui I.V atau I.M), parethesias, vertigo, pusing,
Page 26
kepala terasa ringan, sakit kepala, pandangan
kabur, demam, tidak bisa beristirahat,
hiperglikemia, hiperurisemia, hipokalemia,
hipokloremia, alkalosis metabolik, hipokalsemia,
hipomagnasemia, hiponatremia, dermatitis
eksfoliatif, eritema multiform, purpura,
fotosensitifitas, urtikaria, rashm pruritusm
vaskulitis kutan, spasmus saluran urin, frekuensi
uriner, anemia aplastik (jarang), trombositopenia,
agranulositosis (jarang), anemia hemolitik, anemia,
leukopenia, anemia, gangguan pendengaran
(sementara atau permanen; pada pemberian I.M
atau I.V). tinitus, tuli sementara (pada pemberian
i.m atau i.v cepat), vaskulitis, alergi nefritis
intestinal, glikosuria, penurunan kecepatan filtrasi
dan aliran darah pada ginjal (karena overdiuresis),
kenaikan BUN sementara.
Interaksi Obat : Hipokalemia yang diinduksi oleh furosemid akan
menyebabkan toksisitas pada digoksin dan dapat
meningkatkan risiko aritmia dengan obat-obat yang
dapat meningkatkan interval QT dan beberapa
kuinolon (sparfloksasin, gatifloksasin dan
moksifloksasin). Risiko toksisitas litium dan
salisilat akan meningkat dengan adanya diuretik
loop. Efek hipotensi dan/atau efek lanjut pada
ginjal dari inhibitor ACE dan anti inflamasi non
steroid akan meningkat dengan adanya
hipovolemia yang diinduksi oleh furosemida, Efek
obat bloker adrenergik perifer atau bloker ganglion
dapat ditingkatkan oleh furosemid. Furosemid
dapat meningkatkan risiko toksisitas dengan agen
ototoksik lain (aminoglikosida, cis-platinum),
Page 27
terutama pada pasien dengan disfungsi ginjal. Efek
sinergis diuretik lebih cenderung terjadi pada
penggunaan bersama obat antihipertensi lain dan
hipotensi dapat terjadi. Indometasin, aspirin,
fenobarbital, fenitoin dan antiinflamasi non steroid
dapat menurunkan efek natriuretik dan hipotensif
dari furosemid. Colestipol, kolestiramin dan
sukralfat akan menurunkan efek furosemid, beri
jarak pemberian 2 jam. Furosemid dapat
mengantagonis efek relaksan otot skeletal
(tubokurarin).Toleransi glukosa dapat diturunkan
oleh furosemid, perlu penyesuaian dosis obat
hipoglikemik.Metformin dapat menurunkan
konsentrasi furosemid.
Pemberian : Diberikan melalui injeksi
Peringatan : Diuretik loop adalah diuretik kuat, monitor dengan
ketat dan evaluasi dosis untuk mencegah
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, berikan
perhatian pada penggunaan bersama obat
nefrotoksik atau ototoksik, pasien yang tidak
diketahui hipersensitifitasnya terhadap sulfonamida
atau diuretik lain (kemungkinan adanya sensitifitas
silang; hindari penggunaan pada pasien dengan
riwayat reaksi berat).
8. DIAZEPAM
Komposisi : Diazepam
Kelas Terapi : Anticonvulsan, sedatif
Page 28
Mekanisme Aksi : Berikatan dengan reseptor stereospesifik
benzodiazepin pada saraf GABA post-sinaps
dibeberapa tempat dalamsistem saraf pusat,
termasuk limbik, susunan retikular, menambah efek
penghambat GABA pada hasil eksibilitas
saraf.Dengan meningkatnya permeabilitas
membran saraf terhadap ion klorin. Pertukaran ion
klorida menyebabkan hiperpolarisasi dan stabilisasi
Dosis : Insomnia yang disertai ansietas, 5-15 mg sebelum
tidur
Indikasi : Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau
insomnia, tambahan pada putus alkohol akut, status
epileptikus, kejang demam, spasme otot.
Kontra Indikasi : Hipersensitivitas, Sensitivitas silang dengan
benzodiazepin lain, pasien koma, depresi SSP yang
sudah ada sebelumnya, nyeri berat tak terkendali,
Kehamilan atau laktasi, Diketahui intoleran
terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya
injeksi)
Efek Samping : rasa lelah, ataksia, rasa malas, vertigo, sakit kepala,
mimpi buruk dan efek amnesia.
Interaksi Obat : 1. Alkohol, antidepresan, antihistamin dan
analgesik opioid – pemberian bersama
mengakibatkan depresi SSP tambahan.
2. Simetidin, kontrasepsi oral, disulfiram,
fluoksetin, isoniazid, ketokonazol, metoprolol,
propoksifen, propranolol, atau asam valproat
Page 29
dapat menurunkan metabolisme diazepam,
memperkuat kerja diazepam.
3. Diazepam yang diberikan secara oral akan
sangat cepat diabsorbsi setelah pamberian
metoclorpropamida secara intravena. Perubahan
motilitas dari gastrointestinal juga memberikan
pengaruh terhadap proses absorbsi.
Pemberian : Diazepam yang diberikan secara oral
9. BISCOR® (Bisoprolol Fumarat)
Komposisi : Bisoprolol Fumarat 5 mg
Kelas Terapi : β-bloker
Dosis : Awal 5 mg/hari, dapat ditingkatkan menjadi 10-20
mg/hari.
Indikasi : Hipertensi, sebagai monoterapi atau kombinasi
dengan antihipertensi lain. Gagal jantung ringan
sampai parah .
Kontra Indikasi : Syok kardiogenik, kelainan jantung, blok AV
derajat II atau III, sinus bradikardia
Efek Samping : Pusing, vertigo, sakit kepala, hipoestesia, ansietas,
mulut kering, bradikardia, palpitasi, hipotensi,
nyeri dada, gagal jantung, insomnia, depresi, sakit
perut, dispepsia, mual, muntah, diare, konstipasi,
nyeri otot, kram otot, tremor, ruam kulit, jerawat,
iritasi kulit, kulit kemerahan,, sakit mata, nyeri
telinga, penyakit gout, asma, letih.
Interaksi Obat : Obat golongan β-bloker, antagonis Ca (verapamil,
diltiazem) atau obat antimalaria seperti
Page 30
disopiramid, rifampisin.
Pemberian : Diberikan secara oral setelah makan
10. SPIRONOLACTONE
Komposisi : Spironolactone 25 mg
Kelas Terapi : Diuretik
Mekanisme Aksi : Merupakan antagonis aldesteron yang bekerja
secara kompetitif dengsn aldesteron sehingga
menghambat reabsorpsi natrium dan klorid, serta
mengurangi ekskresi kalium di tubuli ginjal
Dosis : Dewasa : 25-200 mg/hari dalam dosis trbagi. Dapat
ditingkatkan
Indikasi : Hipertensi esensial, edema pada CHF, edema
akibat sirosis hati atau tanpa asietas dan edema
akibat sindrom nefrotik, serta dalam diagnosa
maupun pengobatan pada hiperaldosteronisme
primer.
Kontra Indikasi : Pasien gagal ginjal berat, hiperkalemia atau sensitif
terhadap spironolakton, hiponatremia, hamil dan
menyusui, tukak lambung dan penyakit Addison’s.
Efek Samping : Kejang, diare, mengantuk, sakit kepala,
moculopopular, urtikaria, kebingungan mental,
agranulositosis, impotensia, hiperkalemia dan
hiponatremia
Interaksi Obat : Dapat meghilangkan respon vaskuler noradrenalin.
Menghambat bersihan digoxin. Suplemen K atau
Page 31
obat hemat kalium lainnya. Karbenoksolon.
Pemberian : Diberikan secara oral setelah makan
Peringatan : Gangguan fungsi hati
11. CEFADROXIL
Komposisi : Cefadroxil 500 mg
Kelas Terapi : Antibiotik Sefalosporin 1st
Dosis : Dewasa : 1-2 gram /hari terbagi dalam 2 dosis tiap
12 jam.
Anak: 25-50 mg/kgBB/hari.
Indikasi : Infeksi saluran nafas, kulit dan jaringan lunak, ISK
& infeksi kelamin, osteomielitis, artitis,
septikemia, peritonitis, sepsis puerperium.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sefalosporin
Efek Samping : Gangguan GI, reaksi hipersensitif
Interaksi Obat : Aminoglikosida, diuretik poten dan probenesid
Pemberian : Diberikan secara oral
Peringatan : Gangguan fungsi ginjal, kolitis, alergi penisilin.
12. CEFTRIAXONE
Komposisi : Ceftriaxon disodium setara dengan ceftriazone 1 g
Kelas Terapi : Antibiotik Sefalosporin 3th
Mekanisme Aksi : Bakterisidal dengan penghambatan sintesis
Page 32
mukopeptida dalam dinding sel bakteri
Dosis : Dewasa dan anak >12 tahun: 1-2 g 1x1. Pada
infeksi berat dapat mencapai 4 g/hari
Anak <12 tahun: 20-50 mg/kg/hari
Indikasi : Infeksi yg disebabkan oleh patogen yang sensitif
terhadap ceftriaxone seperti saluran napas, infeksi
THT, infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis,
infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak, infeksi
intra abdominal, infeksi genital, dan infeksi pada
pasien dengan gangguan pertahanan tubuh.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sefalosporin dan pada
pasien yang hipersensitif terhadap penisilin
kemungkinan reaksi alergi silang harus
diperhitungkan.
Efek Samping : Diare, mual, muntah, urtikaria, dermatitis, alergi,
udema, trombositopenia, anemia hemolitik, pusing,
sakit kepala, flebitis.
Interaksi Obat : Kombinasi dengan aminoglikosida dapat
menghasilkan efek adiktif atau sinergis, khususnya
pada infeksi berat yang disebabkan oleh
P.aeruginosa dan Streptococcus faecalis.
Pemberian : Diberikan secara iv
Peringatan : Pada pasien dengsn gangguan fungsi ginjal dan
hati yang berat, kadar plasma obat perlu dipantau.
Pada penggunaan jangka waktu yang lama profil
darah harus dicek secara teratur.
Page 33
13. METIL PREDNISOLON
Komposisi : Metil prednisolon
Kelas Terapi : Glukokortikoid
Dosis : Oral: 2-40 mg/hari, Injeksi im, iv lambat, infus iv:
10-100 mg/hari
Indikasi : Pemakaian intra muskular digunakan pada indikasi
berikut: Gangguan endokrin, Penyakit
Rheumatoid. Sebagai terapi tambahan untuk
penggunaan jangka pendek pada terapi penyakit-
penyakit:Osteoarthritis pasca trauma, Gouty
arthritis akut. Penyakit-penyakit Kolagen, Pada
keadaan penyakit makin memburuk atau sebagai
terapi perawatan pada kasus-kasus:Systemic lupus
erythematosus, Systemic-dermatomyositis
(polymyositis). Penyakit-penyakit kulit tertentuE
rythema multiforme parah (Stevens-Johnson
syndrome).Mengendalikan kondisi alergi yang
parah yang tidak memberikan hasil yang memadai
pada terapi konvensional:Rhinitis yang disebabkan
alergi, Asma bronchial.
Kontra Indikasi : Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas
terhadap prednison atau komponen-komponen obat
lainnya.
Efek Samping : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
Page 34
Gangguan Muskuloskeletal, Gangguan
Pencernaan, Gangguan Dermatologis, Gangguan
Metabolisme, Gangguan Neurologis, Gangguan
Endokrin, Urtikaria dan reaksi alergi lain, reaksi
anafilaktik atau hipersensitivitas.
Interaksi Obat : Glikosida Jantung, diuretik, obat antidiabetik,
derivat kumarin, rifampisin, fenitoin, barbiturat,
aspirin, siklosporin, ketokonazol, troleandomisin.
Pemberian : Diberikan secara oral
Peringatan : Terapi jangka lama dapat menyebabakan katarak
subkapsular posterior, glaukoma dengan
kemungkinan terjadinya kerusakan saraf mata,
peningkatan infeksi virus dan jamur sekunder pada
mats.
14. DIGOXIN
Komposisi : Digoxin 0,25 mg
Kelas Terapi : Glikosida Jantung
Dosis : -Digitalis cepat (24-36 jam) :Dewasa: 4-6 tablet
diiikuti 1 tablet setelah interval yang adekuat
sampai dengan dicapai kompensasi. Anak: 25
mcg/kgBB, dapat ditingkatkan dengan interval s/d
kompensasi tercapai. Pemeliharaan: 10-20
mcg/kgBB/hari.
-Digitalis lambat (3-5 hari): 2-3 tab/hari dalam
Page 35
dosis terbagi. Pemeliharaan :1-3 tab/hari.
Indikasi : Gagal jantung kongestif. Takikardia
supraventrikuler paroksimal
Kontra Indikasi : Takikardia ventrikular dan fibrilasi ventrikular.
Blok AV komplit dan derajat 2. Henti sinus, sinus
bradikardia berlebihan.
Efek Samping : Gangguan SSP dan GI
Interaksi Obat : Amfoterisin dan obat yangmenyebabkan
hipokalemia yang dapat meningkatkan toksisitas
digoksin.
Absorbpsi dihambat oleh antasida, kolestiramin,
kolestipol, neomisin, sulfasapazin.
Peningkatan resiko aritmia jantung dengan garam
Ca dan antiaritmia. Kadar serum ditingkatkan oleh
kuinidin.
Pemberian : Diberikan secara oral
15. KSR
Komposisi : Kalium Klorida 600 mg
Kelas Terapi : Suplement Kalium
Dosis : Bila garam kalium diberikan untuk mencegah
hipokalemia dosis kalium klorida 2 – 4 g (kira-
kira 25 – 50 mmol) tiap hari peroral dapat
Page 36
diberikan pada pasien dengan diet normal.
Indikasi : Pencegahan hipokalemia spesifik, terutama untuk ;
1) Pada penggunaan digoksin atau obat-obatan
anti aritmia, hal ini karena kekurangan kalium
dapat menginduksi aritmia.
2) Pada pasien dengan hiperaldosteronis sekunder,
misalnya stenosis arteri ginjal, sirosis hati,
sindrom nefrotik dan gagal jantung yang berat.
3) Pada pasien yang banyak kehilangan kalium
melalui feses, seperti: diare kronik yang
berhubungan dengan intestinal malabsorpsi
atau penyalahgunaan laksatif.
Kalium juga diberikan untuk mengatasi
kekurangan kalium pada penderita lanjut usia
karena asupan kalium yang kurang memadai
Kontra Indikasi : Gagal ginjal , penyakit addison tidak diobati,
dehidrasi akut, hiparkalemia, gangguan saluran
cerna.
Efek Samping : Mual, muntah, sakit pinggang, dan diare
Interaksi Obat : Pemberian bersama ACE inhibitor, siklosporin,
diuretik hemat Kalium seperti spironolakton,
triamteren atau amilorik dapat meningkatkan
resiko hiperkalemia.
Pemberian : Diberikan secara oral
Peringatan : Pasien gagal ginjal harus mendapatkan perhatian
khusus, oleh karena resiko hiperkalemia
Page 38
BAB IV
PEMBAHASAN
NoJENIS
PERMASAALAHANANALISA MASALAH
PERMASALAHAN YANG TERKAIT DENGAN OBAT
KOMENTAR / REKOMENDASI
1. Korelasi antara terapi obat-dengan penyakit
1. Adakah obat tanpa indikasi medis?
2. Adakah pengobatan yang tidak dikenal?
3. Adakah kondisi klinis yang tidak diterapi?dan apakah kondisi tersebut membutuhkan terapi obat ?
1. Ada permasaalahan : 1 , 2 , 3
2. Tidak ada permasaalahan.
Pengobatan yang dilakukan telah sesuai dengan tepat dan benar. Tidak ada obat yang diberikan tanpa indikasi dan obat yang diberikan telah tepat.
2. Pemilihan obat yang sesuai
1. Bagaimana pemilihan obat? Apakah sudah efektif dan merupakan obat terpilih pada kasus ini?
2. Apakah pemilihan obat tersebut relative aman?
3. Apakah terapi obat dapat ditoleransi oleh pasien?
1. Ada permasaalahan :1 , 2 , 3
2. Tidak ada permasaalahan.
Pemilihan obat telah tepat dan benar. Obat yang diberikan adalah relative aman untuk pasien.
3 Regimen dosis 1. Apakah dosis, frekwensi dan cara pemberian sudah mempertimbangkan efektifitas keamanan dan
1. Ada permasaalahan :1 , 2 , 3
2. Tidak ada permasaalahan.
Frekuansi dan cara pemberian sudah sesuai dengan keamanan dan kenyamanan pasien kecuali Metil prednisolon sebagai obat bronkitis pasien yang hanya diberikan selama 2 hari. Tetapi dosis masih harus disesuaikan dengan keadaan
Page 39
kenyamanan serta sesuai dengan kondisi pasien?
2. Apakah jadwal pemberian dosis bisa memasikmalkan efek terapi, kepatuhan , meminimaIkan efek samping, interaksi obat, dan regimen yang komplek?
3. Apakah lama terapi sesuai dengan indikasi ?
hati pasien.
4 Duplikasi terapi 1. Apakah ada duplikasi terapi
1. Ada permasaalahan :1 2. Tidak ada
permasaalahan.
Adanya duplikasi terapi pada pasien tersebut dimana penggunaan obat anti ulcer yaitu lansoprazol dan sucralfat. Serta diuretik yaitu furosemid dan spironolakton. tetapi ini tidak masalah untuk meningkatkan kerja obat tersebut dan juga mekanisme kerjanya juga berbeda.
5 Alergi obat atau intoleran
1. Apakah pasien alergi atau intoleran terhadap salah satu obat (atau bahan kimia yang berhubungan dengan pengobatanya)?
2. Apakah pasien telah tahu yang harus dilakukan jika terjadi alergi serius?
1. Ada permasaalahan : 1 , 2
2. Tidak ada permasaalahan.
-
6 Efek merugikan obat 1. Apakah ada gejala/ permasaalahan medis yang
1. Ada permasaalahan :1
-
Page 40
diinduksi obat? 2. Tidak ada permasaalahan.
7 Interaksi dan Kontraindikasi
1. Apakah ada interaksi obat dengan obat? Apakah signifikan secara kilnik?
2. Apakah ada interaksi obat dengan makanan? Apakah bermakna secara klinis?
3. Apakah ada interaksi obat dengan data laboratorium? Apakah ber-makna secara klinis?
4. Apakah ada pemberian obat yang kontra indikasi dengan keadaan pasien?
1. Ada permasaalahan :1 , 2 , 3, 4
2. Tidak ada permasaalahan.
1.
a. Aspirin + Bisoprolol : Aspirin menurunkan efek dari bisoprolol dengan bekerja farmakodinamik antagonis. Dan keduanya meningkatkan K serum.
b. Aspirin + Furosemid :Aspirin meningkatkan dan furosemid menurunkan K serum.
c. Spironolakton + Aspirin : Spironolakton dan aspirin meningkatkan K serum.
d. Spironolakton + Furosemid : Spironolakton meningkatkan dan furosemid K serum.
e. Bisoprolol + Spironolakton : Keduanya meningkatkan K serum.
f. Bisoprolol + Furosemid : Bisoprolol meningkatkan dan furosemid menurunkan K serum.
Signifikan. Diperlukan monitoring elektrolit ketat.
2. –
3. –
4. –
Page 41
Kategori Drug Related Problems (Cipolle, 1998)
Kategori DRPs Penyebab DRPs Rekomendasi
Indikasi yang Tidak
Diterapi
Kondisi membutuhkan terapi obat
Kondisi membutuhkan kelanjutan terapi obat
Kondisi membutuhkan kombinasi obat
Kondisi dengan resiko tertentu dan butuh obat untuk mencegahnya
Obat dengan Indikasi
yang Tidak Sesuai
Tidak ada indikasi pada saat itu
Menelan obat dengan jumlah yang toksik
Kondisi akibat drug abuse
Lebih baik disembuhkan dengan non-drug therapy
Pemakaian multiple drug yang seharusnya cukup dengan single drug
Minum obat untuk mencegah efek samping obat lain
Obat Salah Kondisi menyebabkan obat tidak efektif Penggunaan metilprednisolon 4 mg 1x1 pada tanggal 6 dan 7 Juli digunakan sebagai obat
Alergi
Page 42
bronkitis, akan tetapi frekuensi penggunaan obat kurang.
Obat yang bukan paling efektif untuk indikas
Faktor resiko yang dikontraindikasikan dengan obat
Efektif tapi bukan yang paling aman
Efektif tapi bukan yang paling murah
Refractory
Dosis Terlalu Rendah
Dosis obat terlalu rendah untuk menghasilkan respon
-
Kadar obat dalam darah dibawah kisaran terapi
Frekuensi pemberian, durasi dan cara pemberian obat pada pasien tidak tepat
Waktu pemberian profilaksis tidak tepat (misal antibiotik
profilaksis untuk pembedahan diberikan terlalu awal)
Reaksi Obat Tidak
Diinginkan
Pasien memiliki resiko mengalami efek samping obat Interaksi antara Digoxin, Aspilet, KSR dan Furosemid yang dapat menyebabkan Hiperkalemia.
Efek obat berubah akibat penggantian ikatan antara obat dengan protein atau oleh obat lain
Hasil laboratorium berubah karena obat
Bioavailabilitas obat berubah karena ada interaksi
Page 43
dengan makanan maupun obat lain
Dosis Terlalu Tinggi
Dosis yang diberikan terlalu tinggi
-
Kadar obat dalam darah pasien melebihi kisaran terapi
Dosis obat dinaikkan terlalu cepat
Frekuensi pemberian, durasi terapi, dan cara pemberian obat
Kepatuhan
Pasien tidak menerima obat sesuai dengan regimen karena adanya medication error (prescribing, dispensing, administrasi, monitoring)
Keyakinan pasien dalam penggunaan obat kurang.
Tidak taat instruksi, berkaitan dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
Harga obat mahal
Tidak memahami cara pemakaan obat yang benar
Keyakinan pasien dalam menggunakan obat
Page 44
Seorang pasien datang dalam keadaan sadar ke UGD pada tanggal 29 Juni
2014 dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu dan semakin
menjadi sejak 1 hari yang lalu yang dipengaruhi oleh aktivitas, nyeri pada
dada dan bengkak pada kaki serta batuk. Setelah diperiksa pasien didiagnosa
mengalami CHF disertai DM tipe 2 baru. Dari UGD pasien diberikan terapi
injeksi lasix, injeksi ceftriaxone dan infus RL. Setelah diberikan tindakan di
IGD, pasien masuk bangsal interne. Pasien dipindahkan ke bangsal interne
dan terapi masih dilanjutkan dan diberikan tambahan terapi ISDN,
Miniaspri®, Ulsidex, Lansoprazol dan Ambroxol. Selama rawatan
ditambahkan pula Sprironolakton, Diazepam dan Metil Prednisolon. Dari
riwayat penyakit diketahui bahwa pasien alergi terhadap ranitidin dan gagal
jantung.
Kemudian dilakukan pemeriksaan darah rutin dan gula darah. Berdasarkan
hasil data laboratorium, GDS pasien > 200 mg/dl. Yang menandakan
adanya gangguan dengan gula darah yang menandakan penyakit diabetes,
dan leukosit yang sedikit meningkat yang menunjukkan adanya infeksi.
Pada saat masuk rumah sakit tekanan darah pasien adalah 160/100 mmHg,
ini menandakan pasien mengalami hipertensi, yang disebabkan oleh gagal
jantung yang dialami pasien. Adapaun diagnosa terakhir dari pasien ini
adalah Congestive Heart Failure Stage III-IV.
Selama pengobatan pasien diberikan RL untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit pasien, injeksi Lasix 2 x 1 ampul diberikan untuk
pengobatan udema dan dosis diturunkan menjadi 1 x 1 ampul karena udema
Page 45
pasien yang telah berkurang. Injeksi Ceftriaxone diberikan sebagai
profilaksis dan mencegah infeksi mosokomial karena leukosit pasien yang
cendrung sedikit tinggi.
Nyeri dada serta hipertensi yang dialami pasien karena detak jantung pasien
cepat, sehingga menyebabkan kerja jantung tidak efektif memompa darah
keseluruh tubuh sehinga mengurangi asupan oksigen ke organ dan jaringan,
hal ini yang menyebabkan pasien merasa sesak nafas. Maka pasien diterapi
dengan Bisoprolol 10 mg 1x1, bisoprolol ini akan merelaksasikan otot
jantung. Miniaspri® digunakan sebagai trombolitik untuk mencegah
pembekuan darah dan melancarkan aliran darah di jantung dan paru-paru.
Keluhan pasien masuk RS adalah batuk, untuk menanganinya diberikan
ambroxol 3x1, namun sampai hari rawatan terakhir batuk pasien tidak
kunjung sembuh. Hal ini disebabkan gagal jantung yang dialami pasien.
Dari hasil pemeriksaan labor dinyatakan bahwa kadar glukosa pasien
berada diatas nilai normal yang mencapai 275, namun pasien tidak diberikan
terapi anti diabetik. Hal ini disebabkan gula darah pasien yang masih dapat
dikontrol secara non farmakologi dengan diet daging 1700 kal yang
dilakukan pasien.
Pada pengobatan ini pasien menggunakan injeksi ceftriaxone 1 x 2 gram
selama 5 hari dan pada saat pulang pasien tetap diberikan antibiotik.
Berdasarkan literatur waktu penggunaan ceftriaxone disini sudah sesuai,
dimana menurut literatur penggunaan ceftriaxone seharusnya 4-14 hari
untuk menghindari terjadinya toleransi terhadap antibiotika.
Page 46
Adapun DRP (Drug Related Problem) yang pertama pada kasus ini adalah
adanya indikasi yang tidak diterapi yakni pasien telah mengalami susah
tidur dari tanggal 1 Juli 2014, namun obat ansietas Diazepam baru diberikan
pada tanggal 6 Juli 2014. Selain itu pasien mengalami gangguan lambung
yang dapat diakibatkan oleh penggunaan aspilet yang lama, namun pada
saat pulang tidak diberikan anti ulcerasi. Jadi direkomendasikan untuk
memberikan diazepam pada saat rawatan dan lansoprazol ataupun ulsidex
untuk obat pulang pasien.
DRP lain adalah pasien pulang masih dengan batuk dan tidak diberikan obat
pulang berupa obat batuk. Jadi direkomendasikan untuk memberikan pasien
obat batuk dengan dosis yang ditingkatkan atau mengganti mukolitik
lainnya.
DRP ketiga adalah penggunaan obat tanpa indikasi pada tanggal 6 dan 7 Juli
2014 dimana pasien diberikan metyl prednisolon 4mg 1x1. Dari diagnosa
terakhir diketahui bahwa pasien juga mengalami bronkitis sehingga
diberikan metyl prednisolon. Namun durasi pemakaian obat ini kurang
tepat. Obat ini diberikan dengan tappering off selama 12 hari.
DRP selanjutnya adalah interaksi obat yang terjadi pada obat yang dibawa
pulang pasien yaitu antara aspilet, digoxin, KSR dan furosemid. Dimana
aspilet, digoxin, dan KSR dapat meningkatkan kadar kalium serum pasien,
sedangkan hanya furosemid yang menurunkan kadar kalium serum,
sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia. Jadi direkomendasikan pasien
melakukan cek elektrolit setiap melakukan kontrol.
Page 47
Konseling
a. Selama Rawatan
Spironolakton : diminum pagi dan siang setelah makan 2 kali
sehari.
Cefadroxil : diminum dua kali sehari setiap 12 jam setelah makan.
ISDN 5mg: diminum tiga kali sehari setelah makan dibawah lidah,
jangan ditelan atau dikunyah.
Miniaspri 80mg : Diminum satu kali sehari setelah makan pada
pagi hari.
Ulsidex : diminum tiga kali sehari dua jam setelah makan.
Lansoprazol : diminum 1 jam sebelum makan satu kali sehari pada
pagi hari.
Biscor 10 mg: diminum satu kali sehari pada pagi hari setelah
makan
Ambroxol : diminum tiga kali sehari setelah makan.
Metil prednisolon 4mg: diminum satu kali sehari setelah makan
pada pagi hari
Diazepam 2mg : Diminum satu kali sehari setelah makan pada
malam hari.
b. Obat Pulang
Cefadroxil : merupakan antibiotik untuk mengatasi infeksi yang
dialami pasien. Obat ini diminum dua kali sehari setelah makan
setiap 12 jam. Obat ini harus dihabiskan. Bila pasien lupa minum
obat dan masih mendekati waktu minum obat, maka segerakan
minum ketika ingat. Namun jika telah mendekati waktu minum
berikutnya, maka tinggalkan, dan jangan menggandakan
mengkonsumsi obat pada periode berikutnya.
Furosemid : Obat ini merupakan diuretik yang dapat meningkatkan
pengeluaran BAK pasien dan megurangi menumpukkan cairan
pada jantung paru- paru dan jantung pasien. Obat ini diminum satu
kali sehari setelah makan pada pagi hari.
Page 48
Aspilet : merupakan obat untuk mengencerkan darah pasien
sehingga dapat meringankan kerja jantung pasien. Obat ini
diminum satu kali sehari setelah makan pada pagi hari.
Digoksin : digunakan untuk menguatkan otot jantung pasien,
sehingga jantung dapat bekerja dengan baik. Obat ini diberikan
satu kali sehari setelah makan pada pagi hari.
KSR : diberikan satu kali sehari setelah makan.
Diazepam : diberikan untuk megatasi susah tidur yang dialami
pasien. Obat ini diminum satu kali sehari setelah makan pada
malam hari.
Jangan minum obat dengan susu atau kopi.
Pasien disarankan untuk membatasi asupan cairan
Hindari makanan yang berminyak dan pedas.
Kurangi stress.
Page 49
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, L dan Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah. Jakarta: EGC
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., dan
Posey, L, W. 2008. Parmacotherapy A Pathophysiology Approach. ( 7th edition).
New York : Mc Graw Hill.
Mansjoer, Arief. 2001.Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi III). Jakarta:
EGC
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care
Practice, 73-95, Mc-Graw-Hill, New York