-
3TINJAUAN PUSTAKA
Ekofisiologi dan Botani Tanaman Teh
Tanaman teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) merupakan
tanaman
subtropis yang berasal dari pegunungan Assam, China, Burma,
Thailand dan
Vietnam. Tanaman teh tidak terdapat di setiap daerah. Di
Indonesia tanaman teh
tumbuh baik di daerah-daerah dengan ketinggian 400 m -1 200
meter di atas
permukaan laut. Teh tidak tahan terhadap kekeringan yang lama,
karenanya teh
terpusat di daerah bagian barat Indonesia antara 2 500 mm per
tahun sampai 3 500
mm per tahun merata sepanjang tahun (Spillane, 1992).
Teh secara umum berakar dangkal, peka terhadap keadaan fisik
tanah dan
cukup sulit untuk dapat menembus lapisan tanah. Daunnya berwarna
hijau tua dan
agak bergerigi, ukuran panjangnya bisa mencapai tinggi hingga 10
- 15 cm.
Bunganya berbentuk bulat, berwarna keputih-putihan menyerupai
bunga yasmin
dan dilapisi lilin. Buah teh termasuk buah kotak yang umumnya
terdiri atas tiga
butir biji. Biji tanaman teh mengandung minyak dengan kadar yang
tinggi , yaitu
20 % berat biji (Spillane, 1992).
Tanaman teh mempunyai dua fase pertumbuhan pucuk pada masa
pertumbuhannya, yaitu periode peko dan burung. Kedua periode
tersebut
berselang-seling pertumbuhannya. Ritme pertumbuhan tersebut yang
dinamakan
flushing (periode peko) untuk pertumbuhan intensif / aktif dan
periode dorman
(periode burung) untuk pertumbuhan inaktif. Lama masa flushing
ke flushing
berikutnya 35 hari . Lamanya stadium peko dan burung untuk
tanaman yang
satu tidak sama dengan tanaman lainnya, bahkan masa bertunas
dalam satu
tanaman pun berbeda (Setyamidjaja, 2000).
Periode istirahat dan aktif berhubungan erat dengan keadaan hara
tanaman
secara keseluruhan maupun setiap tunas secara individual.
Semakin baik keadaan
hara tanaman, maka periode aktif makin lama. Begitu pula
sebaliknya, semakin
buruk keadaan hara tanaman, maka periode dorman makin lama.
-
4Menurut Setyamidjaja (2000) tanah yang baik dan sesuai dengan
kebutuhan
tanaman adalah tanah yang cukup subur dengan kandungan bahan
organik cukup,
tidak bercadas, serta mempunyai derajat keasaman (pH) antara 4.5
- 6.0. Di
Indonesia jenis tanah utama yang digunakan untuk perkebunan teh
adalah tanah
Andosol (di Pulau Jawa pada ketinggian 800 m dpl.) dan tanah
Podsolik
(Sumatera).
Pemetikan
Pemetikan merupakan suatu cara pengambilan daun yang dilakukan
secara
terus menerus berupa daun yang masih muda dan tunas yang sesuai
dengan
persyaratan dalam pengolahan teh. Pemetikan harus dilakukan
berdasarkan
ketentuan-ketentuan sistem petikan dan syarat-syarat pengelolaan
yang berlaku.
Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha untuk membentuk kondisi
tanaman agar
mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Setyamidjaja,
2000).
Pucuk yang dipetik mengakibatkan tanaman kehilangan salah satu
alat
fotosintesis untuk pembuatan zat pati yang sangat penting bagi
kehidupan atau
pertumbuhan tanaman. Kehilangan zat pati akibat pemetikan pucuk
sekitar 7.5%,
semakin kasar pucuk yang dipetik, maka semakin tinggi kehilangan
zat patinya
(Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Pemetikan pucuk p+2, p+3 akan lebih kecil kehilangan zat patinya
dari pada
pucuk p+4 atau lebih. Kehilangan zat pati akibat dipetik tidak
akan menyebabkan
pertumbuhan tanaman terganggu, asalkan daun-daun yang tertinggal
pada perdu
(lapisan daun pemeliharaan) cukup memadai untuk melakukan
asimilasi
(fotosintesis).
Ketebalan daun pemeliharaan yang efektif melakukan fotosintesis
4 - 5 lapis
dengan ketebalan 15 - 20 cm. Lebih tebal atau lebih tipis dari
angka tersebut hasil
fotosintesis tidak optimal, akibatnya pertumbuhan pucuk
terhambat dan produksi
menurun. Apabila terlalu tipis maka pemetikan harus dinaikkan
satu daun atau
meninggalkan satu daun di atas kepel (k+1). Kalau terlalu tebal
pemetikan harus
menurunkan daun di atas kepel (k+0) secara terus-menerus dan
dilakukan selama
-
5enam bulan atau lebih sampai daun pemeliharaan menjadi ideal
(15 20 cm),
sebab daun teh akan gugur setelah daun berumur enam bulan (Pusat
Penelitian
Teh dan Kina, 2006).
Daun pemeliharaan yang terlalu tebal lebih dari lima lapis daun
(>20 cm)
maka lapisan daun yang keenam dan seterusnya akan menjadi beban,
karena
daun-daun ini tidak lagi dapat melakukan fotosintesis bahkan
hanya dapat
menggunakan hasil fotosintesisnya untuk respirasi. Akibatnya
hasil untuk
fotosintat untuk pertumbuhan pucuk atau tunas berkurang berarti
produksi juga
akan berkurang. Sebaliknya apabila daun pemeliharaan terlalu
tipis kurang dari
empat lapis daun, maka proses fotosintesis akan berkurang dan
pertumbuhan
pucuk atau tunas juga berkurang, yang berarti produksi pucuk
juga berkurang
(Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Pemetikan harus memperhatikan gilir petik dan hanca petik karena
akan
menentukan produksi dan mutu teh. Gilir petik adalah jangka
waktu antara satu
pemetikan dengan pemetikan berikutnya pada blok yang sama, yang
dinyatakan
dalam hari. Panjang pendeknya gilir petik dipengaruhi oleh
kecepatan
pertumbuhan pucuk. Kecepatan pertumbuhan pucuk ini dipengaruhi
oleh beberapa
faktor antara lain yaitu umur pangkas, iklim, ketinggian tempat
dan keadaan
tanam (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Hanca petik adalah luas areal yang pemetikannya harus
diselesaikan dalam
satu hari oleh pemetik. Pengaturan hanca dan gilir petik harus
memperhatikan
keseragaman pucuk karena akan berpengaruh pada mutu pucuk yang
dipanen.
Hanca petik diatur berdasarkan kapasitas rata-rata pemetik, luas
areal blok kebun
dan daur petik. Semakin pendek gilir petik maka semakin luas
hanca petiknya
(Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Analisis Hasil Petikan
Hasil teh diperoleh dari daun-daun pucuk tanaman teh yang
dipetik.
Kualitas teh jadi sangat ditentukan oleh kualitas pucuk hasil
olahan. Pucuk teh
tersebut harus diperiksa dan dianalisis sebelum teh diolah yang
akan menentukan
-
6kualitas dan mutu teh. Pemeriksaan pucuk tersebut sering
disebut dengan analisis
hasil petikan. Analisis hasil petikan terdiri atas dua macam
yaitu (1) analisis petik,
dan (2) analisis pucuk (Pusat Penelitian Teh dan Kina,
2006).
Analisis petik. Analisis petik adalah pemisahan pucuk yang
didasarkan
pada jenis pucuk atau rumus petik yang dihasilkan dari pemetikan
yang telah
dilakukan dan dinyatakan dalam persen. Tujuan dilaksanakannya
analisis petik
adalah untuk melihat kondisi kesehatan tanaman, menilai
ketepatan pelaksanaan
pemetikan, menilai sistem pemetikan yang dilakukan, siklus petik
dan
keterampilan pemetik (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Analisis pucuk. Analisis pucuk adalah kegiatan pemisahan pucuk
yang
didasarkan pada bagian tua dan muda yang dinyatakan dalam
persen. Selain itu,
pemisahan pucuk juga didasarkan pada kerusakan dan dinyatakan
dalam persen.
Tujuan dilaksanakanya analisis pucuk yaitu dapat menilai pucuk
yang akan
diolah, dapat digunakan untuk menentukan harga pucuk (khususnya
bagi teh
rakyat) dan dapat memperkirakan persentase mutu teh produk yang
akan
dihasilkan (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Kualitas pucuk segar sangat dipengaruhi oleh faktor genetik,
iklim, tinggi
tempat, dan cara bercocok tanam. Kualitas produk teh yang baik
akan diperoleh
dari daun muda/ pucuk yang mengandung senyawa polifenol, cafein
dan aktivitas
enzim yang tinggi (Suryatmo, 1984). Zat kimia terutama berperan
dalam kualitas
teh adalah senyawa polifenol golongan catechin. Zat ini terdapat
dalam jumlah
besar pada bagian pucuk yang muda, dan semakin kecil jumlahnya
dengan makin
tuanya daun. Kualitas teh ditentukan dari pucuk hingga daun
ketiga saja, semakin
ke atas maka hasil olahan teh akan semakin baik. Pucuk teh
tersebut dapat
menghasilkan teh dengan kualitas nomor satu dan memiliki nilai
jual yang tinggi
(Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Sasaran angka analisis pucuk adalah 70% atau lebih merupakan
bagian yang
muda dengan kerusakan pucuk kurang dari 10%, sehingga diharapkan
dapat
dihasilkan teh dengan produk yang bermutu tinggi (Setyamidjaja,
2000).