Top Banner
Pendahuluan Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat. 1 Pembahasan
33

Tinpus Case 2

Sep 06, 2015

Download

Documents

Ardian Pratama

case
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Pendahuluan Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.1

Pembahasan Klasifikasi Klasifikasi uveitis berdasarkan :1. Lokasi utama dari bercak peradangan : uveitis anterior: meliputi iris, iridosiklitis, dan uveitis intermedia. uveitis posterior: koroiditis, koriorenitis ( bila peradangan koroid lebih menonjol ), retinokoroiditis ( bila peradangan retina lebih menonjol), retinitis dan uveitis diseminata. uveitis difus atau pan uveitis

2. Berat dan perjalanan penyakit : akut subakut kronik rekurens3. Patologinya : non granulomatosa granulomatosa4. Demografi, lateralisasi dan faktor penyerta : distribusi menurut umur distribusi menurut kelamin distribusi menurut suku bangsa dan ras unilateral dan bilateral penyakit yang menyertai atau mendasari5. Penyebab yang diketahui : bakteri : tuberkulosis , sifilis virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus jamur : candida parasit : toksoplasma, toksokara imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, oftalmia simpatika, poliarteritis nodosa, granulomatosis wegener penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis, sarkoidosis, penyakit vaskular. Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma lain lain : AIDS.6. Berdasarkan anatomisnya : Inflamasi iris bersamaan dengan peningkatan permeabilitas vaskular dinamakan iritis / uveitis anterior . Sel darah putih yang bersirkulasi dalam humor akous bilik mata anterior dapat dilihat dengan slitlamp. Protein yang juga bocor dari pembuluh darah terlihat dengan sifat penyebaran cahaya pada sinar slitlamp sebagai flare. Inflamasi pars plana ( badan siliaris posterior) dinamakan siklitis atau uveitis intermedia.inflamasi segmen posterior ( uveitis posterior) menghasilkan sel sel inflamasi dicairan vitreus. Selain itu juga terdapat inflamasi koroid atau retina terkait ( masing masing adalah koroiditis dan retinitis). Panuveitis terjadi ketika uveitis anterior dan posterior terjadi bersamaanUveitis merupakan penyakit yang mudah mengalami kekambuhan, bersifat merusak, menyerang pada usia produktif dan kebanyakan berakhir dengan kebutaan. Hubungan yang baik antara dokter dengan penderita uveitis sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil penanganan yang optimal. 2

Epidemiologi Insiden sekitar 15 per 100.000 orang, sekitar 75 % merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait.3

Uveitis anteriorUveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses keradangan akut.Pada proses keradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu : mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa. punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis non granulomatosa. Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses keradangan akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran aquos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga aquos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa, yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila keradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.

Uveitis posteriorUveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu pada koroid, dan disebut juga koroiditis.3 Karena dekatnya koroid pada retina, maka penyakit koroid hampir selalu melibatkan retina ( korioretinitis ).2 Uveitis posterior biasanya lebih serius dibandingkan uveitis anterior.Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala akut tapi biasanya berkembang menjadi kronik. Kedua fase tersebut ( akut dan kronik ) dapat menyebabkan pembuluh darah diretina saling tumpang tindih dengan proses peradangan di uvea posterior. Tanda-tanda uveitis posterior antara lain:1. Perubahan vitreus, meliputi sel, flare, opasitas, dan yang tersering adalah lepasnya bagian posterior vitreus2. Koroiditis, ditandai dengan bercak kuning atau keabu-abuan dengan garis demarkasi yang jelas3. Retinitis, menyebabkan gambaran retinz menjadi putih berawan4. Vaskulitis (perflebitis/periarteritis)Penyebab utama uvea posterior tidak berpengaruh pada faktor eksternal dari uvea bagian posterior. Dengan pemeriksaan oftalmoskopi standar dan lamanya peradangan penyakit secara lengkap dengan perubahan pada koroid sudah dapat dilihat kelainan. Terjadinya perubahan elevasi yang memberi warna kuning atau abu abu yang dapat menutup koroid sehingga pada pemeriksaan koroid tidak jelas. Perdarahan diretina akan menutup semua area, pada beberapa kasus terdapat lesi yang kecil disertai kelainan pada koroid tapi setelah beberapa minggu atau bulan akan ditemukan infiltrat dan edema hilang sehingga menyebabkan koroid dan retina atrofi dan saling melekat. Daerah yang atrofi akan memberikan kelainan bermacam macam dalam bentuk dan ukuran. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan warna koroid menjadi putih, kadang pembuluh darah koroid akan tampak disertai karakteristik dari deposit irregular yang banyak atau berkurangnya pigmen hitam terutama pada daerah marginal.Lesi bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan retina. Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan melihat lalat berterbangan ( floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai dari ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah makula atau papilomakula. Diagnosis banding tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non infeksi, bisa juga disebabkan oleh penurunan imunologik atau alergi organ, bisa juga penyebabnya tidak diketahui setelah timbul endoftalmitis dan neoplasma.4

2.1. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI Penyakit Virus 1. Penyakit Herpes 2. AIDS dan Retinitis Cytomegalovirus Penyakit Jamur1. Histoplasmosis Penyakit Protozoa1. Toxoplasmosis Penyakit bakteri 1. Sifilis2. Tb3. Infeksi banal (dari gigi atau sinusistis)2

Penyakit non infeksi

Autoimun:Vaskulitis retina, penyakit bechet, oftalmia simpatis.

Keganasan:Leukemia, sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia

Etiologi tidak diketahui: Sarkoiditis, epitelopati pigmen retina, koroiditis geografik.

Sindrom BehcetBehcets disease (Behcets syndrome) dinamakan setelah Hulusi Behcet (1889-1948), dokter spesialis kulit dan ilmuwan dari Turki menemukan sindrom ini pada pasien tahun 1924 dan melaporkan penelitiannya pada Journal of Skin and Veneral Disease pada tahun 1936. Usia rata-rata yang terkena Behcets disease paling sering terjadi pada usia dekade ketiga, walaupun usia pada saat diagnosis akhir biasanya pada dekade ke empat.

Behcets disease dapat meningkatkan rentang manifestasi klinis yang dapat dimulai dengan mengonsul kepada beberapa spesialis termasuk dermatologi, rheumatologi, genitourinary medicine, ginekologi, penyakit dalam, neurologi, optalmologi, penyakit mulut, dll. Apthous ulser yang terasa sakit pada mulut dipertimbangkan sebagai ciri khas penyakit ini. Terdapat 98%, dimana, ulserasi genital sebanyak 80% pada pasien. Lesi kulit lain termasuk acneiform folliculitis, lesi papulo-pustular, erythema nodosum dan reaksi pathergy. Frekuensi lesi kutaneus Behcets disease pada dewasa dan anak-anak sama. Tidak ada korelasi antara jumlah lesi papulo-pustular dan usia pasien, jenis kelamin, durasi penyakit, dan usia terjadinya penyakit. Meskipun lesi secara signifikan banyak terdapat pada pasien dengan tes pathergy positif. Manifestasi okular termasuk panuveitis, anterior uveitis, posterior uveitis, pembengkakan bilateral pada syaraf optik, retinal vasculitis dan lamellar macular hole. Keterlibatan okular terdapat pada 50% pasien dan biasanya bersifat bilateral, meskipun keparahan penyakit akan berbeda pada masing-masing mata. Gejala okular bervariasi mulai sensasi kasar (gritty) dan penglihatan yang kabur hingga rasa sakit yang sangat dan kebutaan.

Keterlibatan neurologis terjadi dalam 5% dan meliputi pseudotumor cerebri, keterlibatan brain stem, gejala neuropsychiatric dan meningo-encephalitis. Keadaan klinis terdiri dari tanda bilateral piramidal, nyeri kepala, gangguan mental (cacat memori, disinhibisi, dan apatis), hemi paresis, gangguan sphincter, brain stem findings, dan sindrom pyramido-cerebellar. Manifestasi vaskular dari Behcets Disease ini meliputi thrombophlebitis, deep vein thrombosis, obstruksi arterial, dan aneurysma; khususnya arteri pulmonary adalah komplikasi vaskular yang paling umum dari Behcets Disease sekunder untuk vaskulitis yang meliputi arteri dan vena. Behcets Disease juga meliputi ginjal (glomerulonepheritis, amylodosis, keterlibatan renovaskular, nephritis interstitial) dan yang paling umum dilaporkan adalah hematuria dan proteinuria. Manifestasi gastrointestinal meliputi dysphagia, nyeri abdominal, diare (kadang-kadang berdarah), perforasi intestinal dan fistula peri-anal sekunder dengan ulserasi. Anak-anak memiliki kecenderungan ke arah gejala GI non spesifik daripada orang dewasa.

Manifestasi lain meliputi jantung (infark myocardial, aneurysma, thrombus intracardiac, mitral valve prolapse, dilatasi aorta proksimal), arthritis (insidensi bervariasi dari 15-88% dan monoarthritis adalah yang paling umum dan meliputi lutut, pergelangan kaki, sendi siku), amylodosis (berhubungan dengan kematian hingga 50% setelah 3.4 tahun) dan epididymo-orchitis (biasanya disertai dengan keterlibatan multi organ). Pasien tersebut mengalami thyrotoxicosis; prevalensi tinggi dari disfungsi tiroid yang telah dilaporkan dengan kelainan jaringan ikat serta tuberkulosis, tapi, tidak dapat ditemukan laporan kasus penyakit tiroid yang berhubungan dengan Behcets Disease. Sehingga membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan apakah Behcets Disease memiliki hubungan dengan gangguan tiroid atau apakah itu hanya merupakan suatu penemuan yang kebetulan. Untuk diagnosis Behcets Disease banyak kriteria yang telah diusulkan tapi sekarang ada kriteria yang disepakati secara internasional untuk diagnosa Behcets Disease (International Study Group for Behcets Disease, 1990). (Tabel I).

Etiologi dan patogenesis sindrom ini tetap tidak jelas. Reaksi autoimun yang dipicu oleh infeksi dan lingkungan secara genetik mempengaruhi individu. Hubungan antara HLA-B51 telah dipastikan pada beberapa studi pada pasien dengan Behcets Disease dari negara-negara Timur Tengah dan Mediterania. HLA-B51 ditemukan telah meningkat frekuensinya pada Behcets Disease dan frekuensinya bervariasi secara geografis. Kaya dkk melaporkan 51,1% pasien positif HLA-B51 di Turki, sedangkan 76,2% positif di Israel Arab, seperti yang dilaporkan Krause dkk. HLA-B51 lebih relevan mempengaruhi pria daripada wanita. Vaskulitis adalah lesi patologis utama dan cenderung untuk membentuk thrombus vena dan sirkulasi auto antibodi pada membran mukosa oral manusia ditemukan pada sekitar 50 % pasien.

Penemuan laboratorium adalah penunjuk yang utama dari inflamasi, seperti leukositosis dan peningkatan sedimentasi eritrosit, C-reaktif protein level; antibodi pada mukosa oral manusia juga ditemukan. Test pathergy adalah reaksi hiperaktivitas non spesifik yang diamati dalam respon trauma kutaneus minor. Test pathergy biasanya positif selama fase aktif dari penyakit dan menjadi negatif atau positif dalam 1 minggu ketika penyakit berkurang dan frekuensi test positif lebih banyak pada pria dibanding wanita.

Perawatan Behcets Disease biasanya multidisiplin, memerlukan kerjasama erat dengan spesialis di bagian rheumatologi, ophthalmologi, dan dermatologi. Beberapa antiinflammatory efektif dan regimen immunosuppressive untuk Behcets Disease saat ini ada, namun tidak menghasilkan penyembuhan penyakit. Semua perawatan yang tersedia ditujukan untuk mengurangi gejala, mengurangi inflamasi dan mengendalikan aktifitas imun. Penggunaan jangka panjang regimen dapat menimbulkan efek samping yang signifikan, terutama ketika dimulai pada usia muda. Pada Behcets Disease, gejala bervariasi dalam tingkat rekurensi dan waktu penyembuhan, sehingga pendekatan terapeutik pada individu harus ketat dan tujuan manajemen harus menjadi awal dari pengobatan yang efektif untuk menghindari rekurensi dan kerusakan irreversible dari organ vital. Pasien pria dan orang-orang dengan penyakit dalam onset awal biasanya memerlukan pengobatan yang lebih agresif dibandingkan individu yang terkena lainnya.

masih belum dietahui mengapa penyakit lebih merata pada populasi tertentu dengan prognosis yang buruk pada pria serta perbedaan gender secara geografis dapat menurunkan keparahan penyakit di kemudian hari.5

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) Terdiri dari peradangan uvea pada satu atau kedua mata yang ditandai oleh iridosiklitis akut, koroiditis bebercak dan pelepasan serosa retina. Penyakit ini biasanya diawali oleh suatu episode demam akut disertai nyeri kepala dan kadang-kadang vertigo.Pada beberapa bulan pertama penyakit dilaporkan terjadi kerontokan rambut bebercak atau timbul uban. Walaupun iridosiklitis awal mungkin membaik dengan cepat, perjalanan penyakit di bagian posterior sering indolen dengan efek jangka panjang berupa pelepasan serosa retina dan gangguan penglihatan. Pada sindrom Vogt-Koyanagi-Harada diperkirakan terjadi hipersensitivitas tipe lambat terhadap struktur-struktur yang mengandung melanin. Tetapi virus sebagai penyebab belum dapat disingkirkan. Diperkirakan bahwa suatu gangguan atau cedera, infeksi atau yang lain, mengubah struktur berpigmen di mata, kulit dan rambut sedemikian rupa sehingga tercetus hipersentivitas tipe lambat terhadap struktur-struktur tersebut. Baru-baru ini diperlihatkan adanya bahan larut dari segmen luar lapisan fotoreseptor retina (antigen-S retina) yang mungkin menjadi autoantigennya. Pasien sindrom Vogt-Koyanagi-Harada biasanya adalah Oriental, yang mengisyaratkan adanya disposisi imunogenetik.3

Oftalmia Simpatika Yaitu pan uveitis granulomatosa pada mata yang semula sehat (sympathetic eye) yang timbul minimal dua minggu setelah terjadinya trauma tembus pada mata yang lain (exciting eye). Biasanya exciting eye ini tidak pernah senbuh total dan tetap meradang pasca trauma, baik tauma tembus akibat kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata. Tanda awal dari mata yang ber-simpati adalah hilangnya daya akomodasi serta terdapatnya sel radang di belakang lensa. Gejala ini diikuti oleh iridosiklitis sub akut, sebukan sel radang dalam vitreus dan eksudat putih kekuningan pada jaringan dibawah retina. Penyakit ini dapat disertai dengan gejala-gejala sistemik lain seperti vitiligo, alopesia dan poliosis (uban) sehingga mirip sindrom VKH. Bedanya adalah pada sindrom VKH tidak ada riwayat trauma. Penyebab yang pasti belum diketahui tetapi diduga kuat merupakan suatu reaksi autoimun terhadap jaringan pigmen uvea atau pigmen epitel retina yang telah berubah sifat menjadi antigen pasca trauma tembus mata.Pengobatan : pemberian kortikosteroid; bila tidak memberikan perbaikan dapat ditambah pemberian imunosupresan. Yang terpenting adalah hati-hati dan waspada menghadapi trauma tembus mata yang disertai destruksi jaringan uvea. 4

2.2 Diagnosis .A. Gejala Uveitis anterior1. Pada anamnesa penderita mengeluh: Mata terasa seperti ada pasir. Mata merah disertai air mata. Nyeri, baik saat ditekan ataupun digerakkan. Nyeri bertambah hebat bila telah timbul glaukoma sekunder. Fotofobia, penderita menutup mata bila terkena sinar Blefarospasme. Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila telah terjadi katarak komplikata, penglihatan akan banyak menurun.

2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan: Kelopak mata edema disertai ptosis ringan. Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis. Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan keratic precipitate. Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau hifema bila proses sangat akut. Sudut COA menjadi dangkal bila didapatkan sinekia. Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior. Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, refleks lambat sampai negatif. Lensa keruh, terutama bila telah terjadi katarak komplikata. Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder.

`Uveitis posterior Penurunan penglihatan : Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada semua jenis uveitis posterior dan karenanya tidak berguna untuk diagnosis banding Injeksi mata : Kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang terkena Sakit : Rasa sakit terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut, Sifilis, Infeksi bakteri endogen Fotofobia.

B. Pemeriksaan

Pemeriksaan pada mataTerdiri dari pemeriksaan visus, pemeriksaan dengan binokuler, pemeriksaan dengan funduskopi dan pemeriksaan lapangan gelap. Pemeriksaan darahTerdiri dari pemeriksaan darah rutin dan indikator leukosit yang akan diamati. Pemeriksaan etiologiSeperti apabila dicurigai penyebabnya kuman TBC dilakukan Mantoux test (test untuk Tuberkulosis) dan rontgen (Thorax ).2

Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan sehingga seringkali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya kabur. Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa komplikasi. Apabila proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinikoroiditis, hal yang sama terjadi pada koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi lesi yang kabur dan lesi terlihat 3 dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler atau sheating pembuluh darah. Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai hilang atau mengkerutnya jaringan retina atau koroid. Pada lesi yang lebih lama didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena. 4

Pendarahan VireusPerdarahan vitreus merupakan penyebab kedua kekeruhan media setelah katarak. Menurut penyebabnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: karena proses degenerasi, peradangan, perdarahan dan neoplasma. Pada orang dewasa, retinopati diabetik proliferatifmerupakan penyebab paling sering pada perdarahan vitreus, 31,5-54% di Amerika Serikat,6% di London, dan 19,1% di Swedia.Penyebab lain dari perdarahan vitreus meliputi: Robekan retina (11,4-44%) Posterior Vitreous Detachment (PVD) dengan robekan pembuluh darah retina (3,7-11,7%) Ablasio retina Regmatogen (7-10%) Proliferatif sickle cell retinopati(0.2-5.9%) Makroaneurisma (0,6-7,4%) Age Related Macular Degeneration (0,6-4,3%) Terson syndrome(0.5-1%) Trauma (12-18,8%) Neovaskularisasi retina sebagai akibat dari cabang atau pusat oklusi vena retina

Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata kabur atauberasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada bayangan dan jaring labalaba.Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia, floaters.Fotopsia ialah keluhanberupa kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan lampu neon di lapangan.Kilatancahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu beberapamenit.Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam suasana gelap.Fotopsia diduga oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina.

Floaters adalah kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita sebagaibayangan kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata digerakkan.Bayangan keciltersebut dapat berupa titik hitam, benang halus, cincin, lalat kecil dan sebagainya. Floaterstidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila floaters ini datangnya tiba-tiba danhebat, maka keluhan tersebut patut mendapat perhatian yang serius, karena keluhan floatersini dapat menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula, misalnya ablasio retinaatau perdarahan di vitreus. Perdarahan vitreus ringan sering dianggap sebagai beberapa floaters baru, perdarahanvitreus moderat dianggap sebagai garis-garis gelap, dan berat pada perdarahan vitreuscenderung untuk secara signifikan mengurangi penglihatan bahkan persepsi cahaya.Biasanya, tidak ada rasa sakit yang terkait dengan perdarahan vitreus.

Gambaran perdarahan pada vitreus melalui ultrasonografi berbentuk kecil dansemakin banyak terlihat dan semakin tebal diartikan banyak perdarahan di dalamnya. Dapat pula dibedakan perdarahan yang masih baru fresh hemorrhage atau sudah lama clottedhemorrhage. Bila perdarahan disebabkan oleh PVD, akan terlihat gambaran membran yangsejajar di B-scan ultrasonografiKehadiran perdarahan vitreus tidak sulit untuk dideteksi. Pada slit lamp, sel darahmerah dapat dilihat di posterior lensa dengan cahaya set "off-axis" dan mikroskop padakekuatan tertinggi. Dalam perdarahan vitreus ringan, pandangan ke retina dimungkinkan danlokasi dan sumber perdarahan vitreus dapat ditentukanPerdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal sebagai perdarahanpreretinal.Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah terperangkap dalam ruangpotensial antara hialoid posterior dan basal membran, dan mengendap keluar seperti hifema.Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam korpus vitreus tidak memiliki batas dapat berkisardari beberapa bintik sel darah merah sampai memenuhi keseluruhan dari segmen posterior.6,7

TerapiUveitis anteriorTujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi:Terapi non spesifik1. Penggunaan kacamata hitam. Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian midriatikum.2. Kompres hangat. Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.3. Midritikum/sikloplegik. Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada. Midriatikum yang biasanya digunakan adalah: Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes Homatropin 2% sehari 3 kali tetes Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes4. Anti inflamasi. Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis sebagai berikut:Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler: dexamethasone phosphate 4 mg (1ml). prednisolone succinate 25 mg (1 ml). triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml). methylprednisolone acetate 20 mg. Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik prednisone oral mulai 80 mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali. Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.

Terapi spesifikTerapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik. Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid. Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid. Per oral dengan Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali. Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

Uveitis posteriorPengobatan yang diberikan tergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan pada mata KonservatifBiasanya pasien diberikan anti- radang seperti kortikosteroid, immunosuppressive / cytotoxic agent . Bila penyebabnya infeksi maka akan diberikan antibiotik atau anti virus. Tindakan Kadang-kadang vitrektomi atau bedah retina dilakukan untuk membersihkan cairan dalam bola mata yang meradang atau untuk diagnosis penyakit. Terapi fotokoagulasi dan kryotherapi kurang berhasil. Neovaskularisasi retina dapat terjadi pada toksoplasma, dan fotokoagulasi dari lesi neovaskular dapat mencegah kehilangan penglihatan sampai perdarahan vitreus.2,8,9

Penyulit dan komplikasi Komplikasi uveitis anterior:

Sinekia posterior dan anteriorUntuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

Glaukoma sekunderGlaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain: Terapi konservatif: Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam. acetazolamide 250 mg tiap 6 jam Terapi bedah:Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.Glaukoma sudut tertutup: iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi. Glaukoma sudut terbuka: bedah filtrasi.

Katarak komplikata.Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.

Penyulit uveitis posterior:Keratopati pita Uveitis kronik dalam beberapa tahun khususnya pada anak akan menimbulkan pengendapan kalsium pada membrane basalis dan lapisan bowman. Endapan kalsium biasanya ditimbulkan pada daerah intrapalpebra sering meluas ke daerah sumbu penglihatan. Terapi dilakukan dengan cara epitel kornea sentral dilepaskan dengan 15 bard parker blade dengan meninggalkan sel sel stem limbal secara utuh, kemudian ditetesi EDTA 0,35% 5 menit kemudian dicuci dengan BSS. Proses ini diulang hingga beberapa kali sampai deposit kalsium hilang dan dipasang bandage lensa kontak kemudian diberi antibiotik dan sikloplegik.

Katarak Penanganan katarak pada kasus uveitis bisa dilakukan dengan fakoemulsifikasi dengan implantasi IOL in the bag. Pada kasus JRA terkait uveitis penanganan operasi katarak dilakukan dengan menunggu ketenangan reaksi dalam 3 bulan, kemudian diberi steroid pre operasi selama 1 hingga 2 minggu. Dilakukan sinekiolisis dengan viskoelastik diikuti oleh kapsuloresis dan fakoemulsifikasi serta implantasi IOL in the bag. Steroid diberikan hingga 5 bulan. Dianjurkan menggunakan IOL akrilik hidrofobik. Penggunaan intraoperatif tiamsinolon asetonid 4 mg intravitreal dapat mencegah terjadinya fibrin pasca bedah katarak dibandingkan dengan penggunaan steroid intravenus intraoperatif.Glaukoma Dapat berupa hipertensi okular, glaukoma uveitik, glaukoma sekunder sudut sempit, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma induksi kortikosteroid, glaukoma uveitis mekanisme kombinasi. Pemeriksaan pasien dengan hipertensi okuli dan uveitis dianjurkan diperiksa foto papil. Evaluasi OCT papil nervus optikus dan pemeriksaan lapangan pandang secara berkala. Tindakan operasi pada uveitis adam antiades Behcet dengan mitomisin C intraoperatif pada trabekulotomi dapat mengontrol tekanan bola mata tanpa obat obatan pada 83 % pasien pada akhir tahun pertama dan 62 % pada 5 tahun pasca bedah. Beberapa penyulit dijumpai : katarak, kebocoran bleb, dan efusi koroid. Beberapa kasus khusus misalnya pada pseudofakik atau afakik membutuhkan alat drainase seperti implan monteno, implan ahmed, dan implan baerveldt. Untuk mencegah terjadinya glaukoma steroid lebih aman digunakan fluorometolol, loteprednol atau rimeksolon.

Ablasi retina Ablasi retina rematogenues terjadi pada 3 % pasien dengan uveitis, panuveitis, infeksi uveitis, pars planitis dan uveitis posterior paling sering terjadi ablasi retina. Lebih dari 30 % kasus uveitis dengan ablasi retina terjadi proliferasi vitreoretina (PUR) dalam hal ini maka sklera buckling dan vitrektomi pars plana perlu dilakukan. Angka keberhasilan operasi sebesar 60 % dengan visus akhir kurang dari 6 / 60.

Neovaskularisasi retina dan khoroidDapat terjadi pada setiap uveitis kronik khususnya pada pars planitis, panuveitis sarkoidosis, beberapa variasi kasus vaskulitis retina termasuk penyakit ecles. Neovaskularisasi retina terjadi pada radang kronis atau nonperfusi kapiler. Terapi dapat dilakukan dengan steroid atau imunodulator atau fotokoagulasi laser scatter didaerah iskemik. Neovaskularisasi kronik dapat berkembang pada uveitis posterior dan panuveitis pada umumnya terjadi pada histoplasmosis, koroiditis pungtata, koroiditis multifaktor idiopatik serta koroiditis serpiginosa. Terapi dilakukan dengan fotokoagulasi lokal peripapiler ditempat terjadi NUK. Beberapa imunomodulator dapat dapat dikombinasi dengan anti VEGF seperti pegabtanid, bevacizumab, ranibizumad.

Endoftalmitis Dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang melibatkan vitreus dan segmen depan namun kenyataan juga dapat melibatkan koroid dan retina. Pada prinsipnya endoftalmitis dibagi 2 bentuk yaitu infeksi dan noninfeksi. Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah endoftalmitis infeksi yang dapat terjadi secara eksogen maupun endogen. Endoftalmitis infeksi disebut juga endoftalmitis steril disebabkan oleh stimulus non- infeksi misalnya sisa massa lensa pasca operasi katarak / atau bahan toksik yang masuk ke dalam bola mata karena trauma.Gejala klinik yang sering timbul adalah penurunan tajam penglihatan, hipopion, vitritis. Penurunan tajam penglihatan mendadak dapat berkisar mulai dari ringan hingga berat, nyeri sering menyertai kasus endoftalmitis, kadang didapat hiperemia maupun kemosis konjungtiva dan terdapat udem pada kelopak mata dan kornea.4

Komplikasi uveitis posterior 8 :

Hipopion Penyakit segmen posterior yang menunjukan perubahan-perubahan peradangan dalam uvea anterior dan disertai hipopion adalah leukemia,penyakit behcet,sifilis,toksokariasis,dan infeksi bakteri. GlaukomaGlaukoma sekunder mungkin terjadi paad pasien sindom nekrosis retina akut,toksoplasmosis,tuberculosis,atau tuberculosis. Vitritis Peradangan korpus vitreum dapa menyertai uveitis posterior.peradangan dalam vitreum berasal dari focus-focus radang di segmen posterior mata.peradangan dalam vitreus tidak terjadi pada pasien koroiditis geografik tau histoplsmosis.sedikit sel radang dalam vitreus dapat terlihatpaad pasien sel sarcoma reticulum,infeksi cytomegalovirus,dan rubella,dan rubella dan beberapa kasus toksoplasmosis dengan focus-fokus kecil pada retina.sebaliknya,peradangan berat dalam vitreus dengan banyak sel dan eksudat terdapat pada tuberculosis,toksokariasis,sifilis.

Prognosis 9Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi tergantung di mana letak eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah makula dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007: 6.2. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas Diponegoro. 1993 : 75-6.3. Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors. Optalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. 2000 : 266-784. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI 1998 : 159-1765. Lorenzo E. Behcet Syndrome from Pathogenesis to Treatment. Italy:AOU; 2013.6. Kanski JJ, Nischal KK. Vitreous. Dalam: Ophtalmology : clinical sign and differential diagnosis 2000; 237.7. Kincaid MC, Green WR. Anatomy of the vitreous retina, and choroid. Dalam: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, ed. Vitreoretinal disease the essentials. New York; Thieme 1998;11-24.8. KMN. Uveitis Posterior. Diunduh dari: http://www.klinik mata nusantara/uveitis posterior. kmn.htm. 19 Oktober 2008. Update terakhir : Agustus 2008. 9. ASPX. Uveitis. Diunduh dari: www.retinalphysician.com 20 Oktober. Update terakhir: Juli 2008.

ii