TINJAUAN PUSTAKA DIARE AKUT 1. Definisi Diare Diare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus (to flow through), merupakan keadaan abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering. Hal ini disebabkan adanya perubahan-perubahan dalam transport air dan elektrolit dalam usus, terutama pada keadaan-keadaan dengan gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorpi dan sekresi. Menurut Simadibrata dan Daldiyono (2007), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005), diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal dan berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut Guandalini (2009), diare akut didefinisikan sebagai suatu onset dari tingginya kadar cairan yang abnormal yang terdapat dalam tinja (lebih dari kadar normal yang mencapai 10 mL/kg/hari). Keadaan ini disebabkan meningkatnya frekuensi pergerakan usus yang normalnya 4-5 kali menjadi lebih dari 20 kali per hari. Besarnya kadar air yang terdapat dalam tinja dikarenakan adanya ketidakseimbangan proses fisiologis usus halus dan usus besar dalam absorsi ion, substansi organik, dan air itu sendiri. Walaupun istilah gastroenteritis akut sering digunakan sebagai sinonim dari diare akut, sebenarnya penggunaan istilah ini tidak cocok. Istilah gastroenteritis 7
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE AKUT
1. Definisi Diare
Diare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang
berarti mengalir terus (to flow through), merupakan keadaan abnormal pengeluaran tinja yang
terlalu sering. Hal ini disebabkan adanya perubahan-perubahan dalam transport air dan
elektrolit dalam usus, terutama pada keadaan-keadaan dengan gangguan intestinal pada
fungsi digesti, absorpi dan sekresi. Menurut Simadibrata dan Daldiyono (2007), diare akut
yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005), diare akut didefinisikan sebagai
pasase tinja cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal dan berlangsung
kurang dari 14 hari.
Menurut Guandalini (2009), diare akut didefinisikan sebagai suatu onset dari tingginya kadar
cairan yang abnormal yang terdapat dalam tinja (lebih dari kadar normal yang mencapai 10
mL/kg/hari). Keadaan ini disebabkan meningkatnya frekuensi pergerakan usus yang
normalnya 4-5 kali menjadi lebih dari 20 kali per hari. Besarnya kadar air yang terdapat
dalam tinja dikarenakan adanya ketidakseimbangan proses fisiologis usus halus dan usus
besar dalam absorsi ion, substansi organik, dan air itu sendiri. Walaupun istilah
gastroenteritis akut sering digunakan sebagai sinonim dari diare akut, sebenarnya penggunaan
istilah ini tidak cocok. Istilah gastroenteritis menyatakan adanya proses inflamasi pada
lambung dan usus. Oleh sebab itu, istilah diare akut lebih baik daripada gastroenteritis akut.
2. Etiologi Diare Akut
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, parasit maupun virus.
Penyebab lain yang dapat menimbulkan diare akut adalah intoksikasi makanan, alergi, dan
malabsorpsi karbohidrat, lemak, protein, vitamin serta mineral. Selain itu, diare akut dapat
disebabkan oleh imunodefisiensi, obat-obatan, dan lain-lain (Simadibrata dan Daldiyono,
2007).
7
Tabel Etiologi diare akut
Kebanyakan diare karena infeksi terjadi oleh transmisi fekal-oral melalui kontak personal
langsung atau lebih sering melalui makanan atau air yang terkontaminasi dengan patogen dari
feses manusia atau hewan. Kebanyakan watery diarrhea terjadi karena hipersekresi usus
halus yang disebabkan oleh toksin bakteri, enterotoxin-producing bacteria, dan
enteroadherent pathogens. Sitotoksin yang dihasilkan dan mikroorganisme yang invasif
menyebabkan terjadinya demam tinggi dan nyeri abdomen. Bakteri invasif dan Entamoeba
histolytica sering menyebabkan terjadinya diare yang disertai darah atau yang dikenal dengan
disentri. Yersinia menginvasi ileum terminal dan mukosa kolon proksimal menyebabkan
nyeri abdominal berat dengan gambaran seperti apendisitis akut. Diare infeksi dapat
berhubungan dengan manifestasi sistemik. Sindroma Reiter (arthritis, uretritis dan
8
konjungtivitis) dapat disertai dengan infeksi Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan
Yersinia. Yersiniosis dapat menyebabkan tiroiditis autoimun, perikarditis, dan
glomerulonefritis. Enterohemorrhagic seperti E.coli dan Shigella dapat menyebabkan
hemolyticuremic syndrome dengan angka kematian yang tinggi. Diare akut dapat menjadi
gejala utama dari beberapa penyakit infeksi sistemik seperti viral hepatitis, listeriosis,
legionellosis, dan toxic shock syndrome (Ahlquist dan Camilleri, 2005).
Efek samping obat merupakan penyebab terbanyak diare akut yang noninfeksius. Walaupun
banyak sekali obat-obatan yang dapat menyebabkan diare, ada beberapa obat yang sering
menyebabkan diare seperti antibiotik, antidisritmia jantung, antihipertensi, NSAIDs,
antidepresan, obat kemoterapi, bronkodilator, antasida, dan laksatif. Iskemia kolitis baik
oklusif maupun non-oklusif yang terjadi pada dewasa di atas 50 tahun sering menderita nyeri
abdomen bawah akut yang didahului watery diarrhea kemudian diare yang disertai darah dan
merupakan akibat inflamasi akut pada sigmoid atau kolon sebelah kiri. Diare akut dapat
disertai colonic diverticulitis dan graft-versus-host disease. Diare akut juga sering
berhubungan dengan systemic compromise yang dapat diikuti dengan tertelannya toksin
insektisida organofosfat, amanita dan jamur-jamur lainnya, arsenik serta toksin-toksin yang
terdapat dalam seafood seperti ciguatera dan scomboid (Ahlquist dan Camilleri, 2005).
Diare akut dapat disebabkan oleh banyak hal. Diare akut yang terjadi dapat ringan ataupun
berat. Defisiensi vitamin (seperti niasin, asam folat) dan intoksikasi vitamin (seperti vitamin
C, niasin, vitamin B3) dapat menyebabkan diare akut. Pada anak-anak, diare akut biasanya
disebabkan oleh adanya infeksi. Selain itu, diare akut yang terjadi pada anak dapat
disebabkan beberapa keadaan, seperti sindroma malabsorpsi dan bermacam enteropati. Diare
akut biasanya bersifat self-limited. Komplikasi utama yang terjadi yang disebabkan oleh diare
akut adalah dehidrasi (Guandalini, 2009).
3. Klasifikasi diare
Pengelompokan diare dapat berdasarkan banyak hal. Secara klinis, dapat dibedakan menjadi
dua kelompok sindroma diare, yaitu diare cair dan disentri atau diare berdarah, masing-
masing menggambarkan patogenesis yang berbeda. Klasifikasi diare lain berdasarkan adanya
invasi barier usus oleh mikroorganisme tersering penyebab diare (virus, bakteri maupun
protozoa), dapat dikelompokkan sebagai diare infeksi atau non infeksi. Berdasarkan
9
patomekanisme terjadinya diare, dapat dibedakan menjadi diare sekretorik atau diare
osmotik. Menurut gastro-hepatologi IDAI, 2009 berdasarkan derajat dehidrasi yang terjadi,
diare terbagi menjadi dehidrasi berat, dehidrasi tak berat dan tanpa dehidrasi. Pengelompokan
berdasarkan waktu terjadinya diare, meliputi : diare akut, diare kronik dan diare persisten.
4. Patomekanisme diare
Diare terjadi karena adanya gangguan proses absorpsi dan sekresi cairan serta elektrolit di
dalam saluran cerna. Pada keadaan normal, usus halus akan mengabsorbsi Na+, Cl-, HCO3-.
Timbulnya penurunan dalam absorpsi dan peningkatan sekresi mengakibatkan cairan
berlebihan melebihi kapasitas kolon dalam mengabsorpsi. Mekanisme ini sangat dipengaruhi
oleh faktor mukosa maupun faktor intraluminal saluran cerna. Faktor mukosa dapat berupa
perubahan dinamik mukosa yaitu adanya peningkatan cell turnover dan fungsi usus yang
belum matang dapat menimbulkan gangguan absorpsi-sekresi dalam saluran cerna.
Penurunan area permukaan mukosa karena atrofi vilus, jejas pada brush border serta
pemotongan usus dapat menurunkan absorpsi. Selain itu, gangguan pada sistem pencernaan
(enzim spesifik) atau transport berupa defisiensi enzim disakaridase dan enterokinase serta
kerusakan pada ion transport (Na+/H+, Cl-/HCO3-) juga menimbulkan gangguan absorpsi.
Faktor-faktor dalam intraluminal sendiri juga ikut berpengaruh, seperti peningkatan
osmolaritas akibat malabsorpsi (defisiensi disakaridase) dan bacterial overgrowth.
Insufisiensi pankreatik eksokrin, defisiensi garam empedu dan parasit adalah faktor intra
luminal lain penyebab penurunan absorbsi. Sedangkan peningkatan sekresi disebabkan oleh
toksin bakteri ( toxin cholera, E. coli), mediator inflamasi ( eicosanoids, produk sel mast
lain), asam empedu dihidroksi, asam lemak hidroksi dan obat-obatan.
4.1 Diare Osmotik
Pada diare osmotik didapatkan substansi intraluminal yang tidak dapat diabsorpsi dan
menginduksi sekresi cairan. Biasanya keadaan ini berhubungan dengan terjadinya kerusakan
dari mukosa saluran cerna. Akumulasi dari zat yang tidak dapat diserap, misalnya magnesium
(laksan, antasid), karbohidrat atau asam amino lumen usus di dalam lumen usus
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik intraluminal, sehingga terjadi pergeseran cairan
plasma ke intestinal.
10
Akumulasi karbohidrat merupakan salah satu contoh dari tipe diare ini dan paling sering
terjadi. Karbohidrat seperti laktosa, sukrosa, glukosa dan galaktosa dalam jumlah cukup besar
di intestinal dapat disebabkan oleh gangguan transportasi baik kongenital maupun dapatan.
Misalnya pada laktosa intoleransi, terjadi penurunan fungsi enzim laktase dari brush border
usus halus. Laktosa tidak dapat dipecah sehingga tidak dapat diabsorpsi. Laktosa yang tidak
tercerna menarik air ke dalam lumen sehingga terjadilah diare. Defisiensi enzim laktase dapat
terjadi primer maupun sekunder. Berkurangnya atau tidak adanya enzim pankreatik dan
gangguan asam empedu dapat menjadi salah satu penyebab diare osmotik. Pada penyakit ini,
ileum terminal tidak dapat mengabsorpsi asam empedu dengan baik, sehingga mengakibatkan
berkurangnya cadangan asam empedu dan mengganggu penyerapan lemak. Timbunan lemak
yang tidak terabsorpsi akan meningkatkan tekanan osmotik intraluminal dan akhirnya
menimbulkan diare.
Pada penyakit celiac, terjadi penumpulan vili-vili sepanjang usus halus sebagai akibat respon
imun terhadap antigen. Penumpulan vili ini mengakibatkan gangguan penyerapan dan
menimbulkan terjadinya diare. Atrofi mikrovilli kongenital, terjadi penurunan fungsi absorpsi
karena adanya gangguan perkembangan brush border secara genetik. Gangguan motilitas
(waktu transit di intestinal terlalu cepat) menyebabkan penyerapan tidak adekuat dan
menimbulkan zat tak terserap di dalam usus. Contohnya pada irritable bowel syndrome,
hyperthyroidism, dan pseudoobstruction. Karakteristik dari diare osmotik adalah diare akan
membaik bila penderita dipuasakan atau membatasi asupan.
4.2. Diare Sekretorik
Diare sekretorik mempunyai karakteristik adanya peningkatan kehilangan banyak air dan
elektrolit dari saluran pencernaan. Diare sekretorik terjadi karena adanya hambatan absorpsi
Na oleh vilus entrosit serta peningkatan sekresi Cl oleh kripte. Na+ masuk ke dalam sel
saluran cerna dengan 2 mekanisme pompa Na+, yang memungkinkan terjadi pertukaran Na+-
glukosa, Na+-asam amino, Na+-H+ dan proses elektrogenik melalui Na channel. Cl- masuk
ke dalam ileum melalui pertukaran Cl-/HCO3-. Peningkatan sekresi intestinal diperantarai
oleh hormon (Vasoactive intestinal polypeptide VIP), toksin dari bakteri (E. coli, Cholera)
dan obat-obatan yang dapat mengaktivasi adenil siklase melalui rangsangan pada protein G
enterosit. Akan terjadi peningkatan cyclic AMP intraseluler pada mukosa intestinal akan
mengaktifasi protein signalling tertentu, akan membuka channel chloride. Stimulasi sekresi
11
khlorida merupakan respon pada toksin kholera atau cholera-like toxin yang diperantarai oleh
peningkatan konsentrasi cAMP. Enterotoksin lain akan meningkatkan sekresi intestinal
dengan meningkatkan cGMP atau konsentrasi kalsium intraseluler. Nitric-oxide diduga
berperanan dalam pengendalian sekresi Cl. Peningkatan sekresi pada sel kripte dengan hasil
akhir berupa peningkatan sekresi cairan yang melebihi kemampuan absorpsi maksimum dari
kolon dan berakibat adanya diare. Pada diare sekretorik biasanya pengeluaran tinja dalam
jumlah besar, menetap meskipun dipuasakan dan memiliki komposisi elektrolit yang isotonik.
Osmolalitas tinja isotonik dengan plasma. Tipe diare ini banyak terjadi pada diare yang
disebabkan oleh infeksi, misalnya akibat enterotoksin Kolera, E. coli, dll.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi berulangnya diare
a. Usia
Episode diare banyak terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden tertinggi pada
golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Terdapat beberapa
perbedaan pada saluran pencernaan bayi dan dewasa. Sistem pertahanan saluran cerna pada
bayi masih belum matang. Sekresi asam lambung belum sempurna saat lahir dan
membutuhkan waktu hingga beberapa bulan untuk dapat mencapai kadar bakteriosidal
dimana pH < 4. Begitu pula dengan barier mukosa berkembang sesuai dengan bertambahnya
usia. Ada perbedaan ikatan mikrovilus terhadap bakteri atau toksinnya serta komposisi mukus
intestinal pada bayi dan dewasa. Perbedaan jumlah flora normal terjadi karena saluran
pencernaan pada awalnya steril dan flora normal saluran cerna berkembang beberapa bulan
awal kehidupan. Pada neonatus, produksi beberapa enzim pencernaan belum berkembang
sempurna, misalnya produksi lipase oleh pankreas.
b. Status Gizi
Diare anak dengan malnutrisi cenderung lebih berat, lebih lama dan angka kematiannya lebih
tinggi dibandingkan dengan diare pada anak dengan gizi baik. Malnutrisi terjadi melalui
beberapa mekanisme, meliputi penekanan faktor imunitas, perubahan struktur mukosa usus
serta defisiensi mikronutrien seng dan vitamin A. Seng berperanan dalam imunitas tubuh
melalui peranannya dalam proses limphoproliferatif maupun efek antioksidan. Serta berperan
pula dalam pertumbuhan sel, terutama dalam pembelahan sel, berkaitan dengan perbaikan
12
jaringan rusak maupun penyembuhan luka. Adanya defisiensi seng memperpanjang
mekanisme penyembuhan luka pada saluran cerna menyebabkan abnormalitas morfologi
mukosa, sehingga fungsi absorpsi nutrisi dalam lumen usus terganggu dan meningkatkan
permeabilitas usus terhadap makanan atau antigen mikroba. Defisiensi vitamin A pada
malnutrisi akan mengganggu respon imun terhadap infeksi saluran cerna. Hal ini dikarenakan
terganggunya respon antibodi dan cell-mediated. Di sisi lain, keadaan malnutrisi
menyebabkan perubahan struktur mukosa berupa atrofi villi, aktivitas enzim disakaridase
terganggu, gangguan absorpsi monosakarida, motilitas usus abnormal dan perubahan flora
usus.
c. ASI
Bayi yang diberi ASI lebih terlindungi terhadap penyakit infeksi terutama diare. Hal ini
dikarenakan adanya faktor peningkatan pertumbuhan sel usus (intestinal cell growth
promoting factor) sehingga vilus dinding usus cepat mengalami penyembuhan setelah rusak
karena diare. ASI mengandung antibodi, terutama imunoglobin yang dapat melumpuhkan
bakteri patogen E. coli dan berbagai virus dalam saluran pencernaan. ASI, terutama
kolustrum sangat kaya akan secrete imunoglobulin A (SIgA). ASI mengandung laktooksidase
dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E.coli dan
Staphylococcus. ASI juga mengandung laktoferin dan lyzosim, yaitu suatu protein dan enzim
yang merupakan komponen zat kekebalan dalam saluran pencernaan. Terkandung juga faktor
bifidus, untuk pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus yang dapat menjaga keasaman flora
usus dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan. ASI biasanya
dapat diserap dan dicerna pada saat diare. Anak-anak yang tetap diberi ASI selama diare
pengeluaran tinja berkurang dan diare lebih pendek daripada anak yang tidak diberi ASI.
Pemberian ASI secara ekslusif dapat mencegah terjadinya diare, dikarenakan akan
mengurangi kontaminasi dari makanan pendamping ASI sebagai sumber utama patogen usus.
d. Faktor sosial, ekonomi, budaya dan higiene-sanitasi lingkungan serta diri sendiri
Higiene-sanitasi buruk dapat berakibat masuknya bakteri secara berlebihan ke dalam usus,
sehingga dapat mengalahkan pertahanan tubuh normal dan akan mengakibatkan tumbuhnya
bakteri. Adanya keterbatasan dalam sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap kepadatan
lingkungan tempat tinggal, penyediaan sumber air bersih, keadaan higiene sanitasi
lingkungan yang berhubungan dengan proses transmisi infeksi enterik, khususnya pada
13
negara berkembang. Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh terhadap perilaku dan pola
hidup, dalam hal ini pendidikan ibu lebih berperanan. Sosial-budaya mempengaruhi perilaku
hidup sehat dan kebersihan diri dan kemudian berperan dalam mengurangi masuknya patogen
usus.
e. Keadaan mukosa usus
Patogenesis diare yang berulang adalah diare karena patogen sama yang menetap, adanya
reinfeksi oleh patogen lain atau timbulnya sensitisasi antigen makanan yang menyebabkan
kerusakan mukosa usus menetap. Kelainan mukosa usus ini selain disebabkan oleh invasi dan
kerusakan oleh bakteri secara langsung, tetapi mungkin karena efek toksin bakteri pada
permukaan epitel. Pada infeksi yang disebabkan oleh rotavirus, kesembuhan rata-rata terjadi
dalam 2-4 minggu sesudah infeksi, namun dapat pula berlanjut hingga 4-8 minggu pada bayi
di bawah usia 6 bulan. Pada beberapa anak, diare akan menetap disebabkan penyembuhan
villi tidak sempurna. Epitel bayi mengalami pemulihan seluler yang lambat.
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala diare dapat kita nilai dari riwayat anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium, kemudian dapat disimpulkan derajat diare dari pemeriksaan tersebut (Subagyo
B & Nurtjahjo BS, 2010).
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal – hal sebagai berikut : Lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan
frekuensinya. Kencing: biasanya, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam
terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit
lain yang menyertai seperti : batuk, pilek, otitis media, campak.
b. Pemeriksaan fisik
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan
kriteria WHO. Didalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat beberapa pemeriksaan utama
14
yang sangat penting dilakukan, pemeriksaan awal yaitu menilai keadaan umum pasien
terlebih dahulu, jika pasien dalam keadaan dehidrasi berat biasanya pasien berada dalam
kondisi tidak sadar, segera lakukan pemberian cairan secara intravena, akan tetapi jika pasien
dalam kondisi sadar segera lakukan pemeriksaan fisik sesuai penatalaksanaan derajat
dehidrasi menurut tabel WHO, didalam tabel ini dapat dilakukan penilaian pemeriksaan fisik
berdasarkan derajatnya dan juga dapat disimpulkan untuk melakukan penatalaksanaan
selanjutnya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini.
Tabel Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel, kemudian
dijumlahkan. Nilai : 0 – 2 = Ringan 3 – 6 = Sedang 7 – 12 = Berat
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang kadang – kadang diperlukan pada diare akut (IDAI, 2010).
1) Darah: Darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika.
15
2) Urine : Urine lengkap
3) Tinja :
a) Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja tidak perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium telah dilakukan. Pada pemeriksaan makroskopik
biasanya akan dilihat dari konsistensi tinja, warna, dan biasanya jika disebabkan oleh cacing
akan terlihat.
b) Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi
tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit
dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukan adanya kuman invasif atau kuman
yang memproduksi sitotoksin.
7. Penatalaksanaan
Dari penilaian pemeriksaan fisik diare dengan tabel WHO akan didapatkan nilai skor untuk
dapat dilakukan penatalaksanaan sesuai derajatnya, rencana terapi yang dilakukan yaitu
Rencana Terapi A : Terapi di rumah untuk mencegah dehidrasi dan malnutrisi
Anak-anak tanpa tanda-tanda dehidrasi memerlukan tambahan cairan dan garam untuk
mengganti kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare. Jika ini tidak diberikan, tanda-tanda
dehidrasi dapat terjadi.
Rencana Terapi B: Terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan dehidrasi ringan-
sedang
Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan untuk menentukan jumlah
larutan yang tepat. Jumlah larutan ditentukan dari berat badan (Kg) dikalikan 75 ml. Jika
berat badan anak tidak diketahui maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia
anak.
Rencana Terapi C : untuk Pasien dengan Dehidrasi Berat
16
Pengobatan bagi anak-anak dengan dehidrasi berat adalah rehidrasi intravena cepat,
mengikuti Rencana Terapi C. Jika mungkin, anak harus dirawat di rumah sakit.
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare
yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit
(IDAI, 2010 )
a. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut – turut
c. ASI dan makanan tetap diteruskan
d. Antibiotik selektif
e. Nasihat kepada orang tua
Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Berikan segera bila anak diare, untuk mengatasi dehidrasi. Karena itu, para ahli diare
mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah.
Osmolaritas larutan baru lebih mendekati asmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan
risiko terjadinya hipernatremia. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini
digunakan, namun efektifitasnya lebih baik dari pada oralit formula lama. Oralit baru mampu
menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja
hingga 20 % serta mengurangi kejadian muntah hingga 30 %. Selain itu, oralit baru ini juga
telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non – kolera pada anak.
Tabel Komposisi Oralit Baru
Ketentuan pemberian oralit formula baru :
a. Beri ibu - ibu bungkus oralit formula baru
17
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24 jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai
berikut:
Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50 – 100 ml tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100 – 200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus
dibuang.
Zinc
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal
masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus
halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, menigkatkan jumlah brush border
apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak:
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg ( ½ tablet ) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg ( 1 tablet ) per hari
Zinc diberikan selama 10 –14 hari berturut – turut meskipun anak telah sembuh dari diare.
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau Oralit. Untuk anak –
anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
ASI dan makanan
Tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk
mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang.
Antibiotik
Jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera. Pemberian
antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan
mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang tumbuh akan
18
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu pemberian antibiotik yang tidak rasional
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui mekanisme antara lain,
inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang
menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas membran terhadap antibiotik.
Nasihat pada ibu atau pengasuh
Kembali segera jika demam, tinja berdarah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus,
diare makin sering atau belum membaik selama 3 hari.
a. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
Terapi Rehidrasi Oral (TRO)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk mencegah
dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur – sayuran dan sebagainya.
Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan
adalah 10ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50 – 100 ml, 1 - 5 tahun adalah 100
- 200 ml, 5 - 12 tahun adalah 200 - 300 ml dan dewasa adalah 300 – 400 ml setiap BAB.
b. Pengobatan diare dehidrasi ringan – sedang
TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana kesehatan dan segera
diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama
75cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan
kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur
< 1 tahun adalah 300 ml, 1 – 5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml, dan dewasa
adalah 2400 ml, rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya
diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda–tanda
dehidrasi.
c. Pengobatan diare dengan dehidrasi berat
TRP ( Terapi Rehidrasi Parenteral )
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau rumah sakit. Pengobatan
yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi perenteral. Pasien yang dapat minum meskipun
19
hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan infuse terpasang. Disamping itu, semua anak
harus diberi oralit selama pemberian cairan intra vena (± 5 ml/kg/BB/jam), apabila dapat
minum dengan baik, biasanya dalam 3 – 4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang
lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang
mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Untuk
rehidrasi parenteral digunakan cairan ringer laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara
pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya
70cc/kgBB. Diatas 1 tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya
70cc/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan intravena dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi
kemudian pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan diare dengan dehidrasi
ringan - sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.
Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare, dan tidak direkomendasikan
untuk anak usia kurang dari 2 – 3 tahun, karena beberapa obat memiliki efek toksik sistemik,
jadi pada pengobatan diare akut tidak diperlukan obat - obatan seperti :
a. Antibiotik
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut karena sebagian besar
diare disebabkan oleh rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan
antibiotik. Antibiotik biasanya diperlukan untuk penyakit disentri atau diare yang
berhubungan dengan infeksi bakteri.
20
Tabel Antibiotik pada Diare
b. Obat anti diare
Obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. ( Subagyo B & Santoso NB, 2010)
c. Adsorben
Obat seperti kaolin, atapulgite, smectite, activatedcharcoal, cholestyramin. Digunakan untuk
pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin
bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan
untuk melindungi mukosa usus, walaupun demikian tidak ada bukti keuntungan praktis dari
penggunaan obat ini untuk pengobatan diare akut pada anak.
21
d. Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam, dilaporkan dapat mengurangi pengeluaran tinja pada anak dengan
diare akut sebanyak 30 %, akan tetapi cara ini jarang digunakan
8. Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa diantaranya
membutuhkan pengobatan khusus ( IDAI, 2010)
a. Gangguan Elektrolit
1) Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang
ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan – lahan. Penurunan kadar
natrium plasma yang cepat akan sangat berbahaya karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
2) Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit
garam, dapat terjadi hiponatremi ( Na <130mol/L ). Hiponatremi sering terjadi pada anak
dengan shigellosis dan pada anak malnutrisi berat edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi
hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai ringer laktat atau normal saline.
3) Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi jika kadar K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium
glukonas 10 % 0,5 – 1 ml/kgBB secara intravena dalam 5 – 10 menit dengan monitor detak
jantung.
4) Hipokalemi
Dikatakan hipokalemi bila K < 3,5 mEq/L, Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot,
paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan
kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan
kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
22
b. Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral
Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya pengeluaran
tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak dapat
minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa. Pada keadaan – keadaan
tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.
c. Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walupun tidak selalu dapat terjadi kejang sebelum atau
selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh kerena hipoglikemi,
kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila
panas tinggi, misalnya meleihi 40ºC, hipernatremi atau hiponatremi.
9. Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara ( Subagyo B & Santoso NB, 2010)
a. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman – kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal – oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara berikut ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
1) Pemberian ASI yang benar.
2) Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
3) Penggunaan air bersih yang cukup.
4) Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan
sebelum makan.
5) Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
6) Membuang tinja bayi yang benar.
b. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu ( host )
Cara – cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
mengurangi risiko diare antara lain (Subagyo B & Santoso NB, 2010)
1) Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun.
23
2) Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberikan makan dalam jumlah
yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
3) Imunisasi campak. Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik dan
seng dalam pencegahan diare ( Subagyo B & Santoso NB, 2010)
c. Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasikan
untuk menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang
lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang
panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Kemungkinan mekanisme efek
probiotik dalam pencegahan diare melalui: perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH,
oksigen), produksi bahan antimikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrient,
mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek
trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi.
d. Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya
kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal
yang menguntungkan kesehatan. Oligosacharida yang ada didalam ASI dianggap sebagai
prototype prebiotik oleh karena dapat merangsang pertumbuhan lactobacilli dan
Bifidobacteria didalam kolon bayi yang minum ASI. Data menunjukan angka kejadian diare
akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ahlquist DA, Camilleri M. 2005. Diarrhea and Constipation. In : Kasper DL, Braunwald E,
Fauci AS, Hauser SL (eds) Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Mc Graw-
Hill : New York
K Larry, Pickering dan John D. Snyder. 2000. Gastroenteritis dalam Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. Jakarta : EGC
Lauralee Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC
Marcellus Simadibrata K, Daldiyono. 2007. Diare Akut dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Subagyo B, Nurtjahjo BS. 2010. Diare Akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi
jilid I. Jakarta : UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI