IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH PROVINSI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · pasien. Tetapi pada ... status sehat dan pelayanan kesehatan merupakan
Post on 06-Feb-2018
215 Views
Preview:
Transcript
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU
NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU
SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
SELVIA RIANTY
NIM : 110565201255
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
1
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU
NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU
SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
SELVIA RIANTY
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Pelayanan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum.
Rumah Sakit Umum Provinsi Kepulauan Riau adalah instansi yang bertugas
menjalankan kebijakan pemerintah daerah tentang pelayanan kesehatan. Untuk
meningkatkan kualitas kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau hal yang sangat
dibutuhkan adalah revolusi mental bagi tenaga kesehatannya. Peningkatan kesehatan
akan sejalan jika pelayanan yang diberikan rumah sakit sebagai tempat berobat baik.
Namun kenyataannya di Provinsi Kepri masalah pelayanan selalu menjadi faktor
utama
Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui Implementasi
Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Pelayanan
Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Kepulauan Riau Sebagai Badan
Layanan Umum Daerah pasal 3 tentang Kewenangan Kelembagaan. Pada penelitian
ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kualitatif. Dalam penelitian ini
informan terdiri dari 5 orang. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dianalisa bahwa Implementasi
Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Pelayanan
Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Kepulauan Riau Sebagai Badan
Layanan Umum Daerah sudah berjalan sudah berjalan dengan baik. Namun tenaga
medis masih sangat kurang. Kurang meratanya tenaga kesehatan masih menjadi
problema bagi Indonesia. Kurangnya tenaga kesehatan membuat tidak semua sarana
kesehatan bisa melayani masyarakat. Karena terbatasnya jumlah tenaga kesehatan
dan belum meratanya tenaga kesehatan, terkadang Rumah Sakit membatasi jumlah
pasien. Tetapi pada kenyataannya setelah dilakukan wawancara dan observasi secara
langsung masih belum ditemukan sarana dan prasarana yang dapat mendukung serta
memadai. Belum lagi permasalahan penggunaannya yang tidak dapat dioptimalkan
dengan baik oleh pegawai.
Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan, Rumah Sakit, Pelayanan
2
A B S T R A C T
The Ministry of health in Indonesia aims to increase awareness, willingness and
ability of healthy living for everyone in order to realize the degree of health extended
as the embodiment of the general welfare. The General Hospital of the Riau Islands
province is in charge of running the agencies of Government policy areas of health
services. To improve the quality of healthcare in the Riau Islands province of the
very thing that is needed is a revolution for the mental health workforce. Health
promotion will be in line if the service that was provided to the hospital as a place of
good medical treatment. But the reality in the province Kepri service problem has
always been a major factor
The purpose of this research is basically to find out the Implementation of the
regulation of Riau Islands Province Area number 9 in 2010 About health care
General Hospital Area province of Riau Islands as a Regional Public Service Agency
Chapter 3 about the institutional Authority. In this study the author uses Descriptive
types of Qualitative research. Informants in this study consists of 5 people. Data
analysis techniques used in this research is descriptive qualitative data analysis
techniques.
Based on the results of the study so it can be analyzed that the Implementation
Regulations of the Riau Islands Province Area number 9 in 2010 About health care
General Hospital Area province of Riau Islands as a Regional Public Service Agency
has been running is already well underway. But medical personnel is still very
lacking. Less meratanya health workforce is still a problem for Indonesia. The lack
of health workers make not all health facilities to serve the community. Because of
the limited number of health care personnel and health care personnel, the
meratanya yet sometimes limit the number of Hospital patients. But in fact, after
interviews and observations directly is still undiscovered and infrastructure that can
support as well as adequate. Not to mention the problems of its use which can not be
optimized well by employees.
Keywords: Implementation, Policy, Hospitals, Service
3
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijaksanaan pembangunan yang
dirumuskan oleh pemerintah salah
satunya adalah pembangunan di bidang
kesehatan. Masyarakat berhak untuk
memperoleh derajat kesehatan yang
sama dan berkewajiban ikut serta dalam
usaha kesehatan yang diselenggarakan
oleh pemerintah. Untuk memperoleh itu
semua maka diperlukan berbagai usaha
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
pokok masyarakat Indonesia, yang pada
hakekatnya terpenuhi sandang, pangan,
papan, kesehatan dan pendidikan.
Pelayanan kesehatan sebagai hak
masyarakat tercantum dalam Konstitusi
UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) dan
pasal 24 ayat (3) yang menempatkan
status sehat dan pelayanan kesehatan
merupakan hak masyarakat/warga
negara. Fenomena ini merupakan salah
satu contoh keberhasilan pemerintah
republik ini dalam kebijakan politik di
bidang kesehatan, yang menuntut
pemerintah maupun masyarakat untuk
melakukan upaya kesehatan secara
tersusun, merata dan menyeluruh pada
setiap lapisan masyarakat.
Sehat adalah suatu keadaan sejahtera
sempurna fisik, mental dan sosial tidak
terbatas pada bebas dari penyakit atau
kelemahan saja. Luas masalah
kesehatan bukanlah seluas suatu bidang
yang sederhana dan sempit. Kesehatan
dapat mencakup keadaan fisik, mental
dan sosial dan bukan hanya keadaan
yang bebas dari penyakit, cacat dan
kelemahan. Sistem kesehatan nasional
adalah suatu tatanan yang
mencerminkan upaya bangsa Indonesia
untuk meningkatkan kemampuannya
mencapai derajat kesehatan yang
optimal sebagai perwujudan
kesejahteraan umum seperti yang
dimaksud dalam UUD 1945. Salah satu
sasaran yang ingin dicapai dalam sistem
kesehatan nasional adalah menjamin
tersedianya pelayanan kesehatan
bermutu, merata, dan terjangkau oleh
masyarakat secara ekonomis, serta
tersedianya pelayanan kesehatan tidak
semata-mata berada di tangan
pemerintah melainkan
mengikutsertakan sebesar-besarnya
peran aktif segenap anggota masyarakat
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan
akan sarana kesehatan pemerintah telah
berupaya untuk meningkatkan kualitas
sarana kesehatan, diantaranya dengan
membuat jaminan pemeliharaan
kesehatan berupa asuransi sosial
kesehatan seperti asuransi kesehatan
masyarakat miskin (askeskin) yang
menjangkau 60 juta orang penduduk.
Untuk menjamin bahwa kepentingan
kesehatan masyarakat menjadi prioritas
utama dibandingkan pertimbangan
keuntungan semata, maka di dalamnya
adalah pengaturan peran keterlibatan
swasta dan elit lainnya.
Tidak kalah pentingnya adalah peran
negara untuk menetapkan prinsip-
prinsip dan kesiapan yang harus
dipenuhi untuk pelaksanaan privatisasi
pelayanan kesehatan yang dilengkapi
dengan regulasi dan penegakan kontrol
untuk menjamin bahwa pelaksanaan
privatisasi tidak akan menelantarkan
rakyat dan tetap sesuai dengan amanat
konstitusi. Selain itu perlu juga
diadakan kajian aspek politik terhadap
pola pembiyaan kesehatan, baik di level
pusat maupun daerah. Belum
banyaknya anggaran kesehatan yang
belum terserap dengan baik, seharusnya
menjadi acuan pentingnya kajian
tentang politik pembiyaaan kesehatan.
Pelayanan Kesehatan di Indonesia
bertujuan untuk meningkatkan
4
kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sebagai perwujudan
kesejahteraan umum sebagai yang
dimaksud dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia
1945. Pelayanan Kesehatan tersebut
diselenggarakan dengan berdasarkan
kepada Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) yaitu suatu tatanan yang
menghimpun berbagai upaya Bangsa
Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin derajat
kesehatan yang setinggitingginya.
Sebagai pelaku dari pada
penyelenggaraan pembangunan
kesehatan adalah masyarakat,
pemerintah (pusat, provinsi,
kabupaten/kota). dengan demikian
dalam lingkungan pemerintah baik
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah harus saling bahu membahu
secara sinergis melaksanakan pelayanan
kesehatan yang terencana, terpadu dan
berkesinambungan dalam upaya
bersamasama mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
(Yenik Pujowati : 2012)
Pembangunan kesehatan adalah salah
satu isu strategis dalam kebijakan
otonomi daerah karena merupakan
bagian dari pembangunan nasional yang
bertujuan meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal
dimana gambaran masyarakat Indonesia
di masa depan yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan adalah
masyarakat, bangsa, dan negara yang
ditandai oleh penduduknya hidup dalam
lingkungan dengan perilaku hidup
sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang
setinggin-tingginya di seluruh wilayah
Republik Indonesia. Pelayanan
kesehatan nantinya akan dilakukan
dengan memberikan pelayanan
kesehatan yang baik dan bermutu tanpa
adanya diskriminasi terutama bagi
keluarga miskin. Sehingga untuk
mewujudkan pelayanan kesehatan yang
lebih baik menurut Menteri Kesehatan
RI (2008), dilakukan melalui konsep
Clinical governance yang secara
konseptual harus memenuhi 4
komponen yaitu; accountability,
continuous quality improvement, high
quality standard dan menfasilitasi serta
menciptakan lingkungan yang
menjamin terlaksananya pelayanan
kesehatan yang bermutu; secara implisit
clinical governance diharapkan dapat
mengubah kinerja pelayanan kesehatan
kearah kinerja yang lebih baik.
(Abdullah AS. Mangge : 2012)
Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan dijelaskan bahwa
setiap upaya pembangunan harus
dilandasi dengan wawasan kesehatan
dalam arti pembangunan nasional harus
memperhatikan kesehatan masyarakat
dan merupakan tanggung jawab semua
pihak baik Pemerintah maupun
masyarakat. Kemudian dijelaskan pula
bahwa sumber daya di bidang
kesehatan adalah segala bentuk dana,
tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan
farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas
pelayanan kesehatan dan teknologi
yang dimanfaatkan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan
yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
Jurnal Nuryatin Phaksy Sukowati,
Minto Hadi, Stefanus Pani Rengu
(2014) dengan judul Implementasi
5
Kebijakan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Miskin Nonkuota
(JAMKESDA DAN SPM) (Studi di
Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar)
dijelaskan bahwa Pelayanan kesehatan
yang memadai merupakan hak bagi
seluruh masyarakat, tak terkecuali bagi
masyarakat miskin. Beberapa Program
Jaminan Kesehatan dibuat untuk
menunjang penyelenggaraan tersebut
khususnya di pemerintahan daerah
kabupaten, namun masih saja
ditemukan kelemahan di beberapa
aspek kebijakan. Seluruh program
tersebut dalam proses pelaksanaanya
belum mampu mengkover seluruh
masyarakat yang membutuhkan layanan
kesehatan yang prima khususnya
masyarakat miskin. Data peserta
Jamkesmas atau nama-nama keluarga
miskin yang ditetapkan belum
representatif, bahkan belakangan
banyak ditemukan nama-nama yang
salah sasaran yang merupakan
masyarakat yang tergolong mampu atau
bukan miskin. Hal ini menyebabkan
masyarakat yang kenyataannya miskin
semakin tersudut, banyak ditemukan
dan diberitakan di beberapa media
massa mereka menjadi pasien yang
terlantar di Rumah Sakit (RS)
Melihat perkembangan keadaan dan
semakin meningkatnya kebutuhan
pelayanan kesehatan masyarakat yang
memerlukan dukungan dana seimbang
untuk operasional, maka dipandang
perlu untuk melaksanakan perubahan
yang mengarah pada sistem yang
sederhana, adil, efektif, dan efisien serta
dapat menggerakkan peran serta
masyarakat dalam pembiayaannya, oleh
karena itu Rumah Sakit Umum Daerah
sebagai Badan Layanan Umum Daerah
perlu disesuaikan pengelolaan anggaran
satuan kerjanya dengan Peraturan
Daerah Provinsi Kepulauan Riau
tentang Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Umum Daerah Provinsi
Kepulauan Riau Sebagai Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD).
Sektor publik merupakan suatu entitas
yang aktivitasnya berhubungan dengan
usaha menghasilkan barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan publik.
Sektor publik bergerak dalam berbagai
bidang salah satunya adalah bidang
kesehatan yang merupakan kebutuhan
publik yang sangat penting. Dalam
proses pemenuhan kebutuhan publik,
bidang kesehatan ini bukan tidak
mungkin dalam aktivitasnya mengalami
berbagai kendala terutama berkaitan
dengan dana, dimana sektor publik
bidang kesehatan dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang cepat dan
tepat setiap saat padahal dalam proses
pemenuhan tersebut pasti memerlukan
sejumlah dana yang belum tentu selalu
mencukupi aktivitas pelayanan yang
diberikan kepada publik. Rumah Sakit
Umum Daerah merupakan salah satu
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang bergerak dalam bidang jasa
kesehatan publik yang sebagian besar
telah diberikan kebebasan untuk
mengelola keuangannya dengan
menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah (PPK BLUD). Dengan status
BLUD ini, RSUD dapat merencanakan,
mengelola secara langsung
pendapatannya, dan mengendalikan
semua urusan internal rumah sakit
secara lebih fleksibel dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik.
Rumah Sakit Daerah Provinsi
Kepulauan Riau sebelum dan sesudah
perubahan status menjadi BLUD.
Pemilihan Rumah Sakit Daerah
Provinsi Kepulauan Riau sebagai objek
penelitian dilatarbelakangi oleh
6
perubahan status Rumah Sakit Daerah
Provinsi Kepulauan Riau tersebut
menjadi BLUD yang masih dapat
dikatakan baru. Sebelum adanya aturan
tentang BLU, manajemen pengelolaan
keuangan di sebuah rumah sakit sangat
ketat. Akibatnya, rumah sakit tidak bisa
mengembangkan diri dalam hal
keuangan. Yang lebih parah, mutu
layanan kepada pasien atau konsumen
juga semakin menurun.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
menyadari bahwa pelayanan kesehatan
merupakan suatu hal yang harus
menjadi perhatian. Di Dalam Perda
Provinsi Kepulauan Riau Nomor 9
Tahun 2010 Tentang Pelayanan
Kesehatan dijelaskan bahwa kesadaran
masyarakat akan hidup sehat dapat
mempengaruhi meningkatnya
kebutuhan pelayanan dan pemerataan
yang mencakup tenaga, sarana dan
prasarana baik jumlah maupun mutu,
oleh karena itu diperlukan pengaturan
untuk melindungi pemberi dan
penerima jasa pelayanan kesehatan.
Dalam pasal 14 dijelaskan juga bahwa
Pemerintah bertanggung jawab
merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau
oleh masyarakat.
Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Nomor 9 Tahun 2010 Tentang
Pelayanan Kesehatan pasal 3 tentang
Kewenangan Kelembagaan dijelaskan
bahwa Pemerintah Daerah
menyelenggarakan pelayanan kesehatan
dan bertanggung jawab atas pelayanan
kesehatan secara prima kepada
masyarakat, untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud Pemerintah
Daerah menyelenggarakan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit Umum
Daerah dalam rangka upaya kesehatan
perorangan. Kesehatan adalah hak dan
investasi,setiap warga negara berhak
atas kesehatannya termaksud
masyarakat miskin.Untuk itu diperlukan
suatu sistem yang mengatur
pelaksanaannya bagi upaya pemenuhan
hak warga negara untuk tetap hidup
sehat.
Pemerintah sebagaimana dijelaskan
pada pasal 3 bertanggungjawab
terhadap pelayanan prima kepada
masyarakat. Didalam negara
demokratis, peran negara memiliki
tugas untuk memberikan pelayanan
publik. Semakin tinggi mutu pelayanan
negara/pemerintah kepada rakyatnya
menunjukkan semakin beradab sebuah
negara/pemerintahan. Dinegara-negara
maju, telah diatur standar minimal
kualitas pelayanan, sedangkan pada
negara-negara berkembang telah mulai
mengikuti dengan menerapkan standar
pelayanan minimal.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi
Kepulauan Riau Nomor 9 Tahun 2010
Tentang Pelayanan Kesehatan
dijelaskan bahwa
pembiayaan/pendapatan Rumah Sakit
dapat bersumber dari penerimaan
Rumah Sakit, anggaran Pemerintah,
subsidi Pemerintah, anggaran
Pemerintah Daerah, subsidi Pemerintah
Daerah atau sumber lain yang tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pendapatan Rumah Sakit yang dikelola
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
digunakan seluruhnya secara langsung
untuk biaya operasional Rumah Sakit
dan tidak dapat dijadikan sebagai
pendapatan negara atau pemerintah
daerah sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pembiayaan
yang cukup harus didukung dengan
pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah.
7
Pemimpin Badan Layanan Umum
Daerah juga bertanggungjawab
terhadap beberapa hal yaitu
memberikan remunerasi kepada
pegawai; melakukan kerjasama
dan/atau Kerja Sama Operasional
(KSO) dengan pihak tiga; dan
melakukan rekrutmen pegawai non
PNS berdasarkan efesiensi dan tingkat
kebutuhan. Jelas bahwa dalam
Peraturan Daearah Nomor 9 Tahun
2010 Rumah Sakit Umum Provinsi
Kepulauan Riau sebenarnya punya hak
untuk melakukan rekrutmen jika dokter,
perawat maupun pegawai di rumah
sakit dianggap kurang memadai.
Pelayanan prima merupakan sebuah
tuntutan didalam proses pelayanan
publik. Sektor kesehatan merupakan
sektor publik yang mengemban fungsi
untuk melaksanakan pelayanan publik
yang berkualitas atau pelayanan prima.
Dalam proses manajemen mutu
layanan, sektor kesehatan yang
memiliki peran langsung dalam
pelayanan publik seperti rumah sakit
dan puskesmas telah berlomba-lomba
menerapkanstandar pelayanan prima.
Pelayanan prima kesehatan, adalah
pelayanan kesehatan yang dapat
memperhatikan kebutuhan dari
masyarakat, yakni jika unit pelayanan
masyarakat yang ingin maju dan
mengharapkan pelanggannya untuk
memakai atau memanfaatkan jasa
pelayanannya. Pelayanan prima bidang
kesehatan yang baik dibutuhkan
kesiapan semua anggota pelaksana
program tanpa kecuali. Apakah mereka
yang berhubungan langsung atau tidak
langsung dengan para pelanggannya,
untuk dapat melaksanakan tugas dan
bekerjasama bersama orang lain.
Pelayanan Kesehatan adalah upaya
yang diselenggarakan sendiri/secara
bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah, dan
mencembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan peroorangan,
keluarga, kelompok, atau masyarakat.
definisi pelayanan kesehatan menurut
Depkes RI (2009) adalah setiap upaya
yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan atupun
masyarakat. Jenis pelayanan kesehatan
adalah kelompok pelayanan kedokteran
(medical services) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang dapat bersifat
sendiri (solo practice) atau secara
bersama-sama dalam satu organisasi.
Tujuan utamanya untuk
menyembuhkan penyakit dan
memulihkan kesehatan, serta
sasarannya terutama untuk
perseorangan dan keluarga. Kemudian
pelayanan kesehatan masyarakat :
Pelayanan kesehatan yang termasuk
dalam kelompok kesehatan masyarakat
(public health service) ditandai dengan
cara pengorganisasian yang umumnya
secara bersama-sama dalam suatu
organisasi. Tujuan utamanya untuk
memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit,
serta sasarannya untuk kelompok dan
masyarakat.
Pemerintah seharusnya lebih optimal
dalam program-program peningkatan
kualitas kesehatan karena Pendapatan
Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah
dan Pemerintah Daerah digunakan
seluruhnya secara langsung untuk biaya
operasional Rumah Sakit dan tidak
dapat dijadikan sebagai pendapatan
negara atau pemerintah daerah sesuai
8
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Keberadaan masyarakat akan hidup
sehat, mempengaruhi meningkatnya
kebutuhan pelayanan dan pemerataan
yang mencakup tenaga, sarana dan
prasarana baik jumlah maupun mutu
oleh karena itu diperlukan pengaturan
untuk melindungi pemberi dan
penerima jasa pelayanan kesehatan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
di Rumah Sakit Daerah lebih
dititikberatkan pada upaya peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (prefentif), penyembuhan
penyakit (kuratif), serta pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang
dilaksanakan bersama-sama antara
pemerintah dan masyarakat secara
menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.
Keputusan Menteri Kesehatan no. 228
tahun 2002 menyatakan bahwa standar
adalah spesifikasi teknis atau sesuatu
yang dibakukan sebagai patokan dalam
melakukan kegiatan. Standar ini dapat
ditentukan berdasarkan kesepakatan
propinsi, kabupaten/kota sesuai dengan
evidence base. Standar pelayanan
rumah sakit daerah adalah
penyelenggaraan pelayanan manajemen
rumah sakit, pelayanan medik,
pelayanan penunjang dan pelayanan
keperawatan, baik rawat inap maupun
rawat jalan yang minimal harus
diselenggarakan oleh rumah sakit.
Standar pelayanan Minimal yang
selanjutnya disingkat SPM adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga negara secara
minimal. Standar pelayanan minimal
rumah sakit pada hakekatnya
merupakan jenisjenis pelayanan rumah
sakit yang wajib dilaksanakan oleh
pemerintah/pemerintah
provinsi/pemerintah kabupaten/kota
dengan standar kinerja yang ditetapkan.
Namun demikian mengingat kondisi
masing-masing daerah yang terkait
dengan sumber daya yang tidak merata
maka diperlukan pentahapan dalam
pelaksanaan SPM sesuai dengan
kondisi/perkembangan kapasitas
daerah. Disusunnya Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit diharapkan dapat
membantu pelaksanaan penerapan
Standar Pelayanan Minimal di rumah
sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan
bagi pengelola rumah sakit dan unsur
terkait dalam melaksanakan
perencanaan, pembiayaan dan
pelaksanaan setiap jenis pelayanan.
Berdasarkan standar operasional
prosedur dalam pelayanan di rumah
sakit umum provinsi Kepulauan Riau,
setiap pasien yang mendapatkan
pelayanan kesehatan dikenakan tarif
pelayanan jasa rumah sakit yaitu
imbalan yang diterima oleh Rumah
Sakit atas pemakaian sarana, fasilitas,
alat kesehatan, bahan habis pakai,
bahan non medis habis pakai lainnya
yang digunakan langsung dalam
observasi, administrasi dan keuangan.
Kemudian juga akan dikenakan jasa
pelayanan yaitu imbalan atas jasa yang
terdiri dari jasa dokter, jasa
keperawatan, jasa kefarmasian, jasa
paramedis non keperawatan dan jasa
pelaksana teknis rumah sakit. Setiap
orang berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan Rumah Sakit yang meliputi:
pelayanan kesehatan yang berkualitas
sesuai asas-asas dan tujuan pelayanan
kesehatan serta sesuai standar
pelayanan yang telah ditentukan,
kemudahan akses terhadap informasi
selengkaplengkapnya tentang sistem,
mekanisme dan prosedur dalam
pelayanan kesehatan, tanggapan atas
9
keluhan yang diajukan secara layak
sebagaimana mekanisme yang berlaku
sesuai dengan standar operasional yang
berlaku; dan pelayanan yang tidak
diskriminatif, santun, bersahabat dan
ramah.
Rumah Sakit Umum Provinsi
Kepulauan Riau adalah instansi yang
bertugas menjalankan kebijakan
pemerintah daerah tentang pelayanan
kesehatan. Untuk meningkatkan
kualitas kesehatan di Provinsi
Kepulauan Riau hal yang sangat
dibutuhkan adalah revolusi mental bagi
tenaga kesehatannya. Peningkatan
kesehatan akan sejalan jika pelayanan
yang diberikan rumah sakit sebagai
tempat berobat baik. Namun
kenyataannya di Provinsi Kepri
masalah pelayanan selalu menjadi
faktor utama. (Sumber : Haluankepri
diterbitkan Sabtu, 11 April 2015)
Tidak hanya permasalahan pelayanan
saja Penjabat Gubernur Kepri, Agung
Mulyana meragukan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) yang ada di
Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP)
Provinsi Kepulauan Riau. Apalagi
teknologi-teknologi yang digunakan
sudah canggih dan memenuhi
standarisasi pelayanan yang ditetapkan.
Di Rumah Sakit Umum Provinsi
(RSUP) belum maksimalnya
kemampuan medis. (Batam Pos,
diterbitkan Rabu, 16 Sep 2015)
Dari data yang terhimpun diketahui
bahwa minimnya tenaga medis di
Provinsi Kepulauan Riau, sampai saat
ini RSUP masih kekurangan tenaga
kerja seperti pegawai, perawat, dan
bidan. Keterbatasan tenaga kerja
tersebut dikahwatirkan dapat
menghambat proses pelayanan
kesehatan masyarakat. Jumlah
keseluruhan tenaga kerja di RSUP
hanya berkisar 500 orang. Idealnya
Rumah Sakit yang berukuran besar
layaknya RSUP Kepri ini masih
membutuhkan lebih tenaga baru yang
terbagi atas perawat, bidan, dan tenaga
pegawai lainnya. Sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor:
81/MENKES/SK/I/2004 Tentang
Pedoman Penyusunan Perencanaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Di
Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota Serta
Rumah Sakit. Rasio dokter –
penduduk/populasi bervariasi dalam
suatu provinsi. Dalam upaya untuk
mengatasi masalah kekuarangan tenaga
kerja tersebut, pihaknya telah
mengajukan penambahan tenaga kerja
melalui Badan Kepegawaian Daerah
(BKD) Kepri.
Berdasarkan dari latar belakang diatas
maka dilakukan penelitian dengan judul
”IMPLEMENTASI PERATURAN
DAERAH PROVINSI KEPULAUAN
RIAU NOMOR 9 TAHUN 2010
TENTANG PELAYANAN
KESEHATAN RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH PROVINSI
KEPULAUAN RIAU SEBAGAI
BADAN LAYANAN UMUM
DAERAH”
B. Perumusan Masalah
Kenyataannya di Provinsi Kepri
masalah pelayanan selalu menjadi
faktor utama. (Sumber : Haluankepri
diterbitkan Sabtu, 11 April 2015) Tidak
hanya permasalahan pelayanan saja
Penjabat Gubernur Kepri, Agung
Mulyana meragukan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) yang ada di
Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP)
Provinsi Kepulauan Riau. Apalagi
teknologi-teknologi yang digunakan
sudah canggih dan memenuhi
standarisasi pelayanan yang ditetapkan.
Di Rumah Sakit Umum Provinsi
(RSUP) belum maksimalnya
10
kemampuan medis. Berdasarkan uraian-
uraian diatas maka kemudian munculah
berbagai permasalahan yang berkaitan
dengan pelayanan kesehatan yang tidak
sesuai denga peraturan daerah yang
telah ditetapkan. Adapun rumusan yang
penulis ambil adalah Bagaimana
Implementasi Peraturan Daerah
Provinsi Kepulauan Riau Nomor 9
Tahun 2010 Tentang Pelayanan
Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Kepulauan Riau Sebagai
Badan Layanan Umum Daerah
khsusnya pada pasal 3 tentang
Kewenangan Kelembagaan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk untuk
mengetahui Implementasi Peraturan
Daerah Provinsi Kepulauan Riau
Nomor 9 Tahun 2010 Tentang
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Sebagai Badan Layanan Umum
Daerah pasal 3 tentang Kewenangan
Kelembagaan.
2. Kegunaan Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan masukan
bagi Rumah Sakit Provinsi
Kepulauan Riau
b. Sebagai bahan acuan bagi
peneliti berikutnya apabila
memiliki permasalahan yang
sama, untuk pengembangan
ilmu pengetahuan sosial
khususnya dalam ilmu
Pemerintahan
D. Konsep Operasional
Konsep Operasional merupakan unsur
penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur suatu
variabel, dengan kata lain konsep
operasional adalah semacam petunjuk
pelaksanaan bagaimana caranya
mengukur suatu variabel. Adapun
fungsi dari konsep operasional adalah
sebagai alat untuk mengidentifikasi
fenomena atau gejala-gejala yang
diamati dengan jelas, logika, atau
penalaran yang digunakan oleh peneliti
untuk menerangkan fenomena yang
diteliti atau dikaji. Dalam penelitian ini
menggunakan teori Edward III dengan
berpedoman kepada Implementasi
Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Nomor 9 Tahun 2010 Tentang
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Sebagai Badan Layanan Umum
Daerah
1. Komunikasi
Implementasi kebijakan yang
efektif terjadi apabila implementor
mengetahui yang harus dilakukan.
Apa yang menjadi tujuan serta
sasaran Peraturan Daerah Provinsi
Kepulauan Riau Nomor 9 Tahun
2010 Tentang Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Kepulauan Riau Sebagai
Badan Layanan Umum Daerah.
Sehingga program tersebut dapat
berjalan dengan baik. Hal ini dapat
dilihat dari indikator sebagai
berikut: Adanya Sosialisasi dan
pelatihan untuk para pegawai di
Rumah Sakit agar lebih memahami
hak dan kewajiban yang tertuang
dalam Peraturan Daerah Provinsi
Kepulauan Riau Nomor 9 Tahun
2010 Tentang Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Kepulauan Riau Sebagai
Badan Layanan Umum Daerah
11
2. Sumber daya
Ketersedian sumber daya yang
dimaksud adalah tersedianya
sumber-sumber daya, baik sumber
daya pendukung maupun sumber
daya manusia selaku pelaksana
Peraturan Daerah Provinsi
Kepulauan Riau Nomor 9 Tahun
2010 Tentang Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Kepulauan Riau Sebagai
Badan Layanan Umum Daerah
tersebut.
a. Bantuan teknis, melalui
penempatan tim medis di
Rumah Sakit Provinsi
Kepulauan Riau
b. Adanya sarana dan
prasarana pendukung di
Rumah Sakit Provinsi
Kepulauan Riau
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan
karekteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen
untuk membangun keberhasilan
Implementasi Peraturan Daerah
Provinsi Kepulauan Riau Nomor 9
Tahun 2010 Tentang Pelayanan
Kesehatan Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi Kepulauan Riau
Sebagai Badan Layanan Umum
Daerah. Ini dapat dilihat dari
indikator :
a. Adanya komitmen
pemerintah dan pegawai
Rumah Sakit Provinsi
Kepulauan Riau untuk
menjalankan pelayanan
kesehatan ini agar dapat
mencapai tujuannya dengan
baik
c. Adanya kejujuran dari para
pegawai Rumah Sakit
Provinsi Kepulauan Riau.
4. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi adalah
karekteristik, norma-norma, dan
pola-pola hubungan yang terjadi
dalam Implementasi Peraturan
Daerah Provinsi Kepulauan Riau
Nomor 9 Tahun 2010 Tentang
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Sebagai Badan Layanan
Umum Daerah. Ini dapat dilihat dari
indikator :
a. Adanya kerjasama yang baik
antara Rumah Sakit Provinsi
Kepulauan Riau dengan
instansi-instansi terkait.
b. Adanya pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah
seperti dinas Kesehatan
Provinsi Kepulauan Riau
kepada Rumah Sakit
Provinsi Kepulauan Riau
untuk melihat sejauh mana
kebijakan ini sudah berjalan.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif, sebagian pendapat
mengatakan bahwa menurut Sugiono
(2012:11) penelitian deskriptif adalah
“Penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih tanpa membuat
perbandingan atau menghubungkan
antara satu variabel dengan variabel
yang lain”. Dalam hal ini diuraikanlah
hal-hal yang memerlukan suatu
penjelasan ataupun gambaran yang
mencari informasi yang bersifat
12
deskriptif, selanjutnya Sugiono
(2012:14) menjelaskan “Data kualitatif
adalah data yang berbentuk kata,
kalimat, skema dan gambar”.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian Implementasi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan Di Rumah Sakit Umum
Provinsi Kepulauan Riau adalah analisa
data kualitatif yaitu dengan melakukan
terlebih dahulu mendeskripsikan,
memverifikasi, menginterpretasikan
untuk kemudian dianalisis sehingga
memperoleh suatu kesimpulan. Untuk
lebih jelas lagi penulis menggunakan
Teknik Triangulasi dalam menganalisis
data.
II. LANDASAN TEORI
1. Ilmu Pemerintahan
Ndraha (2003 : 7) menyatakan
bahwa “Ilmu pemerintahan merupakan
ilmu yang mempelajari bagaimana
memenuhi dan melindungi kebutuhan
dan tututan setiap orang akan jasa-jasa
publik dan layanan sipil dalam
hubungan pemerintahan (sehingga
dapat diterima) pada saat dibutuhkan
oleh yang bersangkutan”. Ilmu
pemerintahan menurut Ndraha (2003 :
7) adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana memenuhi dan melindungi
kebutuhan dan tuntutan tiap orang akan
jasa publik dan layanan civil dalam
hubungan pemerintahan, sehingga dapat
diterima pada saat yang dibutuhkan
oleh yang bersangkutan.
Rasyid (2000 : 59) membagi
fungsi-fungsi pemerintahan menjadi
empat, yaitu: pelayanan (public
service), pembangunan (development),
pemberdayaan (empowering), dan
pengaturan (regulation). Untuk
menjalankan fungsi pemerintahan
tersebut pemerintah diharapkan dapat
mengatur segala kehidupan masyarakat
dengan membuat suatu peraturan atau
kebijakan, memberdayakan masyarakat,
memberikan pelayanan tidak terkecuali
bagi pelayanan kesehatan yang sangat
penting. Pemerintah telah membuat
peraturan daerah dimana didalamnya
berisikan tentang panduan pemerintah
setempat untuk memberikan pelayanan
kesehatan bagi seluruh kalangan
masyarakat
2. Implementasi Kebijakan
Hirarki perundang-undangan
menurut Undang-Undang No 12 Tahun
2011 tentang tata urutan perundang-
undangan RI menjelaskan jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan
terdiri atas:
a.Undang-Undang Dasar Negara
Republik IndonesiaTahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c.Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dan kekuatan hukumnya ditegaskan
pada pasal 7 ayat 2 :
Kekuatan hukum Peraturan
Perundang-undangan sesuai dengan
13
hierarki sebagaimana dimaksud pada
ayat (1). Jenis Peraturan Perundang-
undangan ini mencakup peraturan yang
ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank
Indonesia, Menteri, badan, lembaga,
atau komisi yang setingkat yang
dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-
Undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,
Kepala Desa atau yang setingkat.
Suatu undang-undang yang diduga
bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, maka pengujiannya
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan, suatu Peraturan Perundang-
undangan di bawah Undang-Undang
diduga bertentangan dengan Undang-
Undang, pengujiannya dilakukan oleh
Mahkamah Agung.
Dunn (2000:109) menjabarkan
bahwa implementasi kebijakan
merupakan rangkaian pilihan yang
kurang lebih hubungan (termasuk
keputusan untuk tidak bertindak) yang
dibuat oleh badan dan pejabat
pemerintah yang diformulasikan ke
dalam bidang-bidang kesehatan,
kesejahteraan sosial, ekonomi, dll.
Implementasi kebijakan merupakan
tahap kedua setelah pembuatan atau
pengembangan kebijakan. Nugroho
(2003:158) mengemukakan bahwa:
“implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya”
Nugroho (2003:158)
mengemukakan bahwa implementasi
kebijakan pada prinsipnya adalah cara
agar sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya. Dari kedua pendapat ahli ini
yang perlu ditekankan adalah bahwa
tahap implementasi kebijakan tidak
akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran ditetapkan atau
diidentifikasikan oleh keputusan-
keputusan kebijaksanaan. Keberhasilan
implementasi kebijakan akan
ditentukan oleh banyak variabel dan
faktor dan variabel tersebut saling
berhubungan satu sama lain, menurut
Edwards III (Subarsono 2008:90-92)
ada empat variabel dalam implementasi
kebijakan publik yaitu :
1. Komunikasi. Keberhasilan
Implementasi Kebijakan
mensyaratkan agar implementor
mengetahui apa yang harus
dilakukan. Apa yang menjadi
tujuan dan sasaarn kebijakan
harus ditransmisikan kepada
kelompok sasaran (target
group) sehingga akan
mengurangi distorsi
implementasi.
2. Sumber Daya Sumber daya
dapat berwujud sumber daya
manusia, yakni kompetensi
implementor dan sumber daya
financial, sumber daya adalah
factor penting untuk
mengimplementasi kebijakan
agar efektif.
3. Disposisi. Disposisi adalah
watak dan karakteristik yang
dimiliki oleh implementor,
seperti komitmen, kejujuran,
sifat demokratis
4. Struktur Birokrasi. Birokrasi
merupakan salah satu badan
yang paling sering bahkan
14
secara keseluruhan menjadi
pelaksana kebijakan. Kerja sama
yang baik dalam birokrasi dan
struktur yang kondusif akan
membuat pelaksanaan kebijakan
efektif.
Dari pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa agar kebijakan itu
berhasi dalam pencapaian tujuannya,
maka serangkaian usaha perlu
dilakukan diantaranya perlu
dikomunikasikan secara terbuka, jelas,
dan transparan kepada sasaran.
Perlunya sumber daya yang berkualitas
untuk pelaksanaannya dan perlunya
dirampungkan struktur pelaksana
kebijakan
Van Meter dan Van Horn (dalam
Winarno 2007:146) mengatakan bahwa:
“implementasi kebijakan sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu (atau kelompok-
kelompok) pemerintah maupun swasta
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan kebijakan
sebelumnya. Tindakan-tindakan ini
mencakup usaha-usaha untuk
mengubah keputusan-keputusan
menjadi tindakan-tindakan operasional
dalam kurun waktu tertentu maupun
dalam rangka melanjutkan usaha-usaha
untuk mencapai perubahan-perubahan
besar dan kecil yang ditetapkan oleh
keputusan-keputusan kebijakan”.
Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut diatas, dapat disimpulkan
implementasi kebijakan publik adalah
suatu tindakan pejabat pemerintah atau
lembaga pemerintah dalam
menyediakan sarana untuk
melaksanakan progam yang telah
ditetapkan sehingga program tersebut
dampak menimbulkan dampak terhadap
tercapainya tujuan.
Abidin (2002:186) menyatakan
bahwa: “Implementasi atau pelaksanaan
kebijakan terkait dengan identifikasi
permasalahan dan tujuan serta
formulasi kebijakan sebagai langkah
awal dan monitoring serta evaluasi
sebagai langkah akhir”.
Menurut Winarno (2007:144)
Implementasi dipandang secara luas
mempunyai makna pelaksanaan
undang-undang dimana berbagai aktor,
organisasi, prosedur dan teknik bekerja
bersama-sama menjalankan kebijakan
dalam upaya untuk meraih tujuan-
tujuan kebijakan. Implementasi pada
sisi yang lain merupakan fenomena
yang kompleks yang mungkin dapat
dipahami sebagai suatu proses, suatu
keluaran (output) maupun sebagai suatu
dampak (outcome).
Mazmanian dan Sabatier (Wahab,
2002:68-69) merumuskan “Proses
implementasi kebijaksanaan negara
dengan lebih rinci:
“Implementasi adalah pelaksanaan
keputusan kebijakan dasar, biasanya
dalam bentuk undang-undang namun
dapat pula berbentuk perintah-perintah
atau keputusan keputusan eksekutif
yang penting atas keputusan badan
peradilan. Lazimnya keputusan
tersebut mengidentifikasi masalah yang
ingin diatasi, menyebut secara tegas
tujuan/sasaran yang ingin dicapai dan
berbagai cara untuk
menstruktur/mengatasi proses
implementasinya”
15
Secara khusus Wahab (2002:5-10)
mengemukakan tentang ciri-ciri yang
melekat pada kebijakan yaitu:
a. “Kebijakan itu dirumuskan oleh
orang-orang yang memiliki
wewenang dalam sistem politik
seperti ketua adat, ketua suku,
eksekutif, legislator, hakim,
administrator, monarkhie, dan
sebagainya.
b. Kebijakan merupakan tindakan
yang mengarah pada tujuan
melalui tindakan-tindakan yang
direncanakan secara matang.
c. Kebijakan itu hakekatnya terdiri
atas tindakan-tindakan yang
berkait dan berpola yang
mengarah pada tujuan tertentu
yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah. Kebijakan tidak
hanya mencakup keputusan
untuk membuat undang-undang
dalam bidang tertentu tapi juga
diikuti dengan keputusan-
keputusan yang bersangkutan
dengan implementasi dan
pemaksaan pemberlakuannya
d. Kebijakan bersangkutan dengan
apa yang senyatanya dilakukan
pemerintah dalam bidang-
bidang tertentu baik berbentuk
positif atau negatif”.
Implementasi kebijakan merupakan
aspek yang penting dalam keseluruhan
proses kebijakan dan merupakan suatu
upaya untuk mencapai tujuan tertentu
dengan sarana tertentu dan dalam
urutan waktu tertentu. Pada dasarnya
implementasi kebijakan adalah upaya
untuk mencapai tujuan yang sudah
ditentukan dengan mempergunakan
sarana dan menurut waktu tertentu, agar
dapat mencapai output/outcome dan
agar policy demands dapat terpenuhi
maka kebijakan harus dilaksanakan,
pelaksanaan kebijakan dapat pula
dirumuskan sebagai pengguna sarana
yang ditentukan terlebih dahulu.
Suatu kebijakan yang telah diterima
dan disahkan tidaklah ada artinya jika
tidak dilaksanakan. Pelaksanaan
kebijaksanaan itu haruslah berhasil.
Malahan tidak hanya pelaksanaannya
saja yang harus berhasil, akan tetapi
tujuan yang akan terkandung dalam
kebijaksanaan itu haruslah tercapai.
Menurut Agustino (2006:185)
mengatakan bahwa pelaksanaan
kebijakan itu dapat gagal, tidak
membuahkan hasil, karena antara lain :
a. Teori yang menjadi dasar itu
tidak tepat. Dalam hal ini
demikian, maka harus dilakukan
reformulation terhadap
kebijaksanaan pemerintah itu
b. Sarana yang dipilih unutk
pelaksanaan tidak efektif
c. Sarana itu mungkin tidak atau
kurang dipergunakan
sebagaimana mestinya
d. Isi dari kebijakan itu bersifat
samar-samar.
e. Ketidakpastian faktor intern dan
atau faktor ekstern
f. Kebijaksanaan yang ditetapkan
itu mengandung banyak lubang
g. Dalam pelaksanaan kurang
memperhatikan masalah teknis
h. Adanya kekurangan akan
tersedianya sumber-sumber
pembantu (waktu, uang dan
sumber daya manusia)
Dari hal-hal yang dapat
menyebabkan kegagalan dalam
pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah
itu, dapatlah diketahui bahwa sejak
dalam pembentukan kebijaksanaan
16
tersebut sudah harus diperhatikan dan
diperhitungkan faktor-faktor yang
disebutkan di atas.
Syafiie (2006:104), mengemukakan
bahwa kebijakan (policy) hendaknya
dibedakan dengan kebijaksanaan
(wisdom) karena kebijaksanaan
merupakan pengejawantahan aturan
yang sudah ditetapkan sesuai situasi
dan kondisi setempat oleh person
pejabat yang berwenang. Untuk itu
Syafiie mendefenisikan kebijakan
publik adalah semacam jawaban
terhadap suatu masalah karena akan
merupakan upaya memecahkan,
mengurangi, dan mencegah suatu
keburukan serta sebaliknya menjadi
penganjur, inovasi, dan pemuka
terjadinya kebaikan dengan cara terbaik
dan tindakan terarah.
Keban (2008:55) memberikan
pengertian dari sisi kebijakan publik,
yang dikutipnya dari pendapat Graycar,
dimana menurutnya bahwa public
policy dapat dilihat dari konsep
filosifis, sebagai suatu produk, sebagai
suatu proses, dan sebagai suatu
kerangka kerja. Sebagai suatu konsep
filosofis, kebijakan merupakan
serangkaian prinsip, atau kondisi yang
diinginkan, sebagai suatu produk,
kebijakan dipandang sebagai
serangkaian kesimpulan atau
rekomendasi, dan sebagai suatu proses,
kebijakan dipandang sebagai suatu cara
dimana melalui cara tersebut suatu
organisasi dapat mengetahui apa yang
diharapkan darinya, yaitu program dan
mekanisme dalam mencapai produknya,
dan sebagai suatu kerangka kerja,
kebijakan merupakan suatu proses
tawar menawar dan negosiasi untuk
merumus isu-isu dan metode
implementasinya.
3. Implementasi Program
Implementasi program yaitu suatu
prosedur yang dilakukan untuk
menyelesaikan program komunikasi
data yang akan digunakan. Oleh karena
itu implementasi sangat penting dalam
suatu sistem. Jones dalam Arif
Rohman (2009: 101-102) menyebutkan
program merupakan salah satu
komponen dalam suatu kebijakan.
Program merupakan upaya yang
berwenang untuk mencapai tujuan.
Menurut Charles O. Jones ( dalam
Suryana, 2009: 28) ada tiga pilar
aktivitas dalam mengoperasikan
program yaitu :
1. Pengorganisasian : Struktur
oganisasi yang jelas diperlukan
dalam mengoperasikan program
sehingga tenaga pelaksana dapat
terbentuk dari sumber daya
manusia yang kompeten dan
berkualitas.
2. Interpretasi : Para pelaksana
harus mampu menjalankan
program sesuai dengan petunjuk
teknis dan petunjuk pelaksana
agar tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.
3. Penerapan atau Aplikasi : Perlu
adanya pembuatan prosedur
kerja yang jelas agar program
kerja dapat berjalan sesuai
dengan jadwal kegiatan
sehingga tidak berbenturan
dengan program lainnya.
Pola yang dikembangkan Korten
(Tarigan:2000:12), dapat dipahami
bahwa kinerja program tidak akan
17
berhasil sesuai dengan apa yang
diharapkan kalau tidak terdapat
kesesuaian antara tiga unsur
implementasi kebijakan. Hal ini
disebabkan apabila output program
tidak sesuai dengan kebutuhan
kelompok sasaran, jelas output tidak
dapat dimanfaatkan. Jika organisasi
pelaksana program tidak memiliki
kemampuan melaksanakan tugas yang
disyaratkan oleh program, maka
organisasinya tidak dapat
menyampaikan output program dengan
tepat. Atau, jika syarat yang ditetapkan
organisasi pelaksana program tidak
dapat dipenuhi oleh kelompok sasaran,
maka kelompok sasaran tidak
mendapatkan output program. Oleh
karena itu, kesesuaian antara tiga unsur
implementasi kebijakan mutlak
diperlukan agar program berjalan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat.
4. Manajemen Kesehatan
Manajemen kesehatan adalah suatu
kegiatan atau suatu seni untuk mengatur
para petugas kesehatan dan nonpetugas
kesehatan guna meningkatkan
kesehatan masyarakat melalui program
kesehatan.” Dengan kata lain
manajemen kesehatan masyarakat
adalah penerapan manajemen umum
dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat sehingga yang menjadi
objek dan sasaran manajemen adalah
sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
(Notoatmodjo, 2010)
Pelayanan kesehatan menurut
Pohan (2007:28) merupakan suatu alat
organisasi untuk menjabarkan mutu
layanan kesehatan kedalam terminologi
operasional, sehingga semua orang
yang terlibat dalam layanan kesehatan
akan terikat dalam suatu sistem, baik
pasien, penyedia layanan kesehatan,
penunjang layanan kesehatan ataupun
manajemen organisasi layanan
kesehatan, dan akan bertanggung gugat
dalam melaksanakan tugas dan
perannya masing-masing. Menurut
Levey dan Loomba dalam Azwar
(1996:35) pelayanan kesehatan adalah
setiap upaya yang diselenggarakan
sendiri atau secara bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan ataupun
masyarakat. Upaya pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan diwujudkan
dalam suatu wadah pelayanan
kesehatan yang disebut sarana atau
pelayanan kesehatan (health service).
Menurut Notoadmodjo (2010:5–6)
bahwa pelayanan kesehatan adalah
tempat atau sarana yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.
III. GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Rumah sakit sebagai institusi
penyelenggara pelayana kesehatan
perorangan merupakan sub sistem dari
Sistem Kesehatan Nasional yang secara
umum bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi – tingginya. Sebagai institusi
yang sangat spesifik (padat modal,
padat teknologi dan padat karya),
Rumah Sakit juga menyimpan banyak
sekali data terkait pelayanan kesehatan
yang dapat memberikan konstribusi
dalam pengembangan kebijakan
kesehatan rujukan dan kesehatan
masyarakat pada umumnya. Sejalan
dengan hal tersebut, kebutuhan akan
data dan informasi telah berkembang
18
dengan sangat pesat, dilihat dari segi
kuantitas maupun kualitasnya.
Dengan telah berlakunya Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
maka tersedianya data dan informasi
mutlak dibutuhkan oleh rumah sakit.
Untuk itu Rumah Sakit perlu memiliki
sebuah dokumen yang berisi gambaran
tentang hasil kegiatan dan pelayanan di
rumah sakit. Selain bermanfaat bagi
rumah sakit sendiri, profil ini juga
diharapkan bermanfaat untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan
oleh stakeholder agar dapat ikut
memberikan masukan dan evaluasi
terhadap kinerja rumah sakit.
Profil ini diharapkan dapat
memberikan gambaran pelaksanaan
tugas dan fungsi rumah sakit
sebagaimana diamanatkan oleh Perda
Prov. Kepri Nomor 5 Tahun 2011
tentang Organisasi dan Tata Kerja
Inspektorat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis
Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja
dan lembaga lain. Dalam hal ini RSUD
Provinsi Kepulauan Riau
Tanjungpinang mempunyai tugas
melaksanakan upaya kesehatan secara
berdayaguna dan berhasilguna dengan
mengutamakan upaya
penyembuhan,pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi, terpadu
dengan upaya peningkatan serta
pencegahan dan melaksanakan upaya
rujukan
IV. ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
1. Komunikasi
Produk ditemukan bahwa
diketahui bahwa Sosialisasi sudah
pernah dilakukan. Sosialisasi
diupayakan dengan berbagai macam
baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung seperti
diskusi, penyuluhan dan ceramah bagi
para pegawai. Dan secara tidak
langsung seperti pihak RSUP membuat
brosur, spanduk atau mensosialisasikan
lewat media masa tentang adanya
Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Nomor 9 Tahun 2010 Tentang
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Sebagai Badan Layanan Umum
Daerah sehingga masyarakat mampu
memperoleh informasi.
2. Sumber daya
2. Sumber daya diketahui bahwa
tenaga medis masih sangat kurang.
Kurang meratanya tenaga kesehatan
masih menjadi problema bagi
Indonesia. Kurangnya tenaga kesehatan
membuat tidak semua sarana kesehatan
bisa melayani masyarakat. Karena
terbatasnya jumlah tenaga kesehatan
dan belum meratanya tenaga kesehatan,
terkadang Rumah Sakit membatasi
jumlah pasien. Tetapi pada
kenyataannya setelah dilakukan
wawancara dan observasi secara
langsung masih belum ditemukan
sarana dan prasarana yang dapat
mendukung serta memadai. Belum lagi
permasalahan penggunaannya yang
tidak dapat dioptimalkan dengan baik
oleh pegawai.
3. Disposisi
3. Disposisi diketahui bahwa
Kejujuran pegawai sangat penting
dalam menjalankan Peraturan Daerah
Provinsi Kepulauan Riau Nomor 9
Tahun 2010 Tentang Pelayanan
Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Kepulauan Riau Sebagai
Badan Layanan Umum Daerah.
Pegawai tidak hanya dituntut untuk
memahami dan tahu tentang peraturan
tersebut tetapi juga berkomitmen untuk
menjalankannya agar mencapai tujuan
19
yang telah disusun. Di Rumah sakit
Provinsi Kepulauan Riau selama ini
pegawai masih bersikap wajar dan
komit terhadap jalannya Perda tersebut.
4. Struktur Birokrasi
4. Struktur Birokrasi
diketahui bahwa pengawasan sudah
dilakukan. Dalam penyelenggaraan
Rumah Sakit, keberadaan pengawasan
diharapkan dapat menjadi mitra kerja
yang baik bagi manajemen dalam
menilai setiap kegiatan yang
diselenggarakan oleh Rumah Sakit, dan
dalam pelaksanaan Implementasi
Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Nomor 9 Tahun 2010 Tentang
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Sebagai Badan Layanan Umum
Daerah ini sudah adanya Standar
Operating Prosedure (SOP) yang dibuat
untuk pelaksanaan kebijakan ini.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka
dapat dianalisa bahwa Implementasi
Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Nomor 9 Tahun 2010 Tentang
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Sebagai Badan Layanan Umum
Daerah sudah berjalan sudah berjalan
dengan baik
B. Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
a. Seharusnya pihak RSUP
Kepulauan Riau menambahkan
tenaga medis sesuai dengan
kebutuhan rumah sakit saat ini
b. Seharusnya ada tambahan
sarana prasarana di RSUP
Provinsi Kepulauan Riau agar
pelayanan dapat lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan
Publik. Jakarta : Yayasan
Pancur Siwah.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar
Kebijakan Publik. Bandung :
CV Alfabetha
Arikunto. Suharsini. 2006. Prosedur
Penelitian suatu pendekatan
praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arif Rohman. 2009. Politik Ideologi
Pendidikan. Yogyakarta:
Laksbang. Mediatama
Azwar, A, 1996. Pengantar Ilmu
Kesehatan Lingkungan, Penerbit
Mutiara. Sumber Widya, Jakarta
Dunn, W William. 2000. Analisa
kebijakan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Keban, Yeremias, T. 2004. Enam
Dimensi Strategis
Administrasi Publik Konsep,
Teori dan Isu, Penerbit Gaya
Media Yogyakarta.
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology
(Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid
1. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Nugroho, Riant D. 2003. Kebijakan
Publik Formulasi Implementasi
dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo
20
Notoatmodjo,s. 2010. Ilmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta
Pohan,Imbalo. 2002. Jaminan Mutu
Layanan Kesehatan : Dasar-
Dasar PengertianDan
Penerapan. Jakarta: EGC
Ryias Rasyid.M, 2000. Otonomi
Daerah Negara Kesatuan,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu
Administrasi Publik. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung: Alfa Beta
Tarigan.. 2000. Artikulasi Konsep
Implementasi Kebijakan:
Perspektif, Model, dan
Kriteria Pengukurannya.
Jurnal Baca, 1(1): 12 13.
Wahab. Solichin Abdul. 2002. Analisis
Kebijaksanaan: dari Formula ke
Implementasi Kebijaksanaan
Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses.
Jakarta: PT. Buku Kita.
Dokumen :
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional
Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Nomor 9 Tahun 2010
Tentang Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Kepulauan Riau
Sebagai Badan Layanan Umum
Daerah
Jurnal :
Abdullah AS. Mangge. 2012. Analisis
Implementasi Kebijakan Sistem
Jaminan Pelayanan Kesehatan Gratis di
Kabupaten Buol. e-Jurnal Katalogis,
Volume I Nomor 1, Desember 2012
hlm 49-62
Nuryatin Phaksy Sukowati, Minto Hadi,
Stefanus Pani Rengu (2014) dengan
judul Implementasi Kebijakan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Miskin Nonkuota (JAMKESDA DAN
SPM) (Studi di Dinas Kesehatan
Kabupaten Blitar). Jurnal Administrasi
Publik (JAP), Vol .1, No. 6, Hal. 1195-
1202
Yenik Pujowati. 2012. Implementasi
Kebijakan Peningkatan Pelayanan
Kesehatan (Tentang Pelaksanaan
Program Jaminan Mutu Pelayanan
Kesehatan Dasar Di Puskesmas
Ngronggot Kabupaten Nganjuk). Jurnal
top related