TESIS
PEMBUATAN DAN EVALUASI CANGKANG KAPSUL
ALGINAT-KITOSAN MENGANDUNG TEOFILIN
MENGGUNAKAN METODE CROSSLINK TRIPOLIFOSFAT
matera Utar
OLEH:
CUT INTAN ANNISA PUTERI
NIM 157014041
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
PEMBUATAN DAN EVALUASI CANGKANG KAPSUL
ALGINAT-KITOSAN MENGANDUNG TEOFILIN
MENGGUNAKAN METODE CROSSLINK TRIPOLIFOSFAT
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH :
CUT INTAN ANNISA PUTERI
NIM 157014041
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
iv
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Nama Mahasiswa : Cut Intan Annisa Puteri
Nomor Induk Mahasiswa : 157014041
Program Studi : Magister Farmasi
Judul Tesis : Pembuatan Dan Evaluasi Cangkang Kapsul
Alginat-Kitosan Mengandung Teofilin
Menggunakan Metode Crosslink Tripolifosfat
Telah diuji dan dinyatakan LULUS didepan TIM penguji pada hari Senin tanggal
dua puluh satu bulan Januari tahun dua ribu sembilan belas
Mengesahkan
Tim Penguji Tesis
Ketua Tim Penguji Tesis : Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si, Apt.
Sekretaris Penguji Tesis : Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.
Anggota Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.
Universitas Sumatera Utara
v
Universitas Sumatera Utara
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan tesis ini yang berjudul “Pembuatan dan Evaluasi Cangkang Kapsul
Alginat-Kitosan Mengandung Teofilin Menggunakan Metode Crosslink
Tripolifosfat”. serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW
sebagai suri tauladan dalam kehidupan.
Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara, Medan, yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi
penulis menjadi mahasiswa dan menyelesaikan Program Studi Magister
Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. selaku Ketua Program Studi Magister
Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. selaku Sekretaris Program Studi
Magister Farmasi yang telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
3. Ibu Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si, Apt. dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.
sebagai Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,
arahan, masukan, saran, dan dorongan dengan penuh kesabaran dan ikhlas bagi
penulis dalam menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
vii
4. Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si.,
Apt. sebagai Komisi Penguji yang telah banyak memberikan saran dan
masukan bagi penulis dalam penyelesaian tesis ini, sehingga tesis ini semakin
baik.
5. Ayahanda tercinta Teuku Ramli Z.A dan Ibunda Azizah Affan yang telah
mendo’akan dan mengorbankan segalanya dengan tulus ikhlas serta mendukung
penuh penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Serta untuk adik-
adik saya tersayang Teuku Wahyu Ardhian Putera, Teuku Sunil Firman dan Cut
Sunia Berliana yang selalu memberikan do’a dan motivasi.
6. Teman-teman seperjuangan Rena Meutia, S.Farm., M.Si, Febia Sari, S.Farm.,
M.Si., Apt., Nurul Karima S.Farm, Yan Hendrika, S.Farm., M.Si., Apt, Siti
Zahrina S.Farm, Suci Syahara, S.Farm., Cut Riska Andriani, S.Farm, serta
seluruh rekan-rekan Program Studi Magister Farmasi USU tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam proses pendidikan,
penelitian dan penyelesaian tesis ini.
6. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan perlu
mendapatkan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berharap
adanya kritik dan saran membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Januari 2019
Penulis,
Cut Intan Annisa Puteri
Universitas Sumatera Utara
viii
PEMBUATAN DAN EVALUASI CANGKANG KAPSUL
ALGINAT-KITOSAN MENGANDUNG TEOFILIN
MENGGUNAKAN METODE CROSSLINK TRIPOLIFOSFAT
ABSTRAK
Latar belakang: Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang memerlukan
terapi dalam jangka panjang. Salah satu obat yang paling banyak diresepkan untuk
pengobatan asma adalah teofilin. Pemakaian sediaan-sediaan konvensional teofilin
memiliki waktu kontaknya yang singkat dengan tempat kerja dan waktu paruh
singkat sehingga pengobatan menjadi tidak efektif.
Tujuan: Untuk membuat kapsul dengan bahan alginat dan kitosan yang
menggunakan metode crosslink tripolifosfat dari teofilin serta melihat pengaruh
crosslinker tripolifosfat terhadap karakteristik cangkang kapsul.
Metode: Penelitian ini meliputi pembuatan kapsul yang dibuat dari larutan
natrium alginat 500-600 cp dengan formula F1 (alginat 2%, kitosan 1%, TPP 2%),
F2 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 2%), F3 ( alginat 2%, kitosan 3%, TPP 2%), F4
(alginat 2%, kitosan 4%, TPP 2%), F5 (alginat 2%, kitosan 4%, TPP 3%), F6
(alginat 2%, kitosan 4%, TPP 4%), F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8
(alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%). Selanjutnya dilakukan karakterisasi cangkang
kapsul yang meliputi pengukuran panjang, diameter, ketebalan, berat dan volume,
analisis waktu hancur dan uji derajat swelling yang dilakukan dalam medium pH
berganti, kemudian analisis interaksi gugus fungsi dari cangkang kapsul alginat-
kitosan crosslink TPP (FTIR) dan analisis morfologi permukaan dari cangkang
kapsul mengunakan SEM. Pengujian dilanjutkan dengan uji pelepasan teofilin
menggunakan alat disolusi dalam medium pH berganti dan diukur kadar teofilin
dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 270 nm
untuk cairan lambung buatan pH 1,2 dan 272 nm untuk cairan usus buatan pH 4,5
dan pH 7,4 serta dilakukan analisis kinetika pelepasan teofilin.
Hasil: Berdasarkan formula F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, dan F8 yang dibuat dalam
penelitian ini, cangkang kapsul yang dihasilkan hanya dari formula F7 dan F8.
Pemeriksaan karakteristik cangkang kapsul dari formula F8 menghasilkan sifat
fisik cangkang yang baik serta menghasilkan derajat swelling yang rendah yaitu
164,81%, dibandingkan dengan derajat swelling formula F7 yaitu 313,72%. Hasil
uji pelepasan menunjukkan bahwa kapsul teofilin dari formula F7 dan F8 dapat
melepas obat secara perlahan dan dalam waktu yang lama hingga ke dalam cairan
usus buatan pH 7,4 selama 8 jam untuk formula F7 dan selama 12 jam untuk
formula F8 dengan persentase kumulatif pelepasan sebesar 99,75% serta memiliki
kinetika pelepasan yang mengikuti orde satu.
Kesimpulan: Cangkang kapsul yang dibuat dengan bahan alginat dan kitosan
menggunakan metode crosslink tripolifosfat memiliki karakteristik cangkang yang
baik serta dapat melepas obat secara perlahan dalam waktu yang lama hingga ke
dalam cairan usus buatan pH 7,4.
Kata kunci: teofilin, crosslink, kitosan, tripolifosfat
Universitas Sumatera Utara
ix
PREPARATION AND EVALUATION OF ALGINATE-
CHITOSAN CAPSULE SHELLS OF THEOPHYLLINE USING
TRIPOLYPHOSPHATE CROSSLINK METHOD
ABSTRACT
Background: Asthma is a chronic disease that requires long-term therapy. One of
the most prescribed drugs for the treatment of asthma is theophylline. The use of
conventional dosage is less effective because short time contacts with workplace
and short biological half life.
Purpose: Preparation capsule shells with alginate and chitosan using
tripolyphosphate crosslink method of theophylline and to analize influence of the
tripolyphosphate crosslinker on the characteristics capsule shells.
Methods: This research included preparation capsules from a solution of sodium
alginate 500-600 cp with F1 formula (2% alginate, 1% chitosan, 2% TPP), F2 (2%
alginate, 2% chitosan, 2% TPP), F3 (2% alginate, 3% chitosan, 2% TPP), F4 (2%
alginate, 4% chitosan, 2% TPP), F5 (2% alginate, 4% chitosan, 3% TPP), F6 (2%
alginate, 4% chitosan, 4% TPP), F7 (2% alginate, 2% chitosan, 4% TPP) and F8
(4% alginate, 2% chitosan, 4% TPP). Characterization of capsule shell included
measurement of length, diameter, thickness, weight and volume, disintegration
analysis and swelling degree test in change pH medium, then interaction of
functional groups analysis from alginate-chitosan crosslink TPP (FTIR) capsules
and surface morphology analysis of capsule shells using SEM. The test was
continued with theophylline release test using dissolution devices in the changing
pH medium and measured levels of theophylline by UV spectrophotometer at 270
nm wavelength for artificial gastric fluid pH 1.2 and 272 nm for artificial intestinal
fluid pH 4.5 and pH 7.4 and performed analysis of theophylline release kinetics.
Results: Based on formula F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, and F8 were tested in this
study, capsule shells produced only from formulas F7 and F8. Examination of the
characteristics of capsule shells from the F8 formula produced good physical
properties of shells and produced a low swelling degree of 164.81%, compared to
the degree of swelling formula F7 which was 313.72%. The release test results
showed that theophylline capsules of formula F7 and F8 can release the drug
slowly and for a long time into artificial intestinal fluid pH 7.4 for up to 8 hours
for formula F7 and for up to 12 hours for formula F8 with a percentage of
cumulative release of 99.75% and had a kinetics release followed first-order
Conclusion: Capsule shells made with alginate and chitosan using the crosslink
tripolyphosphate method has good shell characteristics and can release the drug for
a long time and slowly into artificial intestinal fluid pH 7.4.
Keywords: theophylline, crosslink, chitosan, tripolyphosphate
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .......................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN............................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 4
1.3 Hipotesis ......................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
1.6 Kerangka Pikir Penelitian .............................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8
2.1 Natrium Alginat ............................................................................. 8
2.2 Kitosan ........................................................................................... 9
2.3 Natrium Tripolifosfat ..................................................................... 10
Universitas Sumatera Utara
xi
2.4 Kitosan-Tripolifosfat ...................................................................... 11
2.5 Crosslinker pada Drug Delivery System ........................................ 12
2.6 Teofilin ........................................................................................... 13
2.7 Kapsul ............................................................................................ 14
2.7.1 Ukuran kapsul ....................................................................... 16
2.7.2 Formulasi kapsul dan pemilihan ukuran kapsul .................... 17
2.8 Mekanisme Pelepasan Obat ........................................................... 17
2.9 Sistem Pelepasan Obat Sustained Release ..................................... 19
2.9.1 Pelepasan obat dari matriks ................................................... 21
2.10 Pengamatan Kinetika Pelepasan Obat yang Lambat
(Sustained Release) ....................................................................... 22
2.11 Derajat Swelling ........................................................................... 25
2.12 Disolusi ........................................................................................ 26
2.13 Scanning Electron Microscopy (SEM) ........................................ 26
2.14 Kerangka Teori Penelitian ............................................................ 27
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 28
3.1 Alat dan Bahan ............................................................................... 28
3.1.1 Alat ........................................................................................ 28
3.1.2 Bahan ..................................................................................... 29
3.2 Pembuatan Pereaksi ....................................................................... 29
3.2.1 Pembuatan larutan CaCl2 0,15 M .......................................... 29
3.2.2 Pembuatan larutan natrium tripolifosfat ....................................... 29
3.2.3 Pembuatan medium cairan lambung buatan (pH 1,2) ........... 29
3.2.4 Pembuatan medium cairan usus buatan (pH 4,5) .................. 29
3.2.5 Pembuatan medium cairan usus buatan (pH 7,4) .................. 29
3.2.6 Pembuatan larutan induk baku cairan lambung
buatan (pH 1,2)...................................................................... 30
Universitas Sumatera Utara
xii
3.2.6.1 Pembuatan kurva serapan teofilin dalam cairan
lambung buatan (pH 1,2) .......................................... 30
3.2.6.2 Pembuatan kurva kalibrasi teofilin dalam cairan
lambung buatan (pH 1,2) ......................................... 30
3.2.7 Pembuatan larutan induk baku dalam cairan usus buatan
(pH 4,5 dan pH 7,4) ………………………………………… 30
3.2.7.1 Pembuatan kurva serapan teofilin dalam cairan usus
buatan (pH 4,5 dan pH 7,4) ....................................... 31
3.2.7.2 Pembuatan kurva kalibrasi teofilin dalam cairan usus
buatan (pH 4,5 dan pH 7,4) ....................................... 31
3.3 Pembuatan Larutan Kitosan ............................................................ 31
3.4 Pembuatan Larutan Alginat ............................................................. 31
3.4.1 Pembuatan cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink
tripolifosfat .................................................................................. 32
3.4.2 Pengeringan cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink
tripolifosfat ............................................................................ 33
3.5 Pembuatan Sediaan Kapsul Teofilin dari Alginat-Kitosan
Crosslink TPP ................................................................................. 33
3.6 Karakterisasi Cangkang Kapsul Alginat-Kitosan Crosslink TPP ... 33
3.6.1 Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul .......... 33
3.6.2 Pengukuran ketebalan dan berat cangkang kapsul ............... 33
3.6.3 Pengukuran volume cangkang kapsul .................................. 34
3.6.4 Analisis waktu hancur/disintegrasi ...................................... 34
3.6.5 Uji derajat swelling .............................................................. 35
3.7. Analisis Gugus Fungsi .................................................................. 35
3.8 Uji Morfologi Kapsul Alginat-Kitosan Crosslink TPP ................... 35
3.9 Uji Disolusi .................................................................................... 36
3.9.1 Sampel .................................................................................. 36
3.9.2 Prosedur ................................................................................ 36
Universitas Sumatera Utara
xiii
3.10 Analisis Kinetika Pelepasan Teofilin Dari Kapsul ....................... 37
3.11 Analisis Statistik .......................................................................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 39
4.1 Hasil Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat-Kitosan
Crosslink Tripolifosfat ................................................................... 39
4.2 Hasil Karakterisasi Cangkang Kapsul Alginat-Kitosan
Crosslink Tripolifosfat ................................................................. 40
4.3 Hasil Analisis waktu hancur/disintegrasi ...................................... 42
4.4 Hasil Uji Derajat Swelling ............................................................. 45
4.5 Hasil Analisis Gugus Fungsi ...................................................... 48
4.6 Hasil Uji Morfologi Kapsul Alginat-Kitosan Crosslink TPP ....... 50
4.7 Hasil Uji Pelepasan Teofilin ......................................................... 50
4.8 Hasil Kinetika Orde Pelepasan....................................................... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 59
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 59
5.2 Saran ............................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 61
Universitas Sumatera Utara
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka Pikir Penelitian ................................................................. 7
2.1 Struktur kimia alginat ........................................................................ 8
2.2 Struktur kimia kitosan ....................................................................... 9
2.3 Struktur kimia TPP ............................................................................ 11
2.4 Interaksi kitosan dengan TPP ............................................................ 12
2.5 Struktur Kimia Teofilin ..................................................................... 13
2.6. Kerangka Teori Penelitian ................................................................. 27
4.1 Cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink tripolifosfat
dengan ukuran No. 0 .......................................................................... 42
4.2 Uji waktu hancur cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink
TPP terhadap formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) ......... 44
4.3 Uji waktu hancur cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink
TPP terhadap formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%) . 45
4.4 Grafik derajat swelling sediaan kapsul dalam medium
pH berganti pada masing-masing formula ......................................... 47
4.5 Spektrum FT-IR dari kitosan ............................................................ 48
4.6 Spektrum FT-IR dari kapsul alginat-kitosan-TPP ............................. 49
4.7 Foto SEM morfologi kapsul ............................................................... 50
4.8 Grafik profil pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP ...................................................................................... 52
4.9 Grafik Kinetika pelepasan teoflin dari kapsul teofilin formula F7
(Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) dan formula F8
(Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%) dan tablet Euphyllin retard ........ 57
4.10 Grafik pelepasan Model Korsmeyer-Peppas dari kapsul
teofilin formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%),
F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%) dan tablet Euphyllin retard . 58
Universitas Sumatera Utara
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kapasitas Kapsul Gelatin Kosong ..................................................... 16
2.2 Eksponen difusi (n) dan mekanisme teoritis pelepasan obat dari
sistem penyampaian terkontrol polimerik bentuk sferis ................... 25
3.1 Komposisi Perbandingan Alginat, Kitosan dan TPP ........................ 32
4.1 Karakteristik cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP
pada formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) ukuran
No. 0 ................................................................................................... 41
4.2 Karakteristik cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP
pada formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%) ukuran
No. 0 ................................................................................................. 41
4.3 Karakteristik cangkang kapsul ukuran No. 0 ..................................... 41
4.4 Data rata-rata uji derajat swelling sediaan kapsul dalam
medium pH berganti pada formula F7
(Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) dan formula F8
(Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%) .................................................... 46
4.5 Data rata-rata pelepasan teofilin dari cangkang kapsul
alginat-kitosan crosslink TPP pada formula F7
(Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) dan formula F8
(Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%) ................................................... 51
4.6 Nilai koefisien korelasi (R2) dari kinetika pelepasan teofilin
dari formula sediaan kapsul F7, F8 dan Tablet Euphyllin retard . 56
Universitas Sumatera Utara
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Panjang gelombang maksimum teofilin dalam medium cairan lambung buatan pH 1,2 ...................................................................... 67
2 Kurva kalibrasi teofilin dalam medium cairan lambung
buatan pH 1,2 ..................................................................................... 68
3 Panjang gelombang maksimum teofilin dalam medium cairan
usus buatan pH 4,5 ............................................................................. 69
4 Kurva kalibrasi teofilin dalam medium cairan usus buatan
pH 4,5 .................................................................................................. 70
5 Panjang gelombang maksimum teofilin dalam medium cairan
usus buatan pH 7,4 ............................................................................. 71
6 Kurva kalibrasi teofilin dalam medium cairan usus buatan
pH 7,4 ................................................................................................. 72
7 Gambar alat yang digunakan .............................................................. 73
8 Gambar seperangkat alat uji ............................................................... 74
9 Gambar Alat SEM dan Spektrofotometer UV-Vis ............................ 75
10 Karakterisasi Cangkang Kapsul ......................................................... 76
11 Data Uji Waktu Hancur Kapsul Formula F7
(Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) .................................................... 80
12 Data Uji Waktu Hancur Kapsul Formula F8
(Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4% .................................................... 81
13 Data uji derajat swelling formula F7
(Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) .................................................. 82
14 Data derajat swelling formula F8
(Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4% ................................................... 86
15 Contoh Perhitungan Hasil Uji Disolusi .............................................. 90
Universitas Sumatera Utara
xvii
16 Data pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) dalam
medium pH berganti .......................................................................... 92
17 Data pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%) dalam
medium pH berganti .......................................................................... 96
18 Data Pelepasan Teofilin dari Sediaan Tablet Euphyllin retard ……. 100
19 Hasil Uji ANOVA Kumulatif Pelepasan .......................................... 104
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak dijumpai pada
anak-anak maupun orang dewasa. Asma juga termasuk penyakit yang memerlukan
terapi dalam jangka panjang. Penggunaan obat asma meningkat seiring dengan
meningkatnya kejadian asma. Teofilin adalah salah satu obat yang paling banyak
diresepkan untuk pengobatan asma (Barnes, 2010).
Teofilin merupakan derivat xantin yang digunakan sebagai bronkodilator
untuk pengobatan asma bronkial yang bekerja dengan cara merelaksasi otot polos
saluran pernapasan dan mengurangi bronkospasme (Gusmayandi, 2013). Teofilin
memiliki waktu paruh yang relatif pendek, yaitu 3-7 jam untuk orang dewasa dan
1-5 jam untuk anak-anak, serta memiliki indeks terapi yang sempit yaitu sekitar 6-
20 mcg/ml (Nasution, 2015). Teofilin diabsorpsi di usus besar pada daerah pH 6,4
sampai 7,5, namun pada daerah ini teofilin memiliki keterbatasan dalam absorpsi
obat (Shargel, et al., 2012). Namun menurut Patel dan Amin (2010) teofilin
menunjukkan bioavailabilitas tinggi ketika disampaikan ke usus besar. Obat-obat
yang diabsorpsi dengan baik pada daerah ini merupakan kandidat yang baik untuk
suatu bentuk sediaan pelepasan yang secara perlahan (Shargel, et al., 2012).
Salah satu bentuk sediaan dengan sistem penyampaian obat konvensional
yang sampai saat ini masih umum digunakan adalah kapsul. Kapsul merupakan
sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat
larut (Suptijah, 2012). Namun bentuk sediaan dengan sistem penyampaian obat
Universitas Sumatera Utara
2
konvensional sering tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif
dalam suatu terapi untuk periode yang diperlukan, karena obat dieliminasi dengan
cepat dari sirkulasi sistemik. Selain itu, untuk mencapai dan mempertahankan
konsentrasi efektif obat dalam darah pada rentang waktu yang panjang, diperlukan
penggunaan obat beberapa kali dalam sehari. Obat-obat dengan frekuensi
penggunaan yang tinggi seringkali tidak menguntungkan antara lain fluktuasi
konsentrasi obat dalam darah dan seringnya pasien lalai dalam menggunakan obat
sehingga dapat menggagalkan proses terapi (Sekharan, et al., 2010). Untuk
memperbaiki hal tersebut maka diperlukan suatu sistem penyampaian obat yang
dapat memberikan efek terapi yang berkelanjutan dengan terus melepaskan obat
selama jangka waktu lama setelah pemberian dosis tunggal (sustained release),
sehingga mempertahankan konsentrasi obat yang efektif dalam sirkulasi sistemik
untuk waktu yang lama (Handiana dan Indriyati, 2017). Disamping itu, Tjay dan
Rahardja (2013) juga menyarankan teofilin sebaiknya digunakan sebagai sediaan
sustained release (walaupun hasilnya tidak begitu besar) yang memberikan
resorpsi konstan dan kadar dalam darah yang lebih teratur.
Saat ini beberapa bentuk sediaan obat dengan sistem penyampaian
sustained release telah banyak dikembangkan dan salah satunya adalah dengan
menggunakan bahan alginat. Namun menurut penelitian Arianto (2015)
menyatakan bahwa sediaan matriks yang dibuat dari matriks alginat-kitosan adalah
yang paling lambat melepaskan obat yaitu sebesar 85,39 ± 1,48% selama 10 jam
dan memenuhi persyaratan sistem pelepasan obat yang sustained release
dibandingkan dengan sediaan yang masing-masing dibuat dari polimer alginat atau
kitosan saja.
Universitas Sumatera Utara
3
Alginat merupakan polisakarida linier yang disusun oleh residu asam ß-D-
manuronat dan α-L-guluronat yang dihubungkan melalui ikatan 1,4. Alginat
berasal dari alga coklat yang merupakan tumbuhan laut. Asam alginat tidak larut
dalam air, oleh karena itu yang biasa digunakan dalam industri adalah natrium
alginat (Kaban, et al., 2006).
Kitosan merupakan polisakarida yang terdapat dalam jumlah banyak di
alam yang juga merupakan produk deasetilasi kitin. Material ini telah banyak
digunakan dalam bidang biomedis dan farmasetika dikarenakan sifatnya yang
biodegradable, biokompatibel, dan tidak beracun. Sifat lain dari kitosan adalah
memiliki kemampuan untuk terhidrasi dan mengembang dalam lingkungan asam
(Säkkinen, 2003). Namun pengembangan tersebut hanya terjadi dalam lingkungan
asam seperti pada lambung, sehingga kitosan tidak sesuai digunakan sebagai
eksipien pada sediaan oral yang dikehendaki pelepasannya pada lingkungan basa.
Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi untuk memperbaiki keterbatasan dari
kitosan agar dapat menunda pengembangan kitosan dalam suasana asam menjadi
dalam suasana basa.
Modifikasi kitosan dengan reaksi taut silang dapat dilakukan untuk
menunda pengembangan kitosan dalam media asam. Senyawa penaut-silang
(crosslinker) dalam penelitian ini adalah natrium tripolifosfat (Na-TPP) yang
dianggap sebagai zat pengikat yang paling baik serta dapat menghasilkan
pelepasan obat yang berkepanjangan (Irawan, 2014). Sementara itu, Shu dan Zhu
(2002) melaporkan bahwa penggunaan TPP untuk pembentukan beads kitosan
dapat meningkatkan kekuatan mekanik dari beads yang terbentuk. Hal ini karena
Universitas Sumatera Utara
4
TPP memiliki rapatan muatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan
polikationik kitosan akan lebih besar.
Hasil penelitian Garud dan Garud (2010) menyatakan bahwa penggunaan
TPP sebagai crosslink dalam pembuatan mikrokapsul dengan alginat-kitosan dapat
menurunkan tingkat pelepasan obat hingga 12 jam. Studi yang dilakukan oleh
Jayanudin, et al., (2016) pada kinetika pelepasan mikrokapsul oleoresin jahe merah
menggunakan penyalut alginat-kitosan serta crosslink tripolifosfat menunjukkan
peningkatan konsentrasi tripolifosfat sebagai crosslink akan mengurangi pelepasan
mikrokapsul. Peningkatan konsentrasi alginat dan kitosan juga dapat mengurangi
pelepasan oleoresin jahe merah dari mikrokapsul. Piyakulawat, et al., (2007) juga
membuktikan bahwa penggunaan crosslink glutaraldehid pada pembentukan beads
kitosan-karagenan dapat menghasilkan pelepasan obat yang berkepanjangan lebih
dari 24 jam dibandingkan dengan yang tidak menggunakan crosslink.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengembangkan sediaan
kapsul dari alginat dengan kitosan yang mengandung teofilin menggunakan
metode crosslink tripolifosfat, sehingga diharapkan pelepasan teofilin terjadi
secara lepas lambat.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah terdapat pengaruh variasi konsentrasi crosslink tripolifosfat
terhadap sifat pembentukan cangkang kapsul dengan bahan alginat dan
kitosan?
Universitas Sumatera Utara
5
b. Apakah cangkang kapsul alginat-kitosan yang dibuat dengan reaksi
crosslink tripolifosfat dapat menghasilkan karakteristik cangkang yang
baik?
c. Apakah pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink
tripolifosfat dapat diperlambat dalam cairan usus buatan?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah maka dibuat hipotesis analisis sebagai
berikut:
a. Terdapat pengaruh variasi konsentrasi crosslink tripolifosfat terhadap
pembentukan cangkang kapsul dengan bahan alginat dan kitosan.
b. Cangkang kapsul alginat-kitosan yang dibuat dengan reaksi crosslink
tripolifosfat dapat menghasilkan karakteristik cangkang yang baik.
c. Pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink
tripolifosfat dapat diperlambat dalam cairan usus buatan.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi crosslink tripolifosfat
terhadap pembentukan cangkang kapsul dengan bahan alginat dan kitosan.
b. Untuk mengetahui karakteristik kapsul alginat-kitosan yang dibuat dengan
reaksi crosslink tripolifosfat.
c. Untuk mengetahui pelepasan teofilin dari kapsul alginat-kitosan crosslink
tripolifosfat dalam cairan usus buatan.
Universitas Sumatera Utara
6
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
karakteristik cangkang kapsul yang dibuat dengan bahan alginat dan kitosan
menggunakan metode crosslink tripolifosfat berdasarkan komposisi crosslinker
yang sesuai dalam pembuatan kapsul untuk sistem penyampaian lepas lambat dari
teofilin yang dapat mengontrol lamanya pelepasan dari obat sehingga efek
pengobatan asma akan lebih efektif.
Universitas Sumatera Utara
7
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukan pada Gambar 1.1.
Variabel bebas Variabel terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Formulasi
sediaan
kapsul
teofilin
alginat-
kitosan
crosslink
tripolifosfat
Konsentrasi
alginat dan
kitosan.
Alginat: 2%
dan 4%
Kitosan: 1; 2;
3 dan 4%
Konsentrasi
tripolifosfat
2; 3 dan 4%
Karakteristik
cangkang
kapsul
Derajat
swelling
Profil
pelepasan
teofilin
Morfologi
permukaan
Gugus fungsi
kapsul alginat-
kitosan crosslink
TPP
FTIR
SEM
Pertambahan berat
-Panjang
-Diameter
-Ketebalan
-Berat
% Kumulatif
12 jam
Bentuk
permukaan
Interaksi
kitosan-
TPP
Universitas Sumatera Utara
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Natrium Alginat
Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi
dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah. Alginat ini
diperoleh dari species Macrocystis pyrifera, Laminaria, Aschophyllum dan
Sargassum. Alginat telah diketahui merupakan polisakarida yang tidak bersifat
toksik, tidak menyebabkan alergi dan bersifat biodegradabel serta biokompatibel.
Asam alginat tidak larut dalam air, karenanya yang biasa digunakan dalam industri
adalah natrium alginat (Kaban, et al., 2006).
Asam alginat adalah kopolimer linier yang terdiri dari residu ß-D-
mannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang
membentuk rantai linier. Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4
dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu
blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Szekalska, et al., 2017). Struktur alginat
dapat dilihat pada Gambar 2.1.
G : α-L asam guluronat
M : β-D asam mannurorat
Gambar 2.1 Struktur kimia alginat
Universitas Sumatera Utara
9
Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan
membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium. Pembentukan
gel ini disebabkan oleh terbentuknya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion
kalsium. (Straccia, et al., 2015).
2.2 Kitosan
Kitosan merupakan aminopolisakarida hasil deasetilasi dari kitin. Kitin
terdapat dalam cangkang crustacea seperti udang, lobster dan kepiting. Kitosan
menunjukkan sifat polimer biomedis seperti non toksik, biokompatibel dan
biodegradabel (Elzatahry, et al., 2008). Kitosan juga merupakan biopolimer yang
linear, tidak bercabang, dibangun dari monomer-monomer glukosamin dan N-
asetilglukosamin yang terikat pada pola β-(1-4). Struktur kimia dari kitosan
ditunjukkan seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur kimia kitosan
Kitosan memiliki rumus molekul (C6H11NO4)n dan merupakan salah satu
dari sedikit polimer alam yang berbentuk polielektrolit kationik dalam larutan
asam organik. Kitosan memiliki sifat tidak berbau, berwarna putih dan larut dalam
pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, CH3COOH encer, HCOOH encer dan
H3PO4 0,5%, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4 (Irawan, 2014).
Universitas Sumatera Utara
10
2.3 Natrium Tripolifosfat
Natrium Tripolifosfat (Na-TPP/TPP) dengan rumus kimia Na5P3O10 adalah
garam nontoksik yang diperoleh dari kondensasi rangkap tiga dari kelompok PO4.
TPP berbentuk granul berwarna putih dengan berat molekul 367,86 g/mol dan
memiliki sifat tidak berbau, larut dalam air, titik lebur 622°C, dan higroskopis.
TPP merupakan pengawet untuk makanan laut, daging dan makanan hewan.
Dalam bidang makanan, TPP digunakan sebagai emulsifier dan untuk memelihara
kelembaban. Dalam aplikasi nanopartikel, TPP berperan sebagai zat pengikat
silang untuk meningkatkan interaksi (ikatan silang) ionik antara gugus amino
kitosan dan gugus anionik TPP (Irawan, 2014).
TPP dianggap sebagai zat pengikat silang yang paling baik. TPP lebih
disukai dan banyak digunakan karena sifatnya yang tidak toksik dibandingkan
dengan zat pengikat silang yang lain. Shu dan Zhu (2002) melaporkan bahwa
penggunaan TPP untuk pembentukan gel kitosan dapat meningkatkan sifat
mekanik dari gel yang terbentuk. Hal ini karena TPP memiliki rapatan muatan
negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan polikationik kitosan akan lebih
besar. Peran TPP sebagai zat pengikat silang akan memperkuat matriks
nanopartikel kitosan. Semakin banyak ikatan silang yang terbentuk antara kitosan
dan TPP maka kekuatan mekanik matriks kitosan akan meningkat sehingga
partikel kitosan menjadi semakin kuat dan keras, serta semakin sulit untuk
terpecah menjadi bagian-bagian yang kecil (Irawan, 2014). Struktur kimia dari
TPP dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 2.3 Struktur kimia TPP (Wu, et al., 2005)
2.4 Kitosan-Tripolifosfat
Kitosan-tripolifosfat adalah senyawa turunan dari kitosan yang dihasilkan
dari proses taut silang ionik kitosan dengan senyawa tripolifosfat, seperti natrium
tripolifosfat. Proses modifikasi kitosan dengan natrium tripolifosfat bergantung
pada beberapa faktor, yaitu konsentrasi kitosan, pH dari natrium tripolifosfat, dan
waktu terjadinya taut silang (J.A. Ko, et al., 2002).
Kitosan dengan pKa 6,5 merupakan polikationik, ketika dilarutkan dalam
asam, amin bebas dari kitosan akan terprotonasi menghasilkan –NH3+. Natrium
tripolifosfat (Na5P3O10) dilarutkan dalam air hingga didapatkan ion hidroksil dan
ion tripolifosfat. Ion tersebut dapat bergabung dengan struktur dari kitosan.
Bhumkar dan Pokharkar (2006) menyatakan bahwa derajat taut silang kitosan
dengan natrium tripolifosfat dipengaruhi oleh keberadaan sisi kationik dan
senyawa anionik sehingga pH dari natrium tripolifosfat memiliki peran penting
selama proses taut silang. Proses taut silang dilakukan pada dua kondisi pH, yaitu
pH 3 dan 9. Pada pH 3 hanya dihasilkan ion tripolifosfat yang akan berinteraksi
dengan –NH3+
dari kitosan sehingga pada kondisi tersebut didapatkan kitosan-TPP
Universitas Sumatera Utara
12
yang didominasi oleh interaksi ionik. Pada pH 9, dihasilkan ion hidroksil dan
tripolifosfat. Kedua ion tersebut berkompetisi untuk berinteraksi dengan –NH3+.
Pada kondisi tersebut, taut silang kitosan didominasi oleh deprotonasi oleh ion
hidroksil (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Interaksi kitosan dengan TPP dapat
dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Interaksi kitosan dengan TPP
Keterangan: (a) deprotonasi, (b) ikatan silang ionik kitosan dengan TPP
2.5 Crosslinker pada Drug Delivery System
Crosslink merupakan metode yang dilakukan untuk mengurangi kelarutan
membran dalam air (Ma dan Sahay, 2013). Penambahan croslinker berfungsi
untuk menjembatani terjadinya ikatan antara dua gugus fungsi sehingga
crosslinker dapat meningkatkan kinerja drug delivery system (Giri, 2012). Ikatan
yang terjadi dapat berupa ikatan kovalen maupun ionik. Jika crosslinker
ditambahkan maka tingkat swelling air membran dapat diperkecil dan
kestabilannya meningkat. Senyawa-senyawa crosslinker antara lain glutaraldehid,
natrium tripolifosfat (NaTPP), N,N’-metilen-bis-akrilamida (MBA), asam oksalat,
Universitas Sumatera Utara
13
formaldehid, ion sulfat, ion fosfat, dan beberapa senyawa lainnya yang dapat
berikatan dengan bahan utama membran (Berger, et al., 2004).
Crosslink secara ionik juga banyak dilakukan pada material drug delivery
system. Karakteristik kelarutan, rasio swelling, dan proses pelepasan obat pada
material drug delivery system seringkali disebabkan oleh proses ionisasi dan
protonasi gugus fungsi pada polimer yang digunakan. Untuk mengurangi ionisasi
dan protonasi tersebut, selain dengan penambahan material polimer lain, juga
dapat ditingkatkan dengan crosslinker ionik seperti natrium tripolifosfat (NaTPP)
(Pieróg, 2004).
2.6 Teofilin
Teofilin (1,3-dimetil-xantin) berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa
pahit dan stabil di udara. Sukar larut dalam air, namun lebih mudah larut dalam air
panas, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam ammonium
hidroksida, agak sukar larut dalam etanol, kloroform dan eter (Wulandari, 2009).
Struktur kimia teofilin dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Struktur kimia teofilin
Teofilin merupakan bronkodilator yang paling efektif dan telah terbukti
dapat meredakan obstruksi saluran napas pada asma akut serta mengurangi derajat
Universitas Sumatera Utara
14
keparahan gejala pada penderita asma kronis. Obat ini bekerja dengan cara
merelaksasi otot polos saluran pernapasan dan mengurangi bronkospasme.
(Katzung, 2010). Teofilin memiliki waktu paruh yang relatif pendek, yaitu 3-7
jam untuk orang dewasa dan 1-5 jam untuk anak–anak, serta memiliki indeks
terapi yang sempit yaitu sekitar 6-20 mcg/ml (Nasution, 2015). Dosis
pemeliharaan untuk teofilin non-sustained release adalah 200-300 mg, 3-4 kali
sehari atau 200-400 mg, 2 kali sehari untuk sediaan sustained released (Wulandari,
2009). Efek samping teofilin yaitu berupa mual dan muntah, baik pada
penggunaan oral maupun rektal atau parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral
(gelisah, sukar tidur, tremor dan konvulsi) serta gangguan pernapasan, juga efek
kardiovaskuler, seperti takikardia, aritmia dan hipotensi (Tjay dan Rahardja, 2013).
Teofilin diabsorpsi dengan cepat dan sempurna, sehingga kadar puncak
serum dicapai kira-kira hanya 1-2 jam setelah penggunaan oral. Volume
distribusinya mencapai 0,5 L/kg dan mengikuti model 2 kompartemen. Pada berat
badan ideal, klirens teofilin rata-rata 0,04 L/kg/hari. Tetapi, sebenarnya angka ini
sangatlah bervariasi karena banyak hal yang dapat meningkatkannya, seperti
kondisi obesitas, merokok, diet dan penyakit hati (Wulandari, 2009).
2.7 Kapsul
Kapsul adalah bentuk sediaan padat yang terbungkus dalam suatu
cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Berbentuk bulat dan berbentuk
silindris dengan ujung setengah bulat. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin,
tetapi dapat juga dibuat dari pati atau bahan lain yang sesuai.
Kapsul dapat dibedakan dalam dua jenis yakni kapsul cangkang keras
(capsulae durae, hard capsul) dan kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft
Universitas Sumatera Utara
15
capsul). Kapsul cangkang keras terdiri atas bagian wadah dan tutup yang terbuat
dari metilselulosa, gelatin, pati atau bahan lain yang sesuai. Ukuran cangkang
kaspul keras bervariasi dari nomor paling kecil 5 sampai nomor paling besar 000.
Umumnya ukuran terbesar 000 merupakan ukuran yang dapat diberikan kepada
pasien. Ada juga ukuran 0 yang bentuknya memanjang (dikenal sebagai ukuran
OE) yang memberikan kapasitas lebih besar tanpa peningkatan diameter dan
biasanya mengandung air 10-15%. Biasanya cangkang kapsul ini diisi dengan
bahan padat atau serbuk, butiran atau granul. Kapsul cangkang keras ini hanya
mempunyai satu bentuk dan dipakai untuk pemakaian per oral (Syamsuni, 2006).
Kapsul cangkang keras memungkinkan ruang gerak yang lebih luas bagi
penentuan obat dalam resep oleh seorang dokter, dimana seorang ahli farmasi
dapat secara mendadak menyiapkan kapsul yang mengandung bahan obat secara
tunggal atau dalam kombinasi dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhan seorang
pasien tertentu. Tingkat keleluasaan ini merupakan kelebihan bentuk kapsul
daripada tablet yang tidak disiapkan saat ini di farmasi masyarakat (Ansel, 1989).
Kapsul cangkang lunak merupakan satu kesatuan berbentuk bulat atau
silindris atau bulat telur yang dibuat dari gelatin atau bahan lain yang sesuai.
Kapsul ini biasanya mengandung air 6-13%, umumnya diisi dengan bahan cairan
bukan air seperti PEG, berbobot molekul rendah, dan dapat juga diisi dengan
bahan padat atau serbuk. Kapsul cangkang lunak mempunyai bermacam-macam
bentuk dan biasanya dapat dipakai untuk rute oral, vaginal, rektal atau topikal
(Syamsuni, 2006).
Universitas Sumatera Utara
16
2.7.1 Ukuran kapsul
Kapsul gelatin kosong dibuat dengan berbagai macam ukuran, bervariasi
baik panjang maupun diameternya. Pemilihan ukuran tergantung pada berapa
banyak isi bahan yang akan dimasukkan ke dalam kapsul dan dibandingkan
dengan kapasitas isi dari cangkang kapsul. Karena kepadatan dan penekanan dari
serbuk atau campuran serbuk akan menentukan berapa jumlah yang dapat
ditampung dalam kapsul dan karena tiap bahan mempunyai sifat-sifat tersendiri,
maka tidak ada pengaturan yang ketat untuk menentukan ukuran kapsul yang tepat
untuk diisi oleh serbuk atau formula tertentu. Bagaimanapun sebagai perbandingan
dengan serbuk-serbuk yang dikenal ciri-ciri khususnya dan mula-mula ditetapkan
ukuran rata-rata dari kaspul yang dapat menampung bahan obat. Untuk diberikan
pada manusia, kapsul kosong ukuran berkisar dari 000 yang terbesar sampai
nomor 5 yang terkecil yang ada di pasaran, baik yang berwarna, maupun yang
tidak (Ansel, 1989). Kapasitas kira-kira dari kapsul gelatin kosong dapat dilihat
pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Kapasitas kira-kira dari kapsul gelatin kosong*
Bahan obat Ukuran kapsul
000 00 0 1 2 3 4 5
Kinin sulfat 650 390 325 227 195 130 97 65 mg
Na-bikarbonat 1430 975 715 510 390 325 260 130 mg
Aspirin 1040 650 520 325 260 195 162 97 mg
*Jumlah bisa bervariasi menurut derajat tekanan yang digunakan dalam pengisian kaspul
2.7.2 Formulasi kapsul dan pemilihan ukuran kapsul
Umumnya kapsul gelatin keras dipakai untuk menampung isi antara sekitar
65 mg - 1 gram bahan serbuk, termasuk bahan obat dan bahan pengencer lain yang
diperlukan. Kapsul terkecil (No. 5) biasanya dapat menampung isi paling sedikit
Universitas Sumatera Utara
17
65 mg serbuk dari jenis yang dipakai sebagai obat. Agar kapsul dapat diisi secara
penuh biasanya dipakai kapsul dengan ukuran terkecil. Bila dosis obat atau jumlah
obat yang dimasukkan tidak memenuhi untuk mengisi volume kapsul, maka
diperlukan penambahan bahan pengisi yang cocok dalam jumlah yang tepat pada
bahan obat supaya dapat memenuhi isi kapsul. Laktosa biasanya dipakai sebagai
bahan pengisi dalam pengisian kapsul (Ansel, 1989).
2.8 Mekanisme Pelepasan Obat
Pelepasan obat merupakan proses dimana obat terlarut berpindah dari
posisi awal dalam sistem polimer ke permukaan luar polimer dan kemudian
menuju media pelepasan (Fu dan Kao, 2011). Teknologi pelepasan obat meliputi
proses pengaturan senyawa obat untuk mencapai efek pengobatan pada hewan
maupun manusia (Tiwari, et al., 2012). Efek pengobatan yang efektif ini dapat
diperoleh dengan cara mengatur mekanisme pelepasan obat.
Mekanisme pelepasan obat dapat dilakukan melalui tiga cara, yakni erosi,
difusi dan pelepasan dari permukaan partikel. Pelepasan obat secara erosi diawali
dengan pengembangan atau swelling matriks membentuk gel sehingga obat dapat
terdisolusi pada cairan medium. Pada saat matriks mengalami kontak dengan
cairan medium akan terbentuk lapisan matriks terhidrasi yang berguna untuk
mengontrol kecepatan pelepasan obat. Lapisan matriks yang terhidrasi terus
menerus akan mengalami pemutusan ikatan polimer dan menyebabkan terjadinya
erosi pada matriks.
Pelepasan obat secara difusi dapat terjadi karena matriks gel mengalami
swelling pada saat mengalami kontak dengan medium buffer. Pengembangan
tersebut mengakibatkan pori-pori membesar yang memungkinkan obat berdifusi
Universitas Sumatera Utara
18
keluar dari matriks ke medium buffer (Laksono dan Cahyaningrum, 2015).
Adapun mekanisme dangan pelepasan dari permukaan partikel, apabila obat yang
terabsorpsi larut dengan cepat dapat menyebabkan material pecah saat terjadi
kontak dengan media pelepasan. Untuk menghindari hal ini, pada material
pelepasan obat, perlu ditambahkan crosslinker, seperti glutaraldehid dan
formaldehid (Bansal, et al., 2011).
Mekanisme pelepasan obat dipengaruhi oleh morfologi, massa jenis dan
luas dari sistem crosslinker. Morfologi dari komposit tanpa crosslinker
menunjukkan adanya jaringan polimer yang saling berhubungan. Namun pada
komposit dengan penambahan crosslinker memiliki jaringan polimer yang terlihat
lebih homogen sehingga memiliki struktur yang lebih kaku. Akibatnya derajat
swelling komposit dengan crosslinker lebih rendah dan waktu pelepasan lebih
lama dibanding komposit tanpa crosslinker. Apabila sistem crosslinker ini
semakin luas maka derajat swelling komposit akan semakin menurun (Paşcalău, et
al., 2011).
Mekanisme pelepasan obat juga dipengaruhi massa jenis polimer, dimana
semakin tinggi konsentrasi crosslinker akan meningkatkan kekuatan ikatan silang
dan meningkatkan massa jenis polimer sehingga memperlambat waktu pelepasan
obat. Selain itu, pelepasan obat juga dipengaruhi oleh karakteristik polimer yakni
hidrofilik atau hidrofobik dimana semakin hidrofilik maka semakin cepat obat
melepas (Bansal, et al., 2011).
2.9 Sistem Pelepasan Obat Sustained Release
Teknologi penyempaian obat berkembang secara signifikan belakangan ini.
Telah dikembangkan sediaan untuk mengurangi fluktuasi konsentrasi obat dalam
Universitas Sumatera Utara
19
darah setelah pemberian sediaan konvensional, sistem pelepasan extended-release
yang mana obat dilepaskan perlahan-lahan dalam waktu panjang. Sediaan
pelepasan segera (immediate-release) konvensional tidak dapat mempertahankan
jumlah obat dalam trayek terapeutik untuk waktu yang lama dalam darah dan
dengan demikian lama kerja obat menjadi singkat.
Sistem pelepasan extended-release disebut juga sustained release dan
slow-release. Keuntungan sistem pelepasan lambat (sustained release) yaitu akan
meningkatkan keuntungan terapeutik, mengurangi efek samping obat dan biaya
pengobatan, dan pengelolaan penyakit kronis akan menjadi lebih baik (Kumar, et
al., 2012).
Sustained release (SR) menguraikan suatu pelepasan yang lambat suatu
bahan obat dari suatu sediaan untuk mempertahankan respon terapeutik dalam
waktu yang panjang yaitu 8-12 jam dan kriteria sediaan SR yaitu jumlah obat yang
terdisolusi selama 3 jam adalah 20-50% untuk 6 jam adalah 45-75% dan 12 jam ≥
75% (Murthy dan Ghebre-Selasie, 1993).
Formulasi sustained release menggabungkan satu atau lebih dari
pendekatan teknologi yang umum berikut ini (Gupta dan Brijesh, 2012):
1. Sistem matriks. Matriks dapat digambarkan sebagai zat pembawa padat
inert yang didalamnya obat dicampur secara merata. Obat dimasukkan
sebagai partikel-partikel terdispersi atau terlarut dalam matriks. Suatu
matriks dapat dibentuk secara sederhana dengan mengempa atau
menyatukan obat dengan bahan matriks bersama-sama. Sistem ini terdiri
dari satu atau lebih bahan yang mengontrol pelepasan dengan obat
Universitas Sumatera Utara
20
terdispersi dalam matriks. Berdasarkan sifat dari bahan yang mengontrol
kecepatan pelepasan obat dapat dibagi 2 yaitu:
a. Sistem matriks hidrofilik: partikel-partikel obat terdispersi dalam
suatu matriks polimerik. Bahan matriks jenis ini diantaranya adalah
metil selulosa, hidroksietil selulosa, hidroksipropil metilselulosa,
natrium karboksimetilselulosa, natrium alginat, xanthan gum dan
karbopol.
b. Sistem matriks yang tidak larut: obat terdispersi dalam suatu
polimer yang tidak larut dalam air atau lilin; pelepasan obat terjadi
misalnya cairan lambung permeasi ke matriks dan melarutkan obat.
2. Sistem reservoir: suatu unit yang mengandung obat (inti) ditutupi oleh
penyalut sawar polimerik. Sistem ini terdiri dari:
a. Sistem difusi sederhana, suatu inti yang mengandung obat
dikelilingi oleh suatu penyalut polimer yang tidak larut dalam air.
Pelepasan obat tercapai oleh difusi obat melalui penyalutan.
b. Sistem osmotik mengandung bahan osmotik dalam inti obat yang
disalut. Pelepasan obat terjadi melalui suatu lubang dalam lapisan
penyalutan yang disebabkan suatu gradient tekanan osmosa yang
dihasilkan oleh masuknya cairan lambung ke dalam inti.
Bahan-bahan yang digunakan untuk matriks sistem pelepasan lambat
(sustained release) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
21
a. Matriks lilin meliputi lilin karnauba, fatty alcohol, gliserol palmitostearat,
steril alkohol, aluminium monostearat, dan gliserol monostearat. Bahan ini
dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan polimer hidrofilik.
b. Ion-exhange resins merupakan resin polimerik yang taut silang
(crosslinked polymeric resins) yang membentuk kompleks dengan obat-
obat yang bermuatan berlawanan.
c. Polimer yang larut dalam air yang membentuk matriks inert meliputi etil
selulosa, metilmetakrilat, dan polivinil asetat.
d. Polimer yang digunakan dalam formulasi matriks hidrofilik meliputi
hidroksi propil metil selulosa, natrium karboksi metil selulosa, natrium
alginat, kitosan, karbomer dan karagenan.
2.9.1 Pelepasan obat dari matriks
Kinetika pelepasan obat dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
pengembangan polimer, erosi polimer, kelarutan obat atau karakterisasi difusi,
distribusi obat dalam matriks, perbandingan obat dan polimer serta sistem
geometri dari matriks (silinder maupun bulat). Selama mengalami sentuhan
dengan cairan (air atau media fisiologis), polimer matriks mengembang dan
pelarutan obat dapat terjadi. Seketika setelah konsentrasi pelarut disekitarnya
melebihi ambang batas, ikatan polimerik terlepas sehingga terjadi perubahan
polimer dari bentuk seperti kaca ke bentuk seperti karet menghasilkan peningkatan
yang besar terhadap mobilitas rantai-rantai polimer sehingga lubang-lubang jaring
polimer bertambah besar dan obat tersebut dapat larut dan berdifusi melalui
lapisan gel. Secara singkat pelepasan obat dari sistem matriks dapat diamati dari
Universitas Sumatera Utara
22
tiga bidang utama yang muncul selama proses pelepasan yaitu bidang yang
terkikis, bidang yang mengembang dan bidang yang mengalami difusi.
Obat terdispersi dalam polimer (seperti kaca) dalam sistem pelepasan yang
dikontrol oleh pengembangan. Polimer kontak dengan medium fisiologis dan
mengembang, namun obat belum berdifusi keluar polimer. Setelah medium masuk
kedalam polimer yang seperti kaca, temperatur transisi kaca menjadi lebih rendah
disebabkan relaksasi dari rantai polimer sehingga obat dapat keluar dari polimer
yang seperti karet (Grassi dan Grassi, 2005).
2.10 Pengamatan Kinetika Pelepasan Obat yang Lambat (Sustained Release)
Metode dari pengamatan kinetika pelepasan obat dari suatu formulasi dapat
berdasarkan persamaan matematika. Model matematika yang berbeda dapat
diaplikasikan untuk mendeskripsikan kinetika proses pelepasan obat. Kinetika
pelepasan obat dapat ditentukan dengan menemukan hasil yang sesuai dari data
pelepasan obat secara berturut-turut ke dalam plot persamaan model orde nol, orde
satu, Higuchi dan Korsmeyer-Peppas (Dash, et al., 2010).
a. Orde nol
Disolusi obat dari bentuk sediaan lepas lambat idealnya mengikuti orde nol
yaitu pelepasan obatnya konstan dari awal sampai akhir (Dash, et al., 2010). Orde
nol menjelaskan sistem yang mana kecepatan pelepasan obat tidak tergantung
kepada konsentrasi. Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde nol terjadi
melalui mekanisme erosi.
Qt = Q0 + K0t
Universitas Sumatera Utara
23
Keterangan:
Qt = jumlah obat yang terlarut dalam waktu t
Q0 = jumlah obat mula-mula dalam larutan biasanya (Q0 = 0)
K0 = Konstanta pelepasan orde nol
Dalam model ini plot persen obat yang terlepas versus waktu adalah linear.
b. Orde satu
Orde satu menguraikan sistem yang mana kecepatan pelepasan obat
tergantung kepada konsentrasi. Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde satu
dapat dinyatakan dalam persamaan:
dC/dt = -Kc
Keterangan: K adalah konstanta kecepatan orde satu (menit-1
)
Persamaan dapat dibuat menjadi:
Log C = Log Co-Kt/2,303
Persamaan orde satu diperoleh dari plot log persen kumulatif obat
terdisolusi versus waktu yang akan memberikan garis lurus dengan slope –
K/2,303.
Persamaan orde satu diperoleh dari plot log persen kumulatif terdisolusi
versus waktu. Ini dapat digunakan untuk menguraikan disolusi obat dari beberapa
sediaan yang dimodifikasi pelepasannya seperti sistem transdermal, tablet matriks
dengan obat yang lambat larut dalam bentuk disalut, dan lain-lain.
c. Model Higuchi
Higuchi menguraikan sistem pelepasan obat dari matriks yang tidak larut
dalam air sebagai proses yang tergantung kepada akar waktu berdasarkan
persamaan difusi Fickian.
Qt = KH.t.½
Universitas Sumatera Utara
24
Keterangan:
Qt = jumlah obat yang terlepas pada waktu t (mg)
KH = Konstanta kecepatan Higuchi (menit-½
)
Data disolusi in vitro di plot sebagai akar waktu versus persen kumulatif obat.
Beberapa kondisi percobaan yang mekanisme pelepasan obatnya menyimpang dari
persamaan Fickian berarti mengikuti pelepasan non-Fickian.
Pelepasan obat dari matriks bentuk granul meliputi penetrasi secara
simultan dari cairan disekeliling, disolusi obat, pengeluaran obat melalui pori.
d. Model Korsmeyer-Peppas (Power Law)
Model Korsmeyer-Peppas dapat ditunjukkan melalui persamaan:
Mt/M∞ = Ktn
Keterangan:
Mt/M∞ = jumlah obat yang dilepaskan pada waktu t
K = konstanta laju pelepasan
N = eksponen pelepasan
Data disolusi in vitro di plot sebagai log % kumulatif obat versus log waktu
untuk membuat grafik Korsmeyer-Peppas (Paulo dan Jose, 2001).
Persamaan dapat juga ditulis dalam logaritma yaitu:
Log Mt/M∞ = n log t + log k
Nilai n digunakan untuk mengkarakterisasi mekanisme pelepasan yang berbeda
seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Eksponen difusi (n) dan mekanisme teoritis pelepasan obat dari sistem
penyampaian terkontrol polimerik bentuk sferis (Allen, 2013; Siepmann
dan Peppas, 2001)
Eksponen difusi (n) Mekanisme pelepasan obat
0,43 < n < 0,5 Difusi Fickian
0,5 < n < 0,89 Difusi Anomalous (non-Fickian)
0,89 < n < 1,00 Case- II Transport
n < 1,00 Super Case – II Transport
Universitas Sumatera Utara
25
Nilai n dapat diperoleh dari slope grafik pelepasan Korsmeyer-Peppas <
60% obat yang mula-mula (Costa dan Lobo, 2001; Dash, et al., 2010).
2.11 Derajat Swelling
Swelling merupakan peningkatan volume suatu material pada saat kontak
dengan cairan, gas maupun uap. Derajat swelling dilakukan untuk memprediksi
ukuran zat yang bisa terdifusi melalui material-material tertentu. Ketika suatu
biopolimer kontak dengan cairan misalnya air maka akan terjadinya
pembengkakan yang disebabkan adanya termodinamika yang bersesuaian antara
rantai polimer dan air serta adanya gaya tarik yang disebabkan efek ikatan silang
yang terjadi pada rantai polimer. Polimer yang mengalami swelling ketika berada
di dalam pelarut air disebut hydrogel. Keseimbangan swelling dicapai ketika kedua
kekuatan ini sama besar. Persamaan yang digunakan untuk mengetahui derajat
swelling adalah:
Derajat swelling ( )
W adalah massa material membran saat basah (Wbasah) dan kering (Wkering) dalam
satuan gram (Ige, et al., 2013).
2.12 Disolusi
Disolusi melibatkan transfer obat dari fasa padatnya menuju medium yang
mengelilinginya seperti air, polimer dan jaringan. Uji disolusi bertujuan untuk
mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam
tubuh. Laju disolusi meningkat dengan kelarutan dan menurun dengan ukuran
Universitas Sumatera Utara
26
partikel obat. Laju disolusi ini biasanya dikontrol melalui difusi (Siegel dan
Rathbone, 2012).
Pada mekanisme penghantaran obat dalam uji disolusi, ketika sistem
kontak dengan pelarut yang kompatibel akan terjadi swelling yang dapat
meningkatkan mobilitas obat yang terdapat pada kapsul dan obat tersebut akan
keluar dari polimer ke cairan sekelilingnya (Miller dan Koenig, 2002).
2.13 Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah analisis untuk penggambaran
sampel dengan perbesaran hingga puluhan ribu kali. Dengan analisis SEM dapat
melihat ukuran partikel yang tersebar pada sampel. SEM bekerja dengan
memanfaatkan elektron sebagai sumber cahaya untuk menembak sampel. Sampel
yang ditembak akan menghasilkan penggambaran denggan ukuran hingga ribuan
kali lebih besar (Ige, et al., 2013).
\
Universitas Sumatera Utara
27
2.14 Kerangka Teori Penelitian
Kerangka teori pembuatan dan evaluasi cangkang kapsul alginat-kitosan
mengandung teofilin menggunakan metode crosslink tripolifosfat dapat dilihat
pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Kerangka teori penelitian
Pembentukan
cangkang kapsul
Kapsul teofilin
crosslink tripolifosfat
yang lepas lambat
Alginat
Kitosan dengan
natrium tripolifosfat
Teofilin
Waktu paruh pendek
dan indeks terapi
yang sempit
Sistem dalam
formulasi lepas
lambat:
-Sistem matriks -Sistem reservoir
Pelepasan lambat
Crosslink
Universitas Sumatera Utara
28
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental yang meliputi pembuatan
cangkang kapsul alginat dengan kitosan crosslink tripolifosfat, evaluasi cangkang
kapsul, dan profil pelepasan obat secara in vitro. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi II Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pencetak kapsul
yang terbuat dari batang stainless steel berbentuk silindris dengan panjang 10 cm
serta berdiameter 5,5 mm untuk bagian badan cangkang kapsul dan berdiameter
6,0 mm untuk bagian tutup cangkang kapsul, alat disolusi metode dayung
(Erweka), batang pengaduk, buret (Pyrex), pH meter (Hanna), cawan porselen,
erlenmeyer (Pyrex), gelas beker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), jangka sorong
(Tricle), labu terukur (Pyrex), lemari pengering, mikrometer (Delta), neraca
analitik (Ohaus Pioneer), oven (Marment), pipet mat (MBL), pipet volum (MBL),
spuit, spektrofotometer (UV-1800 Shimadzu Spectrophotometer) dan Scanning
Electron Microscopy (SEM) TM3000 (Hitachi).
Universitas Sumatera Utara
29
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teofilin (Bratacho),
natrium alginat 500-600 cp (Wako Pure Chemical Industries, Ltd. Japan), kitosan,
natrium tripolifosfat (Merck), tablet Euphyllin® retard 250 mg, akuades, buffer pH
asam, buffer pH netral, asam asetat, kalsium klorida, HCl, dan gliserin (Merck).
3.2 Pembuatan Pereaksi
3.2.1 Pembuatan larutan CaCl2 0,15 M
Kalsium klorida dihidrat (CaCl2.2H2O) sebanyak 22,05 g dilarutkan dalam
1000 ml aqua bebas CO2 (Depkes RI, 1979).
3.2.2 Pembuatan larutan natrium tripolifosfat 2; 3; dan 4%
Natrium tripolifosfat sebanyak 2; 3; dan 4 g masing-masing dilarutkan
dalam 100 ml aquademineralisata dengan menggunakan pengaduk magnetik
(Iswanda, et al., 2013).
3.2.3 Pembuatan medium cairan lambung buatan (medium pH 1,2)
Natrium klorida sebanyak 2 g dilarutkan dalam 7 ml asam klorida pekat
dan akuades secukupnya hingga 1000 ml (Depkes RI, 1979).
3.2.4 Pembuatan medium cairan usus buatan (medium pH 4,5)
Natrium asetat trihidrat sebanyak 2,99 g ditambahkan dengan 1,66 ml asam
asetat glasial, ditambahkan akuades hingga 1000 ml (Depkes RI, 1979).
3.2.5 Pembuatan medium cairan usus buatan (medium pH 7,4)
Kalium dihidrogenfosfat 6,8 g dilarutkan dalam 250 ml air, lalu
ditambahkan sebanyak 190 ml natrium hidroksida 0,2 N. Ditambahkan dengan
akuades sampai 1000 ml (Depkes RI, 1979).
3.2.6 Pembuatan larutan induk baku cairan lambung buatan (pH 1,2)
Universitas Sumatera Utara
30
Ditimbang sebanyak 0,05 g teofilin dan dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml, dilarutkan dengan medium cairan lambung buatan pH 1,2 sampai garis
tanda. Diperoleh konsentrasi 500 mcg/ml.
3.2.6.1 Pembuatan kurva serapan teofilin dalam cairan lambung buatan
(pH 1,2)
Diambil sebanyak 0,4 ml larutan induk baku, dimasukkan ke dalam labu
ukur 25 ml dan ditambahkan dengan medium cairan lambung buatan pH 1,2
sampai garis tanda kemudian dikocok hingga homogen. Serapan diukur dengan
menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm.
3.2.6.2 Pembuatan kurva kalibrasi teofilin dalam cairan lambung buatan
(pH 1,2)
Larutan induk baku dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 4; 6; 8; 10; 12;
14; dan 16 ppm dengan cara memipet larutan induk baku masing-masing sebanyak
0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; dan 0,8 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml
kemudian ditambahkan dengan medium cairan lambung buatan pH 1,2 sampai
garis tanda dan dikocok hingga homogen, kemudian diukur pada panjang
gelombang maksimum dengan cairan lambung buatan pH 1,2 sebagai blanko.
3.2.7 Pembuatan larutan induk baku dalam cairan usus buatan (pH 4,5 dan
pH 7,4)
Sebanyak 0,05 g teofilin dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml,
ditambahkan larutan pH 4,5 dan pH 7,4 masing-masing sampai garis tanda,
diperoleh konsentrasi 500 mcg/ml.
Universitas Sumatera Utara
31
3.2.7.1 Pembuatan kurva serapan teofilin dalam cairan usus buatan
(pH 4,5 dan pH 7,4)
Diambil sebanyak 0,4 ml larutan induk baku, dimasukkan ke dalam labu
ukur 25 mL. Ditambahkan dengan medium cairan usus buatan pH 4,5 dan pH 7,4
masing-masing sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen. Serapan diukur
dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm
(Ginting, 2010).
3.2.7.2 Pembuatan kurva kalibrasi teofilin dalam cairan usus buatan
(pH 4,5 dan pH 7,4)
Larutan induk baku dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 4; 6; 8; 10; 12;
14; dan 16 ppm, dengan cara memipet larutan induk baku masing-masing
sebanyak 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; dan 0,8 ml dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 25 ml, kemudian ditambahkan larutan pH 4,5 dan pH 7,4 masing-masing
sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, lalu diukur pada panjang
gelombang maksimum dengan cairan usus buatan sebagai blanko (Suprianto,
2016).
3.3 Pembuatan Larutan Kitosan
Dibuat larutan kitosan dengan konsentrasi 1; 2; 3; dan 4% (b/v) masing-
masing sebanyak 100 ml dengan pelarut 0,1 M asam asetat 1% dan diaduk hngga
larut. Kemudian didiamkan larutan tersebut selama 24 jam.
3.4 Pembuatan Larutan Alginat
Dibuat larutan alginat konsentrasi 2% dan 4% dengan cara melarutkan
alginat masing-masing dalam 100 ml air suling dan ditambahkan gliserin sebanyak
Universitas Sumatera Utara
32
4 tetes kemudian diaduk hingga larut. Selanjutnya didiamkan larutan tersebut
selama 24 jam (Garud dan Garud, 2010).
3.4.1 Pembuatan cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink tripolifosfat
Alat pencetak kapsul yang dibuat dari bahan stainless steel dengan panjang
10 cm dan diameter 5,5 mm dicelupkan ke dalam variasi konsentrasi larutan
alginat sedalam 3 cm selama 1 menit, kemudian batang stainless steel yang
ujungnya telah dilapisi larutan alginat tersebut dicelupkan ke dalam larutan
kalsium klorida 0,15 M dan direndam selama 5 menit. Setelah itu cangkang kapsul
yang telah mengeras dicuci dengan aquadest untuk menghilangkan kalsium yang
menempel pada cangkang kapsul. Selanjutnya cangkang kapsul tersebut
dicelupkan kembali ke dalam variasi konsentrasi larutan kitosan selama 1 menit,
kemudian dicelupkan lagi ke dalam larutan natrium tripolifosfat pada konsentrasi
2; 3; dan 4%. Direndam selama 10-20 menit. Selanjutnya dikeringkan. Demikian
juga pada pembuatan tutup cangkang kapsul, dicelupkan batang stainless steel ke
dalam variasi konsentrasi larutan alginat dan kitosan sedalam 2,5 cm, kemudian
dicelupkan kembali ke dalam larutan natrium tripolifosfat. Direndam selama 2 jam
dan dikeringkan (Garud dan Garud, 2010). Konsentrasi alginat, kitosan dan
tripolifosfat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Komposisi perbandingan alginat, kitosan dan tripolifosfat
Formula Alginat (%w/v) Kitosan (%w/v) Tripolifosfat (%w/v)
F1 2 1 2
F2 2 2 2
F3 2 3 2
F4 2 4 2
F5 2 4 3
F6 2 4 4
F7 2 2 4
F8 4 2 4
Universitas Sumatera Utara
33
3.4.2 Pengeringan cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink tripolifosfat
Pengeringan cangkang kapsul tersebut dilakukan dengan cara
mengeringkannya dengan menggunakan kipas angin selama 4 jam, dimana
cangkang kapsul yang basah tetap berada pada batang stainless steel yang
sebelumnya telah diolesi minyak silikon. Setelah kering, cangkang kapsul
dilepaskan dari batang stainless steel kemudian digabungkan badan dan tutup
kapsul selanjutnya disimpan dalam botol kaca (Siahaan, 2017).
3.5 Pembuatan Sediaan Kapsul Teofilin Dari Alginat-Kitosan Crosslink
Tripolifosfat
Teofilin sebanyak 250 mg ditimbang dengan tepat menggunakan neraca
analitik, lalu diisikan kedalam bagian badan cangkang kapsul melalui bagian ujung
yang terbuka. Setelah itu ditutup dengan bagian tutup cangkang kapsul dengan
mendorong bagian tutup ke bagian badan cangkang kapsul yang terbuka sehingga
bagian tutup kapsul dengan bagian badan kapsul menyatu dengan baik (Lubis,
2005).
3.6 Karakterisasi Cangkang Kapsul Alginat-Kitosan Crosslink Tripolifosfat
3.6.1 Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul
Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul dilakukan untuk badan
cangkang kapsul dan tutup cangkang kapsul dengan menggunakan jangka sorong
(Suptijah, et al., 2012).
3.6.2 Pengukuran ketebalan dan berat cangkang kapsul
Pengukuran ketebalan dan berat satuan kapsul dilakukan terhadap kapsul
secara utuh yang diukur menggunakan alat mikrometer. Pengukuran dilakukan
lima kali untuk masing-masing sampel, satu kali di pusat dan empat kali di
Universitas Sumatera Utara
34
parameter sekitarnya, kemudian diambil rata-ratanya. Berat cangkang kapsul
ditimbang menggunakan neraca analitik.
3.6.3 Pengukuran volume cangkang kapsul
Pengukuran volume cangkang kapsul hanya dilakukan terhadap badan
cangkang kapsul karena umumnya bahan obat hanya diisikan ke dalam badan
cangkang kapsul sebelum ditutup dengan tutup kapsul. Pengukuran volume
cangkang kapsul dilakukan menggunakan buret dengan cara cangkang kapsul diisi
dengan air sampai miniskus atas air menyentuh ujung kapsul untuk mencegah
kelebihan pembacaan volume cangkang kapsul.
3.6.4 Analisis waktu hancur/disintegrasi
Analisis waktu hancur kapsul dilakukan menggunakan alat disintegration
tester. Sebanyak satu kapsul dimasukkan pada masing-masing tabung dari
keranjang, kemudian satu cakram dimasukkan pada setiap tabung, lalu semua
tabung ditutup, kemudian alat dijalankan. Suhu media diatur 37°C. Media yang
digunakan berupa HCl 0,1 N selama 2 jam. Kemudian dilanjutkan dalam media
dapar fosfat pH 4,5 dan 7,4 masing-masing selama 1 jam. Keranjang diangkat dan
semua kapsul diamati pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam monografi
(semua kapsul harus hancur sempurna). Kapsul memenuhi persyaratan apabila
dalam media HCl 0,1 N satu atau dua kapsul tidak hancur sempurna, pengujian
diulangi dengan 12 kapsul lainnya (tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang diuji harus
hancur). Sedangkan dalam media dapar fosfat semua kapsul harus hancur
(Suptijah, et al., 2012).
Universitas Sumatera Utara
35
3.6.5 Uji derajat swelling
Pengujian derajat swelling dilakukan dengan menggunakan alat disolusi.
Sebanyak 900 mL masing-masing larutan medium cairan lambung buatan pH 1,2,
cairaun usus buatan pH 4,5 dan 7,4 dimasukkan ke dalam labu disolusi dan diatur
suhu 37 ± 0,5oC dengan kecepatan pengadukan alat disolusi 100 rpm. Ke dalam
labu tersebut dimasukkan 1 sediaan kapsul kering yang yang telah ditimbang
beratnya (Wkering). Pada interval waktu tertentu kapsul tersebut dikeluarkan dan
ditimbang beratnya (Wbasah). Uji ini dilakukan selama 9,5 jam (Ige, et al., 2013).
Persamaan yang digunakan untuk mengetahui derajat swelling adalah:
Derajat swelling ( )
W adalah massa material membran saat basah (Wbasah) dan kering (Wkering) dalam
satuan gram.
3.7 Analisis Gugus Fungsi
Analisis gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan alat
spektrofotometer Fourier Transform Infra Red. Sampel yang akan dikarakterisasi
dihaluskan, kemudian ditambahkan dengan KBr dan diukur pada bilangan
gelombang 4000-500 cm-¹ (Oprea, et al., 2013).
3.8 Uji Morfologi Kapsul Alginat-Kitosan Crosslink TPP
Morfologi bentuk dan permukaan kapsul alginat-kitosan dengan crosslink
tripolifosfat dilihat dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM).
Sampel yang akan dianalisis diletakkan pada specimen holder dan dilakukan
Universitas Sumatera Utara
36
pelapisan dengan logam emas. Selanjutnya sampel dimasukkan dalam alat SEM.
Diamati gambar permukaannya dengan percepatan voltase 6 kV (Iswanda, et al.,
2013).
3.9 Uji Disolusi
3.9.1 Sampel
- Medium pH berganti: a. Medium pH 1,2
b. Medium pH 4,5
c. Medium pH 7,4
d. Medium pH berganti yaitu Medium cairan lambung pH 1,2 selama 2
jam lalu dilanjutkan dengan medium cairan pH 4,5 selama 30 menit
kemudian medium cairan pH 7,4 selama 9,5 jam.
- Volume medium: 900 ml
- Suhu medium: 37 ± 0,5°C
- Kecepatan pengadukan: 100 rpm
- Metode: Dayung
- Sampel: Cangkang kapsul alginat-kitosan-TPP berisi teofilin.
3.9.2 Prosedur
Uji pelepasan teofilin dari sediaan kapsul alginat-kitosan crosslink
tripolifosfat dilakukan dengan alat disolusi metode dayung (paddle) menggunakan
medium cairan lambung buatan (pH 1,2) dan cairan usus buatan (pH 4,5 dan pH
Universitas Sumatera Utara
37
7,4) dengan suhu 37 ± 0,5°C sebanyak 900 ml dan diaduk dengan kecepatan 100
rpm selama 12 jam. Cuplikan diambil secara berkala dan diganti dengan medium
yang baru.
Sediaan kapsul teofilin crosslink alginat-kitosan-tripolifosfat yang setara
dengan 250 mg tablet Euphyllin® retard SR dimasukkan ke dalam labu disolusi
yang telah diatur kecepatan pengadukan dan suhunya. Sampel cuplikan (5 ml)
diambil dari hasil larutan uji pelepasan teofilin dengan interval waktu 5, 10, 15, 30,
60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360, 390, 420, 450, 480, 510, 540,
570, 600, 630, 660, 690, dan 720 menit dan masing-masing diencerkan dengan
medium disolusi yang digunakan sampai 100 ml.
Pengambilan sampel pada daerah pertengahan antara permukaan medium
disolusi dan bagian atas dari alat dayung, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah
(Ditjen POM, 1995). Untuk menjaga volume medium disolusi tetap konstan maka
jumlah sampel yang diambil diganti dengan 5 ml medium disolusi yang digunakan
pada suhu yang sama. Kadar teofilin kemudian diukur serapannya dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 271
nm untuk cairan lambung buatan pH 1,2 dan 272 nm untuk cairan usus buatan pH
4,5 dan pH 7,4. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing
medium untuk setiap formula.
3.10 Analisis Kinetika Pelepasan Teofilin Dari Kapsul
Profil disolusi yang diperoleh dari data uji disolusi masing-masing formula
dianalisis dengan mencocokkannya terhadap beberapa persamaan pelepasan obat
seperti kinetika pelepasan orde nol, orde satu, model Higuchi dan mekanisme
pelepasan menggunakan persamaan Korsmeyer-Peppas.
Universitas Sumatera Utara
38
3.11 Analisis Statistik
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS 19
(Statistical Product and Service Smirnov).
Universitas Sumatera Utara
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat-Kitosan Crosslink
Tripolifosfat
Berdasarkan formula F1 (alginat 2%, kitosan 1%, TPP 2%), F2 (alginat
2%, kitosan 2%, TPP 2%), F3 ( alginat 2%, kitosan 3%, TPP 2%), F4 (alginat 2%,
kitosan 4%, TPP 2%), F5 (alginat 2%, kitosan 4%, TPP 3%), F6 (alginat 2%,
kitosan 4%, TPP 4%), F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%,
kitosan 2%, TPP 4%) yang dibuat dalam penelitian ini dihasilkan cangkang kapsul
dari formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan
2%, TPP 4%). Hal ini dikarenakan larutan konsentrasi pada F7 dan F8 mampu
melekat pada alat pencetak kapsul pada proses pencetakan.
Formula F1 yang dibuat dengan konsentrasi alginat 2%, kitosan 1% dan
TPP 2% tidak dapat membentuk cangkang kapsul. Hal ini disebabkan oleh
konsentrasi kitosan pada formula F1 terlalu encer sehingga tidak dapat melapisi
alginat yang telah terbentuk pada alat pencetak kapsul, dimana larutan kitosan
menetes atau turun dari alat pencetak kapsul. Sedangkan pada formula F2 (alginat
2%, kitosan 2%, TPP 2%) tidak dapat membentuk cangkang kapsul yang
diharapkan dikarenakan konsentrasi larutan TPP yang kecil yaitu sebesar 2%
sehingga taut silang (crosslink) yang dihasilkan tidak kuat. Pada formula F3
(alginat 2%, kitosan 3%, TPP 2%) juga tidak dapat membentuk cangkang kapsul,
konsentrasi kitosan yang tinggi dalam formula ini menyebabkan larutan tidak
dapat melekat dengan baik pada alat cetak kapsul, hal ini dikarenakan larutan
kitosan yang menggumpal akibat konsentrasinya yang tinggi, sehingga tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
40
melapisi alat cetak kapsul. Demikian juga pada formula F4 (alginat 2%, kitosan
4%, TPP 2%), F5 (alginat 2%, kitosan 4%, TPP 3%), F6 (alginat 2%, kitosan 4%,
TPP 4%) dimana cangkang kapsul tidak dapat dicetak akibat konsentrasi dari
larutan kitosan yang terlalu tinggi.
4.2 Hasil Karakterisasi Cangkang Kapsul Alginat-Kitosan Crosslink
Tripolifosfat
Karakterisasi cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP meliputi
pengukuran panjang, diameter, ketebalan dan berat dari cangkang kapsul yang
dilakukan pada bagian badan cangkang kapsul, tutup cangkang kapsul dan
keseluruhan cangkang kapsul. Pengukuran ketebalan dilakukan terhadap bagian
badan cangkang kapsul dan bagian tutup cangkang kapsul, sedangkan pengukuran
volume hanya dilakukan terhadap bagian badan cangkang kapsul karena umumnya
bahan obat hanya diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul sebelum
ditutup dengan bagian tutup cangkang kapsul. Dalam pengukuran volume
digunakan air, dimana air yang digunakan diisi kebagian badan cangkang kapsul
alginat sampai miniskus atas menyentuh ujung kapsul untuk mencegah kelebihan
pembacaan volume cangkang kapsul.
Pada penelitian ini, cangkang kapsul yang dibuat merupakan cangkang
kapsul alginat-kitosan crosslink TPP dengan ukuran No. 0. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 4.1 dan 4.2. Sedangkan karakteristik cangkang kapsul yang menurut
literatur dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil cangkang kapsul dari formula F7
(alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) yang
diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Universitas Sumatera Utara
41
Tabel 4.1 Karakteristik cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP pada
formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) ukuran No. 0
No. Karakteristik Badan
cangkang
Tutup
cangkang
Cangkang kapsul
keseluruhan
1 Panjang (mm) 18,35 10,77 20,32
2 Diameter (mm) 7,10 7,47 -
3 Tebal (mm) 0,19 0,20 -
4 Berat (mg) 57,6 29,5 87,1
5 Volume (ml) 0,64 - -
Tabel 4.2 Karakteristik cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP pada
formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%) ukuran No. 0
No. Karakteristik Badan
cangkang
Tutup
cangkang
Cangkang kapsul
keseluruhan
1 Panjang (mm) 18,35 10,85 20,36
2 Diameter (mm) 7,32 7,54 -
3 Tebal (mm) 0,28 0,30 -
4 Berat (mg) 95,35 55,7 151,05
5 Volume (ml) 0,64 - -
Berdasarkan hasil diatas, karakteristik cangkang kapsul yang dihasilkan
sesuai dengan literatur karakteristik cangkang kapsul ukuran 0 yang dapat dilihat
pada Tabel 4.3 (Ayu, 2017).
Tabel 4.3 Karakteristik cangkang kapsul ukuran No. 0
Kapsul Badan Cangkang Tutup Cangkang Cangkang kapsul
keseluruhan
(mm) Panjang
(mm)
Diameter
(mm)
Panjang
(mm)
Diameter
(mm)
0 18,35 7,35 10,85 7,64 21,6
Toleransi ±0,35 ±0,35 ±0,35 ±0,35 ±0,3
Universitas Sumatera Utara
42
(a) (b)
(c) (d) (e)
Gambar 4.1 Cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink tripolifosfat dengan
ukuran No. 0
Keterangan: (a) Formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%)
(b) Formula F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%)
(c) Panjang badan cangkang
(d) Panjang tutup cangkang
(e) Panjang keseluruhan cangkang
4.3 Hasil Analisis Waktu Hancur/Disintegrasi
Analisis waktu hancur dilakukan menggunakan 3 medium, yaitu larutan
HCl 0,1 N, dapar fosfat pH 4,5 dan 7,4. Hasil pengujian yang menggunakan
larutan HCl 0,1 N selama 2 jam dapat dilihat bahwa cangkang kapsul tidak ada
yang pecah tetapi terdapat pertambahan diameter dari cangkang kapsul.
Pertambahan diameter disebabkan oleh adanya kitosan yang merupakan salah satu
komponen cangkang kapsul dimana memiliki sifat mudah mengembang dalam
asam. Selain itu, menurut Sumaiyah (2006), mekanisme pengembangan kapsul
Universitas Sumatera Utara
43
terjadi karena terjadi reaksi antar kalsium alginat dengan asam klorida, sehingga
terbentuk asam alginat. Setelah beberapa menit, terjadi pertukaran ion natrium
dengan asam alginat membentuk natrium alginat yang dapat menyerap air dan
mengembang. Sedangkan utuhnya cangkang kapsul di dalam medium pH 1,2
disebabkan dari sifat komponen penyusun cangkang yaitu kalsium guluronat
dimana ion kalsium yang berikatan dengan asam guluronat masih utuh, dengan
begitu kapsul alginat tidak akan pecah dalam cairan lambung karena ion kalsium
sulit dilepaskan oleh asam guluronat (Siahaan, 2017). Selain itu konsentrasi
alginat, kitosan dan senyawa taut silang secara signifikan juga berpengaruh
terhadap waktu hancur (Suptijah, et al., 2012).
Setelah 2 jam dalam medium HCl 0,1 N, uji waktu hancur cangkang kapsul
dilanjutkan dalam medium dapar fosfat pH 4,5 dan pH 7,4. Dengan meningkatnya
pH pada larutan dapar fosfat pH 4,5 dan pH 7,4, maka cangkang kapsul semakin
mengembang dan akhirnya pecah pada larutan dapar fosfat. Pecahnya cangkang
ditandai dengan keluarnya bola besi dari cangkang. Waktu yang dibutuhkan
cangkang kapsul untuk pecah dalam penelitian ini adalah 18:60 detik untuk
formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan 42:11 detik untuk formula F8
(alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%). Hasil analisis waktu hancur dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.
Universitas Sumatera Utara
44
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.2 Uji waktu hancur cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP
terhadap formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%)
Keterangan: (a) Sebelum uji waktu hancur
(b) Cangkang kapsul setelah 2 jam dalam HCl 0,1 N
(c) Cangkang kapsul setelah 30 menit dalam medium pH 4,5
(d) Cangkang kapsul setelah 1 jam dalam medium pH 7,4
(kapsul pecah)
Bola besi
Universitas Sumatera Utara
45
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.3 Uji waktu hancur cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP
terhadap formula F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%)
Keterangan: (a) Sebelum uji waktu hancur
(b) Cangkang kapsul setelah 2 jam dalam HCl 0,1 N
(c) Cangkang kapsul setelah 30 menit dalam medium pH 4,5
(d) Cangkang kapsul setelah 1 jam dalam medium pH 7,4
(kapsul pecah)
4.4 Hasil Uji Derajat Swelling
Derajat swelling menggambarkan daya serap kapsul terhadap cairan.
Pengujian derajat swelling dilakukan menggunakan alat disolusi dalam medium
lambung buatan dan usus buatan. Sifat-sifat swelling diamati berdasarkan
penambahan berat dari sediaan kapsul kering setelah perendaman didalam medium
dan dihitung dalam interval waktu tertentu. Penambahan berat dapat dilihat pada
Tabel 4.4 dan Gambar 4.4.
Bola besi
Universitas Sumatera Utara
46
Tabel 4.4 Data rata-rata uji derajat swelling sediaan kapsul dalam medium pH
berganti pada formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan
formula F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%)
Waktu
(menit)
% Swelling
F7 F8
0 0 0
5 90,25 62,59
15 94,78 66,29
30 106,63 75,36
60 124,97 84,25
90 140,35 85,92
120 164,65 93,33
150 186,16 102,03
180 203,37 102,03
210 223,67 105,55
240 235,89 116,10
270 250,30 117,96
300 276,57 125,18
330 292,95 130,36
360 304,43 134,07
390 313,72 137,59
420 313,72 143,14
450 313,72 146,85
480 - 150,37
510 - 157,59
540 - 159,44
570 - 164,81
Keterangan: Data diperoleh dari 3x pengulangan
Universitas Sumatera Utara
47
Gambar 4.4 Grafik derajat swelling sediaan kapsul dalam medium pH berganti
pada masing-masing formula
Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.4 terlihat bahwa sediaan kapsul
formulasi F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) mengalami derajat pengembangan
(swelling) yang lebih rendah dibandingkan sediaan kapsul formula F7 (alginat 2%,
kitosan 2%, TPP 4%). Hal ini disebabkan oleh adanya faktor kenaikan konsentrasi
dari alginat. Kenaikan konsentrasi menyebabkan viskositas larutan semakin tinggi,
sehingga kemampuan kapsul untuk menyerap cairan akan turun (Rokhati, 2012).
Selain alginat, reaksi tripolifosfat dengan kitosan melalui pembentukan ikatan
silang juga menjadikan cangkang kapsul semakin rapat sehingga molekul air sulit
untuk berdifusi masuk ke dalam struktur kitosan-tripolifosfat. Hasil ini
menunjukkan bahwa pengikatan silang mampu mengurangi kelarutan dan
meningkatkan sifat fisik kitosan. Derajat swelling cangkang kapsul berkurang
dengan adanya pengikatan silang. Hal ini mengindikasikan bahwa pengikatan
silang oleh TPP dapat mengurangi hidrofilitas cangkang kapsul karena gugus
amino yang reaktif telah bereaksi dengan ion tripolifosfat (Alauhdin dan Widiarti,
2014).
0
50
100
150
200
250
300
350
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600
Sw
elli
ng
(%
)
Waktu (menit)
F7
F8
Universitas Sumatera Utara
48
Kitosan yang dimodifikasi dengan penambahan crosslinker tripolifosfat
memiliki ketahanan fisik lebih kuat dengan waktu swelling yang rendah
dibandingkan dengan kitosan yang tanpa penambahan crosslinker (Pierog, et al.,
2009). Selain penambahan berat, karakteristik pengembangan juga ditandai dengan
penambahan diameter. Penambahan diameter dikarenakan sifat kitosan yang
mudah mengembang dan menyerap cairan. Penambahan diameter ini juga diiringi
dengan penambahan berat kapsul. Setelah beberapa jam, kapsul juga akan
mengalami penurunan diameter dan berat. Penurunan diameter ini karena kapsul
mengalami erosi sehingga diameter dan beratnya juga berkurang.
4.5 Hasil Analisis Gugus Fungsi
Metode untuk melihat gugus fungsi dari kapsul alginat-kitosan crosslink
tripolifosfat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Infra merah (FT-
IR). Hasil pengujian FT IR dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan
Gambar 4.6.
Gambar 4.5 Spektrum FT-IR dari kitosan
Universitas Sumatera Utara
49
Spektrum FT-IR dari kitosan pada Gambar 4.5 menunjukkan adanya pita
serapan pada bilangan gelombang 3402,43 cm-1
yang menunjukkan tumpang tindih
serapan vibrasi rentangan gugus –OH dan –NH (NH2). Pita serapan pada bilangan
gelombang 2877,79 cm-1
menunjukkan adanya gugus C-H pada –CH- alifatik. Pita
serapan pada bilangan gelombang 1647,21 cm-1
dan 1600,92 cm-1
menunjukkan
adanya serapan C=O dan C-N dari gugus amida, sedangkan bilangan gelombang
1423,47 cm-1
menunjukkan serapan tumpang tindih dari gugus N-H (amin
sekunder) (Arianto, 2015).
Gambar 4.6 Spektrum FT-IR dari kapsul alginat-kitosan-TPP
Pada spektrum FT-IR dari kitosan muncul puncak C=O dan CN pada
bilangan gelombang 1647,21 cm-1
dan 1600,92 cm-1
yang menunjukkan adanya
serapan gugus amida. Sedangkan pada kapsul pada Gambar 4.6, puncak bilangan
gelombang 1647,21 cm-1
dan 1600,92 cm-1
menghilang dan muncul satu puncak
baru pada bilangan gelombang 1689,64 cm-1
. Hal ini menunjukkan terjadi suatu
interaksi yang disebut tautan silang (crosslink) antara kitosan dengan TPP. Kitosan
Universitas Sumatera Utara
50
yang mengalami taut silang tersebut juga menunjukkan adanya puncak untuk
gugus P=O pada bilangan gelombang 1165,00 cm-1
(Rakhmaningtyas, 2012).
4.6 Hasil Uji Morfologi Kapsul Alginat-Kitosan Crosslink TPP
Morfologi permukaan kapsul dikarakterisasi dengan alat SEM (TM3000
Tabletop Microscope Hitachi). Foto dari SEM menunjukkan bahwa permukaan
kedua formula kapsul mempunyai tekstur yang rapat dan terlihat merata. Namun
untuk formula kapsul F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) mempunyai tekstur
yang lebih homogen dan halus dibandingkan formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%,
TPP 4%). Foto morfologi permukaan kapsul dapat dilihat pada Gambar 4.7.
(a) (b)
Gambar 4.7 Foto SEM morfologi kapsul dengan pembesaran 2000x
Keterangan: (a) Formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%)
(b) Formula F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%)
4.7 Hasil Uji Pelepasan Teofilin
Pengujian terhadap pelepasan teofilin dari cangkang kapsul formula F7
(alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) serta
sediaan tablet Euphyllin retard dilakukan dalam medium cairan lambung buatan
pH 1,2, cairan usus buatan pH 4,5 dan cairan usus buatan pH 7,4 selama 12 jam.
Dimana dalam medium pH 1,2 dilakukan pengujian selama 2 jam, dalam medium
Universitas Sumatera Utara
51
pH 4,5 selama 30 menit sedangkan pH 7,4 selama 9,5 jam. Hasil pelepasan teofilin
dari cangkang kapsul dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar
4.8.
Tabel 4.5 Data rata-rata pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP pada formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan
formula F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%)
Waktu
(menit)
% Kumulatif Pelepasan Medium
F7 F8 Tablet Euphyllin
retard
pH 1,2
0 0 0 0
5 0 0 2,17
10 0 0 3,76
15 0 0 4,31
30 0 0 7,53
60 0 0 12,57
90 0 0 18,61
120 0 0 23,98
150 0,900 0,35 25,57 pH 4,5
180 1,700 0,52 26,14
pH 7,4
210 3,080 0,58 26,78
240 5,830 0,78 27,25
270 8,750 1,15 28,67
300 16,13 3,20 31,96
330 25,39 6,82 33,76
360 46,18 6,98 35,27
390 81,22 8,34 36,58
420 94,74 8,91 41,92
450 97,70 11,12 46,53
480 99,75 23,62 52,29
510 - 43,69 56,03
540 - 62,37 72,46
570 - 68,89 79,92
600 - 80,95 81,05
630 - 88,46 82,40
660 - 95,42 83,44
690 - 98,81 84,51
720 - 99,75 85,92 Keterangan: Data diperoleh dari 3x pengulangan
Universitas Sumatera Utara
52
Gambar 4.8 Grafik profil pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa persentase pelepasan
teofilin dari sediaan tablet Euphyllin retard pada menit ke-120 dalam medium
cairan lambung pH 1,2 mencapai lebih dari 20%, sedangkan persentase kumulatif
pelepasan pada kapsul formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8
(alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) pada menit ke-120 masih menunjukkan
persentase kumulatif 0% atau belum adanya obat yang terlepas. Hal ini disebabkan
sediaan tablet Euphyllin retard mulai larut dalam medium cairan lambung buatan
(pH 1,2), sedangkan kapsul alginat-kitosan crosslink TPP yang dibuat dalam
penelitian ini tidak pecah dalam medium cairan lambung buatan sehingga
menyebabkan teofilin tahan dilambung dan dapat dilepaskan seluruhnya ke usus.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
Ku
mu
lati
f (%
)
Waktu (Menit)
F7
F8
Euphyllin
retard
pH 1,2
pH 4,5 pH 7,4
Universitas Sumatera Utara
53
Persentase pelepasan teofilin dari kapsul formula F7 (alginat 2%, kitosan
2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) pada menit ke-150 dalam
medium cairan usus buatan pH 4,5 masih dibawah 1%. Hal tersebut dikarenakan
kapsul teofilin dalam waktu dan medium tersebut baru mulai sedikit pecah,
sehingga menyebabkan teofilin dilepaskan secara perlahan. Kapsul teofilin F7
pada menit ke-180 dalam medium cairan usus buatan pH 7,4 menghasilkan
persentase pelepasan sebesar 1,70%, pada menit ke-360 sebesar 46,18% dan pada
menit ke-480 persentase pelepasan teofilin telah mencapai 99,75%. Hal tersebut
disebabkan sediaan kapsul F7 mulai pecah sebelum menit ke-480 sehingga
menyebabkan teofilin keluar dari cangkang kapsul dan larut dalam medium. Selain
itu, pelepasan teofilin dari kapsul pada formula F8 pada menit ke-180
menghasilkan persen kumulatif sebesar 0,52%, pada menit ke-360 sebesar 6,98%
dan pada menit ke-720 persentase pelepasan telah mencapai 99,75%.
Berdasarkan pengujian pelepasan ini menunjukkan bahwa laju pelepasan
teofilin dari kapsul F7 lebih cepat jika dibandingkan dengan sediaan dari kapsul
F8. Hal ini dikarenakan perbedaan karakteristik kedua cangkang kapsul, terutama
dalam hal ketebalan dan ketahanan fisik dari cangkang kapsul. Cangkang kapsul
F8 dibuat dengan konsentrasi alginat yang lebih tinggi, yaitu 4% dibandingkan
dengan konsentrasi alginat cangkang kapsul pada F7 yaitu 2%, dengan demikian
cangkang kapsul yang dibuat dengan bahan alginat 4% lebih tebal dibandingkan
dengan cangkang kapsul yang dibuat dengan konsentrasi alginat 2%. Kenaikan
konsentrasi larutan pembentuk cangkang kapsul menyebabkan viskositas larutan
semakin tinggi, sehingga kemampuan kapsul untuk menyerap cairan akan turun
sehingga pelepasan teofilin dari cangkang kapsul juga menjadi lebih lambat
Universitas Sumatera Utara
54
(Rokhati, 2012). Selain itu, penambahan tripolifosfat sebagai taut silang
(crosslinker) dengan kitosan dalam penelitian ini juga mempengaruhi tingkat
pelepasan. Mekanisme pelepasan teofilin keluar dari kapsul tersebut melalui
mekanisme difusi polimer (Siahaan, 2017).
Pelepasan obat secara difusi dapat terjadi karena polimer mengalami
swelling (mengembang) pada saat mengalami kontak dengan medium buffer.
pengembangan tersebut mengakibatkan pori-pori membesar yang memungkinkan
obat berdifusi keluar dari polimer ke medium buffer (Laksono dan Cahyaningrum,
2015). Mekanisme pelepasan obat dipengaruhi oleh morfologi, massa jenis dan
luas dari sistem crosslinker. Morfologi dari komposit tanpa crosslinker
menunjukkan adanya jaringan polimer yang saling berhubungan. Namun pada
komposit dengan penambahan crosslinker memiliki jaringan polimer yang terlihat
lebih homogen sehingga memiliki struktur yang lebih kaku. Akibatnya derajat
swelling komposit dengan crosslinker lebih rendah dan waktu pelepasan lebih
lama dibanding komposit tanpa crosslinker (Paşcalău, et al., 2011). Selain itu
menurut Berger, et al (2004) penambahan natrium tripolifosfat sebagai crosslinker
menghasilkan sifat polimer yang kuat dan tidak mudah larut dalam medium, hal ini
disebabkan rantai polimer terikat bersamaan oleh ikatan ionik yang kuat sehingga
pelepasan dapat menjadi lebih lambat.
Berdasarkan persentase pelepasan yang dihasilkan menunjukkan bahwa
pelepasan teofilin dari cangkang kapsul yang dibuat dengan alginat dan kitosan
menggunakan metode crosslink tripolifosfat dari formula F7 (alginat 2%, kitosan
2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) belum memenuhi
persyaratan sustained release. Namun pelepasan teofilin dari kapsul formula F8
Universitas Sumatera Utara
55
dapat melepas obat secara perlahan hingga ke dalam medium cairan usus buatan
pH 7,4 selama 12 jam dengan persentase kumulatif pelepasan sebesar 99,75%.
Selain itu, jika dilihat dari profil pelepasan kapsul teofilin formula F8
menunjukkan sistem pelepasan tertunda (delayed release) dimana obat menunda
pelepasannya di cairan lambung buatan dan baru melepas ketika masuk ke dalam
cairan usus buatan.
Pelepasan teofilin dari formula F7 dan F8 pada menit ke-540 hingga menit
720 mengalami pelepasan yang tinggi (burst release) pada medium cairan usus
buatan pH 7,4. Peristiwa burst release ini biasanya sering terjadi pada pelepasan
awal obat setelah sediaan berada dalam medium disolusi dan biasanya terjadi
dalam waktu yang singkat. Peristiwa burst release dapat dianggap sebagai hal
yang tidak diharapkan dalam pembuatan sediaan pelepasan terkendali jangka
panjang dan dalam situasi tertentu merupakan hal yang diharapkan untuk
mendapatkan pelepasan awal yang tinggi (Xiaou dan Christopher, 2001). Dalam
hal ini, teofilin yang merupakan sampel obat yang digunakan untuk evaluasi profil
pelepasan merupakan contoh obat dengan indeks terapi yang sempit, sehingga
peristiwa burst release tersebut diperlukan monitoring untuk mencapai efek terapi
dan mengurangi toksisitas karena pada kadar teofilin lebih dari 20 µg/ml dapat
menimbulkan efek toksik. Namun berdasarkan uji in vitro yang dilakukan oleh
Ghorab, et al (2012) terhadap produk lepas lambat teofilin Quibron-T/SR dan
Theo SR memberikan informasi bahwa kedua obat tersebut telah melepas lebih
dari 80% selama 8 jam dan berdasarkan uji in vivo menunjukkan hasil konsentrasi
maksimum sebesar 7,5±0,5 µg/ml dan 6,3±0,4 µg/ml, dimana konsentrasi tersebut
masih dalam rentang indeks terapi teofilin yaitu 6-20 µg/ml, sehingga jika obat
Universitas Sumatera Utara
56
mengalami burst release maka tidak akan menyebabkan toksisitas karena masih
berada dalam rentang indeks terapi.
Berdasarkan hasil pengolahan data uji ANOVA menggunakan aplikasi
pengolahan data SPSS versi 19, persen kumulatif pelepasan teofilin dari dua
formula kapsul dan tablet konvensional pada semua interval waktu menunjukkan
adanya perbedaan siginifikan dari kedua formula (p<0,05) (Lampiran 19).
4.8 Hasil Kinetika Orde Pelepasan
Kinetika orde pelepasan dilakukan terhadap 2 formula yaitu teofilin 250
mg diisi ke dalam cangkang kapsul formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%)
dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) dengan empat model kinetika yaitu orde
nol, orde satu, model Higuchi, dan Korsmeyer Peppas. Penentuan kinetika
pelepasan dilakukan untuk mengetahui mekanisme pelepasan obat dari sediaan
kapsul. Nilai koefisien korelasi (R2) dari kinetika pelepasan teofilin dari semua
formula sediaan kapsul dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Nilai koefisien korelasi (R2) dari kinetika pelepasan teofilin dari formula
sediaan kapsul F7, F8 dan Tablet Euphyllin retard
Formula
Kinetika Pelepasan
Orde
nol
(R2)
Orde
satu
(R2)
Model
Higuchi
(R2)
Model Korsmeyer
Peppas
(R2)
n
F7 (Alg 2%, Ch 2%, TPP 4% 0,733 0,920 0,546 0,497 0,497
F8 (Alg 4%, Ch 2%, TPP 4% 0,751 0,875 0,560 0,423 0,415
Tablet Euphyllin retard 0,953 0,764 0,873 0,977 0,644
Nilai koefisien korelasi (R2) dari formula F7 dan F8 (Tabel 4.6)
menunjukkan suatu hubungan linier dengan koefisien korelasi (R2) mendekati 1,
hal ini menunjukkan bahwa F7 dan F8 mengikuti orde satu. Kinetika pelepasan
Universitas Sumatera Utara
57
obat yang mengikuti orde satu menggambarkan kecepatan pelepasan obat
bergantung pada konsentrasi. Kecepatan pelepasan pada waktu tertentu sebanding
dengan konsentrasi obat yang tersisa dalam sediaan pada saat itu (Dash, et al.,
2010). Grafik kinetika pelepasan teofilin dari sediaan cangkang kapsul dapat
dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Grafik Kinetika pelepasan teoflin dari kapsul teofilin formula F7
(Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (Alginat 4%, Kitosan
2%, TPP 4%) dan tablet Euphyllin retard
Mekanisme pelepasan teofilin dari cangkang kapsul dianalisis dengan
membuat grafik Korsmeyer-Peppas yaitu grafik log % kumulatif obat yang
terlepas versus log waktu. Nilai n dapat diperoleh dari slope grafik Korsmeyer-
Peppas dari data pelepasan obat < 60% (Costa dan Lobo. 2001; Dash. et al., 2010).
Nilai koefisien pelepasan (n) yang diperoleh dari kapsul formula F7 (alginat 2%,
kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) adalah lebih besar
dari 0,43 dan lebih kecil dari 0,5 yang dikarakterisasi ke dalam mekanisme
pelepasan difusi Fickian sedangkan pada formula tablet Euphyllin retard diperoleh
Universitas Sumatera Utara
58
nilai koefisien lebih besar dari 0,5 dan lebih kecil dari 0,89 yang dikarakterisasi ke
dalam mekanisme pelepasan difusi Anomalous (non-Fickian) yang mana selain
difusi, erosi juga berperan dalam pelepasan teofilin dari sediaan (Shaikh, et al.,
2015). Grafik Korsmeyer-Peppas pelepasan kapsul teofilin dapat dilihat pada
Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Grafik pelepasan Model Korsmeyer-Peppas dari kapsul teofilin
formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%), F8 (alginat 4%,
kitosan 2%, TPP 4%) dan tablet Euphyllin retard
Universitas Sumatera Utara
59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
a. Konsentrasi crosslinker natrium tripolifosfat berpengaruh terhadap
pembentukan cangkang kapsul dengan bahan alginat dan kitosan. Semakin
tinggi konsentrasi tripolifosfat maka semakin kuat reaksi crosslink yang
terbentuk.
b. Cangkang kapsul alginat-kitosan yang dibuat dengan reaksi crosslink
tripolifosfat dapat menghasilkan karakteristik cangkang yang baik serta
menghasilkan derajat swelling yang rendah. Semakin tinggi konsentrasi
tripolifosfat maka semakin rendah nilai derajat swelling. Kapsul dengan
karakteristik paling baik adalah kapsul dengan konsentrasi tripolifosfat 4%.
c. Pelepasan teofilin dari sediaan cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP
pada formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan formula F8 (alginat
4%, kitosan 2%, TPP 4%) dapat melepaskan obat secara perlahan dalam
medium pH berganti dalam waktu yang lama hingga 12 jam untuk formula F8
dan selama 8 jam untuk formula F7 dengan persentase kumulatif pelepasan
sebesar 99,75%.
Universitas Sumatera Utara
60
5.2 Saran
Penelitian menggunakan crosslinker yang lain perlu dilakukan untuk
melihat perbandingan karakteristik suatu kapsul yang dibuat dengan bahan alginat
dan kitosan serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai profil pelepasan
teofilin yang dibuat dengan crosslinker lainnya.
Universitas Sumatera Utara
61
DAFTAR PUSTAKA
Alauhdin, M., and Widiarti, N. (2014). Sintesis dan Modifikasi Lapis Tipis
Kitosan-Tripolifosfat. Journal MIPA. 37(1): 46-52.
Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta:
UI Press. Halaman: 218-226.
Arianto, A. (2015). Pembuatan Sediaan Gastroretentif Ranitidin Hidroklorida
Sebagai Anti Ulkus Menggunakan Polimer Alginat-Kitosan. Disertasi.
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman 142.
Ayu, D.U. (2017). Pemanfaatan Mikrokristalin Selulosa Dari Tandan Kosong
Kelapa Sawit Sebagai Cangkang Kapsul. Skripsi. Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara. Halaman 21.
Bansal, V., Sharma, P.K., Sharma, N., Pal, O.P., dan Malviya, R. (2011).
Application of Chitosan and Chitosan Derivatives in Drug Delivery.
Advance in Biological Research. 5(1): 28-37.
Barnes, P.J. (2010). Review Theophylline. Journal Pharmaceuticals. 3: 725-747.
Berger, J., Reist, M., Mayer, M.J., Felt, O., Peppas, A.N., dan Gurny, R. (2004).
Structure and Interactions in Covalently and Ionically Crosslinked Chitosan
Hydrogels for Biomedical Applications. European Journal of Pharmaceutics
and Biopharmaceutics.57: 19–34.
Bhumkar, R. D., dan Pokharkar, B. V. (2006). Studies on Effect of pH on Cross-
linking of Chitosan With Sodium Tripolyphosphate: A Technical Note.
AAPS PharmSciTech. 7(2).
Costa, P., dan Lobo. J.M.S. (2001). Modeling and Comparison of Disolution
Profiles. European Journal of Pharmaceutical Sciences. 13: 123-133.
Dash, S., Murthy, P.N., Nath. L., dan Chowdhury, P. (2010). Review: Kinetic
Modeling on Drug Release from Controlled Drug Delivery System. Acta
Poloniae Pharmaceutica. 67(3): 217-223.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta. Halaman 753-755
Elzatahry, A.A., Eldin, M.S.M., Soliman, E.A., dan Hassan, E.A. (2008).
Evaluation of Alginate-Chitosan Bioadhesive Beads as A Drug Delivery
System for The Controlled Release of Theophylline. Journal of Applied
Polymer Science. 1(11): 2452-2459.
Universitas Sumatera Utara
62
Fu, Y., dan Kao, W.J. (2011). Drug Release Kinetics and Transport Mechanisms
of Non-degradable and Degradable Polymeric Delivery Systems. Expert
Opinion On Drug Delivery. 7(4): 429-444.
Garud, A., dan Garud, N. (2010). Preparation and Evaluation of Chitosan
Microcapsules of Metronidazole Using Tripolyphosphate Cross-linking
Method. Dhaka Univ. J. Pharm. Sci. 9(2): 125-130.
Giri, K. T., Thakur, A., Alexander, A., Azajuddin, Badwaik, H., dan Tripathi, K.D.
(2012). Modified Chitosan Hydrogels as Drug Delivery and Tissue
Engineering Systems: Present Status and Applications. Acta Pharmaceutica
Sinica B. 2(5):439–449.
Gupta, M.M., dan Brijesh, R. (2012). A Review On: Sustained Release
Technology. International Journal of Therapeutic Applications. 8: 23-198.
Gusmayandi, I. (2013). Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Kombinasi Etil
Selulosa Dengan Hidroksi Propil Selulosa Sebagai Matriks Terhadap
Pelepasan Teofilin. Farmasains. 2(2): 92-93.
Ghorab, M., Khafagy, E., Kamel, M., dan Gad, S. (2012). Formulation,
Characterization and Comparative In Vitro In Vivo Evaluation of Sustained
Release Theophylline Tablets. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences. 4(3): 721-728.
Grassi, M., dan Grassi, G. (2005). Mathematical Modelling and Controlled Drug
Delivery: Matrix Systems. Current Drug Delivery. 2: 97-116.
Handiana, I.R., dan Indriyati, W. (2017). Formulasi Sediaan Tablet Lepas Lambat
Teofilin Dengan Bahan Matriks Yang Berkarakteristik Hidrofilik: Review.
Farmaka. 4(3): 1-2.
Irawan, D. (2014). Optimasi dan Karakterisasi Nanopartikel Kitosan-Naringenin
Dengan Variasi pH dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat. Skripsi. Fakultas
Farmasi Universitas Jember. Halaman 34-35.
Ige, P., Swami, B., Patil, T., Pradhan, J., Patil, P., Nerkar, P., dan Surana, S.J.
(2013). Design and Development of Sustained Release Swelling Matrix
Tablets of Glipizide for Type II Diabetes Mellitus. Farmacia. 61(5): 888-
889.
Iswanda, R., Anwar, E., dan Jufri, M. (2013). Formulasi Nanopartikel Verapamil
Hidroklorida dari Kitosan dan Natrium Tripolifosfat Dengan Metode Gelasi
Ionik. Jurnal Farmasi Indonesia. 6(4): 203-204.
Universitas Sumatera Utara
63
Jayanudin, Rochmadi, Yulvianti, M., Imanudin, A., dan Sari, T.R. (2016).
Kinetika Release Mikrokapsul Oleoresin Jahe Merah. Artikel. 16(3): 128-
140.
Kaban, J., Bangun, H., Dawolo, A.K., dan Daniel. (2006). Pembuatan Membran
Kompleks Polielektrolit Alginat-Kitosan. Jurnal Sains Kimia. 10(1): 10-16.
Katzung, B.G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Halaman 327-329.
Ko, J.A., Park, J.H., Park, S.Y., Hwang, J. S., dan Park, B. J. (2003). Chitosan
Microparticle Preparation for Controlled Drug Release by Response Surface
Methodology. Journal of Microencapsulation. 20(6): 791–797.
Kulig, D., Korzycka, A.Z., Jarmoluk, A., dan Marycz, K. (2016). Study On
Alginate-Chitosan Complex Formed With Different Polymers Ratio.
Polymers Article. 8(167): 1-3.
Kumar, K.P.S., Bhowmik, D., Srivastava, S., Paswan, S., dan Dutta, A.S. (2012).
Sustained Release Drug Delivery System Potential. The Pharma Innovation.
1(2): 48-49.
Laksono, D.L., dan Cahyaningrum, E.S. (2015). Mekanisme Pelepasan
Pirazinamid yang Terenkapsulasi Pada Alginat-Kitosan. UNESA Journal of
Chemistry. 4(3): 1-6.
Lankalapali, S., dan Kolapalli, V.R.M. (2009). Polyelectrolyte Complexes: A
Review of Their Applicability in Drug Delivery Technology. Indian Journal
of Pharmaceutical Sciences. 71(15): 481-487.
Lubis, L.S. (2005). Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat Mengandung Aspirin
Yang Aman Terhadap Lambung: Pengujian In Vitro, In Vivo dan
Pencegahan Efek Iritasi Obat. Tesis. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera
Utara. Halaman 23-25.
Ma, J., dan Sahay, Y. (2013). Chitosan biopolymer for fuel cell applications.
Carbohydrate Polymers. 92: 955–975.
Miller-chou, A.B., dan Koenig, L.J. (2002). A Review of Polymer Dissolution.
Progress in Polymer Science. 28: 1223-1270.
Murthy, S.K., dan Ghebre-Selasie, I. (1993). Current Perspectives On The
Dissolution Stability of Solid Oral Dosage Forms. Journal of
Pharmaceutical Sciences. 82(2): 113-126.
Universitas Sumatera Utara
64
Nasution, A. (2015). Farmakokinetika Klinis. Medan: USU Press. Halaman 5-6.
Oprea, A.M., Nistor, M.T., Profire, L., Popa, M.I., Lupusoru, C.E., dan Vasile, C.
(2013). Evaluation of the Controlled Release Ability of Theophylline from
Xanthan/Chondroitin Sulfate Hydrogels. Journal of Biomaterials and
Nanobiotechnology. 4: 123-131.
Pascalau, V., Popescu, V., Popescu, G., Dudescu, M., Borodi, G., Dinescu, A.,
Perhaita, I., dan Paul, M. (2011). The Alginate/κ-Carrageenan Ratio’s
Influence On The Properties of The Cross-linked. Journal of Alloys and
Compounds. Halaman 65-67.
Patel, Mayur M., dan Amin, Avani F. (2010). Design and Optimization of Colon-
Targeted System of Theophylline for Chronotherapy of Nocturnal Asthma.
Journal of Pharmaceutical Sciences. 100(5): 1760-1772.
Pierog, M., Gierszewska-Drużyńska, M., Ostrowska-Czubenko, J. (2009). Effect
of Ionic Crosslinking Agents on Swelling Behaviour of Chitosan Hydrogel
Membranes. Chair of Physical Chemistry and Physicochemistry of
Polymers. Nicolaus Copernicus University.
Piyakulawat, P., Praphairaksit, N., Chantarasiri, N., dan Muangsin, N. (2007).
Preparation and Evaluation of Chitosan/Carrageenan Beads for Controlled
Release of Sodium Diclofenac. AAPS PharmSciTech. 8(4): 8-10.
Rakhmaningtyas, A.W. (2012). Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel Sambung
Silang Kitosan-Natrium Tripolifosfat Dalam Sediaan Film Bukal Verapamil
Hidroklorida. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. Halaman 55-57.
Rokhati, N., Pramudono, B., Widiasa, N.I., dan Susanto, H. (2012). Karakterisasi
Film Komposit Alginat dan Kitosan. Reaktor. 14(2): 158-164.
Säkkinen, M. (2003). Biopharmaceutical Evaluation of Microcrystalline Chitosan
as Release-Rate-Controlling Hydrophilic Polymer in Granules for
Gastroretentive Drug Delivery. Academic Dissertation Faculty of Science of
The University of Helsinky.
Sekharan, T.R., Palanichamy, S., Shamnuganathan, S., Tamilvanan, S., dan
Thirupathi, A.T. (2010). Formulation and Evaluation of Theophylline
Controlled Release Matrix Tablets Using Guar Gum. ARS Pharmaceutica.
51(1): 28-38.
Universitas Sumatera Utara
65
Siahaan, R.D.N. (2017). Evaluasi In Vitro dan In Vivo Pemakaian Cangkang
Kapsul Alginat Sebagai Sediaan Floating Simetidin. Tesis. Fakultas Farmasi.
Universitas Sumatera Utara. Halaman 30-31.
Siepmann, J., dan Peppas, N.A. (2001). Modelling of Drug Release from Delivery
Systems Based on Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC). Advance Drug
Delivery Reviews. 48: 139-157.
Sumaiyah. (2006). Uji Pelepasan, Bioavailabilitas dan Iritasi Akut Terhadap
Lambung Kelinci dari Fero Sulfat yang Diformulasi Dalam Kapsul Alginat.
Tesis. Program Studi Farmasi Sekolah PascaSarjana USU. Halaman 64-55.
Suprianto. (2016). Analisis Kinetika Pelepasan Teofilin dari Granul Matriks
Kitosan. Jurnal Ilmiah Manuntung. 2(1): 70-80.
Suptijah, P., Suseno, H.S., dan Kurniawati. (2012). Aplikasi Karagenan Sebagai
Cangkang Kapsul Keras Alternatif Pengganti Kapsul Gelatin. JPHPI. 15(3).
Halaman 3.
Shaikh, H.K., Kshirsagar, R.V., dan Patil, S.G. (2015). Mathematical Models for
Drug Release Caracterization: A Review. World Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences. 4(4): 324-338.
Shargel, L., Wu, S., dan Yu, B.C.A. (2012). Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan. Edisi Kelima. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan
Universitas Airlangga. Halaman 385-486.
Shu, Z.X., dan Zhu, J.K. (2002). Controlled Drug Release Properties of Ionically
Cross-linked Chitosan Beads: The Influence of Anion Structure.
International Journal of Pharmaceutics. 233:217-225.
Siegel, A.R., dan Rathbone, M. (2012). Overview of Controlled Release
Mechanism. Springer. Halaman 30-40.
Straccia, M.C., d’Ayala, G.G., Romano, I., Oliva, A., dan Laurienzo, P. (2015).
Alginate Hydrogels Coated With Chitosan for Wound Dressing. Mar. Drugs.
13: 2890-2908.
Syamsuni. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Halaman 54-56.
Szekalska, M., Sosnowska, K., Zakrzeska, A., Kasacka, I., Lewandowska, A., dan
Winnicka, K. (2017). The Influence of Chitosan Cross-linking On The
Properties of Alginate Microparticles With Metformin Hydrochloride-In
Vitro and In Vivo Evaluation. Molecules Article. 22(182): 2-3.
Universitas Sumatera Utara
66
Tiwari, G., Tiwari, R., Sriwastawa, B., Bhati, L., Pandey, S., Pandey, P., dan
Bannerjee, S.K. (2012). Drug Delevery Systems: An Updated Review.
International Journal of Pharmaceutical Investigation. 2(1): 2-11.
Tjay, H.T., dan Rahardja, K. (2013). Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia. Halaman 651-652.
Wulandari, R. (2009). Profil Farmakokinetik Teofilin Yang Diberikan Secara
Bersamaan Dengan Jus Jambu Biji (Psidium guajava L.) Pada Kelinci
Jantan. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Halaman 12-14.
Wu, Y., Yang, W., Wang, C., Hu, J., dan Fu, S. (2005). Chitosan Nanoparticles As
A Novel Delivery Systems for Ammonium Glycyrrhizinate. International
Journal of Pharmaceutics. 295: 235-245.
Xiaou, Huang dan Christopher, S.B. (2001). On The Importance and Mechanism
of Burst Release in Matrix-Controlled Drug Delivery System. Journal of
Controlled Release. USA. 73: 121-136.
Universitas Sumatera Utara
67
Lampiran 1. Panjang gelombang maksimum teofilin dalam medium cairan
lambung buatan pH 1,2
Universitas Sumatera Utara
68
Lampiran 2. Kurva kalibrasi teofilin dalam medium cairan lambung buatan pH
1,2
Universitas Sumatera Utara
69
Lampiran 3. Panjang gelombang maksimum teofilin dalam medium cairan usus
buatan pH 4,5
Universitas Sumatera Utara
70
Lampiran 4. Kurva kalibrasi teofilin dalam medium cairan usus buatan pH 4,5
Universitas Sumatera Utara
71
Lampiran 5. Panjang gelombang maksimum teofilin dalam medium cairan usus
buatan pH 7,4
Universitas Sumatera Utara
72
Lampiran 6. Kurva kalibrasi teofilin dalam medium cairan usus buatan pH 7,4
Universitas Sumatera Utara
73
Lampiran 7. Gambar alat yang digunakan
Alat cetak kapsul magnetic stirrer dan hot plate
Mikrometer Jangka Sorong
pH meter Timbangan analitik
Universitas Sumatera Utara
74
Lampiran 8. Gambar seperangkat alat uji
Seperangkat alat uji waktu hancur/disintegrasi
Seperangkat alat uji disolusi
Universitas Sumatera Utara
75
Lampiran 9. Gambar Alat SEM dan Spektrofotometer UV-Vis
Alat SEM
Spektrofotometer (UV-1800 Shimadzu Spectrophotometer)
Universitas Sumatera Utara
76
Lampiran 10. Karakterisasi Cangkang Kapsul
1. a. Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul terhadap formula F7
(Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
No
Badan kapsul Tutup cangkang Keseluruhan
kapsul (mm) Panjang
(mm)
Diameter
(mm)
Panjang
(mm)
Diameter
(mm)
1 18,19 6,60 11,50 7,75 20,23
2 18,35 6,75 10,50 7,50 20,25
3 19,10 7,50 9,90 7,50 20,6
4 18,11 7,75 11,30 7,50 20,10
5 17,49 7,15 10,95 7,35 20,53
6 18,90 6,90 10,50 7,25 20,25
Rata
-rata 18,35 7,10 10,77 7,47 20,32
b. Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul terhadap formula F8
(Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
No
Badan kapsul Tutup cangkang Keseluruhan
kapsul (mm) Panjang
(mm)
Diameter
(mm)
Panjang
(mm)
Diameter
(mm)
1 18,25 6,75 10,75 7,45 20,45
2 18,80 7,50 11,25 7,85 20,15
3 18,35 7,60 10,20 7,15 20,75
4 18,49 6,80 10,85 7,50 20,10
5 17,90 7,75 11,20 7,80 20,50
6 18,35 7,50 10,85 7,50 20,25
Rata-
rata 18,35 7,32 10,85 7,54 20,36
2. Pengukuran ketebalan cangkang kapsul
a. Badan cangkang kapsul formula F7
No Sentral
Pengukuran Ketebalan (mm) Keseluruhan
(mm) Perimeter
1 2 3 4
1 0,20 0,19 0,19 0,20 0,19 0,19
2 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19
3 0,21 0,20 0,21 0,21 0,21 0,20
4 0,21 0,21 0,21 0,21 0,20 0,20
5 0,19 0,20 0,19 0,19 0,19 0,19
6 0,20 0,20 0,21 0,20 0,20 0,20
Rata-rata 0,19
Universitas Sumatera Utara
77
Lampiran 10. (Lanjutan)
b. Tutup cangkang kapsul formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
No Sentral
Pengukuran Ketebalan (mm) Keseluruhan
(mm) Perimeter
1 2 3 4
1 0,22 0,21 0,22 0,22 0,22 0,21
2 0,23 0,23 0,23 0,22 0,23 0,22
3 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21
4 0,18 0,19 0,18 0,18 0,18 0,18
5 0,22 0,20 0,22 0,21 0,22 0,21
6 0,22 0,22 0,22 0,22 0,21 0,21
Rata-rata 0,20
c. Badan cangkang kapsul formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
No Sentral
Pengukuran Ketebalan (mm) Keseluruhan
(mm) Perimeter
1 2 3 4
1 0,29 0,29 0,29 0,28 0,29 0,28
2 0,25 0,27 0,25 0,25 0,25 0,25
3 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29
4 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,3
5 0,29 0,30 0,29 0,29 0,29 0,29
6 0,30 0,30 0,29 0,30 0,30 0,29
Rata-rata 0,28
d. Tutup cangkang kapsul formula F8
No Sentral
Pengukuran Ketebalan (mm) Keseluruhan
(mm) Perimeter
1 2 3 4
1 0,32 0,32 0,32 0,31 0,32 0,31
2 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31
3 0,32 0,32 0,32 0,32 0,30 0,31
4 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,3
5 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32
6 0,30 0,31 0,30 0,30 0,30 0,30
Rata-rata 0,30
Universitas Sumatera Utara
78
Lampiran 10. (Lanjutan)
3. a. Berat cangkang kapsul formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
No Badan
kapsul (mg)
Tutup
kapsul (mg)
Keseluruhan
kapsul (mg)
1 91,1 36,6 127,7
2 58,7 31,2 89,9
3 50,3 23,7 74
4 43,5 19,6 63,1
5 55,4 38,7 94,1
6 46,7 27,1 73,8
Rata-
rata 57,6 29,5 87,1
b. Berat cangkang kapsul formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
No Badan
kapsul (mg)
Tutup
kapsul (mg)
Keseluruhan
kapsul (mg)
1 109,5 76 185,5
2 96,6 52,1 148,7
3 99 52,7 151,7
4 122,1 58,3 180,4
5 106,3 46,9 153,2
6 38,6 48,2 86,8
Rata-
rata 95,35 55,7 151,05
4. Pengukuran volume kapsul
a. Volume cangkang kapsul formula F7
No Volume
1 0,64
2 0,66
3 0,60
4 0,67
5 0,67
6 0,63
Rata-rata 0,64
Universitas Sumatera Utara
79
Lampiran 10. (Lanjutan)
b. Volume cangkang kapsul formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
No Volume
1 0,67
2 0,60
3 0,64
4 0,66
5 0,64
6 0,68
Rata-rata 0,64
Universitas Sumatera Utara
80
Lampiran 11. Data Uji Waktu Hancur Kapsul
1. Data uji waktu hancur kapsul formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
a. Dalam HCl 0,1 N selama 2 jam
No
Diameter
awal (mm)
Diameter
akhir (mm)
Pengembangan
(%) Waktu Hancur
1 6,60 8,40 0,27 Tidak pecah
2 6,75 8,75 0,29 Tidak pecah
3 7,50 9,50 0,27 Tidak pecah
4 7,75 9,75 0,26 Tidak pecah
5 7,15 9,50 0,33 Tidak pecah
6 6,90 8,50 0,23 Tidak pecah
b. Dalam medium pH 4,5
No
Diameter
awal (mm)
Diameter
akhir (mm)
Pengembangan
(%) Waktu Hancur
1 6,60 9,25 0,40 Tidak pecah
2 6,75 9,25 0,37 Tidak pecah
3 7,50 10,50 0,4 Tidak pecah
4 7,75 10,25 0,32 Tidak pecah
5 7,15 10,40 0,45 Tidak pecah
6 6,90 9,75 0,41 Tidak pecah
c. Dalam medium pH 7,4
No
Waktu
Hancur Pesyaratan
1 05:15
Selama 1 jam kapsul
pecah (terdisintegrasi)
2 11:18
3 16:32
4 29:20
5 16:32
6 33:44
Rata-
rata 18:60
Universitas Sumatera Utara
81
Lampiran 12. Data uji waktu hancur kapsul formula F8
(Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
a. Dalam HCl 0,1 N selama 2 jam
No
Diameter
awal (mm)
Diameter
akhir (mm)
Pengembangan
(%) Waktu Hancur
1 6,75 9,25 0,37 Tidak pecah
2 7,50 10,25 0,37 Tidak pecah
3 7,60 10,75 0,41 Tidak pecah
4 6,80 8,75 0,29 Tidak pecah
5 7,75 10,35 0,33 Tidak pecah
6 7,50 10,25 0,37 Tidak pecah
b. Dalam medium pH 4,5
No
Diameter
awal (mm)
Diameter
akhir (mm)
Pengembangan
(%) Waktu Hancur
1 6,75 10,50 0,55 Tidak pecah
2 7,50 11,25 0,5 Tidak pecah
3 7,60 11,35 0,49 Tidak pecah
4 6,80 10,50 0,54 Tidak pecah
5 7,75 11,60 0,49 Tidak pecah
6 7,50 11,25 0,5 Tidak pecah
c. Dalam medium pH 7,4
No
Waktu
Hancur Pesyaratan
1 30:23
Selama 1 jam kapsul
pecah (terdisintegrasi)
2 30:49
3 28:15
4 57:15
5 49:35
6 57:30
Rata-
rata 42:11
Universitas Sumatera Utara
82
Lampiran 13. Data uji derajat swelling F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
dalam medium pH berganti
Percobaan 1.
Waktu
(menit)
Berat
kering
(gram)
Berat
basah
(gram)
%
swelling Medium
0 0 0 0
pH 1,2
5 0,13 0,34 161,53
15 0,13 0,35 169,23
30 0,13 0,37 184,61
60 0,13 0,4 207,69
90 0,13 0,46 253,84
120 0,13 0,51 292,30
150 0,13 0,56 330,76 pH 4,5
180 0,13 0,59 353,84
pH 7,4
210 0,13 0,62 376,92
240 0,13 0,66 407,69
270 0,13 0,69 430,76
300 0,13 0,74 469,23
330 0,13 0,77 492,30
360 0,13 0,77 492,30
390 0,13 0,78 500
420 0,13 0,78 500
450 0,13 0,78 500
480 Kapsul pecah
Universitas Sumatera Utara
83
Lampiran 13. (Lanjutan)
Percobaan 2.
Waktu
(menit)
Berat
kering
(gram)
Berat
basah
(gram)
%
swelling Medium
0 0 0 0
pH 1,2
5 0,07 0,13 85,71
15 0,07 0,13 85,71
30 0,07 0,14 100
60 0,07 0,15 114,28
90 0,07 0,15 114,28
120 0,07 0,17 142,85
150 0,07 0,18 157,14 pH 4,5
180 0,07 0,2 185,71
pH 7,4
210 0,07 0,21 200
240 0,07 0,21 200
270 0,07 0,22 214,28
300 0,07 0,24 242,85
330 0,07 0,25 257,14
360 0,07 0,27 285,71
390 0,07 0,28 300
420 0,07 0,28 300
450 0,07 0,28 300
480 Kapsul pecah
Universitas Sumatera Utara
84
Lampiran 13. (Lanjutan)
Percobaan 3.
Waktu
(menit)
Berat
kering
(gram)
Berat
basah
(gram)
%
swelling Medium
0 0 0 0
pH 1,2
5 0,17 0,21 23,52
15 0,17 0,22 29,41
30 0,17 0,23 35,29
60 0,17 0,26 52,94
90 0,17 0,26 52,94
120 0,17 0,27 58,82
150 0,17 0,29 70,58 pH 4,5
180 0,17 0,29 70,58
pH 7,4
210 0,17 0,33 94,11
240 0,17 0,34 100
270 0,17 0,35 105,88
300 0,17 0,37 117,64
330 0,17 0,39 129,41
360 0,17 0,4 135,29
390 0,17 0,41 141,17
420 0,17 0,41 141,17
450 0,17 0,41 141,17
480 Kapsul pecah
Universitas Sumatera Utara
85
Lampiran 13. (Lanjutan)
Data rata-rata uji derajar swelling kapsul F7
Waktu
(menit)
% Swelling Rata-rata Standar Deviasi
I II III
0 0 0 0 0 0 ± 0
5 161,53 85,71 23,52 90,25 90,25 ± 69,12
15 169,23 85,71 29,41 94,78 94,78 ± 70,35
30 184,61 100 35,29 106,63 106,63 ± 74,88
60 207,69 114,28 52,94 124,97 124,97 ± 77,93
90 253,84 114,28 52,94 140,35 140,35 ± 102,96
120 292,3 142,85 58,82 164,66 164,66 ± 118,26
150 330,76 157,14 70,58 186,16 186,16 ± 132,50
180 353,84 185,71 70,58 203,38 203,38 ± 142,45
210 376,92 200 94,11 223,68 223,68 ± 142,88
240 407,69 200 100 235,90 235,90 ± 156,95
270 430,76 214,28 105,88 250,31 250,31 ± 165,41
300 469,23 242,85 117,64 276,57 276,57 ± 178,20
330 492,3 257,14 129,41 292,95 292,95 ± 184,08
360 492,3 285,71 135,29 304,43 304,43 ± 179,24
390 500 300 141,17 313,72 313,72 ± 179,81
420 500 300 141,17 313,72 313,72 ± 179,81
450 500 300 141,17 313,72 313,72 ± 179,81
Universitas Sumatera Utara
86
Lampiran 14. Data derajat swelling formula F8
(Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%) dalam medium pH berganti
Percobaan 1.
Waktu
(menit)
Berat
kering
(gram)
Berat
basah
(gram)
%
swelling Medium
0 0 0 0
pH 1,2
5 0,20 0,52 160
15 0,20 0,52 160
30 0,20 0,53 165
60 0,20 0,55 175
90 0,20 0,56 180
120 0,20 0,56 180
150 0,20 0,59 195 pH 4,5
180 0,20 0,59 195
pH 7,4
210 0,20 0,6 200
240 0,20 0,63 215
270 0,20 0,63 215
300 0,20 0,64 220
330 0,20 0,66 230
360 0,20 0,66 230
390 0,20 0,67 235
420 0,20 0,67 235
450 0,20 0,67 235
480 0,20 0,68 240
510 0,20 0,69 245
540 0,20 0,69 245
570 0,20 0,7 250
600 Kapsul pecah
Universitas Sumatera Utara
87
Lampiran 14. (Lanjutan)
Percobaan 2.
Waktu
(menit)
Berat
kering
(gram)
Berat
basah
(gram)
%
swelling Medium
0 0 0 0
pH 1,2
5 0,18 0,21 16,66
15 0,18 0,22 22,22
30 0,18 0,24 33,33
60 0,18 0,25 38,88
90 0,18 0,25 38,88
120 0,18 0,27 50
150 0,18 0,28 55,55 pH 4,5
180 0,18 0,28 55,55
pH 7,4
210 0,18 0,28 55,55
240 0,18 0,3 66,66
270 0,18 0,31 72,22
300 0,18 0,33 83,33
330 0,18 0,34 88,88
360 0,18 0,35 94,44
390 0,18 0,35 94,44
420 0,18 0,37 105,55
450 0,18 0,38 111,11
480 0,18 0,38 111,11
510 0,18 0,4 122,22
540 0,18 0,41 127,77
570 0,18 0,42 133,33
600 Kapsul pecah
Universitas Sumatera Utara
88
Lampiran 14. (Lanjutan)
Percobaan 3.
Waktu
(menit)
Berat
kering
(gram)
Berat
basah
(gram)
%
swelling Medium
0 0 0 0
pH 1,2
5 0,18 0,2 11,11
15 0,18 0,21 16,66
30 0,18 0,23 27,77
60 0,18 0,25 38,88
90 0,18 0,25 38,88
120 0,18 0,27 50
150 0,18 0,28 55,55 pH 4,5
180 0,18 0,28 55,55
pH 7,4
210 0,18 0,29 61,11
240 0,18 0,3 66,66
270 0,18 0,3 66,66
300 0,18 0,31 72,22
330 0,18 0,31 72,22
360 0,18 0,32 77,77
390 0,18 0,33 83,33
420 0,18 0,34 88,88
450 0,18 0,35 94,44
480 0,18 0,36 100
510 0,18 0,37 105,55
540 0,18 0,37 105,55
570 0,18 0,38 111,11
600 Kapsul pecah
Universitas Sumatera Utara
89
Lampiran 14. (Lanjutan)
Data rata-rata uji derajar swelling kapsul F8
Waktu
(menit)
% Swelling
Rata-rata Standar Deviasi
I II III
0 0 0 0 0 0 ± 0
5 160 16,66 11,11 62,59 62,59 ± 84,41
15 160 22,22 16,66 66,29 66,29 ± 81,20
30 165 33,33 27,77 75,37 75,37 ± 77,67
60 175 38,88 38,88 84,25 84,25 ± 78,59
90 180 38,88 38.88 85,92 85,92 ± 81,48
120 180 50 50 93,33 93,33 ± 75,06
150 195 55,55 55,55 102,03 102,03 ± 80,51
180 195 55,55 55,55 102,03 102,03 ± 80,51
210 200 55,55 61,11 105,55 105,55 ± 81,84
240 215 66,66 66,66 116,11 116,11 ± 85,64
270 215 72,22 66,66 117,96 117,96 ± 84,09
300 220 83,33 72,22 125,18 125,18 ± 82,30
330 230 88,88 72,22 130,37 130,37 ± 86,69
360 230 94,44 77,77 134,07 134,07 ± 83,49
390 235 94,44 83,33 137,59 137,59 ± 84,54
420 235 105,55 88,88 143,14 143,14 ± 79,99
450 235 111,11 94,44 146,85 146,85 ± 76,79
480 240 111,11 100 150,37 150,37 ± 77,82
510 245 122,22 105,6 157,59 157,59 ± 76,16
540 245 127,77 105,6 159,44 159,44 ± 74,93
570 250 133,33 111,1 164,81 164,81 ± 74,61
Universitas Sumatera Utara
90
Lampiran 15. Contoh Perhitungan Hasil Uji Disolusi
Sebagai contoh pada Formula F7, percobaan disolusi 1 pada menit ke 150
(t150) pada medium cairan usus buatan pH 4,5, cuplikan diambil 5 ml, kemudian
diencerkan ke dalam labu terukur 100 ml, diukur serapannya pada panjang
gelombang 272 nm, diperoleh serapan 0,019 Persamaan regresi yang didapat Y=
0,11770 X + 0,00427
1. Konsentrasi (C)
Y= 0,11770 X + 0,00427
dimana Y= 0,019
0,019 = 0,11770 X + 0,00427
X =
= 0,125 mcg/ ml
2. Jumlah teofilin yang terlarut dalam 100 ml:
= 0,125 mcg/ ml x
= 2,503 mcg/ ml
3. Jumlah teofilin yang terlarut dalam 900 ml:
= 2,503 mcg/ ml x 900 ml
= 2253 mcg
4. Jumlah teofilin yang terlarut dalam aliquot:
= 2,503 mcg/ ml x 5 ml
= 12,515 mcg
Universitas Sumatera Utara
91
Lampiran 15. (Lanjutan)
5. Faktor Penambahan
Faktor penambahan diperolah dari jumlah konsentrasi teofilin dalam 5 ml dan
faktor penambahan pada pengambilan sebelumnya, dalam hal ini 120 menit
(t120).
Faktor penambahan t150 = Konsentrasi dalam 5 ml pada t120 + faktor
penambahan t120
Faktor penambahan t150 = 0,00 + 0,00
= 0
6. Teofilin yang terlepas = 2253 mcg + 0
= 2253 mcg = 2,253 mg
7. Persen Kumulatif
% Kumulatif = ( )
( ) x 100%
Dosis= 250 mg
% Kumulatif =
x 100%
= 0,90%
Perhitungan ini digunakan untuk menghitung jumlah teofilin yang terlepas hingga
720 menit (t720)
Universitas Sumatera Utara
92
Lampiran 16. Data pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
dalam medium pH berganti
Percobaan 1
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam
900 ml
(mcg)
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam 5
ml (mcg)
Total
jumlah
obat
yang
terlarut
Waktu
(menit) Abs
C
(mcg/ml) C*Fp
Faktor
penambahan
%
kumulatif
0 0 0 0 0 0 0 0 0
pH 1,2
5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
150 0,019 0,125 2,503 2253 12,515 0 2253 0,90 pH 4,5
180 0,029 0,099 1,986 1787 9,929 12,515 4052,8 1,62
pH 7,4
210 0,061 0,369 7,385 6646 36,924 22,444 6668,8 2,67
240 0,082 0,546 10,928 9835 54,640 59,368 9894,5 3,96
270 0,108 0,766 15,315 13783 76,573 114,008 13897,2 5,56
300 0,256 2,014 40,285 36257 201,426 190,581 36447,2 14,58
330 0,432 3,499 69,980 62982 349,899 392,007 63373,8 25,35
360 0,772 6,367 127,344 114610 636,722 741,906 115351,8 46,14
390 1,340 11,159 223,177 200859 1115,885 1378,628 202237,9 80,90
420 1,568 13,082 261,645 235481 1308,225 2494,513 237975 95,19
450 1,593 13,293 265,863 239277 1329,315 3802,738 243079,4 97,23
480 1,620 13,521 270,418 243377 1352,092 5132,053 248508,6 99,40
Universitas Sumatera Utara
93
Lampiran 16. (Lanjutan)
Percobaan 2
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam
900 ml
(mcg)
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam 5
ml (mcg)
Total
jumlah
obat
yang
terlarut
Waktu
(menit) Abs
C
(mcg/ml) C*Fp
Faktor
penambahan
%
kumulatif
0 0 0 0 0 0 0 0 0
pH 1,2
5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
150 0,019 0,125 2,503 2253 12,515 0 2253 0,90 pH 4,5
180 0,031 0,116 2,323 2091 11,616 12,515 4356,5 1,74
pH 7,4
210 0,071 0,454 9,072 8165 45,360 24,131 8189,0 3,28
240 0,128 0,934 18,689 16820 93,445 69,491 16889,6 6,76
270 0,187 1,432 28,643 25779 143,217 162,937 25942,1 10,38
300 0,293 2,326 46,528 41875 232,638 306,154 42181,1 16,87
330 0,432 3,499 69,980 62982 349,898 538,793 63520,6 25,41
360 0,772 6,367 127,344 114610 636,721 888,692 115498,6 46,20
390 1,347 11,218 224,358 201922 1121,790 1525,413 203447,6 81,38
420 1,556 12,981 259,620 233658 1298,101 2647,204 236305,5 94,52
450 1,604 13,386 267,719 240947 1338,594 3945,305 244892,3 97,96
480 1,627 13,580 271,599 244440 1357,997 5283,900 249723,4 99,89
Universitas Sumatera Utara
94
Lampiran 16. (Lanjutan)
Percobaan 3.
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam
900 ml
(mcg)
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam 5
ml (mcg)
Total
jumlah
obat
yang
terlarut
Waktu
(menit) Abs
C
(mcg/ml) C*Fp
Faktor
penamba
han
%
kumulatif
0 0 0 0 0 0 0 0 0
pH 1,2
5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
150 0,019 0,125 2,503 2253 12,515 0 2253 0,90 pH 4,5
180 0,031 0,116 2,323 2091 11,62 12,515 4356,5 1,74
pH 7,4
210 0,071 0,454 9,072 8165 45,36 24,131 8189,0 3,28
240 0,128 0,934 18,689 16820 93,45 69,491 16889,6 6,756
270 0,186 1,424 28,474 25627 142,37 162,937 25790,2 10,316
300 0,294 2,335 46,696 42027 233,48 305,311 42332,1 16,933
330 0,432 3,499 69,979 62982 349,90 538,793 63520,6 25,408
360 0,772 6,367 127,344 114610 636,72 888,692 115498,6 46,199
390 1,347 11,218 224,358 201922 1121,79 1525,413 203447,6 81,379
420 1,556 12,981 259,620 233658 1298,10 2647,204 236305,5 94,522
450 1,603 13,378 267,550 240795 1337,75 3945,305 244740,5 97,896
480 1,628 13,588 271,768 244591 1358,84 5283,056 249874,4 99,950
Universitas Sumatera Utara
95
Lampiran 16. (Lanjutan)
Data persen kumulatif rata-rata kapsul formula 7 dalam medium pH berganti
Waktu %
kumulatif I
%
kumulatif
II
%
kumulatif
III
%
kumulatif
rata-rata
Standar Deviasi
Medium
0 0 0 0 0 0 ± 0
5 0 0 0 0 0 ± 0
10 0 0 0 0 0 ± 0 pH 1,2
15 0 0 0 0 0 ± 0
30 0 0 0 0 0 ± 0
60 0 0 0 0 0 ± 0
90 0 0 0 0 0 ± 0
120 0 0 0 0 0 ± 0
150 0,900 0,900 0,900 0,900 0,9 ± 0 pH 4,5
180 1,620 1,740 1,740 1,700 1,70 ± 0,07
210 2,670 3,280 3,280 3,080 3,08 ± 0,35
240 3,960 6,760 6,756 5,830 5,83 ± 1,62
270 5,560 10,38 10,32 8,750 8,75 ± 2,76
300 14,58 16,87 16,93 16,13 16,13 ± 1,34 pH 7,4
330 25,35 25,41 25,41 25,39 25,39 ± 0,03
360 46,14 46,20 46,20 46,18 46,18 ± 0,03
390 80,90 81,38 81,38 81,22 81,22 ± 0,28
420 95,19 94,52 94,52 94,74 94,74 ± 0,39
450 97,23 97,96 97,90 97,70 97,70 ± 0,40
480 99,40 99,89 99,95 99,75 99,75 ± 0,30
Universitas Sumatera Utara
96
Lampiran 17. Data pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
dalam medium pH berganti
Percobaan 1
Konsen-
trasi Teofilin
dalam
900 ml
(mcg)
Konsen-
trasi Teofilin
dalam 5
ml (mcg)
Total
jumlah
obat yang
terlarut
Waktu (menit)
Abs C
(mcg/ml) C*Fp
Faktor penambah
an
% kumulatif
0 0 0 0 0 0 0 0 0
pH 1,2
5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
150 0,010 0,049 0,974 876 4,868 0 876 0,35 pH 4,5
180 0,020 0,023 0,467 421 2,337 4,868 1302 0,52
pH 7,4
210 0,026 0,074 1,480 1332 7,398 7,205 1339 0,54
240 0,030 0,108 2,155 1939 10,773 14,603 1953,7 0,78
270 0,036 0,158 3,167 2850 15,834 25,376 2875,6 1,15
300 0,069 0,437 8,735 7861 43,673 41,21 7902,4 3,16
330 0,129 0,943 18,86 16972 94,289 84,883 17057 6,82
360 0,131 0,960 19,20 17276 95,976 179,17 17455 6,98
390 0,153 1,145 22,91 20616 114,54 275,15 20892 8,36
420 0,162 1,221 24,43 21983 122,13 389,68 22373 8,95
450 0,197 1,517 30,33 27298 151,65 511,81 27809 11,12
480 0,401 3,237 64,75 58275 323,75 663,47 58938 23,58
510 0,730 6,013 120,3 108232 601,29 987,21 109220 43,69
540 1,034 8,577 171,5 154394 857,74 1588,5 155983 62,39
570 1,136 9.438 188,8 169882 943,79 2446,2 172329 68,93
600 1,327 11.05 221 198885 1104,9 3390 202275 80,91
630 1,444 12.04 240,7 216651 1203,6 4495 221146 88,46
660 1,550 12.93 258,6 232747 1293 5698,6 238446 95,38
690 1,598 13.34 266,7 240036 1333,5 6991,6 247028 98,81
720 1,608 13.42 268,4 241554 1342 8325,1 249880 99,95
Universitas Sumatera Utara
97
Lampiran 17. (Lanjutan)
Percobaan 2.
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam
900 ml
(mcg)
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam 5
ml (mcg)
Total
jumlah
obat
yang
terlarut
Waktu
(menit) Abs
C
(mcg/ml) C*Fp
Faktor
penamba
han
%
kumula
tif
0 0 0 0 0 0 0 0 0
pH 1,2 5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
150 0,010 0,049 0,974 876 4,868 0 876 0,35 pH 4,5
180 0,020 0,023 0,467 421 2,337 4,868 1302 0,52
pH 7,4
210 0,027 0,082 1,648 1484 8,242 7,205 1490,8 0,60
240 0,030 0,108 2,155 1939 10,773 15,447 1954,5 0,78
270 0,036 0,158 3,167 2850 15,834 26,220 2876,4 1,15
300 0,070 0,445 8,903 8013 44,517 42,054 8055 3,22
330 0,129 0,943 18,858 16972 94,289 86,571 17058,6 6,82
360 0,131 0,960 19,195 17276 95,976 180,860 17456,5 6,98
390 0,153 1,145 22,907 20616 114,535 276,836 20893,2 8,36
420 0,161 1,213 24,257 21831 121,284 391,371 22222,5 8,89
450 0,197 1,517 30,331 27298 151,653 512,655 27810,3 11,12
480 0,402 3,246 64,918 58426 324,591 664,308 59090,7 23,64
510 0,730 6,013 120,258 108232 601,291 988,899 109221,2 43,69
540 1,034 8,577 171,549 154394 857,744 1590,190 155984,1 62,39
570 1,135 9,429 188,590 169731 942,948 2447,934 172178,5 68,87
600 1,328 11,058 221,152 199037 1105,762 3390,881 202428 80,97
630 1,444 12,036 240,724 216651 1203,619 4496,643 221148,1 88,46
660 1,551 12,939 258,777 232899 1293,884 5700,262 238599,4 95,44
690 1,598 13,335 266,707 240036 1333,533 6994,146 247030,1 98,81
720 1,606 13,403 268,056 241251 1340,282 8327,679 249578,4 99,83
Universitas Sumatera Utara
98
Lampiran 17. (Lanjutan)
Percobaan 3.
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam
900 ml
(mcg)
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam 5
ml (mcg)
Total
jumlah
obat
yang
terlarut
Waktu
(menit) Abs
C
(mcg/ml) C*Fp
Faktor
penamba
han
%
kumulatif
0 0 0 0 0 0 0 0 0
pH 1,2
5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
150 0,010 0,049 0,974 876 4,868 0 876 0,35 pH 4,5
180 0,020 0,023 0,467 421 2,337 4,868 1302 0,52
pH 7,4
210 0,027 0,082 1,648 1484 8,242 7,205 1490,8 0,60
240 0,030 0,108 2,155 1939 10,773 15,447 1954,5 0,78
270 0,036 0,158 3,167 2850 15,834 26,220 2876,4 1,15
300 0,070 0,445 8,903 8013 44,517 42,054 8055 3,22
330 0,129 0,943 18,858 16972 94,289 86,571 17058,6 6,82
360 0,131 0,960 19,195 17276 95,976 180,860 17456,5 6,98
390 0,152 1,137 22,738 20464 113,692 276,836 20741,3 8,30
420 0,161 1,213 24,257 21831 121,284 390,527 22221,6 8,89
450 0,197 1,517 30,331 27298 151,653 511,811 27809,4 11,12
480 0,402 3,246 64,918 58426 324,591 663,465 59089,8 23,64
510 0,730 6,013 120,258 108232 601,291 988,055 109220,4 43,69
540 1,033 8,569 171,380 154242 856,901 1589,346 155831,5 62,33
570 1,135 9,429 188,590 169731 942,948 2446,247 172176,8 68,87
600 1,328 11,058 221,152 199037 1105,762 3389,194 202426,3 80,97
630 1,444 12,036 240,724 216651 1203,619 4494,956 221146,4 88,46
660 1,551 12,939 258,777 232899 1293,884 5698,575 238597,7 95,44
690 1,598 13,335 266,707 240036 1333,533 6992,459 247028,4 98,81
720 1,600 13,352 267,044 240340 1335,220 8325,992 248665,6 99,47
Universitas Sumatera Utara
99
Lampiran 17. (Lanjutan)
Data persen kumulatif rata-rata kapsul formula 8 dalam medium pH berganti
% kumulatif
I
% kumulatif
II
% kumulatif
III
% kumulatif
rata-rata Standar Deviasi Medium
Waktu
(menit)
0 0 0 0 0 0 ± 0
5 0 0 0 0 0 ± 0
10 0 0 0 0 0 ± 0 pH 1,2
15 0 0 0 0 0 ± 0
30 0 0 0 0 0 ± 0
60 0 0 0 0 0 ± 0
90 0 0 0 0 0 ± 0
120 0 0 0 0 0 ± 0
150 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 ± 0 pH 4,5
180 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 ± 0
210 0,54 0,6 0,6 0,58 0,58 ± 0,03
240 0,78 0,78 0,78 0,78 0,78 ± 0
270 1,15 1,15 1,15 1,15 1,15 ± 0
300 3,16 3,22 3,22 3,20 3,20 ± 0,03
330 6,82 6,82 6,82 6,82 3,20 ± 0
360 6,98 6,98 6,98 6,98 6,98 ± 0
390 8,36 8,36 8,3 8,34 8,34 ± 0,03 pH 7,4
420 8,95 8,89 8,89 8,91 8,91 ± 0,03
450 11,12 11,12 11,12 11,12 11,12 ± 0
480 23,58 23,64 23,64 23,62 23,62 ± 0,03
510 43,69 43,69 43,69 43,69 43,69 ± 0
540 62,39 62,39 62,33 62,37 62,37 ± 0,03
570 68,93 68,87 68,87 68,89 68,89 ± 0,03
600 80,91 80,97 80,97 80,95 80,95 ± 0,03
630 88,46 88,46 88,46 88,46 88,46 ± 0
660 95,38 95,44 95,44 95,42 95,42 ± 0,03
690 98,81 98,81 98,81 98,81 98,81 ± 0
720 99,95 99,83 99,47 99,75 99,75 ± 0,25
Universitas Sumatera Utara
100
Lampiran 18. Data Pelepasan Teofilin dari Sediaan Tablet Euphyllin retard
Percobaan 1
Waktu
(menit)
Abs
C
(mcg/ml)
C*Fp
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam
900 ml
(mcg)
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam 5
ml (mcg)
Faktor
penambaha
n
Total
jumlah
obat yang
terlarut
%
kumula
tif
0 0 0 0 0 0 0 0 0
pH 1,2
5 0,044 0,307 6,143 5529 30,716 0 5529 2,21
10 0,067 0,514 10,276 9248 51,379 30,716 9279 3,71
15 0,076 0,595 11,893 10704 59,465 82,095 10786 4,31
30 0,126 1,044 20,877 18789 104,384 141,560 18931 7,57
60 0,204 1,745 34,892 31403 174,459 245,944 31649 12,66
90 0,295 2,562 51,242 46118 256,212 420,402 46539 18,62
120 0,375 3,281 65,617 59055 328,084 676,615 59732 23,89
150 0,023 0,159 3,183 2864 15,913 1004,699 63600,8 25,44 pH 4,5
180 0,024 0,057 1,142 1028 5,711 1020,612 65649,4 26,26
pH 7,4
210 0,452 3,668 73,354 66019 366,771 1026,323 67045,1 26,82
240 0,456 3,701 74,029 66626 370,145 1393,094 68019,2 27,21
270 0,479 3,895 77,910 70119 389,548 1763,239 71881,8 28,75
300 0,529 4,317 86,346 77711 431,728 2152,787 79863,8 31,95
330 0,556 4,545 90,901 81811 454,505 2584,514 84395,4 33,76
360 0,578 4,731 94,613 85152 473,064 3039,019 88190,5 35,28
390 0,596 4,882 97,650 87885 488,249 3512,083 91396,8 36,56
420 0,681 5,600 111,991 100792 559,954 4000,332 104792,1 41,92
450 0,750 6,182 123,633 111269 618,163 4560,286 115829,6 46,33
480 0,844 6,975 139,492 125543 697,461 5178,449 130721,4 52,29
510 0,901 7,455 149,109 134198 745,546 5875,910 140074,2 56,03
540 1,167 9,699 193,989 174590 969,943 6621,456 181211,1 72,48
570 1,283 10,678 213,560 192204 1067,800 7591,398 199795,4 79,92
600 1,299 10,813 216,259 194634 1081,297 8659,198 203292,7 81,32
630 1,315 10,948 218,959 197063 1094,795 9740,496 206803,6 82,72
660 1,331 11,083 221,659 199493 1108,293 10835,291 210328,0 84,13
690 1,347 11,218 224.358 201922 1121,790 11943,583 213865,8 85,55
720 1,363 11,353 227,058 204352 1135,288 13065,373 217417,2 86,97
Universitas Sumatera Utara
101
Lampiran 18. (Lanjutan)
Percobaan 2
Waktu
(menit)
Abs
C
(mcg/ml)
C*Fp
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam
900 ml
(mcg)
Konsentr
asi
Teofilin
dalam 5
ml (mcg)
Faktor
penambaha
n
Total
jumlah
obat
yang
terlarut
%
kumula
tif
0 0 0 0 0 0 0 0 0
pH 1,2
5 0,043 0,298 5,964 5367 29,818 0 5367 2,15
10 0,068 0,523 10,455 9410 52,277 29,818 9440 3,78
15 0,076 0,595 11,893 10704 59,465 82,095 10786 4,31
30 0,125 1,035 20,697 18627 103,486 141,560 18769 7,51
60 0,202 1,727 34,532 31079 172,662 245,045 31324 12,53
90 0,295 2,562 51,242 46118 256,212 417,707 46536 18,61
120 0,377 3,299 65,976 59378 329,881 673,920 60052 24,02
150 0,022 0,151 3,013 2711 15,064 1003,800 63767,7 25,51 pH 4,5
180 0,019 0,015 0,299 269 1,493 1018,864 65055,3 26,02
pH 7,4
210 0,451 3,659 73,185 65867 365,927 1020,357 66887,2 26,75
240 0,456 3,701 74,029 66626 370,145 1386,284 68012,4 27,20
270 0,477 3,879 77,572 69815 387,861 1756,429 71571,3 28,63
300 0,529 4,317 86,346 77711 431,728 2144,290 79855,3 31,94
330 0,556 4,545 90,901 81811 454,505 2576,018 84386,9 33,75
360 0,578 4,731 94,613 85152 473,064 3030,522 88182,0 35,27
390 0,596 4,882 97,650 87885 488,249 3503,586 91388,4 36,56
420 0,681 5,600 111,991 100792 559,954 3991,835 104783,6 41,91
450 0,750 6,182 123,633 111269 618,163 4551,790 115821,1 46,33
480 0,844 6,975 139,492 125543 697,461 5169,952 130712,9 52,29
510 0,901 7,455 149,109 134198 745,546 5867,413 140065,7 56,03
540 1,167 9,699 193,989 174590 969,943 6612,959 181202,6 72,48
570 1,283 10,678 213,560 192204 1067,800 7582,901 199786,9 79,91
600 1,295 10,779 215,585 194026 1077,923 8650,701 202676,9 81,07
630 1,315 10,948 218,959 197063 1094,795 9728,624 206791,7 82,72
660 1,318 10,973 219,465 197519 1097,326 10823,419 208342,1 83,34
690 1,325 11,032 220,646 198582 1103,231 11920,745 210502,3 84,20
720 1,350 11,243 224,864 202378 1124,321 13023,976 215401,7 86,16
Universitas Sumatera Utara
102
Lampiran 18. (Lanjutan)
Percobaan 3
Waktu
(menit)
Abs
C
(mcg/ml)
C*Fp
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam
900 ml
(mcg)
Konsen-
trasi
Teofilin
dalam 5
ml (mcg)
Faktor
penambaha
n
Total
jumlah
obat
yang
terlarut
%
kumula
tif
0 0 0 0 0 0 0 0 0
pH 1,2
5 0,043 0,298 5,964 5367 29,818 0 5367 2,150
10 0,068 0,523 10,455 9410 52,277 29,818 9440 3,780
15 0,076 0,595 11,893 10704 59,465 82,095 10786 4,310
30 0,125 1,035 20,697 18627 103,486 141,560 18769 7,510
60 0,202 1,727 34,532 31079 172,662 245,045 31324 12,53
90 0,295 2,562 51,242 46118 256,212 417,707 46536 18,61
120 0,377 3,299 65,976 59378 329,881 673,920 60052 24,02
150 0,026 0,185 3,692 3323 18,462 1003,800 64379,4 25,75 pH 4,5
180 0,019 0,002 0,035 31.86 0,177 1022,262 65433,5 26,17
pH 7,4
210 0,451 3,659 73,185 65867 365,927 1022,439 66889,3 26,76
240 0,458 3,718 74,366 66930 371,832 1388,367 68318,2 27,33
270 0,477 3,879 77,572 69815 387,861 1760,199 71575,1 28,63
300 0,530 4,326 86,514 77863 432,571 2148,059 80010,9 32,00
330 0,556 4,545 90,901 81811 454,505 2580,631 84391,5 33,76
360 0,578 4,731 94,613 85152 473,064 3035,136 88186,6 35,27
390 0,597 4,891 97,818 88037 489,092 3508,199 91544,8 36,62
420 0,681 5,600 111,991 100792 559,954 3997,292 104789,1 41,92
450 0,76 6,266 125,320 112788 626,599 4557,246 117345.0 46,94
480 0,844 6,975 139,492 125543 697,461 5183,845 130726,8 52,29
510 0,901 7,455 149,109 134198 745,546 5881,306 140079,6 56,03
540 1,166 9,691 193,820 174438 969,099 6626,851 181064,7 72,43
570 1,283 10,678 213,560 192204 1067,800 7595,950 199799,9 79,92
600 1,290 10,737 214,741 193267 1073,705 8663,750 201930,7 80,77
630 1,299 10,813 216,259 194634 1081,297 9737,455 204371,0 81,75
660 1,310 10,906 218,115 196304 1090,577 10818,753 207122,6 82,85
690 1,318 10,973 219,465 197519 1097,326 11909,330 209428,0 83,77
720 1.325 11,032 220,646 198582 1103,231 13006,656 211588,2 84,64
Universitas Sumatera Utara
103
Lampiran 18. (Lanjutan)
Data persen kumulatif rata-rata sediaan tablet Euphyllin retard dalam medium pH
berganti
Waktu
(menit)
% kumulatif
I
% kumulatif
II
% kumulatif
III
% kumulatif
rata-rata
Standar Deviasi
Medium
0 0 0 0 0 0 ± 0
5 2,21 2,15 2,15 2,17 2,17 ± 0,03
10 3,71 3,78 3,78 3,76 3,76 ± 0,04 pH 1,2
15 4,31 4,31 4,31 4,31 4,31 ± 0
30 7,57 7,51 7,51 7,53 7,53 ± 0,03
60 12,66 12,53 12,5 12,57 12,57 ± 0,08
90 18,62 18,61 18,6 18,61 18,61 ± 0,01
120 23,89 24,02 24 23,98 23,98 ± 0,08 pH 4,5
150 25,44 25,51 25,8 25,57 25,57 ± 0,16
180 26,26 26,02 26,2 26,14 26,14 ± 0,12
210 26,82 26,75 26,8 26,78 26,78 ± 0,04
240 27,21 27,2 27,3 27,25 27,25 ± 0,07
270 28,75 28,63 28,6 28,67 28,67 ± 0,07
300 31,95 31,94 32 31,96 31,96 ± 0,03
330 33,76 33,75 33,8 33,76 33,76 ± 0,01
360 35,28 35,27 35,3 35,27 35,27 ± 0,01
390 36,56 36,56 36,6 36,58 36,58 ± 0,03
420 41,92 41,91 41,9 41,92 41,92 ± 0,01 pH 7,4
450 46,33 46,33 46,9 46,53 46,53 ± 0,35
480 52.29 52,29 52,3 52,29 52,29 ± 0
510 56.03 56,03 56 56,03 56,03 ± 0
540 72,48 72,48 72,4 72,46 72,46 ± 0,03
570 79,92 79,91 79,9 79,92 79,92 ± 0,01
600 81,32 81,07 80,8 81,05 81,05 ± 0,28
630 82,72 82,72 81,8 82,40 82,40 ± 0,56
660 84,13 83,34 82,9 83,44 83,44 ± 0,65
690 85,55 84,2 83,8 84,51 84,51 ± 0,93
720 86,97 86,16 84,6 85,92 85,92 ± 1,18
Universitas Sumatera Utara
104
Lampiran 19. Hasil Uji ANOVA Kumulatif Pelepasan
Multiple Comparisons
Tukey HSD
Dependent
Variable (I) Formula (J) Formula
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Menit_5 F7 F8 .00000 .01633 1.000 -.0501 .0501
Euphyllin
retard -2.17000
* .01633 .000 -2.2201 -2.1199
F8 F7 .00000 .01633 1.000 -.0501 .0501
Euphyllin
retard -2.17000
* .01633 .000 -2.2201 -2.1199
Euphyllin
retard
F7 2.17000* .01633 .000 2.1199 2.2201
F8 2.17000* .01633 .000 2.1199 2.2201
Menit_10 F7 F8 .00000 .01905 1.000 -.0585 .0585
Euphyllin
retard -3.75667
* .01905 .000 -3.8151 -3.6982
F8 F7 .00000 .01905 1.000 -.0585 .0585
Euphyllin
retard -3.75667
* .01905 .000 -3.8151 -3.6982
Euphyllin
retard
F7 3.75667* .01905 .000 3.6982 3.8151
F8 3.75667* .01905 .000 3.6982 3.8151
Menit_30 F7 F8 .00000 .01633 1.000 -.0501 .0501
Euphyllin
retard -7.53000
* .01633 .000 -7.5801 -7.4799
F8 F7 .00000 .01633 1.000 -.0501 .0501
Euphyllin
retard -7.53000
* .01633 .000 -7.5801 -7.4799
Euphyllin
retard
F7 7.53000* .01633 .000 7.4799 7.5801
F8 7.53000* .01633 .000 7.4799 7.5801
Menit_60 F7 F8 .00000 .04009 1.000 -.1230 .1230
Euphyllin
retard -12.56333
* .04009 .000 -12.6863 -12.4403
F8 F7 .00000 .04009 1.000 -.1230 .1230
Euphyllin
retard -12.56333
* .04009 .000 -12.6863 -12.4403
Euphyllin
retard
F7 12.56333* .04009 .000 12.4403 12.6863
F8 12.56333* .04009 .000 12.4403 12.6863
Menit_90 F7 F8 .00000 .00471 1.000 -.0145 .0145
Euphyllin
retard -18.61000
* .00471 .000 -18.6245 -18.5955
F8 F7 .00000 .00471 1.000 -.0145 .0145
Euphyllin
retard -18.61000
* .00471 .000 -18.6245 -18.5955
Euphyllin
retard
F7 18.61000* .00471 .000 18.5955 18.6245
F8 18.61000* .00471 .000 18.5955 18.6245
Menit_120 F7 F8 .00000 .03300 1.000 -.1012 .1012
Universitas Sumatera Utara
105
Euphyllin
retard -23.97000
* .03300 .000 -24.0712 -23.8688
F8 F7 .00000 .03300 1.000 -.1012 .1012
Euphyllin
retard -23.97000
* .03300 .000 -24.0712 -23.8688
Euphyllin
retard
F7 23.97000* .03300 .000 23.8688 24.0712
F8 23.97000* .03300 .000 23.8688 24.0712
Menit_150 F7 F8 .55000* .08998 .002 .2739 .8261
Euphyllin
retard -24.68333
* .08998 .000 -24.9594 -24.4073
F8 F7 -.55000* .08998 .002 -.8261 -.2739
Euphyllin
retard -25.23333
* .08998 .000 -25.5094 -24.9573
Euphyllin
retard
F7 24.68333* .08998 .000 24.4073 24.9594
F8 25.23333* .08998 .000 24.9573 25.5094
Menit_180 F7 F8 1.18000* .06733 .000 .9734 1.3866
Euphyllin
retard -24.46000
* .06733 .000 -24.6666 -24.2534
F8 F7 -1.18000* .06733 .000 -1.3866 -.9734
Euphyllin
retard -25.64000
* .06733 .000 -25.8466 -25.4334
Euphyllin
retard
F7 24.46000* .06733 .000 24.2534 24.6666
F8 25.64000* .06733 .000 25.4334 25.8466
Menit_210 F7 F8 2.49667* .16769 .000 1.9822 3.0112
Euphyllin
retard -23.71333
* .16769 .000 -24.2278 -23.1988
F8 F7 -2.49667* .16769 .000 -3.0112 -1.9822
Euphyllin
retard -26.21000
* .16769 .000 -26.7245 -25.6955
Euphyllin
retard
F7 23.71333* .16769 .000 23.1988 24.2278
F8 26.21000* .16769 .000 25.6955 26.7245
Menit_240 F7 F8 5.04533* .76196 .001 2.7074 7.3832
Euphyllin
retard -21.41133
* .76196 .000 -23.7492 -19.0734
F8 F7 -5.04533* .76196 .001 -7.3832 -2.7074
Euphyllin
retard -26.45667
* .76196 .000 -28.7946 -24.1188
Euphyllin
retard
F7 21.41133* .76196 .000 19.0734 23.7492
F8 26.45667* .76196 .000 24.1188 28.7946
Menit_270 F7 F8 7.60333
*
1.3042
9 .003 3.6014 11.6052
Euphyllin
retard -19.90667
*
1.3042
9 .000 -23.9086 -15.9048
F8 F7 -7.60333
*
1.3042
9 .003 -11.6052 -3.6014
Euphyllin
retard -27.51000
*
1.3042
9 .000 -31.5119 -23.5081
Euphyllin
retard
F7 19.90667
*
1.3042
9 .000 15.9048 23.9086
Universitas Sumatera Utara
106
F8 27.51000
*
1.3042
9 .000 23.5081 31.5119
Menit_300 F7 F8 12.92667* .63198 .000 10.9876 14.8657
Euphyllin
retard -15.83667
* .63198 .000 -17.7757 -13.8976
F8 F7 -12.92667* .63198 .000 -14.8657 -10.9876
Euphyllin
retard -28.76333
* .63198 .000 -30.7024 -26.8243
Euphyllin
retard
F7 15.83667* .63198 .000 13.8976 17.7757
F8 28.76333* .63198 .000 26.8243 30.7024
Menit_330 F7 F8 18.57000* .02055 .000 18.5070 18.6330
Euphyllin
retard -8.38000
* .02055 .000 -8.4430 -8.3170
F8 F7 -18.57000* .02055 .000 -18.6330 -18.5070
Euphyllin
retard -26.95000
* .02055 .000 -27.0130 -26.8870
Euphyllin
retard
F7 8.38000* .02055 .000 8.3170 8.4430
F8 26.95000* .02055 .000 26.8870 27.0130
Menit_360 F7 F8 39.20000* .01785 .000 39.1452 39.2548
Euphyllin
retard 10.89667
* .01785 .000 10.8419 10.9514
F8 F7 -39.20000* .01785 .000 -39.2548 -39.1452
Euphyllin
retard -28.30333
* .01785 .000 -28.3581 -28.2486
Euphyllin
retard
F7 -10.89667* .01785 .000 -10.9514 -10.8419
F8 28.30333* .01785 .000 28.2486 28.3581
Menit_390 F7 F8 72.88000* .13211 .000 72.4747 73.2853
Euphyllin
retard 44.64667
* .13211 .000 44.2413 45.0520
F8 F7 -72.88000* .13211 .000 -73.2853 -72.4747
Euphyllin
retard -28.23333
* .13211 .000 -28.6387 -27.8280
Euphyllin
retard
F7 -44.64667* .13211 .000 -45.0520 -44.2413
F8 28.23333* .13211 .000 27.8280 28.6387
Menit_420 F7 F8 85.83333* .18314 .000 85.2714 86.3953
Euphyllin
retard 52.83333
* .18314 .000 52.2714 53.3953
F8 F7 -85.83333* .18314 .000 -86.3953 -85.2714
Euphyllin
retard -33.00000
* .18314 .000 -33.5619 -32.4381
Euphyllin
retard
F7 -52.83333* .18314 .000 -53.3953 -52.2714
F8 33.00000* .18314 .000 32.4381 33.5619
Menit_450 F7 F8 86.57667* .24610 .000 85.8216 87.3318
Euphyllin
retard 51.17667
* .24610 .000 50.4216 51.9318
F8 F7 -86.57667* .24610 .000 -87.3318 -85.8216
Euphyllin
retard -35.40000
* .24610 .000 -36.1551 -34.6449
Euphyllin
retard
F7 -51.17667* .24610 .000 -51.9318 -50.4216
F8 35.40000* .24610 .000 34.6449 36.1551
Universitas Sumatera Utara
107
Menit_480 F7 F8 76.12667* .14319 .000 75.6873 76.5660
Euphyllin
retard 47.45333
* .14319 .000 47.0140 47.8927
F8 F7 -76.12667* .14319 .000 -76.5660 -75.6873
Euphyllin
retard -28.67333
* .14319 .000 -29.1127 -28.2340
Euphyllin
retard
F7 -47.45333* .14319 .000 -47.8927 -47.0140
F8 28.67333* .14319 .000 28.2340 29.1127
Menit_510 F7 F8 -43.69000* .00816 .000 -43.7151 -43.6649
Euphyllin
retard -56.02000
* .00816 .000 -56.0451 -55.9949
F8 F7 43.69000* .00816 .000 43.6649 43.7151
Euphyllin
retard -12.33000
* .00816 .000 -12.3551 -12.3049
Euphyllin
retard
F7 56.02000* .00816 .000 55.9949 56.0451
F8 12.33000* .00816 .000 12.3049 12.3551
Menit_540 F7 F8 -62.37000* .02722 .000 -62.4535 -62.2865
Euphyllin
retard -72.45333
* .02722 .000 -72.5368 -72.3698
F8 F7 62.37000* .02722 .000 62.2865 62.4535
Euphyllin
retard -10.08333
* .02722 .000 -10.1668 -9.9998
Euphyllin
retard
F7 72.45333* .02722 .000 72.3698 72.5368
F8 10.08333* .02722 .000 9.9998 10.1668
Menit_570 F7 F8 -68.89000* .01700 .000 -68.9422 -68.8378
Euphyllin
retard -79.91000
* .01700 .000 -79.9622 -79.8578
F8 F7 68.89000* .01700 .000 68.8378 68.9422
Euphyllin
retard -11.02000
* .01700 .000 -11.0722 -10.9678
Euphyllin
retard
F7 79.91000* .01700 .000 79.8578 79.9622
F8 11.02000* .01700 .000 10.9678 11.0722
Menit_600 F7 F8 -80.95000* .12368 .000 -81.3295 -80.5705
Euphyllin
retard -81.06333
* .12368 .000 -81.4428 -80.6839
F8 F7 80.95000* .12368 .000 80.5705 81.3295
Euphyllin
retard -.11333 .12368 .651 -.4928 .2661
Euphyllin
retard
F7 81.06333* .12368 .000 80.6839 81.4428
F8 .11333 .12368 .651 -.2661 .4928
Menit_630 F7 F8 -88.46000* .25039 .000 -89.2283 -87.6917
Euphyllin
retard -82.41333
* .25039 .000 -83.1816 -81.6451
F8 F7 88.46000* .25039 .000 87.6917 89.2283
Euphyllin
retard 6.04667
* .25039 .000 5.2784 6.8149
Euphyllin
retard
F7 82.41333* .25039 .000 81.6451 83.1816
F8 -6.04667* .25039 .000 -6.8149 -5.2784
Mneit_660 F7 F8 -95.42000* .29425 .000 -96.3229 -94.5171
Universitas Sumatera Utara
108
Euphyllin
retard -83.45667
* .29425 .000 -84.3595 -82.5538
F8 F7 95.42000* .29425 .000 94.5171 96.3229
Euphyllin
retard 11.96333
* .29425 .000 11.0605 12.8662
Euphyllin
retard
F7 83.45667* .29425 .000 82.5538 84.3595
F8 -11.96333* .29425 .000 -12.8662 -11.0605
Menit_690 F7 F8 -98.81000
* .43226 .000
-
100.1363 -97.4837
Euphyllin
retard -84.51667
* .43226 .000 -85.8430 -83.1904
F8 F7 98.81000* .43226 .000 97.4837 100.1363
Euphyllin
retard 14.29333
* .43226 .000 12.9670 15.6196
Euphyllin
retard
F7 84.51667* .43226 .000 83.1904 85.8430
F8 -14.29333* .43226 .000 -15.6196 -12.9670
Menit_720 F7 F8 -99.75000
* .57994 .000
-
101.5294 -97.9706
Euphyllin
retard -85.91000
* .57994 .000 -87.6894 -84.1306
F8 F7 99.75000* .57994 .000 97.9706 101.5294
Euphyllin
retard 13.84000
* .57994 .000 12.0606 15.6194
Euphyllin
retard
F7 85.91000* .57994 .000 84.1306 87.6894
F8 -13.84000* .57994 .000 -15.6194 -12.0606
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Universitas Sumatera Utara