BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada studi
mengenai batuan dan kondisi pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi,
berkaitan dengan tiga tipe batuan: beku,metamorf, dan sedimen. Kata
petrologi itu sendiri berasal dari kata Bahasa Yunani petra, yang berarti
"batu".
Petrologi batuan beku berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan
beku (batuan seperti granit atau basalt yang telah mengkristal dari batu
lebur atau magma). Batuan beku mencakup
batuan volkanik dan plutonik.
Petrologi batuan sedimen berfokus pada komposisi dan tekstur dari
batuan sedimen (batuan seperti batu pasir atau batu gamping yang
mengandung partikel-partikel sedimen terikat dengan matrik atau
material lebih halus).
Petrologi batuan metamorf berfokus pada komposisi dan tekstur dari
batuan metamorf (batuan seperti batu sabak atau batu marmer yang
bermula dari batuan sedimen atau beku tetapi telah melalui perubahan
kimia, mineralogi atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrem dari
tekanan, suhu, atau keduanya.
Pada Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang,
petrologi merupakan mata kuliah wajib yang harus diambil oleh setiap
mahasiswa, dan setiap mahasiswa diwajibkan membuat sebuah tugas besar
untuk mencari dan mendeskripsikan batuan beku, batuan sedimen, dan batuan
metamorf di daerah Sumatera Barat untuk dipersentasekan di kampus sebagai
bahan pembelajaran bagi mahasiswa bersangkutan.
| 1
1.2 Tujuan
Tujuan dari tugas besar ini adalah:
1. Mahasiswa mengetahui jenis bebatuan di daerah sekitar atau di provinsi
Sumatera Barat.
2. Mahasiswa mempraktekan teori yang didapatkan dikelas mengenai
deskripisi bebatuan dan langsung mempraktekan mendeskripsikan
bebatuan yang ditemui.
3. Sebagai tugas besar mata kuliah petrologi di jurusan teknik pertambangan,
fakultas teknik, universitas negeri padang.
1.3 Manfaat
Manfaat dari tugas besar ini adalah :
1. Mahasiswa bisa mendeskripsikan mana yang batuan beku, batuan
sedimen, dan batuan metamorf.
2. Mahasiswa bisa membedakan antara batuan beku, batuan sedimen, dan
batuan metamorf.
3. Mahasiswa mengetahui jenis – jenis bebatuan di daerah sekitar tempat
tinggal atau di provinsi Sumatera Barat.
| 2
BAB II
TEORI DASAR
1.4 Batuan Beku
Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari proses pendinginan
magma gunung berapi yang mengeras dengan atau tanpa proses kritalisasi
yang berada bawah permukaan bumi yang disebut sebagai batuan instrusif
ataupun di atas permukaan bumi disebut sebagai batuan ekstrutif. igneus
(dibaca ignis) adalah bahasa latin dari batuan beku yang berati api.
Batuan beku instrusif (biasa disebut instrusi atau plutonik) adalah batuan
beku yang berubah menjadi kristal dari sebuah lelehan magma dibawah
permukaan Bumi. Magma yang membeku di bawah tanah sebelum mereka
mencapai permukaan bumi disebut dengan nama pluton. Nama Pluto diambil
dari nama Dewa Romawi dunia bawah tanah.
Sedangkan batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang terjadi pada
proses keluarnya magma ke permukaan bumi kemudian menjadi lava atau
meledak secara dahsyat di atmosfer dan jatuh kembali ke bumi sebagai
batuan.
| 3
Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang
sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan
dapat terjadi karena salah satu dari proses-proses berikut ini : penurunan
tekanan, kenaikan temperatur, atau perubahan komposisi.
Terdapat 700 lebih tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, dan
sebagian besar batuan beku tersebut terbentuk di bawah permukaan kerak
bumi.
Beberapa ahli geologis seperti Turner dan Verhoogen tahun 1960, F.F
Groun Tahun 1947,Takeda Tahun 1970, mendefenisikan magma sebagai
cairan silikat kental pijar yang terbentuk secara alami, memiliki temperatur
yang sangat tinggi yaitu antara 1.500 sampai dengan 2.500 derajat celcius
serta memiliki sifat yang dapat bergerak dan terletak di kerak bumi bagian
bawah. Dalam magma teredapat bahan-bahan yang terlarut di dalamnya yang
bersifat volatile / gas (antara lain air, co2, chlorine, fluorine, iro, sulphur dan
bahan lainnya) yang magma dapat bergerak, dan non-volatile / non gas yang
merupakan pembentuk mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku.
Dalam perjalanan menuju bumi magma mengalami penurunan suhu, sehingga
mineral-mineral pun akan terbentuk. Peristiwa ini disebut dengan peristiwa
penghabluran.
A. STRUKTUR BATUAN BEKU
Sebagian besar struktur batuan beku hanya dapat dilihat di
lapangan saja, berikut dibawah beberapa struktur batuan beku.
| 4
Pillow lava atau lava bantal
yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut,
membentuk struktur seperti bantal.
Skoria
yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-
lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi
oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau
karbonat.
Xenolitis
yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan
batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan
struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar
(joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya:
columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).
| 5
Joint struktur
merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang
tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur
yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment
sample), yaitu:
Masif
yaitu jika tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan
adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
Vesikuler
yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh
keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang
tersebut menunjukkan arah yang teratur.
B. KOMPOSISI MINERAL PADA BATUAN BEKU
Cara menentukan kandungan mineral pada batuan beku, dapat
dilakukan dengan menggunakan indeks warna dari batuan kristal.
Berdasarkan warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu mineral Felsik dan Mineral Mafik.
Mineral felsik, merupakan mineral yang berwarna terang, terutama
terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
Mineral mafik, merupakan mineral yang berwarna gelap, terutama
biotit, piroksen, amphibol dan olivin.
Berdasarkan cara terjadinya, kadungan SiO2 dan indeks warna
batuan beku dapat diklasifikan. Sehingga dapat ditentukan nama batuan
yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama.
Menurut Rosenbusch (1877-1976) Klasifikasi batuan beku berdasarkan
cara terjadinya dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
| 6
Effusive rock, merupakan batuan beku yang terbentuk di
permukaan.
Dike rock, merupakan batuan beku yang terbentuk dekat
permukaan.
Deep seated rock, merupakan batuan beku yang jauh di dalam
bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik,
sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.
Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes,
1962), antara lain :
Batuan beku asam, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 lebih
dari 66%. Contohnya adalah riolit.
Batuan beku intermediate, batuan beku yang memiliki kandungan
SiO2 antara 52% – 66%. Contohnya adalah dasit.
Batuan beku basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara
45% – 52%. Contohnya adalah andesit.
Batuan beku ultra basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2
kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt.
Klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna menurut S.J. Shand,
1943, antara lain :
Batuan beku Leucoctaris rock, jika mengandung kurang dari 30%
mineral mafik.
Batuan beku Mesococtik rock, jika mengandung 30% – 60%
mineral mafik.
Batuan beku Melanocractik rock, jika mengandung lebih dari 60%
mineral mafik.
Sedangkan klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna
menurut S.J. Ellis (1948) antara lain sebagai berikut :
o Batuan beku Holofelsic, batuan beku dengan indeks warna
kurang dari 10%.
| 7
o Batuan beku Felsic, batuan beku dengan indeks warna 10%
sampai 40%.
o Batuan beku Mafelsic, batuan beku dengan indeks warna
40% sampai 70%.
o Batuan Beku Mafik, batuan beku dengan indeks warna
lebih dari 70%.
C. TEKSTUR PADA BATUAN BEKU
Tekstur batuan beku secara umum ditentukan oleh tiga hal
utama, yaitu kritalinitas, Granularitas dan Bentuk Kristal. Mari kita bahas
ketiga hal penting tersebut satu persatu.
1. Kristalinitas
Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu
batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas
dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak
yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu
juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila
magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya
kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka
kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung
dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf. Dalam
pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
Holokristalin, Holokristalin adalah batuan beku dimana
semuanya tersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah
karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang
telah membeku di dekat permukaan.
Hipokristalin, Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan
terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa
kristal.
Holohialin, Holohialin adalah batuan beku yang semuanya
tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak
| 8
terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai
fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
2. Granularitas
Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada
batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran
butir, yaitu:
a. Fanerik atau fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan
ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan
kasat mata. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan
menjadi:
Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari
1 mm.
Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara
1 – 5 mm.
Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 –
30 mm.
Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter
butir lebih dari 30 mm.
b. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak bisa
dibedakan dengan kasat mata sehingga diperlukan bantuan
mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh
kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis
dibedakan menjadi tiga yaitu :
Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku
bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran
butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku
terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan
mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002
mm.
| 9
Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun
oleh gelas.
c. Bentuk Kristal
Bentuk kristal merupakan sifat dari suatu kristal dalam
batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau
dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
Euhedral, jika batas dari mineral adalah bentuk asli dari
bidang kristal.
Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah
tidak terlihat lagi.
Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang
kristal asli.
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk
kristal, yaitu:
Equidimensional, jika bentuk kristal ketiga dimensinya
sama panjang.
Tabular, jika bentuk kristal dua dimensi lebih panjang
dari satu dimensi yang lain.
Prismitik, jika bentuk kristal satu dimensi lebih panjang
dari dua dimensi yang lain.
Irregular, jika bentuk kristal tidak teratur.
d. Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi diartikan
sebagai hubungan antara kristal atau mineral yang satu dengan
yang lain dalam suatu batuan. hubungan antar kritak dapat
dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :
Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya
yang membentuk batuan berukuran sama besar.
Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka
equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
| 10
Panidiomorfik granular, yaitu jika sebagian
besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-
mineral yang euhedral.
Hipidiomorfik granular, yaitu jika sebagian
besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-
mineral yang subhedral.
Allotriomorfik granular, yaitu jika sebagian
besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-
mineral yang anhedral.
Inequigranular, yaitu jika ukuran butir kristalnya
sebagai pembentuk batuan tidak sama besar.
Mineral yang besar disebut fenokris dan yang
lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa
berupa mineral atau gelas.
1.5 Batuan Sedimen
A. PENGERTIAN BATUAN SEDIMEN
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil
pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Menurut ( Pettijohn, 1975 )
batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil
perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia
maupun organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada permukaan
bumi yang kemudian mengalami pembatuan. Menurut Tucker (1991), 70
% batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu
hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen
tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis.
Volume batuan sedimen dan termasuk batuan metasedimen hanya
mengandung 5% yang diketahui di litosfera dengan ketebalan 10 mil di
luar tepian benua, dimana batuan beku metabeku mengandung 95%.
Sementara itu, kenampakan di permukaan bumi, batuan-batuan sedimen
menempati luas bumi sebesar 75%, sedangkan singkapa dari batuan beku
sebesar 25% saja. Batuan sedimen dimulai dari lapisan yang tipis sekali
| 11
sampai yang tebal sekali. Ketebalan batuan sedimen antara 0 sampai 13
kilometer, hanya 2,2 kilometer ketebalan yang tersingkap dibagian benua.
Bentuk yang besar lainnya tidak terlihat, setiap singkapan memiliki
ketebalan yang berbeda dan singkapan umum yang terlihat ketebalannya
hanya 1,8 kilometer. Di dasar lautan dipenuhim oleh sedimen dari pantai
ke pantai. Ketebalan dari lapisan itu selalu tidak pasti karena setiap saat
selalu bertambah ketebalannya. Ketebalan yang dimiliki bervariasi dari
yang lebih tipis dari 0,2 kilometer sampai lebih dari 3 kilometer,
sedangkan ketebalan rata-rata sekitar 1 kilometer (Endarto, 2005 ).
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas
dengan ketebalan antara beberapa centimetersampai beberapa kilometer.
Juga ukuran butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa
proses yang penting lagi yang termasuk kedalam batuan sedimen.
Disbanding dengan batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan
tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya 5% dari seluruh
batuan-batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5% ini,batu
lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kira-kira 80%
(Pettijohn, 1975).
Sedimen tidak hanya bersumber dari darat saja tetapi dapat juga
dari yang terakumulasi di tepi-tepi cekungan yang melengser kebawah
akibat gaya gravitasi. Meskipun secara teoritis dibawah permukaan air
tidak terjadi erosi, namun masih ada energy air, gelombang dan arus
bawah permukaan yang mengikis terumbu-terumbu karang di laut dan
hasil kikisannya terendapkan di sekitarnya. Material sedimen dapat berupa
:
1. Fragmen dan mineral-mineral dari batuan yang sudah ada.
Misalnya kerikil di sungai, pasir di pantai dan lumpur di laut atau
di danau.
2. Material organik, seperti terumbu koral di laut, sisa-sisa cangkang
organism air dan vegetasi di rawa-rawa.
3. Hasil penguapan dan proses kimia seperti garam di danau payau
dankalsim karbonat di laut dangkal.
| 12
B. PROSES SEDIMENTASI
Batuan yang berasal dari hasil rombakan berbagai jenis batuan
adalah batuan sedimen. Batuan sedimen ini terbentuk dengan proses
pertama tentunya adalah pecahnya atau terabrasinya batuan sumber yang
kemudian hasil pecahannya tertransportasi dan mengendap di suatu area
tertentu. Proses-proses tersebut telah lazim disebut sebagai proses-proses
sedimentasi. Proses sedimentasi pada batuan sedimen klastik terdiri dari 2
proses, yakni proses sedimentasi secara mekanik dan proses sedimentasi
secara kimiawi.
1. Proses sedimentasi mekanik
Proses sedimentasi secara mekanik merupakan proses dimana
butir-butir sedimen tertransportasi hingga diendapkan di suatu
tempat. Proses ini dipengaruhi oleh banyak hal dari luar.
Transportasi butir-butir sedimen dapat dipengaruhi oleh air,
gravitasi, angin, dan es. Dalam cairan, terdapat dua macam aliran,
yakni laminar (yang tidak menghasilkan transportasi butir-butir
sedimen) dan turbulent (yang menghasilkan transportasi dan
pengendapan butir-butir sedimen). Arus turbulen ini membuat
partikel atau butiran-butiran sedimen mengendap secara suspensi,
sehingga butiran-butiran yang diendapkan merupakan butiran
sedimen berbutir halus (pasir hingga lempung). Proses sedimentasi
yang dipengaruhi oleh gravitasi dibagi menjadi 4, yakni yang
dipengaruhi oleh arus turbidit, grain flows, aliran sedimen cair, dan
debris flows.
a. Arus turbiditi dipengaruhi oleh aliran air dan juga gravitasi.
Ciri utama pengendpan oleh arus ini adalah butiran lebih
kasar akan berada di bagian bawah pengendapan dan
semakin halus ke bagian atas pengendapan.
b. Grain flows biasanya terjadi saat sedimen yang memiliki
kemas dan sorting yang sangat baik jatuh pada slope di
| 13
bawah gravitasi. Biasanya sedimennya membentuk reverse
grading.
c. Liquified sediment flows merupakan hasil dari proses
liquefaction.
d. Debris flows, volume sedimen melebihi volume ar, dan
menyebabka aliran dengan viskositas tinggi. Dengan sedikit
turbulens, sorting dari partikel mengecil dan akhirnya
menghasilkan endapan dengan sorting buruk.
2. Proses sedimentasi kimiawi
Proses sedimentasi secara kimiawi terjadi saat pori-pori
yang berisi fluida menembus atau mengisi pori-pori batuan. Hal ini
juga berhubungan dnegan reaksi mineral pada batuan tersebut
terhadap cairan yang masuk tersebut. Berikut ini merupakan
beberapa proses kimiawi dari diagenesis batuan sedimen klastik:
a. Dissolution (pelarutan), mineral melarut dan membentuk
porositas sekunder.
b. Cementation (sementasi), pengendpan mineral yang
merupakan semen dari batuan, semen tersebut diendapkan
pada saat proses primer maupun sekunder.
c. Authigenesis, munulnya mineral baru yang tumbuh pada
pori-pori batuan
d. Recrystallization, perubahan struktur kristal, namun
kompsisi mineralnya tetap sama. Mineral yang biasa
terkristalisasi adalah kalsit.
e. Replacement, melarutnya satu mineral yang kemudian
terdapat mineral lain yang terbentuk dan menggantikan
mineral tersebut
f. Compaction (kompaksi)
g. Bioturbation (bioturbasi), proses sedimentasi oleh hewan
(makhluk hidup)
| 14
Dalam proses sedimentasi itu sendiri terdapat yang disebut dengan
diagenesis. Diagenesis memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Eoldiagenesis
Tahap ini merupakan tahap awal dari pengendapan
sedimen. Dimana terjadi pembebanan, yang menyebabkan
adanya kompaksi pada tiap lapisan sedimennya. Pada tahap
ini proses kompaksi mendominasi
b. Mesodiagenesis = earlydiagenesis
c. Latelydiagenesis
Tahap mesogenesis ini terjadi setelah melewati tahap
eoldiagenesis. Pada tahap ini, kompaksi yang sangat kuat
disertai dnegan proses burial, menyebabkan kenaikan suhu
dan tekanan yang memicu terjadinya dissolution. Pada
tahap ini proses yang mendominasi adalah proses
dissolution (pelarutan). Sampai dengan proses ini,
dikategorikan sebagai earlydiagenesis. Apabila setelah
proses pelarutan, masih terjadi burial, maka akan terjadi
sementasi di sekitar butiran-butiran sedimen. (inilah yang
disebut dnegan latelydigenesis). Apabila kompaksi terus
berlanjut, hingga pada suhu 150 derajat celcius. Proses
diagenesis akan berhenti dan digantikan menjadi proses
metamorfisme.
d. Telodiagenesis
Sedangkan jika setelah tahapan mesodiagenesis terjadi
pengangkatan, dalam proses pengangkatan ini, keberadaan
berbagai jenis air (air meteorik, air tanah, dll)
mempengaruhi susunan komposisi kimia batuan, sehingga
memungkinkan terjadinya authigenesis (pengisian mineral
baru).
C. MACAM-MACAM BATUAN SEDIMEN
1. Batuan Sedimen Klastik
| 15
Batuan sedimen klastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk
dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Batuan
asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan sedimen itu sendiri.
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua
golongan besar dan pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya.
Cara terbentuknya batuan tersebut berdasarkan proses pengendapan
baik yang terbentuk dilingkungan darat maupun dilingkungan laut.
Batuan yang ukurannya besar seperti breksi dapat terjadi pengendapan
langsung dari ledakan gunungapi dan di endapkan disekitar gunung
tersebut dan dapat juga diendapkan dilingkungan sungai dan batuan
batupasir bisa terjadi dilingkungan laut, sungai dan danau. Semua
batuan diatas tersebut termasuk ke dalam golongan detritus kasar.
Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari batuan lanau, serpih
dan batua lempung dan napal. Batuan yang termasuk golongan ini pada
umumnya di endapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai laut
dalam.
Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis
maupun secara kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju
suatu cekungan pengendapan. Setelah pengendapan berlangsung
sedimen mengalami diagenesa yakni, prosess- proses yang berlangsung
pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah
litifikasi. Contohnya; Breksi, Konglomerat, Standsstone (batu pasir),
dan lain-lain.
Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus
atau pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku,
metamorf dan sedimen itu sendiri. (Pettjohn, 1975). Batuan sedimen
diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua golongan besar
dan pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara
terbentuknya batuan tersebut berdasarkan proses pengendapan baik
yang terbentuk dilingkungan darat maupun dilingkungan laut. Batuan
yang ukurannya besar seperti breksi dapat terjadi pengendapan
langsung dari ledakan gunungapi dan di endapkan disekitar gunung
| 16
tersebut dan dapat juga diendapkan dilingkungan sungai dan batuan
batu pasir bisa terjadi dilingkungan laut, sungai dan danau. Semua
batuan diatas tersebut termasuk ke dalam golongan detritus kasar.
Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari batuan lanau, serpih
dan batua lempung dan napal. Batuan yang termasuk golongan ini pada
umumnya di endapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai laut
dalam (Pettjohn, 1975). Fragmentasi batuan asal tersebut dimulaiu darin
pelapukan mekanis maupun secara kimiawi, kemudian tererosi dan
tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan (Pettjohn, 1975).
Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa
yakni, proses proses-proses yang berlangsung pada temperatur rendah
di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi. Hal ini
merupakan proses yang mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras
( Pettjohn, 1975).
Proses diagenesa antara lain :
a. Kompaksi Sedimen
Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat
tekanan dariberat beban di atasnya. Disini volume sedimen
berkurang dan hubungan antar butir yang satu dengan yang lain
menjadi rapat.
b. Sementasi
Yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan
secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen dengan yang lain.
Sementasi makin efektif bila derajat kelurusan larutan pada ruang
butir makin besar.
c. Rekristalisasi
Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia
yang berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atu
sebelumnya. Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukan
batuan karbonat.
d. Autigenesis
| 17
Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga
adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dlam suatu
sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui sebagai berikut
: karbonat, silica, klorita, gypsum dan lain-lain.
e. Metasomatisme
Yaitu pergantian material sedimen oleh berbagai mineral autigenik,
tanpa pengurangan volume asal.
2. Batuan Sedimen Non-Klastik
Batuan sedimen Non-Klastik merupakan batuan sedimen yang
terbentuk sebagai hasil penguapan suatu larutan, atau pengendapan
material di tempat itu juga (insitu). Proses pembentukan batuan
sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan
kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara kimia, endapan
terbentuk sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 ® CaCO3.
Secara organik adalah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang
atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang
laut (karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya
kayu-kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.
Contohnya; Limestone (batu gamping), Coal (batu bara), dan lain-lain.
Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa
juga dari kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah
kristalisasi langsung atau reaksi organik (Pettjohn, 1975). Menurut R.P.
Koesoemadinata, 1981 batuan sedimen dibedakan menjadi enam
golongan yaitu :
a. Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk
dalam golongan ini antara lain adalah breksi, konglomerat dan
batupasir. Lingkungan tempat pengendapan batuan ini di lingkungan
sungai dan danau atau laut.
b. Golongan Detritus Halus
| 18
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di
lingkungan laut dangkal sampai laut dalam. Yang termasuk kedalam
golongan ini adalah batu lanau, serpih, batu lempung dan Nepal.
c. Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan
cangkang moluska, algae dan foraminifera. Atau oleh proses
pengendapan yang merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk
lebih dahulu dan di endpkan disuatu tempat. Proses pertama biasa
terjadi di lingkungan laut litoras sampai neritik, sedangkan proses
kedua di endapkan pada lingkungan laut neritik sampai bahtial. Jenis
batuan karbonat ini banyak sekali macamnya tergantung pada
material penyusunnya.
d. Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik
dan kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan
ini rijang (chert), radiolarian dan tanah diatom. Batuan golongan ini
tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali.
e. Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki
larutan kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk
di lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat
memungkinkan terjadi pengayaan unsure-unsur tertentu. Dan faktor
yang penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk
suatu endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk
kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.
f. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari
tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan
cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebsl di atasnya sehingga
tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan
terbentuknya batubara adalah khusus sekali, ia harus memiliki
| 19
banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati tertumpuk
menjadi satu di tempat tersebut.
D. KEKOMPAKAN
Proses pemadatan dan pengompakan, dari bahan lepas (endapan)
hingga menjadi batuan sedimen disebut diagenesa. Proses diagenesa itu
dapat terjadi pada suhu dan tekanan atmosferik sampai dengan suhu 300oC
dan tekanan 1 – 2 kilobar, berlangsung mulai sedimen mengalami
penguburan, hingga terangkat dan tersingkap kembali di permukaan.
Berdasarkan hal tersebut, ada 3 macam diagenesa, yaitu :
1. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di bawah muka
air.
2. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen mengalami
penguburan semakin dalam.
3. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat batuan sedimen
tersingkap kembali di permukaan oleh karena pengangkatan dan erosi.
Dengan adanya berbagai macam diagenesa maka derajat
kekompakan batuan sedimen juga sangat bervariasi, yakni :
Bahan lepas (loose materials, masih berupa endapan atau
sedimen)
Padu (indurated), pada tingkat ini konsolidasi material terjadi
pada kondisi kering, tetapi akan terurai bila dimasukkan ke
dalam air.
Agak kompak (padat), pada tingkat ini masih ada
butiran/fragmen yang dapat dilepas dengan tangan atau kuku.
Kompak (keras), butiran tidak dapat dilepas dengan
tangan/kuku.
Sangat kompak (sangat keras, biasanya sudah mengalami
rekristalisasi).
E. KEBUNDARAN
| 20
Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka
Pettijohn, dan kawan-kawan (1987) membagi kategori kebundaran
menjadi enam tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan rendah dan
tinggi. Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:
Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
Meruncing (menyudut) (angular)
Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
Membundar (membulat (rounded)
Sangat membundar (membulat) (well-rounded).
Kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk.,
1987).
F. TEKSTUR PERMUKAAN
a. Kasar, bila pada permukaan butir terlihat meruncing dan terasa tajam.
Tekstur permukaan kasar biasanya dijumpai pada butir dengan tingkat
kebundaran sangat meruncing-meruncing.
b. Sedang, jika permukaan butirnya agak meruncing sampai agak rata.
Tekstur ini terdapat pada butir dengan tingkat kebundaran meruncing
tanggung hingga membulat tanggung.
c. Halus, bila pada permukaan butir sudah halus dan rata. Hal ini
mencerminkan proses abrasi permukaan butir yang sudah lanjut pada
saat mengalami transportasi. Dengan demikian butiran sedimen yang
mempunyai tekstur permukaan halus terjadi pada kebundaran
membulat sampai sangat membulat.
| 21
Sekalipun hal itu dinyatakan sebagai katagori kebundaran,
tingkatan ini nampaknya lebih didasarkan pada tekstur permukaan dari
pada butir.
G. UKURAN BUTIR
Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara
megaskopik. Ukuran butir lanau dapat diketahui jika material itu diraba
dengan tangan masih terasa ada butir seperti pasir tetapi sangat halus.
Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus dan lembut di tangan, tidak
terasa ada gesekan butiran seperti pada lanau, dan bila diberi air akan
terasa sangat licin.
Skala ukuran butir sedimen (disederhanakan).
Ukuran butir (mm) Nama Butiran Nama batuan
Æ > 256 Boulder / block (bongkah) Breksi
64 – 256 Cobble (kerakal)(bentuk / kebundaran
butiran meruncing)
4 – 64 Pebble Konglomerat
2 – 4 Granule (kerikil)(bentuk / kebundaran
butiran membulat)
1/16 – 2 Sandstone (pasir) Batupasir
1/16 – 1/256 Silt (lanau) Batulanau
Æ < 1/256 Clay (lempung) Batulempung
H. POROSITAS (Kesarangan)
Porositas adalah tingkatan banyaknya lubang (porous) rongga atau
pori-pori di dalam batuan. Batuan dikatakan mempunyai porositas
tinggi apabila pada batuan itu banyak dijumpai lubang (vesicles) atau pori-
| 22
pori. Sebaliknya, batuan dikatakan mempunyai porositas rendah apabila
kenampakannya kompak, padat atau tersemen dengan baik sehingga
sedikit sekali atau bahkan tidak mempunyai pori-
pori. Permeabilitas adalah tingkatan kemampuan batuan meluluskan air
(zat cair).
Permeable (lulus air), jika batuan tersebut dapat meluluskan air, yaitu :
a. Bahan lepas, atau terkompakkan lemah, biasanya berbutir pasir
atau lebih kasar.
b. Batuan dengan porositas tinggi, lubang-lubangnya saling
berhubungan.
c. Batuan mempunyai pemilahan baik, kemas tertutup, dan ukuran
butir pasir atau lebih kasar.
d. Batuan yang pecah-pecah atau mempunyai banyak retakan /
rekahan.
Impermeable (tidak lulus air), jika batuan itu tidak mampu meluluskan air,
yaitu :
a. Batuan berporositas tinggi, tetapi lubang-lubangnya tidak saling
berhubungan.
b. Batuan mempunyai pemilahan buruk, kemas terbuka, ukuran butir
lanau – lempung. Material lanau dan lempung itu yang menutup
pori-pori antar butir.
c. Batuan bertekstur non klastika atau kristalin, masif, kompak dan
tidak ada rekahan.
Secara praktis megaskopis, suatu batuan mempunyai tingkat
kelulusan tinggi apabila di permukaannya diteteskan air maka air itu
segera habis meresap ke dalam batuan. Sebaliknya, batuan mempunyai
kelulusan rendah atau bahkan tidak lulus air bila di permukaannya
diteteskan air maka air itu tidak segera meresap ke dalam batuan atau tetap
di permukaan batuan.
| 23
I. STRUKTUR SEDIMEN
1. Struktur di dalam batuan (features within strata) :
Struktur perlapisan (planar atau stratifikasi). Jika tebal
perlapisan < 1 cm disebut struktur laminasi.
Struktur perlapisan silang-siur (cross bedding / cross
lamination)
Struktur perlapisan pilihan (graded bedding)
Normal, jika butiran besar di bawah dan ke atas
semakin halus.
Terbalik (inverse), jika butiran halus di bawah dan
ke atas semakin kasar.
2. Struktur permukaan (surface features)
Ripples (gelembur gelombang atau current ripple marks)
Cetakan kaki binatang (footprints of various walking
animals.
Cetakan jejak binatang melata (tracks and trails of crowling
animals)
Rekahan lumpur (mud cracks, polygonal cracks)
Gumuk pasir (dunes, antidunes)
3. Struktur erosi (erosional sedimentary structures)
Alur/galur (flute marks, groove marks,linear ridges).
Impact marks (bekas tertimpa butiran fragmen batuan atau
fosil).
Saluran dan cekungan gerusan (channels and scours)
Cekungan gerusan dan pengisian (scours & fills)
J. PENAMAAN BATUAN
Penaman batuan sedimen secara deskriptif, tergantung pada data
pemerian (data deskriptif) yang meliputi warna, tekstur, struktur dan
| 24
komposisi. Pembagian batuan sedimen silisiklastika umumnya berdasar
ukuran butir, ditambah dengan bentuk butir, struktur dan komposisi
yaitu :
1. Rudit (f>2 mm), termasuk breksi (fragmen
meruncing), konglomerat (fragmen membulat). Apabila komposisi
fragmen batuan secara megaskopik dapat diamati, maka
penamaaan tambahan dapat diberikan berdasarkan komposisi
utama fragmen batuan tersebut. Misalnya breksi andesit, breksi
batuapung, konglomerat kuarsa.
2. Arenit, adalah batuan sedimen berbutir pasir (batupasir). Penamaan
batupasir ini dapat ditambahkan berdasar kenampakan struktur
sedimen (contoh batupasir berlapis, batupasir silangsiur), atau
komposisi penyusun utamanya, misal batupasir kuarsa.
3. Lutit, terdiri dari batulempung, batulanau, dan serpih.
Batulempung berbutir lempung, batulanau tersusun oleh
mineral/fragmen batuan berbutir lanau. Serpih adalah batulempung
atau batulanau berstruktur laminasi.
Tabel Penamaan batuan sedimen klastika secara megaskopis (Huang,
1965).
Tekstur/Struktur Komposisi
mineral/fragmen
Nama batuan Ciri-ciri khas
Rudit
(2 – 256 mm)
Komposisi sejenis
atau campuran,
terutama dengan
rijang, kuarsa,
granit, kuarsit,
batugamping dll.
Konglomerat Fragmen
umumnya bulat
atau agak
membulat
Breksi Fragmen umumnya
runcing, dan
| 25
menyudut
Fanglomerat Kipas aluvial yang
mengalami
pembatuan
Pecahan batuan
bercapur dengan
semen
Tillit Umumnya tidak
terpisah. Fragmen
batuan terdapat
bekas goresan
Arenit
(1/16 – 2 mm)
Terutama kuarsa
25%, felspar
kalium atau
plagioklas 10-25%.
Pecahan batuan:
basal, riolit,
batusabak dll.
Mineral mika,
serisit, klorit, bijih
besi.
Arenit atau
batupasir kuarsa
Pemilahan baik
dan bersih
Arkose Pemilahan jelek,
warna abu-abu
kemerahan
Batupasir felspatik
Graywacke
Subgraywacke
Lebih dewasa dari
arkose antara
graywacke dan
arenit
Lutit
(1/16 – 1/256 mm)
Umumnya mineral
lempung, kuarsa,
opal, kalsedon,
klorit dan bijih
besi.
Batulanau Antara batupasir
dan serpih
Serpih
Batulumpur
Mudah membelah,
tidak plastis, bila
| 26
Batulempung dipanasi menjadi
plastis
Untuk batuan karbonat bertekstur klastika :
1. Kalsirudit, adalah breksi atau konglomerat dengan fragmen
batugamping.
2. Kalkarenit, adalah batupasir yang tersusun oleh mineral karbonat.
3. Kalsilutit, adalah batugamping klastis berbutir halus (lanau –
lempung).
Untuk batugamping bertekstur non klastika, cukup diberi
nama batugamping non klastika. Apabila di dalam batugamping banyak
mengandung fosil maka dapat disebut batugamping berfosil. Sedangkan batuan
karbonat yang sudah tersusun oleh kristal kalsit atau dolomit
disebut batugamping kristalin. Napal adalah terminologi untuk batuan sedimen
berbutir lanau dan lempung, tersusun oleh bahan silisiklastika dan karbonat.
Untuk batuan klastika gunungapi, tata namanya mengikuti batuan
piroklastika yang telah dijelaskan pada acara analisis batuan beku, yaitu terdiri
dari tuf (halus dan kasar), batulapili, breksi gunungapi dan aglomerat (Gambar
3.8). Dalam beberapa hal, secara megaskopik, warna yang sangat khas dapat
ditambahkan untuk penamaan batuan, contoh tuf hijau, batupasir merah,
batulempung hitam dsb.
Penamaan batuan sedimen non klastika secara megaskopis (Huang, 1965).
Tekstur/Struktur Komposisi
mineral/fragmen
Nama batuan Ciri-ciri khas
Rapat, afanitik,
berbutir kasar,
kristalin, porus,
oolit dan mosaik
Terutama kalsit Batugamping Breaksi dengan
HCl,
mengandung
organik,
bioklastika,
Terutama dolomit Dolomit Tidak segera
| 27
bereaksi dengan
HCl, jarang
mengandung fosil,
berbutir sedang
Berbutir halus Kristal halus
dengan
mikroorganisme
Kapur Putih – abu-abu
terang, sangat
rapuh,
mengandung
fosil
Karbonat dan
lempung
Napal Abu-abu terang,
rapuh, pecahan
konkoidal
Rapat dan berlapis Campuran silika,
opal dan kalsedon
dll.
Rijang Warna beragam,
keras, kilap non
logam, konkoidal
Terutama gips
Anhidrit
Terutama malit
Gips Evaporit, tidak
sendiri melainkan
berasosiasi dengan
mineral/batuan
lain.
Dijumpai kristal
yang
mengelompok
Masif atau berlapis Mineral fosfat dan
fragmen tulang
Fosforit Diperlukan
penentuan kadar
P2O3
Amorf, berlapis,
tebal
Humus, tumbuhan Batubara, lignit Warna coklat,
pecahan
prismatik
K. GENESIS
| 28
Berdasar data pemerian batuan sedimen tersebut di atas, maka
secara genesa dapat diinterpretasikan mengenai :
1. Asal-usul atau sumber batuan sedimen (provenance)
2. Energi pengangkut (angin, air, es, longsoran, letusan gunungapi
atau kombinasi di antaranya), jaraknya dengan sumber dan proses
transportasinya.
3. Lingkungan pengendapan, di darat kering, darat berair tawar
(danau, sungai), di pantai atau di laut (dangkal atau dalam).
4. Diagenesa dan lain-lain.
Sifat – sifat batuan sedimen yang harus dilakukan pemerian.
Nama
Batuan
Campu
ran/
semen/
matrix
Fragmen/
mineral
pembent
uk x)
Wa
rna
Be
sar
but
ir
Pemil
ahan
Ben
tuk
buti
r
Ke
ma
s
Min
eral
sedi
kit
Poro
sitas
Kek
om-
pak
an
Breksi X X X X X X X X X X
Kongl
omerat
X X X X X X X X X X
T u f a X X X X X X - X X X
Batupa
sir
X X X X X X - X X X
Batula
nau
X - X - - - - X - X
Serpih
Lempu
ng
X - X - - - - X - X
Lempu
ng
X - X - - - X X - X
Napal X - X - - - X X - X
Gampi
ng
X X X X X X - X X X
Dolom X X X X X X - X X X
| 29
it
Batuba
ra
X X X - - - - - - X
Rijang X - X - - - - - - X
Anhidr
it
X - X - - - - - - X
Fosfat,
dll
X X X X - - - - - X
X = Sifat yang dimiliki
- = Sifat yang tidak dimiliki
x) Termasuk jenis mineral lempung
L. MACAM-MACAM BATUAN SEDIMEN
1. Tufa
Merupakan suatu spongi, batuan karbonat yang porous, diendapkan
sebagai lapisan tipis di permukaan, di dekat mata air (Springs) dan
sungai (rivers). Ditemukan di kaligendig, Karangsambung,
Kebumen.
2. Bentonit
Genesa Bentonit secara umum dapat dibagi menjadi 4 (empat)
macam yaitu, Terjadi karena pengaruh pelapukan,Terjadi karena
pengaruh hydrothermal,Terjadi karena akibat devitrivikasi dari tufa
| 30
gelas yang diendapkan di dalam air (lakustrin sampai neritic).
Terjadi karena proses pengendapan kimia dalam suasana basa
(alkali) dan sangat silikan. Ditemukan di patik, Sepat, Gunung
kidul.
3. Lempung
Lempung kata umum untuk partikel mineral berkerangka dasar
silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung
mengandung leburan silika dan/atau aluminium yang halus. Unsur-
unsur ini, silikon, oksigen, dan aluminum adalah unsur yang paling
banyak menyusun kerak bumi. Lempung terbentuk dari proses
pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian
dihasilkan dari aktivitas panas bumi. Ditemukan di Tontongan,
karangsambung, kebumen.
| 31
4. Lempung Merah
Pada umumnya batuan keras basalt dan andesit akan menjadikan
lempung berwarna, sehingga disebut lempung merah. Ditemuukan
di karangsambung, kebumen.
5. Batupasir
Batu pasir terbentuk dari sementasi dari butiran-butiran pasir yang
terbawa oleh aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya
terakumulasi pada suatu tempat. Ukuran butiran dari batu pasir ini
1/16 hingga 2 milimeter. Komposisi batuannya bervariasi, tersusun
terutama dari kuarsa, feldspar atau pecahan dari batuan, misalnya
basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit dan bijih besi. Ditemukan di
karang sambung, Kebumen.
| 32
6. Batupasir Merah
Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memiliki berbagai jenis
warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning,
merah, abu-abu dan putih. Karena lapisan batu pasir sering kali
membentuk karang atau bentukan topografis tinggi lainnya, warna
tertentu batu pasir dapat dapat diidentikkan dengan daerah tertentu.
Ditemukan di karang sambung, Kebumen.
7. Pasir Besi
Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang bercampur
dengan butiran-butiran dari mineral non logam seperti, kuarsa,
kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan tourmalin. mineral
| 33
tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit,
limonit, dan hematit, Titaniferous magnetit adalah bagian yang
cukup penting merupakan ubahan dari magnetit dan ilmenit.
Mineral bijih pasir besi terutama berasal dari batuan basaltik dan
andesitik volkanik. Ditemukan di sungai luk ulo, Kebumen.
8. Pasir Hijau
Batu ini terbentuk dari aktivitas vulkani, batu ini merupakan kristal
olivin yang dihasilkan dari letusan gunung berapi kerucut yang
letusan (erupsi) dan longsorannya (erosi) menyebar di sekeliling
gunung. Ditemukan di sembaro,karangsambung, Kebumen.
| 34
9. Batugamping
Batu gamping adalah batuan sedimen yang memiliki komposisi
mineral utama dari kalsit (CaCO3). Batuan karbonat yang hampir
seluruhnya kalsium karbonat (CaCO3), atau secara spesifik adalah
batuan karbonat yang mengandung lebih dari 95% kalsit dan
kurang dari 5% dolomit. Teksturnya bervariasi antara rapat,
afanitis, berbutir kasar, kristalin atau oolit. Batu gamping dapat
terbentuk baik karena hasil dari proses organisme atau karena
proses anorganik. Ditemukan di wonogiri, jogjakarta.
10. Gamping Merah
Gamping berwarna merah. Singkapan yang merupakan endapan
laut dalam ini berlapis hampir vertikal membentuk puncak-puncak
punggungan yang sempit. Ditemukan di karangsambung, Kebumen
| 35
11. Gamping Numulities
Bongkah batu gamping numuliites merupakan "olistolit" hasil
suatu pelongsoran besar didasar laut dari tepian menuju tengah
cekungan yang dalam.Fosilyangada menunjukkan bahwa pada kala
Eosen kawasan sekitar Karangsambung merupakan laut dangkal di
mana pada tepi-tepi cekungan diendapkan batu gamping numulites.
12. Breksi Vulkanik
Breksi Vulkanik (Qb); Terdiri dari breksi yang bersifat andesitik,
lava, batupasir tufaan dan breksi lahar. Breksi andesit umumnya
melapuk sedang berwarna kuning kecoklatan, komponen batuan
andesitik (4 – 45 cm) agak segar, menyudut tanggung, tertanam
| 36
pada masadasar pasir tufa berbutir kasar, agak padat sebagian
mudah hancur. Lava andesit umumnya melapuk ringan berwarna
abu-abu tua, padu, bertekstur kasar dan porfiritik, terkekarkan
cukup intensif dan terisi oleh mineral kuarsa. Breksi lahar
umumnya melapuk sedang, berwarna coklat tua, komponen tufa
dan batuan agak segar yang berukuran pasir kasar hingga kerakal,
menyudut sampai membulat tanggung, agak padu. Ditemukan di
kedung jati, Bantul.
13. Breksi Pumice
Breksi batuapung (Pumice) mempunyai kuat tekan 75,62 kg/cm2.
kedap suara, mudah dibentuk atau dipahat menjadi blok-blok yang
berukuran besar, sehingga dapat mengurangi pelesteran. Selain itu
lain juga tahan terhadap api, kondensi, jamur dan panas, serta
cocok untuk akustik. Dalam sektor industri lain, batuini digunakan
sebagai bahan pengisi (filler), pemoles/penggosok (polishing),
pembersih (cleaner), stonewashing, abrasif, isolator temperatur
tinggi dan lain-lain. Ditemukan di semiilir, Jogjakarta.
| 37
1.6 Batuan Metamorf
A. Alisis Batuan Metamorf
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan
sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan
mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan
temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC <
T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut
batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi
pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan
bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral
suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap
kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan
kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan
diagenesa.
B. Pembentukan Batuan Metamorf
| 38
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses
kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di
permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat
pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru
dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di
dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi
pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan,
maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan
sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik.
Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan
tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan
komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan
tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen
lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan
umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme
adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di
dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit.
Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai
contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan
konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga,
eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak
menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C
yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material
disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada
awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau
piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di
bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada
150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di
sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
| 39
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan
terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai
variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan
lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup
sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat
ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini
menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya
muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi
dua yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan
(2) metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar
3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal
masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-
sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak
batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit
(batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur
beku atau igneous).
Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat
rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya
juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan
| 40
metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal,
pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/
kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme
regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi
pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi)
dengan lebar antara 2 – 3 km (Gambar 3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi
pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut
mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit
bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa
(Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai
ribuan kilometer.
Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku
(Gillen, 1982).
| 41
Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf
(Gillen, 1982).
C. Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui
kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan
metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak
sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis,
peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan
struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-
metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus
selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama,
khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering
menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika
planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh
lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang
berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular
(seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan
kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium),
tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut
| 42
disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih
berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebut skistosity.
Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan
belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis
batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan
komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan
dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah
termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi
(tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat
tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah
penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik
yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan.
Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis;
slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur
hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan
metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari
beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme.
Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus
seperti kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan
yang ada.
Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara
umum (Gillen, 1982).
| 43
Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang)
(Compton, 1985).
D. Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf
dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur
non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-
mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak
memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan
metamorf.
1. Struktur Foliasi
| 44
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran
mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding
mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran
mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak
dibanding mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan
kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral
lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya
mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
2. Struktur Non Foliasi
a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-
butiran mineral relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya
penghancuran terhadap batuan asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh
adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran
mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari
belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran
mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah
mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur
batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar
milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya
terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih
halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya
mempunyai ukuran beragam.
| 45
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral
yang berbentuk jarus atau fibrous.
E. Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara
tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -
blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal
berukuran seragam disebut dengangranoblastik. Secara umum satu atau
lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang
lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam
pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada
batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat
mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian
mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari
material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast
biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar
disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan
poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana
pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan
yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena
bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-
mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal
ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur
helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-
butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-
kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya
hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa
kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk
agregat adalah porphyroklast.
1. Tekstur Kristaloblastik
| 46
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal
sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang
sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata
–blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat
dilihat pada Gambar 3.13.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan
beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir
mineral seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan
mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya
mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-
mineral berbentuk euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun
mineralnya berbentuk anhedral.
2. Tekstur Palimpset
a. Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa
dari batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya
menggunakan awalan kata –blasto.
b. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan
asal yang porfiritik.
c. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
d. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya
ukuran butirnya sama dengan pasir.
e. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lempung.
| 47
3. Komposisi Batuan Metamorf
a. Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari
mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan
tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan
kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka
yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik,
atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh
mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus
mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi
dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral
stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat
berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus
terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit,
hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan,
klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress
adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya
berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet,
kalsit dan kordierit.
| 48
Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).
Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B.
Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C.
Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan
domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta
batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan
klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G.
Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam
ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf
(Gillen, 1982)
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus
menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan
metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-
nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan
struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan
yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur
(contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit),
atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh
| 49
gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi
mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik
yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan
keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan
rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran
butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi
mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan
berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali
dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan
orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran
butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini
dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada
belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan
secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil
licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme
yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita
menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi
kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis,
masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang
porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral
metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan
terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan
mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya
dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya
kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral
yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol).
Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur
gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang
cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah
gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang
| 50
menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium
mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada
komposisi mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit
atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan
metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa,
dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum
jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
a. Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar
komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende)
dan plagioklas.
b. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah
piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan
diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit
mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung
fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan
beku.
c. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral
(terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin)
mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur
gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa
dan/atau felspar.
d. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri
dari butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi
acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada.
Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.
e. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang
dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih
kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau
ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa.
Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap
| 51
permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya
disebut philonit.
f. Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari
mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori
meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu
ada, seperti olivin dan piroksen.
g. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung
kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan
sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan
penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
| 52
Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).
| 53
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
| 54
3.1 Batuan Beku
A. Deskripsi Batuan
1. Warna : abu-abu kuning dan sedikit putih
2. Jenis batuan :
3. Struktur : Masif
4. Tekstur : halus
5. Komposisi mineral : Terdiri dari mineral kuarsa, biotit dan
oligioklas.
6. Ganesa : Basalt adalah batuan beku vulkanik, yang
terjadi dari hasil pembekuan magma
berkomposisi basa di permukaan atau
dekat permukaan bumi. Umumnya bersifat
masif dan keras, bertekstur afanitik, terdiri
atas mineral gelas vulkanik, plagioklas,
piroksin. Amfibol dan mineral hitam
7. Nama batuan : Andesit
8. Gambar :
:
B. Peta Lokasi
| 55
C. Letak Geografis dan Koordinat
Letak Geografis : Kecamatan Bungus, Perbatasan
Kota Padang dengan Kabupaten
Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera
Barat
Koordinat : 1° 4'9.28" S, 100°25'47.72"T
D. Letak Administrasi
Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang, Kecamatan Bungus.
3.2 Batuan Sedimen
A. Deskripsi Batuan
1. No :
2. Warna : Putih keabu-abuan
3. Jenis batuan : Non klastis
4. Struktur : masif
5. Tekstur : kristalin
6. Ganesa :
Batu gamping terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
Secara organic
| 56
Sebagian besar batu gamping di alam terjadi secara
organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang atau
rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang berasal
dari kerangka binatang koral/kerang.
Secara mekanik/secara kimia
Untuk batu gamping yang terjadi secara mekanik,
sebetulnya bahannya tidak jauh berbeda dengan jenis batu
gamping yang terjadi secara organic. Yang membedakannya
adalah terjadinya perombakan dari bahan batu kapur tersebut
yang kemudian terbawa oleh arus dan biasanya diendapkan
tidak jauh dari tempat semula.
Secara kimia
Sedangkan yang terjadi secara kimia adalah jenis batu
gamping yang terjadi dalam kondisi iklim dan suasana
lingkungan tertentu dalam air laut ataupun air tawar.
Selain hal diatas, mata air mineral dapat pula
mengendapkan batu gamping. Jenis batu gamping ini terjadi karena
peredaran air panas alam yang melarutkan lapisan batu gamping
dibawah permukaan, yang kemudian diendapkan kembali
dipermukaan bumi. Magnesium, lempung dan pasir merupakan
unsur pengotor yang mengendap bersama-sama pada saat proses
pengendapan. Keberadaan pengotor batu gamping memberikan
klasifikasi jenis batu gamping, apabila pengotornya magnesium,
maka batu gamping tersebut diklasifikasikan sebagai batu gamping
dolomitan.
Begitu juga apabila pengotornya lempung, maka batu
kapur tersebut diklasifikasikan sebagai batu gamping lempungan,
dan batu gamping pasiran apabila pengotornya pasir. Persentase
unsure-unsur pengotor sangat berpengaruh terhadap warna batu
kapur tersebut, yaitu mulai dari warna putih susu, abu-abu muda,
abu-abu tua, coklat, bahkan hitam. Warna kemerah-merahan
misalnya, biasanya disebabkan oleh adanya unsure mangan,
| 57
sedangkan kehitam-hitaman disebabkan oleh adanya unsure
organic. Batu gamping dapat bersifat keras dan padat, tetapi dapat
pula kebalikannya. Selain yang pejal dijumpai pula yang porous.
Batu gamping yang mengalami metamorfosa akan berubah
penampakannya maupun sifat-sifatnya. Hal ini terjadi karena
pengaruh tekanan maupun panas, sehingga batugamping tersebut
menjadi berhablur, seperti yang dijumpai pada marmer. Selain itu,
air tanah juga sangat berpengaruh terhadap penghabluran kembali
pada permukaan batugamping, sehingga terbentuk hablur kalsit.
Dibeberapa daerah endapan batu batugamping
seringkali ditemukan di gua dan sungai bawah tanah. Hal ini terjadi
sebagai akibat reaksi tanah. Air hujan yang mengandung CO3 dari
udara maupun dari hasil pembusukan zat-zat organic dipermukaan,
setelah meresap ke dalam tanah dapat melarutkan batugamping
yang dilaluinya. Reaksi kimia dari proses tersebut adalah sebagai
berikut :
CaCO3 + 2 CO2 + H2O Ca (HCO3)2 + CO2 Ca (HCO3)2 larut
dalam air, sehingga lambat laun terjadi rongga di dalam tubuh
batugamping tersebut. Secara geologi, batugamping erat sekali
hubungannya dengan dolomite. Karena pengaruh pelindian atau
peresapan unsure magnesium dari air laut ke dalam batugamping,
maka batugamping tersebut dapat berubah menjadi dolomitan atau
jadi dolomite. Kadar dolomite atau MgO dalam batugamping yang
berbeda akan memberikan klasifikasi yang berlainan pula pada
jenis batu gamping tersebut.
7. Nama batuan : Gamping
8. Gambar
| 58
B. Peta Lokasi
C. Letak Geografis dan Koordinat
Letak Geografis : Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk
Kilangan, Kota Padang, Provinsi Sumatera
Barat
Koordinat : 0°57'16.79"S, 100°29'17.95"T
D. Letak Administrasi
| 59
Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang, Kecamatan Lubuk Kilangan,
Kelurahan Indarung.
3.3 Batuan Metamorf
A. Deskripsi Batuan
1. Warna : Putih
2. Tekstur : Palimset
3. Struktur : Non Foliasi
4. Komposisi : Mika, feldspar, kuarsa, karbonat.
5. Ganesa : Terbentuk dari batuan kapur atau batu
gamping yang mengalami metamorfisme
karena tekanan dan suhu yang sangat
tinggi sehingga terbentuk rekristalisasi
kalsit.
6. Nama batuan : Marmer
7. Gambar
B. Peta Lokasi :
| 60
C. Letak Geografis dan Koordinat
Letak Geografis : Desa Sitanang, Kecamatan Lareh Sago
Halaban, Kabupaten 50 Kota, Provinsi
Sumatera Barat.
Koordinat : 0°15'34.92"S 100°45'48.04"T
D. Letak Administrasi
Desa Sitanang, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten
Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat.
BAB IV
| 61
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Petrologi adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang
batuan sebagai penyusun kerak bumi.
Batuan dibagi menjadi 3 jenis :
1. Batuan beku
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk akibat dari pembekuan
magma. Batuan beku dibagi menjadi 3 yaitu batuan beku asam, batuan
beku basa dan batuan beku intermediet .
2. Batuan sediment
Batuan sediment adalah batuan yang terbentuk dari pecahan atau hasil
abrasi dari batuan lain yang tertransport dan terendapkan.
3. Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk karena adanya
perubahan tekanan dan temperature tertentu, dimana komposisi
kimianya tidak berubah.
DAFTAR PUSTAKA
| 62
http://id.wikipedia.org/wiki/Petrologi
http://dapurtambang.blogspot.com/2014/06/proses-terjadinya-batuan-beku-
komposisi.html
http://rizqigeos.blogspot.com/2013/05/batuan-sedimen.html
https://wingmanarrows.wordpress.com/geological/petrologi/batuan-metamorf/
| 63