BAB 1 PENDAHULUAN Petrologi adalah salah satu segi dalam pengetahuan geologi yang mempelajari sejarah dan cara terjadinya batuan di alam serta proses-proses perubahan yang dialaminya. Di dalam petrologi termasuk pula penelitian-penelitian petrografi dan petrogenesis. Dalam petrografi, yang dituju adalah suatu pemerian (description) dan penggolongan batuan secara bersistem, sedangkan petrogenesis meneliti sejarah terjadinya batuan. Pada umumnya, untuk mendapat gambaran tentang cara terjadinya batuan, maka interpretasi-interpretasi petrologi didasarkan terutama pada data yang diperoleh dari lapangan (stuktur, kedudukan, dan sebagainya) di samping penelitian petrografi. Pada umumnya di dalam pengamatan petrografi, setiap contoh dibuat sayatan pipih untuk dijadikan bahan pengamatan mikroskopis. Pengamatan itu meneliti analisa tentang tekstur dan gabungan mineral, keduanya merupakan faktor-faktor penting yang ikut menentukan nama batuan dan sifat-sifat batuan. Analisa petrografi mencakup pengamatan tekstur, susunan mineralogi, paragenesis, serta kenampakan atau proses-proses lain yang penting. Tekstur batuan membahas hubungan butir-butir mineral yang ada di dalam batuan, jumlah presentasi masing- masing mineral serta proses-proses pengubahan yang telah dialaminya (pelapukan, rekristalisasi, perubahan-perubahan sekunder dan sebagainya). Tekstur adalah suatu kenampakan yang penting dalam pengamatan petrografi karena tekstur merupakan suatu petunjuk proses-proses geologi dalam pembentukan batuan. Tekstur menunjukan aspek geometri butir-butir mineral yang mencakup besar butir, bentuk, dan hubungan satu sama lain sehingga pula dikatakan bahwa tekstur merupakan data keadaan fisika dan kimia pada waktu terjadinya batuan. Berdasarkan cara terjadinya, batuan di alam dapat dibagi atas tiga golongan besar, yaitu : - batuan beku - batuan sedimen - batuan metamorfik 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1 PENDAHULUAN
Petrologi adalah salah satu segi dalam pengetahuan geologi yang mempelajari
sejarah dan cara terjadinya batuan di alam serta proses-proses perubahan yang
dialaminya. Di dalam petrologi termasuk pula penelitian-penelitian petrografi dan
petrogenesis. Dalam petrografi, yang dituju adalah suatu pemerian (description) dan
penggolongan batuan secara bersistem, sedangkan petrogenesis meneliti sejarah
terjadinya batuan. Pada umumnya, untuk mendapat gambaran tentang cara
terjadinya batuan, maka interpretasi-interpretasi petrologi didasarkan terutama pada
data yang diperoleh dari lapangan (stuktur, kedudukan, dan sebagainya) di samping
penelitian petrografi.
Pada umumnya di dalam pengamatan petrografi, setiap contoh dibuat sayatan pipih
untuk dijadikan bahan pengamatan mikroskopis. Pengamatan itu meneliti analisa
tentang tekstur dan gabungan mineral, keduanya merupakan faktor-faktor penting
yang ikut menentukan nama batuan dan sifat-sifat batuan.
Analisa petrografi mencakup pengamatan tekstur, susunan mineralogi, paragenesis,
serta kenampakan atau proses-proses lain yang penting. Tekstur batuan membahas
hubungan butir-butir mineral yang ada di dalam batuan, jumlah presentasi masing-
masing mineral serta proses-proses pengubahan yang telah dialaminya (pelapukan,
rekristalisasi, perubahan-perubahan sekunder dan sebagainya).
Tekstur adalah suatu kenampakan yang penting dalam pengamatan petrografi
karena tekstur merupakan suatu petunjuk proses-proses geologi dalam
pembentukan batuan. Tekstur menunjukan aspek geometri butir-butir mineral yang
mencakup besar butir, bentuk, dan hubungan satu sama lain sehingga pula
dikatakan bahwa tekstur merupakan data keadaan fisika dan kimia pada waktu
terjadinya batuan.
Berdasarkan cara terjadinya, batuan di alam dapat dibagi atas tiga golongan besar,
yaitu :
- batuan beku
- batuan sedimen
- batuan metamorfik
1
Masing-masing batuan diatas berbeda, baik stuktur dalam tekstur dan gabungan
mineral. Tekstur batuan beku menunjukkan keadaan fisika dan kimia pada waktu
pembentukan magma. Tekstur batuan sedimen menunjukan keadaan pada waktu
pengendapannya, misalnya zat antara pengangkutan, cara-cara pengendapan
(mekanik, kimia) dan sebagainya. Di dalam batuan metamorfosa, tekstur adalah hasil
penyesuaian terhadap keadaan tekanan (P), suhu (T) dan keseimbangan kimia yang
baru.
2
BAB 2 MINERALOGI
2.1 Pendahuluan Mineralogi adalah ilmu pengetahuan tentang mineral, yaitu suatu zat padat yang
terdapat di alam sebagai elemen-elemen dan senyawa-senyawa, serta
merupakan penyusun, atau pembentuk bagian padat alam semesta.
Hal tersebut tidak berarti bahwa mineralogi hanya terbatas pada material-
material kerak bumi saja dan material-material yang terdapat di bawahnya yang
dapat diindikasi melalui pengukuran geofisika, tetapi meliputi juga meteorit-
meteorit yaitu benda-benda mineral yang berasal dari luar bumi.
Mineralogi adalah bagian dari ilmu geologi, karena mineral adalah pembentuk
batuan kerak bumi. Ilmu lain yang erat hubungannya ialah ilmu kimia dan
kristalografi.
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari bentuk luar kristal alam. Semula ilmu
ini merupakan bagian dari mineralogi. Sekarang kristalografi telah menjadi ilmu
yang berdiri sendiri karena yang dipelajari tidak saja bentuk luar kristal alam,
tetapi telah meliputi kristal buatan dan penelitiannya pun tidak hanya bentuk luar,
melainkan termasuk juga struktur dalamnya.
2.2 Definisi Mineral Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terbentuk di alam secara
anorganik, mempunyai komposisi kimia tertentu dan susunan atom yang teratur.
Berdasarkan definisi itu, maka air, batubara, minyak bumi, dan gas alam, tidak
dapat disebut mineral, meskipun keempatnya terbentuk/terjadi di alam. Hal-hal
seperti itulah yang menyebabkan definisi tersebut di atas mempunyai
kelemahan-kelemahan, karena beberapa ahli mineralogi berpendapat bahwa
keempat hal itu termasuk mineral juga.
Batasan mineral adalah “suatu benda padat homogen” menyatakan: “mineral
terdiri dari satu fasa padat, hanya satu macam material, yang tidak dapat
diuraikan lagi menjadi senyawa-senyawa sederhana oleh suatu proses fisika”.
3
Dengan demikian, cairan-cairan dan gas-gas yang terbentuk/terjadi di alam tidak
termasuk mineral.
Batasan “yang terbentuk di alam” menyatakan “disebut mineral jika benda padat
itu terbentuk/terjadi di alam dengan sendirinya”.
Dengan demikian, suatu benda padat mirip mineral yang dapat dibuat di
laboratorium, tidak dapat disebut mineral. Contohnya jika suatu larutan natrium
klorida (NaCl) diuapkan, terbentuklah kristal-kristal NaCl yang tak dapat
dibedakan dengan mineral halit. Tetapi, kristal-kristal NaCl hasil buatan di
laboratorium tersebut bukan suatu mineral.
Batasan “suatu benda padat yang terbentuk di alam secara anorganik”
menyebabkan: “benda-benda padat homogen yang dihasilkan binatang, atau
tumbuh-tumbuhan, tidak termasuk mineral”. Karenanya, kulit tiram (kerang) yang
tersusun oleh kalsium karbonat (CaCO3) dan tidak dapat dibedakan secara
kimia dan fisika dengan mineral aragonit, atau kalsit, tidak dapat disebut mineral.
Batasan bahwa mineral “mempunyai komposisi kimia tertentu”, menyatakan
“mineral adalah suatu senyawa kimia yang mempunyai komposisi tertentu dan
dinyatakan oleh suatu rumus. Rumus kimianya dapat sederhana, atau kompleks,
bergantung pada banyaknya elemen yang ada dan proporsi kombinasinya”.
Batasan bahwa mineral “mempunyai susunan atom yang teratur”, menyatakan
“mineral adalah benda padat kristal. Bentuk kristal tersebut tidak lain adalah
ekspresi/kenampakan dari susunan atom yang teratur”.
Ada beberapa pengecualian untuk batasan ini, yaitu bagi mineral metamik, dan
mineral yang terbentuk dari pemadatan koloid – disebut juga mineral non-kristal.
2.3 Sifat Fisik Mineral Sifat fisik suatu mineral erat hubungannya dengan struktur kristal dan komposisi
kimianya sehingga dengan mempelajari sifat fisiknya, dapat dibuat beberapa
deduksi tentang struktur kristal dan komposisi kimianya. Sifat fisik suatu mineral
berguna dalam segi keteknikan. Misalnya intan dipakai sebagai pengasah
karena kekerasannya yang luar biasa, dll.
Sifat fisik suatu mineral meliputi 8 aspek, yaitu :
4
2.3.1 Sifat Optik (Optical Properties) Mineral mempunyai 4 macam sifat optik, yaitu :
2.3.1.1 Pemantulan dan Pembiasan (Reflection and Refraction) Jika seberkas sinar diarahkan miring ke atas permukaan sebuah
benda padat non-opak, maka sebagian sinar akan dipantulkan
kembali ke udara, dan sebagian lagi dibiaskan sebagai sinar bias.
Arah sinar pantul mengikuti Hukum Pemantulan (gambar 2.1),
yang menyatakan sudut pantul (r) sama dengan sudut datang (i),
serta sinar pantul dan sinar datang terletak pada satu bidang.
Untuk sinar bias, maka hubungan antara sinar datang (i) dan sinar
bias (r), berlaku Hukum Snellius. Hukum ini menyatakan :
sin i/sin r = n
konstanta n disebut indeks bias.
Gambar 2.1 Pemantulan dan Pembiasan dari sebuah sinar yang
melalui 2 medium; i=sudut datang, r’=sudut pantul, dan r=sudut bias.
Untuk meneliti mineral yang tembus cahaya, digunakan sinar bias.
Misalnya untuk mempelajari mineral optik, atau petrografi.
Mikroskop yang dipakai adalah mikroskop polarisasi. Jika yang
diteliti mineral opak (tidak tembus cahaya), maka sinar yang
digunakan adalah sinar pantul. Cara ini dipakai dalam meneliti
mineral-mineral bijih.
5
Sifat optik berhubungan erat dengan struktur kristal mineral. Pada
mineral-mineral isometrik dan non-kristal, kecepatan sinar pada
semua arah akan sama, dengan demikian indeks bias pada semua
arah tsb, akan sama pula. Mineral yang seperti ini disebut mineral
isotrop. Jika sebaliknya, maka disebut mineral anisotrop (lihat
Gambar 2.2 dan 2.3).
Gambar 2.2 Gambaran sifat optik isotrop dari kristal isometrik dan anisotrop dari kristal ortorombik.
6
Gambar 2.3 Bidang (001) yang isotrop dan (010) yang anisotrop pada kristal tetragonal
Hubungan antara indeks bias dan kristalografi, dapat digambarkan
melalui sumbu-sumbu kristal dengan perbandingan panjang sumbu
adalah indeks biasnya. Gambaran yang dihasilkan disebut
indikatriks, yaitu gambaran 3 dimensi yang dipakai untuk
menjelaskan arah getaran sinar yang berbeda dalam suatu
mineral.
Indikatriks mineral-mineral non kristal dan isometrik, berbentuk
sebuah bola karena indeks bias ke semua arah sama
(Gambar 2.4 a).
7
Untuk mineral-mineral yang berkristal tetragonal dan heksagonal,
indikatriksnya berbentuk elipsoida putar, dengan setiap sayatan
yang tegak lurus sumbu c akan berbentuk lingkaran. Sumbu putar
berimpit dengan sumbu c kristalografi (Gambar 2.4 b).
Bentuk ini adalah hasil perambatan cahaya pada arah tegak lurus
sumbu c yang mempunyai kecepatan yang sama, dengan
getarannya terletak pada bidang sumbu horisontal. Karena
mempunyai satu sumbu optik yang sejajar dengan sumbu c
kristalografi, maka mineral-mineral yang bersistem kristal
tetragonal dan heksagonal disebut uniaksial.
Bagi mineral-mineral yang bersistem kristal ortorombik, monoklin
dan triklin, indikatriksnya mempunyai simetri yang rendah, sesuai
dengan simetri kristalografinya yang memang rendah.
Indikatriksnya berbentuk elipsoida triaksial, dengan 2 sumbu optik
(Gambar 2.4 c). Karenanya, mineral-mineral yang bersistem kristal
ortorombik, monoklin, dan triklin disebut mineral bersifat optik
biaksial.
Indikatriks optik untuk mineral (a) isotropik, (b) uniaksial, (c)
biaksial. Pada (a) indikatriks berbentuk bola, yang radiusnya
sebanding dengan n, yaitu indeks bias mineral. Untuk (b)
indikatriksnya berbentuk elipsoida putar, yang sayatan
equatorialnya berbentuk lingkaran dengan radius sebanding
terhadap ω, salah satu indeks bias utama ; dan sumbu vertikal
yang sebanding dengan ε, indeks bias lainnya ; ε dapat > ω atau <
ω. Pada (c) indikatriksnya berbentuk elipsoida triaksial, dengan
indeks bias terkecil pada sumbu α, indeks bias menengah pada
sumbu β dan indeks bias terbesar pada sumbu γ. (d) adalah
penampang elipsoida pada bidang γα ; AA dan BB adalah sumbu
optik yang tegak lurus pada 2 penampang lingkaran yang berjari-
jari β.
8
Gambar 2.4 Arah getaran sinar yang berbeda dalam suatu mineral
2.3.1.2 Kilap (Luster)
Kilap adalah sifat optik yang erat hubungannya dengan
pemantulan dan pembiasan. Dikenal 3 kelas kilap utama, yaitu :
1. Kilap Metal/logam
− Terdapat pada mineral opak, atau hampir opak.
− Biasanya agak gelap, atau hampir gelap.
− Indeks biasnya ≥ 3.
− Terdapat pada kebanyakan mineral-mineral logam nativ dan
sulfida.
2. Kilap Sub-metal/sub-logam
− Terdapat pada mineral yang semi opak sampai opak.
Berat jenis dapat pula berbeda pada mineral yang komposisinya
bervariasi, walaupun struktur kristalnya sama. Contoh : berat jenis olivin
((Mg,Fe)2SiO4, ortorombik) berkisar antara 3,22 (untuk Mg2SiO4) – 4,41
(untuk Fe2SiO4). Hal ini disebabkan adanya penggantian atom-atom Mg
yang ringan oleh atom-atom Fe yang lebih berat.
Contoh lain diperlihatkan oleh sekelompok mineral isomorf, seperti pada
kelompok aragonit.
2.3.4.1 Penentuan Berat Jenis mineral Berat Jenis mineral dapat ditentukan melalui 4 cara, yaitu :
1. Dengan sinar x.
2. Berdasarkan Prinsip Archimedes. Rumus yang digunakan
adalah :
G = W1.L/(W1 – W2)
dengan : W1 = berat fragmen di udara,
W2 = berat fragmen dalam cairan,
L = BJ cairan (biasanya air),
G = BJ fragmen.
Agar penentuan BJ langsung dan cepat, digunakan alat
timbangan BJ Kraus-Jolly (Gambar 2.5), atau Timbangan BJ
Berman (Gambar 2.6).
3. Dengan Piknometer.
Rumus :
G = L((W2 – W1)/[(W4 – W1) – (W3 – W2))
dengan : G = BJ fragmen (benda padat),
L = BJ cairan yang dipakai,
W1 = Berat Piknometer kosong,
W2 = Berat Piknometer berisi fragmen,
W3 = Berat Piknometer berisi cairan dan fragmen,
W4 = Berat Piknometer berisi cairan.
15
4. Dengan menggunakan cairan berat atau disebut juga metode
suspensi. Dalam metode ini, cairan berat yang biasa dipakai
adalah :
a. Bromoform, CHBr3 ; G = 2,9.
b. Asetilen tetrabromida (tetrabrometan), C2H2Br4 ; G = 2,96.
c. Metilen iodida, CH2I2 ; G = 3,3.
d. Larutan Klerici, yaitu suatu larutan yang terdiri dari larutan
pekat talous malonat dan talous format dalam jumlah yang
sama ; G = 4,2. Untuk mengencerkan larutan organik tersebut
digunakan aseton, sedangkan untuk larutan Klerici dipakai air.
2.3.4.2 Pemisahan Mineral Berdasarkan Perbedaan Berat jenis Pemakaian lain dari cairan berat adalah pemisahan individu atau
kelompok mineral dari suatu campuran mineral. Hal ini penting
dalam petrologi batuan sedimen, karena mineral-mineral yang
berat jenisnya >> daripada berat jenis kuarsa, feldspar, kalsit, dan
dolomit, dapat memberikan keterangan tentang sumber dan
lingkungan pengendapan suatu batuan sedimen.
Pemisahan mineral berdasarkan perbedaan berat jenis dipakai
juga dalam ore dressing, yaitu untuk menyiapkan konsentrat
mineral berharga.
Bila dalam suatu sampel terdapat campuran 2 macam mineral
dengan berat jenis yang telah diketahui, maka komposisi mineral
yang terdapat di dalamnya dapat dihitung.
Misalnya dari suatu vein diambil sampel yang terdiri atas x% berat
kuarsa (G = 2,65) dan (100 – x)% berat pirit (G = 5,01) ; BJ sampel
= 3,8. Persentase kuarsa dan pirit dapat dihitung sbb :
M (% Berat) G (berat) V
16
M (% berat) G V ----------------------------------------------------------------------------------- Pirit 100 – x 5,01 (100 – x)/5,01 Kuarsa x 2,65 x/2,65 Sampel vein 100 3,8 100/3,8 ----------------------------------------------------------------------------------- (100 – x)/5,01 + (x/2,65) = 100/3,8 ; x = 35,8%
kuarsa = 35,8% dan pirit = 64,2%.
Dengan diketahuinya komposisi kedua mineral, maka komposisi kimia
campuran dapat dihitung. Pirit (FeS2) mengandung Fe = 46,6% ; dan S =
53,4% ; dengan demikian komposisi campuran di atas adalah : SiO2 =
35,8% ; Fe = 30,0% ; dan S = 34,4%.
2.3.5 Sifat Magnet (Magnetic Properties) Hanya beberapa mineral yang bersifat feromagnetik, yaitu mineral-mineral
yang dapat ditarik oleh magnet sederhana. Seperti : magnetit (Fe3O4) ; pirotit
(pyrrhotite, Fe1-nS) ; dan suatu polimorf Fe2O3, yaitu magemit (maghemite).
Magnetit dan magemit dapat juga bersifat magnet alam, yang dikenal dengan
sebutan lodestone.
Berdasarkan sifat magnetnya, maka mineral-mineral dapat dibagi menjadi 2
golongan, yaitu :
1. Diamagnetit, yaitu mineral-mineral yang ditolak magnet.
2. Paramagnetit, yaitu mineral-mineral yang dapat ditarik oleh suatu magnet.
Mineral yang mengandung besi akan bersifat paramagnetit, tetapi ada juga
mineral yang tidak mengandung besi bersifat paramagnetit, yaitu beril (beryl,
Be3Al2Si6O18).
17
Sifat magnet pada mineral dapat digunakan dalam pemisahan mineral, yaitu
memisahkan suatu konsenrasi murni dari campuran mineral-mineral lainnya.
Alat yang digunakan ialah elektromagnet yang menghasilkan medan magnet
berintensitas tinggi. Selain itu, sifat ini dipakai juga dalam eksplorasi geofisika,
yaitu dengan menggunakan magnetometer.
2.3.6 Sifat Listrik (Electrical Properties) Berdasarkan sifat listrik, mineral-mineral dapat dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu:
1. Mineral-mineral konduktor, dan
2. Mineral-mineral non-konduktor.
Mineral-mineral konduktor adalah mineral yang berikatan logam, terdiri dari
mineral-mineral nativ dan beberapa sulfida.
Pada beberapa mineral non-konduktor, sifat listriknya dapat dibangkitkan
dengan jalan mengubah temperatur, dan mineral yang seperti ini disebut
mineral piroelektrik (pyroelectric) ; atau dengan mengubah tekanan, dan
mineral yang bersifat seperti ini disebut mineral piezoelektrik (piezoelectric).
Contoh mineral piroelektrik: turmalin (tourmaline), dan mineral piezoelektrik
adalah kuarsa (SiO2).
2.3.7 Sifat Permukaan (Surface Properties) Sifat permukaan mineral yang penting dalam keteknikan ialah wetabilitas
(wettability), yaitu sifat kebasahan relatif permukaan suatu mineral terhadap
air.
Berdasarkan sifat di atas, mineral-mineral dapat dikelompokkan menjadi :
1. Mineral-mineral liofil (lyophile), yaitu mineral-mineral yang mudah dibasahi
air.
2. Mineral-mineral liofob (lyophobe), yaitu mineral-mineral yang sukar dibasahi
air.
18
Pada umumnya mineral berikatan ion bersifat liofil, sedangkan yang berikatan
metal, atau kovalen bersifat liofob. Sifat permukaan di atas dipakai dalam
teknik pemisahan mineral bijih, yang dikenal sebagai teknik flotasi (flotation).
Teknik ini digunakan untuk memisahkan mineral-mineral sulfida dari mineral-
mineral geng (gangue), seperti kuarsa, kalsit, dll. Dalam hal ini, mineral sulfida
umumnya bersifat liofob, sedangkan mineral geng bersifat liofil.
2.3.8 Radioakitivitas (Radioactivity) Radioaktivitas mineral berhubungan dengan adanya unsur uranium (U) dan
torium (Th, thorium) dalam mineral tsb. Unsur lain yang dapat memperlihatkan
radioaktivitas suatu mineral adalah kalium (K) dan rubidium (Rb), namun
sangat lemah, sehingga harus diukur dengan alat yang peka.
Atom uranium dan torium pada mineral akan terurai (disintegrasi) secara
spontan dengan kecepatan yang tetap, tanpa dipengaruhi temperatur,
tekanan, atau sifat persenyawaan atom-atom itu. Pada saat disintegrasi,
disertai oleh 3 tipe radiasi, yaitu :
1. Radiasi alfa,
2. Radiasi beta, dan
3. Radiasi sinar gamma.
Radioaktivitas dapat diketahui dari hasil radiasinya terhadap film fotografi,
dengan alat Geiger Counter, atau Scintillometer.
Hasil akhir disintegrasi uranium dan torium adalah timah hitam (timbal, Pb).
Persamaan reaksinya :
U238 Pb206 + 8He4
U235 Pb207 + 7He4
Th232 Pb208 + 6He4
Beberapa mineral radioaktif :
• Autunit, Ca(UO2)2(PO4)2.10-12H2O,
• Monasit, (Ce,La,Y,Th)PO4 ,
• Torit, ThSiO4 ,
19
• Uraninit, UO2.
2.4 Klasifikasi Mineral Berdasarkan susunan kimia dan struktur kristalnya, mineral-mineral dapat
diklasifikasi menjadi 8 kelas, yaitu :
I. Elemen nativ.
II. Sulfida (termasuk garamsulfo).
III. Oksida dan hidroksida.
IV. Halida.
V. Karbonat, nitrat, borat, dan iodat.
VI. Sulfat, khromat, molibdat, tungstat.
VII. Fosfat, arsenat, vanadat.
VIII. Silikat.
2.4.1 Kelas I, Elemen Nativ Elemen nativ terdiri atas 2 golongan, yaitu :
1. Golongan metal.
2. Golongan semi-metal dan non-metal.
Golongan metal berikatan atom metal, dan golongan semi-metal dan non-
metal berikatan kovalen.
1. Golongan metal :
• Kelompok emas : emas (Au), perak (Ag) dan tembaga (Cu).
• Kelompok platina : platina (Pt), paladium (Pd) dan platiniridium (Pt,Ir).
2. Golongan semi-metal dan non-metal :
• Kelompok arsenik : arsen (As), antimon (Sb), dan besi-nikel (Ni,Fe)
• Kelompok sulfur : sulfur (S)
• Kelompok karbon : intan (C) dan grafit (C).
2.4.2 Kelas II, Sulfida Kelas sulfida sebagian besar bersifat metal. Rumus umumnya : AmXp ; X
adalah atom berukuran besar, yaitu S, atau sedikit lebih kecil, seperti As, Sb,
20
Bi, Se, atau Te ; dan A ialah atom-atom metal berukuran kecil, dapat satu atau
lebih. Dalam kelas sulfida termasuk juga mineral-mineral yang dikenal sebagai
garamsulfo. Rumus umumnya : AmBnXp ; A adalah Ag, Cu, atau Pb ; sebagai
B adalah As, Sb, Bi, atau Sn ; dan sebagai X adalah S.
Mineral-mineralnya adalah :
1. Tipe A 2 X
• Kelompok argentit : argentit (Ag2S)
• Kelompok khalkosit : khalkosit (Cu2S)
2. Tipe A3X2
• bornit (Cu5FeS4)
3. Tipe AX
• Kelompok galena : galena (PbS)
• Kelompok sfalerit : sfalerit [(Zn,Fe)S]
• Kelompok khalkopirit : khalkopirit (CuFeS2)
• Kelompok wursit : wursit (ZnS)
• Kelompok nikolit : pirotit (Fe1-xS), nikolit (Ni,As) dan brithauptit
(breithauptite, NiSb).
• Milerit (NiS)
• Pentlandid [(Fe,Ni)9S8]
• Kovelit (CuS)
• Sinabar (HgS)
• Realgar (AsS)
• Orpimen (As2S3 )
• Kelompok stibnit : stibnit (Sb2S3) dan bismutinit (Bi2S3).
4. Tipe AX2
• Kelompok pirit : pirit (FeS2) dan sperilit (PtAs2)
• Kelompok kobaltit : kobaltit (CoAsS)
• Kelompok markasit : markasit (FeS2)
• Kelompok arsenopirit : arsenopirit (FeAsS)
• Molibdenit (MoS2)
• Kelompok krenerit : krenerit [(Au,Ag)Te2], kalaverit (AuTe2) dan silvanit
[(Au,Ag)Te2]
5. Tipe AX 3
21
• Seri skuterudit : skuterudit [(Co,Ni)As3], smaltit [(Co,Ni)As3-x] dan
khloantit [(Ni,Co)As3-x]
6. Tipe A3BX3
• Kelompok perak-rubi : pirargirit (Ag3SbS3), proustit (Ag3AsS3)
• Seri tetrahedrit : tetrahedrit [(Cu,Fe)12Sb4S13], tenantit
[(Cu,Fe)12As4S13]
7. Tipe A3BX4
• enargit (Cu3AsS4)
8. Tipe A2BX3
• bournonit (PbCuSbS3)
9. Tipe ABX2
• boulangerit (Pb5Sb4S11).
2.4.3 Kelas III, Oksida dan Hidroksida Mempunyai senyawa yang terdiri atas kombinasi antara kation metal, yang
dapat satu atau lebih, dan oksigen. Dalam beberapa kasus, hidrogen
merupakan kation dan muncul sebagai hidroksil atau sebagai air hidrasi.
Ikatan ionnya bertipe isodesmik.
Mineral-mineralnya adalah :
2.4.3.1 Oksida-oksida 1. Tipe A2X
• kuprit (Cu2O)
2. Tipe AX
• Kelompok periklas : periklas (MgO)
• Kelompok zinkit : zinkit (ZnO)
3. Tipe AB2X4
• Kelompok spinel : spinel (MgAl2O4), magnetit (Fe3O4), franklinit
[(Zn,Mn,Fe)(Fe,Mn)2O4], khromit [(Mg,Fe)Cr2O4]
• Hausmanit (MnMn2O4)
• Khrisoberil (BeAl2O4)
4. Tipe A2X3
22
• Kelompok hematit : korundum (Al2O3), hematit (Fe2O3), ilmenit
(FeTiO3) Braunit [(Mn,Si)2O3]
• Seri mikrolit-pirokhlor : [NaCaNb2O6F – (Na,Ca)2Ta2O6 (O,OH,F)]