STATUS NEUROLOGI
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UISU
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Johan Sinaga
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 45 tahun
Suku Bangsa : Batak
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Pemb 1 Kel. Tj. Gusta, Medan
Status : Menikah
Pekerjaan : TNI AD
Tanggal Masuk : 15-10-2013
Tanggal Keluar : -
ANAMNESA
Keluhan Utama : Mata sebelah kiri berkedip-kedip tanpa disadari
Telaah : OS dikonsul oleh dokter spesialis penyakit dalam kepada dokter spesialis saraf karena
OS mengeluhkan mata OS yang sebelah kiri sering berkedip tanpa disadari. Hal ini sudah
dialami OS selama ± 12 tahun ini. Dulu awalnya OS merasa mata sebelah kirinya sering
1
berkedip tanpa disadari. Setahun kemudian, sudut mulut OS yang sebelah kiri terasa tertarik
diiringi dengan mata yang sebelah kiri yang sering berkedip. OS mengatakan waktu timbulnya
(mata berkedip-kedip dan sudut mulut tertarik) tidak tentu dan lamanya ±1 menit, tanpa disertai
nyeri ataupun rasa terbakar dan setelahnya OS juga tidak mengeluhkan adanya rasa kebas. Selain
itu OS juga merasa mata sebelah kirinya sering berair dan terkadang air liur OS keluar tanpa
disadari dan pendengaran OS pada telinga kiri terasa lebih jelas dibanding telinga kanan. Untuk
lidah, OS tidak ada mengeluhkan celat saat berbicara ataupun adanya penurunan sensasi rasa
pada lidah. OS mengatakan bahwa OS mempunyai kebiasaan mengendarai sepeda motor dengan
kecepatan cukup tinggi tanpa menggunakan helm sehingga wajah OS terpapar angin yang cukup
kencang.
Riwayat Penyakit Terdahulu : -
Riwayat Penggunaan Obat : Aloperidol, Artan
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Lengkap
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : TNI AD
2
PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 64 x/menit reguler
Frekuensi Nafas : 28x/menit regular
KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan Posisi : normochepali
Pergerakan : -
Kelainan Panca Indera : -
Rongga Mulut dan Gigi : -
Kelenjar Parotis : -
Desah : -
Dan Lain-lain : -
RONGGA DADA DAN ABDOMEN
Rongga dada Rongga abdomen
Inspeksi simetris fusiformis simetris
Perkusi sonor timpani
3
Palpasi SF Ka=Ki kesan normal soepel
Auskultasi suara pernafasan vesikuler peristaltik usus normal
STATUS NEUROLOGI
PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kerniq : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah : (-)
Sakit Kepala : (-)
Kejang : (-)
SARAF OTAK / NERVUS KRANIALIS
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia normosmia normosmia
Anosmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
4
Hiposmia (-) (-)
NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Visus 5/6 5/6
Lapangan Pandang
Normal normal normal
Menyempit
Hemianopsia
Scotoma
Reflex Ancaman
Fundus Okuli TDP TDP
Warna
Batas
Ekskavasio
Arteri
Vena
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Gerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus (-) (-)
Pupil TDP TDP
Lebar
Bentuk
5
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tidak Langsung
Rima Palpebra
Deviasi conjugate
Fenomena Doll’s Eye
Strabismus
NERVUS V
KANAN KIRI
Motorik TDP TDP
Membuka dan menutup mulut
Palpasi otot masseter dan Temporalis
Kekuatan Gigitan
Sensorik
TDP TDP
Kulit
Selaput lender
Refleks Kornea
TDP TDP
Langsung
Tidak langsung
Reflex Masseter
TDP TDP
Reflex Bersin
TDP TDP
6
NERVUS VII
KANAN KIRI
MOTORIK
Mimik Tertarik ke kanan
Kerut Kening +++ (-)
Mentup Mata Normal susah membuka mata kiri
Meniup Sekuatnya Normal (-)
Memperlihatkan Gigi Tertarik ke kanan (-)
Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah (+)
Produksi Kelenjar Ludah (+)
NERVUS VIII
Auditorius
Pendengaran Normal
Hiperakustik
Test Rinne TDP TDP
Test Weber TDP TDP
Test Schwabach TDP TDP
Vestibularis TDP TDP
Nistagmus reaksi Kalori
Vertigo
Tinnitus
7
NERVUS IX, X TDP TDP
Pallatum Mole
Uvula
Disfagia
Disartria
Disfonia
Reflex muntah
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah
NERVUS XI
KANAN KIRI
Mengangkat Bahu Normal Normal
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus Normal Normal
NERVUS XII
TDP TDP
Lidah
Tremor
Atrofi
Fasikulasi
8
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan
SISTEM MOTORIK
TDP TDP
Trofi
Tonus Otot
Kekuatan Otot
ESD: ESS:
EID : EIS
Sikap (duduk – Berdiri – Berbaring)
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor
Khorea
Ballismus
Mioklonus
Atetosis
Distonia
Spasme
Tic
Dan Lain – Lain
TEST SENSIBILITAS
9
Eksteroseptif
Proprioseptif
Fungsi kortikal untuk Sensibilitas
Stereognosis
Pengenalan Dua Titik
Grafestesia
REFLEKS
TDP TDP
Reflex Fisiologis
KANAN KIRI
Biceps
Triceps
Radioperiost
APR
KPR
Strumple
Refleks Patologis
Babinski
Oppenheim
Chaddock
Gordon
Schaefer
Hoffman – Tromner
Klonus Lutut
Klonus Kaki
10
Refleks Primitif
KOORDINASI
Lenggang
Bicara
Menulis
Percobaan Apraksia
Mimik
Test Telunjuk – Telunjuk
Test Telunjuk – Hidung
Diadokhokinesia
Test Tumit – Lutut
Test Romberg
VEGETATIF
Vasomotorik
Pilo-Erektor
Miksi
Defekasi
Potens dan Libido
11
VERTEBRA
Bentuk
Normal
Scoliosis
Hiperlordosis
Pergerakan
Leher
Pinggang
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
TDP TDP
Laseque
Cross laseque
Test Lhermitte
Test Naffziger
GEJALA – GEJALA SEREBELAR
Ataksua
Disartria
Tremor
Nistagmus
Fenomena Rebound
Vertigo
12
Dan Lian-Lain
GEJALA – GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor
Rigiditas
Bradikinesia
Dan Lain-Lain
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif
Ingatan Baru
Ingatan Lama
Orientasi
Diri
Tempat
Waktu
Situasi
Intelegensia
Daya Pertimbangan
Reaksi Emosi
Afasia
Ekspresif
13
Represif
Apraksia
Agnosia
Agnosia visual
Agnosia jari-Jari
Akalkulia
Disorientasi Kanan – Kiri
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Dari gejala klinis dan pemeriksaan yg dilakukan dapat disimpulkan Os menderita Tic
Facialis
DIAGNOSA : TIC FACIALIS
DIAGNOSA BANDING : 1. Tic facialis
2. Facial myokimia
3. Hemifacial spasme
PENATALAKSANAAN :
1. IVFD RL 20 gtt/i macro
2. Haloperidol 0,25 mg/hari 5-15 hari
3. Ranitidin 25mg 2x1
DIAGNOSA KERJA : Tic Facialis
14
RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK
1)
2)
3)
4)
5)
6)
BAB I
PENDAHULUAN
15
Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik
ditandai dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi oleh saraf VII (N.
facialis), yang gerakannya bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat
terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak mata. Gerakanya
dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip – kedip.
Tic biasanya diperburuk oleh stres, kemarahan, kegembiraan, dan dapat dikurangi dengan
relaksasi dan tidur. Kelainan tik, suatu diagnosis klinis, sering menunjukkan respon baik
terhadap terapi medis.Sindrom Gilles de la Tourette adalah suatu kelainan tik onset masa kanak-
kanak yang berasosias dengan abnormalitas perilaku (96% pada usia 11). Gangguan kepribadian
kompulsif, gangguan defisit atensi, dan gangguan cemas tampak pada kebanyakan individu ini.
Hanya 10% sampai 20% memiliki koprolalia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
16
2.1 DEFINISI
Tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak disadari, yang
tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial VII (N. Facialis). Gerakan
pada tic facialis bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Gerakanya dapat
berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip. Tic facialis tersebut
kemungkinan disebabkan oleh kelainan posisi arteri atau simpul pada arteri yang menekan syaraf
cranial VII dimana terdapat batang otak.
2.2 ANATOMI
Nukelus fasialis menerima serabut-serabut yang menyilang dan tidak menyilang melalui
traktus kortikobulbaris. Otot-otot wajah dibawah dahi menerima persarafan korteks kontralateral
(hanya serabut kortikobulbaris yang menyilang). Apabila terdapat suatu lesi rostral dari nukleus
fasialis akan menimbulkan paralisis dari otot-otot fasialis kontralateral kecuali otot frontalis dan
orbikularis okuli. Karena otot frontalis dan orbikularis okuli menerima persarafan dari kortikal
bilateral, maka otot-otot tersebut tidak akan dilumpuhkan oleh lesi yang mengenai satu korteks
motorik atau jaras kortikobulbarisnya.
Saraf kranial N. VII (fasialis) mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali M. Levator palpebra
(N. III)), M. Platisma, M. Digastrikus bagian posterior, M. Stilohioid dan M. Stapedius di
telinga tengah.
17
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior.
Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus
paranasal, dan glandula submaksilar serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian depan
lidah.
4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah
overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang tindih)) ini terdapat di lidah,
palatum, meatus akustikus elsterna dan bagian luar gendang telinga.
Nervus fasialis terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah.
Disamping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah, kelenjar air mata dan
ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung. Dan ia juga menghantarkan berbagai jenis sensasi
eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi 2/3 depan lidah, dan sensasi viseral umum dari
kelenjar ludah, mukosa hidung, dan faring. Dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang
disarafinya.
Sel sensorik terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis.
Sensasi pengecapan dari 2/3 depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan
kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi eksteroseptif mempunyai
badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti-inti akar
desenden dari saraf trigeminus.
Inti motorik N. VII terletak di pons. Serabutnya mengitari inti N. IV dan keluar di bagian
lateral pons. N. VII bersama N. Intermedius dan N. VIII kemudian memasuki meatus akustikus
internus. Disini N. VII bersatu dengan N. Intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang
18
berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam Os mastoid. Ia keluar dari tulang
tengkorak melalui foramen stilomastoid dan bercabang untuk mensarafi otot-otot wajah.
Gambar 1. Anatomi nervus facialis
2.3 ETIOLOGI
1. Idiopatik
2. Facial nerve compression by mass
3. Rangsangan iritatif pada ganglion geniculatum
4. Kegelisahan
2.4 PATOGENITAS
Sebagian besar kasus Tic Facialis sebelumnya yang dianggap idiopatik itu mungkin
disebabkan oleh pembuluh darah yang menyimpang ( misalnya cabang distal dari arteri anterior
19
inferior cerebellar atau arteri vertebralis) mengompresi nervus facialis dalam cerebellopontine
angle. Lesi kompresi misalnya pada tumor mungkin dapat menyebabkan terjadinya penekanan
pada nervus facialis
Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari otot yang terlibat.
Iritasi kronis pada nervus facialis atau nukleus facialis merupakan penyebab yang mungkin dari
tic facialis. Iritasi dari nucleus nervus facialis diyakini menyebabkan hipereksitabilitas dari
nucleus nervus facialis, sementara iritasi pada segmen proksimal saraf dapat menyebabkan
ephatic transmisi dalam nervus facialis.
Gerakan otot wajah involunter pada tic bisa bangkit sebagai suatu pencerminan
kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut mulut dapat terangkat dan
kelopak mata memejam secara berlebihan. Gerakan otot wajah sebagai gerakan kebiasaan sering
dijumpai pada anak atau orang dewasa yang spikolabil. Nervositas dan kurang kepercayaan diri
sering terlihat pada wajah seseorang. Adakalanya gerakan involunter kebiasaan itu sangat keras
dan bilateral, sehingga raut muka saling berubah. Meringis, mencucu, memejamkan mata
merupakan gerakan involunter kebiasaan pada kebanyakan psikopat.
Adakalanya kata-kata yang kotor atau ludah dikeluarkan pada waktu yang bersamaan
pada saat gerakan involunter terjadi. Sindrom tic fasialis yang disertai koprolalia (mengelurkan
kata-kata kotor) itu dikenal sebagai tic gilles de la tourette.
2.5 GEJALA KLINIS
Gerakan involunter pada wajah hanya sebuah gejala. Lelah, anxietas, dan membaca
mungkin merangsang gerakan tersebut. Otot pada salah satu bagian wajah tidak sengaja kejang,
20
biasanya diawali dengan kelopak mata, kemudian menyebar menuju pipi dan mulut. Gangguan
tersebut pada hakekatnya tidak menyakitkan tetapi bisa memalukan.
Gejala dari tic facialis antara lain yaitu :
1. Berkedut intermitten dari otot kelopak mata
2. Mata berkedip secara berlebihan
3. Wajah yang berkedut
4. Ekpresi wajah seperti meringis atau mencucu
5. Sudut mulut terangkat
2.6 DIAGNOSIS
21
Tic facialis secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah yang
dipersarafi N.VII ( N. facialis ) , tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang bersifat setempat
pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya
pada pipi, mulut, atau kelopak mata. Gerakanya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis
atau mata yang berkedip-kedip.
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia .Secara klinis karakteristik facial myokimia
berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan berlanjut. Gambaran
EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron dari motor unit yang
berdekatan.
Pada tic, gerakan biasanya bersifat tiba-tiba, sesaat, stereotipik dan terkoordinasi serta
berulang dengan interval yang tidak teratur. Penderita biasanya merasakan keinginan untuk
melakukan gerakan-gerakan tersebut. Dengan demikian penderita merasa lega. Penderita tic”s
biasanya berhubungan dengan penyakit obsesive compulsive.
Diagnosa pasti penyebab tic facialis sulit ditegakkan. Menegakkan diagnosis tic facialis
dapat dengan pemeriksaan fisik saja, tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang diperlukan.
Namun pada keadaan khusus diperlukan EEG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kejang
Ada beberapa penyebab yang dapat menimbulkan tic facialis yaitu tumor, malformasi pembuluh
darah dan proses infeksi lokal yang semuanya dapat menimbulkan penekanan pada nervus VII.
Sebagai penyebab terbanyak dan telah dibuktikan yaitu adanya penekanan oleh pembuluh darah .
Dari 140 kasus tic facialis yang dilakukan tindakan mikrovaskular dekompresi didapatkan
22
copressing vessel yang paling sering adalah Anterior Inferior Cerebellar Artery ( AICA) pada 73
kasus ( Madjid S.dkk,1998).
2.7PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada tic facialis sebaiknya diobati terlebih dulu dengan medika mentosa dengan
pemberian Carbamazepin dengan dosis 600-1200 mg/hr. Pada hasil penelitian lain dikatakan
carbamazepin efektif pada lebih dari 50% kasus. Dapat pula diberikan pelemas otot (baclofen
dengan dosis 10-60 mg/ hari).
Bila dengan kedua macam obat tersebut kurang berhasil maka dapat digunakan
Botulinum Toxin Injeksi (BOTOX) dengan dosis rata – rata 3,22 unit/cm2 secara langung
pada lokasi nyeri. Toksin botulinum merupakan neurotoksin hasil produksi Clostridium
Botulinum yang menghambat pelepasan asetilkolin di muscular junction. Cara kerjanya yaitu
menimbulkan efek paralisis pada otot yang disuntik dengan jalan memblokade secara irreversibel
transmisi kolinergik pada terminal saraf presinap. Dosis yang digunakan tergantung dari daerah
otot yang akan disuntik. Obat suntikan ini merupakan hasil pengolahan toksin botulinum serotipe
A. Secara klinis kelemahan akan tampak 1-3 hari setelah pemberian toksin ini dan akan berakhir
3-6 bulan kemudian tergantung dosis dan kepekaan individu.
Operasi dekompresi terhadap pembuluh darah juga merupakan suatu cara pengobatan
terhadap Tic facialis. Operasi ini memiliki efek samping yang cukup serius. Menurut penelitian
Janneta dkk dekompresi mikrovaskuler merupakan terapi pilihan bagi tic facialis disamping
botox.
23
2.8 DEFERENSIAL DIAGNOSA
1. Facial myokimia
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia .Secara klinis karakteristik facial myokimia
berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan berlanjut.
Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron dari motor
unit yang berdekatan. Facial myokimia muncul sebagai vermikular twitching dibawah
kulit, sering dengan penyebaran seperti gelombang. Hal ini dibedakan dari gerakan wajah
abnormal lainnya dengan karakteristik electromyogram. Facial myokimia dapat terjadi
dengan beberapa proses di batang otak. Pada kasus yang berat mungkin bermanfaat jika
diberikan toksin botulinum. Kebanyakan kasus adalah idiopatik dan sembuh tanpa
pengobatan dalam beberapa minggu.
2. Hemifacial spasme
Hemifasial spasme secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah
yang dipersarafi N.VII (N. facialis) , bersifat paroksismal, timbil secara sinkron dan
intermitten pada satu sisi wajah.
Pada spasme hemifasial typical kontraksi dimulai pada musculus orbicularis oculi dan
menjalat secara bertahap ke otot daerah pipi dan menyebar ke daerah mulut, meliputi
musculus orbicularis oris,buccinator dan platysma. Spasme hemifasial atypical lebih
jarang ditemukan. Pada spasme hemifasial typikal kontraksi dimulai pada musculus
orbicularis oris dan buccinator, dan menyebar ke musculus orbicularis oculi.
24
2.9 PROGNOSIS
Prognosis dari tic facialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon pasien
terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala, beberapa mungkin
membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati dengan toksin botulinum atau
obat-obatan. Pada tic facialis kurang dari 10 % pasien mengalami kambuh kembali dari gejala
mereka.
25
BAB III
KESIMPULAN
1. Definisi tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak
disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial VII (N.
Facialis). Gerakan pada tic facialis bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun
berkali.
2. Etiologi tic facialis idiopatik, facial nerve compression by mass, rangsangan iritatif pada
ganglion geniculatum, kegelisahan.
3. Gejala dari tic facialis antara lain yaitu berkedut intermitten dari otot kelopak mata, mata
berkedip secara berlebihan, wajah yang berkedut, Ekpresi wajah seperti meringis atau
mencucu, Sudut mulut terangkat
4. Penatalaksanaan dari tic facialis antara lain carbamazepin dosis 600-1200 mg/hari,
Botulinum toxin injeksi serotype A, dan operasi dekompresi pembuluh darah.
5. Prognosis dari tic facialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon pasien
terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala, beberapa mungkin
membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati dengan toksin
botulinum atau obat-obatan. Pada tic facialis kurang dari 10 % pasien mengalami kambuh
kembali dari gejala mereka.
26
DAFTAR PUSTAKA
Carpenter D. O., Hemifacial spasm, HANDBOOK OF PATHOPHYSIOLOGY, 1st
edition, Pennsylvania: Springhouse, 2001
Lumbantobing S. M., Nervus Fasialis, NEUROLOGI KLINIK PEMERIKSAAN FISIK
DAN MENTAL, ed. 4, Jakarta: FKUI, 2004.
Mardjono M., Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, NEUROLOGI KLINIS
DASAR, ed. 9, Jakarta: Dian Rakyat, 2003
Steven Gulevich. Hemifacial spasm. http://emedicine.medscape.com/article/1170722
dikases tanggal 22 oktober 2013
http://www.medlink.com/medlinkcontent.asp
http://www.mountsinai.org/patient-care/health-library/diseases_neurologi.
27