i
SKRIPSI
ANALISIS TOKOH MIKA DALAM NOVEL KAPAK KARYA
DEWI LINGGASARI MENURUT PERSPEKTIF ARKETIPE
CARL GUSTAV JUNG
SEBUAH KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA
Disusun Oleh :
Nama : Martina Mas
NIM : 014114032
Jurusan : Sastra Indonesia
Fakultas : Sastra
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Hidup kita adalah
Ulangan hari dan harapan
Ulangan pekan dan pekerjaan
Ulangan bulan dan pembelajaran
Ulangan tahun dan pendalaman Tuhan
Maka karya ini kupersembahkan untuk mereka
yang selalu ada di hatiku
Karya ini kupersembahkan untuk:
My King, My Lord, My Father JESUS CHRIST
Yang selalu mendengarkanku, memegangku,
menuntunku
Untuk selama-lamanya aku tidak melupakan
titah-titahMu
Sebab dengan iu Engkau menghidupkan aku
Aku kepunyaan-Mu… Thanks Lord
Ayahku dan ibuku, guruku tercinta dalam
hidupku
Kakak dan adik, keponakan, iparku yang
terus memberiku
semangat dan cinta
v
HALAMAN MOTTO
Setiap orang yang saya jumpai tentu lebih pandai
dari pada saya dalam sesuatu hal dan dalam hal
itu saya dapat mengambil teladan dan pelajaran
daripadanya.
Jika kita tidak memiliki apa yang kita sukai,
kita mesti menyukai apa yang kita punyai.
Jika Anda memandang pada dunia, Anda akan
menderita
Jika Anda memandang diri sendiri, Anda akan
tertekan
Namun, jika Anda memandang Kristus, Anda akan
tenang!
(Corrie Ten Boom)
Aku hendak memuliakan Tuhan
Selama aku hidup
Dan bermazmur bagi Allahku
Selagi aku ada
(Mazmur 146.2)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi yang telah saya tulis ini tidak
memuat karya-karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan, daftar
pustaka, sebagai layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,
Penulis
Martina Mas
vi
vii
ABSTRAK
ANALISIS TOKOH MIKA DALAM NOVEL KAPAK KARYA DEWI
LINGGASARI MENURUT PERSPEKTIF ARKETIPE CARL GUSTAV JUNG
SEBUAH KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA
Martina Mas
Universitas Sanata Dharma
2007
Penelitian ini mengkaji sosok tokoh Mika dalam novel Kapak karya Dewi
Linggasari. Tujuan penelitian ini adalah; (1) mendeskripsikan struktur penceritaan
yang meliputi alur, latar, tokoh, dan tema; (2) mendeskripsikan tokoh Mika dengan
menggunakan teori arketipe Carl Gustav Jung.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan struktural dan
pendekatan psikologi sastra. Pendekatan struktural digunakan untuk menelaah karya
sastra berdasarkan struktur pembentuknya, sedangkan pendekatan psikologi
digunakan untuk menelaah karya sastra yang menekankan segi-segi kejiwaan
seseorang. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Melalui metode ini, peneliti mencoba menggambarkan faktor-faktor yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, kemudian mengolah dan menafsirkan.
Hasil analisis struktural menunjukkan bahwa dalam novel Kapak ini, tokoh Mika
merupakan tokoh utama. Alur dalam novel ini adalah alur linear atau alur terusan.
Sedangkan latar yang dominan dalam novel ini adalah latar kehidupan masyarakat
Buetkuar. Tema dalam novel Kapak ini adalah seorang wanita bukanlah manusia
yang lemah yang terus berada di bawah laki-laki, melainkan merupakan manusia
yang mempunyai pribadi mandiri dengan segala keunikan yang ia miliki.
Hasil analisis psikologi dengan menggunakan teori arketipe dari Carl Gustav
Jung menunjukkan bahwa Topeng, Shadow, Anima-animus, dan Self dalam diri tokoh
Mika telah menjadi dasar psikologis perilaku Mika dalam menghadapi tantangan
hidup. Kekuatan-kekuatan bawah sadar ini membuat tokoh Mika tetap tabah, kokoh,
dan berpikir rasional. Ia dapat membuktikan bahwa dirinya mampu bertahan dalam
menjalankan setiap tantangan kehidupan yang penuh permasalahan dan kekerasan.
vii
viii
ABSTRACT
ANALYSIS OF MIKA’S CHARACTER IN NOVEL KAPAK WRITTEN BY
DEWI LINGGASARI IN THE ARCHETYPE PERSPECTIVE OF CARL
GUSTAV JUNG
AN INSRUCTIONAL OF LITERATURE PSYCHOLOGY
Martina Mas
Sanata Dharma University
2007
This research examines Mika’s character in novel Kapak written by Dewi
Linggasari. The purpose of this research are; (1) to describe the story’s structure
including plot, setting, characteristic, and theme; (2) to describe Mika’s character
using the archetype theory of Carl Gustav Jung.
In this research, the author used structural approach and literary psychological
approach. Structural approach is used to analyze literary works based on the form of
the structure, while psychological approach is used to analyze literary works which
emphasize one’s psychological sides. The method used in this research is descriptive
method. Through this method, researcher tries to describe the factors related to the
research object, explore and interpret it.
The result of the structural analysis shows that Mika’s character in novel Kapak
is the main character. This novel uses one direction plot or linear plot while the
dominant setting in this novel is the Buetkuar society background. The theme in
novel Kapak is that a woman isn’t a weak creature who is always one step behind
man, but she is a creature who has independent personality with its uniqueness she
possessed.
The result of psychological analysis based on archetype theory of Carl Gustav
Jung shows that Topeng, Shadow, Anima-animus, and Self inside Mika’s character
have become Mika’s psychological behavior confronting life. This unconsciousness
power enables Mika to stay hardy, strong, and think rationally. She can prove that she
is able to survive in passing hard times through her life.
viii
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih Penulis haturkan kepada Tuhanku Yesus Kristus
atas segala cinta dan limpahan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akhir menempuh ujian Sarjana
pada Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., sebagai Pembimbing I dan Drs. B. Rahmanto,
M.Hum., sebagai Pembimbing II, terima kasih untuk saran, ide-ide dan semangat
serta kesabaran dan ketulusan dalam membimbing Penulis sampai akhirnya
Penulis menyelesaikan Skripsi ini.
2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Drs. FX. Santoso, M.Hum., Drs. P. Ari Subagyo,
M.Hum., Drs. Heri Antono, M.Hum., Dr. Alex Sudewa, Dr. Praptomo Baryadi,
M.Hum., S.E., Peni Adjie, S.S, M.Hum., Dra. Tjandrasih, M.Hum., terima kasih
atas pengabdiannya dan semua jasa-jasanya yang sungguh mulia sebagai dosen
Sastra Indonesia.
3. Mba Erna dan Mas Tri, terima kasih atas keramahan dan pelayanannya di
Sekretariat Sastra.
4. Segenap Staf Perpustakaan yang dengan terbuka berbagi senyum, terima kasih
atas buku-bukunya.
ix
x
5. Ayahku dan ibuku (Yohanes Rane dan Maria Ludvina), terima kasih untuk
nasehat, doa dan sentuhan kasih sayang yang luar biasa berarti untuk langkah
hidupku.
6. Mami-ku Lucia Letta dan Babe-ku Wisma Florianus, terima kasih kuhaturkan
untuk semangat, nasehat-nasehat yang selalu membuatku untuk tetap bertahan.
7. Kakakku sayang: Kak Misir, Kak Johny, Kak Gita, Kak Cici, Kak Jefry, adikku
Alexander, iparku Kak Endy, Kak Tilde, Kak Shinta, terima kasih untuk nasehat
dan kasih sayangnya untukku.
8. Keponakan-keponakanku: Fariz, Santos, Rista, Jon, Anjel, Tin, kembar “Nana-
Nani”, serta yang paling imoet ‘Maya Djereng’, terima kasih untuk canda dan
keceriannya; kepolosan kalian membuatku bersemangat untuk belajar mencintai
hidup.
9. Dua sahabatku, saudariku yang paling baik Yuliana Erna Sari “NE”, Natalia “hay
guys”, terima kasih telah menjadi bagian terindah dalam lembaran-lembaran
hidupku, dalam suka dan duka. Selalu ada canda dan ceria, kebersamaan kita
tidak akan hilang.
10. Romo Baskara T. Wardaya, terima kasih atas semangatnya dan senyum
hangatnya. Penulis banyak berburu dari yang membingungkan menjadi cerah,
terima kasih untuk hasil yang cemerlang tentang SEJARAH.
11. Teman-temanku: Erty, Vita “dung”, Shita, Kenas, Kingkin, Nopex, Kristin, Gesta,
Triani, Oky,Atiek, Sherly, Agi, Dwi, Indah, Yuni, Nancy serta teman-teman lain
yang tidak tertera dalam karya ini, terima kasih untuk kebersamaan kita.
x
xi
12. Teman-teman gerejaku: Pak Im, Pak Evan, Ibu Diah, Olla, Nancy, Rike, Rini,
Neneng, Nitha, Tiwo, Yoyo, terima kasih untuk dorongan dan kelembutan yang
kudapatkan, kita tetap menikmati kasih-Nya.
13. Teman-teman kos Gatot Kaca 3D: I’in, k’Dian, k’Uwie, Lusi, Lina-Xna, k’Lucie,
Paul, Sandri, Agus, Eva, Eka, Natha, Nuning, Yantie, Grace, Chris, Ita “Menjeng”
Tiur, Indah, Ony, Nancy “Imoet”, Vera, Leni, Antris, Arum, Berlin, terima kasih
kebersamaan dan kekompakannya.
14. Teman-teman KKN Angkatan 32, Jhony, Toa “item”, Tono “Ndut”, Tata, Ditha,
Sarie, Ida “nguap-nguap”, Petra “upiek”, Niken Ambarsari, I Love U All ...
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu segala kritik dan saran di harapkan penulis demi penyempurnaan Skripsi ini,
penulis menerima dengan senang hati. Akhir kata, semoga Skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang mencintai penelitian sastra.
Yogyakarta,
Penulis
xi
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN MOTO .......................................................................................... v
KEASLIAN KARYA ........................................................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
1.5. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 5
1.6. Landasan Teori .......................................................................... 5
1.6.1. Teori Struktural Karya Sastra .......................................... 5
1.6.1.1. Tokoh ................................................................ 6
1.6.1.2. Latar ................................................................. 8
1.6.1.3. Alur .................................................................. 10
1.6.2. Psikologi Sastra .............................................................. 11
1.6.2.1. Teori Psikoanalisis dari Carl Gustav Jung .......... 13
1.6.2.2. Arketipe Menurut Jung ..................................... 13
1.7. Metode Penelitian .... .................................................................. 15
1.7.1. Pendekatan ... .................................................................. 15
1.7.2. Pengumpulan Data .......................................................... 16
1.7.3. Metode Penelitian ........................................................... 16
xii
xiii
1.7.4. Sumber Data .................................................................. 17
1.7.5. Sistematika Penyajian ..................................................... 17
BAB II ANALISIS STRUKTUR NOVEL KAPAK ......................................... 18
2.1. Sinopsis…………….. ................................................................. 18
2.2. Analisis Struktural ... .................................................................. 21
2.2.1. Tokoh……... .................................................................. 21
2.2.1.1. Tokoh Utama Mika............................................ 22
2.2.1.2. Mundus.............................................................. 26
2.2.1.3. Upra .................................................................. 28
2.2.1.4. Ero…................................................................. 29
2.2.2. Latar………… ................................................................ 29
2.2.2.1. Latar Tempat .................................................... 30
2.2.2.2. Latar Waktu....................................................... 31
2.2.2.3. Latar Sosial........................................................ 32
2.2.3. Alur……….. .................................................................. 35
2.2.4. Tema………. .................................................................. 38
2.2.5. Rangkuman… ................................................................. 40
BAB III ANALISIS TOKOH MIKA DALAM PERSPEKTIF
CARL GUSTAV JUNG .. .................................................................. 41
3.1. Topeng dalam Diri Mika............................................................. 41
3.1.1.1. Topeng Mika sebagai Ibu menurut Adat ...................... 42
3.1.1.2. Topeng Mika sebagai Ibu yang Penurut ....................... 43
3.1.1.3. Topeng Mika sebagai Ibu yang Mandiri....................... 45
3.2. Shadow Mika yang Berhubungan dengan Taraf
Tak Sadar Personal .. .................................................................. 46
3.2.2.1. Shadow Mika terhadap Mundus.................................. 46
3.2.2.2. Shadow Mika Terhadap Upra ...................................... 47
3.2.2.3. Shadow Mika Terhadap Ero ........................................ 48
3.3. Shadow Mika yang Berhubungan dengan Taraf
xiii
xiv
Tak Sadar Kolektif... .................................................................. 49
3.4. Anima dan Animus .. .................................................................. 51
3.4.4.1. Anima Positif dalam Diri Mika.................................... 51
3.4.4.2. Anima Negatif dalam Diri Mika .................................. 53
3.4.4.3. Animus Negatif dalam Diri Mika................................. 54
3.4.4.4. Animus Positif dalam Diri Mika .................................. 55
3.5. Self………………….. ................................................................ 56
3.5.1. Self dalam Diri Mika....................................................... 56
3.6. Rangkuman …………................................................................. 58
BAB IV PENUTUP……………………........................................................... 59
4.1. Kesimpulan …………................................................................. 59
4.2. Saran………………… ............................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA……………… ................................................................. 62
BIODATA PENUTUP………………................................................................ 63
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sastra di samping merupakan kutub tertentu dari garis lurus suatu
kehidupan juga merupakan tuangan wadah jiwani manusia secara utuh. Sastra
mencakup hal-hal yang indah, memikat, tragik, dan menyedihkan. Sastra berisi
hal-hal yang menyangkut baik buruk manusia. Sastra penuh dengan konflik-
konflik batin, dan merupakan terjemahan menawan perjalanan manusia ketika
mengalami dan bersentuhan dengan peristiwa hidup dan kehidupan (Suyitno,
1986 : 5).
Sastra tidak saja lahir karena fenomena logis, tetapi juga karena
kesadaran penulisnya bahwa sastra merupakan sesuatu yang imajinatif, fiktif,
juga melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan serta bertendensi.
Sastrawan ketika menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk
menciptakan, tetapi juga berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikiran,
pendapatnya, kesan-kesan, perasaannya terhadap sesuatu. Sastra dapat membina
dan mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai, apakah nilai nalar, afektif,
sosial atau gabungan keseluruhannya (Oemarjati, 1970 : 153-154).
Bentuk karya sastra sebagai sarana untuk mencapai dan
mengembangkan nilai-nilai seperti yang dikatakan di atas adalah karya sastra
yang berbentuk novel. Itulah sebabnya mengapa novel merupakan salah satu
karya sastra yang paling digemari dan berkembang dengan baik, secara relatif
2
jenis tersebut mudah untuk dipahami dan dinikmati (Sumardjono dan Saini,
1986 : 32).
Karya sastra menyajikan situasi yang ada kalanya tidak masuk akal
dan motif-motif yang fantastis. Seperti halnya tuntutan situasi yang tidak masuk
akal menggambarkan realisme sosial dalam karya sastra, pemikiran psikologi
menambah nilai artistik karena menunjang koherensi dan kompleksitas karya,
untuk kasus tertentu. Pemikiran psikologi dalam karya sastra tidak hanya
dicapai melalui pengetahuan psikologi saja. Pengetahuan teori psikologi yang
sadar dan sistematis mengenai pemikiran manusia, tidak penting untuk seni dan
tidak dapat membantu mengentalkan kepekaan mereka pada kenyataan,
mempertajam kemampuan pengamatan dan memberi kesempatan untuk
menjajahi pola-pola yang belum terjamah sebelumnya (Wellek dan Waren via
Melani Budianta, 1993 : 107).
Novel Kapak karya Dewi Linggasari merupakan novel yang menarik
terutama pelukisan tempat dan peristiwa yang fungsional. Mika dalam novel
Kapak ini dapat dikatakan sebagai tokoh yang memegang peranan penting
karena Mika banyak terlibat dalam setiap bagian novel Kapak. Mika dilukiskan
sebagai istri seorang kepala perang. Mereka tinggal di Buetkuar, tempat paling
terpencil di wilayah Asmat. Tempat yang nyaris tidak pernah dikunjungi.
Perubahan terjadi di ibukota wilayah Asmat, seakan tidak bisa mencapai
kampung ini.
Sebagai istri seorang kepala perang, beban yang dipikulnya sangat
berat. Mika telah tiga belas kali melahirkan, telah tiga belas kali pula ia
menempatkan diri pada batas yang amat tipis antara hidup dan mati. Delapan
3
anak yang dilahirkan meninggal karena bermacam penyakit pada usia kanak-
kanak. Anak yang masih hidup tinggal lima orang. Lingkungan yang keras
membuatnya harus bekerja, mengurus dan membesarkan anak-anaknya. Mika
selalu mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya. Ia berani menolak dan
menentang keras ketika Mundus suaminya membawa Upra untuk dijadikan istri
keduanya. Bukan suatu hal yang baru di kampung itu. Mundus adalah kepala
perang, ia berhak memiliki dua, bahkan empat istri sekaligus. Hal yang menjadi
sangat menonjol dan mampu menjadi daya tarik utama dalam novel Kapak
yakni konfliknya kian mulai melebur, yaitu pergaulan orang desa dengan
lingkungannya, keluarganya, dan kehadiran orang kota dengan kehidupan
kotanya.
Pada Kapak tokoh Mika tidak lagi menerima nasibnya begitu saja. Ia
memberontak, ia berusaha menempatkan diri, memposisikan diri,
mempertahankan jati diri dan harga diri dalam situasi yang seburuk apa pun. Di
sini faktor yang memperjuangkan adanya kesadaran eksistensi yang lebih tinggi
dalam diri tokoh utama dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya modern yang
melukiskannya. Faktor tersebut secara konkrit dilukiskan melalui perjuangan
tokoh utama.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan penulis mengangkat novel ini
sebagai bahan kajian skripsi adalah sebagai berikut pertama, novel ini
mengungkapkan tokoh utamanya secara jelas. Kedua, belum ada penelitian
terhadap novel Kapak karya Dewi Linggasari. Dengan melihat permasalahan
yang dialami tokoh Mika dalam novel ini, maka penulis ingin mengkaji novel
tersebut dengan menggunakan teori Arketipe Carl Gustav Jung. Arketipe sendiri
4
mempunyai arti sebagai suatu endapan masa lampau yang digunakan manusia
dalam setiap pengalaman hidup sehari-harinya, dan pengalaman itu telah
dipengaruhi oleh bentuk kebudayaan dan kehidupan nenek moyang pada masa
lampau, dan semua itu berlangsung dalam alam tak sadar. Empat arketipe
penting yang menjadi bahan penelitian dalam skripsi ini adalah Topeng,
Shadow, Anima dan Animus, serta Self.
I.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas permasalahan yang akan dikemukakan
penulis adalah sebagai berikut.
I.2.1 Bagaimanakah tokoh, latar, alur, dan tema dalam novel Kapak karya
Dewi Linggasari ?
I.2.2 Bagaimanakah gambaran tokoh Mika dalam Perspektif arketipe Carl
Gustav Jung ?
I.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan
sebagai berikut:
I.3.1 Mendeskripsikan tokoh, latar, alur, dan tema dalam novel Kapak karya
Dewi Linggasari.
5
I.3.2 Mendeskripsikan tokoh Mika dalam Perspektif arketipe Carl Gustav
Jung dalam novel Kapak karya Dewi Linggasari.
I.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas dapat disimpulkan manfaat
penelitian sebagai berikut:
I.4.1 Menambah khasanah kajian sastra, khususnya kajian sastra dengan
pendekatan psikologi.
I.4.2 Mengembangkan apresiasi sastra karya Dewi Linggasari khususnya
novel Kapak.
I.5 Tinjauan Pustaka
Sejauh pengamatan peneliti belum ada yang mengkaji secara khusus
novel Kapak karya Dewi Linggasari dalam bentuk penelitian ilmiah.
Namun novel Kapak telah di singgung dalam sebuah resensi yang di tulis oleh
Arwan Tuti Artha yang mengatakan bahwa novel Kapak merupakan novel
menarik di garap dengan bahasa populer. Kajian berlanjut pada realitas seni ukir
suku Asmat di era global sampai pada kendala pembangunan di wilayah
Asmat, serta perjuangan kaum perempuan dalam mewujudkan eksistensinya di
tengah keluarga, adat, dan keluarganya (www.kompas.com).
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji novel ini dengan menggunakan
teori arketipe Carl Gustav Jung mencakup Topeng, Shadow, Anima dan Animus
serta Self. Rupanya , teori Carl Gustav Jung mengenai arketipe di bahas oleh
Indra Hartati dalam skripsinya yang berjudul: Proyeksi Unsur-Unsur Anima
6
Positif Tokoh Wisanggeni Pada Sosok Upi Sebagai Ungkapan Pembelaan Bagi
Kaum Tertindas Dalam Novel Saman Pada Tahun 2001. Dalam skripsinya,
penokohan Wisanggeni di dasarkan pada telaah psikologi dengan menggunakan
teori arketipe Carl Gustav Jung khusus Anima dan Animus.
I.6 Landasan Teori
I.6.1 Teori Struktural Karya Sastra
Mursal Esten (1990) menyebutkan bahwa struktur karya sastra
terdiri dari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik karya
sastra terdiri dari tema, alur, latar, tokoh dan gaya, sedangkan unsur
ekstrinsik karya sastra meliputi faktor politik, ekonomi, sosiologi, dan
psikologi.
Untuk memudahkan pemahaman terhadap sebuah karya sastra
khususnya novel dapat dilakukan dengan memaparkan struktur novel
tersebut. Tujuan pemaparan adalah mengetahui fungsi dan keterkaitan
antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghadirkan
keseluruhan (Nurgiyantoro, 1995 : 37). Adapun struktur yang akan
dipaparkan adalah sebagai berikut.
I.6.1.1 Tokoh
Tokoh merupakan unsur yang penting dalam berbagai
gambaran tentang jati diri tokoh lebih menarik perhatian
banyak peneliti karya sastra (Nurgiyantoro, 1995: 164). Tokoh
adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.
7
Tokoh cerita adalah orang-orang yang berperan dalam
suatu cerita bermoral dan berkecenderungan tertentu
sebagaimana yang dinyatakan dalam ucapan dan tindakannya.
Tokoh cerita dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan ke
dalam beberapa jenis penamaan, berdasarkan dari sudut mana
penamaan itu dilakukan. Berdasarkan peranan atau segi
pentingnya tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua
yaitu tokoh utama atau tokoh sentral dan tokoh bawahan atau
tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan
penceritaannya dalam novel yang bersangkutan dan memegang
peranan pimpinan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian. Tokoh utama merupakan tokoh yang menjadi sorotan
dalam kisah. Penentuan tokoh utama tidak hanya ditentukan
oleh frekuensi kemunculannya melainkan intensitas
keterlibatannya dalam cerita. Tokoh bawahan atau tokoh
tambahan adalah tokoh yang kemunculannya dalam
keseluruhan cerita lebih sedikit tidak dipentingkan, dan ia hadir
apabila ada kaitannya dengan tokoh utama baik secara
langsung maupun tidak langsung. Tokoh bawahan adalah
tokoh yang tidak sentral maupun tidak langsung. Tokoh
bawahan adalah tokoh yang tidak sentral di dalam cerita, tetapi
kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau
mendukung tokoh utama (Sudjiman, 1991 : 18-19).
8
Selanjutnya berdasarkan fungsi penampilan tokoh,
tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis dan tokoh
antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi
yang salah satu jenisnya secara populer sering disebut hero,
tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-
nilai ideal bagi kita. (Nurgiyantoro, 1995 : 178). Tokoh
antagonis dapat dikatakan sebagai tokoh yang menyebabkan
terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 1995 : 79).
Konflik yang dialami oleh tokoh protagonis tidak harus
dibedakan oleh tokoh antagonis seseorang atau beberapa orang
individu yang dapat ditujukkan secara jelas. Ia dapat
disebabkan oleh hal-hal lain yang di luar individualitas
seseorang. Misalnya bencana alam, kecelakaan, lingkungan
sosial ataupun nilai-nilai sosial, nilai-nilai moral dan kekuasaan
yang lebih tinggi (Nurgiyantoro, 1995 : 181). Penganalisaan
tokoh tidak dapat terlepas dari watak yang dimiliki. Watak
adalah kualitas tokoh, nalar, dan jiwanya yang
membedakannya dengan tokoh lain (Sudjiman, 1991: 16).
I.6.1.2 Latar
Sebuah cerita dibangun oleh unsur latar karena
pelukisan latar dapat membantu pembaca dalam memahami
jalan cerita dan keberadaan tokoh sebuah latar atau seting
disebut landas tumpu yang menyaran pada pengertian tempat
9
hubungan waktu dan tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan (Nurgiyantoro, 1995 :216).
Latar memberi pijakan secara konkret. Hal ini penting
untuk memberi kesan realistis kepada pembaca. Menceritakan
suasana memberi kesan realistis kepada pembaca.
Menceritakan suasana tertentu seolah-olah ada dan terjadi
(Nurgiyantoro, 1995 :217). Dengan demikian pendeskripsian
unsur latar belakang sebuah novel semakin memperjelas
maksud yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca.
Latar memberi gambaran kepada pembaca mengenai tempat
tokoh berada kapan kejadian berlangsung, dan bagaimana
kondisi sosial tokoh. Latar dalam sebuah novel dibagi tiga
bagian yakni latar tempat, latar waktu dan latar sosial.
1. Latar Tempat
Latar tempat menyarankan pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin
beberapa tempat dengan nama tertentu, inisial
tertentu, lokasi tertentu, tanpa nama jelas
(Nurgiyantoro, 1995 : 227).
2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya
10
dihubungkan dengan fakta faktual waktu yang ada
ceritanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa
sejarah merupakan peristiwa yang terjadi pada kurun
waktu tertentu dan memberi kekhasan sebuah cerita.
Kekhasan latar waktu dalam cerita akan memudahkan
pembaca untuk mengenali dan memahami suatu cerita
(Nurgiyantoro, 1995 : 230).
3. Latar Sosial
Latar sosial lebih mengarah pada hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat
mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang
cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan, adat
istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup cara
hidup, dan sikap (Nurgiyantoro, 1995 : 233).
Latar sosial juga berhubungan dengan status
tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,
menengah, atau atas. Jadi perbedaan kelas seorang
tokoh dengan yang lain membentuk latar tersendiri
yang akhirnya mendukung keberadaannnya dalam
sebuah novel (Nurgiyantoro, 1995 : 233).
11
I.6.1.3 Alur
Alur atau plot merupakan unsur fiksi yang penting. Di
dalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa disajikan dengan
urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun
tulang punggung cerita. Alur atau plot adalah cerita yang berisi
urutan kejadian, namun tiap kejadian itu dihubungkan secara
sebab akibat. Peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan peristiwa yang lain (Nurgiyantoro, 1995 : 113).
Sebuah cerita fiksi atau plot mengandung unsur urut-
urutan waktu. Oleh karena itu, dalam sebuah cerita tentu ada
awal kejadian, kejadian-kejadian berikutnya dan ada pula
akhirnya. Kejadian-kejadian yang berlangsung tidak harus
disusun secara berurutan. Dengan demikian tahap awal cerita
tidak harus berada diawal cerita atau di bagian awal teks,
melainkan dapat terletak di bagian manapun (Nurgiyantoro,
1995 : 142).
Alur dalam cerita fiksi dibagi menjadi alur terusan
bahkan sebuah cerita yang peristiwanya susul-menyusul secara
temporal dikatakan beralur terusan. Apabila menggunakan alur
baik dikatakan beralur balikan (Sudjiman, 1991 : 40). Alur
balikan dalam sebuah cerita fiksi ditampilkan melalui pikiran
tokoh ke masa lalu.
12
I.6.2 Psikologi Sastra
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa dan
tingkah laku manusia (Dirgagunarsa, 1985 : 9). Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan psikologi sebagai pendekatan sastra.
Pendekatan sastra dari sudut psikologi diarahkan kepada karya sastra
atau teks itu sendiri. Karya sastra merupakan struktur yang terdiri dari
bagian-bagian yang bermakna. Pendekatan psikologi sastra dalam
novel Kapak tidak dapat dipisahkan dari analisis struktural. Analisis
struktural dalam novel Kapak meliputi tokoh, latar, alur, dan tema.
Hasil analisis tokoh, latar, alur, dan tema membantu penelitian
memahami jiwa tokoh utama yang selanjutnya digunakan dalam
menganalisis batin tokoh utama.
Unsur kejiwaan seorang tokoh dalam novel merupakan suatu
hal yang menarik untuk dikaji. Psikologi merupakan ilmu yang
membantu memecahkan masalah-masalah kejiwaan. Sastra dan
psikologi merupakan dua wajah satu hati dan sama-sama menyentuh
manusia dalam persoalan yang diungkapkan (Sukada, 1987 : 102).
Dengan demikian, psikologi pada dasarnya mempelajari proses-proses
kejiwaan yang dapat di ikut sertakan dalam studi sastra. Dalam aliran
psikologis seseorang akan mengungkapkan suatu kisah berdasarkan
gerak-gerik jiwa para tokohnya (Tjahyono, 1988 : 230).
Faktor-faktor kejiwaan tokoh-tokohnya dapat ditelaah dengan
memanfaatkan ilmu psikologi. Dengan demikian, dapatlah dikatakan
bahwa dalam aliran psikologi sastra akan dipaparkan bagaimana
13
gejolak kejiwaan yang dialami seorang tokoh, termasuk adanya
konflik yang dialami oleh tokohnya.
1.6.2.1 Teori Psikoanalisis dari Carl Gustav Jung
Jung memperluas alam tak sadar yang semula dikemukakan
Freud dengan menambahkan alam tak sadar kolektif antara lain dalam
alam sadar terletak ego dengan fungsi utama menjadi penyaring
berbagai pengalaman hidup dan dengan demikian juga menjadi
pengatur dan penjaga keutuhan kepribadian. Berkat ego kita masing-
masing walaupun mengalami berbagai perubahan juga sekaligus
memiliki kesinambungan diri dan identitas diri.
1.6.2.2 Arketipe Menurut Jung
Isi dari taraf tak sadar adalah arketipe. Arketipe dianggap
sebagai tema universal yang mempengaruhi tingkah laku manusia.
Jung meninjau konsep arketipe dari Corpus Hermeticum Neoplato,
yang sudah ada 3 abad sebelum Masehi. Bedanya, Jung menggunakan
istilah itu dengan mengabaikan sifatnya yang metafisis. Arketipe
adalah bentuk pemikiran atau ide yang menjadi dasar pandangan kita,
yang diproyeksikan pada pengalaman yang sedang kita alami. Tetapi
semua pengaruh itu berlangsung pada taraf tak sadar (Jung via Sebatu
Alfons, 1994 : 6).
14
Menurut Jung manusia yang sehat berhubungan dengan alam
tak sadar pribadi dan alam tak sadar kolektifnya, agar tidak
mengalami berbagai gangguan jiwa. Di antara berbagai citra
primordial yang dimiliki manusia, Jung mengatakan terdapat empat
arketipe terpenting yaitu: Topeng (persona), Anima-animus, Bayang-
bayang (shadow), dan Diri (self).
1. Topeng (Persona), dapat dikatakan sebagai bentuk kompromi
antara lingkungan dan kepentingan norma-norma batiniah
seorang individu dan ras atau bangsa. Topeng itu sungguh
melekat pada kodrat manusia. Dia diperlukan dalam pergolakan
hidup manusia. Dia membantu kita dalam pergaulan, terutama
dalam menyesuaikan diri dengan orang lain, walaupun orang-
orang itu tidak kita senangi (Jung via Sebatu Alfons, 1994 : 63).
2. Shadow, menurut Jung, menunjukkan sisi gelap atau sisi yang
jahat dalam diri kita. Shadow berbeda dengan persona yang erat
hubungannya dengan ego yang bersifat sadar. Dia berhubungan
dengan taraf tak sadar personal, Shadow merupakan
personifikasi yang universal dari bentuk kejahatan psike.
3. Anima (wanita dalam diri pria), dan Animus (pria dalam diri
wanita), Jung berkeyakinan bahwa pria dan wanita mempunyai
unsur dan jenis seks yang lain dari dalam dirinya sendiri. Pria
mempunyai aspek feminisme dalam dirinya, sedangkan wanita
mempunyai aspek maskulin. Seperti arketipe lainnya, anima dan
animus dapat membawa aspek yang positif dan sekaligus juga
15
negatif. Anima bekerja positif pada pria bila dia membangkitkan
inspirasi, kemampuan intuitif, dapat memberikan peringatan, dan
sebagainya. Sedangkan aspek negatifnya berupa perangai yang
buruk atau suasana hati yang tidak menentu. Sedangkan Animus
pada wanita beraspek positif bila menampakkan diri dalam
argumentasi yang berdasarkan pemikiran yang logis dan masuk
akal. Aspek negatifnya bila wanita bermulut tajam, tanpa
perasaan dan sebagainya.
4. Self atau Diri adalah bagian sadar dari kepribadian kita. Aku
adalah tujuan akhir dari perkembangan kepribadian setiap
manusia, yang oleh Jung juga disebut sebagai jalan menuju
individuasi (individuation). Dengan adanya aku, terciptalah ego
yang baru (Jung via Sebatu Alfons, 1994 : 64-65).
I.7 Metode Penelitian
1.7.1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan penulis untuk meneliti novel
Kapak karya Dewi Linggasari adalah pendekatan psikologi sastra. Namun
demikian, penulis akan memulai dengan analisis struktural terlebih
dahulu. Psikologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati karya
sastra dengan sudut pandang psikologi, sedangkan analisis struktural
merupakan analisis yang mengkaji unsur-unsur pembangun karya sastra.
Rahmanto dan Dick Hartoko (1985 : 126) menyatakan bahwa
pendekatan sastra dari sudut psikologi dapat diarahkan kepada pengarang,
16
pembaca, dan teks sendiri (karya). Dalam kritiknya terhadap karya sastra
dan teks, pengkritik psikologi boleh menggunakan cara yang bisa
digunakan dalam kritikan formal. Pengkritik boleh mengambil cara ini
terutama untuk meneliti perwatakan dalam karya, aspek yang biasa diberi
perhatian adalah pemikiran atau mind watak, terutama pemikiran pada
tahap bawah sadarnya (Awang dalam Mohd Saman, 1985 : 33).
1.7.2. Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data-data yang digunakan dalam penelitian
ini, penulis menggunakan jenis studi pustaka (library research). Hal ini
dilakukan untuk menemukan faktor-faktor pendukung yang berkaitan
dengan objek penelitian. Novel yang diteliti diidentifikasi, dianalisis, dan
diklasifikasikan berdasarkan kesamaan masalah yang akan dibahas, yaitu
tokoh Mika dalam perspektif Carl Gustav Jung.
1.7.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam menggambarkan penelitian ini
adalah metode deskriptif. Metode deskriptif diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau
melukiskan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya untuk memperbaiki bobot yang
lebih tinggi pada metode ini, maka fakta yang ada harus diberi arti. Fakta
atau data yang terkumpul harus diolah dan ditafsirkan. (Nawawi dan
H.Mini Martini, 1994 : 73 ).
17
Berdasarkan metode tersebut, peneliti akan menggali setiap
permasalahan yang dialami tokoh Mika yang akan diperjelas dan
didukung oleh latar yang digambarkan dalam novel Kapak tersebut.
1.7.4. Sumber Data
Judul buku : Kapak
Pengarang : Dewi Linggasari
Penerbit : Kunci Ilmu
Kota Terbit : Yogyakarta
Tahun Terbit : 2005
Tebal buku : 136
Cetakan : Pertama
1.7.5. Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bab satu, pendahuluan, bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan
masalah, tinjauan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab dua Analisis
Struktural dalam novel Kapak. Dalam bab ini penulis menganalisis novel
Kapak secara struktural yang meliputi alur, tokoh, latar, dan tema dalam
novel tersebut. Bab tiga merupakan analisis psikologi. Dalam bab ini
penulis menganalisis tokoh Mika dalam perspektif Carl Gustav Jung
dalam novel Kapak karya Dewi Linggsari. Bab empat, penutup, bab ini
berisi kesimpulan dan saran.
18
BAB II
ANALISIS STRUKTUR NOVEL KAPAK
Dalam bab ini akan dilakukan analisis struktur terhadap novel Kapak yang
mencakup tokoh, alur, latar, dan tema. Untuk mendapatkan gambaran yang utuh
mengenai novel Kapak, terlebih dahulu akan dikemukakan sinopsis novel tersebut.
2.1. Sinopsis
Buetkuar adalah tempat paling terpencil di wilayah Asmat. Kampung itu
berada pada suatu tempat yang sangat jauh, nyaris tak pernah dikunjungi masyarakat
luar. Keterisolasian telah menjadi dinding kasat mata yang mematahkan hubungan
dengan dunia luar sehingga mereka tidak merasa perlu untuk menggunakan
penanggalan. Di dalamnya hidup sekelompok warga Buetkuar yang sangat patuh
pada tradisi nenek moyang yang turun temurun. Dengan tingkat pendidikan
masyarakat yang rendah, tidak heran jika kemajuan pembangunan desa itu berjalan
lamban. Ketidakmengertian pada teknologi dan kegigihan untuk mempertahankan
adat, akhirnya menggiring masyarakat Buetkuar pada sebuah pemikiran yang skeptis
dan penuh curiga pada setiap orang yang datang dari luar Buetkuar.
Novel dibuka dengan pemaparan mengenai perjuangan Mika melawan maut
demi janin yang hendak dilahirkan. Ia telah dua belas kali melahirkan, telah dua belas
kali menempatkan diri pada batas yang amat tipis antara hidup dan mati. Delapan
anak yang dilahirkan meninggal karena bermacam penyakit pada usia anak-anak.
Anak yang masih hidup tinggal empat orang. Lima dengan bayi yang tengah
diperjuangkan untuk lahir.
19
Mika melahirkan anaknya di bawah pohon besar. Orang Asmat percaya
bahwa darah yang mengalir dari bagian yang paling rahasia seorang wanita yang
melahirkan, akan menimbulkan penyakit atau kematian. Sebab itu seorang wanita
tidak diperkenankan untuk melahirkan di dalam rumah. Darah itu akan mendatangkan
bencana bagi orang yang tinggal di dalamnya. Adalah suatu keharusan, bahwa
seorang wanita yang hendak melahirkan mesti pergi ke tengah hutan.
Mika adalah sosok wanita yang penyayang, tegas dan mampu menempatkan
diri, memposisikan diri, mempertahankan jati diri, harga diri, dalam situasi yang
seburuk apa pun, mengambil keputusan, dan dengan penuh tekad mengukuhi
keputusannya, berencana dan mewujudkan rencananya, dan keluar sebagai
pemenang.
Lalu datanglah masa ketika Mika menolak keras suaminya yang ingin
menikah lagi. “Kalau perempuan itu tinggal di sini, aku akan pergi”, demikian suara
Mika disela-sela isak tangisnya (hlm. 21). Mundus adalah kepala perang, ia berhak
memiliki dua, bahkan empat istri sekaligus. Penolakan Mika ini membawanya pada
penderitaan yang sangat panjang. Kekerasan demi kekerasan yang dilakukan Mundus
tidak mematahkan semangat Mika untuk mempertahan-kan dirinya di depan suami
dan anak-anaknya.
Demikian pula sewaktu ia mengetahui perselingkuhan Mundus dengan
wanita-wanita pencari gaharu (merupakan kayu harum yang sakral). Ia melihat dan
menyaksikan semua perbuatan suaminya. “Mika melihat kejadian itu dengan mata
berapi-api” (hlm. 75). Kamu mengira saya tidak tahu apa yang kamu lakukan dengan
perempuan jalang itu? Dan kamu mengira saya tidak tahu siapa orang-orang itu.
20
Untuk mempertahankan jati diri dan harga dirinya ia mengambil keputusan
dan dengan penuh tekad mengukuhi keputusannya. Ia memberi peringatan yang keras
terhadap Ero dan Berti( wanita-wanita pencari Gaharu). Dengan penuh kebencian
Mika membuang ludah, tepat di muka Ero. Sekali sepak, Mika menghamburkan satu
kilo gaharu yang diberikan Mundus kepada wanita itu sebagai alat pembayaran. (hlm.
80).
Kedatangan para pencari gaharu ke kampung Buetkuar membawa sedikit
perubahan terhadap Mika dan keluarganya. “Ini menguntungkan kita ayah”, ujar
Yowero yang telah banyak mendapatkan uang dari hasil penjualan gaharu. Demikian
pula dengan Mundus dan Mika. Mundus kini memiliki satu tromol penuh pakaian
baru, jam tangan, dan satu kardus persediaan rokok. Sementara Mika sedikit demi
sedikit mulai mengikuti kegenitan Ero. Setelah pakaian-pakaian baru, ia memiliki
pula bedak, sisir dan gincu. Ero membujuk dan menukarkan barang-barang itu
dengan satu kilo gaharu seharga Rp150.000,00. Buetkuar yang semula lengang dan
terpencil itu pun seketika terpengaruh. Sesuatu telah terjadi dan akan terus
berlangsung.
Meskipun ia sering diperlakukan kasar oleh suaminya, cinta dan rasa hormat
akan suaminya selalu ada. Hal ini ditunjukkan dalam kata-kata Mika “Saya mengakui
bahwa hidup kita sedikit berubah. Sudahlah Mundus, engkau mengerti kini. Kita
sudah tahu kalau gaharu sebenarnya tidak boleh dijual pada orang-orang, tapi kita
melakukannya. Sehingga engkau mendapat malapetaka. Jangan engkau mengira,
bahwa saya tidak mengerti semua perbuatan yang engkau lakukan dengan wanita-
wanita itu. Saya tahu, Mundus. Tapi engkau tidak bisa ditegur. Orang-orang itu
membawa roh jahat di dalam tubuhnya, roh jahat itu kini bersarang di tubuhmu. Tuan
21
tanah telah menghukummu, Mundus”. Mika bersuara pelan mencoba menenangkan
suaminya. Cerita ini diakhiri dengan kematian tokoh Mundus dan pernikahan Mika
yang tidak bahagia.
2.2. Analisis Struktur
2.2.1. Tokoh
Dalam sebuah karya sastra, tokoh memegang peranan penting dalam
pembentukan cerita. Sebuah cerita tidak akan mungkin terbentuk tanpa tokoh. Dalam
hal ini, tokoh diperlukan untuk mendukung terjadinya sebuah peristiwa sehingga
terbentuklah cerita yang memadai.
Dalam Kapak, terdapat sejumlah tokoh yang mendukung terjadinya peristiwa-
peristiwa yang membangun cerita. Tokoh-tokoh dalam Kapak digambarkan sesuai
dengan fungsinya masing-masing. Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh-
tokoh dalam Kapak pun tidak lepas dari usaha pengungkapan makna niatan
pengarang, gagasan yang oleh pengarang dimaksudkan sebagai tema cerita.
Bertitik tolak dari hal itu, analisis tokoh yang dilakukan terhadap Kapak ini
bertujuan untuk memaparkan watak, perilaku dan peran tokoh dalam pembentukan
cerita. Analisis tokoh dilakukan untuk menemukan gagasan sentral dalam Kapak.
Dalam hal ini Mundus, Upra, Ero adalah tokoh-tokoh yang dianggap memegang
peranan penting dalam mengungkapkan gagasan sentral novel Kapak.
Ditinjau dari segi fungsinya dalam cerita, Mika dapat dikategorikan sebagai
tokoh sentral. Ia memiliki intensitas keterlibatan yang tinggi dalam peristiwa-
peristiwa yang membangun cerita. Ia juga menjadi pusat sorotan dalam kisahan.
22
Lebih jauh kita dapat melihat bahwa penyelesaian yang disajikan pada akhir
cerita adalah penyelesaian bagi Mika. Hal ini menyiratkan informasi bahwa pada
dasarnya Mikalah tokoh utama yang memegang peranan dalam Kapak. Di sisi lain,
keberadaan atau kehadiran Mundus, Upra, Ero sangat diperlukan untuk mendukung
tokoh Mika. Oleh karena itu, tokoh-tokoh itu dikategorikan sebagai tokoh bawahan.
Secara rinci analisis tokoh dalam Kapak adalah sebagai berikut.
2.2.1.1. Tokoh Utama Mika
Mika dikatakan sebagai tokoh utama protagonis, menjadi pusat cerita, menjadi
sentral pengisahan, menjadi sorotan pembaca dalam keseluruhan isi novel. Hal ini
dapat dilihat dari awal hingga akhir cerita. Untuk melihat keterlibatan Mika dalam
novel Kapak, tentu saja tidak terlepas dari kemunculan tokoh-tokoh lain.
Dalam novel Kapak ini, Mika berhadapan dengan keadaan lingkungan yang
keras, terisolasi serta masih kuat kepercayaannya akan roh nenek moyang. Mika
tengah berjuang melawan maut demi anak yang hendak dillahirkan. Hal ini terlihat
dalam kutipan berikut:
(1) Akan tetapi di bawah pohon mangi-mangi yang amat besar telah
terbentang selembar tapih. Di atas tapih tampak seorang wanita tengah
mengerang kesakitan. Perutnya yang mengembung tampak bergerak-
gerak. Wanita itu terus mengerang sambil menyebut-nyebut roh nenek
moyang yang menjadi sumber dari segala kekuatan. (hlm. 9).
Begitu kental kepercayaan orang Asmat terhadap roh nenek moyang sehingga
mereka mengharuskan setiap wanita Asmat untuk melahirkan di hutan. Hal ini
terlihat dalam kutipan berikut:
(2) Orang Asmat percaya, bahwa darah yang mengalir dari bagian paling
rahasia seorang wanita yang melahirkan, akan menimbulkan penyakit dan
kematian. Sebab itu, seorang wanita tidak diperkenankan untuk
23
melahirkan di dalam rumah, darah itu akan mendatangkan bencana bagi
orang yang tinggal di dalamnya. Adalah suatu keharusan, bahwa seorang
wanita yang hendak melahirkan harus pergi ke tengah hutan. (hlm. 10).
Secara fisiologis, Mika dilukiskan sebagai perempuan muda yang
bersuamikan seorang kepala perang. Ia tidak menarik lagi di mata suaminya karena
sering melahirkan, terdapat dalam kutipan berikut:
(3) Wanita itu tengah merasakan kelelahan yang luar biasa setelah berulang
kali melahirkan. Wajahnya tampak sepuluh tahun lebih tua dari usia yang
sebenarnya. (hlm. 12).
(4) Ia memang telah tua kini, perutnya telah menggelambir, pinggangnya
tidak lagi bersisa. Tidak ada lagi yang menarik dalam dirinya. Usia dan
kekerasan hidup telah merampas segala-galanya. Suaminya sudah tidak
bergairah lagi jika berhubungan dengannya. (hlm. 23).
Di samping tidak menarik di mata suaminya, Mika selalu mendapat perlakuan
yang kasar dari suaminya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.
(5) Keesokan harinya terdengar suara bentakan, sumpah serapah, bunyi
tamparan dan isak tangis dari mulut Mika. Hiruk-pikuk itu bukan untuk
pertama kalinya, tetapi sudah berulang kali, bahkan sudah menjadi bagian
dari kehidupan di rumah ini. (hlm. 21).
Di sisi lain pertengkaran memuncak. Mika menolak suaminya yang ingin
menikah lagi. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut:
(6) “Kalau perempuan itu tinggal di sini, aku akan pergi”, demikian suara
Mika di sela-sela isak tangisnya.
“Kau mau pergi kemana?” Mundus membentak dengan suaranya yang
berat.
“Kemana saja”, suara Mika terbata-bata.
“Orang tuamu sudah mati!” Mundus kembali membentak.
“Aku bisa tinggal di hutan dengan anak-anak”.
“Tidak seorang pun bisa membawa anak-anak pergi tanpa melangkahi
mayat saya. Mengerti kamu!” teriak Mundus (hlm. 21).
Mika tidak berdaya ketika melihat bahwa Mundus benar-benar membuktikan
pernyataannya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
24
(7) Tidak berapa lama kemudian Mundus datang dengan seorang wanita
mengekor di belakangnya (hlm. 22).
(8) Raungan Mika telah berubah menjadi rintihan ketika Mundus dan Upra
memasuki rumah secara beriringan. Mika tertunduk tak bergeming. Ia
tidak memandang wajah Upra. Senyum sinis di bibir tebal wanita itu telah
membuat hatinya bengkak. (hlm. 23).
Mika adalah sosok wanita yang mampu mempertahankan jati diri dan harga
diri dalam situasi yang seburuk apa pun. Hal ini terlukis ketika ia mengetahui
suaminya menyeleweng. Ia tidak mau dimadu. Ia kemudian berusaha melawan setiap
wanita yang mendekati suaminya. Sikap Mika ini terdapat dalam kutipan berikut:
(9) Hati Mika seketika terbakar api cemburu. Ia segera menjadi nyalang, ia
menatap Upra dengan bara dendam yang menyala-nyala. Keduanya
kemudian berguling-guling di lantai papan, saling memukul, mencakar
dan mencaci-maki. (hlm. 23-24).
(10) Dengan penuh kebencian Mika membuang ludah, tepat di hadapan Ero
dan Berti. Ia tidak pernah lepas memperhatikan wanita-wanita itu sambil
menunggu kesempatan untuk memperdayakannya. (hlm. 87).
Hal yang sama pula terlihat ketika Mika mengetahui kalau suaminya masih
suka menyeleweng. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut:
(11) “Mundus, kamu masih suka bermain dengan perempuan-perempuan itu!
Kamu mengira saya tidak tahu perempuan-perempuan itu?” demikian
Mika bersungut-sungut sambil terus memandangi bayang-bayang long
boat itu menjauh dari lingkungan rumahnya. (hlm. 75-76).
Mika adalah sosok wanita yang setia terhadap suami. Kesetiaan ini dapat
dilihat ketika Mika dengan setia merawat suaminya setelah tertembak panah beracun.
Kesetiaan Mika ini ditunjukkan dalam kutipan berikut:
(12) Mika segera memberikan segelas air putih yang tersisa. Beberapa detik
Mundus merasa demikian segar. (hlm. 99).
(13) Mukanya pucat melihat keadaan suaminya. Ia duduk bersimpuh di dekat
Mundus dengan air mata bercucuran. Mika mencoba memijit-mijit kaki
Mundus untuk mengurangi rasa sakitnya. (hlm. 100).
25
Sifat Mika yang lain adalah sifat yang jujur. Sifat ini ditunjukkan melalui
pelukisan tokoh Mika yang tidak mau menerima tuduhan suaminya. Hal ini terlihat
dalam kutipan berikut:
(14) “Kita tidak bermain gila, Mundus, kita hanya pergi menjaring. Donatus
itu sepupuku. Untuk apa saya berbohong sama kamu.” (hlm. 33).
Selain mempunyai harga diri, sikap setia, jujur yang dimiliki Mika, sebagai
manusia biasa Mika menyimpan perasaan sakit hati. Hal ini terlihat dalam kutipan
berikut:
(15) Kelak, pada pesta setan, Mika akan berkesempatan untuk membalas
sakit hati, seperti halnya istri-istri yang lain. Bahwa keadilan bagi istri-
istri yang lemah pasti akan tiba. Mika menyimpan bara dendam itu
rapat-rapat dalam hatinya sampai tiba saat yang tepat untuk
mengobarkannya. (hlm. 23).
Sikap Mika yang keibuan juga ditunjukkan saat ia yakin bahwa apa yang
dialaminya tidak akan terjadi pada kedua anak perempuannya, karena status mereka
adalah anak kepala perang. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(16) Tiba-tiba terbersit seulas senyum di bibir wanita itu. Ia teringat kepada
kedua anak perempuannya, mereka adalah anak kepala perang. Kelak
suami-suami mereka tidak akan dapat memperbudaknya, karena
kedudukan itu. (hlm. 30).
Tokoh Bawahan atau Tokoh Tambahan
Tokoh bawahan atau tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya
dalam keseluruhan cerita lebih sedikit. Ia hadir apabila ada kaitannya dengan tokoh
utama baik secara langsung maupun tidak langsung. Tokoh bawahan dalam novel
Kapak adalah sebagai berikut:
26
2.2.1.2. Mundus
Mundus dilukiskan sebagai seorang kepala perang dan suami Mika. Mundus
tumbuh dan berkembang dengan lingkungan yang membentuknya. Statusnya sebagai
seorang kepala perang telah dijalaninya secara turun-temurun. Secara fisiologis,
Mundus adalah pemuda yang kuat dan mempunyai perototan yang kuat. Hal ini
terdapat dalam kutipan berikut:
(17) Badan tegap dengan perototan yang kuat, rambut ikal, kulit hitam dan
sorot mata yang dalam, khas seorang kepala perang. (hlm. 23).
Mundus adalah sosok suami yang memiliki sikap yang dingin, cepat cemburu
dan mudah marah. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(18) Laki-laki itu menerima bayinya yang baru lahir dengan seulas senyum
yang amat tipis, nyaris tidak kentara. (hlm. 10-11).
(19) “Hei, bangun Mika, saya membawa kasuari”. Mundus menyepak kaki
Mika kemudian menghempaskan tubuhnya yang basah kuyup ke atas
tikar. (hlm. 14).
(20) Api cemburu membuat langkah kakinya bergerak cepat dari biasanya,
ketika ia mendengar Mika dan sepupunya Donatus pergi ke sungai
menjaring ikan. (hlm. 32).
Sikap Mundus yang lain adalah tidak setia terhadap istrinya. Hal ini
ditunjukkan melalui sikap Mundus yang mengkhianati Mika. Terlihat dalam kutipan
berikut:
(21) Tidak berapa lama kemudian Mundus datang dengan seorang wanita
mengekor di belakangnya. Mereka berdua memasuki rumah secara
beriringan. (hlm. 22).
(22) Mundus bergegas meninggalkan Ero sambil membetulkan letak
celananya. Ia merasa puas dengan rasa wanita itu, semua kepuasan itu
karena gaharu. (hlm. 79).
Mundus menyesal atas perbuatannya. Mundus merasa Mika terlalu baik untuk
dikhianati. Ia memohon ampun kepada yang Maha Kuasa untuk mendapatkan jalan
yang terang. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
27
(23) Samar-samar ia melihat Mika. Sungguh kasihan wanita itu. Apa
kesalahannya. Diam-diam Mundus menyesal, ia telah banyak
menyengsarakan wanita itu. Rasa itulah yang mendesak Mundus pada
sebuah penyesalan yang amat dalam. “Oh ... tetel manis ...” Mundus
mengeluh. (hlm. 100).
Kepercayaannya kepada roh nenek moyang dan posisinya sebagai kepala
perang juga tercermin pada sikap Mundus dalam menghadapi kenyataan hidup. Sikap
Mundus dalam menghadapi kenyataan hidup dilukiskan sebagai orang yang kuat.
Sikap ini terlihat pada saat penyakit menyerangnya, terdapat dalam kutipan berikut:
(24) “Tuan tanah telah menghukum saya ...” Mundus mengeluh. Sekali lagi
Mundus cukup membuktikan kekuatannya sebagai kepala perang. (hlm.
101).
(25) Kesadarannya semakin menjauh, menembus dinding pemisah antara
kehidupan di dunia kini dan sebuah alam yang lain sama sekali.
Kematian telah mengakhiri segala rasa sakit dan penderitaan. Mundus
kemudian membawanya dalam damai. (hlm. 102).
2.2.1.3. Upra
Secara fisiologis Upra dilukiskan sebagai seorang gadis yang masih berusia
belia, dengan tubuh yang berisi dan menarik. Ia dipersunting oleh Mundus untuk
menjadi istri keduanya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(26) Upra adalah gadis belia, dengan bentuk pinggang yang ramping, pinggul
indah mengembang dan dada yang ranum. Usianya tidak terpaut jauh
dari Yomhen. Ia dan keluarganya begitu senang ketika Mundus
mempersuntingnya (hlm. 22).
Sikap Upra yang sinis dan angkuh membuat orang-orang dalam rumah itu
tidak menyukainya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(27) Senyum sinis di bibir Upra dan kesombongannya sebagai istri kepala
perang telah membuat Mika dan anak-anaknya merasa tidak nyaman,
sehingga mereka menjadi gelisah manakala harus berlama-lama berdiam
di rumah (hlm. 23).
28
Sikap Upra yang lain adalah baik, ini terlihat ketika ia dengan sabar merawat
Mika karena perlakuan kasar yang dilakukan Mundus, terdapat dalam kutipan
berikut:
(28) Ia tidak berdaya melihat Mika yang terkapar berlumuran darah akibat
tebasan pedang Mundus. Upra segera menerobos masuk untuk
memberikan pertolongan bagi Mika (hlm. 34-35).
Upra juga dilukiskan sebagai wanita yang sakit-sakitan. Mundus merasa
terbeban sehingga ia segera dipulangkan ke rumah orang tuanya. Hal ini terdapat
dalam kutipan berikut:
(29) Upra tidak tinggal lagi di rumah itu bersama Mundus. Karena istri
mudanya itu sering sakit-sakitan kemudian ia dipulangkan ke rumah
orang tuanya (hlm. 100).
2.2.1.4. Ero
Ero adalah seorang wanita penghibur yang datang ke Buetkuar dengan
beberapa teman laki-lakinya. Kedatangan mereka ke kampung itu hanya mencari
kayu gaharu. Ero dilukiskan sebagai wanita yang memiliki mata yang berkilat-kilat
dan wajah yang riang. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(30) Selama mendengarkan penjelasan Mundus, sesekali ia mengedipkan
matanya dengan nakal. Kemudian ia kembali menatap Mika yang datang
membawa gaharu itu dengan mata berkilat-kilat dan wajah yang riang.
(hlm. 70).
Sisi lain tokoh Ero adalah ia seorang yang licik. Sifat ini ditunjukkan melalui
pelukisan tokoh Ero yang baik, namun kebaikannya hanya sekedar untuk memikat
agar apa yang diinginkan dapat terwujud. Hal ini terlihat dari kebaikannya terhadap
Mika yang terdapat dalam halaman 70 – 76.
29
2.2.2. Latar
Sebuah karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur latar. Latar merupakan
landasan bagi peristiwa yang diceritakan. Latar terdiri dari tiga bagian, yakni latar
tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat mengarah pada lokasi peristiwa.
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa. Adanya
persamaan perkembangan dan kesejalanan waktu juga dimanfaatkan untuk memberi
kesan pembaca seolah-olah sungguh-sungguh terjadi. Latar sosial mengarah pada hal-
hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat.
2.2.2.1. Latar tempat novel Kapak
Latar desa yang dipaparkan dalam Kapak adalah dusun Buetkuar. Buetkuar
adalah tempat terpencil dan terisolasi di wilayah Asmat. Rumah penduduk Buetkuar
sebagian besar terbuat dari rumah panggung dengan dinding gaba-gaba dan beratap
ilalang, terdapat dalam kutipan berikut:
(31) Buetkuar merupakan tempat terpencil di wilayah Asmat. Kampung
Buetkuar hanyalah sekelompok rumah panggung berdinding gaba-gaba,
beratap ilalang. Kampung ini berada pada suatu tempat yang sangat jauh
dan nyaris tidak pernah dikunjungi. Keterisolasian telah menjadi dinding
kasat mata yang mematahkan hubungan dengan dunia luar. (hlm. 7-8).
Alam yang murni, indah dan belum terkotori oleh polusi membuat pedusunan
Buetkuar menjadi rindang dan tenteram. Pelukisan tempat yang lain adalah sebuah
rumah yaitu milik Mika yang sederhana, terdapat dalam kutipan berikut:
(32) Suasana hutan yang terdapat di seputar kampung Buetkuar sangat
istimewa. Kesunyian merupakan suasana abadi yang sesekali terpecah
oleh suara mencecet binatang hutan, desir angin, dan bunyi alam yang
amat lembut dari tetes embun jatuh. (hlm. 9).
30
(33) halSejenak Mika termangu, ia memandang ke satu-satunya ruangan
yang ada di dalam rumah itu. Tidak ada yang berubah. Dinding dari
jalinan ilalang itu masih cukup kuat melindungi keluarganya dari
gemuruh air yang tiada henti (hlm. 10).
Penyesalan Mika atas kekasaran suaminya membuatnya sering menyendiri di
sungai dan menghibur diri dengan pergi memancing. Hal ini terdapat dalam kutipan
berikut:
(34) Mika memandangi wajahnya yang memar di atas permukaan air. Sorot
matanya tidak dapat menyembunyikan kepedihan hatinya. Ia segera
beranjak dari tempatnya berdiam diri lalu segera menjaring untuk
sekedar menghibur diri. (hlm. 30-31).
Latar tempat yang dilukiskan ikut merasakan kepedihan dan penyesalan
Mundus adalah rumahnya, terdapat dalam kutipan berikut:
(35) Banyak kenangan pahit dan manis tersimpan dalam rumah panggung ini.
Diam-diam Mundus menyesal. Ia telah banyak menyengsarakan Mika.
Rasa sakit itu mendesak Mundus pada sebuah penyesalan yang amat
dalam. (hlm. 100).
2.2.2.2. Latar Waktu
Latar waktu adalah waktu kapan terjadinya peristiwa dalam cerita. Pengertian
waktu di sini tidak terbatas pada waktu pagi, siang, sore, ataupun malam hari, serta
musim hujan. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
Mika membereskan tikar dari darah yang meleleh. Di atas langit diliputi
mendung tebal. Sesaat lagi hujan deras akan segera tertumpahkan. Hal ini terdapat
dalam kutipan berikut.
(36) Hujan deras bagai dicurahkan dari langit ketika langkah kaki wanita
yang baru melahirkan itu berhasil mencapai rumahnya. (hlm. 10)
31
Latar waktu terlihat ketika setiap malam Mundus memegang pahatan dan
ukiran wajah nenek moyang. Benda keramat yang selalu mengingatkan sang empu
pada roh leluhurnya. Terdapat dalam kutipan berikut.
(37) Malam terus berlanjut, dingin dan sepi. Suara satwa liar adalah irama
abadi yang sesekali terdengar memecah sunyi. Di dalam rumah
panggung yang tegak berdiri, Mundus baru saja meletakkan piring sagu
dengan ukiran wajah nenek moyang pada kedua sisinya. (hlm. 18).
Sore harinya Yowero telah menunggu ibunya di tepi sungai, mereka ingin
membawa Mundus ke Puskesmas. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.
(38) Sore harinya Mika bermaksud membawa Mundus ke Puskesmas
Pembantu, tetapi bidan desa yang bertugas di tempat itu sedang cuti
melahirkan. (hlm. 98).
Latar waktu terlihat ketika Mundus menyesal telah memperlakukan Mika
dengan kasar. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.
(39) Dalam kegelapan itulah dengan perlahan tetapi pasti, kesadaran Mundus
muncul, betapa ia telah berbuat semena-mena terhadap Mika dan betapa
sudah amat terlambat kesadaran itu. (hlm. 101).
2.2.2.3. Latar Sosial
2.2.2.3.1. Kehidupan Masyarakat Buetkuar
Masyarakat Buetkuar didominasi oleh masyarakat asli di wilayah Asmat yang
mempunyai mata pencaharian meramah sagu dan memancing. Mereka menekuni
pekerjaan ini secara turun temurun. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(40) Pohon sagu merupakan satu-satunya makanan pokok penduduk
Buetkuar. (hlm. 17).
(41) Dalam sehari-hari mereka bahkan harus bersimbah keringat memagut
sagu untuk mendapatkan bahan makanan. (hlm. 30).
(42) Mika mempersiapkan perahu dan jaring ikan. Ia hendak pergi menjaring
bersama-sama wanita lainnya. Pekerjaan itu sudah menjadi bagian dari
kehidupan wanita di kampung itu. (hlm. 37).
32
Buetkuar merupakan bumi yang sangat subur dan menjanjikan kehidupan,
namun penduduknya tidak mau mengusahakan dengan baik. Mereka menerima apa
adanya warisan nenek moyang mereka dan menggantungkan hidup sepenuhnya pada
alam. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(43) Alam sangat memanjakan kampung itu dengan memberinya cukup air
dan kesuburan. Lalu mengapa para peramah sagu di Buetkuar hidup
miskin, adalah kenyataan ironik, yang anehnya tidak pernah
dipermasalahkan apalagi dipertanyakan di sana. (hlm. 35).
(44) Tidak ada yang mengeluh, tidak ada yang punya greget, misalnya
mencapai kemungkinan memperoleh mata pencaharian lain karena
meramah sagu merupakan pekerjaan berat dengan hasil yang sangat
rendah. (hlm. 63).
Masyarakat Buetkuar didominasi oleh masyarakat yang masih percaya pada
ukiran patung-patung dan roh nenek moyang yang diyakini sebagai sumber kekuatan.
Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(45) Mundus baru saja meletakkan piring sagu dengan ukiran wajah nenek
moyang pada kedua sisinya. Benda keramat yang selalu mengingatkan
sang empu pada roh leluhur. (hlm. 18).
(46) Masyarakat Buetkuar masih menjalin ikatan dengan arwah nenek
moyang yang diyakini sebagai sumber dari segala sumber kekuatan.
(hlm. 19).
Masyarakat Buetkuar mempunyai tradisi yang khas yaitu berkumpul di rumah
adat (jew) untuk mengadakan pesta patung bis. Hal ini terdapat dalam kutipan
berikut:
(47) Seisi kampung Buetkuar kini tengah berkumpul di rumah adat yang
merupakan pusat lingkaran konsentris dan sebagai basis kekuatan yang
mengembangkan pengaruh bagi seisi kampung. (hlm. 35).
(48) Mereka yang berada di dalam rumah bujang itu, kini mengenakan
pakaian adat cali-cali yang melingkar di pinggang, topi dari kulit kus-
kus, hiasan tubuh dari manik-manik dan riasan wajah berwarna putih,
hitam, merah adalah penampilan khas dari setiap orang dalam sebuah
pesta. (hlm. 36).
33
Kekhasan yang menonjol dari upacara ini adalah balas dendam kaum istri
terhadap suami-suami yang telah memperlakukan kekasaran atau kekerasan dalam
rumah tangga mereka. Adat memberikan pembenaran sebagai pembelaan bagi kaum
wanita yang teraniaya. Dan kaum suami tidak diperbolehkan melawan. Hal ini
terdapat dalam kutipan berikut:
(49) Istri-istri itupun segera berlari mengejar suami masing-masing dengan
senjata di tangan sebagai suatu ancaman, tanpa adanya perlawanan.
(hlm. 40).
(50) Ada diantara mereka yang dapat melukai dengan senjata tajam, hingga
darah segar pun mengucur, tergenang di atas tanah berlumpur. (hlm. 41).
(51) Mika tengah mengejar Mundus dengan parang teracung. Ekspresi
mengerikan yang tergurat di muka wanita itu adalah kemarahan yang
telah melarut bersama dendam. Wanita itu telah mengambil haknya
untuk memelihara keseimbangan, setelah penganiayaan yang dilakukan
Mundus. (hlm. 41).
Pola hidup masyarakat Buetkuar tidak hanya terlihat dalam hal pekerjaan,
agama, dan adat-istiadat saja, tetapi dapat juga dilihat dari bahasa yang merupakan
warna lokal (local colour) daerah Irian yang tampak dari pembicaraan sehari-hari
mereka, terdapat dalam kutipan berikut:
(52) Diamlah mamak. Begini sudah kitorang Pu adat” (adat kita), Yomhen
mencoba menghibur mamaknya. (hlm. 22).
(53) Dikau Pu rumah (rumahmu), ada apakah?
(54) Dorang su (mereka sudah) dewasa. Su (sudah) tahu mesti berbuat apa”,
kata Mika.
(55) Setan koe (kamu), mestinya kamu orang tahu dimana anak itu!” teriak
Mundus.
(56) “Perempuan, jangan kamu mengira, bahwa kitorang (kita) tidak tahu
siapa koe (kamu) dan apa yang engkau lakukan dengan Sa Pu laki
(suamiku). Kitorang taramau (kita tidak mau) lagi melihat kamu orang
punya muka di hutan ini”. Mika menatap Berti dengan marah kemudian
pergi menjauh. (hlm. 97).
2.2.2.3.2. Latar Sosial Kota
Kehidupan sosial di kota kecamatan Agats bersifat dinamis, berkembang
dalam segala hal. Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Perkembangan
34
zaman yang terus melaju menuntut orang untuk kreatif dan serba cepat. Ero dan
Arben merupakan cermin masyarakat kota yang kreatif. Mereka menjalankan niaga
barang-barang elektronik serta minuman-minuman beralkohol bahkan tidak segan-
segan memperjual-belikan kayu gaharu yang bermakna sakral bagi masyarakat
Asmat. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(57) Akan tetapi, tidak jauh dari kampung ini, tepatnya di ibukota kecamatan
Agats, suatu perubahan telah terjadi. Aroma harum kayu gaharu, telah
menyengat sedemikian rupa. (hlm. 63).
(58) Ero dan Arben bersemangat menawarkan uang, tape recorder, Wisky,
Vodka kepada Mundus. Para pencari kayu gaharu ini sengaja
membawanya untuk mengeruk keuntungan dari penjualan gaharu. (hlm.
66).
Kehadiran orang-orang kota dengan kehidupan kotanya telah menyeret
masyarakat Buetkuar mengikuti pola hidup mereka. Hal ini terdapat dalam kutipan
berikut:
(59) Suasana di seputar hutan Buetkuar tidak lagi sunyi. Suara musik
meraung-raung dari tape recorder yang diputar dengan suara maksimal.
(hlm. 67).
(60) Sejak kehadiran para pencari gaharu yang berlomba membeli kayu
harum itu dengan harga mahal, barang-barang industri terus membanjir.
Baik Mundus, Mika dan Yowero terbiasa memanfaatkan dan menjadi
konsumtif. (hlm. 69).
(61) Sementara Mika mulai mengikuti kegenitan Ero. Setelah pakaian-
pakaian baru, ia memiliki pula bedak, sisir dan gincu. Ia terlalu
bergembira dengan barang-barang yang dikenakannya. (hlm. 70).
Kayu gaharu yang dianggap sakral dan agung itu akhirnya menjadi komoditi
besar-besaran, kehilangan maha kesucian, dan tidak dihargai oleh orang-orang
dengan modal jutaan rupiah. Kehadiran orang-orang kota memang melahirkan
bentuk-bentuk kehidupan dengan ragam yang berbeda, dengan apa yang ada di desa.
Sehingga sistem kehidupannya pun berbeda.
35
2.2.3. Alur
Peristiwa yang diurutkan membangun tulang punggung cerita yaitu alur. Alur
merupakan urutan kejadian yang dihubungkan secara sebab akibat. Peristiwa yang
satu disebabkan oleh peristiwa yang lain (Stanotor via Nurgiyantoro, 1995: 113). Alur
dalam Kapak adalah alur linear atau alur terusan. Alur linear atau alur terusan adalah
alur yang tersusun berdasarkan kronologis cerita. Dari pembacaan novel ini, alur
dalam novel Kapak dibagi menjadi tujuh bagian yaitu: (1) kehidupan pasangan Mika
dan Mundus yang bahagia, (2) Duka mendalam Mika akibat kekerasan suaminya, (3)
Balas dendam Mika terhadap suaminya, (4) kedatangan para pencari gaharu dari kota
Agats, (5) penyesalan Mundus akibat penyelewengannya, (6) kesedihan Mika karena
meninggalnya Mundus, dan (7) pernikahan Mika yang tidak bahagia dengan Jirimo.
Novel Kapak disusun oleh Dewi Linggasari dengan menggunakan alur
terusan. Alur terusan tampak pada bagian pertama yaitu kisah pasangan Mika dan
Mundus yang bahagia. Namun kebahagiaan itu tidak belangsung lama akibat
perlakuan kasar Mundus terhadap Mika. Kebahagiaan Mika dan Mundus yang hanya
berlangsung sesaat digambarkan Dewi Linggasari pada bagian kisah bahagia yang
terdapat dalam kutipan berikut:
(62) Mundus dan anak-anaknya tampak begitu girang ketika Mika
memberikan bayi itu kepada Mundus. (hlm. 11).
(63) Mundus meninggalkan rumah panggung itu dengan anak panah dan
gendewa di tangan. Ia hendak berburu binatang. Hari ini anaknya lahir,
ia ingin memberikan hidangan istimewa bagi keluarganya. (hlm. 13).
Kebahagiaan pasangan itu hanya berlangsung sesaat karena sikap Mundus
yang kasar terhadap Mika. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(64) Keesokan harinya anak-anaknya terjaga dengan suara bentakan, sumpah
serapah, bunyi tamparan, dan isak tangis dari Mika. (hlm. 21).
36
(65) Tubuh Mika bergetar, Mika belum bisa berkata apa pun. Dan ketika
sadar Mika benar-benar tahu apa yang terjadi, tangisnya pecah.
Bayangan Mundus berkelebat menjauh dari rumah panggung
meninggalkan seisi rumah yang terpaku dalam gamang. (hlm. 21).
Alur terusan juga tampak pada bagian dua, yaitu memaparkan kisah duka dan
derita Mika akibat kekerasan suaminya. Penderitaan Mika menimbulkan malapetaka
baru. Setelah Mundus menyeleweng dengan perempuan lain. Pada bagian ini cerita
disusun secara kronologis berdasarkan waktu kejadian (hlm. 21-102).
Bagian selanjutnya adalah bagian tiga, yaitu balas dendam Mika terhadap
suaminya. Pada bagian ini diceritakan pula kisah Mika ketika ia mengingat setiap
kekerasan yang dilakukan suaminya. Dengan penuh tekad Mika mengukuhi
keputusannya, yakni ia akan membalas sakit hatinya pada pesta setan yang sudah
menjadi tradisi di kampung itu. (hlm. 35 – 47).
Bagian keempat mengisahkan kedatangan para pencri gaharu dari Agats (hlm.
63-65). Bagian ini ditampilkan pula kisah bahagia Mundus dengan keluarganya
karena banyak perubahan kehidupan mereka karena gaharu (hlm. 70-72). Cerita
dilanjutkan dengan perselingkuhan Mundus dengan wanita-wanita pencari gaharu dan
keresahan serta rasa cemburu Mika akan tindakan suaminya (hlm. 75-98). Pada
bagian ini Dewi Linggasari juga menggunakan alur terusan karena cerita disusun
berdasarkan kronologis peristiwa.
Bagian kelima yakni penyesalan Mundus akibat penyelewangannya. Bagian
ini mengisahkan tentang penyesalan Mundus atas tindakan kekerasan dan sikapnya
terhadap Mika. Mika adalah ibu dan istri yang baik dan ia telah menyengsarakannya
(hlm. 100-102).
37
Bagian selanjutnya adalah bagian keenam yakni kesedihan Mika karena
meninggalnya Mundus. Pada bagian ini diceritakan pula kesetiaan Mika
mendampingi dan merawat suaminya yang menderita sakit parah. Meskipun ia sering
diperlakukan kasar oleh suaminya, Mika tetap menghargai dan mencintai suaminya
sampai ajal menjemputnya (hlm. 100-102). Bagian ini juga menggunakan alur terusan
karena cerita disusun berdasarkan kronologis peristiwa.
Bagian ketujuh, yakni bagian pernikahan Mika yang tidak bahagia. Bagian ini
mengisahkan pernikahan Mika dan Jirimo yang tidak bahagia di pihak Mika.
Pernikahan itu memberatkan Mika karena ia masih mencintai almarhum suaminya. Ia
tidak ingin membagi cintanya dengan laki-laki lain, namun adat suku Asmat
membenarkan Jirimo mengambil Mika yang adalah janda kepala perang sebagai
istrinya. Masyarakat setempat setuju dan menobatkan Jirimo sebagai kepala perang
menggantikan Mundus (hlm. 103 – 131). Bagian ini juga masih menggunakan alur
terusan karena cerita disusun berdasarkan kronologis peristiwa.
2.2.4 Tema
Pengungkapan tema suatu karya sastra didukung dari hasil analisis tokoh,
alur, serta latar. Tema ini terungkap lewat tokoh Mika dan didukung oleh
penggambaran latar dan alur dalam cerita.
38
Tokoh Mika dalam novel Kapak digambarkan sebagai seorang wanita yang
sederhana dan bersuamikan seorang kepala perang. Ia juga seorang istri dan ibu yang
baik bagi kelima anaknya. Meskipun seorang istri, Mika tidak berpangku tangan. Ia
bekerja membantu mencari nafkah. Ia tidak menggantungkan seluruh hidupnya pada
laki-laki (suaminya). Mika menjadi berani mempertahankan diri dan harga dirinya
dan berani mengambil sikap dalam menentukan jalan hidupnya, ketika kekerasan dan
penyelewengan yang dilakukan suaminya.
Latar yang dominan dalam novel ini adalah latar kehidupan masyarakat
Buetkuar. Latar ini menceritakan kehidupan masyarakat Buetkuar yang sederhana,
kaya akan alam, dan masih percaya sepenuhnya pada roh nenek moyang. Latar yang
lain adalah kota kecamatan Agats. Agats merupakan kota yang dinamis. Aroma
harum kayu gaharu telah menyengat sedemikian rupa, sehingga para pencari mulai
berdatangan ke kampung Buetkuar untuk mengeruk keuntungan atasnya.
Alur yang digunakan adalah alur linear atau alur terusan. Pengarang alur
terusan sesuai dengan perkembangan cerita yang disusun berdasarkan kronologis
cerita.
Melihat hasil analisis latar dan alur serta tokoh, dapat disimpulkan bahwa
Mika sebagai wanita memegang peranan penting dalam setiap kejadian. Mika
merupakan sosok wanita yang tidak menerima begitu saja atas perlakuan Mundus.
39
Dia merupakan wanita yang mampu menempatkan diri, memposisikan diri,
mempertahankan jati diri dan harga diri dalam situasi yang seburuk apa pun,
mengambil keputusan dan dengan penuh tekad mengukuhi keputusannya. Meskipun
terkadang juga dia jatuh ingin melarikan diri dari kenyataan, namun akhirnya dia pun
sadar dan menerima kenyataan-kenyataan yang harus dihadapinya. Sosok Mika oleh
pengarang sangat ditonjolkan, hal ini yang menjadi perhatian.
Wanita tidak hanya berpangku tangan hanya menerima belas kasihan laki-
laki. Wanita harus mempunyai sikap tegas. Tema dalam novel Kapak ini adalah
seorang wanita bukanlah manusia yang lemah yang terus berada di bawah laki-laki,
melainkan merupakan manusia yang mempunyai pribadi mandiri dengan segala
keunikan yang ia miliki.
2.2.5 Rangkuman
Demikianlah hasil analisis struktur novel Kapak yang terbangun dengan baik
dan teratur. Ini terlihat dari hasil analisis latar, alur, tokoh serta tema. Warna lokal
(local colour) yang menonjol dalam setiap pembicaraan antar tokoh menjadi ciri
dalam novel ini.
Pada bab III, penulis akan menganalisis tokoh Mika yang sangat menarik, dari
perjuangan dia untuk selalu mempertahankan harga diri dan jati diri di hadapan suami
40
dan lingkungannya. Penulis akan mengkaji karakteristik tokoh Mika ini ditinjau dari
sudut psikologi arketipe Carl Gustav Jung yang mencakup Topeng, Shadow, Anima
dan Animus, serta Self.
41
BAB III
ANALISIS TOKOH MIKA DALAM
PERSPEKTIF CARL GUSTAV JUNG
Berdasarkan hasil analisis struktur novel Kapak diketahui Mika sebagai tokoh
utama tidak lagi menerima nasibnya begitu saja. Ia memberontak, ia berusaha
menempatkan diri, memposisikan diri, mempertahankan jati diri, dan harga diri dalam
situasi seburuk apapun. Analisis yang digunakan dalam bab ini adalah analisis
psikologis. Analisis ini akan menjawab permasalahan yang dialami tokoh Mika
dalam menghadapi permasalahan hidupnya. Dengan menggunakan pendekatan
psikologis ini, peneliti akan menganalisis dan menyimpulkan aspek-aspek psikologis
yang tercermin dalam diri tokoh Mika dengan menggunakan teori arketipe Carl
Gustav Jung.
Sesuai dengan teori arketipe Carl Gustav Jung, berikut ini akan dikaji strategi
yang digunakan tokoh Mika dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup. Analisis
Psikologis model Carl Gustav Jung disini akan mencakup : Topeng, Shadow, Anima
dan Animus serta Self.
3.1 Topeng dalam diri Mika
Menurut Jung, Topeng, dapat dikatakan sebagai bentuk kompromi antara
tuntutan lingkungan dan kepentingan norma-norma batiniah seseorang. Topeng
sungguh melekat pada kodrat manusia. Dia diperlukan dalam pergolakan hidup
manusia. Topeng membantu manusia dalam pergaulan, terutama dalam
menyesuaikan diri dengan orang lain, walaupun orang-orang itu tidak disenangi.
42
Secara keseluruhan topeng membantu manusia untuk menyesuaikan diri dalam situasi
yang berbeda-beda. Topeng adalah arketipe yang dibawa sejak lahir. Semua manusia
memilikinya.
Melalui peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh Mika dalam kehidupan
keluarganya dan perannya sebagai seorang istri kepala perang sepanjang alur novel
Kapak, membuatnya harus pasrah dan tabah dalam menanggung kehidupan yang
dihadapinya.
Mika menggunakan topeng agar ia bergaul sepantasnya dengan orang lain. Topeng
membantu Mika terutama dalam menempatkan diri dengan orang-orang bahkan
dengan lingkungan yang tidak dia senangi. Maka melalui topeng ini, Mika dapat
menyesuaikan diri dengan orang lain bahkan dengan suaminya Mundus. Berikut ini
penulis akan mengidentifikasikan macam-macam topeng yang tercermin dalam diri
Mika dalam novel Kapak, karya Dewi Linggasari.
3.1.1.1 Topeng Mika sebagai Ibu menurut Adat
Sebagai seorang ibu, Mika mengikuti peraturan adat yang mengharuskan
setiap wanita yang hendak melahirkan harus pergi ke tengah hutan. Padahal Mika
sendiri tidak menyukai peraturan tersebut. Hal ini terlalu berat bagi Mika karena ia
melahirkan anaknya seorang diri di tengah hutan, terdapat dalam kutipan berikut:
(66) Berat hati Mika menuju ke hutan untuk melahirkan anaknya. Peluh telah
membasahi seluruh tubuh wanita itu, nafasnya yang terengah cukup
sebagai isyarat bahwa ia tengah berjuang melawan maut demi janin yang
hendak dilahirkan. Adat tidak memperkenankan seorang wanita
melahirkan di rumah (hlm. 9).
Mika adalah sosok ibu yang sangat menyayangi anaknya. Hal ini terlihat
ketika selesai melahirkan Mika berjuang memotong tali pusar anaknya dan dengan
43
naluri keibuan ia pun memeluk anaknya. Ini menunjukkan ketulusan seorang ibu
yang menanggung derita. Kesadaran akan permasalahan hidup dan tuntutan adat yang
dihadapinya mendorong Mika untuk selalu sabar. Hal ini terdapat dalam kutipan
berikut:
(67) Dengan penuh kasih sayang, bayi yang terlampaui kecil untuk sebuah
ukuran normal itu dipeluknya. Setelah bersusah payah melahirkan, maka
masih ada satu hal yang lebih penting yaitu membesarkan (hlm. 10).
Peraturan adat suku Asmat tidak hanya berlaku bagi seorang wanita yang
hendak melahirkan, tetapi terlihat ketika adat mengijinkan seseorang yang memiliki
kedudukan penting dalam adat berhak memiliki dua bahkan empat istri sekaligus.
Mika menyadari posisinya sebagai istri seorang kepala perang. Padahal sebagai
seorang istri ia berani melawan dan menolak peraturan itu dihadapkan suaminya. Hal
ini terdapat dalam kutipan berikut :
(71) Adat mengijinkan seorang laki-laki yang memiliki kedudukan penting
dalam adat untuk memiliki istri lebih dari satu. Mika melawan ketika
Mundus ingin menikah lagi. “Begini sudah Kitorang Pu adat, “ Yamnen
mencoba menghibur ibunya. Kata-kata itu bukan membuat Mika
terdiam, bahkan pecah sudah tangisnya. (hlm. 22).
3.1.1.2 Topeng Mika sebagai Istri yang Penurut
Sebagai istri kepala perang, Mika sangat patuh akan apa yang dikatakan
suaminya. Setiap pekerjaan yang diinginkan suaminya selalu ia turuti. Padahal Mika
sendiri kadang tidak menyukai keinginan suaminya, Mika selalu menghindar dengan
menyendiri menjaring ikan hanya untuk melepaskan lelah. Hal ini terdapat dalam
kutipan berikut :
(72) Ia begitu tekun mengikuti Mundus untuk pergi meramah sagu di hutan,
meramah sagu merupakan pekerjaan yang melelahkan Mika, kadang
Mika marah karena Mundus selalu menyuruh untuk cepat menyelesaikan
44
pekerjaannya. Di sela-sela pekerjaannya itu, Mika menyempatkan diri
untuk menjaring untuk melepaskan kepenatannya. (hlm. 17).
Selain sebagai istri yang rajin, Mika kadang diperlakukan kasar oleh
suaminya. Ia berusaha untuk tabah. Bahkan ketika Mundus ingin menikah lagi. Ego
dalam dirinya menolak, namun ia tidak sanggup melawan Mundus. Ego dalam
dirinya mendorong dia untuk tetap bertahan dalam menghadapi keinginan suaminya
tersebut. Terdapat dalam kutipan berikut:
(73) Hei, bangun Mika, saya membawa kasuari. Mundus menyepak kaki
Mika kemudian menghempaskan tubuhnya yang basah kuyup ke atas
tikar (hlm. 14).
(74) Raungan Mika telah berubah menjadi rintihan ketika Mundus dan Upra
memasuki rumah secara beriringan. Mika tertunduk tak bergeming. Ia
telah kehilangan daya. Ia takut kepada Mundus karena suaminya itu
terlalu ringan tangan (hlm.. 22-23).
Kejujuran dan ketidakberdayaan Mika di hadapan Mundus terlihat ketika
Mundus menuduhnya berselingkuh. Mika berusaha mempertahankan harga dirinya
meski dalam situasi seburuk apapun. Terdapat dalam kutipan berikut:
(75) Sepanjang jalan Mundus mencaci Mika dan menghajar Mika dengan
membabi-buta. Kita tidak bermain gila Mundus, hanya pergi menjaring.
Donatus itu sepupuku, untuk apa bermain gila (hlm. 33).
Meskipun selalu mendapat perlakuan kasar, Mika selalu menunjukkan
keberadaannya di depan suami dan anak-anaknya. Melindungi dan menjaga anak-
anaknya selalu ia utamakan. Mika selalu berdoa agar apa yang menimpa dirinya tidak
akan terjadi pada anak-anaknya. Terdapat dalam kutipan berikut:
(76) Tiba-tiba membersit seulas senyum di bibir wanita itu. Mika teringat
kepada dua anak perempuannya. Mereka adalah anak kepala perang, ia
percaya kelak, suami-suami mereka tidak akan dapat memperbudaknya
karena kedudukan itu. Perlahan-lahan hatinya menjadi damai. Ia
memang tidak bisa melindungi diri dari perkawinannya dengan Mundus.
Tetapi perkawinan itu telah menjadi jaring pengaman bagi anak
perempuannya (hlm. 30).
45
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa sikap topeng dalam diri Mika ini
mau menunjukkan kesabaran Mika dalam menghadapi lingkungan tempat tinggalnya
dan suaminya. Penguasaan Mundus atas dirinya membuatnya mampu menguasai
emosinya. Topeng dalam dirinya ini membantu Mika agar tetap tampil sebagai
seorang istri yang selalu memposisikan diri di hadapan suami dan anak-anaknya,
dalam situasi seburuk apapun.
3.1.1.3 Peran Topeng Mika sebagai Istri yang Mandiri
Mencari nafkah adalah kewajiban seorang suami, juga disadari sepenuhnya
oleh Mika. Mika tidak ingin hanya di rumah saja, tetapi beraktivitas di luar rumah. Ia
selalu pergi ke hutan untuk meramah sagu atau menjaring ikan. Padahal sebagai
perempuan “modern” dia ingin ditemani atau dilindungi suaminya tetapi Mundus
terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Terdapat dalam kutipan berikut :
(77) Mika membiarkan anak-anaknya bermain di luar rumah. Sedangkan
Mundus telah pergi, terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai kepala
perang. Dengan tenang Mika mengambil ember jaring dan peralatan
lainnya untuk pergi meramah sagu dan menjaring ikan (hlm. 31).
Mika juga aktif menjadi pengurus dalam acara pemberkatan rumah bujang
(jew) yang sering diadakan di kampung Buetkuar. Terdapat dalam kutipan berikut:
(78) Sementara Mika sebagai ketua pengurus, bersama wanita-wanita yang
lain tengah sibuk menyiapkan hidangan (hlm. 36).
(79) Mika memberi isyarat kepada wanita-wanita itu untuk menghidangkan
makanan, maka terdengar suara teriakan bagi semua orang untuk
menghentikan tarian. Suasana hening seakan isyarat bagi wanita-wanita
itu untuk meletakkan hidangan di atas tapin dengan hati yang damai
(hlm. 36-37).
Sebagai seorang istri Mika menyadari perannya sebagai ibu rumah tangga dan
mengurusi segala keberesannya. Ia takut kehilangan suaminya, ia ingin melakukan
46
suatu perubahan dalam dirinya agar selalu ada di dekat Mundus. Terdapat dalam
kutipan berikut:
(80) Mika menyadari hubungan Mundus dan Ero. Ia pun mulai mengikuti
kegenitan Ero. Mika menukarkan gaharu dengan pakaian-pakaian baru,
sisir, bedak, gincu (hlm. 70).
(81) Dengan bedak dan gincu penampilan Mika menjadi lain. Meski Mundus
tidak terlalu menyukai perubahan Mika tersebut (hlm. 71).
3.2 Shadow Mika yang Berhubungan dengan Taraf Tak Sadar Personal
3.2.2.1 Shadow Mika Terhadap Mundus
Mika menyadari posisinya sebagai istri seorang kepala perang. Ia berani
melawan ketika Mundus ingin menikah lagi. Sebagai seorang istri ia tidak ingin
dimadu. Sikap Mundus yang ringan tangan tidak menyurutkan keinginan Mika untuk
menolak suaminya itu. Terdapat dalam kutipan berikut:
(82) Kalau perempuan itu tinggal di sini aku akan pergi, demikian suara Mika
disela-sela isak tangisnya (hlm. 21).
Ketidaksenangannya terhadap Mundus dan rasa cemburu terhadap Upra
membuat Mika tidak berdaya di hadapan mereka. Ia menyimpan sakit hati itu sampai
saat yang tepat untuk mengobarkannya. Terdapat dalam kutipan berikut:
(83) Hati Mika seketika terbakar oleh api cemburu. Ia ingin mencakar-cakar
muka Upra dan Mundus. Mika menyimpan bara dendam itu rapat-rapat
dalam hatinya. Ia akan berkesempatan untuk membalas sakit hatinya,
seperti halnya istri-istri yang lain (hlm. 23).
Kekuatan dari Shadow dalam diri Mika nampak dalam taraf sadar seperti
misalnya dalam bentuk kemarahan. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(84) Mika melihat kejadian itu dengan mata berapi-api. Mundus, kamu masih
suka bermain dengan perempuan-perempuan itu! Kamu mengira saya
tidak tahu perempuan-perempuan itu? Demikian Mika bersungut-sungut,
sambil terus memandangi bayang-bayang long boat itu menjauh dari
lingkungan rumahnya (hlm. 75-76).
47
Ego dalam diri Mika mengontrol kekuatan Shadow dalam dirinya. Sehingga
tidak berubah menjadi kekuatan jahat yang membahayakan. Terdapat dalam kutipan
berikut:
(85) Suara ngikik dari mulut Ero dan nafas lembu milik Mundus adalah
sebuah isyarat yang cukup mendirikan bulu roma. Tapi Mika masih
sanggup menahan diri. Ia dapat merekam seluruh pristiwa atas diri Ero
dan Mundus. Mika tidak mau berbuat gegabah, sebab ia tahu siapa dan
bagaimana Mundus ketika ia menunjukkan amarah (hlm. 79).
3.2.2.2 Shadow Mika terhadap Upra
Pengkhianatan dan penyelewengan Mundus dengan Upra menyebabkan Mika
kecewa, Upra merasa menang ketika berhadapan dengan Mika, senyum sinisnya
membuat Mika sangat marah. Mika begitu terpukul, sedih dengan kejadian yang
menimpa dirinya padahal ia telah memberikan kesetiaan sepenuhnya pada Mundus.
Terdapat dalam kutipan berikut:
(86) Mundus datang dengan seorang wanita mengekor di belakangnya.
Senyum sinis di bibir tebal wanita itu telah membuat hatinya bengkak
(hlm. 22).
Ujian berat buat Mika kembali terjadi. Dorongan shadow yang kuat untuk
mencelakai Upra tidak dapat dikendalikan. Terdapat dalam kutipan berikut:
(87) Sementara Mika segera menjadi nyalang. Ia menatap Upra dengan bara
dendam yang menyala-nyala. Setelah sebuah pekikan yang mengiris, ia
pun menerkam Upra. Keduanya kemudian berguling-guling di lantai
papan. Saling memukul, mencakar dan mencai maki, disaksikan empat
anak yang menjerit ketakutan tanpa daya untuk melerai (hlm. 26).
3.2.2.3 Shadow Mika terhadap Ero
Hubungan Mundus dengan Ero wanita pencari gaharu itu lebih dari sekedar
teman.Mundus dan Ero tidak menyadari bahwa gerak-gerik mereka diketahui oleh
48
Mika. Taraf tak sadar dalam diri Mika ini berhubungan dengan penolakan Mika atas
dasar moral. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(88) Perhatiannya terpusat kepada Ero, wanita berambut lurus itu diam-diam
telah mengobarkan api cemburu di dalam dadanya. Ia dapat mengamati
setiap gerak-gerik wanita itu, manakala Ero dan Mundus saling
mengerjapkan mata kemudian menghilang diam-diam ke dalam hutan
(hlm. 78).
(89) Dari balik semak-semak, Mika bisa melihat bayangan Mundus bergegas
meninggalkan Ero sambil membetulkan letak celananya (hlm. 79).
Mundus mempunyai kekuasaan yang penuh terhadap setiap pendatang yang
mencari gaharu di kampung itu, terutama para wanita. Dorongan Shadow dalam diri
Mika tidak dapat ia kontrol. Kekuatan shadow dalam dirinya nampak dalam taraf
sadar, seperti dalam bentuk dendam. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(90) Mika menggertakkan rahang dengan geram, ia tidak bisa menghalau
wanita-wanita itu dari tempat tinggalnya, karena Mundus mengharapkan
uang pembelian dari para pencari gaharu. Satu hal yang dilakukan Mika
adalah diamnya tidak pernah lepas memperhatikan wanita-wanita itu
sambil menunggu kesempatan untuk memperdayakannya (hlm. 86-87).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Shadow terlihat jelas dalam
pikiran Mika dalam menghadapi peristiwa tersebut. Mika sangat kecewa dengan ulah
Mundus. Ia berusaha untuk pasrah. Kepasrahan yang besar pada diri Mika adalah
kejujuran di setiap tindakannya. Maka tidak heran bila Mundus begitu murka pada
perbuatan Mika, karena Mundus tidak bisa kompromi dalam hal ketidakjujuran.
3.3 Shadow Mika yang Berhubungan dengan Taraf Tak Sadar Kolektif
Menurut Jung, di bawah ego, yakni aku yang sadar ditemukan psike tak sadar
yang lebih asli. Ketaksadaran ini dapat bersifat individu dan dapat bersifat kolektif.
Ketaksadaran individu mengandung ingatan, pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaan
yang sudah ditekan dari si individu. Taraf ini terdiri dari kesan-kesan yang terlalu
49
lemah untuk dapat dibawa ke taraf sadar (Jung via Sebatu, 1994: 4). Taraf tak sadar
dengan struktur otak dari sistem simpatetis.
Shadow yang berhubungan dengan taraf tak sadar kolektif yang dapat diambil
dari jiwa Mika adalah balas dendam Mika terhadap Mundus dan Ero. Balas dendam
ini bersumber dari pengalaman kekerasan yang dilakukan Mundus terhadapnya.
Balas dendam kaum istri ini biasa dilakukan pada saat upacara pemberkatan rumah
adat (jew). Adat memperbolehkan setiap wanita untuk membalas sakit hati mereka
terhadap para suami. Yang menarik dari adat ini adalah kaum suami tidak
diperbolehkan melawan atau membalas pukulan dari istri mereka.
Mika adalah sosok istri yang sabar dan penurut. Namun ia berubah menjadi
agresif ketika waktu pembalasan tiba. Ia merasa menjadi seorang istri yang utuh. Hal
ini terdapat dalam kutipan berikut:
(91) Ada segaris senyum di bibir wanita itu. Ia menunggu hari pembalasan
dengan mengulur kesabaran dan segala pedih, perih, karena ulah
Mundus (hlm. 39).
Kekuatan shadow yang menampakkan diri dalam taraf tak sadar mengalahkan
ego dalam dirinya. Perilaku Mika menjadi nyalang dan tidak terkontrol ketika ia
membalas sakit hatinya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(92) Di tepi sungai tampak Mika mengejar Mundus dengan parang teracung
tinggi-tinggi di tangan. Ekspresi mengerikan yang tergurat di muka
wanita itu adalah kemarahan yang telah melarut bersama dendam.
Pengejaran itu terjadi beberapa lama sampai Mundus terperosok ke
dalam lumpur. Mika menginjak tubuh Mundus dengan kalap. Telinga
Mika seakan tuli oleh sakit hati yang terpendam bertahun-tahun
lamanya, ketika dengan sepenuh tenaga Mika mengayunkan parang.
Maka jeritan panjang dari mulut Mundus segera berubah menjadi
isak tangis (hlm. 40-41).
Dari uraian di atas menunjukkan dengan jelas kesabaran Mika dalam
menghadapi suaminya. Penguasaan Mundus atas dirinya membuatnya mampu
50
bertahan dan mampu menguasai emosinya hingga menunggu waktu yang tepat untuk
mewujudkannya. Mika telah mengambil haknya untuk memelihara keseimbangan,
setelah penganiayaan yang dilakukan Mundus. Hari ini dan hari-hari mendatang
sampai patung bis selesai diukir dan ia mempunyai hak sepenuhnya untuk membalas
penganiayaan Mundus. Mundus terjerembab di kaki istrinya tanpa perlawanan sama
sekali. Mika berencana dan mewujudkan rencananya, dan keluar sebagai pemenang.
Demikianlah adat suku Asmat dalam berpihak kepada wanita, bahkan kepala perang
pun menjadi tidak berdaya.
Hal yang sama terjadi ketika Mika harus berhadapan dengan wanita-wanita
pencari gaharu. Cinta terlarang yang terjadi antara Mundus dan para wanita itu telah
mengobarkan bara dalam diri Mika. Dorongan untuk mencelakai mereka tidak dapat
ia kontrol, bahkan dorongan itu bekerja secara independen dalam taraf tak sadar.
Terdapat dalam kutipan berikut:
(93) Pada jarak yang amat dekat dengan tubuh terkapar itu, Mika tegak
berdiri. Kapak itu masih tergenggam erat di tangannya dengan penuh
kebencian Mika membuang ludah, tepat di muka Ero. Sekali sepak,
Mika menghamburkan satu kilo gaharu yang diberikan Mundus kepada
wanita itu sebagai alat pembayaran. Mika tidak menunggu lama untuk
membuktikan, bahwa Ero tidak menyadari perbuatannya (hlm. 80).
Kekuatan shadow dalam diri Mika, terlihat jelas ketika dia berhadapan dengan
Berti. Mika tidak bisa mengontrol perasaannya saat berbicara dengan Berti. Terdapat
dalam kutipan berikut:
(94) Berti tidak melihat siapa-siapa, kecuali Mika yang memandangnya
dengan mata semerah bara. Guratan wajah wanita itu sedemikian
mengerikan, sehingga ia merasa tubuhnya menggigil ketakutan.
Perempuan, jangan kamu mengira bahwa saya tidak tahu siapa kamu
dan apa yang kamu lakukan dengan suamiku. Terlalu banyak kamu
membuat kekotoran. Mika menatap Berti dengan kebencian yang amat
dalam, kemudian pergi menjauh meninggalkan Berti dalam kesunyian,
seolah wanita itu telah berubah menjadi benda kutukan (hlm. 97).
51
Kutipan (93) dan (94) menunjukkan bahwa Mika lebih mengutamakan
keselarasan dan ketentraman rumah tangganya tetap terjaga, dia juga tidak ingin
perhatian dan kebahagiaannya terobek karena pengaruh dan hasutan orang lain. Ia
berani melakukan semua itu karena cintanya kepada suaminya.
3.4 Anima dan Animus dalam Diri Mika
3.4.4.1 Anima Positif dalam Diri Mika
Anima dalam diri Mika terlihat ketika dia memberi peringatan kepada anak-
anaknya. Sebagai seorang ibu ia cukup baik mengenal sikap anak-anaknya. Sehingga
perhatian dan tanggung jawab terhadap anak-anaknya selalu diutamakan. Hal ini
terdapat dalam kutipan berikut:
(95) Mika sudah hapal betul tabiat anak-anaknya, ia tidak menjadi heran,
“Ayo cepat naik ke dalam rumah, sebentar gelap datang, roh jahat akan
turun mengganggu anak-anak, nanti kalian sakit”. Mika lalu melerai
kedua anaknya (hlm. 13).
Hal yang sama pula terlihat ketika Mika kembali memberi peringatan kepada
anak-anaknya yang sedang ribut sehingga membangunkan bayinya yang sedang tidur.
Terdapat dalam kutipan berikut :
(96) “Tidak bisakah kalian sedikit tenang, adik kalian sedang tidur!” Mika
menegur kedua anaknya sambil menyorongkan puting susu kepada
bayinya, sehingga tangisan itu berhenti sama sekali (hlm. 14).
Sebagai seorang ibu, Mika mempunyai keterikatan batin yang sangat kuat.
Hal ini terlihat ketika Mika begitu gelisah saat sadar anak perempuannya tidak ada di
rumah. Hal ini terdapat dalam kutipan :
(97) Mika menjadi gusar ketika menyadari Yamnen belum juga kembali
kerumah (hlm. 25).
52
Secara Psikologis anima positif memunculkan perasaan takut. Hal ini terlihat
ketika Mika mendengar ancaman-ancaman yang dilontarkan oleh Mundus terhadap
dirinya. Perasaan takut yang dialami Mika merupakan peleburan dari kemampuan
berpikir manusia yang terbatas pada penglihatan akan adanya ancaman yang nyata.
Hal ini terdapat dalam kutipan berikut :
(98) Di atas segala rasa sakit, Mika masih dapat mendengar ancaman itu.
Diam-diam bulu kuduknya meremang. Ia mengerti Mundus selalu
bersungguh-sungguh dengan kata-katanya (hlm. 29).
Anima positif muncul pada diri Mika ketika ia menyesal atas tindakannya
terhadap Mundus. Penyesalan ini terlihat ketika Mundus tertembak panah beracun,
kondisi yang sangat kritis ternyata secara psikologis memicu munculnya reaksi dari
dirinya sendiri. Yakni ia ingin merawat suaminya. Hal ini terdapat dalam kutipan
berikut :
(99) Mika sangat menyesal telah membiarkan suaminya terbaring sakit
karena panah beracun yang ditembakkan Jirimo, Mika bermaksud
merawat dan membawa suaminya ke Puskesmas pembantu (hlm. 98).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anima Mika terproyeksikan
kepada suami dan anak-anaknya. Keyakinannya bahwa Mika adalah sosok ibu dan
istri yang baik. Alam bawah sadar Mika merupakan endapan persepsi terhadap
pribadinya. Pada sisi lain hidupnya sebagai istri kepala perang.
3.4.4.2 Anima Negatif dalam Diri Mika
Mika adalah sosok wanita yang lembut dan baik, namun kadang ia bisa
menjadi kasar dan keras. Hal ini disebabkan karena perbuatan suaminya maupun
lingkungan disekitarnya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut :
53
(100) Setelah Mundus pergi, Mika menjadi marah dan mulai berkelahi
dengan Upra. Ia begitu jengkel karena keberadaan wanita itu
dirumahnya (hlm. 28).
Sikap Mika yang sama pula terlihat ketika ia berhadapan dengan para wanita
pencari gaharu. Ia begitu marah dan benci karena perselingkuhan antara suaminya
dan para wanita tersebut. Terlalu sering Mika memberi peringatan namun sering pula
ia tidak dipedulikan. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut :
(101) Peringatannya tidak dihiraukan oleh Mundus dan para wanita itu. Mika
menatap Berti dengan kebencian. Wanita yang diliputi amarah itu
telah menghilang dibalik daun pintu dengan hentakan yang sangat
keras. Kesabaran yang selama ini ulur hingga memanjang telah sampai
pada batasnya. Sudah tiba saatnya menentukan sikap. Langkah wanita
itu bergerak lebih panjang dari biasanya, ia ingin segera menjauh dari
tempat ini setelah segala kekesalan dan sakit hati (hlm. 98).
Suasana hati yang tidak menentu dan rasa cemburu dengan jelas ia tunjukkan
pada Ero, dimata Mika, Ero berbeda dengan wanita-wanita lain. Ia ingin mengusir
wanita itu, tetapi tidak berdaya karena suaminya. Hal ini terdapat dalam kutipan
berikut :
(102) Mika begitu cemburu ketika melihat Mundus berbicara dengan para
wanita pencari gaharu. Ero berbeda sama sekali dengan yang lainnya
jika berbicara dengan Mundus. Mika menggertakan rahang dengan
geram. Ia tak bisa menghalau wanita-wanita itu dari tempat tinggalnya,
karena Mundus mengharapkan uang pembelian dari para pencari yang
membawanya (hlm. 86-87).
54
3.4.4.3 Animus Negatif dalam Diri Mika
Suasana hati yang tidak menentu membuat Mika bermulut tajam tanpa
perasaan terhadap suaminya. Hal ini terlihat ketika berlangsungnya pembalasan
dendam kaum istri pada saat penyelenggaraan pesta Patung Bis. Hal ini terdapat
dalam kutipan berikut :
(103) “Rasakan koe!” Mika berkacak pinggang dengan penuh kemenangan.
Sementara di tanah, Mundus terkapar berlumuran darah. “Kau rasakan
sekarang saya punya pembalasan, kamu orang terlalu semena-mena,
terlalu anjing, cuki mai. Rasakan koe!” Setelah caci maki itu Mika
meninggalkan Mundus begitu saja dalam kubangan lumpur dengan
darah segar mengucur (hlm. 42).
Hal yang sama pula terlihat ketika Mika berhadapan dengan Ero. Mika begitu
tenang dan diam namun kata-katanya sangat pedas jika berbicara dengan Ero.
(104) Sementara Mika masih tetap dalam “wajar” seperti semula, Ia seakan
tak pernah peduli dengan kepergian itu. Satu hal yang bisa dilakukan
Mika adalah diam. Semakin jauh sundal itu pergi, agaknya keadaan
semakin membaik. Mika membuang ludah ke atas tanah, membekaskan
warna merah pinang seakan ia tengah membuang najis ke muka Ero
kemudian menghilang ke dalam hutan (hlm. 86).
3.4.4.4 Animus Positif dalam Diri Mika
Sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya, Mika menginginkan
keutuhan dan keharmonisan dalam keluarganya. Ia menyadari posisinya sebagai istri
seorang kepala perang. Terlihat ketika ia menolak Mundus yang ingin menikah lagi.
Mika berani berargumen dan menentang suaminya. Hal ini terdapat dalam kutipan
berikut:
(105) “Kalau perempuan itu tinggal di sini, aku akan pergi”, demikian suara
Mika di sela-sela isak tangisnya.
“Kau mau pergi kemana?” Mundus membentak dengan suaranya yang
berat.
“Kemana saja”, suara Mika terbata-bata.
“Orang tuamu sudah mati!” Mundus kembali membentak.
55
“Aku bisa tinggal di hutan dengan anak-anak”.
“Tidak seorang pun bisa membawa anak-anak pergi tanpa melangkahi
mayat saya (hlm. 21).
Hal yang sama pula ketika Mika berusaha membela diri ketika Mundus
menuduhnya berselingkuh dengan Donatus sepupunya. Kejujuran Mika itu
diungkapkan di hadapan Mundus dan Donatus. Hal ini terdapat dalam kutipan
berikut:
(106) Kita tidak bermain gila Mundus, kita berdua hanya pergi menjaring.
Donatus itu sepupuku untuk apa saya berbohong sama kamu (hlm. 23).
Kutipan (105) dan (106) mau menunjukkan ketabahan dan kesabaran Mika
dalam menghadapi suaminya. Mika mengungkapkan semua itu dengan logis dan
masuk akal. Ia sadar siapa dirinya dan yang terpenting ia tidak mengalahkan
siapapun atas nasibnya. Bagi Mika nasib seseorang telah ditentukan oleh Yang Maha
Esa.
Hal yang sama pula terlihat ketika Mika berhadapan dengan Ero. Mika begitu
tenang dan diam namun kata-katanya sangat pedas jika berbicara dengan Ero.
(107) Sementara Mika masih tetap dalam “wajar” seperti semula, Ia seakan
tak pernah peduli dengan kepergian itu. Satu hal yang bisa dilakukan
Mika adalah diam. Semakin jauh sundal itu pergi, agaknya keadaan
semakin membaik. Mika membuang ludah ke atas tanah, membekaskan
warna merah pinang seakan ia tengah membuang najis ke muka Ero
kemudian menghilang ke dalam hutan (hlm. 86).
56
3.5 Self Dalam Diri Mika
Self menurut Jung merupakan bagian yang sadar dari kepribadian kita.
Konflik atau pertentangan tidak berfungsi lagi. Pada taraf ini seseorang mengalami
keseimbangan dalam dirinya. Dia merasa utuh dan stabil. Pengalaman-pengalaman
religius sejati merupakan bentuk pengalaman paling dekat ke diri. Ini akan terlihat
dalam diri tokoh Mika.
Self yang berhubungan dengan kesadaran dalam diri Mika, yang berhubungan
dengan penimbangan antara taraf sadar dan taraf tak sadar. Ini terlihat ketika Mika
berusaha merawat Mundus dengan penuh kasih sayang. Ini mencerminkan
perjuangan Mika sebagai pribadi ke arah kesatuan keseimbangan dan kestabilan pada
kepribadian. Terdapat dalam kutipan berikut:
(108) Mika menjadi pucat melihat keadaan suaminya. Ia duduk bersimpuh
di dekat Mundus dengan air mata bercucuran. Mika mencoba memijit-mijit kaki
Mundus untuk mengurangi rasa sakitnya, tetapi Mundus tidak merasakan apa-apa
(hlm. 100).
Pengalaman religius Mika yang masih teguh memegang dan percaya akan roh
nenek moyang, terlihat ketika Mika mengemukakan pendapatnya dengan tegas,
praktis, di hadapan Mundus. Bahkan dalam keadaan sedih melihat keadaan suaminya,
ia tetap berpikiran jernih dan tegar. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(109) “Sudahlah Mundus engkau mengerti kini. Kita tahu kalau gaharu
sebenarnya tidak boleh dijual pada orang-orang, tapi kita
melakukannya. Sehingga engkau mendapat malapetaka. Jangan
engkau mengira, bahwa saya tidak mengrti semua perbuatan yang
57
engkau lakukan dengan perempuan-perempuan itu. Saya tahu Mundus,
tapi engkau tidak bisa ditegur. Orang-orang itu membawa roh jahat di
dalam tubuhnya. Roh jahat itu kini bersarang di tubuhmu. Tuan tanah
telah menghukummu,” Mika bersuara pelan (hlm. 101).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesabaran Mika saat detik-detik
kematian suaminya, kepasrahan Mika membuktikan bahwa dia memiliki daya tahan
dalam menghadapi kemelut rumah tangganya. Penguasaan Mundus atas dirinya,
membuatnya mampu menguasai emosinya. Hal ini membuat Mika tetap tampil utuh
di hadapan suaminya. Mika merasakan kepergian suaminya merupakan peristiwa
yang sangat menyedihkan. Tetapi semua ini tidak membuat Mika larut dalam duka
atau menjadi patah semangat, dia tetap pasrah menerima semua yang telah ditentukan
oleh Tuhan dengan sabar, karena bagi Mika dalam pasrah tidak ada penyalahan
kepada lingkungan, pada orang lain dan juga pada diri sendiri.
3.6. Rangkuman
Demikianlah hasil analisis tokoh Mika menurut perspektif Carl Gustav Jung,
dalam novel Kapak yang tidak lagi hanya menampilkan tokoh Mika sebagai faset
yang menarik yang sering kali bertentangan. Istri tetapi juga pekerja keras, praktis
dan keras, tetapi juga bisa memperlihatkan pengertian dan kelembutan, tenang tetapi
suatu saat bisa juga menjadi vulgar, sekaligus sederhana dan kompleks. Pribadi Mika
yang utuh dan stabil dapat memberi daya tahan dalam menanggung nasib buruk.
58
Seharusnya berbagai tantangan luar biasa yang dihadapinya membuat tokoh
Mika tidak berdaya. Akan tetapi kekuatan-kekuatan bawah sadarnya (arketipe)
berupa Topeng, Shadow, Anima-animus, dan Self, membuat sosok Mika tetap tabah,
kokoh dan rasional dalam mengambil setiap keputusan.
59
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis struktur dan psikologis dalam novel Kapak karya
Dewi Linggasari, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tokoh utama dalam novel Kapak adalah seorang wanita yang bernama Mika.
Tokoh Mika inilah yang intensitas keterlibatannya sangat tinggi. Dari bab pertama
sampai akhir tokoh Mika tidak lepas dari berbagai permasalahan. Penyelesaian
akhir dari novel ini adalah untuk Mika. Mulai dari seorang ibu yang melahirkan,
kerasnya peraturan-peraturan adat, kekuasaan yang dilakukan suaminya hingga
menjadi istri yang kokoh mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Tokoh-
tokoh lain yang mendukung adalah Mundus, Upra, dan Ero. Mereka adalah tokoh
bawahan yang mendukung keberadaan tokoh Mika. Mundus adalah suami Mika,
ia memiliki status sebagai seorang kepala perang. Upra adalah istri kedua
Mundus. Sedangkan Ero adalah seorang pendatang yang mencari gaharu yang
bekerja sebagai penghibur sekaligus selingkuhan Mundus.
2. Sesuai dengan perkembangan cerita, alur dalam novel Kapak adalah alur terusan
atau alur linear, karena peristiwa terjadi berurutan. Cerita berupa kehidupan
seorang wanita bernama Mika yang sangat menyayangi keluarganya. Lingkungan
dan tuntutan adat suku Asmat yang keras, tidak menghambat dia dalam
mengarungi kehidupannya. Meskipun bahtera rumah tangganya goyah karena
penyelewengan suaminya, serta kekerasan yang dilakukan Mundus terhadapnya,
60
Mika selalu menerima semua itu dengan kesabaran namun tegas dan berani dalam
mengambil keputusan.
3. Penggambaran latar dalam novel Kapak sangat mendukung tokoh Mika. Latar
yang dominan adalah perkampungan Buetkuar. Latar waktu yang digunakan
dalam novel Kapak adalah pagi, siang, sore dan malam hari. Latar waktu ini
memberi gambaran tentang setiap kejadian yang dialami para tokohnya
khususnya Mika. Latar sosialnya dapat diketahui melalui adat kebiasaan, keadaan
masyarakat serta bahasa para tokohnya dan lingkungan agama atau lingkungan
kepercayaan.
4. Tema novel Kapak ini adalah bahwa seorang wanita bukan manusia yang lemah
yang terus berada di bawah laki-laki, namun merupakan manusia yang
mempunyai pribadi yang mandiri dengan segala keunikan yang dia miliki. Hasil
analisis itu digunakan sebagai dasar untuk mendeskripsikan wanita yang tidak
hanya lembut, tenang, praktis, namun bisa juga menjadi vulgar sekaligus
sederhana dan kompleks dalam mengambil suatu keputusan. Ini terdapat dalam
novel Kapak yang diwakili oleh Mika.
Hasil analisis psikologis terhadap tokoh Mika dalam novel Kapak dengan
menggunakan teori arketipe Carl Gustav Jung tidak lepas dari hasil analisis struktural.
Hasil analisis kelima unsur arketipe teori Carl Gustav Jung antara lain, topeng,
shadow, anima dan animus serta self yang tercermin dalam diri tokoh Mika dalam
menjalani kehidupannya sebagai istri dan ibu, baik di rumah maupun di luar rumah,
membuat Mika tetap bertahan untuk bisa menempatkan diri, memposisikan diri dan
mempertahankan jati dirinya dalam situasi yang seburuk apapun serta tabah dalam
menanggung tantangan kehidupan yang dihadapinya. Hal itu ditopang oleh kekuatan
61
psikologi bawah sadar (arketipe) yang dimilikinya, yang mencakup Topeng, Shadow,
Anima-animus dan Self.
4.2 Saran
Novel Kapak merupakan sebuah novel yang menarik, karena novel ini
mengupas kehidupan yang ada di sekitar kita dengan local colour yang tercermin di
dalamnya. Novel Kapak juga mengandung nilai moral baik ditinjau dari tokoh dan
penokohannya. Penelitian ini hanya mengupas aspek struktural pembentuk novel
yang terdiri dari tokoh dan penokohan, latar, alur, dan tema dan aspek psikologis
arketipe. Masih banyak permasalahan-permasalahan menarik dalam novel tersebut
yang dapat diangkat sebagai bahan penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
pengkajian novel ini sangat terbuka kemungkinannya didekati dengan pendekatan
sosiologi sastra atau meneliti tokoh dan penokohan Mundus sebagai seorang suami
ditinjau dari sudut pengaruh lingkungan dan sosial-historisnya.
62
DAFTAR PUSTAKA
Dirgagunarsa, Singgih. 1985. Pengantar Psikologi. Jakarta. Mutiara
Esten, Mursal. 1990. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:
Penerbit Angkasa.
File:http:// www.kompas.com/ Yogyakarta/ resensi/ Kapak. htm.
Hartati, Indra. 2001, Skripsi: Proyeksi Unsur-Unsur Anima Positif Tokoh Wisanggeni
Pada Sosok Tokoh Upi Sebagai Ungkapan Pembelaan Bagi Kaum Tertindas
dalam Novel Saman. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.
Linggasari, Dewi. 2005, Kapak. Yogyakarta: Kunci Ilmu.
Mohd Saman, Sahlan. 1985. Kritikan. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka
Kemetrian Pelajaran Malaysia.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Nawawi, H. Hadari dan H. Mini Martini. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Oermarjati, Boen. S. 1970. Pengajaran Sastra Indonesia dan Pembinaan Apresiasi
Sastra: Basis,Yogyakarta: Kanisius.
Rahmanto, B dan Hartoko, Dick: 1985. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta:
Kanisius.
Sukada, Made. 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.
Suyitno. 1986. Sastra Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Hanindita.
Sumardjono, Yacob dan Saini. K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Cet. 1 Jakarta:
Gramedia.
Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sebatu, Alfons. 1994. Aspek Wanita dalam Kepribadian Manusia. Jakarta Gramedia.
Tjahyono, Albertus Tengsoe. 1988. Sastra Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi.
Flores: Nusa Indah Pengajaran.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Terjemahan oleh
Melani Budianata. Jakarta: Gramedia.